Anda di halaman 1dari 12

Laporan Pendahuluan Tumor Paru

1. Pengertian
Tumor adalah neoplasma pada jaringan yaitu pertumbuhan jaringan baru yang abnormal.
Setiap tumor tumbuh pada kecepatan tertentu bergantung pada karakteristik penjamu dan
tumor itu sendiri (Corwin, 2001). Pertumbuhan tumor dapat digolongkan sebagai ganas
(malignant) atau jinak (benign) (Brooker, 2001).
Kanker adalah sebuah penyakit yang ditandai dengan pembagian sel yang tidak teratur dan
kemampuan sel-sel ini untuk menyerang jaringan biologis lainnya, baik dengan pertumbuhan
langsung di jaringan yang bersebelahan (invasi) atau dengan migrasi sel ke tempat yang jauh
(metastasis). Tumor paru merupakan keganasan pada jaringan paru (Price,2003). Istilah
tumor paru digunakan untuk tumor yang berasal dari epitel saluran napas (bronkus,
bronkiolus dan alveoli). Kanker paru merupakan abnormalitas dari sel – sel yang mengalami
proliferasi dalam paru (Underwood, Patologi, 2000).
Karsinoma bronkogenik adalah tumor maligna yang timbul dari bronkus.tumor seperti ini
adalah epidermoid, terletak dalam bronchi yang besar yang timbul jauh di luar paru(Smeltzer,
2001).

2. Etiologi
Seperti umumnya kanker yang lain, penyebab yang pasti dari kanker paru belum diketahui,
tapi paparan atau inhalasi berkepanjangan suatu zat yang bersifat karsinogenik merupakan
faktor penyebab utama disamping adanya faktor lain seperti kekebalan tubuh, genetik, dan
lain-lain.
a. Rokok tembakau, yaitu kandungan ‘tar’, suatu persenyawaan hidrokarbon aromatic
polisiklik
b. Polusi udara, banyak sekali polusi udara yang dapat menyebabkan kanker paru-paru,
diantaranya sulphur, emisi kendaraan bermotor, dan polutan yang berasal dari pabrik.
c. Asap pabrik/industri/tambang.
d. Debu radioaktif/ledakan nuklir (radon), beberapa zat kimia antara lain asbes, arsen, krom,
nikel, besi, dan uranium.
e. Iradiasi
f. Genetika, pada sel kanker paru-paru didapatkan sejumlah lesi genetic termasuk aktivasi
onkogen dominant dan resesif (inaktivasi supresor tumor). Terdapat perubahan/ mutasi
beberapa gen yang berperan dalam kanker paru, yakni :
 Proton oncogen.
 Tumor suppressor gene.
 Gene encoding enzyme.
g. Diet
Dilaporkan bahwa rendahnya konsumsi betakaroten, seleniumdan vitamin A
menyebabkan tingginya resiko terkena kanker paru. (Ilmu Penyakit Dalam, 2001).

3. Klasifikasi
a. Klasifikasi berdasarkan TNM : tumor, nodul dan metastase.
T: T0 : tidak tampak tumor primer
T1 : diameter tumor < 3 cm, tanpa invasi ke bronkus
T2 : diameter > 3 cm, dapat disertai atelektasis atau pneumonitis,
namun berjarak lebih dari 2 cm dari karina, serta belum ada efusi pleura.
T3 : tumor ukuran besar dengan tanda invasi ke sekitar atau sudah dekat karina
dan atau disetai efusi pleura.
N: N0 : tidak didapatkan penjalaran ke kelenjar limfe regional
N1 : terdapat penjalaran ke kelenjar limfe hilus ipsilateral
N2 : terdapat penjalaran ke kelenjar limfe mediastinum atau kontralateral
N3 : terdapat penjalaran ke kelenjar limfe ekstratorakal
M: M0 : tidak terdapat metastase jauh
M1 : sudah terdapat metastase jauh ke organ – organ lain.
b. Klasifikasi menurut WHO untuk Neoplasma Pleura dan Paru – paru (1977) :
Karsinoma Bronkogenik.
 Karsinoma epidermoid (skuamosa).
Kanker ini berasal dari permukaan epitel bronkus. Perubahan epitel termasuk
metaplasia, atau displasia akibat merokok jangka panjang, secara khas mendahului
timbulnya tumor. Terletak sentral sekitar hilus, dan menonjol kedalam bronki besar.
Diameter tumor jarang melampaui beberapa centimeter dan cenderung menyebar
langsung ke kelenjar getah bening hilus, dinding dada dan mediastinum.
 Karsinoma sel kecil (termasuk sel oat).
Biasanya terletak ditengah disekitar percabangan utama bronki.Tumor ini timbul dari
sel – sel Kulchitsky, komponen normal dari epitel bronkus. Terbentuk dari sel – sel
kecil dengan inti hiperkromatik pekat dan sitoplasma sedikit. Metastasis dini ke
mediastinum dan kelenjar limfe hilus, demikian pula dengan penyebaran hematogen
ke organ – organ distal.
 Adenokarsinoma (termasuk karsinoma sel alveolar)
Memperlihatkan susunan selular seperti kelenjar bronkus dan dapat mengandung
mukus. Kebanyakan timbul di bagian perifer segmen bronkus dan kadang – kadang
dapat dikaitkan dengan jaringan parut local pada paru – paru dan fibrosis interstisial
kronik. Lesi seringkali meluas melalui pembuluh darah dan limfe pada stadium dini,
dan secara klinis tetap tidak menunjukkan gejala – gejala sampai terjadinya
metastasis yang jauh.
 Karsinoma sel besar.
Merupakan sel – sel ganas yang besar dan berdiferensiasi sangat buruk dengan
sitoplasma yang besar dan ukuran inti bermacam – macam. Sel – sel ini cenderung
untuk timbul pada jaringan paru – paru perifer, tumbuh cepat dengan penyebaran
ekstensif dan cepat ke tempat – tempat yang jauh.
 Gabungan adenokarsinoma dan epidermoid.
 Lain – lain.
o Tumor karsinoid (adenoma bronkus)
o Tumor kelenjar bronchial.
o Tumor papilaris dari epitel permukaan.
o Tumor campuran dan Karsinosarkoma
o Sarkoma
o Mesotelioma.
o Melanoma.
o Tidak terklasifikasi
4. Patofisiologi
Terlampir

