Anda di halaman 1dari 8

3.

CONTOH - CONTOH KASUS DAN ANALISINYA

Kasus 1
Liputan6.com, Solo: Seorang pemuda asal Sumber, Banjarsari, Solo, Jawa Tengah,
Rabu (7/7), dibekuk polisi lantaran diduga kerap memeras di rumah keluarga artis dan
pelawak Nunung “Srimulat”. Pemuda bernama Andi Rismanto alias Ambon yang dikenal
sebagai preman kampung meminta jatah Rp 150 ribu per minggu dengan alasan iuran
keamanan.
Saat dimintai keterangan, ia hanya bisa tertunduk lesu. Pemuda bertato ini ditangkap
aparat Kepolisian Sektor Banjarsari, menyusul laporan salah seorang kerabat Nunung. Dari
keterangan saksi, tersangka sering memeras di rumah keluarga tersebut. Jika tidak dituruti,
maka pelaku tidak segan melakukan kekerasan.
Perilaku tersangka pun dianggap meresahkan. Tidak hanya keluarga Nunung “Srimulat”
yang menjadi korban, tapi juga warga lain di kawasan tersebut. Dari pengakuan tersangka,
uang yang diperoleh digunakan untuk membeli rokok dan minuman keras.
Selain menangkap tersangka, polisi menyita barang bukti uang sebesar Rp 20 ribu dan
kartu tanda penduduk milik tersangka. Atas perbuatannya, tersangka dijerat pasal
pemerasan dengan ancaman hukuman maksimal sembilan tahun penjara.

Analisis
Hukum pidana adalah hukum yang mengatur tentang pelanggaran-pelanggaran dan
kejahatan-kejahatan terhadap kepentingan umum serta bagi pelanggarnya diancam dengan
hukum yang berupa suatu penderitaan atau siksaan.
Dari definisi tersebut diatas dapat kita menggolongkan kasus tersebut sebagai kasus pidana
karena perbuatan yang dilakukan Andi Rismanto alias Ambon itu telah mengganggu
kepentingan umum.
Dilihat dari sisi sumber tindakan pada hukum pidana ada 3 macam:
1. Laporan ialah pemberitahuan yang disampaikan oleh seseorang karena hak dan
kewajiban berdasarkan Undang-Undang kepada pejabat yang berwenang tentang telah
atausedang atau diduga akan terjadi peristiwa pidana.
2. Pengaduan ialah pemberitahuan disertai permintaan oleh pihak yang berkepentingan
kepada pejabat yang berwenang untuk menindak menurut hukum seorang telah
melakukan tindak pidana aduan yang merugikannya.
3. Tertangkap tangan ialah tertangkapnya seseorang pada waktu sedang melakukan
tindak pidana atau dengan segera setelah beberapa saat atau diserukan oleh khalayak
ramai atau ditemukan benda yang diduga keras dipergunakan untuk melakukan tindak
pidana.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa dalam kasus tersebut dilihat dari sumber
tindakan polisi merupakan pengaduan, karena polisi melakukan tindakan setelah adanya
laporaan dari salah seorang keluarga Nunung “Srimulat”.
Pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana(KUHP) pelaku Andi Rismanto telah
melakukan tindak pidana pemerasan kepada keluarga Nunung dengan cara meminta secara
paksa uang Rp 150.000,- setiap minggu. Karena yang melakukan tindak pidana adalah
warga Negara Indonesia dan terjadi di wilayah Indonesia, maka berlaku hukum pidana
Indonesia , yang berarti KUHP (asas teritorialitas).
Pelaku dijerat oleh pasal mengenai pemerasan yang diatur dalam pasal 368 KUHPidana.
Dalam ketentuan Pasal 368 KUHP tindak pidana pemerasan diramuskan dengan rumusan
sebagai berikut :

1. Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain
secara melawan hukum, memaksa orang lain dengan kekerasan atau ancaman
kekerasan, untuk memberikan sesuatu barang, yang seluruhnya atau sebagian
adalah milik orang lain, atau supaya memberikan hutang maupun menghapus
piutang, diancam, karena pemerasan, dengan pidana penjara paling lama sembilan
tahun.
2. Ketentuan Pasal 365 ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) berlaku dalam tindak pidana ini.

