Anda di halaman 1dari 17

KELEMBAGAAN GERAKAN PRAMUKA DALAM UU NO.

12 TAHUN
2010 TENTANG GERAKAN PRAMUKA

Oleh:
Shanti Dwi Kartika*

Abstract:
UU No. 12 Tahun 2010 tentang Gerakan Pramuka (UU
Gerakan Pramuka) merupakan payung hukum bagi gerakan
pramuka. UU Gerakan Pramuka lahir sebagai respon dari
Pemerintah dan DPR untuk merevitalisasi gerakan pramuka.
Revitalisasi dilakukan karena kondisi gerakan pramuka yang
memprihatinkan, salah satunya keberagaman organisasi
kepanduan yang lahir dari partai politik dan organisasi
kemasyarakatan. Atas dasar itu dilakukan pengkajian
terhadap kelembagaan gerakan pramuka, untuk mengetahui
kelembagaan gerakan pramuka pasca-diundangkannya UU
Gerakan Pramuka dan undang-undang itu diperlukan bagi
kelembagaan gerakan pramuka. Kelembagaan gerakan
pramuka berprinsip pada satu pramuka untuk satu
Indonesia, dengan bentuk kelembagaan plural di bawah
tunggal di atas yang berakar pada falsafah bangsa Bhineka
Tunggal Ika. Keberagaman organisasi kepanduan berada di
tingkat gugus depan dan gugus komunitas, namun
bergabung menjadi satu sebagai gerakan pramuka di tingkat
kwartir nasional dan membawa nama Indonesia di tingkat
regional maupun internasional. Bentuk kelembagaan ini
berimplikasi pada organisasi kepanduan yang berbasis
partai politik. Organisasi kepanduan tersebut harus keluar
dari partai politik dan berdiri sendiri sebagai organisasi
kepanduan karena gerakan pramuka bersifat mandiri,
sukarela dan nonpolitis.

Key words: revitalisasi, pramuka, kelembagaan, organisasi

* Pusat Pengkajian Pengolahan Data dan Informasi Sekretariat Jenderal Dewan Perwakilan
Rakyat Republik Indonesia, Jalan Jenderal Gatot Gubroto Jakarta, email: sh4_dtika@yahoo.co.id

1
BAB I
PENDAHULUAN

I. Latar Belakang
UU No. 12 Tahun 2010 tentang Gerakan Pramuka (UU Gerakan
Pramuka) merupakan payung hukum bagi gerakan pramuka. Gerakan
pramuka di Indonesia selama ini dilaksanakan berdasarkan Keputusan
Presiden Nomor 238 Tahun 1961 tentang Gerakan Pramuka yang diubah
dengan Keputusan Presiden Nomor 57 Tahun 1988 tentang Pengesahan
Anggaran Dasar Gerakan Pramuka, Keputusan Presiden Nomor 34 Tahun
1999 tentang Pengesahan Anggaran Dasar Gerakan Pramuka, dan
Keputusan Presiden Nomor 104 Tahun 2004 tentang Pengesahan
Anggaran Dasar Gerakan Pramuka. Keputusan Presiden ini membuat
beberapa gerakan Pramuka seperti Hizbul Wathon yang bernaung di
bawah Muhammadiyah harus melebur ke Gerakan Pramuka. Kepanduan-
kepanduan partikelir terpaksa tiarap dan baru muncul kembali ketika
Reformasi bergulir pada 1998. Pengaturan ini tidak terdapat dalam
hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia, karena berdasarkan
Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Belum kuatnya landasan
hukum gerakan pramuka ini merupakan salah satu pertimbangan
dibentuknya UU Gerakan Pramuka.
UU Gerakan Pramuka lahir sebagai respon dari Pemerintah dan
DPR untuk merevitalisasi gerakan pramuka. Pembentukan UU Gerakan
Pramuka bermula dari amanah Presiden Republik Indonesia pada tahun
2006, untuk merevitalisasi gerakan pramuka sebagai salah satu pilar
pendidikan generasi muda. Revitalisasi ini mempertimbangkan kondisi
gerakan pramuka saat ini, karena generasi muda semakin tidak tertarik
dengan pramuka, banyak generasi muda yang terlibat tindak kriminalitas
dan menggunakan narkotika dan obat terlarang, serta kegiatan pramuka
tidak mengikuti perkembangan jaman sehingga kurang menarik. Kondisi

