Anda di halaman 1dari 6

Kasus 1

Liputan6.com, Solo: Seorang pemuda asal Sumber, Banjarsari, Solo, Jawa Tengah, Rabu (7/7),
dibekuk polisi lantaran diduga kerap memeras di rumah keluarga artis dan pelawak Nunung
“Srimulat”. Pemuda bernama Andi Rismanto alias Ambon yang dikenal sebagai preman
kampung meminta jatah Rp 150 ribu per minggu dengan alasan iuran keamanan.
Saat dimintai keterangan, ia hanya bisa tertunduk lesu. Pemuda bertato ini ditangkap aparat
Kepolisian Sektor Banjarsari, menyusul laporan salah seorang kerabat Nunung. Dari keterangan
saksi, tersangka sering memeras di rumah keluarga tersebut. Jika tidak dituruti, maka pelaku
tidak segan melakukan kekerasan.
Perilaku tersangka pun dianggap meresahkan. Tidak hanya keluarga Nunung “Srimulat” yang
menjadi korban, tapi juga warga lain di kawasan tersebut. Dari pengakuan tersangka, uang yang
diperoleh digunakan untuk membeli rokok dan minuman keras.
Selain menangkap tersangka, polisi menyita barang bukti uang sebesar Rp 20 ribu dan kartu
tanda penduduk milik tersangka. Atas perbuatannya, tersangka dijerat pasal pemerasan dengan
ancaman hukuman maksimal sembilan tahun penjara.(BJK/ANS)
Analisis
Hukum pidana adalah hukum yang mengatur tentang pelanggaran-pelanggaran dan kejahatan-
kejahatan terhadap kepentingan umum serta bagi pelanggarnya diancam dengan hukum yang
berupa suatu penderitaan atau siksaan.
Dari definisi tersebut diatas dapat kita menggolongkan kasus tersebut sebagai kasus pidana
karena perbuatan yang dilakukan Andi Rismanto alias Ambon itu telah mengganggu kepentingan
umum.
Dilihat dari sisi sumber tindakan pada hukum pidana ada 3 macam:
1. Laporan ialah pemberitahuan yang disampaikan oleh seseorang karena hak dan kewajiban
berdasarkan Undang-Undang kepada pejabat yang berwenang tentang telah atausedang atau
diduga akan terjadi peristiwa pidana.
2. Pengaduan ialah pemberitahuan disertai permintaan oleh pihak yang berkepentingan kepada
pejabat yang berwenang untuk menindak menurut hukum seorang telah melakukan tindak pidana
aduan yang merugikannya.
3. Tertangkap tangan ialah tertangkapnya seseorang pada waktu sedang melakukan tindak pidana
atau dengan segera setelah beberapa saat atau diserukan oleh khalayak ramai atau ditemukan
benda yang diduga keras dipergunakan untuk melakukan tindak pidana.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa dalam kasus tersebut dilihat dari sumber tindakan
polisi merupakan pengaduan, karena polisi melakukan tindakan setelah adanya laporaan dari
salah seorang keluarga Nunung “Srimulat”.
Pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana(KUHP) pelaku Andi Rismanto telah melakukan
tindak pidana pemerasan kepada keluarga Nunung dengan cara meminta secara paksa uang Rp
150.000,- setiap minggu. Karena yang melakukan tindak pidana adalah warga Negara Indonesia
dan terjadi di wilayah Indonesia, maka berlaku hukum pidana Indonesia , yang berarti KUHP
(asas teritorialitas).
Pelaku dijerat oleh pasal mengenai pemerasan yang diatur dalam pasal 368 KUHPidana. Dalam
ketentuan Pasal 368 KUHP tindak pidana pemerasan diramuskan dengan rumusan sebagai
berikut :
1. Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan
hukum, memaksa orang lain dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, untuk memberikan
sesuatu barang, yang seluruhnya atau sebagian adalah milik orang lain, atau supaya memberikan
hutang maupun menghapus piutang, diancam, karena pemerasan, dengan pidana penjara paling
lama sembilan tahun.
2. Ketentuan Pasal 365 ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) berlaku dalam tindak pidana ini.
Dalam pasal diatas terdapat unsur-unsur sebagai berikut:
 Unsur obyektif yaitu unsur yang terdapat di luar diri si pelaku tindak pidana, yang meliputi unsur-
unsur:
1. Memaksa .
2. Orang lain.
3. Dengan kekerasan atau ancaman kekerasan.
4. Untuk memberikan atau menyerahkan sesuatu barang (yang seleruhnya atau sebagian kepunyaan
orang lain).
