Sop Ugd
Sop Ugd
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR …..……………………………………………………............................ i
BAB 1
Kedaruratan medik dapat terjadi pada seseorang maupun sekelompok orang pada seti
ap saat dan dimana saja. Hal ini dapat berupa serangan penyakit secara mendadak,
kecelakaan, atau bencana alam. Keadaan ini membutuhkan pertolongan segera yang
dapat berupa pertolongan pertama sampai pada pertolongan selanjutnya secara mant
ap di rumah sakit. Tindakan tersebut dimaksudkan untuk menyelamatkan jiwa menceg
ah dan membatasi cacat serta meringankan penderitaan dari penderita.
Keadaan ini selain membutuhkan pengetahuan dan keterampilan yang baik dari penol
ong dan sarana yang memadai, juga dibutuhkan pengorganisasian yang sempurna.
SIKAP PENOLONG
Karena yang ditanggulangi adalah orang yang sakit berat dalam keadaan kritis mak
a dokter harus berlomba dengan waktu dalam menyelamatkan jiwa penderita. Dalam k
eadaan ini jangan bertindak panik namun bersikap tenang dan cekatan.Hal-hal pent
ing yang harus diperhatikan terhadap korban:
1. Pernafasan dan denyut jantung.
Bila pernafasan penderita berhenti, segera kerjakan pernafasan buatan se
cara efektif lakukan pernafasan ‘mulut ke mulut’ dan bersamaan dengan ini ditel
iti apakah ada penghentian denyut jantung. Jika jantung berhenti berdenyut, laku
kan external cardiac massage. Usaha-usaha mengembalikan fungsi pernafasan dan si
rkulasi ini dijelaskan dalam bab resusitasi.
2. Perdarahan.
Lakukan usaha-uasha menghentikan pendarahan, terutama pendarahan dari pe
mbuluh darah yang besar.
3. Syok.
Perhatikan tanda-tanda syok serta penanggunalangan (lihat bab tentang sy
ok).
4. Cegah aspirasi terhadap muntahan penderita dengan posisi penderita mirin
g pada salah satu sisi tubuh atau ditelungkupkan.
5. Jangan terburu-buru memindahkan korban dari tempatnya sebelum dipastikan
sarana angkutan yang memadai.
Terhadap penderita fraktur, terlebih dahulu dilakukan pembidaian. Penatalaksanaa
n selanjutnya secara terperinci akan diuraikan pada masing-masing bab.
Peralatan.
1. Pembalut biasa.
2. Kasa steril.
3. Pembalut segitiga.
4. Plester.
5. Kapas.
6. Tourniquet.
7. Alat Suntik.
8. Alat-alat bedah sederhana.
9. Alat infus & transfusi.
Obat-obatan.
1. Obat-obat antiseptik.
Obat-obat suntikan.
adrenaline, 1 mg/ml
aminophylline, 250 mg/ 10 ml
ampicilin, 250 mg/ dan 500mg
atropine sulphate, 0,6mg/ml
chlorpheniramine maleate, 10 mg/ml
chorpromazine, 50mg/2ml
dextrose 50 %, 20ml
diazepam, 10mg/2ml
digoxin, 0,5mg/2ml
ergometrine, 0,5mg/ml
ethyinoradrenaline, 2mg/ml
furosemide, 20mg/2ml
hydrocortisone sodium succinate, 100mg
hyoscine N-butylbromide 20mg/ml
morphine sulfate, 15mg/ml
penicillin G, 1mega U (600mg)
pentazocine 45 mg/1,5 ml dan 60 mg/2ml
pethidine HCI, 100 mg/2ml
phenobarbitone sodium, 200mg/ml
phytomenadione 10mg/ml
salbutamol 0,5 mg/ml
trifulpromazine, 20mg/,ml
aquadestilata
2. Obat-obat oral
ampicillin, 250mg dan 500mg
chlorpheniramine maleate, 4mg
metronidazole, 200mg
pencillin-VK, 250mg
pentazocine, 50 mg
pethidine, 50mg
terbutaline 0,5 mg/ml
tiemonium bromide, 50 mg.
Peralatan lainnya yang minimal harus ada pada ruangan kedaruratan medik berupa:
tangki oksigen dengan flow-meter-nya dan “regulator”nya serta alat penghisap sed
erhana yang bisa dijalankan dengan baterai. Untuk fasilitas perlengkapan ruangan
kedaruratan medik yang lebih sempurna memang harus disediakan beberapa macam ob
at-obatan dan fasilitas tambahan sebagai berikut:
Obat-obatan
AgNO3 20-30%
Asam trikloro asetat
aminofilin
isuprel
sedilanid
klonidin
manitol 20%
ureum 30%
gliserin dalam air 30%
asetasolamid
asam cuka 2%
ATS 1500 U
Tule, savlon
Sulfadiazin
antidotum umum
antivenom polivalen
heparin
eter
hidroklorotiasid
serpasil
adona AC 17
ergometrin
sintosinon
sulfas magnesikus
pentotal
ketalar
difenhidramin
Alat-alat
Water seal drainage
DC shock
Intubator endotrakeal
busi Nelaton
kateter Fowley alat EMO
alat bedah kebidanan
matras vakum
resusitator bayi
Electra Convulsive Therapy
Drain
Tandu
Bidai
BAB 2
Kedaruratan Sistim Pernapasan
Epistaksis
Obstruksi Jalan Napas
Hemoptisis masif
Status asmatikus
Trauma toraks
EPISTAKSIS
Epistaksis atau pendarahan dari rongga hidung hingga sering dijumpai dan sebagia
n besar akan spontan atau oleh tindakan sederhana seperti penekanan hidung. Mesk
ipun demikian ada pula kasus-kasus berat yang memerlukan pertolongan segera agar
tidak berakibat fatal.
2. Epistaksis posterior:
Berasal dari a. sfenopalatina dan/atau a.etmoidalis posterior. Sering terdapat p
ada usia lanjut akibat hipertensi atau arteriosklerosis. Biasanya hebat dan jara
ng berhenti spontan.
Penatalaksanaan
Mempunyai prinpsip:
1. menghentikan pendarahan.
2. mencegah komplokasi.
3. mncegah berulang dengan mencari penyabab.
1. Tentukan asal pendarahan dengan memasang tampon yang dibasahi dengan adr
enalin 1/1000 dan pontokain 2%, dibantu dengan alat penghisap. Sedapat mungkin p
enderita dalam posisi duduk.
Bila ternyata pendarahan berasal berasal dari anterior:
2. pasang kembali tampon yang dibasahi adrenalin 1/1000 dan pontokin 2% sel
ama 5-10 menit, dan ala nasi ditekan ke arah septum.
3. setelah tampon diangkat, asal pendarahan di kaustik dengan larutan AgNO3
20-30% atau asam trikloroasetat 2-6% atau dengan elektrokauter.
4. Bila masih berdarah, pasang tampon anterior yang teridiri dari kapas ata
u kasa yang diberi boorzalf atau bismuth iodine paraffin paste (BIPP). Tampon in
i dipertahankan selama 1-2 hari (bila manggunakan boorzalf) atau 3-4 hari (bila
menggunakan BIPP).
Bila ternyata pendarahan berasal dari posterior:
5. Coba atasi dengan kasutik dan tampon anterior (lihat di atas).
6. Bila gagal, pasang tampon posterior (Bellocq); caranya:
- tampon ini terdiri dari gulungan kasa yang mempunyai dua benang disatu u
jung dan satu benang di ujung lain.
- masukkan kateter karet dari nares anterior ke dalam sampai tampak di oro
farings dan ditarik keluar melalui mulut.
- pada ujung kateter diikatkan salah satu dari dua benang yang ada pada sa
tu ujung dan kateter ditarik kembali melalu hidung. Dengan cara yang sama benang
yang lain dikeluarkan melalui lubang hidung yang lain.
- kemudian kedua benang yang telah keluar melalui lubang hidung itu ditari
k, sedang telunjuk tangan yang lain membantu mendorong tampon ke arah nasofaring
s, sampai tepat menutup koana.
- lalu kedua benang itu diikat pada tampon lain yang terletak dekat sekat
rongga hidung.
Benang dari ujung lain dikeluarkan melalui mulut dan dilekatkan secara longgar d
i pipi; benang ini berguna untuk menarik keluar tampon bila akan dilepas.
- bila perlu dapat dipasang pula tampon anterior.
- penderita harus dirawat dan tampon diangkat setelah 1-2 hari. Berikan an
tibiotik. Misalnya PS 8: 1.
Bila pendarahan menetap walaupun telah dilakukan tindakan di atas, perimbangkan
operasi ligasi arteri:
7. Untuk pendarahan anterior dilakukan ligasi a. etmoidalis anterior dengan
membuat sayatan dari bagian medial alis mata ke bawah kantus internus; setelah
jaringan dipisahkan akan tampak a. etmoidalis anterior.
8. Untun perdarahan posterior dilakukan ligasi a. maksilaris interna dengan
membuat sayatan dilipatan gingivobukal seperti pada operasi Caldwell Luc; setel
ah memasuki sinus diangkat sehingga tampak a. maksilais interna dan cabang-caban
gnyadi fosapterigomaksilaris.
KOMPLIKASI:
Dari perdarahan:
- anemi.
- syok.
Dari pemasangan tampon:
- sinusitis, otitis media, septikami.
- hemotimpanum.
- Laserasi palatum molle.
PENATALAKSANAAN:
Bila disebabkan oleh benda asing (misalnya tersedak makanan) usahakan dikeluarka
n segera dengan Heimlich manuever:
Bila cara-cara diatas gagal atau bila tidak disebabkan oleh benda asing, siapkan
segera bronkoskopi atau trakeotomi.
Terhadap penderita obstruksi jalan napas stadium I dan II dilakukan tindaka
n konservatif dengan oksigen, obat bronkodilator (aminofilin, Bisiolvon®)) dan a
nti edema (Papasee®); dan pengawasan ketat terhadap gejala yang timbul.
Obstruksi jalan napas stadium III dan IV memerlukan tindakan intubasi atau
trakeotomi segera.
Intubasi
Merupakan tindakan memasang pipa endoktrakeal (biasanya mempunyai cuff) atau bro
nkoskop.
Sulit atau tidak dapat dilakukan pada ederma larings, trauma larings berat, tumo
r yang menutup glotis atau parlisis n.rekurens bilateral. Cara ini relatif mudah
dan cepat dilakukan, tetapi:
- menyebabkan trauma larings sehingga dapat timbul jaringan parut yang men
yulitkan ektubasi
- tidak boleh dipasang lebih dari 2 x 24 jam
- sering terlepas sendiri sehingga dapat membahayakan penderita
- menghalangi intake peroral.