2
gerakan pramuka tersebut dinilai sangat memprihatinkan. Kondisi tersebut
dipengaruhi juga oleh meningkatnya krisis moral dan etika, keberagaman
organisasi kepanduan yang lahir dari partai politik dan organisasi
kemasyarakatan, serta belum adanya landasan hukum yang kuat
terhadap gerakan pramuka.
Ini merupakan tantangan bagi generasi muda untuk menghidupkan
kembali gerakan pramuka. Tantangan kepramukaan diklasifikasikan dalam
(dua) kategori, yaitu tantangan dalam mengatasi persoalan sosial
kepemudaan yang ditandai oleh dekadensi moral dan etika, serta
tantangan dalam mengatasi persoalan kebangsaan yang ditandai oleh
mulai lunturnya semangat kebangsaan dan spirit nasionalisme generasi
muda.1 Gerakan pramuka saat ini bisa dikatakan bahwa secara
kelembagaan terpecah-pecah dan kembali ke kepanduan masing-masing.
Hal itu menyebabkan kepramukaan di Indonesia bersifat plural dengan
beberapa lembaga yang bergerak dalam bidang kepramukaan atau
kepanduan, seperti hizbul wathon, gerakan pramuka, pandu keadilan.
Organisasi kepanduan dan kepramukaan tersebut merupakan organisasi
kepemudaan. UU Gerakan Pramuka ini selain untuk revitalisasi,
dimaksudkan juga untuk menggalang kembali persatuan di antara
gerakan kepanduan yang ada di Indonesia. Ini berarti kelembagaan
gerakan pramuka merupakan salah masalah krusial yang akan
mempengaruhi revitalisasi gerakan pramuka.
Lahirnya UU Gerakan Pramuka tersebut perlu dikaji terkait dengan
implementasinya, yaitu mengenai bagaimana kelembagaan gerakan
pramuka pasca-diundangkannya UU No. 12 Tahun 2010 tentang Gerakan
Pramuka dan seberapa urgensinya undang-undang itu diperlukan bagi
kelembagaan gerakan pramuka. Atas dasar itu maka dilakukan pengkajian
untuk mengetahui kelembagaan gerakan pramuka pasca-diundangkannya
UU No. 12 Tahun 2010 tentang Gerakan Pramuka dan mengapa undang-
undang itu diperlukan bagi kelembagaan gerakan pramuka. Kajian ini

1 Resume Lokakarya Pembahasan RUU Kepramukaan, Bogor, 19 Agustus 2011.

3
diharapkan dapat menambah pengetahuan mengenai implementasi UU
Gerakan Pramuka terkait dengan kelembagaannya.

II. Metodologi
Kajian Kelembagaan Gerakan Pramuka dalam UU No. 12 Tahun
2010 ini merupakan kajian yuridis empiris yang bersifat deskriptif kualitatif.
Kajian ini didasarkan pada penelitian terhadap peraturan perundang-
undangan atau hukum tertulis, dengan menggunakan bahan hukum
primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier, yang didukung
dengan data primer yang diperoleh langsung dari masyarakat melalui
rapat dengar pendapat, rapat dengar pendapat umum, rapat tim kerja, dan
uji publik ke daerah.
Data yang diperoleh bersifat kualitatif dan disusun secara
sistematis sesuai dengan permasalahan untuk dianalisis secara kualitatif.
Hasil analisis data dibahas dengan menggunakan pendekatan undang-
undang (statute approach) dan pendekatan konseptual (conceptual
approach). Pendekatan undang-undang (statute approach) dilakukan
dengan menelaah undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut
dengan gerakan pramuka, yang diperlukan untuk mempelajari konsistensi
dan kesesusaian antara suatu undang-undang dengan undang-undang
lainnya atau antara undang-undang dan Undang-Undang Dasar atau
antara regulasi dan undang-undang. Pendekatan konseptual (conceptual
approach) berawal dari konsep kepramukaan dan konsep hukum
sehingga akan melahirkan pemahaman akan kelembagaan gerakan
pramuka yang dapat dijadikan sandaran dalam membangun suatu
argumentasi hukum dalam memecahkan isu kelembagaan gerakan
pramuka. Berdasarkan analisis data dan interpretasi akan diperoleh
kesimpulan yang menggambarkan kelembagaan gerakan pramuka dalam
UU No. 12 Tahun 2010 tentang Gerakan Pramuka.

