Anda di halaman 1dari 4

Perspektif Liberalisme Dalam Teori Hubungan Internasional

Hubungan internasional merupakan sebuah studi yang berdiri atas berbagai macam teori. Teori
pada hubungan internasional tersebut digunakan sebagai dasar atau landasan dalam mempelajari
studi hubungan internasional itu sendiri (Dugis, 2014). Salah satu teori besar dalam studi
hubungan internasional adalah liberalisme. Sebagai teori terbesar kedua dalam studi hubungan
internasional, liberalisme telah banyak memberikan pemikirannya dalam perkembangan
hubungan internasional (Wardhani, 2014).

Terdapat beberapa pengertian tentang liberalisme. Pertama, liberalisme diartikan sebagai sebuah
ideologi yang mana menjunjung tinggi kebebasan individu, disamping itu liberalisme juga
diartikan sebagai sebuah teori dari pemerintah, yang berusaha untuk memberikan ketertiban dan
keadilan dalam masyarakat tertentu (Dunne, 2001). Lebih lanjut lagi, Jackson and Sorensen
(1999) menyatakan bahwa liberalisme adalah suatu perspektif yang memiliki pandangan positif
tentang sifat manusia. Clark (1989) dalam Dunne (2001) mengatakan bahwa liberalisme dikenal
sebagai paham optimisme. Sedangkan Wardhani (2014) dalam penjelasannya menyatakan bahwa
liberalisme adalah perspektif dalam hubungan internasional yang berfokus pada permasalahan
international peace dan human rights. Tokoh dari liberalisme ini antara lain Woodrow Wilson
dan Norman Angell.

Liberalisme sebagai suatu perspektif berawal dari John Locke di abad ke tujuh belas yang
melihat perkembangan negara-negara dalam menjamin kebebasan tiap individu (Jackson and
Sorensen, 1999). Namun, apabila dipandang sebagai perspektif keilmuan, liberalisme baru
muncul pada awal abad kedua puluh, sebagai adanya rasa trauma atas terjadinya perang dunia
(Wardhani, 2014). Hoffman (1987) dalam Dunne (2001) mengatakan bahwa esensi dari
liberalisme adalah pengendalian diri, moderasi, kompromi dan perdamaian. Terdapat tiga asumsi
dasar dari liberalisme antara lain yang pertama pandangan positif tentang sifat manusia, yang
kedua keyakinan bahwa hubungan internasional dapat bersifat kooperatif daripada konfliktual,
dan yang ketiga percaya terhadap kemajuan (Jackson and Sorensen, 1999). Liberalisme sendiri
memiliki beberapa karakteristik yang membedakannya dengan perspektif lain, yaitu yang
pertama pandangan positif pada human nature, kedua, percaya bahwa sejarah bisa dirubah dan
mampu memberikan progres dari sejarah, ketiga berfokus pada tatanan politik internasional
maupaun politik domestik, yang artinya kaum liberal menganggap kedudukan politik
internasional dan politik domestik adalah sama penting, keempat memiliki klaim bahwa
ketergantungan ekonomi antarnegara akan dapat mengurangi atau bahkan mencegah terjadinya
peperangan, dan yang kelima menekankan pada efek positif dalam hubungan internasional
(Wardhani, 2014). Para kaum liberal memiliki keyakinan besar terhadap akal pikiran manusia
dan mereka yakin bahwa prinsip-prinsip rasional dapat dipakai pada masalah-masalah
internasional. Kaum liberal melihat sistem internasional berkembang dalam sistem anarki, dan
mengakui bahwa individu selalu mementingkan diri sendiri dan bersaing terhadap suatu hal,
namun mereka juga percaya bahwa individu-individu memiliki banyak kepentingan dan dengan
demikian dapat terlibat dalam aksi sosial yang kolaboratif dan kooperatif baik domestik maupun
internasional. Hal tersebut didasarkan pada pandangan liberal terhadap manusia dan masyarakat
manusia, bahwa manusia adalah rasional, menempatkan kebebasan individu di atas segalanya,
berpandangan positif terhadap karakteristik manusia, yakin terhadap kemajuan, dan menentang
pembagian antara wilayah domestik dan internasional serta manusia memiliki kemampuan untuk
membentuk organisasi internasional bagi keuntungan semua pihak (Jackson and Sorensen,
1999). Dalam perspektifnya, liberalis tidak hanya menganggap negara sebagai satuan tertinggi
dalam hubungan internasional yang digunakan untuk merepresentasikan power dari suatu negara,
namun lebih jauh lagi liberalis melihat negara dapat bersatu melalui kerjasama dengan negara
lain untuk menciptakan suatu perdamaian di dunia. Hal tersebut berasal dari pemikirannya yaitu
pendekatan ketergantungan yang menyatakan bahwa pada dasarnya masyarakat suatu negara
merupakan bagian dari masyarakat global yang terhubung melalui beberapa hubungan
transgovermental dan channels (Wardhani, 2014).