5. Supaya memberi hutang.
6. Untuk menghapus piutang.
 Unsur subyektif, yaitu unsur yang terdapat di dalam diri si pelaku tindak pidana yang meliputi
unsur – unsur :
1. Dengan maksud.
2. Untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain.
Kaitannya dengan kasus diatas pelaku memenuhi semua unsur-unsur di atas, baik yang subjektif
maupun yang obyektif. Pelaku memeras korban setiap minggu dengan cara memaksa untuk
memberikan uang Rp 150.000,-, korban pun terpaksa memenuhi permintaan pelaku. Barang
yang diserahkan adalah uang, yang akhirnya digunakan oleh pelaku untuk membeli rokok dan
minuman keras untuk dirinya sendiri. Artinya, pelaku telah memeras korban untuk
menguntungkan dirinya sendiri.

Kasus 2
TEMPO Interaktif, Mazar-e-Sharif – Tujuh pekerja PBB tewas dibunuh di Mazar-e- Sharif,
Afganistan. Dua di antaranya dipenggal oleh demonstran yang protes pembakaran Al-Quran di
gereja Florida, Amerika Serikat.
Berdasarkan laporan harian The Telegraph, Sabtu (2/4), korban serangan paling keji kepada
pekerja PBB itu termasuk lima petugas keamanan dari Nepal, dan pekerja sipil dari Norwegia,
Swedia, dan Rumania. Dalam peristiwa itu, selain pekerja PBB, empat penduduk lokal juga ikut
terbunuh.
Pejabat PBB kepada Daily Telegraph menyatakan jumlah korban kemungkinan bertambah
hingga 20 orang. Dalam peristiwa itu, beredar kabar bahwa seorang Kepala Asisten Militer PBB
juga ikut terluka. Namun kabar ini belum dapat dipastikan. Penduduk setempat menyatakan
sekitar 2.000 orang demonstran menyerang penjaga keamanan PBB di luar Unama. Demonstran
merampas senjata mereka, lalu menggunakannya untuk menembaki polisi.
Juru bicara Kepolisian menyatakan pendemo memenggal kepala dua penjaga keamanan dan
menembak penjaga lainnya. Mereka kemudian mendorong tembok anti-pelindung ledakan untuk
menjatuhkan menara keamanan lalu membakar gedung.
Para pendemo mulai berkumpul ketika sejumlah pemimpin agama di masjid di pusat kota
mendesak para jemaah meminta PBB mengambil langkah dalam peristiwa pembakaran Al-Quran
yang dilakukan pendeta Wayne Sapp di Gainesville Florida pada 20 Maret 2011 lalu.
Sekretaris Jenderal PBB Ban-Ki-Moon menyatakan tindakan para pendemo itu merupakan
perilaku yang memalukan dan pengecut. Sementara Presiden Amerika Serikat Barrack Obama
mengutuk tindakan itu.
THE TELEGRAPH| AQIDA SWAMURTI
( Tempo-Interaktif: Sabtu, 2 April 2011 | 11.21 WIB )
Analisisnya
Kasus diatas merupakan kasus hukum internasional karena menyangkut warga negara Nepal,
Norwegia, Swedia, dan Rumania yang notabene warga negara asing di Afghanistan dengan
pendemo yang merupakan warga negara Afghanistan itu sendiri.
Pertanyaan yang muncul adalah negara mana yang berhak mengadili perkara tersebut?
Untuk menentukan negara mana yang berhak mengadili suatu perkara internasional,
diciptakanlah asas-asas hukum yang menjelaskan negara yang berhak mengadili suatu perkara
internasional, salah satu asas tersebut adalah asas Yurisdiksi Negara.

1. Prinsip Teritorial :
Prinsip ini lahir dari pendapat bahwa sebuah negara memiliki kewenangan absolut terhadap
orang, benda dan kejadian-kejadian di dalam wilayahnya sehingga dapat menjalankan
yurisdiksinya terhadap siapa saja dalam semua jenis kasus hukum (kecuali dalam hal adanya
kekebalan yurisdiksi seperti yang berlaku kepada para diplomat asing).