Trakeotomi
Merupakan tindakan membuat jalan napas baru dengan membuat lubang (stoma) pada t
rakea.
Teknik
- premedikasi dengan atropin sulfat 1 mg i.m.
- penderita dalam posisi hiperekstensi pada leher, bila perlu tengkuk diga
njal dengan bantal/kantong pasir.
- setelah a & antisepsis daerah tindakan, diberikan anestasi lokal (infilt
rasi) dengan prokain 1% mulai dari kartilago tiroid sampai daerah fosa supraster
nal, dapat juga dilakukan anestasi umum, tetapi sebelumnya trakea harus ditandai
dengan pipa endotrakeal atau bronkoskop.
- insisi dibuat mulai dari bagian bawah kartilago krikoid sampai fosa supr
asternal, tepat digaris tengah; cara ini lebih aman daripada insisi horisontal m
eskipun kosmetik lebihb buruk.
- jaringan subkutis disishkan, sedapat mungkin jangan memotong pembuluh da
rah; fasia otot dipotong digaris tengah.
- setelah cincin trakea tampak, ismus tiroid disisihkan, (bila perlu dipis
ahkan) sampai cincin trakea I-V terbuka; perdarahan dirawat.
- dapat disuntikkan beberapa tetes kokain 5% melalui interkartilago I untu
k mencegah iritasi pada pemasangan kanul.
- trakea dibuka di garis tengah, sebaiknya di bawah cincin trakea III, lal
u dibuat lubang atau flap yang sesuai dengan kanul yang akan dipasang.
- bila ada, benda asing dapat dicari dan dikeluarkan melalui stoma dengan
bantuan spekulum hidung dan pinset; bila ternyata benda asing itu terletak dista
l stoma dan tak dapat diambil, dorong ke salah satu satu bronkus agar jalan napa
s dapat terbuka sebagian dan segera kirim ke tempat yang mempunyai fasilitas bro
nkoskopi.
- pasca tindakan tidak perlu dijahit; bila perlu dapat dibuat jahitan long
gar di kedua ujung insisi.
HEMOPTISIS MASIF
Ialah batuk yang disertai dengan perdarahan lebih dari 600 ml dalam waktu 24 jam
(Cook).
Klasifikasi perdarahan (Pursel) :
Penting dibedakan antara hemoptisis dengan aspirasi perdarahan dari saluran cern
a (hematemesis) yang dibatukkan:
Biasanya disebabkan oleh tbc paru, bronkiektasis, abses paru atau neoplasma yang
secara kasar dapat diduga dari sifat perdarahan:
PENATALAKSANAAN
A. Konservatif.
1. Istirahat baring dengan kepala lebih rendah dan miring ke sisi sakit.
2. Membersihkan jalan napas dari bekuan darah; bila perlu berikan oksigen i
ntermiten.
3. Pasang infus cairan; bila perlu lakukan transfusi darah.
4. Hindarkan batuk keras dengan memberikan:
- sedatif: - fenobarbital dengan dosis maksimum 250 mg/pemberian, im; ata
u
- diazepam 10 – 20 mg iv/im.
Antitusif: - kodein 10 – 20 mg peroral.
5. Obat-obatan koagulan
- vitamin K 10 mg iv.
- Adona AC - 17® 50 – 100 mg/3-4 jam iv.
6. Kantong es pada dada.
STATUS ASMATIKUS
PENDAHULUAN
Status asmatikus adalah suatu serangan asma yang berat, berlangsung dalam b
eberapa jam sampai beberapa hari, yang tidak memberi perbaikan pada pengobatan y
ang lazim.
Status asmatikus merupakan kedaruratan medik yang dapat beeakibat kematian,
oleh karena itu:
1. Penderita dalam keadaan sesak nafas yang berat dengan ekspirasi disertai
wheezing (mengi); dapat disertai batuk dengan spuktum kental, sukar dikeluarkan
.
Pada pemeriksaan pemderia tampak gelisah, bernafas denganmenggunakan otot-otot t
ambahan, dengan tanda-tanda sianosis sentral, takikardi, pulsus paradoksus dan f
ase ekspirium memanjang yang disertai wheezing.
2. Pemeriksaan laboratorium sputum dan darah terdapat eosinofili, khususnya
pada asma alergik.
PENATALAKSANAAN
1. Bronkodilator.
Tidak digunakan obat-obat bronkodilator secara oral, tetapi dipakai obat-oba
t bronkodilator secara inhalasi atau per enteral.
Jika sebelumnya telah digunakan obat golongan simpatomimetik, maka sebaiknya
diberikan aminofilin secara par enteral sebab mekanisme kerja yang berlainan; d
emikian sebaiknya, bila sebelumnya telah digunakan obat golongan teofilin secara
oral maka sebaiknya diberikan obat golongan simpatomimetik secara aerosol atau
parenteral. Obat-obat bronkodilator golongan simpatomimetik bentuk selektif terh
adap adrenoreseptor-B2 (orsiprenalin, salbutamol, terbutalin, isoetarin, fenoter
ol) mempunyai sifat lebih efektif dan masa kerja lebih lama serta efek samping y
ang lebih kecil dibandingkan dengan bentuk non-selektif (adrenalin, efedrin, iso
prenalin).
- Obat-obat bronkodilator secara aerosol bekerja lebih cepat dan efek samp
ing sistemik lebih kecil. Baik untuk digunakan pada anak-anak ataupun pada dewas
a dengan sesak napas yang berat. Mula-mula diberikan dua sedotan dari suatu mete
red aerosol devise (Alupent®) metered aerosol). Jika pada penilaian sampai 10-15
menit tidak menunjukkan perbaikan, dapat diulang tiap 2 jam. Jika pada penilaian
sampai 10-15 menit tidak menunjukkan perbaikan, berikan aminofilin intravena.
- Obat-obat bronkodilator simpatomitetik memberik efek samping takikardi.
Penggunaan secara parenteral harus hati-hati, berbahaya pada penyakit hipertensi
, kardiovaskuler dan serebrovaskuler. Pada orang dewasa dicoba dengan 0,3 ml lar
utan epinefrin 1: 1000 secara subkutan sedangkan pada anak-anak diberikan dengan
dosis 0,01 mg/kg BB secara subkutan (1 mg per ml) yang dapat diulangi tiap 30 m
enit untuk 2-3 kali tergantung kebutuhan.
- Pemberian aminofilin secara intravena dengan dosis awal 5,6 mg/kg BB, pa
da dewasa maupun anak-anak yang disuntikkan secara perlahan-lahan dalam 5-10 men
it. Selanjutnya sebagai dosis penunjang adalah 0,9 mg/kg BB/jam yang diberikan s
ecara infus. Efek samping yang dapat timbul ialah darah tekanan darah turun, ter
utama bila pemberian tidak perlahan-lahan.
2. Kortikosteroid.
Jika pemberian obat-obat bronkoditator tidak menunjukkan perbaikan, dilanjut
kan dengan kortikosteroid.
- 200mg hidrokortison (Solu Cortef®) atau dengan dosis 3-4 mg/kg BB, diber
ikan secara intreavena sebagai dosis permulaan dan dapat diulang tiap 2-4 jam se
cara parenteral sampai serangan akut terkontrol, dengan diikuti pemberian 30-60
mg prednison atau dengan dosis 1-2 mg/kg BB/hari secara oral dalam dosis terbagi
, kemudian dosis dikurangi secara bertahap.
3. Pemberian oksigen dapat melalui kanula hidung dengan kecepatan aliran O2
2-4 liter/menit dan dialirkan melalui air untuk memberi kelembaban.
Botol yang paling sederhana ialah botol I yang dapat dibuat dari bekas botol
infus. Sebaiknya diisi cairan antiseptik (sublimat atau KmnO4 dan tutupnya dite
mbus oleh dua pipa; pipa yang panjang berhubungan dengan rongga pleura dan ujung
nya harus terletak 3-5 cm dibawah permukaan cairan, ini penting diperhatikan bil
a dari rongga pleura mengalir cairan (darah) yang akan meninggikan permukaan cai
ran dalam botol; sedang pipa pendek dibiarkan berhubungan dengan udara luar. Tut
up botol tak perlu kedap udara.
Bila ternyata dengan botol I tekanan rongga pleura tak dapat menjadi negatif, mi
salya karena robekan pleura terlalu besar, harus dilakukan penghisapan terus men
erus (continuous suction), untuk itu harus digunakan botol II atau rangkaian bot
ol III.
Bitol II mempunyai tiga pipa dan tutupnya harus kedap udara; pipa pertama dihubu
ngkan kerongga pleura, sedang pipa ketiga kealat penghisap; pipa kedua berhubung
an dengan udara luar, ujungnya berada kira-kira 10-15 cm dibawah permukaan caira
n, gunanya agar penghisapan tak dapat melebihi -15 cm H2O.
Rangkaian II lebih baik terutama bila rongga pleura masih mengeluarkan cairan se
hingga jumlah pedarahan dapat lebih tepat diukur dan tak perlu setiap kali mengu
kur kedalaman pipa kedua. Bila penghisapan akan dihentikan, pipa yang menuju kea
la penghisap harus diklem.
3 Bila tekanan rongga pleura telah negatif tetapi paru-paru tetap tidak me
ngembang, artinya terdapat sumbatan jalan nafas – berikan mukolitik, agar pender
ita serig batuk
TRAUMATIC WET LUNG
Gejala & Tanda:
- terutama terjadi setelah trauma tumpul
- penderita mengeluh batuk-batuk, kadang-kadang disertai darah, nyeri dada
, sesak nafas, tak ada demam
- pada auskultasi ronki basah yang merata
- penting untuk dibedakan dari bronkpneumoni karena gambaran klinik dan r
adiologik yang mirip.
Penatalaksanaan:
- istirahat baring
- bebaskan jalan nafas dengan:
- menganjurkan penderita sering-sering batuk
- nyeri dihilangkan dengan anestesi blok saraf interkosal; sedatif ttidak
dianjurkan karena menekan refleks batuk
- isap lendir, bila perlu sampai ketrakea; penghisapan tetap dilakukan sek
alipun penderita batuk-batuk karena justru pada saat itu lendir akan terdorong k
e proksimal
- bila perlu lakukan trakeostomi
- obat-obatan: mukolotik dan bronkodilato, misal:
- OBH 3 x 15-20 ml/hari atau
- Bisolvon 3 x -2 tablet/hari
PNEUMOMEDIASTINUM
Curigai pneumomediastinum bila timbul efisema subkutis yang dimulai didaerah leh
er, apalagi bila disertai sesak nafas hebat dan syok. Radiologik tampak bayangan
radiolusen dimediastinum dan sekitar jantung, atau retrosternal pada proyeksi l
ateral.