Dalam perspektif liberalisme, aktor dalam hubungan antarnegara bukan hanya sebatas negara,
namun liberalisme juga menganggap pentingnya keberadaan aktor lain seperti aktor non-negara
dalam proses hubungan antarnegara. Tidak seperti realisme, Liberalisme mengedepankan proses
kerjasama antar aktor dalam proses pemenuhan kebutuhan tiap negara. Liberal melihat bahwa
pada dasarnya setiap negara dalam dunia internasional memiliki keterbatasan dalam proses
pemenuhan kebutuhan masyarakatnya, oleh karenanya diperlukan aktor lain untuk proses
menutupi keterbatasan yang dimiliki oleh suatu negara. Liberalisme menganggap kerjasama
merupakan suatu hal yang penting dalam hubungan antarnegara dan menganggap peperangan
sebagai suatu hal yang tidak memiliki keuntungan (Wardhani, 2014). Dalam hubungan
internasional, liberalisme menganggap adanya integrasi regional, institusi multilateral, dan
kerjasama dalam sistem anarki merupakan hal yang penting. Hal itu terjadi, karena menurut
kaum liberal, kerjasama dalam sistem anarki dan integrasi regional dapat mencegah terjadinya
peperangan antarnegara, karena ketika satu negara melakukan integrasi dan kerjasama dengan
negara lain, maka negara-negara tersebut akan saling mengetahui karakteristik masing-masing
negara dan tidak akan terjadi peperangan diantara keduanya. Hal ini diasumsikan dengan sifat
manusia yang apabila terdapat dua manusia yang saling mengetahui karakteristik satu sama lain,
maka akan sangat kecil kemungkinan kedua manusia tersebut untuk berkelahi (Wardhani, 2014).

Terdapat tiga bentuk dari liberalisme, yaitu liberal institusionalisme, liberal internationalisme
dan idealisme (Dunne, 2001). Pertama liberal institusionalisme. Pemikiran-pemikiran liberal
institusionalisme adalah pentingnya pruralisme aktor dalam hubungan internasional seperti
MNCs, IGOs, dan NGOs, yang menganggap peran serta aktor non-negara dalam hubungan
antarnegara adalah suatu hal yang penting, serta menekankan pentingnya adanya suatu bentuk
interaksi baru antarnegara seperti integrasi dan kerjasama. Integrasi dan kerjasama transnasional
merupakan hal yang diperlukan karena setiap negara memiliki kekurangan dan keterbatasan,
sehingga dalam menghindari keterbatasan tersebut suatu negara melakukan kerjasama dengan
negara lain. Liberal institusionalisme mengharapkan dalam setiap kerjasama dalam satu bidang
dapat menjadi berkembang menjadi sebuah kerjasama dalam banyak bidang. Kedua liberal
internasionalisme. Liberal internasionalisme berfokus pada ketergantungan ekonomi antar
negara. Liberal internasionalisme menganggap kapitalisme adalah sesuatu yang menguntungkan
bagi semua pihak. Inti dari liberal ini adalah menekankan kerjasama ekonomi bagi
kemashlahatan manusia. Ketiga, idealisme. Kaum idealis memiliki anggapan bahwa perdamaian
di dunia bukan merupakan sesuatu yang terjadi secara natural, namun perdamaian adalah sesuatu
yang harus diperjuangkan melalui proses collective security. Idealisme menekankan penggunaan
sistem yang sama pada politik internasional dan politik domestic (Wardhani, 2014). Selain itu,
Idealisme juga menyatakan pentingnya sebuah perdamaian di dunia dalam rangka penciptaan
dunia yang lebih baik, serta pentingnya keterlibatan suatu negara dalam organisasi internasional
(Jackson and Sorensen, 1999).

Liberalisme telah menjadi suatu paham yang besar dengan perannya dalam pembuatan serta
penentuan-penentuan hal-hal besar dalam hubungan internasional. Pada abad ke dua puluh
pemikiran-pemikiran kaum liberal berperan besar dalam pembuatan berbagai kebijakan yang
menyangkut hubungan internasional, Misalnya seperti perannya dalam pembuatan berbagai
kebijakan dalam hubungan internasional dalam LBB dan PBB (Dunne, 2001). Liberalisme dalam
memberikan jawaban mengenai permasalahan dalam menjaga perdamaian dan kestabilan
internasional adalah dengan penggunaan collective security, yang menjamin perdamaian dan
kebebasan bagi semua pihak. Konsep ini diusung oleh Immanuel kant yang merupakan sebuah
konsep kebersamaan yang bersifat sementara diantara banyak negara dimana kebersamaan
tersebut akan mendatangkan keuntungan melawan aggressor (Wardhani, 2014). Berbeda dengan
konsep aliansi yang diusung realisme untuk memperbesar power, konsep collective security ini
lebih menekankan pada proses kerjasama yang saling menguntungkan antarnegara. Selain itu
untuk mendukung proses menjaga perdamaian dan kebebasan bagi semua pihak melalui
collective security tersebut, liberalisme memperkenalkan atau membawa konsep ideologi
demokrasi. Demokrasi dipilih dan digunakan oleh liberalisme karena menurut perspektif ini,
demokrasi merupakan sebuah ideologi yang membawa dan mengutamakan perdamaian bagi tiap
individu di dalamnya (Wardhani, 2014).