Dalam pasal diatas terdapat unsur-unsur sebagai berikut:


 Unsur obyektif yaitu unsur yang terdapat di luar diri si pelaku tindak pidana, yang
meliputi unsur-unsur:
1. Memaksa
2. Orang lain
3. Dengan kekerasan atau ancaman kekerasan
4. Untuk memberikan atau menyerahkan sesuatu barang (yang seleruhnya
atau sebagian kepunyaan orang lain)
5. Supaya memberi hutang
6. Untuk menghapus piutang
 Unsur subyektif, yaitu unsur yang terdapat di dalam diri si pelaku tindak pidana yang
meliputi unsur – unsur :
1. Dengan maksud.
2. Untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain.

Kaitannya dengan kasus diatas pelaku memenuhi semua unsur-unsur di atas, baik yang
subjektif maupun yang obyektif. Pelaku memeras korban setiap minggu dengan cara
memaksa untuk memberikan uang Rp 150.000,-, korban pun terpaksa memenuhi
permintaan pelaku. Barang yang diserahkan adalah uang, yang akhirnya digunakan oleh
pelaku untuk membeli rokok dan minuman keras untuk dirinya sendiri. Artinya, pelaku
telah memeras korban untuk menguntungkan dirinya sendiri.
Kasus 2
TEMPO Interaktif, Mazar-e-Sharif – Tujuh pekerja PBB tewas dibunuh di Mazar-e-
Sharif, Afganistan. Dua di antaranya dipenggal oleh demonstran yang protes pembakaran
Al-Quran di gereja Florida, Amerika Serikat.
Berdasarkan laporan harian The Telegraph, Sabtu (2/4), korban serangan paling keji
kepada pekerja PBB itu termasuk lima petugas keamanan dari Nepal, dan pekerja sipil dari
Norwegia, Swedia, dan Rumania. Dalam peristiwa itu, selain pekerja PBB, empat
penduduk lokal juga ikut terbunuh.
Pejabat PBB kepada Daily Telegraph menyatakan jumlah korban kemungkinan
bertambah hingga 20 orang. Dalam peristiwa itu, beredar kabar bahwa seorang Kepala
Asisten Militer PBB juga ikut terluka. Namun kabar ini belum dapat dipastikan. Penduduk
setempat menyatakan sekitar 2.000 orang demonstran menyerang penjaga keamanan PBB
di luar Unama. Demonstran merampas senjata mereka, lalu menggunakannya untuk
menembaki polisi.
Juru bicara Kepolisian menyatakan pendemo memenggal kepala dua penjaga
keamanan dan menembak penjaga lainnya. Mereka kemudian mendorong tembok
anti-pelindung ledakan untuk menjatuhkan menara keamanan lalu membakar gedung.
Para pendemo mulai berkumpul ketika sejumlah pemimpin agama di masjid di pusat kota
mendesak para jemaah meminta PBB mengambil langkah dalam peristiwa pembakaran
Al-Quran yang dilakukan pendeta Wayne Sapp di Gainesville Florida pada 20 Maret 2011
lalu.
Sekretaris Jenderal PBB Ban-Ki-Moon menyatakan tindakan para pendemo itu merupakan
perilaku yang memalukan dan pengecut. Sementara Presiden Amerika Serikat Barrack
Obama mengutuk tindakan itu.

Analisisnya
Kasus diatas merupakan kasus hukum internasional karena menyangkut warga negara
Nepal, Norwegia, Swedia, dan Rumania yang notabene warga negara asing di Afghanistan
dengan pendemo yang merupakan warga negara Afghanistan itu sendiri.
Pertanyaan yang muncul adalah negara mana yang berhak mengadili perkara tersebut?
Untuk menentukan negara mana yang berhak mengadili suatu perkara internasional,
diciptakanlah asas-asas hukum yang menjelaskan negara yang berhak mengadili suatu
perkara internasional, salah satu asas tersebut adalah asas Yurisdiksi Negara.