Penatalaksanaan:
- mediastinotomi:
- sayatan sesuai dengan trrakeostomi, lalu dilanjutkan kedaerah mediastinu
m secara tumpul dengan jari menyusuri cincin trakea lalu dilakukan trakeostomi.
- Bila disertai robekan esofagus dan/atau bronkus akan timbul pneumomedias
tinum yang progresif, dalam hal ini harus dilakukan toakotomi.
TAMPONADE & LUKA JANTUNG
Ditandai oleh keadaan umum yang cepat memburuk disertai tekanan vena jagular men
ingkat, pekak jantung meluas, bunyi jantung terdengar jauh dan pulsus paradoksus
.
Bila perikardium ikut terobek, akan terjadi juga hemotoraks.
Penatalaksanaan:
- atasi syok
- prikardiosentesis
- posisi penderita setengah duduk (menyudut 35-400 dengan verrtikal)
- jarum fungsi ditusukan didaerah paraxifoid kiri kearah bahu kiri
- tindakan ini hanya bersifat sementara, harus disusul dengan torakotomi
- torakotomi untuk memperbaiki robekan perikardium dan/atau dinding jantun
g.
PENATALKSANAAN
Syok Hipovelemik
1. Bila disebabkan perdarahan, hentikan dengan tourniket balut tekan atau j
ahitan
2. Meletakan penderita dalam posisi syok:
- kepala setinggi atau sedikit lebih tinggi dari pada dada.
- Tubuh horisontal atau dada sedikit lebih rendah
- Kedua tungkai lurus, diangkat 200
3. Perhatikan keadaan umum dan tanda-tanda vital; pelihara jalan nafas. Bil
a perlu lakukan resusitasi
4. Pemberian cairan:
- cairan diberikan sebanyak mungkin dalam waktu singkat (dengan pengawasan
tanda vital).
- Sebelum darah tersedia atau pada syok yang bukan disebabkan oleh perdara
han, dapat diberikan cairan:
- Plasma: Plasmanate
- Plasma ekspander: Plasmafusin (maksimum 20 ml/kgBB), Dextran 70. (maksim
um 15 ml/kgBB), Periston, Subtosan, Hemacell plasma expander dalam jumlah besar
dapat mengganggu mekanisme pembentukan darah
- Cairan lain: Ringer laktat, NaCl 0,9 %. Harus dikombinasi dengan cairan
lain kaena cepat keluar keruang ekstravakuler
- Untuk memperoleh hasil yang optimal, letakkan botol infus setinggi mungk
in dan gunakan jarum yang besar; bila perlu gunakan beberapa vena seksi.
- Pengawasan yang perlu
II. TRAUMA SUMSUM TULANG BELAKANG DAN TULANG BELAKANG
A. DAERAH SERVIKAL
Trauma di daerah servikal biasanya merupakan trauma ekstensi-fleksi yaitu ke
adaan dimana kepala tiba-tiba bergerak ke belakang, kemudian fleksi ke depan ata
upun sebaliknya (whiplash injury)
Timbul rasa nyeri di daerah tengkuk. Dapat disertai tetraplegi, yaitu kelump
uhan keempat anggota gerak.
Foto Ro daerah servikal dibuat antero-posterior dan lateral, foto lateral un
tuk melihat adanya kompresi korvus vrtebra.
PENATALAKSANAAN
PENATALAKSANAAN
C. DAERAH LUMBOSAKRAL
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan dengan berbaring lurus di tempat tidur yang datar. Jika terd
apat fraktur di daerah lumbal dipasang korset gips.
BAB 5
Kedaruratan Sistim Saluran Cerna
Hemetemesis dan melena disebabkan oleh pendarahan saluran cerna yang dapat bersi
fat nyata atau tersembunyi (occult) yang berlangsung lambat dalam waktu yang lam
a.
Perdarahan nyata umumnya terjadi mendadak dan dapat menimbulkan keadaan yang gaw
at.
Hematemesis ialah dimuntahkannya darah dari mulut; darah dapat berasal dari salu
ran cerna bagian atas atau darah dari luar yang tertelan (epistaksis, hemoptisis
, ekstraksi gigi, tonsilektomi). Tergantung pada lamanya kontak dengan asam lamb
ung, darah dapat berwarna merah, coklat atau hitam. Biasanya tercampur sisa maka
nan dan bereaksi asam.
Melena ialah feses berwarna hitam seperti er karena bercampur darah; umumnya ter
jadai akibat perdarahan saluran cerna bagian atas yang lebih dari 50-100 ml dan
biasnaya disertai hematemesis.
Hematokezia ialah keluarnya darah segar dari anus, umumnya terjadi akibat perdar
ahan saluran cerna bagian bawah. Dapat juga disebabkan perdarahan saluran cerna
bagian atas yang besar dan cepat disalurkan melalui usus.
Gejala lain:
- tergantung banyaknya perdarahan dan usia penderita, dapat timbul gejala
presyok/syok (lihak bab syok hipovolemik).
- dengan ringan antara 38-390 C.
- mungkin ada rasa nyeri; pada ulkus peptikum rasa nyeri yang ada bahkan m
enghilang karena darah dalam lambung/usus menetralkan asam lambung.
- hiperperistaltik akibat rangsangan darah dalam usus.
- gejala lain sesuai dengan penyebab.
- laboratorik:
- penurunan Hb dan Ht tampak setelah beberapa jam.
- lekositosis dan tombositosis pada 2-5 jam setelah perdarahan.
- peninggian kadar ureum darah setelah 24-48 jam akibat pemecahan protein
darah oleh bakteri usus; pada sirosis hepatis, yang meningkat ialah kadar amonia
k darah dan dapat mencetuskan koma hepatik.
Catatan: feses berwarna hitam dapat disebabkan oleh preparat besi, bismut,
charcoal(Norit®), sedang warna merah/ungu oleh bit atau preparat bromsulftalein
intravena. Untuk membedakannya, lakukan tes benzidin.
PENATALAKSANAAN:
1. Pemasangan sonde karet lunak ke dalam lambung untuk aspirasi darah dan b
ilas lambung dengan air es; juga untuk pemberian obat-obatan per oral.
2. Pemasangan CVP (Central Venous Preassure)
3. Tindakan mengatasi perdarahan dan mencegah perdarahan ulang:
a. koagulan lokal – diberikan topikal/oral: Thrombase 500® bubuk/dilarutkan 3 –
6 kali/hari, atau
Topostasin® 3 – 6 bungkus/hari (dilarukan).
b. Koagulan parenteral; salah satu dari preparat di bawah ini:
Adona AC-17® 3 – 4 x 100 mg/hari iv.
Anaroxy1® 2 x 5 – 10 mg/hari im/iv.
Coagulen ® 3 – 4 x 10 – 20 ml/hari im iv.
Coagumin ® 3 - 4 x 20 ml/hari im/iv.
Hesna® 3 x 2 ml/hari sk/im/iv.
Thrombase 100® 3 x 100 U/hari im/iv perlahan-lahan.
c. Vitamin K 10 – 20 mg/hari im/iv.
d. Vitamin B kompleks dengan asam folat.
e. Jika perdarahan masih berlangsung, berikan infus pitresin 20 U dalam 200 m
l glukosa 5 % selama 20 menit agar terjadi vasokonstriksi daerah splanknik. Dapa
t diulang tiap 4 jam meskipun efeknya akan makin berkurang. Tidak dapat diberika
n pada penderita insufisiensi koroner.
f. Pada perdarahan akibat pecahnya varises esofagus dapat dicoba pemasangan balo
n modisikasi (kondom) dalam esofagus, lalu ditiup agar menekan dinding esofagus.
Pada perdarahan saluran cerna bagian atas yang disebabkan oleh pecahnya varises
esofagus, sementara menunggu persiapan pembedahan/transportasi, dapat dicoba pem
asangan balon modifikasi atau (bila ada) pipa Sengstaken-Blakemore.
Pipa ini dimasukkan melalui hidung ke dalam lambung; sebelumnya penderita d
apat diberi petidin 15 – 20 mg im/iv. Setelah mencapai lambung, dipompokan udara
melalui dua lumen yang masing-masing berhubungan dengan balon retensi dalam lam
bung dan sebuah balon silindrik yang berfungsi menekan dinding esofagus. Lumen k
etiga berfungsi untuk aspirasi isi lambung atau memasukkan obat-obatan.
Komplikasi tindakan ini antara lain perdarahan ulang, erosi esofagus, sumba
tan jalan napas dan aspirasi.
Kasus gastroenteritis yang pada umumnya memberi gejala diare dan muntah dapat be
rakibat lanjut akibat pengeluaran cairan dan elektrolit dalam jumlah banyak, yai
tu:
1. Syok hipovolemik.
2. Kekurangan elektrolit.
3. Kegagalan ginjal mendadak (tipe prerenal).
4. Asidosis metabolik, karena:
a. Pengeluaran ion bikarbonat dalam jumlah besar.
b. Akibat kegagalan gunjal mendadak.
c. Pembakaran energi secara anerobik pada saat terjadi syok.
Untuk diagnosa dan penatalaksanaannya, dibedakan atas kasus anak dan dewasa.
1. Gastroenteritis Chleriform
Penyebabnya antara lain ialah Vibrio Parachemolitica, Vibrio Eltor, E.Coli
, Clostridia, keracunan makanan.
Bentuk ini tersering mengakibatkan dehidrasi. Gejala utama ialah diare dan
muntah. Diare yang terjadi tanpa mules tanpa tunesmus dan tidak mual. Bentuk ti
nja seperti ‘air cucian beras’ (rice mater stool).
2. Gastroenteritis disentriform.
Penyebabnya antara lain ialah Entamoeba Histolytica, Shigella, Salmonella.
Bentuk ini jarang mengakibatkan dehidrasi. Gejala yang timbul ialah kolik, diar
e, tenesmus, kotoran mengandung darah dan lendir, yang semuanya disebut sindrom
disentri.
PENATALAKSANAAN
Gejala utama ialah timbulnya diare, sedangkan gejala muntah dapat terjadi sebelu
m atau sesudah diare. Bila penderita telah banyak kehilangan cairan dan elektrol
it maka gejala dehidrasi mulai tampak. Dehidrasi ini dibagi menurut banyaknya ca
iran yang hilang, menjadi:
1. Dehidrasi ringan, jika kehilangan cairan 0 – 5% atau rata-rata 25 ml/kgB
B.
2. Dehidrasi sedang, jika kehilangan cairan 5 – 10% atau rata-rata 75 ml/kg
BB.
3. Dehidrasi berat, jika kehilangan cairan 10 – 15% atau rata-rata 125 ml/k
gBB.
