Peran Budaya Dalam Strategi Pemasaran PDF
Peran Budaya Dalam Strategi Pemasaran PDF
Kussudyarsana
Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Surakarta
Jalan A. Yani Tromol Pos I Pabelan Surakarta 57102 Telp: (0271) 717417 ext 229
E-mail: uud_ums@yahoo.com
Abstract: This paper tried to describe the role of culture in management marketing, especially
in the consumer behavior field. Some aspects of culture be investigated and analyzed by
combined of theorytical background in the real context. This paper also explored the level of
culture, the existence of culture value, and discussing their impact to consumer behavior.
Finally, in the end of the paper, author explained the existence of ritual and their implication
to marketing strategies.
Keywords: role of culture, culture value, ritual, level of culture
Abstrak: Tulisan ini menjelaskan peran budaya dalam manajemen pemasaran, khususnya di
bidang perilaku konsumen. Beberapa aspek budaya diselidiki dan dianalisis dengan kombinasi
latar belakang teoritis dalam konteks nyata. Makalah ini juga mengeksplorasi tingkat budaya,
keberadaan nilai-nilai budaya, dan mendiskusikan dampaknya terhadap perilaku konsumen.
Di akhir tulisan penulis menjelaskan ritual dan implikasinya bagi strategi pemasaran.
Kata kunci: peran budaya, nilai budaya, ritual, tingkat budaya
Volume 12, Nomor 2, Desember 2008: 171-180 Budaya dan Pemasaran 173
dan semakin ke atas dari level budaya semakin Demikian halnya dengan masyarakat Irian
mudah untuk diamati. yang dahulu mengkonsumsi sagu, mulai ber-
alih ke makan nasi.
Di sisi lain, terdapat juga nilai-nilai budaya
yang sampai kini relatif tetap ataupun berubah
secara perlahan. Sebagai contoh keyakinan
masyarakat terhadap nilai-nilai keluarga, perni-
kahan, masa depan, dan kematian cenderung
mengalami perubahan yang lebih lambat. Da-
lam masyarakat Jawa misalnya, masih banyak
yang mempunyai keyakinan tentang berapa
lama orang meninggal akan tetap berada di
lingkungan sekitar rumah sebelum pergi ke
alam baka. Keyakinan ini tergambar dalam
Sumber:Mokoginta, 2001 ritual 7 hari, 40 hari, dan 100 hari. Demikian
Gambar 1. Tingkatan dalam Budaya juga dengan konsep tentang kapan roh akan
diitiupkan ke dalam calon bayi yang ada di-
kandungan, melahirkan ritual 7 bulanan, sam-
Sebagian aspek dari budaya dapat diamati, pai dengan saat ini masih orang Jawa mem-
dan sebagian yang lain sulit untuk diamati, dan percayainya. Masyarakat China masih percaya
tidak disadari. Asumsi dasar cenderung sulit dengan hari keberuntungan, posisi letak rumah
untuk diamati, dan terkadang tidak disadari, terkait dengan rejeki (Fengshui), ataupun keter-
sedangkan artefak mudah untuk dilihat dan kaitan hari kelahiran dengan rezeki.
keberadaannya disadari oleh orang. Kita de- Nilai Budaya (Culture Value). Ketika kita
ngan mudah melihat pakaian, lukisan, patung, berbicara tentang keterkaitan pemasaran dan
brosur dan lain sebagainya sebagai benda bu- budaya, maka kita dapat menelusur dari per-
daya. Namun kita lebih sulit untuk mengamati bedaan pemahaman mengenai konsep kebu-
nilai-nilai budaya, dan asumsi dasar, dengan tuhan dan keinginan. Kebutuhan adalah segala
hanya pengamatan sehari dua hari. sesuatu yang dirasakan kurang oleh manusia,
Artefak adalah manifestasi dari nilai-nilai sehingga mendorong manusia untuk melaku-
budaya, dan nilai budaya dipengaruhi oleh kan pemenuhan terhadapnya. Tiap orang mem-
asumsi dasar suatu budaya. Masyarakat barat punyai kebutuhan yang sama di semua tempat
(Eropa dan Amerika) sangat menghargai hak tanpa terkecuali. Mereka membutuhkan ma-
indvidu dan kebebasan. Nilai budaya tersebut kanan, minuman, tempat tinggal, pakaian dan
dapat tercermin misalnya dalam cara ber- rasa aman. Keinginan berbeda dengan kebu-
pakaian, yang lebih bebas dan bahkan lebih tuhan. Keinginan dipengaruhi oleh budaya dan
terbuka dibandingkan masyarakat Timur adat kebiasaan. Sebagai contoh, Kotler membe-
(Asia). rikan gambaran bahwa orang sama-sama mem-
Dikaitkan dengan perubahan budaya, maka butuhkan pakaian. Namun pakaian yang dipa-
aspek budaya pada level bawah pada suatu kai orang Irian berbeda dengan orang Amerika
budaya (deepest culture), cenderung lebih mene- dan orang Jepang. Demikian juga dengan apa
tap dibandingkan dengan level atas. Sedangkan yang dimakan. Orang Jawa suka makan nasi
aspek budaya dilevel atas cenderung mudah sebagai makanan pokok, sementara orang
berubah. Dari waktu ke waktu trend pakaian, Amerika makan roti atau segala sesuatu yang
makanan kesukaan, cara berpakaian, mobil, terbuat dari gandum.