2. Asas Nasionalitas :
Atau disebut juga “hubungan fundamental antara individu dengan negaranya”. Dalam hukum
internasional, hubungan antara individu sebagai warga negara dengan negara adalah sebuah hal
yang paling mendasar (fundamental). Sebuah negara dapat menjalankan yurisdiksi kriminal dan
privat terhadap warga negaranya meskipun yang bersangkutan sedang berada di negara lain.
Contoh, di Inggris dalam kasus Joyce v. Director of Public Prosecutions (1946) dan Amerika
Serikat dalam kasus Iran Hostages Crisis (1979-1980). Permasalahan akan timbul dalam hal
penentuan “kewarganegaraan” yang terkadang cukup rumit. Dalam Nottebohm Case (1955) ICJ
memutuskan bahwa dalam menentukan kewarganegaraan seseorang, pengadilan harus
memperhatikan ”genuine connection” yang menunjukkan keterikatan seseorang dengan
penduduk sebuah negara. Prinsip ini dikenal dengan effective nationality ataudominant
nationality.
3. Asas Personalitas Pasif :
Prinsip ini memberikan hak pelaksanaan yurisdiksi kepada sebuah negara untuk menghukum
kejahatan yang dilakukan di luar wilayahnya, oleh pelaku dari warga negara asing, yang
korbannya adalah warga negara dari negara tersebut. Beberapa ahli hukum internasional
menganggap pelaksanaan yurisdiksi ini tidak memiliki dasar yang kuat. Hal ini karena membuat
pelaku dari kejahatan ini untuk tunduk pada sistem hukum lain yang tidak harus dipatuhinya.
Oleh karena itu, beberapa ahli berpendapat bahwa penerapan prinsip ini hanya terbatas pada
kejahatan yang secara umum diakui oleh negera-negara dunia sebagai kejahatan seperti
pembunuhan dan pencurian.
Contoh kesulitan dari pelaksanaan Pasive Personality Principle ini adalah sepertitergambar
dalam peristiwa pembajakan kapal pesiar Achille Lauro (1985) oleh beberapa orang Palestina
yang berakhir diperairan Mesir.
4. Asas Protektif :
Atau biasa juga disebut sebagai yurisdiksi yang timbul berdasarkan adanya kepentingan
keamanan sebuah negara. Dalam banyak sistem hukum mengakui bahwa negara-negara memiliki
yurisdiksi terhadap kejahatan yang dilakukan oleh orang asing, diluar wilayahnya, yang
mengancam keamanan negara tersebut atau mengancam jalannya pemerintahan negara tersebut.
Contoh dari pelaksanaan prinsip ini adalah, kasus United States v. Archer (1943) yang
diputuskan bahwa hukum Amerika dapat menghukum warga negara asing yang melakukan
perjury terhadap diplomat Amerika di luar negeri. Contoh lain, Israel di tahun 1972 membuat
peraturan perundangan yang memberikan yurisdiksi kepada pengadilan Israel untuk mengadili
setiap orang yang melakukan kejahatan di luar negeri yang mengancam keamanan, ekonomi,
transportasi atau komunikasi dari negara Israel.
5. Asas Universal :
Berbeda dengan prinsip-prinsip sebagaimana dibahas diatas, dimana harus ada “hubungan”
antara kejahatan yang dilakukan dengan negara pelaksana yurisdiksi – prinsip universal tidak
membutuhkan hubungan seperti itu. Prinsip ini didasarkan pada fakta bahwa sebuah negara
menjalankan yurisdiksinya karena seseorang berada dalam kekuasaannya (custody), karena
melakukan kejahatan berdasarkan hukum nasional negara lain ataupun kejahatan berdasarkan
hukum internasional. Bila seseorang tersebut melakukan kejahatan berdasarkan hukum nasional
negara lain, maka sebuah negara hanya dapat menjalankan yurisdiksinya bila negara lain tersebut
menolak untuk menjalankan yurisdiksinya. Pelaksanaan yurisdiksi terhadap kejahatan
berdasarkan hukum internasional lebih diterima oleh negara-negara dunia. Hal ini karena
beberapa kejahatan yang diatur dalam hukum internasional dapat mengganggu masyarakat
internasional secara luas.