PENATALAKSANAAN
1. Mengatasi dehidrasi.
A. Dehidrasi ringan atau sedang.
Diberi garam oralit 2 – 5 gelas/hari selama 2 – 3 hari. ASI tetap diberikan. Seb
aiknya pemberian oralit dengan sendok, tidak dengan botol, sebab dot pada botol
dapat merangsang tenggorok sehingga menimbulkan muntah. Adanya muntah tidak meru
pakan kontra indikasi bagi pemberian oralit; dalam keadaan ini, pemberian sediki
t-sedikit tapi sering dan bila muntah tidak dapat diatasi diberikan obat anti mu
ntah. Secara sederhana dan praktis, garam oralit dapat dibuat dengan cara: kedal
am 1 liter air steril dicampurkan ½ sendok teh peres NaC1, sendok teh peres KC
1, ½ sendok teh peres Natrium-bikarbonat dan 2 sendok makan peres glukosa.
B. Dehidrasi berat.
1. Neonatus:
Cairan yang diberikan ialah cairan 4 : 1 (cairan glukosa 5 – 10%: natrium bi
karbonat = 4 : 1).
Jumlah kebutuhan cairan dalam 24 jam adalah 250 x BB (dalam cc), misalnya sa
ma dengan x cc 4 jam pertama diberikan bagian dengan jumlah tetesan X/48 tetes
/menit. 20 jam berikutnya sisa cairan dibagi rata, dengan jumlah tetesan X/80 te
tes/menit.
2. Bayi (bukan neonatus)
4 jam pertama diberikan cairan 3A dengan jumlah tetesan 6 x BB tetes/menit.
4 jam kedua diberikan cairan 3A dengan jumlah tetesan 3 x BB tetes/menit. 16 ja
m berikutnya diberikan cairan DG (Darrow-Glucose) dengan jumlah tetesan 3 x BB t
etes/menit. Jumlah cairan sehari maksimal 1500 cc, jadi tetesan maksimal pada 4
jam pertama adalah 40 tetes/menit selanjutnya 16 tetes/menit.
3. Neonatus BBLR (berat badan lahir rendah).
Cairan yang diberikan ialah cairan 4 : 1
Jumlah kebutuhan cairan dalam 24 jam ialah 250 x BB (dalam cc), misalnya
sama dengan Y cc dengan jumlah tetesan Y/72 tetes/menit.
4. P.C.M
Cairan yang diberikan ialah cairan halfstrength DG (DG 1 : 1). Jumlah ca
iran yang diberikan ialah ¾ dari yang diperhitungkan. Misalnya berat badan 4 kg
maka jumlah tetesan pada 4 jam pertama ialah ¾ x (6 x 4) tetes/menit dan 20 jam
berikutnya ialah ¾ x (3 x 4) tetes/menit.
Pada dehidrasi berulang yaitu bila anak sudah refeeding jatuh dalam dehidrasi ke
mbali, maka pada dehidrasi ringan dan sedang diusahakan memperbanyak intake deng
an G.O.S. sedangkan pada dehidrasi berat maka mulai lagi seperti prinsip di atas
.
Pada dugaan terhadap Cholera (dengan gejala buang air besar seperti ‘air cucian
beras’ presyok atau syok) dilakukan cara/sistem ROSE, yaitu pemberian cairan Rin
ger’s Lactate pada 1 jam pertama jumlah tetesan adalah 10 x BB tetes/menit dan 7
jam berikutnya adalah 3 x BB tetes/menit. Bila setelah 1 jam sudah teratasi, te
ruskan sampai 1 jam; bila setelah 1 jam belum teratasi, teruskan sampai teratasi
.
Berikan oksitetrasiklin 30 – 50 mg/kgBB/hari, dibagi dalam 4 dosis. Tidak perlu
refeeding.
2. Antibiotika
Bila penyebab panas belum dibuktikan/ditemukan, maka pemberian antibiotika
adalah sebagai berikut:
a. Diatas umur neonatus:
Suhu sampai 38,50 C : tidak diberikan antibiotika.
38,50 C - 39,50 C prokain-penisilin 50.000 U/kg BB/hari
39,50 C - 400 C prokain-penisilin dan kloramfenikol 75 mg/kg BB/hari
8,4
0,3 x BB x BE x 7 ml
2
Untuk larutan Na-bikarbonat 8,4%, 1 ml = 1 mEq.
4. Koreksi elektrolit
Biasanya sudah teratasi dengan pemberian cairan 3 A dan Darrow Glucose. Namu
n demikian bila terjadi hipokalemi (dengan gejala kembung) dapat diberikan 2 – 4
mEq/kg BB/24 jam atau diberi KC1 per oral 75 mg/kg BB/hari. Bila timbul kembung
, anamnesa harus teliti sebab kembung yang terjadi sebelum diare dicurigai adany
a gejala-gejala ileus paralitik, ileus obstruksi atau anvaginasi.
5. Refeeding
Setelah dehidrasi (tak perlu menunggu 24 jam) dapat dimulai refeeding; umumn
ya ialah:
hari pertama : LLM 1/3 + GOS 2/3
Jumlah cairan = BB x 200cc/hari (maksimal 150
0cc) diberikan
6 – 7 kali
hari kedua : LLM 2/3 + GOS 1/3 jumlah cairan dan pemberian sepert
i pada
hari pertama.
6. Penyulit-penyulit yang mungkin terjadai: kejang, sepsis, bronkopneumonia, ens
efalitis.
AKUT ABDOMEN
ETIOLOGI
1. Usia:
Anak-anak dan penderita usia lanjut lebih memerlukan perhatian oleh karena d
aya tahan, anatomis dan vaskularisasi yang kurang baik dibandingkan dengan pende
rita dewasa.
2. Waktu:
Tidak semua penderita memerlukan tindakan pembedahan segera. Bahkan ada pul
a yang tidak memerlukan tindakan operatif, bila keadaan akutnya dapat diatasi (s
etelah observasi, biasanya selama 6 jam).
3. Pemberian obat sebelumnya.
Terutama obat-obat analgetik-antipiretik, antibiotik dan kortikosteroid oleh
karena obat-obat ini dapat menghilangkan gejala akut abdomen sehingga diagnosis
sudah ditegakkan.
a. Anamnesa:
1. Nyeri abdomen. Perhatikan onset: sifat progesivitas dan lokalisasi nyeri
. Bila timbul tiba-tiba, sedangkan sebelumnya penderita tenang, biasanya disebab
kan perdarahan.
Bila timbulnya nyeri cepat kemudian memberat secara menetap, pikirkan pankreatit
is akuta, trombosis mesenterika dan strangulasi usus. Nyeri yang timbul perlahan
-lahan karakteristik untuk proses peradangan, mis. Apendisitis dan divertikuliti
s. Sedangkan nyeri yang hilang timbul, intermiten dan seperti diremas-remas bias
anya akibat obstruksi mekanis.
2. Anoreksia, nausea dan vomitus
3. Diare/konstipasi:
Diare biasa menyertai apendisitis
Konstipasi dan keluhan tak dapat flatus biasa pada obstruksi
4. Demam.
b. Pemeriksaan fisik:
1. Inspeksi: kesadaran penderita, kegelisahan, kesakitan, posisi terbaring.
c. rectal toucher:
nyeri tekan sekitar 11.
Cari kemungkinan cairan di cavum Douglasi Suhu rektal yang bedanya lebih 10
C dengan suhu aksila akan memperkuat diagnosis.
d. Laboratorium:
darah: lekositosis dengan pergeseran ke kiri urin: mungkin terdapat sedimen
lekosit
e. Radiologis: tidak khas, mungkin ada perkapuran atau udara bebas bila sudah te
rjadi perforasi.
Perjalanan peyakit:
perforasi
abses
akut infitrat
ekstraserbasi akut
sembuh
kronik/sembuh
2. Pada anak-anak:
karena omentum masih pendek, infiltrat jarang terjadi (infiltrat apendiks ia
lah tonjolan mesapendiks, usus dan omentum yang membungkus apendiks yang meradan
g).
Jaringan apendiks masih halus dan bila terjadi trombus – gangren – perforasi yan
g tak terbungkus – menyebar – abses yang mudah pecah – peritonitas difusa.
Penatalaksanaan:
Teknik apendektomi:
B. KOLESISTITIS AKUTA.
Adalah peradangan kantung empedu, kadang-kadang omentum dan usus melekat pad
a kantong empedu yang meradang.
Predisposisi:
4 F (female, forty, fatty, flabby)
a. Anamnesis
- nyeri epigastrium/kwadran kanan atas yang menjalar ke punggung atau skap
ula.
- anoreksia, nausea (teutama bila makan berlemak), vomitus.
- demam berulang
- kolik bilier
- riwayat pernah sakit kuning, sakit kantong empedu.
b. Pemeriksaan fisik: nyeri tekan kwadran kanan atas, yang dapat disertai hi
pertensi, spasme, defans muskuler dan nyeri bertambah waktu inspirasi dalam.
- Nyeri tekan kwadran kanan atas, yang dapat disertaihipertensi, spasme, d
efans muskuler dan nyeri bertambah waktu inspirasi dalam.
- Tanda Murphy (+) (waktu inspirasi pemeriksan menekan pinggir kosta dan t
erasa sangat nyeri pada dada bagian bawah).
- Kantong empedu jarang teraba, kecuali pada kasus-kasus dengan hidrops at
au empiema kantong empedu.
c. Laboratorium:
- lekositosis (12.000 – 15.000).
- masa protrombin memanjang
- kadar amilase serum meninggi
d. Pemeriksaan tambahan:
- Foto polos abdomen: cari batu kantong empedu.
- Kolesistografi
Diagnosa diferensial:
Penatalaksanaan:
a. Koservatif:
- istirahat baring dalam posisi fowler
- beri cairan parenteral bila muntah-muntah banyak
- pengawasan nadi, suhu badan dan tekanan darah
- palpasi untuk observasi pembesaran kantong empedu
- antibiotik, mis. Tetrasiklin 1 – 2 gr/hr.
- spasmolitik atau petidin 50 mg. bila terdapat sakit hebat
b. Operasi: kolesistektomi
bila trdapat batu atau perforasi.
Perforasi sering pada usia lanjut atau penderita diabetes melitus.
PANKREATITIS AKUTA
Ialah kelainan pada pankreas yang dapat berupa edem, eksudat, perdarahan, supura
si atas nekrosis.
Gejala & Tanda
a. Anamnesa:
- nyeri abdomen hebat yang tiba-tiba dan merata di seluruh epigastrium, me
nyebar ke punggung.
- bersendawa, nausea dan vomitus yang hebat, kadang-kadang sampai muntah f
ekulen.
- kadang-kadang didapat peningkatan suhu badan.
b. Pemeriksaan fisik:
- tanda-tanda peritonitis abdomen atas: nyeri spontan/tekan, defans muskul
er, ileus.
