Kerajinan Tangan Kaum Wanita Kalimantan Timur
Kerajinan Tangan Kaum Wanita Kalimantan Timur
Kerajinan perak saat ini sudah menjadi daya tarik bagi para
pembeli. Umumnya logam perak banyak dijadikan kerajinan
tangan di daerah wisata. Kerajinan perak ini bisa berbentuk
hiasan miniatur, pajangan dinding dan souvenir lainnya.
keunikan gagasan :
produk kerajinan anyaman pandan (pandanus handicraft) akan menjadi usaha
serius dan menjadi profesinya sekarang.
Keterangan :
MISNAWATY Mochtar, 50 tahun, tidak menyangka kegiatan
isengnya membuat produk kerajinan anyaman pandan (pandanus handicraft)
akan menjadi usaha serius dan menjadi profesinya sekarang.
Produk “Perdana Pandanus Handicraft” yang ia pimpin kini dipakai hotel
berbintang, toko galeri bordir, bahkan diekspor ke Malaysia dan
Australia.
Usahanya di bidang anyaman pandan bermula pada 1990 ketika ia
memutuskan kembali pulang ke kampung halaman di Solok, Sumatera Barat
setelah bercerai dengan suaminya di Jakarta.Pandan tumbuh hampir di semua
pekarangan rumah warga
dan keterampilan menganyam tikar pandan sudah menjadi tradisi
turun-temurun bagi perempuan di sana.
“Tikar pandan hanya kegiatan pengisi waktu senggang dan tidak pernah
dijadikan mata pencarian oleh perempuan di Paninggahan, karena harganya
murah dan terjualnya lama, apalagi mendapat saingan tikar plastik
buatan pabrik, iseng-iseng saya mencoba hal yang baru yaitu membuat
kotak pensil dari anyaman rotan,” kenang Misnawaty.
Pembeli ini rupanya sudah keliling beberapa tempat mencari tikar pandan untuk
dipasok ke ke Ashfield, Sidney, Australia.
Tikar-tikar ini akan dijadikan rok luar dan selempang dalam acara
tradisional pesta perkawinan, upacara kematian, dan busana ke gereja.
“Dia tertarik dengan hasil kerajinan kami karena bahan pandannya halus,
lembut, dan tidak patah ketika dilipat, itulah kekhasan pandan
Paninggahan dibanding pandan lain,” kata Misnawaty.
Buyer ini kemudian berkunjung ke Paninggahan dan menyepakati pesanan
perdana 200 hingga 250 lembar tikar. Hanya saja kualitas, warna, dan ukuran
ditetapkan dan diajarkan buyer.
Warna coklat tua, maron, kuning, hijau tua, dan jingga yang selama ini
tidak pernah dibuat Misnawaty diajarkan si pembeli dari bahan alam.Meski
begitu, usaha Misnawaty dan Joni Adilla yang
beromset sekitar Rp17 juta per bulan, saat ini telah memberikan harapan
kepada perempuan para perajin anyaman pandan di Paninggahan.
Mereka dengan gampang bisa menjual tikar pandan tanpa anyaman tepi
kepada Misnawaty seharga Rp15.000 dan tidak perlu lagi menjual ke pasar
yang belum tentu langsung laku terjual. Misnawati dengan lima
perajin tetapnya akan menjadikan anyaman itu sebagai pelapis sandal,
alas meja, kotak kemasan, tas, dan sebagainya.
Ketekunannya berusaha anyaman tikar juga dijadikan rujukan di Sumatera
Barat.
Selain beberapa kali dijadikan pelatih keterampilan oleh pemerintah
daerah, “Perdana Pandanus Handicraft”, sebuah rumah sederhana yang dari
halamannya dapat melihat beningnya Danau Singkarak juga sering
dijadikan tempat belajar bagi perajin dari Sumatera Barat maupun dari
Sumatra Utara, Riau, dan Sumatra Selatan.
Anyaman Bambu Halus Tasikmalaya
Oleh: Gandjar Sakri
Pendahuluan
Tulisan ini adalah sebagian dari naskah hasil penelitian yang saya muat di Jurnal
Fakultas Seni Rupa dan Desain Trisakti DIMENSI, terbitan September 2009,
yang juga merupakan cuplikan dari tesis yang saya buat saat menyelesaikan studi
di Departemen Seni Rupa, FTP, ITB, Bandung, tahun 1973.
Hasil penelitian mengungkapkan bahwa pencipta anyaman bambu halus di
Tasikmalaya adalah seorang petani-perajin Martadinata (Haji Soheh) pada
tahun 1890. Tahun 1901 Pemerintah Hindia Belanda, mengangkat Martadinata
sebagai guru untuk menyebarkan jenis kerajinan tangan ini ke Jawa Tengah
(Ngawi, Nganjuk) dan Sulawesi (Makassar). Penyebarannya di Tasikmalaya
sendiri baru setelah tahun 1904, setelah pemerintah Hindia Belanda
memberlakukan etische politiek.
Proyek bamboo processing, yang diselenggarakan pemerintah Kabupaten
Tasikmalaya tahun 1962, untuk mengembangkan anyaman bambu halus, tidak
berhasil karena kurangnya sosialisasi. Setelah mengalami pasang-surut, dewasa
ini, anyaman bambu halus merupakan salah satu produk unggulan Tasikmalaya di
samping produk bordir, batik, payung dan produk lainnya..