trend musik, ataupun produk lain berganti di Dalam pemasaran, menurut Assael (1998)
sesuaikan dengan selera pasar yang berubah. nilai budaya sangat mungkin mempengaruhi
Dalam contoh lain, masyarakat Indonesia di anggota masyarakat dalam pola pembelian dan
perkotaan mulai mengkonsumsi cereal ataupun pola konsumsi. Seorang konsumen mungkin
makan roti di pagi hari sebagai pengganti nasi. akan memberikan nilai yang tinggi pada pen-
Volume 12, Nomor 2, Desember 2008: 171-180 Budaya dan Pemasaran 175
untuk makan, atau menerima pemberian orang hingga standar budaya menjadi lebih sejalan
lain maka si anak ibu tersebut akan menegur dengan kebutuhan pada saat ini. Sehingga bu-
anak. Ibu tersebut akan meminta pada anak daya secara perlahan namun secara terus-me-
agar menggunakan tangan kanan. Ketika ibu nerus meresap dengan kebutuhan masyarakat.
itu ditanya mengapa mereka harus seperti itu Dalam konteks budaya, produk perusahaan
mereka seringkali akan menjawab dengan dan jasa dapat dipandang secara tepat membe-
“Bahwa hal ini benar yang harus dilakukan”. rikan solusi bagi individu atau masyarakat.
Namun ketika kita menanyakan pertanyaan Apabila produk tidak lagi dapat diterima
yang sama kepada orang dengan budaya yang karena nilai dan dan kebiasaan yang terkait
berbeda, barangkali kita akan menemukan dengan produk tersebut kurang relevan dengan
jawaban yang berbeda. Demikian juga dengan kebutuhan manusia dalam masyarakat, maka
kebiasaan minum susu sebelum tidur, mandi, pemasar harus melakukan revisi produk yang
ataupun mencuci sebelum tidur adalah kebia- ditawarkan.
saan yang terbentuk dalam masyarakat yang Perubahan nilai budaya dimungkinan dan
kita akan menemukan jawaban yang mungkin ditampakkan dalam pola perilaku konsumsi
berbeda. dan bagaimana konsumsi berlangsung. Di ma-
Schiftman, et al (1995) menyatakan bahwa syarakat Jawa, dimana resepsi pernikahan ada-
budaya ada untuk memuaskan kebutuhan lah bagian yang kental dengan nuansa budaya,
manusia. Budaya menawarkan perintah, petun- terlihat terdapat perubahan dalam cara penya-
juk, dan arahan dalam semua fase pemecahan jian makanan. Di kota besar seperti Jakarta,
persoalan manusia dalam memuaskan kebu- Surabaya, Bandung, dan Jogjakarta, dan banyak
tuhan fisiologi, personal dan kebutuhan sosial. kota lainnya, resepsi dengan model standing
Sebagai contoh budaya menyediakan aturan party sudah banyak dilakukan. Pada masa lalu,
mengenai kapan akan makan, di mana akan model resepsi seperti ini susah untuk diterima
makan, dan apa yang tepat untuk dimakan karena makan dengan cara berdiri dianggap
pada saat pagi, siang dan malam, dan apa yang tidak sopan. Namun sekarang dengan perkem-
harus disiapkan untuk pesta ulang, piknik, bangan zaman, dimana masyarakatnya sema-
ataupun pesta pernikahan. Kebiasaan ini tentu kin menghargai waktu, dan makan sambil ber-
saja akan berimplikasi pada produk apa yang diri tidak diangap sebagai keanehan sehingga
laku dan dapat ditawarkan pada ke pasar. model standing party dianggap paling praktis
Sebagai contoh masyakarat Indonesia sangat dan cukup menghemat waktu. Hal ini bisa
suka dengan kopi di pagi hari, minum teh terjadi karena masyarakat cukup menerima
sepanjang hari ataupun meminum air putih dan nilai-nilai kepraktisan yang semakin mengge-
teh setelah makan. Sebaliknya akan terasa aneh jala di masyarakat sejalan dengan modernisasi
bagi masyarakat meminum minuman bersoda yang semakin membudaya.