- kadang-kadang terdapat ikterus.
- setelah penyakit berjalan beberapa hari pada sebagian penderita dapat di
raba suatu tumor.
- syok dan dehidrasi bila penyakit berat.
c. Laboratorium:
- amilase serum meningkat dan kemudian menetap dalam 24 – 48 jam, dapat me
ncapai 3.000 – 4.000 Somogyi unit/100 cc.
- lipase serum meningkat dan menetap beberapa hari
- kalsium serum menurun
- hematokrit meningkat
d. Pemeriksaan tambahan:
- foto polos abdomen, untuk menyingkirkan kemungkinan perforasi ulkus vent
rikuli.
Diagnosis diferensial:
1. kolesistitis akuta
2. perforasi ulkus ventrikuli
3. trombosis koroner
4. trombosis mesenterium
Komplikasi
Penatalaksanaan:
Konservatif:
- istirahat baring, bila perlu diberi petidin 50 mg.
- pengisapan isi lambung secara intermiten
- perawatan terhadap syok dan dehidrasi
- antibiotik untuk mencegah/mengobati infeksi
- obat-obat antikolinergik, mis. Sulfas atropin 0.25 – 0.50 mg 3 x sehari atau a
nterenil 3 x 1 tablet sehari.
D. DIVERTIKULITIS.
1. DIVERTIKULITIS MECKELL:
Mudah terjadi peradangan karena terdapat mukosa gaster ekropik yang memproduksi
HC1 sehingga mudah mengiritasi.
2. DIVERTIKULITIS KOLON:
Merupakan peradangan paling sering pada usus besar, biasanya pada kolon sini
stra atau sigmoid dan sering berbentuk mikroabses yang dapat menjadi ganas.
a. Anamnesa:
- nyeri abdomen kwadran kiri bawah.
- kontsipasi karena pelekatan-perlekatan
- diare akibat obstruksi parsial, iritasi lokal dan hipermotilitas.
- melena.
b. Pemeriksaan fisik:
- deman
- nyeri tekan kwadran kiri bawah
- kadang-kadang teraba tumor (juga pada rectal toucher)
c. Laboratorium: lekositosis
e. Pemeriksaan tambahan: barium enema dan sigmoidoskopi.
Penatalaksanaan:
Ialah perforasi dari lambung atau duodenum pada tempat di mana terjadi ulkus
.
Gejala dan Tanda:
- riwayat penyakit ulkus peptikum.
- nyeri abdomen tiba-tiba seperti disayat di daerah episgastrium yang dapa
t menjalar ke bahu kanan.
- defans muskuler.
- pekak hati menhilang
- perut kembung (meteorismus)
- basis usus menghilang
- foto polos abdomen: udara bebas di bawah diafragma
Penatalaksanaan:
- pasang sonde lambung
- pasang infus cairan
- antibiotik parenteral
- operasi: laparotomi.
PERFORASI PADA TIFUS ABDOMINALIS
Ialah perforasi usus (biasanya ileum) pada plaque peyeri pada penderita demam ti
foid.
Gejala dan tanda:
- diketahui/diduga menderita penyakit tifus abdominalis.
- muntah-muntah
- nyeri abdomen, terutama kwadran kanan kebawah (fossa iliaka).
- defans muskuler (+)
- meteorisme
- pekak hati menghilang
- bising usus menghilang
- facies abdominalis
- suhu badan turun
- nadi cepat, kecil
- foto polos abdomen: udara bebas di bawah diafragma
Penatalaksanaan:
- pasang infus cairan (mis. NaC1 fifiologis dan dekstran)
- antibiotik diberikan dalam dosis tinggi parenteral, mis. Kloramfenikol 4 x 1 g
r/hari atau Ampislin 4 x 1 g/hari.
- operasi: laparotomi eksplorasi.
G. ILEUS OBSTRUKTIF (OBTRUKSI MEKANIS)
Ialah jalan isi usus akibat obstruksi. Paling sering disebabkan oleh hernia
. Juga intussusepsi, yaitu masuknya sebagian usus kedalam bagian usus yang lebih
distal.
Intususepsi yang paling sering dijumpai adalah ileo-saekal, yang banyak did
apat pada bayi dan anak-anak. Pada orang dewasa intususepsi biasanya disertai ke
lainan patologis usus, misalnya polip, lipoma submukosa, hematoma submukosa, kar
sinoma atau inverted divertikulum Meckeli.
c. Pemeriksaan radiologis:
- foto polos abdomen, dalam posisi supine dan left lateral decubitus terli
hat gambaran usus step lateral decubitus terlihat gambaran usus step ledder patt
ern dan air fluid level
Penatalaksanaan
Masukkan Barium enema dan dikontrol dengan fluoroskopi sampai tampak pengisian k
embali ileum dan pada palpasi sudah tak diraba lagi suatu benjolan. Bila gagal,
segera lakukan laparotomi eksplorasi.
TEKNIK LAPAROTOMI EKSPLORASI:
TEKNIK KOLOSTOMI
Kolostomi selalu dibuat proksimal dari obstruksi/lesi.
Kolon transversum (terletak intraperitoneal) dikenal dengan adanya omentum.
- insisi median atau paramedian.
- bebaskan perlekatan-perlekatan yang ada.
- kolon ditarik keluar, pasang katete di bawahnya.
- kolon dibuka
- lakukan penjahitan kolon dengan dinding perut, hati-hati supaya jangan k
ena mesenterium jahitan kemudian dilakukan seromuskuler, dan diikat.
- setelah 24 jam, kateter diangkat,
- selanjutnya diberi salep asam borat untuk melindungi kulit dan cairan ya
ng keluar tiap hari dibersihkan (spoel)
Lubang distal harus dibiarkan terbuka, sebab bila tertutup akan merupakan tabung
tertutup (blind loop) yang tetap bersekresi dan dapat pecah.
TRAUMA PERUT
PENATALAKSANAAN
1. Mengawasi dan mengatasi gangguan fungsi vital seperti syok atau gangguan
jalan napas:
- infus cairan/transfusi darah.
- memelihara jalan napas.
- memasang sonde lambung.
2. Laparotomi dilakukan bia terdapat:
a. Luka tusuk dengan:
- syok.
- tanda rangsang peritoneal.
- bising usus menghilang.
- prolaps isi perut.
- darah dalam lambung, buli-buli atau rektum.
- udara bebas intraperitoneal.
- parasentesis perut/lavase peritoneal positif.
- pada eksplorasi luka menembus peritoneum.
b. Luka tembak.
c. Trauma tumpul dengan:
- syok.
- tanda rangsang peritoneal.
- darah dalam lambung, buli-buli atau rektum.
- cairan/udara bebas intraperitoneal.
- Parsentesis perut/lavase peritoneal positif.
BAB 6
Kedaruratan Sistim Saluran Kemih
Payah ginjal akut.
Retensi urin.
Trauma saluran kemih.
PAYAH GINJAL AKUT
Ialah keadaan penurunan fungsi ginjal yang terjadi secara mendadak. Merupak
an keadaan darurat yang harus segera ditangani karena dapat menimbulkan kematian
, yang diakibatkan oleh
1. edema pulmonum
2. uremia
3. hiperkalemia
4. infeksi sekunder
Teori sekarang mengatakan kegagalan ginjal akut disebabkan aliran darah dari kor
teks ginjal mengurangi sehingga terjadi iskemia korteks. Akibatnya fungsi fungsi
ginjal menuru dan terjadi penimbunan air, sisa-sisa metabolisme protein dan ele
ktrolit di dalam darah.
Pada umumnya kegagalan gunjal akut dapat dibagi dalam tiga fase
1. fase oliguria
2. fase poliuria
3. fase penyembuhan
PENATALAKSANAAN:
1. cari etiologi dan atasi penyebab
2. diet:
- protein terbatas (protein terendah 20 gram/24 jam), tetapi usahakan prot
ein nilai biologik tinggi, jika perlu boleh diberi infus asam amino esensiel (mi
s.:Aminofuchsin®)
- karbohidrat minimal 100 – 150 gram/hari.
- atasi jumlah natrium dan kalium.
3. Keseimbangan cairan:
- fase oliguria: intake = output
- fase poliuria: intake = 2/3 output
6. dialisa:
dilakukan bilaman tindakan konservatif tidak berhasil.
Indikasi dialisa:
- oliguria > 5 hari
- ureum darah > 200 mg%
- kalium darah > 5mEq/L
- pH darah < 7.10
Jenis dialisa yang dapat digunakan:
- dialisa peritoneal: pemasangan mudah, monitoring sukar
- hemodialisa: pemasangan sukar, monitoring mudah.
7. mengatasi komplikasi yang terjadi:
Hal-hal yang perlu diperhatikan:
- hindari antibiotik yang menambah beban ginjal (Gentamisin, streptomisin,
dll, yang dikskresi oleh ginjal).
- Tansfusi darah diutamakan packed cell.
- Pada keadaan komaaaa, jika intake dan output sukar dinilai dapat dipasan
g central venous pressure dan perawatan penderita seperti merawat penderita yang
koma yang lain.
Catatan:
1. bila timbul rasa sakit dirongga abdomen, dapat diberikan anestesi lokal
(Xylocain 2 %) sebanyak 1- 2 cc kedalam cairan
2. pemansan cairan sampai 37 – 40 0 C akan mengurangi rasa sakit/ mules
RETENSI URIN
Retensi urin merupakan kedaruratan yang harus mendapatkan pertolongan/tindakan s
egera, karena retensi urin total yang berlangusng beberapa hari dapat mengakibat
kan urosepsis yang dapat berakhir dengan kematian. Dalam hal seseorang tidak dap
at kencing, harus dibedakan antara retensi urin dan anuri. Retensi urin ialah ta
k dapat/ sukarnya urin keluar dari buli-buli, sedang anuri ialah terhentinya pr
oduksi urin akibat gangguan dibagian proksimal buli-buli.
GEJALA DAN TANDA
1. Kencing tak lampias, sukar, nyeri, pancaran kecil dan lemah, menetas sam
pai tak bisa kencing
2. Riwayat trauma infeksi saluran kemih
3. Nyeri spontan/tekan/ketok daerah suprasimfisis
4. mungkin disertai pula dengan tanda penyebab:
- pembesaran prostat
- teraba benda keras sepanjang uretra
- fimosis
5. Pemeriksaan pembantu untuk memastikan diagnosis:
- kateterisasi
- fungsi buli-buli
PENATALAKSANAAN
Prisipnya ialah:
1. Mengeluarkan urin secepatnya.
2. Memperbaiki keadaan umum – ingat kemungkinan infeksi, urosepsis, ganggua
n keseimbangan cairan
3. Pengobatan kausal
Urin dikeluarkan secepatnya dengan jalan:
1. Kateterisasi – biasanya dicoba dari no 18 – 20 F untuk dewasa; bila tak
dapat masuk, gunakan ukuran yang lebih kecil.