Menurut saya asas yang paling tepat untuk kasus ini adalah Asas Teritorial, Karena seluruh
rangkaian kejadian kasus ini terjadi di Afganistan, pelaku kasus ini adalah demonstran yang
merupakan warganegara Afganistan, para korban menghembuskan nafas terakhir mereka di
Afganistan, kerugian paling signifikan dirasakan oleh Afganistan (meninggalnya 4 penduduk
lokal, hancurnya fasilitas umum, dan hangusnya gedung-gedung).
Kasus 3
Perkenalan antara Ny.SW dengan calon suaminya GKH di kota S menjadi awal yang baik untuk
terjalinnya cinta diantara mereka. Karena dari perkenalan itu ada cinta yang mulai berbunga-bunga,
maka Ny SW memperkenalkan sang calon kepada kedua ortunya di kota B. Ternyata kedua ortu Ny SW
menerima dengan baik dan sangat senang kepada calon mantu GKH.
Lalu perjalanan cinta berlanjut, kedua ortu Ny SW mengunjungi kediaman ortu si GKH di kota G. Tapi
alangkah kaget, kedua ortu Ny SW mendapati kenyataan bahwa kondisi ekonomi sang calon mantu
sangat memperihatinkan. Tapi, dasar ortu Ny SW orang baik dan bijak, keadaan itu tidak mengganggu
nuraninya untuk tetap merestui hubungan anaknya dengan GKH.
Malahan, untuk mendukung perjalanan hidup anak gadisnya yang semata wayang, kedua ortu Ny.SW
bersedia membangun rumah GKH menjadi layak huni bagi mereka berdua kelak, apalagi calon besan
hanya tinggal ibunya GKH yang sudah tua. Sesudah dibangun dan menghabiskan biaya sampai 600 juta
rupiah, prabotannyapun diisi dari mulai tempat tidur, kursi sofa, kursi makan, lemari pakain, kompor gas
dan sejumlah alat rumah tangga lainnya. Pokoknya, kalau mereka sudah kawin, tinggal masuk dan
menikmati fasilitas yang sudah disediakan.
Lalu tibalah waktunya kawin, dan mereka kawin di sebuah greja di kota S (2006). Tapi, perjalanan cinta
yang diharapkan berbunga-bunga dan akan menghasilkan buah ternyata tidak sesuai harapan. Sang
suami mempunyai perilaku aneh, sang isteri dibiarkan saja tanpa disentuh. Malah kalau malam dia tidur
sama ibunya sendiri. Tidak heran, sang isteri yang malang itu tetap virgin sampai sekarang.
Sudah begitu, cemburunya si GKH sangat besar. Sang isteri tidak boleh bicara sama lelaki lain, padahal
dia jaga toko. Tiap hari harus melayani pembeli yang kebanyakan lelaki. Maka tiap hari pula sang GKH
marah-marah sama si isteri. Tidak hanya sampai di situ perlakuan buruk si suami, bahkan Ny SW tidak
boleh keluar rumah, tidak boleh telepon pakai telepon rumah ke ortunya di kota B, bahkan mandipun
tidak boleh pakai air banyak (maklum disitu kebetulan airnya sulit). Akhirnya Ny SW tidak tahan dan
pulang ke rumah ortunya di kota B.
Lama tidak pulang, GKH mengajukan gugatan cerai terhadap Ny SW di kota B. Ibarat pepatah "pucuk
dicinta ulam tiba", maka gayungpun bersambut. Dalam waktu kurang lebih 2 bulan proses perkara
perceraian telah diputus oleh Pengadilan.
Proses selanjutnya, fihak Ny. SW mengajukan gugatan Harta Gono-gini dan Harta Bawaan di kota G.
Analisis
Hukum perdata adalah ketentuan materiil yang mengatur orang atau individu dengan oraang atau
individu lain.
Dari definisi hukum perdata diatas maka kasus tersebut tergolong kasus perdata karena hanya
melibatkan satu orang individu dengan individu yang lain, lebih tepatnya antara Ny. SW dengan GKH.
Hukum perdata itu sendiri dibagi dalam 4 bagian, yaitu :
1. Hukum perorangan (personenrecht) yang memuat antara lain ;
a. Peraturan-peraturan tentang manusia sebagai subyek hukum.
b. Peraturan-peraturan tentang kecakapan untuk memiliki hak-hak dan untuk bertindak sendiri
melaksanakan hak-haknya itu.