4
BAB II
KERANGKA PEMIKIRAN

I. Kerangka Konseptual tentang Pramuka


Generasi muda adalah potensi dan penerus cita-cita perjuangan
bangsa yang harus dibina untuk memiliki watak, kepribadian dan pekerti
yang handal dalam rangka mencapai tujuan Negara Kesatuan Republik
Indonesia yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia
yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Generasi muda tersebut agar produktif dibina dan dididik secara
nonformal melalui gerakan kepemudaan, salah satunya gerakan pramuka.
Gerakan Pramuka merupakan gerakan pendidikan nonformal yang
mengutamakan pendidikan nilai dalam rangka pembentukan watak,
kepribadian dan pekerti generasi muda sebagai kader bangsa di masa
depan. Menurut Mansur Asy’arie, gerakan pramuka adalah tempat
berkumpulnya pra dan muka, yang bermakna orang terdepan. 2
Menurut Azrul Azwar, gerakan pramuka adalah gerakan pendidikan,
sebagaimana digagas oleh pendirinya Boden Powel di Eropa. 3 Gerakan
pramuka merupakan wadah pembinaan bagi seluruh warga negara
khususnya anak-anak dan generasi muda, melalui kegiatan yang dinamis
dan mengandung pendidikan. Ibrahim Muhammad mengemukakan bahwa
kepanduan, padanan kepramukaan, berupa taman pendidikan anak dan
remaja yang bermacam agama, ras, bangsa, dengan jalan bermain antara
adik-kakak agar memiliki kepekaan terhadap masalah agama dan cinta
tanah air.4 Gerakan pramuka juga bersifat perkumpulan non-pemerintah,

2 Mansur Asy’arie , “Konsepsi Mendasar Gerakan Pramuka Pengertian, Sifat, Asas, Tujuan dan
Fungsi “, http://reganapoin.wordpress.com/2010/12/07/konsepsi-mendasar-gerakan-pramuka-
pengertian-sifat-asas-tujuan-dan-fungsi/, diakses tanggal 2 November 2011.
3 Resume Lokakarya Pembahasan RUU Kepramukaan, Bogor, 19 Agustus 2011.
4 Mansur Asy’arie , “Konsepsi …..,“ op.cit.

5
bergerak di bidang pendidikan non-formal, dan kelembagaan bersifat non-
politis.
Pramuka merupakan salah satu organisasi kepemudaan yang telah
lama berdiri. Gerakan pramuka lahir ditandai dengan banyaknya
organisasi kepanduan yang berjumlah banyak dan rentan terjadi konflik
yang dapat mengancam integritas bangsa. Menurut Darmanto
Djojodibroto,5 kepramukaan di Indonesia bergerak berdasarkan
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 238 Tahun 1961 tentang
Gerakan Pramuka, yang mulai berlaku pada 20 Mei 1961. Keputusan
Presiden tersebut menyatakan bahwa: penyelenggaraan pendidikan
kepanduan ditugaskan kepada Gerakan Pramuka; pramuka adalah satu-
satunya badan yang diperbolehkan menyelenggarakan pendidikan
kepanduan, dengan Anggaran Dasar organisasi telah disediakan
Pemerintah; dan masyarakat dilarang membentuk perkumpulan yang
menyerupai pramuka.

II. Kerangka Teori


Hukum progresif mengingatkan, bahwa dinamika hukum tidak
kunjung berhenti, oleh karena hukum terus menerus berada pada status
membangun diri, dengan demikian terjadinya perubahan sosial dengan
didukung oleh social engineering by law yang terencana akan
mewujudkan apa yang menjadi tujuan hukum progresif yaitu
kesejahteraan dan kebahagiaan manusia. Hukum berubah seiring dengan
perubahan sosial dalam masyarakat dan berfungsi sebagai sarana
perubahan social (law as a tool of social engineering). Untuk itu, perlu
mendapatkan kehidupan hukum, sehingga menurut Muladi dibutuhkan
predisposisi yaitu menegakkan rule of law dan democracy.6 Ada empat hal
yang harus dipenuhi untuk menegakkan rule of law yaitu: government is

5“Seberapa pentingkah RUU Kepramukaan”, http://cangkang.vivanews.com/liburan/


news/read/177764-seberapa-penting-ruu-pramuka, diakses tanggal 1 April 2011.
6 “Keterpurukan Hukum di Indonesia”, http://cahwatuaji.blogspot.com/, diakses tanggal 22 Maret
2011.