5. Manifestasi klinis
Tumor pada system bronkopulmonari dapat mengenai lapisan saluran pernapasan, parenkim
paru pleura, atau dinding dada. Penyakit terjadi secara lambat ( biasanya selama beberapa
decade ) dan seringkali asimtomatik sampai lanjut dalam perkembangannya. Tanda dan
gejala tergantung pada letak dan ukuran tumor, tingkat obstruksi, dan keluasan metastase ke
tempat regional atau tempat yang jauh.
 Gejala kanker paru yang paling sering adalah batuk, kemungkinan akibat iritasi yang
disebab kan oleh massa tumor. Batuk mulai sebagai batuk kering, tanpa membentuk
sputum, tetapi berkembang sebagai titik dimana dibentuk sputum yang kental, purulen
dalam berespon terhadap infeksi sekunder.
 Mengi terjadi jika mengalami obstruksi secara parsial.
 Jika tumor menyebar ke struktur yang berdekatan dan ke nodus limfe regional, pasien
dapat menunjukan nyeri dada dan sesak, serak ( menyerang saraf lariengal )disfagia,
edema kapala dan leher, dan gejala-gejala efusi pleura atau pericardial.
 Nyeri adalah manifestasi akhir dan sering ditemukan dengan metastasis ke tulang.
 Pada beberapa pasien, demam kambuhan terjadi sabagai gejala dini dalam berespons
terhadap infeksi yang menetap pada area pneumonitis kearah distal tumor.
 Nyeri adalah manifestasi akhir dan sering ditemukan dengan metastasis ke tulang.
 Kelemahan, anoreksia, penurunan BB serta anemia mungkin terjadi pada tahap akhir

6. Pemeriksaan Diagnostik
a. Radiologi
 Foto thorax posterior – anterior (PA) dan lateral serta Tomografi dada
Merupakan pemeriksaan awal sederhana yang dapat mendeteksi adanya kanker paru.
Menggambarkan bentuk, ukuran dan lokasi lesi.
 Bronkhografi
Untuk melihat tumor di percabangan bronkus
b. Laboratorium.
 Sitologi (sputum, pleural, atau nodus limfe)
Dilakukan untuk mengkaji adanya/ tahap karsinoma.
 Pemeriksaan fungsi paru dan GDA
Dapat dilakukan untuk mengkaji kapasitas untuk memenuhi kebutuhan ventilasi.
 Tes kulit, jumlah absolute limfosit
Dapat dilakukan untuk mengevaluasi kompetensi imun (umum pada kanker paru)
c. Histopatologi
 Bronkoskopi
Memungkinkan visualisasi, pencucian bagian,dan pembersihan sitologi lesi (besarnya
karsinoma bronkogenik dapat diketahui)
 Biopsi Trans Torakal (TTB)
Biopsi dengan TTB terutama untuk lesi yang letaknya perifer dengan ukuran < 2 cm,
sensitivitasnya mencapai 90 – 95 %
 Torakoskopi
Biopsi tumor didaerah pleura memberikan hasil yang lebih baik dengan cara
torakoskopi.
 Mediastinosopi
Untuk mendapatkan tumor metastasis atau kelenjar getah bening yang terlibat
 Torakotomi
Totakotomi untuk diagnostic kanker paru dikerjakan bila bermacam – macam prosedur
non invasif dan invasif sebelumnya gagal mendapatkan sel tumor.
d. Pencitraan
 CT-Scanning, untuk mengevaluasi jaringan parenkim paru dan pleura
 MRI, untuk menunjukkan keadaan mediastinum.