Tulisan ini memaparkan bagaimana asal mula timbulnya anyaman bambu halus di
Tasikmalaya dan bagaimana perkembangan selanjutnya. Dimaksudkan:
pertama, untuk melengkapi dokumen kerajinan tangan baik bagi pemerintah
Kota Tasikmalaya maupun pemerintah Kabupaten Tasikmalaya. Kedua, agar
masyarakat Tasikmalaya, khususnya para perajin, merasa bangga bahwa hasil
kreasi urang Tasik telah menyebar ke berbagai daerah dan merupakan komoditi
ekspor yang membanggakan. Diharapkan rasa bangga tersebut dapat
membangkitkan daya kreatif para perajin. Ketiga, merupakan sumber data bagi
mereka yang akan mengadakan penelitian kerajinan tangan Tasikmalaya,
khususnya mereka yang tertarik untuk meneliti perkembangan anyaman bambu
halus Tasikmalaya sejak awalnya. Selanjutnya, tulisan ini dibuat khusus model
tulisan untuk blog.
Tinjauan Historis Perkembangnan Anyaman Bambu Halus Tasikmalaya
Asal Mula Kerajinan Tangan Anyaman Bambu
Sejak kapan kerajinan tangan anyaman bambu tumbuh di Tasikmalaya, tidak
ada yang tahu. Tapi dapat diperkirakan, ialah sejak orang hidup menetap dan
bercocok tanam di wilayah Tasikmalaya. Mula-mula merupakan kegiatan yang
berasal dari naluri untuk memiliki alat dan barang yang diperlukan untuk
melangsungkan kehidupannya. Kegiatan membuat barang kerajinan tangan ini
akan berhenti bilamana kebutuhan telah terpenuhi, lain halnya bilamana timbul
“kegiatan perdagangan”. Karena barang berlebihan, atau adanya kebutuhan
akan barang yang lain, atau adanya permintaan dari tempat lain, maka terjadilah
barter atau penjualan. Hal ini menyebabkan produksi barang kerajinan tangan
berjalan terus. Kegiatan ini akan lebih lancar bilamana jalan lalu lintas yang
menghubungkan konsumen dengan produksi mudah. Kegiatan yang terus
berlangsung, lama kelamaan menjadi kegiatan yang turun-temurun.
Boboko, setengah halus
Kegiatan kerajinan tangan anyaman bambu (kasar dan setengah halus) , yang
diwariskan secara turun temurun, tersebar luas di seluruh wilayah Tasilmalaya.
Akan tetapi, sampai tahun 1900 sedikit selaki perhatian Pemerintah Hindia
Belanga terhadap kegiatan kerajinan tangan yang banyak dilakukan penduduk
Tasikmalaya itu. “Terutama karena tidak terlihat kegunaannya bagi keuntungan
Pemerintah Jajahan.
Pada umumnya, usaha industry kecil-kecilan yang dilakukan oleh orang-orang
pribumi, di samping mengolah tanah, hanya barang kebutuhan sehari-hari untuk
keperluan setempat dan bersifat insidentil. Bagi orang Belanda, usaha seperti
itu tidak perlu dikembangkan malah sering kali dirugikan karena mendapat
saingan dari barang impor yang lebih baik dan lebih murah” (Oorschot,
1931:7) Saat itu, kegiatan yang oleh Pemerintah Hindia Belanda dikembangkan
dipusatkan hanya pada hasil pertanian saja (tarum/nila, Pen) yang banyak diminta
untuk barang ekspor.
Para Pembesar Tasikmalaya dengan utusan Belanda (tasikmalayakota.go.id)
Tahun 1921 bupati mengadakan pameran anyaman bambu halus di
Parakanhonje dalam rangka menyambut kunjungan Sunan Solo ke Tasikmalaya.
Selanjutnya, sebagai anggota De Nijverheidscommissie van het Java Instituut
bupati mengumpulkan data dan membuat laporan tentang kerajinan rakyat
Tasikmalaya yang kemudian oleh Commissie tersebut dibukukan dengan judul De
Inheemsche Nijverheid op Java, Madoera, Bali en Lombok, Deel II – Stuk I,
Regentschap Tasikmalaja. Diterbitkan oleh Het Java Instituut, 1931. Pada masa
malese antara tahun 1930-1935 usaha anyaman bambu halus di Parakanhonje
menjadi mundur. Seteleh masa malese berakhir Olivier mengirimkan kumetir
Natamadja (kakak H. Mansur) ke pameran internasional di Paris, Perancis
(Tanudimadja. wawancara 1972).
Sementara itu, usaha pemerintah Hindia Belanda untuk meningkatkan ekonomi
rakyat, melalui kerajinan tangan, terus berlanjut. Dalam Laporan Kerajinan
Tangan Tasikmalaya tahun 1929/1930 yang dibuat de Nijverheids-commissie van
het Java- Instituut, dapat diketahui bahwa waktu itu di Tasikmalaya terdapat
Sekolah Pertukangan (Ambachtschool) yang mempunyai jurusan kayu dan
anyaman, dan di Sekolah Dasar diajarkan kerajinan tangan (de Nijverheids-
commissie, 1933). Tahun 1929 Sekolah Guru (HIK dan Normaalschool) berhasil
mendidik guru-guru kerajinan tangan untuk memberikan pelajaran kerajinan
tangan di Sekolah Rendah (Adjat Sakri, 1969).
siswa-menganyam-topi-tasikmalaya-date-1925 (taselamedia.files.wordpress.com)