6
under the law, adanya independence of jurisdiction, access to the court of
law, general equal in certain application and same meaning, sedangkan
untuk menegakkan democracy didasarkan pada prinsip-prinsip dasar
demokrasi yaitu: constitutional, check and balance, freedom of media,
judicial independence of precident, control to civil to military, protection to
minoritary.7
Untuk implementasi suatu peraturan perundang-undangan dalam
proses penegakan hukum diperngaruhi oleh faktor-faktor tertentu. Menurut
Soerjono Soekamto, ada 5 (lima) faktor-faktor yang mempengaruhi
penegakan hukum yaitu faktor hukum/produk hukum itu sendiri, faktor
aparat penegak hukum, faktor sarana dan fasilitas yang mendukung
penegakan hukum, faktor masyarakat, dan faktor kebudayaan. 8
Penegakan hukum menurut Lawrence Friedmen, ditentukan secara
akumulatif oleh 3 (tiga) komponen yaitu struktur hukum yang
mendukungnya (structure of law), substansi peraturan (content of law),
budaya hukum (culture of law). Namun ketiga komponen tersebut
dimungkinkan tidak berjalan beriringan karena sistem hukum terus
berubah dan masing-masing unsur berubah dalam kecepatan yang tidak
sama.9
Produk hukum sebagai salah satu faktor dalam penegakan hukum
harus dibentuk dengan memperhatikan hierarki peraturan perundang-
undangan agar harmonis dan sinkron dengan peraturan perundang-
undangan yang telah ada. Hierarki perundang-undangan ini didasarkan
pada stufenbau theory dari Hans Kelsen. Stufenbau theory menyatakan
bahwa hubungan antar-norma yang mengatur pembentukan norma lain
dapat digambarkan sebagai hubungan superordinasi dan subordinat,
norma yang lebih tinggi menentukan pembentukan norma lain sehingga

7 Ibid.
8 Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2004, hal.8.
9 Wishnu Basuki, Hukum Amerika: Sebuah Pengantar, terjemahan dari American Law: An
Introduction by Lawrence M. Friedmen, Jakarta: Tatanusa, 2001, hal. 6-9.

7
melahirkan tatanan hukum sebagai tingkatan-tingkatan dari norma-
norma.10 Teori ini menimbulkan asas hukum peraturan perundang-
undangan di bawah tidak boleh bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan yang berada di atasnya (lex supperiori derogat legi
inferiori).

BAB III

10 Muttaqien, R. 2011. Teori Umum tentang Hukum dan Negara. Terjemahan dari buku Hans
Kelsen. General Theory of Law and State (New York: Russel and Russel, 1971). Bandung: Nusa
Media. 179.

8
ANALISIS

Gerakan pramuka sebagai salah satu wadah pembinaan generasi


muda melalui pendidikan nonformal yang mengutamakan pendidikan nilai.
Pendidikan nilai tersebut memuat nilai-nilai yang bersifat umum dan telah
diterima secara universal serta nilai-nilai yang bersifat khusus, yang di
Indonesia sesuai dengan filosofi bangsa harus berdasarkan Pancasila.
Namun, perubahan lingkungan strategis yang bersifat multidimensi yang
sedang berlangsung saat ini mengakibatkan kepekaan dan solidaritas
sosial, semangat kebangsaan dan kebersamaan, persatuan dan
kesatuan, patriotisme dan idealisme, serta budi pekerti, moral dan etika
generasi muda menurun dengan tajam yang apabila dibiarkan akan
mengancam eksistensi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara.
Saat ini gerakan pramuka mempunyai jumlah anggaota sekitar
16.300.000 (enam belas juta tiga ratus ribu) orang, dengan perincian
sebagai berikut: pramuka siaga sebanyak 7.300.000 (tujuh juta tiga ratus)
anggota, pramuka penggalang sebanyak 7.200.000 (tujuh juta dua ratus)
anggota, pramuka penegak sebanyak 1.600.000 (satu juta enam ratus
ribu) anggota, dan pramuka pandega sebanyak 134.000 (seratus tiga
puluh empat ribu) anggota. 11 Kondisi ini tidak didukung dengan jumlah
pembina pramuka, yang hanya berjumlah 536.908 (lima ratus tiga puluh
enam ribu sembilan ratus delapan) orang. Ini berarti tidak ada
keseimbangan kebutuhan ideal dalam pembinaan seluruh anggota
pramuka di negeri ini.
Selain itu, gerakan pramuka mengalami kondisi yang
memprihatinkan. Kondisi tersebut perlu ditindaklanjuti dengan revitalisasi
gerakan pramuka salah satunya melalui pemberian payung hukum bagi
gerakan pramuka berupa undang-undang. Revitalisasi ini dimaksudkan