1. Prinsip Teritorial :
Prinsip ini lahir dari pendapat bahwa sebuah negara memiliki kewenangan absolut terhadap
orang, benda dan kejadian-kejadian di dalam wilayahnya sehingga dapat menjalankan
yurisdiksinya terhadap siapa saja dalam semua jenis kasus hukum (kecuali dalam hal
adanya kekebalan yurisdiksi seperti yang berlaku kepada para diplomat asing).
2. Asas Nasionalitas :
Atau disebut juga “hubungan fundamental antara individu dengan negaranya”. Dalam
hukum internasional, hubungan antara individu sebagai warga negara dengan negara
adalah sebuah hal yang paling mendasar (fundamental). Sebuah negara dapat menjalankan
yurisdiksi kriminal dan privat terhadap warga negaranya meskipun yang bersangkutan
sedang berada di negara lain. Contoh, di Inggris dalam kasus Joyce v. Director of Public
Prosecutions (1946) dan Amerika Serikat dalam kasus Iran Hostages Crisis (1979-1980).
Permasalahan akan timbul dalam hal penentuan “kewarganegaraan” yang terkadang cukup
rumit. Dalam Nottebohm Case (1955) ICJ memutuskan bahwa dalam menentukan
kewarganegaraan seseorang, pengadilan harus memperhatikan ”genuine connection” yang
menunjukkan keterikatan seseorang dengan penduduk sebuah negara. Prinsip ini dikenal
dengan effective nationality atau dominant nationality.
3. Asas Personalitas Pasif :
Prinsip ini memberikan hak pelaksanaan yurisdiksi kepada sebuah negara untuk
menghukum kejahatan yang dilakukan di luar wilayahnya, oleh pelaku dari warga negara
asing, yang korbannya adalah warga negara dari negara tersebut. Beberapa ahli hukum
internasional menganggap pelaksanaan yurisdiksi ini tidak memiliki dasar yang kuat. Hal
ini karena membuat pelaku dari kejahatan ini untuk tunduk pada sistem hukum lain yang
tidak harus dipatuhinya. Oleh karena itu, beberapa ahli berpendapat bahwa penerapan
prinsip ini hanya terbatas pada kejahatan yang secara umum diakui oleh negera-negara
dunia sebagai kejahatan seperti pembunuhan dan pencurian.
Contoh kesulitan dari pelaksanaan Pasive Personality Principle ini adalah
seperti tergambar dalam peristiwa pembajakan kapal pesiar Achille Lauro (1985) oleh
beberapa orang Palestina yang berakhir diperairan Mesir.

4. Asas Protektif :
Atau biasa juga disebut sebagai yurisdiksi yang timbul berdasarkan adanya
kepentingan keamanan sebuah negara. Dalam banyak sistem hukum mengakui bahwa
negara-negara memiliki yurisdiksi terhadap kejahatan yang dilakukan oleh orang asing,
diluar wilayahnya, yang mengancam keamanan negara tersebut atau mengancam jalannya
pemerintahan negara tersebut. Contoh dari pelaksanaan prinsip ini adalah, kasus United
States v. Archer (1943) yang diputuskan bahwa hukum Amerika dapat menghukum warga
negara asing yang melakukan perjury terhadap diplomat Amerika di luar negeri. Contoh
lain, Israel di tahun 1972 membuat peraturan perundangan yang memberikan yurisdiksi
kepada pengadilan Israel untuk mengadili setiap orang yang melakukan kejahatan di luar
negeri yang mengancam keamanan, ekonomi, transportasi atau komunikasi dari negara
Israel.
5. Asas Universal :
Berbeda dengan prinsip-prinsip sebagaimana dibahas diatas, dimana harus ada
“hubungan” antara kejahatan yang dilakukan dengan negara pelaksana yurisdiksi – prinsip
universal tidak membutuhkan hubungan seperti itu. Prinsip ini didasarkan pada fakta
bahwa sebuah negara menjalankan yurisdiksinya karena seseorang berada dalam
kekuasaannya (custody), karena melakukan kejahatan berdasarkan hukum nasional negara
lain ataupun kejahatan berdasarkan hukum internasional. Bila seseorang tersebut
melakukan kejahatan berdasarkan hukum nasional negara lain, maka sebuah negara hanya
dapat menjalankan yurisdiksinya bila negara lain tersebut menolak untuk menjalankan
yurisdiksinya. Pelaksanaan yurisdiksi terhadap kejahatan berdasarkan hukum internasional
lebih diterima oleh negara-negara dunia. Hal ini karena beberapa kejahatan yang diatur
dalam hukum internasional dapat mengganggu masyarakat internasional secara luas.