7. Penatalaksanaan
( At a Glance, Medicine, Patrisk Davey, hal. 203 )
a. Pembedahan, memiliki kemungkinan kesembuhan terbaik, namun hanya < 25% kasus
yang bias dioperasi dan hanya 25% diantaranya ( 5% dari semua kasus ) yang telah hidup
setelah 5 tahun. Tingkat mortalitas perioperatif sebesar 3% pada lobektomi dan 6% pada
pneumonektomi. metoda ini lebih dipilih untuk pasien dengan tumor setempat tanpa
adanya penyebaran metastatiic dan mereka yang fungsi jantung parunya baik.
 Wedge Resection, yaitu melakukan pengangkatan bagian paru yang berisi tumor,
bersamaan dengan margin jaringan normal.
 Lobectomy, yaitu pengangkatan keseluruhan lobus dari satu paru.
 Pneumonectomy, yaitu pengangkatan paru secara keseluruhan. Hal ini dilakukan jika
diperlukan dan jika pasien memang sanggup bernafas dengan satu paru.
b. Radioterapi radikal, digunakan pada kasus kanker paru bukan sel kecil yang tidak bisa
dioperasi. Tetapi radikal sesuai untuk penyakit yang bersifat lokal dan hanya
menyembuhklan sedikit.
c. Radioterapi paliatif, untuk hemoptisis, batuk, sesak napas atau nyeri lokal. Terapi radiasi
dapat menyembukan pasien dalam persentasi kecil, namun bermanfaat dalam
pengendalian neoplasma yang tidak dapat di reseksi tetapi yang ressponsif terhadap
radiasi. Radiasi dapat digunakan untuk mengurangi ukuran tumor dan dapat digunakan
sebagai pengobatan paliatif untuk menghilangkan tekanan tumor, radiasi dapat membantu
menghilangkan batuk, nyeri dada, dispnea, hemoplisis, dan nyeri tulang serta hepar.
d. Kemoterapi, Kemoterapi digunakan untuk menganggu pola pertumbuhan tumor, untuk
menangani pasien dengan tumor paru sel kecil atau dengan metastasis luas, untuk
melengkapi bedah atau terapi radiasi.Peran kemoterapi pada kanker bukan sel kecil
belum jelas
e. Terapi endobronkia, seperti kerioterapi, tetapi laser atau penggunaan stent dapat
memulihkan gejala dengan cepat pada pasien dengan penyakit endobronkial yang
signifikan
f. Perawatan faliatif, opiat terutama membantu mengurangi nyeri dan dispnea. Steroid
membantu mengurangi gejala non spesifik dan memperbaiki selera makan
8. Asuhan Keperawatan
Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC) Intervensi (NIC)
Bersihan jalan nafas tidak NOC: Airway suction
efektif b.d obstruksi jalan  Respiratory status : Ventilation  Pastikan kebutuhan oral / tracheal suctioning
napas, penumpukkan sekret  Respiratory status : Airway patency  Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah suctioning.
d.d :  Aspiration Control  Informasikan pada klien dan keluarga tentang suctioning
DS : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama  Minta klien nafas dalam sebelum suction dilakukan.
 Klien mengeluh sesak 1x24 jam, pasien menunjukkan keefektifan jalan  Berikan O2 dengan menggunakan nasal untuk
DO : nafas dibuktikan dengan kriteria hasil : memfasilitasi suksion nasotrakeal
 Ronchi (+)  Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara  Gunakan alat yang steril sitiap melakukan tindakan
 Batuk (+) nafas yang bersih (mampu mengeluarkan  Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas dalam setelah
 Produksi sputum (+) sputum) kateter dikeluarkan dari nasotrakeal
 RR > 20x/mnt  tidak ada sianosis dan dyspneu  Monitor status oksigen pasien
 Tampak menggunakan  tidak ada pursed lips  Ajarkan keluarga bagaimana cara melakukan suksion
otot bantu pernapasan  Menunjukkan jalan nafas yang paten  Hentikan suksion dan berikan oksigen apabila pasien
 Frekuensi pernafasan dalam rentang normal menunjukkan bradikardi, penurunan saturasi O2, dll.
(16-20x/mnt)
 Ronchi (-) Airway Management
 Saturasi O2 dalam batas normal  Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
 Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas
buatan atau pemberian oksigen
 Pasang mayo bila perlu
 Lakukan fisioterapi dada jika perlu
 Keluarkan sekret dengan batuk efektif atau suction
 Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
 Lakukan suction pada mayo
 Berikan bronkodilator bila perlu
 Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab
 Pertahankan hidrasi yang adekuat untuk mengencerkan
sekret
 Monitor respirasi dan status O2
Gangguan Pertukaran gas NOC :  Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
b.d ketidakseimbangan  Respiratory Status : Gas exchange  Pasang mayo bila perlu
perfusi ventilasi, perubahan  Respiratory Status : ventilation  Lakukan fisioterapi dada jika perlu
membran kapiler-alveolar  Vital Sign Status  Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
d.d : Setelah dilakukan perawatan 1x24 jam, pertukaran  Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
DS: gas adekuar, dengan kriteria hasil :  Berikan bronkodilator
Klien mengeluh sesak  Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi dan  Berikan pelembab udara
napas oksigenasi yang adekuat  Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan
DO:  Memelihara kebersihan paru paru dan bebas  Monitor respirasi dan status O2
 Penurunan CO2 dari tanda tanda distress pernafasan  Catat pergerakan dada, amati kesimetrisan, penggunaan
 Takikardi  Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara otot tambahan, retraksi otot supraclavicular dan
 Hiperkapnia
 Hypoxia nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan intercostal
 Sianosis dyspneu (mampu mengeluarkan sputum,  Monitor suara nafas, seperti dengkur
 Hipoksemia mampu bernafas dengan mudah, tidak ada  Monitor pola nafas : bradipena, takipenia, kussmaul,
 AGD abnormal pursed lips) hiperventilasi, cheyne stokes, biot
 pH arteri abnormal  Tanda tanda vital dalam rentang normal  Auskultasi suara nafas, catat area penurunan / tidak
 RR > 20x/mnt  PH darah dalam rentang normal adanya ventilasi dan suara tambahan
 Monitor TTV, AGD, elektrolit dan ststus mental
 Observasi sianosis khususnya membran mukosa
 Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang persiapan
tindakan dan tujuan penggunaan alat tambahan (O2,
Suction, Inhalasi)
 Auskultasi bunyi jantung, jumlah, irama dan denyut
jantung