11 Pandangan Pemerintah terhadap Rancangan Undang-Undang tentang Kepramukaan,


disampaikan pada Rapat Kerja dengan Komisi X DPR RI, Senin, 26 Juli 2010.

9
dalam rangka pembentukan watak, kepribadian, dan pekerti generasi
muda, yang sangat penting artinya guna menjamin kelangsungan hidup
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, pada hakekatnya merupakan
tanggung jawab negara yang dalam pelaksanaannya harus
mengikutsertakan peran aktif semua pihak, secara terencana dan
berkelanjutan.
Revitalisasi perlu dilakukan dengan memberdayakan gerakan
pramuka secara sistematis, berkelanjutan, dan terencana untuk
meningkatkan peran, fungsi, dan tugas pokok gerakan pramuka, serta
memperkokoh eksistensi kelembagaan gerakan pramuka yang bersatu
dengan gerakan kepanduan lainnya yang ada. Selain itu, sejalan dengan
semangat demokratisasi dan demi kepentingan masyarakat, bangsa dan
negara Indonesia, maka pendidikan nilai-nilai dalam Gerakan Pramuka
dan penyelenggaraan pendidikannya ditetapkan dengan UU Gerakan
Pramuka. Fenomena ini menunjukkan bahwa politik hukum pembentukan
UU Gerakan Pramuka bersifat hukum progresif yang dipengaruhi oleh
perubahan sosial dalam masyarakat sehingga UU Gerakan pramuka
merupakan law as a tool of social engineering.
Gerakan pramuka sebagai pendidikan non-formal dan organisasi
kepemudaan menjadi wadah pengembangan diri generasi muda sebagai
kader bangsa. Pendidikan melalui gerakan pramuka ini merupakan salah
satu upaya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai tujuan
negara yang tertuang dalam konstitusi. Selain itu kepramukaan yang
diselenggarakan oleh gerakan pramuka merupakan wadah pemenuhan
hak asasi manusia berdasarkan Pasal 28C dan Pasal 31 Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD Tahun 1945). Hak
konstitusional dalam pengembangan diri tersebut melahirkan kewajiban
konstitusional bagi negara. Kewajiban konstitusional ini diwujudkan dalam
bentuk upaya penyelenggaraan pendidikan bagi setiap warga negara.
Amanat UUD Tahun 1945 tersebut ditindaklanjuti dengan
pembentukan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1950 tentang Dasar-dasar