Bila pada saat memasukkan kateter, kateter terhenti ada beberapa kemungkinan:
- salah jalan (false route) – biasanya akan keluar darah; sering terjadi p
ada penggunaan Kateter yang terlalu kecil
- spasme m, sphincter urethreae internus – dapat diatasi dengan tekanan se
dang dan kontinyu
- batu uretra – biasanya dapat diraba dari luar; bila batu terletak proksi
mal dapat didorong kebuli-buli, bila distal, coba keluarkan dengan pinset.
- Struktur
Bila kateter 6F tak dapat masuk, keadaan ini disebut retensi urin total.
2. Bila katetrisasi gagal, gunakan busi filiform (2F – 6F).
- masukkan 4 – 6 busi ke dalam uretra, lalu manipulasi satu demi satu samp
ai salah satu busi masuk ke buli-buli; setelah itu busi yang lain dikeluarkan.
- hubungan busi yang tinggal dengan bougie follower ukuran terkecil (6F) d
an masukkan ke dalam uretra; demikian berangsur-angsur diganti dengan follower y
ang lebih besar.
- bila follower 18F sudah dapat masuk, tinggalkan dalam uretra selama 30 m
enit, lalu ganti dengan kateter Nelaton 14F/16F, tinggalkan selama 2 hari.
- kemudian ganti dengan kateter yang lebih besar berturut-turut setiap dua
hari, sampai kateter 20F/22F dapat masuk; biasanya setelah itu penderita dapat
kencing sendiri.
3. Bila busi filiform tak tersedia atau gagal, lakukan pungsi buli-buli atau sis
tostomi.
Pada pungsi buli-buli, cukup tusukkan jarum yang cukup besar sedekat mungkin
pada pinggir atas simfisis oubis miring ke atas. Berikan pula antibiotik, misal
nya PS 8: 1 atau ampisilin 4 x 250 – 500mg/hari.
Setelah keadaan umum membaik, dapat dicoba kembali kateterisasi.
4. Pengobatan kausal beberapa penyebab retensi urin:
1. Fimosis : sirkumsisi.
2. Infeksi : antibiotik yang sesuai.
3. Trauma : Lihat hal. 149
4. Striktur
- konservatif: businasi teratur setiap minggu, kemudian dua minggu sekali,
sebulan sekali dan seterusnya sampai setahun sekali seumur hidup. Hanya berhasi
l pada striktur yang pendek dan kecil.
- Operatif:
- reseksi bagian striktur, lalu dilakukan anastomosis end-to-end cara ini
tak dapat dilakukan bila daerah striktur > 1 cm.
- cara Johansson; dilakukan bila daerah striktur panjang dan banyak jaring
an fibrotik.
stadium I – daerah striktur disayat longitudinal dengan menyertakan sedikit jari
ngan sehat diproksimal dan distalnya, lalu jaringan fibrotik dieksisi. Mukosa ur
etra dijahit ke penis pendulans dan dipasang kateter selama 5 – 7 hari. Setelah
kateter diangkat, urin akan keluar melalui hipospadi buatan tersebut.
stadium II – beberapa bulan kemudian bila daerah striktur melunak, dilakukan pem
buatan uretra baru.
- Urethral plasty – dilakukan pada striktur di daerah prostat.
5. Batu saluran kemih: operatif.
6. Neurologik: coba fisioterapi.
7. Tumor prostat:
- hipertrifi prostat: pada rectal toucher teraba prostat yang membesar den
gan indurasi pada satu/beberapa tempat, keras, tak nyeri.
pengobatan merupakan kombinasi dari:
- prostateknomi.
- estrogen – misalnya dietilstilbestrol 3 x 100 mg untuk 10 hari pertama, lalu d
iturunkan sampai dosis terkecil yang dapat mempertahankan kadar fosfatase asam d
arah dalam batas normal.
- orkidektomi subkapsular.
TRAUMA SALURAN KEMIH
Trauma saluran kemih sering tak terdiagnosa atau terlambat terdiagnosa karena pe
rhatian penolong sering tersita oleh jejas-jejas yang ada di tubuh dan anggota g
erak saja; kelambatan ini dapat menimbulkan komplikasi yang berat seperti perdar
ahan hebat dan peritonitis, oleh karena itu pada setiap kecelakaan trauma salura
n kemih harus dicurigai sampai dibuktikan tidak ada.
Trauma saluran kemih sering tidak hanya mengenai satu organ saja, sehingga
sebaiknya seluruh sistem saluran kemih selalu ditangani sebagai satu kesatuan. J
uga harus diingat bahwa keadaan umum dan tanda-tanda vital harus selalu diperbai
ki/dipertahankan, sebelum melangkah ke pengobatan yang lebih spesifik.
TRAUMA GINJAL
Dapat disebabkan oleh trauma langsung-baik tajam atau tumpul-di daerah perut bag
ian depan samping maupun daerah lumbal; dapat pula diakibatkan trauma tidak lang
sung sepeti jatuh terduduk, jatuh berdiri dan kontraksi perut yang berlebihan pa
da hidronefrosis.
PENATALAKSANAAN
TRAUMA URETER
TRAUMA BULI-BULI
Dapat berbentuk:
- Kontusio buli-buli: terdapat memar jaringan dan mukosa buli-buli
- Ruptura buli-buli ekstraperitoneal: biasanya terjadi akibat trauma yang
terjadi pada saat buli-buli kosong atau akibat patah tulang pelvis.
- Ruptura buli-buli intraperitoneal: terjadi akibat trauma pada saat buli-
buli penuh.
KONTUSIO BULI-BULI
Penderita mengeluh nyeri, terutama bila ditekan daerah suprapubik dan hematuri t
anpa tanda rangsang peritoneum. Sulit dibedakan dengan laserasi buli-buli atau r
uptura uretra intrapelvis.
PENATALAKSANAAN
RUPTURA BULI-BULI
Pada jenis ekstraperitoneal akan timbul benjolan yang nyeri dan pekak pada perku
si di daerah suprapubik akibat masuknya urin ke kavum Retzii. Benjolan ini sukar
dibedakan dari hematom akibat patah tulang pelvis yang sering menyertai. Patah
tulang pelvis dapat diketahui bila terasa nyeri waktu diadakan penekanan pada ke
dua krista iliaka.
Bila dalam 24 jam nyeri di daerah suprapublik mungkin meningkat disamping a
danya anuri, diagnosa ruptura buli-buli ekstraperitoneal dapat dibuat. Pada jeni
s intraperitoneal, urin masuk ke rongga perut sehingga perut makin kembung dan t
imbul tanda rangsang peritoneum. Mungkin juga tedpat nyeri suprapubik, tetapi ta
k terdapat benjolan dan perkusi pekak.
Pemeriksaan pembantu:
1. Tes buli-buli.
- Buli-buli dikosongkan dengan kateter, lalu di masukkan 300 ml larutan ga
ram faal yang sedikit melebihi kapasitas buli-buli.
- Kateter di klem sebentar, lalu dibuka kembali, cairan yang keluar diukur
kembali. Bila selisihnya cukup besar mungkin terdapat ruptura buli-buli.
Kekurangan dari tes ini ialah:
- hasil negatif palsi bila daerah ruptura tertutup bekuan darah, usus atau
omentum.
- Hasil positif palsu bila muara kateter terlalu tinggi atau kateter tersu
mbat bekuan darah sehingga selisih cairan tak bisa keluar.
- Sukar membedakan jenis ekstraperitoneal dengan intraperitoneal.
- Bahaya infeksi dan peritonitis bila ada ruptura jenis intraperitoneal.
2. Radiologik.
Uretrosistogram: mencari adanya eksravasasi urin dan lokalisasi kelainannya
serta membedakan jenis ekstraperitoneal dan intraperitoneal.
PENATALAKSANAAN
1. Pembedahan setelah keadaan umum membaik, untuk ini dapat ditunda sampai
24 jam.
2. Perhatikan pula kemungkinan patah tulang pelvis.
3. Teknik operasi:
- Untuk anestesi lihat bab yang berhubungan
- Insisi mediana dari pusat sampai 1 jari di atas simfisis.
- Aponeurosis dipotong dan m. rectus abdominis dipisahkan secara tumpul.
- Bila ada ruptura buli-buli ekstrapeitoneal maka segera terlihat darah da
n urin.
- Setelah dibersihkan akan tampak bagian anteroposterior buli-buli dan per
lekatannya dengan peritoneum
- Dibuat insisi kecil di peritoneum pada puncak buli-buli untuk memeriksa
adanya darah dan urin dalam rongga perut.
Bila tak ada, segera tutup lagi dan perbaiki ruptura ekstraperitoneal yang ada.
Bila ada, menandakan adanya ruptura intraperitoneal, insisi peritoneum segera di
perlebar dan darah serta urin dibersihkan.
- Ruptura intraperitoneum diperbaiki lebih dahulu dengan:
Setlah membersihkan rongga perut, usus dan lemak prevesikal disisihkan ke atas;
bila perlu posisi penderita dibuat Trendelenburg ringan. Buli-buli dapat ditanda
i dengan bentuk otot dan pembuluh vena yang besar-besar di dindingnya. Dibuat in
sisi menembus buli-buli di daerah suprapublik, lalu dengan telunjuk yang dimasuk
kan dilakukan eksplorasi seluruh buli-buli. Telunjuk tersebut dapat sekaligus be
rfungsi sebagai retraktor untuk menampilkan daerah ruptura ke lapangan operasi.
Bagian yang ruptur dijahit dengan catgut No. 1 dengan menembus seluruh lapisan o
tot buli-buli, tak perlu lapis demi lapis. Perhatikan agar jangan sampai jarum m
enembus mukosa.
Kemudian dipasang kateter Foley melalui insisi suprapublik tadi. Sekitarnya dija
hit sedemikian sehingga kateter terfikasi dengan baik dan bila nantinya dicabut
sisa luka pada buli-buli dapat menutup sendiri. (bila hanya ada ruptura ekstrape
itoneal, pemasangan kateter tetap harus melalui insisi yang dibuat baru dan daer
ah ruptur di jahit).
- Setelah itu baru ruptura ekstraperitoneal dicari dan dijahit dengan cara
yang sama biasanya ruptura terjadi di bagian anterior dekat prostat.
- Bila perlu dapat dipasang drain prevesikal.
- Luka operasi ditutup lapis demi lapis.