2. Hukum keluarga (familierecht) yang memuat antara lain :
a. Perkawinan beserta hubungan dalam hukum kekayaan antara suami/istri.
b. Hubungan antara orang tua dan anak-anaknya (kekuasaan orang tua atau ouderlijke macht).
c. Perwalian (voogdij)
d. Pengampunan (curatele)
3. Hukum harta kekayaan (vermogensrecht), yang mengatur tentang hubungan-hubungan hukum yang
dapat dinilaikan dengan uang. Meliputi
a. Hak mutlak, yaitu hak-hak yang berlaku terhadap tiap orang
b. Hak perorangan, yaitu hak-hak yang hanya berlaku terhadap seorang atau suatu pihak tertentu saja.
4. Hukum waris (erfrect), yaitu mengatur tentang benda atau kekayaan seseorang jika ia meninggal dunia
(mengatur akibat-akibat dari hubungan keluarga terhadap harta peninggalan seseorang).
Dari penjabaran diatas, kasus tersebut masuk kedalam kasus perdata bagian hukum keluarga
karena mengatur hubungan suami/istri serta harta kekayaan (harta gono gini) yang dimiliki
pasangan tersebut.
Peraturan perundang-undangan yang mengatur masalah perceraian ada di dalam UU No. 1 tahun
1974 tentang perkawinan tepatnya ada di pasal 38 sampai 41. Yang berbunyi:
Pasal 38
Perkawinan dapat putus karena:
a. Kematian,
b. Perceraian dan
c. atas keputusan Pengadilan.
Dalam kasus ini peerkawinan tersebut di putus karena perceraian.
Pasal 39
(1) Perceraian hanya dapat dilakukan di depan Sidang Pengadilan setelah Pengadilan yang
bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.
(2) Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan bahwa antara suami istri itu tidak akan
dapat rukun sebagai suami isteri.
(3) Tata cara perceraian di depan sidang Pengadilan diatur dalam peraturan perundangan tersebut.
Pasal 40
(1) Gugatan perceraian diajukan kepada Pengadilan.
(2) Tata cara mengajukan gugatan tersebut pada ayat (1) pasal ini diatur dalam peraturan
perundangan tersendiri.
Pasal 41
Akibat putusnya perkawinan karena perceraian ialah:
a. Baik ibuatau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya, semata-mata
berdasarkan kepentingan anak, bilamana ada perselisihan mengenai penguasaan anak-anak,
Pengadilan memberi keputusan.
b. Bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan yang diperlukan
anak itu, bilaman bapak dalam kenyataannya tidak dapt memberi kewajiban tersebut pengadilan
dapat menentukan bahwa ikut memikul biaya tersebut.
c. Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya penghidupan
dan/atau menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas isteri.
Harta benda dalam perkaawinan diatur dalam UU No. 1 tahun 1974 pasal 35 sampai 37 yang
berbunyi:
Pasal 35
(1) Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama
(2) Harta bawaan dari masing-masing suami dan isteri dan harta benda yang diperoleh masing-
masing sebagai hadiah atau warisan, adalah di bawah penguasaan masing-masing sepanjang para
pihak tidak menentukan lain.
Pasal 36
(1) Mengenai harta bersama, suami atau isteri dapat bertindak atas persetujuan kedua belah pihak.
(2) Mengenai harta bawaan masing-masing, suami isteri mempunyai hak sepenuhnya untuk
melakukan perbuatan hukum mengenai harta bendanya.
Pasal 37
Bila perkawinan putus karena perceraian, harta benda diatur menurut hukumnya masing-masing.
masalah harta gono gini dalam hukum perdata diatur dalam hukumnya maasing-masing karena
hukum perdata menganut asas pluralisme hukum yaitu:
1. Hukum perdata adat
2. Hukum perdata barat
3. Hukum perdata islam
Jadi tergantung pasangan tersebut menganut hukum mana, atau jika pasangan tersebut berasal dari
golongan yang berbeda maka digunakan hukum intergentil.
Hukum intergentil itu sendri adalah ilmu hukum yang menetapkan aturan untuk menentukan
hukum dan pengadilan mana yang dipakai untuk menyelesaikan sengketa antara pihak-pihak dari
sistem atau wilayah hukum yang berbeda.

Anda mungkin juga menyukai