10
Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah, kemudian diganti dengan
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, dan diganti lagi menjadi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas). UU Sisdiknas
tersebut sebagai dasar bagi negara untuk menyelenggarakan pendidikan
nacional baik pendidikan formal maupun pendidikan nonformal.
Berdasarkan Pasal 26 ayat (3) UU Sisdiknas, pramuka merupakan jalur
pendidikan nonformal yaitu pendidikan kepemudaan. Dalam Penjelasan
Pasal 26 ayat (3) UU Sisdiknas disebutkan bahwa pramuka merupakan
salah satu jenis pendidikan kepemudaan. Selain itu, pramuka sebagai
generasi muda dilindungi dengan undang-undang berdasarkan Undang-
Undang Nomor 40 Tahun 2009 tentang Kepemudaan (UU Kepemudaan),
namun pengaturan mengenai pramuka dan gerakan pramuka sebagai
organisasi kepemudaan tidak diatur secara spesifik dalam undang-undang
tersebut. Atas dasar itu maka dibentuklah UU Gerakan Pramuka.
Adapun hubungan keterkaitan UU Gerakan Pramuka dengan UU
Sisdiknas yaitu UU Sisdiknas yang mengatur mengenai pendidikan formal
dan nonformal bagi peserta didik perlu pengaturan lebih lanjut untuk
pendidikan nonformal kepemudaan dalam bidang kepramukaan melalui
UU Gerakan Pramuka. UU Gerakan Pramuka ini menitikberatkan pada
pendidikan nonformal untuk menanamkan nilai-nilai bagi generasi muda.
Selain itu Pramuka sebagai pemuda juga tunduk pada UU Kepemudaan,
namun UU Kepemudaan hanya mengatur pemuda yang berusia 16 (enam
belas) sampai dengan 30 (tiga puluh) tahun sedangkan UU Gerakan
Pramuka tidak hanya terbatas pada pemuda saja tetapi warga negara
yang berusia 7 (tujuh) sampai dengan 25 (dua puluh lima) tahun berhak
sebagai peserta didik pramuka, dengan tidak menutup kemungkinan bagi
warga negara yang berusia lebih dari 25 (dua puluh lima) tahun untuk ikut
serta berpartisipasi dalam kepramukaan.
UU Gerakan Pramuka ini diperlukan mengingat gerakan pramuka
sangat memprihatinkan, terjadi penurunan tajam peminatnya, serta tidak

11
ada landasan hukum yang kuat bagi kepramukaan/kepanduan di
Indonesia. Gerakan Pramuka lahir pada tahun 1912, dengan ditandai
dengan gerakan-gerakan kepanduan. Gerakan kepanduan ini tergabung
dalam satu wadah gerakan pramuka melalui Keputusan Presiden Nomor
238 Tahun 1961 tentang Gerakan Pramuka. Menurut sejarah, penyebab
kemerosotan pramuka karena ditunggangi oleh berbagai kepentingan
politik sehingga pramuka tidak lagi bersifat independen dan ditinggalkan
para aktivisnya.12
Fakta tersebut melahirkan ide dominan dari pemerintah untuk
melakukan revitalisasi terhadap gerakan pramuka. Revitalisasi ini juga
merupakan ide dominan dari Dewan Perwakilan Rakyat. Untuk
merevitalisasi gerakan pramuka, DPR berinisiatif membuat undang-
undang yang dapat menjadi payung hukum bagi pramuka di Indonesia
yaitu UU Gerakan Pramuka. Pramuka diharapkan dapat menemukan
eksistensinya kembali, dengan dukungan landasan hukum yang kuat
setingkat undang-undang. Dukungan yuridis terhadap pramuka sebelum
UU Gerakan Pramuka lahir berupa Keputusan Presiden Nomor 238 Tahun
1961 tentang Gerakan Pramuka yang telah mengalami beberapa revisi
dan UU Sisdiknas.
Dengan undang-undang tersebut diharapkan penataan kembali
gerakan pramuka sebagai suatu pilar pendidikan harus dikembalikan lagi
kepada asas-asas dasar yang mulia yang mendasari kelahiran gerakan
pramuka. Jangan lagi pramuka dibawa kepada kepentingan kepada
kelompok-kelompok sesaat yang selama ini pernah memanfaatkan seeara
salah dan tidak proporsional. Pramuka harus menjadi pilar pendidikan
sejati yang memberi perhatian besar kepada pembentukan watak bangsa,
kepribadian, serta akhlak mulia kaum muda.
Berkait dengan itu, muatan serta stuktur penjenjangan pendidikan
pramuka harus direvitalisasi kembali sesuai perkembangan dunia

12 “Mengapa Undang-Undang Kepramukaan Diperlukan”,


http://www.balitbang.depdiknas.go.id/ ?p=233, diakses tanggal 7 Maret 2011.