Menurut saya asas yang paling tepat untuk kasus ini adalah Asas Teritorial, Karena
seluruh rangkaian kejadian kasus ini terjadi di Afganistan, pelaku kasus ini adalah
demonstran yang merupakan warganegara Afganistan, para korban menghembuskan nafas
terakhir mereka di Afganistan, kerugian paling signifikan dirasakan oleh Afganistan
(meninggalnya 4 penduduk lokal, hancurnya fasilitas umum, dan hangusnya
gedung-gedung).

Kasus 3
Perkenalan antara Ny.SW dengan calon suaminya GKH di kota S menjadi awal yang
baik untuk terjalinnya cinta diantara mereka. Karena dari perkenalan itu ada cinta yang
mulai berbunga-bunga, maka Ny SW memperkenalkan sang calon kepada kedua ortunya di
kota B. Ternyata kedua ortu Ny SW menerima dengan baik dan sangat senang kepada
calon mantu GKH.
Lalu perjalanan cinta berlanjut, kedua ortu Ny SW mengunjungi kediaman ortu si
GKH di kota G. Tapi alangkah kaget, kedua ortu Ny SW mendapati kenyataan bahwa
kondisi ekonomi sang calon mantu sangat memperihatinkan. Tapi, dasar ortu Ny SW orang
baik dan bijak, keadaan itu tidak mengganggu nuraninya untuk tetap merestui hubungan
anaknya dengan GKH.
Malahan, untuk mendukung perjalanan hidup anak gadisnya yang semata wayang,
kedua ortu Ny.SW bersedia membangun rumah GKH menjadi layak huni bagi mereka
berdua kelak, apalagi calon besan hanya tinggal ibunya GKH yang sudah tua. Sesudah
dibangun dan menghabiskan biaya sampai 600 juta rupiah, prabotannyapun diisi dari mulai
tempat tidur, kursi sofa, kursi makan, lemari pakain, kompor gas dan sejumlah alat rumah
tangga lainnya. Pokoknya, kalau mereka sudah kawin, tinggal masuk dan menikmati
fasilitas yang sudah disediakan.
Lalu tibalah waktunya kawin, dan mereka kawin di sebuah greja di kota S (2006). Tapi,
perjalanan cinta yang diharapkan berbunga-bunga dan akan menghasilkan buah ternyata
tidak sesuai harapan. Sang suami mempunyai perilaku aneh, sang isteri dibiarkan saja
tanpa disentuh. Malah kalau malam dia tidur sama ibunya sendiri. Tidak heran, sang isteri
yang malang itu tetap virgin sampai sekarang.
Sudah begitu, cemburunya si GKH sangat besar. Sang isteri tidak boleh bicara sama
lelaki lain, padahal dia jaga toko. Tiap hari harus melayani pembeli yang kebanyakan lelaki.
Maka tiap hari pula sang GKH marah-marah sama si isteri. Tidak hanya sampai di situ
perlakuan buruk si suami, bahkan Ny SW tidak boleh keluar rumah, tidak boleh telepon
pakai telepon rumah ke ortunya di kota B, bahkan mandipun tidak boleh pakai air banyak
(maklum disitu kebetulan airnya sulit). Akhirnya Ny SW tidak tahan dan pulang ke rumah
ortunya di kota B.
Lama tidak pulang, GKH mengajukan gugatan cerai terhadap Ny SW di kota B. Ibarat
pepatah "pucuk dicinta ulam tiba", maka gayungpun bersambut. Dalam waktu kurang lebih
2 bulan proses perkara perceraian telah diputus oleh Pengadilan.
Proses selanjutnya, fihak Ny. SW mengajukan gugatan Harta Gono-gini dan Harta
Bawaan di kota G.