di pagi hari. Juga dengan kebiasaan makan Levi-strauss (1980), menerangkan bahwa
bubur atau nasi di pagi hari, yang juga belum manusia memiliki kesanggupan untuk mencip-
tergantikan dengan makanan cereal di pagi hari. takan simbol, mengorganisasikan segala penga-
Perusahaan teh Sosro, adalah pemasar yang lamannya, serta mengatur serta menyusunnya
baik karena mampu membaca kebiasaan ma- dalam sistem tanda-tanda. Pemasar mengguna-
syarakat Indonesia yang peminum teh, dengan kan simbol sebagai alat untuk menyampaikan
menawarkan teh yang bisa dibawa kemana- citra produk (image product) dan karakteristik
mana dengan teh botolnya ataupun teh kotak- produk. Mereka akan mengkomunikasikan
nya. simbol melalui cara verbal dan non verbal.
Kepercayaan, nilai-nilai, dan kebiasaan Verbal termasuk dalam hal ini adalah iklan atau
akan diikuti selama mereka memberikan ke- informasi melalui televisi, internet dan majalah.
puasan kepada anggota masyarakat (Schiftman, Komunikasi Non verbal adalah penggunaan
et al. 1995). Ketika standar atau aturan tertentu simbol seperti gambar, warna, bentuk, tekstur
tidak lagi memuaskan anggota masyarakat, hal yang memberikan makna tambahan bagi suatu
itu dapat dimodifikasi ataupun digantikan se- produk.
Volume 12, Nomor 2, Desember 2008: 171-180 Budaya dan Pemasaran 177
pemasaran, pemasar menyampaikan pesan sumen. Produk seperti perhiasan emas, berlian,
dalam bentuk simbol verbal maupun non ver- jam, parfum, furnitur, dan kerajinan adalah
bal. Pemasar juga menetapkan asosiasi terha- produk yang menekankan aspek hedonisme.
dap produk budaya tersebut. Melalui komuni- Merek-merek tertentu dari pakaian seperti
kasi bahasa dan budaya yang mereka terima, Channel, Pierre Cardin, Gucci menekankan
individu atau masyarakat mulai belajar menge- kemewahan pemiliknya.
nal apa arti dari suatu citra, dan gambar se- (5) Produk adalah alat untuk mengenang. Produk
hingga orang melakukan asosiasi tanpa berpikir dapat mengingatkan konsumen pada penga-
lebih jauh tentangnya. Selanjutnya berkat ke- laman masa lalu. Asesoris, merchandise, photo
mampuan yang dimiliknya konsumen sanggup album dan CD adalah produk yang dapat digu-
mentransformasikan pengalaman dan pengeta- nakan untuk menjadi alat kenang-kenangan.
huannya dalam dimensi kultural ruang dan Bagi wisatawan, keberadaan merchandise sangat
waktu. penting untuk mengingat kesan wisatawan
Tharp dan Scott mengidentifikasi lima terhadap tempat yang dikunjungi. Demikian
peran simbolik dari produk yang menggambar- juga dengan even/kejadian tertentu seperti olim-
kan nilai-nilai budaya: piade, PON, Asian games, selalu diwarnai de-
(1) Produk adalah alat untuk mengkomunikasikan ngan penjualan memoribilia sebagai alat untuk
status sosial. Melalui pemilikan produk tertentu kenang-kenangan.
seseorang berharap status sosial mereka akan Ritual dan Perilaku Konsumen. Ritual
terlihat oleh masyarakat dan pada akhirnya adalah aktivitas simbolik yang terdiri dari se-
terdapat pengakuan akan status tersebut. Bagi rangkaian aktivitas (multiple behaviors) yang
masyarakat tertentu di Indonesia, memiliki terus berulang dari waktu ke waktu. Dalam
mobil dengan merek tertentu akan meningkat- praktek ritual dilakukan terhadap untuk me-
kan status sosial mereka. Demikian juga dengan maknai berbagai kejadian dari manusia lahir
pemilikan burung, bunga tertentu, ataupun sampai dengan kematian. Ritual pada umum-
pemilikan vila di pegunungan. nya dilakukan terbuka untuk umum, terkait
(2) Produk adalah alat ekspresi. Produk mereflek- dengan aspek spiritual atau kepercayaan terten-
sikan nilai yang paling penting bagi konsumen. tu, atau upacara-upacara tertentu. Perilaku
Pemasar menciptakan simbol dan asosiasi ter- biasanya dilakukan secara formal, dan tertulis.
tentu yang agar produk yang mereka ciptakan McCraken (1986) menggambarkan suatu
mampu mewakili ekspresi jiwa tertentu dari proses pengemasan nilai-nilai budaya melalui
konsumennya. Beberapa produk ataupun me- iklan dan fashion system oleh pemasar, terhadap
rek mempunyai personalitas seperti yang dicari suatu produk kepada konsumen. McCraken,
oleh konsumen seperti citra kesuksesan, penca- mencermati bahwa terdapat desain budaya
paian, kebebasan, individual, dan pengembang- konsumen atas benda-benda yang konsumen
an diri. Rokok Djarum, mencitrakan jiwa pe- miliki mulai dari proses pemilikan (possesion
tualangan atau pemberani, sedangkan rokok ritual), ritual pertukaran (exchange ritual), ritual
Wismilak mewakili citra rasa sukses. pemeliharaan (Grooming ritual), dan ritual
(3) Produk adalah alat untuk berbagi pengalaman. divestasi (divestment ritual), lihat Gambar 3.
Seringkali keberadaan suatu produk dapat Menurut Assael (1999), tiap perilaku ritual
digunakan untuk berbagi pengalaman. Melalui terhadap tiga yang umum. Pertama, mereka
makanan dan minuman, pada saat tertentu, melibatkan benda-benda budaya (ritual artifact).
bunga dan hadiah adalah alat untuk berbagi Kedua, ritual melibatkan dokumen yang menje-
pada even-event tertentu. Pada perayaan imlek laskan kapan produk, bagaimana, dan oleh
orang berbagi kue ranjang, atau pada saat hari siapa produk akan digunakan. Ketiga ritual,
valentine orang berbagi hadiah. membutuhkan keterlibatan peran pelaku ritual.
(4) Produk adalah sesuatu yang hedonis. Seringkali Dalam masyarakat Indonesia, dan dimana
suatu produk merefleksikan nilai-nilai konsu- masyarakatnya tergolong religius dan high
men, seperti estetika, atau kualitas sensualitas context, ritual merupakan bagian yang terpi-
yang dapat mengakomodasi kesenangan kon- sahkan dari kehidupan masyarakatnya. Masya-
Volume 12, Nomor 2, Desember 2008: 171-180 Budaya dan Pemasaran 179
Model Based on Consumer Categoriza- sumer Behavior, Atlanta, USA: Prentice
tion Processes, Journal of Marketing. Hall International.
Hofstede, G. 1984. Culture's Consequences: Inter- Tse, D.K., Lee, K-H., Vertinsky, I. and Wehrung,
national Difference in Work-related Values. D.A. 1988. Does Culture Matter? A Cross-
London: Sage Publications. cultural Study of Executives' Choice, De-
Mokoginta, A. Urip. 2001. Corporate Culture: A cisiveness and Risk Adjustment in Inter-
discussion or Freeport Indonesia Manage- national Marketing, Journal of Marketing,
ment, Bagian Psikologi, Jakarta: Univer- Vol. 52, October, pp. 81-95.
sitas Indonesia. Yalcinkaya, Goksel. 2008. A Culture-Based Ap-
Reynolds, T. J., & Johnson. 2002. Means-end proach to Understanding the Adoption
based Advertising Research: Copy Test- and Diffusion of New Products Across
ing is not Strategy Assessment. Journal of Countries, International Marketing Review,
Business Research, 22, 131-142. Vol. 25 No. 2.
Rogers, E. M. 1983. Diffusion of Innovations, New Yeniyurt, Sengun and Townsend Janell D. 2003.
York: Free Press. Does Culture Explain Acceptance of New
Products in a Country? An Empirical Investi-
Rokeach, M. 1973. The Nature of Human Values.
gation.
New York: Free Press.
Schiffman G Leon, Kanuk, L.Liesly, 2003. Con-