12
pendidikan di Indonesia. Hal ini menyangkut posisi pramuka di sebelah
mana akan mengisi rongga kosong di tengah aktivitas kependidikan yang
semakin dipadati oleh berbagai agenda kurikuler dan ekstrakurikuler.
Kehadiran pramuka tak pelak harus terwujud kembali dalam bentuknya
yang modern dan melengkapi kekurangan dalam manajemen pengelolaan
pendidikan di era modern. Bukan malah menjadi beban baru yang tak
jelas arah dan tujuannya.
Pada saat pembahasan UU Gerakan Pramuka, terdapat 9
(sembilan) masalah krusial dalam pramuka yang menjadi muatan materi
dalam UU Gerakan Pramuka tersebut. Adapun 9 (sembilan) masalah
krusial tersebut yaitu terkait dengan nomenklatur kepanduan atau
kepramukaan, pendidikan kepramukaan, penyelenggaraan kepramukaan,
musyawarah organisasi, atribut, asosiasi, keuangan, pembinaan, serta
pembubaran dan pembekuan. Salah satu masalah krusial tersebut
berkaitan dengan asosiasi atau kelembagaan.
Prinsip yang dibangun dalam gerakan pramuka adalah satu
pramuka untuk satu Indonesia. Berdasarkan prinsip tersebut,
kelembagaan gerakan pramuka bersifat tunggal di atas plural di bawah.
Prinsip ini berakar pada falsafah bangsa bhineka tunggal ika. Hal ini untuk
menjembatani keberagaman organisasi kepanduan yang ada di Indonesia
yang bernaung dalam satu wadah yaitu Gerakan Pramuka. Adapun
organisasi kepanduan yang ada di Indonesia antara lain Hizbul Wathon,
Pandu Keadilan, Ikatan Pandu Nahdlatul Ulama, Wanadri, dan Hipprada
(Himpunan Pandu dan Pramuka Wreda).
Bentuk kelembagaan Gerakan Pramuka mengacu pada konteks
satu Pramuka untuk satu Indonesia. Prinsip ini untuk menjembatani
pluralisme kepanduan di Indonesia, sehingga mencerminkan bhineka
tunggal ika. Hal itu menunjukkan bahwa Gerakan Pramuka harus
mengakomodasi kemajemukan yang ada di kalangan pemuda di
masyarakat dan gerakan kepanduan yang muncul kembali. Bentuk
kelembagaan gerakan pramuka itu dimaksudkan untuk mengatur

13
bagaimana kemajemukan tersebut dapat ditampung dalam Pramuka, oleh
karena itu kelembagan gerakan pramuka berbentuk plural di bawah
tunggal di atas.
Plural di bawah maksudnya pada tingkat gugus depan bisa
dibentuk gugus depan berbasis satuan pendidikan dan gugus depan
berbasis satuan komunitas. Satuan komunitas dapat dibentuk dalam
tingkatan struktur, tetapi di dalam keluarga besar Pramuka itu sendiri.
Gugus depan komunitas ini setara dengan satuan karya yang selama ini
sudah ada. Gugus depan komunitas juga dapat membuat satuan
komunitas sampai tingkat nasional dan dapat membuat kegiatannya
sendiri dengan tetap berada dalam satu wadah Gerakan Pramuka. Bentuk
kelembagaan tersebut dimaksudkan juga untuk mengakui eksistensi
Hizbul Wathon dan kepanduan lain sebagai pramuka. Keberagaman
organisasi kepanduan berada di tingkat gugus depan dan gugus
komunitas, namun bergabung menjadi satu sebagai gerakan pramuka di
tingkat kwartir nasional dan membawa nama Indonesia di tingkat regional
maupun internasional.
Bentuk kelembagaan ini berimplikasi pada organisasi kepanduan
yang berbasis partai politik. Organisasi kepanduan tersebut harus keluar
dari partai politik dan berdiri sendiri sebagai organisasi kepanduan karena
gerakan pramuka bersifat mandiri, sukarela dan nonpolitis. Oleh karena
itu, UU Gerakan Pramuka ini menegaskan bahwa pramuka secara
organisatoris bersifat independen yaitu mandiri, sukarela, dan nonpolitis.
Ini berarti bahwa gerakan pramuka bukan underbow pemerintah, namun
hal-hal yang dilakukan oleh gerakan pramuka tetap harus diketahui oleh
pemerintah dan pemerintah berwenang melakukan pengawasan terhadap
penyelenggaraan pendidikan kepramukaan. Gerakan pramuka
mempunyai satuan organisasi yang terdiri atas gugus depan dan kwartir.
Ini berarti berdasarkan prinsip tersebut gerakan pramuka sebagai
gerakan pendidikan dan organisasi kepemudaan diharapkan akan dapat
mengakomodasi keberagaman dan kebhinekaan tetap dalam keekaan