Nyeri Kronis b.d NOC: Pain Management


ketidakmampuan  Comfort level  Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
fisik-psikososial kronis  Pain control termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas
(metastase kanker, injuri  Pain level dan faktor presipitasi
neurologis, artritis) d.d Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama  Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
DS: 3x24 jam, nyeri kronis pasien berkurang dengan  Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk
 Klien mengatakan nyeri kriteria mengetahui pengalaman nyeri pasien
 Klien mengatakan merasa hasil:  Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
mudah lelah  Tidak ada gangguan tidur  Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
DO:  Tidak ada gangguan konsentrasi  Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang
 Atropi otot  Tidak ada gangguan hubungan interpersonal ketidakefektifan kontrol nyeri masa lampau
 Gangguan aktifitas  Tidak ada ekspresi menahan nyeri dan ungkapan  Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan
 Anoreksia secara verbal menemukan dukungan
 Perubahan pola tidur  Tidak ada tegangan otot  Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri
 Respon simpatis (suhu seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
dingin, perubahan posisi  Kurangi faktor presipitasi nyeri
tubuh , hipersensitif,  Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non
perubahan berat badan) farmakologi dan inter personal)
 Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
 Ajarkan tentang teknik non farmakologi : relaksasi
napas dalam, distraksi
 Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
 Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
 Tingkatkan istirahat
 Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan
tindakan nyeri tidak berhasil
 Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri

Analgesic Administration
 Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri
sebelum pemberian obat
 Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan
frekuensi
 Cek riwayat alergi
 Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi dari
analgesik ketika pemberian lebih dari satu
 Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan beratnya
nyeri
 Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian, dan dosis
optimal
 Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk pengobatan
nyeri secara teratur
 Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian
analgesik pertama kali
 Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat
 Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan gejala (efek
samping)
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, dkk. 2008. Nursing Intervention Classification (NIC) Fifth Edition. USA : Mosby
Elsevier

Corwin, Elizabeth. J. 2001. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC

Herdman, Heather. 2012. Nanda Internasional Diagnosis Keperawatan 2012-2014. Jakarta :


EGC

Moorhead, Sue dkk. 2004. Nursing Outcome Classification (NOC) Fourth Edition. USA : Mosby
Inc

Price, Sylvia A dan Lorraine M Wilson. (2001). Patofisiologi Konsep Kllinis Proses-proses
Penyakit. Edisi 4. Jakarta : EGC

Smeltzer, S. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth. Volume 2 Edisi 8.
Jakarta : EGC. 2001

Underwood, J.C.E. 2000. Patologi Umum dan Sistematik. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai