Abstract
This paper examines the debate in 1941 between Dutch historian J.C. van Leur and Verhoeven
on the so-called Mahan Theory of the sea power of the East Indie Company (Vereenigde van Oost-
Indie Compagnie, VOC). Alfred Thaye Mahan, an American maritime historian of the nineteenth
century, inserted the idea of a seapower state, which implied that the United Kingdom was an
ideal maritime state for the strong structure and efficient work of its sea power. Verhoeven used
Mahan’s category of seapower to suggest that the VOC was a naval power of the seventeen century.
However, Leur criticized Verhoeven saying that he had missed to address the element of the period
the term naval power began to be accepted as a theoretical category. This paper argues that the
debate between Leur and Verhoeven is relevant today as to re-consider the concept of archipelagic
country, wawasan nusantara, that Indonesia has adopted so far.
Abstrak
Artikel ini mengulas perdebatan yang muncul tahun 1941 antara sejarawan Belanda J.C. van
Leur dengan Verhoeven tentang kekuatan maritim VOC berdasarkan teori Mahan. Teori Mahan
menunjuk pada konsep maritim yang kemukakan pemikir Amerika Alfred Thayer Mahan. Mahan
menyatakan bahwa Kerajaan Inggris merupakan contoh ideal sebuah negara maritim dengan
struktur yang kuat dan efektif. Verhoeven menggunakan kategori Mahan tentang kekuatan
laut untuk menyatakan bahwa VOC merupakan kekuatan maritim pada abad ke-17. Namun,
Leur mengkritik Verhoeven dengan mengatakan bahwa dia melewatkan elemen waktu terkait
penggunaan istilah kekuatan maritim sebagai kategori teoretis. Artikel ini menyimpulkan bahwa
perdebatan antara Leur dan Verhoeven menyajikan perspektif yang relevan hari ini untuk
meninjau kembali konsep tentang wawasan nusantara yang dipakai Indonesia.
mutlak yang pas untuk dapat menjadi solusi potensial untuk pengembangan sea power.
beragam masalah, terutama bagi Indonesia. Namun tampaknya, teori Mahan terbatas
pada kajian di Eropa, yang memiliki perbedaan
Pertimbangan Geografis geografis dengan Indonesia. Inggris sebagai
kajian utama bukan berkontur kepulauan,
Sejak masa kolonial, masalah geografis begitu pula dengan negara maritim lain seperi
memicu problematika dalam bidang transportasi. Belanda dan Perancis. Pertimbangan ini jelas
Hal ini terutama disebabkan oleh pemusatan berkaitan dengan bagaimana kontrol atas
pemerintahan di Pulau Jawa untuk mengatur kepulauan akan diterapkan.
kelangsungan koloni Hindia Belanda. Menurut
Inggris memiliki geografis kontinen yang
Evan A. Laksmana, karakter geografi Indonesia
menjadi pusat aktivitas negara dengan
antara lain: domain maritim yang luas, pengaruh
beberapa pulau kecil di sekitarnya. Sementara
keamanan dalam negeri, masalah politik dan
kondisi Inggris paling menguntungkan adalah
ekonomi di darat, serta kegigihan persaingan
letaknya pada rute dagang sibuk antara Eropa
kekuatan utama dalam lingkungan karena
dan separuh bagian dunia lainnya. Geografi
lokasi yang strategis (shatterbelt). Namun
ini menjadi kombinasi yang utuh untuk
karakter umum yang kerap kali terlewat dan
menjadi negara maritim dalam waktu yang
diperhitungkan adalah kepulauan.
lama. Didukung dengan kandungan mineral
Menurut Dimyati Hartono sebagai pakar berupa batu abra dan logam, Inggris berhasil
hukum laut Indonesia, masih terdapat salah menggeser Amerika dalam produksi kapal uap
pengertian mengenai penyebutan Indonesia berbahan baku logam.
sebagai negara kepulauan atau negara maritim.
Namun, hal menarik justru mengenai
Negara kepulauan adalah keadaan faktual
kemunculan Belanda sebagai imperium maritim
berdasar geografis yang menjadi ciri sebuah
mendahului Inggris. Berada pada kontinen yang
negara yaitu memiliki sudut teritorial yang
sempit, Belanda tidak hanya dihadapkan pada
berkonfigurasi khas disebut dengan kepulauan.
minimnya sumber daya namun juga populasi
Sementara negara maritim merupakan keadaan
yang kecil. Satu aspek yang cukup menonjol dan
negara yang basis eksistensi, kebesaran dan
berpengaruh besar dalam kekuatan maritim
kejayaannya (meliputi aspek politik, ekonomi,
Belanda adalah karakter nasional. Karakter
sosial, budaya, pertahanan, keamanan dan
penduduk sebagai pelayar dan pedagang
hukum) tertumpu pada kekuatan maritim.
yang gigih begitu menguntungkan pada abad
Dengan demikian, Indonesia merupakan
perdagangan maritim dunia. Kegigihan itu
negara kepulauan namun belum memenuhi
juga muncul dalam menyiasati tanah yang
syarat untuk disebut sebagai negara maritim.
sempit dengan terus mereklamasi laut melalui
Konsep negara kepulauan merupakan pendirian dam dan kanal. Oleh sebab itu
konsep yang mendasari pengajuan Deklarasi Belanda disebut dengan Holland, yang berasal
Djuanda tahun 1957 ke UNCLOS untuk dari Hollow Land.
mendapatkan legalisasi internasional. Masa
Berbeda dengan geografis Inggris, pusat
selama lebih dari tiga dasawarsa hingga
aktivitas kepulauan Indonesia terletak di
Deklarasi Djuanda diakui secara internasional
Pulau Jawa yang memiliki tanggung jawab
menjadi ajang Indonesia untuk membuktikan
terhadap ribuan pulau yang letaknya terpisah
pantas atau tidak perairan tersebut dimiliki
oleh laut. Di sini, laut menjadi satu objek yang
oleh Indonesia.
dilematis. Laut menjadi jalan utama ketika
Mengacu pada teori sea power Mahan, digunakan sebagai area penyeberangan antar
keadaan geografis Indonesia sekilas tampak pulau. Sebaliknya, laut menjadi pemisah ketika
130 Lembaran Sejarah, Vol. 10, No. 2, Oktober 2013
Kolonialisme tidak bisa tidak, menjadi latar Masyarakat pasca kemerdekaan cenderung
belakang besar bagi pendalaman karakter menyalahkan “konsentrasi daratan” masa
nasional yang terlihat melalui perilaku. kolonial sebagai sebab kemunduran maritim
Pengalaman penuh represi dan dominasi Indonesia. Meskipun sulit untuk diterima,
menyebabkan seseorang mengalami (apa namun pernyataan di atas masih memuat
yang oleh psikologi disebut dengan) trauma, nada kebencian yang terlalu dalam terhadap
yang secara praktis diartikan sebagai suatu kolonial, tanpa mengindahkan perspektif yang
keadaan ketika subjek tidak dapat menguasai lain. Pemahaman konsentrasi daratan masa
dirinya sendiri secara sadar. Secara sederhana, kolonial akan berbeda jika dilihat sebagai
trauma disebabkan oleh penekanan repetitif dampak global industrialisasi. Perubahan
terhadap primary needs, seperti lapar, haus dari era merkantilisme Eropa ke tahap
dan keamanan fisik (Jung, 1978: 31). Dampak kapitalisme modern tidak saja merubah
trauma ini dapat mengerucut menjadi histeria, konsentrasi dari maritim ke daratan, namun
yaitu ketika trauma termanifestasi ke dalam juga mempercepat perkembangan transportasi
bentuk-bentuk kekerasan. Secara sosial, histeria darat. Transformasi darat ini menggeser peran
yang dialami oleh publik menjadi mass hysteria waterway (sungai dan kanal) untuk distribusi
atau semacam moral panic. Perilaku ini pernah komoditi. Hal ini pertama-tama terjadi di
terlihat dalam kekerasan terhadap serdadu Eropa, di mana industrialisasi berakar.
Belanda pada masa pemerintahan Jepang, yang Pergeseran konsentrasi di atas praktis
merupakan lonjakan emosi tidak terkontrol menjadi hal yang alamiah sebab industrialisasi
untuk membalas dendam. Secara psikis, trauma memicu pengembangan pada lahan dan alat
ini menurun menjadi bentuk kebencian tanpa produksi. Pembangunan jalan, jembatan, dan
celah terhadap pemerintah kolonial. berbagai sarana produksi tak ayal menjadi
bagian ‘kemajuan’ maupun modern. Kelemahan
2 Kalimat ini merupakan ungkapan Yap Thiam Hien yang dari bagian ini adalah masyarakat yang
dikutip oleh Majalah Tempo. Yap Thiam Hien adalah ahli tenggelam dengan kemajuan cenderung
hukum pada tahun 1960’an-1980’an.