Analisis
Hukum perdata adalah ketentuan materiil yang mengatur orang atau individu dengan
oraang atau individu lain.
Dari definisi hukum perdata diatas maka kasus tersebut tergolong kasus perdata karena
hanya melibatkan satu orang individu dengan individu yang lain, lebih tepatnya antara Ny.
SW dengan GKH.
Hukum perdata itu sendiri dibagi dalam 4 bagian, yaitu :
1. Hukum perorangan (personenrecht) yang memuat antara lain ;
a. Peraturan-peraturan tentang manusia sebagai subyek hukum.
b. Peraturan-peraturan tentang kecakapan untuk memiliki hak-hak
dan untuk bertindak sendiri melaksanakan hak-haknya itu.
2. Hukum keluarga (familierecht) yang memuat antara lain :
a. Perkawinan beserta hubungan dalam hukum kekayaan antara
suami/istri.
b. Hubungan antara orang tua dan anak-anaknya (kekuasaan orang
tua atau ouderlijke macht).
c. Perwalian (voogdij)
d. Pengampunan (curatele)
3. Hukum harta kekayaan (vermogensrecht), yang mengatur tentang hubungan-hubungan
hukum yang dapat dinilaikan dengan uang. Meliputi
a. Hak mutlak, yaitu hak-hak yang berlaku terhadap tiap orang
b. Hak perorangan, yaitu hak-hak yang hanya berlaku terhadap
seorang atau suatu pihak tertentu saja.
4. Hukum waris (erfrect), yaitu mengatur tentang benda atau kekayaan seseorang jika ia
meninggal dunia (mengatur akibat-akibat dari hubungan keluarga terhadap harta
peninggalan seseorang).

Dari penjabaran diatas, kasus tersebut masuk kedalam kasus perdata bagian hukum
keluarga karena mengatur hubungan suami/istri serta harta kekayaan (harta gono gini) yang
dimiliki pasangan tersebut.
Peraturan perundang-undangan yang mengatur masalah perceraian ada di dalam UU No. 1
tahun 1974 tentang perkawinan tepatnya ada di pasal 38 sampai 41. Yang berbunyi:
Pasal 38
Perkawinan dapat putus karena:
a. Kematian,
b. Perceraian dan
c. atas keputusan Pengadilan.
Dalam kasus ini peerkawinan tersebut di putus karena perceraian.
Pasal 39
(1) Perceraian hanya dapat dilakukan di depan Sidang Pengadilan setelah Pengadilan yang
bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.
(2) Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan bahwa antara suami istri itu tidak
akan dapat rukun sebagai suami isteri.
(3) Tata cara perceraian di depan sidang Pengadilan diatur dalam peraturan perundangan
tersebut.
Pasal 40
(1) Gugatan perceraian diajukan kepada Pengadilan.
(2) Tata cara mengajukan gugatan tersebut pada ayat (1) pasal ini diatur dalam peraturan
perundangan tersendiri.
Pasal 41
Akibat putusnya perkawinan karena perceraian ialah:
a. Baik ibuatau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya,
semata-mata berdasarkan kepentingan anak, bilamana ada perselisihan mengenai
penguasaan anak-anak, Pengadilan memberi keputusan.
b. Bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan yang
diperlukan anak itu, bilaman bapak dalam kenyataannya tidak dapt memberi kewajiban
tersebut pengadilan dapat menentukan bahwa ikut memikul biaya tersebut.
c. Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya
penghidupan dan/atau menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas isteri.
Harta benda dalam perkaawinan diatur dalam UU No. 1 tahun 1974 pasal 35 sampai 37
yang berbunyi:
Pasal 35
(1) Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama
(2) Harta bawaan dari masing-masing suami dan isteri dan harta benda yang diperoleh
masing-masing sebagai hadiah atau warisan, adalah di bawah penguasaan masing-masing
sepanjang para pihak tidak menentukan lain.
Pasal 36
(1) Mengenai harta bersama, suami atau isteri dapat bertindak atas persetujuan kedua belah
pihak.
(2) Mengenai harta bawaan masing-masing, suami isteri mempunyai hak sepenuhnya untuk
melakukan perbuatan hukum mengenai harta bendanya.

Pasal 37
Bila perkawinan putus karena perceraian, harta benda diatur menurut hukumnya
masing-masing.
masalah harta gono gini dalam hukum perdata diatur dalam hukumnya maasing-masing
karena hukum perdata menganut asas pluralisme hukum yaitu:
1. Hukum perdata adat
2. Hukum perdata barat
3. Hukum perdata islam
Jadi tergantung pasangan tersebut menganut hukum mana, atau jika pasangan tersebut
berasal dari golongan yang berbeda maka digunakan hukum intergentil.
Hukum intergentil itu sendri adalah ilmu hukum yang menetapkan aturan untuk
menentukan hukum dan pengadilan mana yang dipakai untuk menyelesaikan sengketa
antara pihak-pihak dari sistem atau wilayah hukum yang berbeda.

Anda mungkin juga menyukai