Terdapat dua agenda utama dalam perspektif liberalisme, yaitu yang pertama adalah untuk
mempromosikan dan menyebarkan permasalahan mengenai hak asasi manusia dan penyelesaian-
penyelesaian konflik. Hal tersebut diwujudkan liberalisme dalam peranannya melalui pembuatan
lembaga-lembaga terkait seperti LBB, PBB ataupun lembaga-lembaga terkait lainnya. Dan yang
kedua menekankan proses perdagangan global atau pasar liberal melalui badan WTO (Wardhani,
2014). Liberalisme sering pula disebut sebagai liberalis utopian karena banyak pihak yang
mengatakan, terlebih kaum realis menganggap pemikiran-pemikiran liberalis hanya merupakan
sebuah mimpi yang sulit untuk menjadi kenyataan. Namun semua kritik tersebut dirasa salah
sebab melihat perkembangan dunia internasional kini yang semakin mengarah kepada proses
perdamaian serta terus berkembangnya kerjasama antarnegara menunjukkan bahwa perspektif
liberalisme masih relevan dan bahakn dapat diterima dala proses hubungan internasional kini.

Kesimpulannya, liberalisme merupakan sebuah perspektif dalam hubungan internasional


perspektif dalam hubungan internasional yang berfokus pada permasalahan international peace
dan human rights. Para kaum liberal memiliki keyakinan besar terhadap akal pikiran manusia
dan mereka yakin bahwa prinsip-prinsip rasional dapat dipakai pada masalah-masalah
internasional. Kaum liberal melihat sistem internasional berkembang dalam sistem anarki, dan
mengakui bahwa individu selalu mementingkan diri sendiri dan bersaing terhadap suatu hal,
tetapi mereka juga percaya bahwa individu-individu memiliki banyak kepentingan dan dengan
demikian dapat terlibat dalam aksi sosial yang kolaboratif dan kooperatif baik domestik maupun
internasional. Sehingga disini liberalis tidak hanya menganggap negara sebagai satuan tertinggi
dalam hubungan internasional namun lebih jauh lagi liberalis melihat negara dapat bersatu
melalui kerjasama dengan negara lain untuk menciptakan suatu perdamaian di dunia. Dalam
memberikan jawaban mengenai permasalahan dalam menjaga perdamaian dan kestabilan
internasional adalah dengan penggunaan collective security, yang menjamin perdamaian dan
kebebasan bagi semua pihak. Terdapat dua agenda utama dalam perspektif liberalisme, yaitu
yang pertama adalah untuk mempromosikan dan menyebarkan permasalahan mengenai hak asasi
manusia dan penyelesaian-penyelesaian konflik. Hal tersebut diwujudkan liberalisme dalam
peranannya melalui pembuatan lembaga-lembaga terkait seperti LBB, PBB ataupun lembaga-
lembaga terkait lainnya. Dan yang kedua menekankan proses perdagangan global atau pasar
liberal melalui badan WTO. Penulis berpendapat, dalam proses mempelajari perspektif dalam
studi hubungan internasional, adalah suatu hal yang penting untuk mengerti nilai-nilai yang
terdapat dalam setiap perspektif, hal tersebut diperlukan agar dalam menyelesaikan suatu
permasalahan internasional penstudi dapat mempertimbangkan segala aspek melalui perspektif
yang telah dipelajari agar kedepannya selalu tercipta hubungan antarnegara yang baik dan damai.

Referensi:

Dugis, Vinsensio, 2014. Week 1. Theories of IR. Materi disampaikan pada kuliah teori hubungan
internasional, departemen hubungan internasional, Universitas Airlangga. 6 Maret 2014.

Dunne, Tim, 2001, in Baylis, John & Smith, Steve (eds.) (2001), The Globalization of World
Politics, 2nd edition, Oxford University Press.

Jackson, R., &. Sorensen, G. (1999) Introduction to International Relations, Oxford University
Press.

Wardhani, Baiq, 2014. Week 3. Liberalisme. Materi disampaikan pada kuliah teori hubungan
internasional, departemen hubungan internasional, Universitas Airlangga. 20 Maret 2014.

Anda mungkin juga menyukai