132 Lembaran Sejarah, Vol. 10, No. 2, Oktober 2013
meremehkan apa yang telah ditinggalkan, legalisasi batas 12 mil dalam Deklarasi
ataupun dampak negatif yang ditimbulkan. Djuanda oleh UNCLOS.
Dalam tahap ini, pengalaman telah membentuk Penjelasan masa kemerdekaan Indonesia
perilaku secara tidak sadar (unconscious). tidak dapat menjustifikasi karakter pemerintah
Konsentrasi daratan pada kepulauan dan karakter nasional sebagai satu linier,
Indonesia kemudian menyebabkan perairan namun bertingkat. Kesadaran para pakar
menjadi batasan. Tidak saja karena kehidupan yang mewakili karakter pemerintah berada
masyarakat terkondisi untuk habis di ladang, lebih tinggi daripada karakter nasional,
namun juga karena mereka tidak memiliki sebab pada masa pengenalan ‘archipelagic
kesempatan untuk mengarungi laut dan state’, tidak ada antusiasme masyarakat
mengenal kepulauan Indonesia. Hal ini untuk menyambutnya (misalnya media surat
didukung dengan letak Pulau Jawa sebagai kabar). Namun, reaksi justru datang dari luar
pulau utama yang berada pada bagian barat negeri terutama negara maritim besar yang
wilayah kepulauan. Maka, kenyataan ini dapat merasa kebebasan pelayarannya dibatasi.
sedikit menjelaskan mengapa wilayah timur Hal ini seakan menyatakan bahwa kesadaran
kepulauan seakan terabaikan. masyarakat masih terpisah dengan kesadaran
Pasca kemerdekaan, Indonesia sepenuhnya pemerintah.
mandiri untuk mendefinisikan dirinya. Pola karakter pemerintah dan karakter
Kesadaran maritim masa kemerdekaan terlihat nasional Indonesia di atas menjadi
dalam usaha perumusan ‘archipelagic state’ kendala utama apabila Indonesia hendak
dalam Deklarasi Djuanda. Para pakar yang mengembangkan sea power. Berbeda dengan
umumnya terlahir pada masa kolonial memiliki karakter beberapa negara di Eropa Barat ketika
pandangan sedemikian kritis untuk menilai ledakan petualangan menjadi kolektif dan
hukum laut kolonial. Hukum Teritoriale Zee en mempengaruhi pemerintah untuk mendukung
Maritime Kringen Ordonantie (TZMKO) 1939 pelayaran lanjutan. Pola karakter dari bawah
dianggap tidak lagi relevan dengan keadaan ke atas memungkinkan karakter ini tetap terus
dan status Indonesia yang merdeka. terpelihara hingga abad selanjutnya, meskipun
Pada masa kolonial, maritim Hindia Belanda terdapat pergantian rezim secara periodik.
memang tidak lagi menampakkan kejayaannya
seperti masa VOC, namun bukan berarti bahwa Kritik Mahan
masa kolonial kemaritiman sepenuhnya lemah.
Sir Halford J. Mackinder adalah seorang
Perspektif ekonomis kolonial dapat menjadi
ahli geografi Inggris yang secara terbuka
alasan mengapa kolonial masih menggunakan
mengkritik pandangan Mahan. Menurut
TZMKO 1939. Pemerintah kolonial tidak
Mackinder, sejarah dunia tidak hanya
sedemikian terganggu dengan batas 3 mil
terbatas pada pergulatan berkelanjutan
sebab secara ekonomi maupun politik, mereka
untuk mengontrol lautan, namun juga antara
telah mampu mengintegrasikan kepulauan
kekuatan laut dan darat. Dalam pandangan
Hindia Belanda melalui Koninklijk Paketvaart
MacKinder, negara maritim merupakan salah
Maatschappij (KPM). Hal ini didukung dengan
satu fase dalam pergulatan sejarah. Hal ini
konsep maritim tradisional Barat yaitu freedom
didasari oleh perkembangan signifikan dalam
of the sea yang dinilai lebih menguntungkan
bidang transportasi darat dan udara yang akan
dalam bidang ekonomi tanpa menimbulkan
memperkuat land power.
ketegangan dengan eksploitator lain. Konsep
ini pula yang kemudian menjadi penghalang Pemikiran geografis Mackinder populer
pada Perang Dunia II ketika Jerman menjadi
Lillyana Mulya
Postur Maritim Indonesia: Pengukuran Melalui Teori Mahan 133