Pasca bedah:
TRAUMA URETRA
Luka bakar
Heat Cramps
Heat Exhaustion
Heathyperpyrexia
Accidental hypothermia
Syok listrik
Tenggelam
LUKA BAKAR
Luka bakar ialah luka yang terjadi akibat sentuhan permukaan tubuh dengan benda-
benda yang menghasilkan panas (api, air panas, listrik) atau zat-zat yang bersif
at membakar (asam kuat, basa kuat).
Untuk menyelamatkan jiwa penderita, tindakan yang terpenting ialah:
1. Mencegah atau mengatasi syok.
2. Mencegah danmengobati infksi.
3. Untuk luka bakar daerah wajah dan leher atau bila terjadi inhalasi asap, perh
atikan bahaya edema larings.
DIAGNOSIS
I. Hanya mengenai lapisan liar epidermis; kulit merah, sedikit edema dan ny
eri. Tanpa terapi sembuh dalam 2 – 7 hari.
II. Mengenai epidermis dan sebagian dermis; terbentuk bullae, edema nyeri he
bat. Bila bullae pecah tampak daerah merah yang mengandung banyak eksudat. Sembu
h dalam 3 – 4 minggu.
III. Mengenai seluruh lapisan kulit dan kadang-kadang menapai jaringan di baw
ahnya. Tampak leci pucat kecoklatan dengan permukaan lebih rendah daripada bagia
n yang tak terbakar. Bila akibat kontak langsung dengan nyala api, terbentuk les
i yang kering dengan gambaran koagulasi seperti lilin dipermukaan kulit. Tak ada
rasa nyeri (dibuktikan dengan tes pin-prick. Akan sembuh dalam 3 – 5 bulan deng
an sikatriks.
Luas luka-bakar:
PENATALAKSANAAN
B. Terapi cairan:
Diberikan pada luka bakar derajat II/lebih seluas > 20% pada anak-anak, ata
u > 30%, pada dewasa.
Jumlahnya berdasarkan luas luka bakar (%1b) dan berat badan (bb).
Cara pemberian:
a. Anak-anak:
Hari pertama: merupakan jumlah dari:
- plasma penggantiannya = bb x %1b x 1 ml
- elektrolit/ringer laktat = bb x %1b x 1 ml
- glukosa 5%: NaC1 0,9% 3:1 = insensinble water loss (IWL)
untuk bb < 10 kg : 100 ml/kgbb.
10 – 20 kg : 50 ml/kgbb.
> 20 kg : 20 ml/kgbb.
Hari berikutnya:
- plasma dan elektrolit masing-masing setengah dari hari pertama.
- IWL tetap diberikan sama banyaknya.
b. Dewasa:
Sama dengan pada anak-anak; hanya untuk IWL diberikan glukosa 5% sebanyak 20
00 ml.
Catatan:
- Selama hari pertama, setengah jumlah cairan harus telah diberikan dalam
8 jam pertama, sisanya dalam 16 jam berikutnya.
- Cairan pengganti IWL baru diberikan setelah perbaikan sirkulasi perifer
(produksi urin > 1 ml/kgbb/jam).
- Untuk hari berikutnya pemberian cairan dibagi rata selama 24 jam.
- Untuk anak dengan bb < 15 kg, jumlah cairan yang dapat diberikan maksimu
m ialah sebanyak yang diperhitungkan terhadap luka bakar 30%.
- Untuk anak dengan bb > 15 kg dan dewasa, batas maksimum tersebut ialah 5
0%.
- Bila penderita datang terlambat, pemberian cairan sesuai dengan cara men
gatasi syok.
- Untuk monitoring, pasang dauer catherer untuk mengukur produksi urin; bi
la kurang, tetesan dapat ditambah sepertiganya.
C. Perawatan selanjutnya:
1. Luka dibersihkan dengan air, jaringan yang mati dibuang, bullae dapat di
pecahkan atau tidak.
2. Perawatan luka dapat secara:
- Terbuka: untuk luka bakar yang hanya mengenai epidermis, kecuali daerah
tangan.
- Tertutup: untuk semua jenis luka bakar; luka dilapisi kaca steril yang m
engandung obat topikal; pada luka dangkal pembalut dapat dibiarkan sampai 10 har
i, sedang bila luka dalam harus diganti 1 – 2 hari sekali. Pembalut harus digant
i bila basah, berwarna dan berbau.
3. Obat topikal yang diriberikan harus bersifat antiseptik seperti salep as
am borat, cream Savlon®, Betadine®, larutan AgNO3 ½%, sulfadiazin. Tak perlu dib
erikan antibiotik topikal.
4. Antibiotik (topikal/sistemik) hanya diberikan bila ada tanda infeksi.
5. ATS 1500 U dan toksoid tetanus 3 x 1 ml.
6. Penderita dipuasakan sampai peristaltik normal.
7. Posisi anggota tubuh selama perawatan:
- siku, maksimum fleksi 300
- aksila, minimum abduka 600
- lipat paha, abduksi 100
- lutut, sedikit fleksi (100)
- tumit 900
Lakukan fisioterapi sedini mungkin untuk mencegah kontraktur.
-----------------------------------
HEAT CRAMPS
Disebabkan oleh hilangnya sejumlah besar NaC1 tubuh melalui keringat akibat kerj
a otot yang berat, terutama dilingkungan bersuhu tinggi.
Dapat ditemukan tersendiri atau bersama-sama Heat exhaustion.
GEJALA DAN TANDA
1. Kejang otot:
- sifatnya mendadak, sangat nyeri dan paroksismal.
- terutama mengenai otot freksor anggota gerak; dapat juga menyerang otot
perut sehingga menyerupai akut abdomen.
2. Kulit pucat dan basah.
3. Kesadaran tetap baik.
4. Suhu tubuh dan tekanan darah masih normal.
PENATALAKSANAAN
HEAT EXHAUSTION
Dapat didahului gejala prodromal berupa lemah, pusing, nyeri kepala, mual, gangg
uan penglihatan dan kejang otot ringan. Kemudian penderita menjadi:
1. Gelisah, mungkin disertai dengan penurunan kesadaran.
2. Pupil melebar.
3. Kulit pucat, dingin, lembab dan banyak keringat.
4. Suhu tubuh masih normal.
5. Nadi normal, tekanan darah sedikit menurun.
PENATALAKSANAAN
HEAT EXHAUSTION
Dapat didahului gejala prodromal berupa lemah, pusing, nyeri kepala, mual, gangg
uan penglihatan dan kejang otot ringan. Kemudian penderita menjadi:
PENATALAKSANAAN
Bila cepat diatasi, biasanya keadaan umum penderita segera membaik; tetapi bila
tidak, dapat memberat menjadi heat hyperpyrexia.
HEAT HYPERPYREXIA
PENATALAKSANAAN
ACCIDENTAL HYPOTHERMIA
Merupakan penurunan suhu tubuh akibat kontak lama dengan suhu lingkungan yang re
ndah, yang menyebabkan penurunan kesadaran, kegagalan pernapasan dan/atau sirkul
asi. Lebih mudah terjadi pada bayi, orangtua, kelelahan, kelaparan, ketakutan, t
ubuh basah, angin dingin dan hipoksi (pada ketinggian). Dapat menimbulkan kemati
an.
GEJALA DAN TANDA
1. Penurunan kesadaran.
2. Suhu tubuh yang rendah (dapat mencapai 270 - 290C).
3. Pernapasan melambat/berhenti.
4. Denyut jantung melemah dan tak teratur.
PENATALAKSANAAN
1. Perhatikan fungsi vital; bila perlu lakukan resusitasi (lihat bab tentan
g resusitasi).
2. Pindahkan penderita ke tempat hangat dan kering.
3. Naikkan suhu tubuh:
- kompres lengan/tungkai penderita dengan air hangat (450 – 480C)
- tak perlu mengompres seluruh tubuh karena akan timbul vasodilatasi perif
er yang merugikan.
- bila mungkin berikan minuman hangat, jangan berikan alkohol.
- jaga agar tubuh dan pakaian penderita tetap kering.
4. Bila perlu:
- infus cairan yang telah dihangatkan sesuai suhu tubuh normal.
- oksigen.
- Na – bikarbonat untuk koreksi asidosis. 1 – 2 mEq/kgbb iv; untuk anak 3
– 4 mEq/kgbb iv.
SYOK LISTRIK
Dapat disebabkan oleh aliran listrik atau petir. Beratnya gejala yang timbul ter
gantung dari:
1. Jenis arus – arus searah (DC) kurang berbahaya.
2. Sifat arus – kuat arus, tegangan dan frekwensi.
3. Tahanan tubuh-kulit yang lembab/basah sangat merendahkan tahanan setempa
t.
4. Bagian tubuh yang dilakui arus – sangat berbahaya bila melalui jantung.
5. Lama terkena arus.
PENATALAKSANAAN
TENGGElAM
Berdasarkan jenis air dimana peristiwa tenggelam terjadi, tenggelam dibagi menja
di:
a. Tenggelam dalam air tawar.
b. Tenggelam dalam air laut.
Pada peristiwa tenggelam terjadi apnea, yang diikuti inspirasi hebat sehingga ai
r akan masuk ke dalam alveolus dalam jumlah besar. Refleks larings yang timbul m
enyebabkan spasme larings, yang dalam waktu lama menyebabkan anoksi otak dan pen
urunan kesadaran.
Inhalasi air tawar menyebabkan hemodilusi hebat yang menimbulkan gangguan elektr
olit dan melanjut sebagai fibrilasi ventrikel. Inhalasi air laut menyebabkan hem
okonsentrasi sehingga beban jantung bertambah, yang tampak sebagai melambatnya d
enyut nadi, hipotensi dan edema paru.
GEJALA:
PENATALAKSANAAN:
Tindakan darurat:
-----------------------------------
BAB 13
Keracunan
Keracunan
Gigitan dan Sengatan
KERACUNAN
Pada hakekatnya semua zat dapat berlaku sebagai racun, tergantung pada dosis dan
cara pemberiannya. Karena gejala yang timbul sangat bervariasi, kita harus meng
enal gejala yang ditimbulkan oleh setiap agens agar dapat bertindak dengan cepat
dan tepat pada setiap kasus dengan dugaan keracunan.
Juga perhatikan benda-benda sekitar penderita dan simpan semua zat yang ada di s
itu; hal ini terutama pada kecurigaan pembunuhan/bunuh diri.
Meskipun sampai sekarang kira-kira 958% kasus keracunan tidak dikenal antidotumn
ya, pengobatan simtomatik yang segera sering cukup efektif.
PENATALAKSANAAN:
Yang mana dari keempat hal tersebut yang paling penting, berbeda-beda pada setia
p kasus, oleh karena itu urutan di atas bukanlah menyatakan urutan tindakan yang
pasti, melainkan berubah-ubah tergantung mana yang lebih darurat.