14
gerakan pramuka. Berdasarkan kelembagaan tersebut, sesuai dengan
pendapat Azrul Azwar dan Ibrahim Muhammad gerakan pramuka sebagai
gerakan pendidikan adalah gugus depan yang berfungsi sebagai tempat
diselenggarakannya pendidikan kepramukaan. Gerakan Pramuka sebagai
organisasi atau perkumpulan non-pemerintah membantu pendidikan luar
sekolah serta non politis secara kelembagaan.
Bentuk dan sifat kelembagaan ini berimplikasi pada pendanaan
pramuka. Konsekuensinya pendanaan pramuka harus didukung oleh
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Dukungan ini juga perlu
diberikan oleh pejabat terkait di wilayah masing-masing, agar revitalisasi
gerakan pramuka dapat berhasil dan UU Gerakan Pramuka dapat
diimplementasikan terutama terkait dengan kelembagaannya. Ini
disebabkan karena keberhasilan revitalisasi gerakan pramuka ditentukan
oleh organisasi dan manajemen kepramukaan yang kuat dan tepat.

BAB IV
PENUTUP

I. Kesimpulan

15
Politik hukum pembentukan UU Gerakan Pramuka bersifat hukum
progresif yang dipengaruhi oleh perubahan sosial berupa revitalisasi
gerakan pramuka. Berdasarkan politik hukum tersebut, UU Gerakan
bersifat law as a tool of social engineering. UU Gerakan Pramuka ini salah
satunya mengatur kelembagaan. UU Gerakan pramuka ini diperlukan
untuk mempersatukan pramuka dan organisasi kepanduan lainnya dalam
satu wadah Gerakan Pramuka yang mencerminkan kebhinekaan.
Kelembagaan gerakan pramuka dibangun dalam konteks satu pramuka
untuk satu merah putih, dengan prinsip plural di bawah tunggal di atas.
Kelembagaan ini untuk mewadahi keberagaman organisasi kepanduan
yang ada di Indonesia selain pramuka. Pluralisme organisasi kepanduan
berada di tingkat gugus depan berupa gugus depan berbasis satuan
pendidikan dan satuan komunitas. Pluralisme kepanduan dalam gugus
depan tersebut bergabung menjadi satu sebagai gerakan pramuka di
tingkat kwartir nasional dan membawa nama Indonesia di tingkat regional
maupun internasional.

II. Saran
Agar revitalisasi gerakan pramuka dan implementasi UU Gerakan
Pramuka dapat berhasil dan berjalan sesuai dengan tujuan pembentukan
UU Gerakan Pramuka maka perlu mendapat dukungan dari seluruh
elemen masyarakat dan stakeholder. Selain itu, pramuka dan gerakan
kepanduan lainnya perlu menanggalkan egosentrisnya masing-masing
dan bersatu dalam gerakan pramuka secara nasional maupun
international atas nama bangsa Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

“Mengapa Undang-Undang Kepramukaan Diperlukan”, http://www.


balitbang.depdiknas.go.id/?p=233, diakses tanggal 7 Maret 2011.

16
Abbas, M. Amin, dkk, Pedoman Lengkap Gerakan Pramuka, Surabaya:
Halim Jaya, 2008
“Seberapa pentingkah RUU Kepramukaan”, http://cangkang.vivanews.
com/liburan/news/read/177764-seberapa-penting-ruu-pramuka,
diakses tanggal 1 April 2011.
“Keterpurukan Hukum di Indonesia”, http://cahwatuaji.blogspot.com/,
diakses tanggal 22 Maret 2011.
Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan
Hukum, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004.
Wishnu Basuki, Hukum Amerika: Sebuah Pengantar, terjemahan dari
American Law: An Introduction by Lawrence M. Friedmen, Jakarta:
Tatanusa, 2001.
Muttaqien, R. 2011. Teori Umum tentang Hukum dan Negara. Terjemahan
dari buku Hans Kelsen. General Theory of Law and State (New
York: Russel and Russel, 1971). Bandung: Nusa Media.
Pandangan Pemerintah terhadap Rancangan Undang-Undang tentang
Kepramukaan, disampaikan pada Rapat Kerja dengan Komisi X
DPR RI, Senin, 26 Juli 2010.

17

Anda mungkin juga menyukai