Kontra indikasi:
- keracunan zat korosif; asam/basa kuat, fenol, striknin
- keracunan senyawa hidrokarbon: minyak tanah, bensin
- penurunan kesadaran
- kejang.
Kontra indikasi:
- keracunan zat korosif.
- kejang.
3. Bila usus besar, dengan:
- pencahar : Natrium sulfat/megnesium sulfat 20 gr dalam 200 ml air, untuk
anak 3 – 4 gr dalam 200 ml air per oral.;
- Klisma : air sabun/gliserin per rektal.
Bila racun melalui kulit/mata:
1. Pasang turniket proksimal tempat suntikan: jaga agar denyut arteri bagia
n distal masih teraba dan lepaskan selama 1 menit setiap 15 menit.
2. Beri epinerfrin 1/1000 dengan dosis 0,3 – 0,4 mg sk/im. Atau kompres din
gin di tempat suntikan.
1. Forced diuresis:
- furosemid (Lasix®) 40 mg iv atau
- larutan manitol mula-mula 50 ml larutan 25% iv, diikuti dengan infus lar
utan 5 – 10% dengan kecepatan 5 – 10ml/menit.
2. Dialisa: hemodialisa atau dialisa peritoneal.
3. Exchange transfussion.
Pengobatan simtomatik:
Pada umumnya risiko infeksi pada gigitan binatang sedikit lebih besar dari-pada
luka biasa.
Pertolongan pertama: cucilah bagian yang tergigit baik-baik dengan air hangat de
ngan sedikit antiseptik. Bila ada perdarahan segera dirawat, dan kemudian dibalu
t.
GIGITAN ULAR:
Tidak semua ular berbisa, akan tetapi karena hidup pasien tergantung pada keteta
pan diagnosa, maka pada keadaan yang meragukan ambillah sikap menganggap setiap
gigitan ular tersebut berbisa.
Gigitan ular berbisa sangat berbahay; 11% penderita akan meninggal dunia ak
ibat bisa ular yang dapat bersifat hematotoksik, neurotoksik atau histaminik.
Nyeri yang sangat dan pembengkakan dapat timbul pada tempat gigitan, pasien
dapat kolaps atau pingsan, sukar bernapas dan mungkin muntah-muntah. Sikap mene
nangkan pasien adalah penting karena ia biasanya takut mati.
1. Bekas gigitan yang khas, yaitu dua luka tusuk dengan jarak tertentu; dap
at disetai luka bekas gigitan bawah yang lebih dangkal.
2. Ekimosis, edema dan perdarahan lokal; dapat disertai nyeri setempat.
3. Gejala lanjut berupa depresi pernapasan dan sirkulasi; dan/atau gejala n
eurologik.
PENATALAKSANAAN:
Pada gigitan ular tak berbisa: lakukan seperti pada gigitan binatang lain. Tetap
i hampir sukar diketahui ular berbisa atau tidak, maka sebaiknya semua gigitan u
lar dianggap sebagai gigitan yang berbisa.
Cara:
2. Perawatan luka.
a. Hindari kontak luka dengan larutan asam, KmnO4, yodium atau benda panas.
b. Zat anastetik disuntikkan disekitar luka, jangan ke dalam lukanya. Bila
perlu pengeluaran itu dibantu dengan penghisapan melalui breast pump semprit ata
u dengan mulut (bisa ular tak berbahaya bila tertelan).
3. Bila mungkin berikan suntikan anti bisa (antivenin); pengobatan yang ade
kuat memerlukan 4 – 5 ampul, anak-anak mungkin memerlukan dosis yang lebih besar
(2 – 3 kali).
Teknik:
- test sensitivitas.
- Bila sensitif, dapat diberikan secara Besredka bila tidak, 1 ampul antiv
enin diberikan sebagai berikut:
5 ml di sekitar luka sk/im.
Sisanya di tempat laim im/drip.
- pemberian berikutnya diberikan secara im/drip.
4. Perbaikan sirkulasi dengan:
a. kopi pahit pekat.
b. kafein Na-benzoat 0,5 g im/iv.
c. bila perlu diberikan pula vasokonstrikor, misalnya efedrin 10 – 25 mg da
lam 500 – 1000 ml cairan per drip.
5. Obat lain:
- ATS 1500 – 3000 U.
- Toksoid tetanus 1 ml.
- Antibiotik, misalnya PS 4: 1.
Catatan:
- Tanda kelemahan, vertigo, nadi cepat, lemah dan tak teratur, pembengkaka
n, dan perubahan warna yang hebat di daerah gigitan penting diperhatikan untuk m
enduga adanya efek keracunan yang lanjut.
- Kemungkinan relaps yang berbahaya timbul dapat sangat berbahaya sehingga
sedapat mungkin penderita memperoleh perawatan intensif di rumah sakit.
TINDAKAN:
Oleskan lotion basa/alkalis (1 sendok teh Bicarbonas natrikus dalam 600 ml air d
ingin) atau dalam bentuk kompres.
Pada sengatan ubur-ubur, berikan Epinephrin atau antihistamin.
Pada gigitan sejenis udang laut, basuh dengan air panas (lebih dari 500 C) sampa
i nyeri hilang (biasanya selama 30 – 90 menit). Imobilisasi dan elevasi anggota
gerak harus dipertahankan.
Jika fasilitas mengijinkan. Yang terpenting berikan bius lokal tanpa adrenalin d
isekitar luka dan analgetik sistemik (petidin dan infus cairan prokain 1% sebany
ak 5 ml yang diencerkan dalam 15 ml NaC1 fisiologis selama 5 menit atau lebih).
Berikan antibiotik dan pengobatan simptomatik. Awasi tanda-tanda vital dan korek
si keadaan yang ada.
BAB 14
Teknik Khusus
Resusitasi
RESUSITASI
PENATALAKSANAAN
b. Bila negatif, pernapasan buatan harus dilakukan bersamaan dengan kompresi jan
tung:
- Bila hanya ada satu penolong, lakukan bergantian dengan perbandingan 15:
2-15 kali kompresi (frekwensi 80 kali/menit) disusul 2 kali ventilasi (dalam 5 –
6 detik).
- Bila ada dua penolong, lakukan dengan perbandingan 5:1, 5 kompresi (frek
wensi 60 – 70 kali/menit) disusul 1 ventilasi (tanpa menghentikan kompresi).
Cara kompresi:
Selama pernapasan dan sirkulasi spontan belum timbul, resusitasi harus terus dil
akukan dan tak boleh berhenti lebih lama dari 5 detik; meskipun dalam perjalanan
atau pada pemberian obat-obatan; dengan memikirkan:
- Apa penyebabnya, dapatkah diperbaiki?
- Asistole atau fibrilasi?
- Tindakan/obat apa yang diperlukan kemudian?
7. Bila denyut nadi spontan belum timbul setelah 1-2 menit, berikan:
a. Infus glukosa 5% sebagai persiapan; pemberian dapat dipercepat dalam ke
adaan hipovolemi atau setelah memasukkan obat.
b. Epinefrin (adrenalin) 0,5 – 1 mg iv/antrakardial (5-10 ml larutan 1/10.
000), bayi /anak 0,1 – 0,2 mg iv (1 – 2 ml larutan 1/10.000). dapat diulang tiap
3 – 5 menit sampai teraba nadi spontan).
c. Ca-klorida 500 – 1000 mg iv (5 – 10 ml larutan 10%), bayi/anak 100 – 200
mg iv (1 – 2 ml larutan 10%); dapat diulang tiap 5 – 10 menit sampai teraba nad
i spontan.
- Ca-glukonat (meskipun kurnag baik) dapat digunakan sebagai pengganti den
gan dosis sama.
- Jangan berikan pada bahaya/kemungkinan keracunan digitalis.
- Jangan diberikan bersama-sama dengan Na-bikarbonat karena akan membentuk
endapan.
d. Na-bikarbonat 1 – 2 mEq/kgbb iv; bayi/anak 3 – 4 Meq/kgbb iv (1mEq = 1 m
l larutan 8,4%) diulang tiap 10 menit dengan dosis:
MEq iv
10
sampai teraba denyut nadi spontan.
e. Bila mungkin lakukan EKG segera setelah obat-obat tadi diberikan satu ka
li:
- jika asistole-teruskan tindakan 7a – 7d.
- jika fibrilasi-lakukan tindakan 8 dengan tetap memberikan Na-bikarbonat.
f. Bila tidak ada EKG, lakukan tindakan 8 (penderita dianggap menderita fib
rilasi).
Bila berhasil, harus segera diikuti dengan perawatan pasca resusitasi yang melip
uti:
- Pengawasan ketat atas fungsi vital.
- Fibrilasi berulang dicegah dengan meneruskan lidokain/prokainamid drip a
tau pemberian obat oral:
- Kinidin 3-4 x 400 mg/hari; atau
- Prokainamid 4-6 x 0,5 – 1 gram/hari atau
- Fenitoin (difenilhidantoin, Dilantin®) 4 x 100 mg/hari.
- Hipotensi diatasi dengan drip (kecepatannya tergantung pada tekanan dara
hnya):
- Nerepinefrin 8 mg dalam 500 ml glukosa 5%, atau
- Metaraminol (Aramine®) 100 mg dalam 500 ml glukosa 5%; atau
- Dopamin 200 mg dalam 500 ml glukosa 5%.
- Bila perlu dilakukan tindakan khusus:
- respirator (IPPB).
- hipotermi untuk mengurangi efek hipoksi terhadap otak.
- Pengawasan terhadap komplikasi:
- komplikasi dari penyebab.
- komplikasi dari tindakan resusitasi:
- insuflasi lambung-regurgitasi/muntah.
- ruptura paru, pneumotoraks, hemotoraks.
- tamponade jantung.
- emfisema subkutis, patah tulang iga.
- ruptura hati.
- emboli sumsum tulang, emboli lemak.
Untuk bayi baru lahir, pertama resutasi yang sebaiknya harus tersedia di setiap
klinik bersalin adalah sebagai berikut:
- 1 kateter mukus (karet atau botol penyedot)
- 1 corong plastik
- 3 tube endotrakeal (steril, 12FG)
- 1 stilette bengkok (untuk meluruskan tube endotrakeal bila intubasi meng
alami kesulitan)
- 3 kateter penghisap (steril, 6 FG)
- 1 laringoskop untuk anak (Magill’s infants laryngoscope) dengan baterai
cadangan.
- nalorfin dan vitamin K
- 1 kantong ventilasi (Penlon, Ambu dan lain-lain)
- 2 alat suntik lengkap ukuran 1 ml
- plester dan gunting
- 1 tabung oksigen dengan flow-meternya.
- 1 manometer air atau bentuk sederhana dari resusiter dengan klep pengama
n dari kantong karet.