Abstrak
Dalam industri konstruksi tenaga kerja adalah faktor penting di dalam mengukur kinerja
perusahaan. Hal ini disebabkan karena sifat pekerjaan konstruksi merupakan pekerjaan
padat karya yang berarti banyak menyerap tenaga kerja yaitu sekitar 30% dari biaya
konstruksi digunakan untuk upah kerja. Oleh sebab itu, perusahaan berkepentingan untuk
mengetahui performasi tenaga kerjanya untuk meningkatkan profitabilitasnya. Upaya ini
tentu saja hanya dapat direalisasi apabila memahami bagaimana mengukur produktivitas
tenaga kerja. Secara umum definisi produktivitas adalah rasio antara input dan output. Pada
proses perhitungannya perlu dideskripsikan dengan jelas pengertian input dan output yang
dimaksud. Untuk produktivitas tenaga kerja pengertian input diekspresikan sebagai orang-
jam (OJ) atau orang-hari (OH), sedangkan ouput adalah kuantitas hasil kerja yang
satuannya bervariasi tergantung jenis pekerjaan yang diukur. Bila untuk menyelesaikan satu
jenis pekerjaan yang sama produktivitasnya dihitung dengan cara berbeda, tentu hasilnya
tidak dapat langsung dibandingkan, sehingga tidak mudah dipahami dan digunakan sebagai
basis perhitungan estimasi biaya upah. Hal ini terjadi karena ketiadaan kesepakatan tata
cara pengukuran yang dapat digunakan sebagai standar pengukuran dan menjadi common
rule antara penyedia dan pengguna jasa. Angka koefisien yang dicantumkan dalam Standar
Nasional Indonesia Analisa Biaya Konstruksi (SNI ABK) tahun 2007, masih menjadi polemik
bagi kalangan akademis dan praktisi konstruksi. Koefisien produktivitas tenaga kerja
mungkin saja berbeda di setiap lokasi tergantung performasi tenaga kerja setempat, tetapi
sebaiknya pengukurannya diturunkan dari tata cara yang sama sehingga menjadi
benchmarking yang dapat dipertanggungjawabkan. Tulisan ini memaparkan hasil studi
penyusunan standar pedoman pengukuran produktivitas tenaga kerja. Metoda yang
digunakan adalah eksploratori melalui identifikasi kebutuhan dan permasalahan di lapangan
dengan menggali secara sistematika dari literatur maupun opini narasumber yang relevan.
Kata kunci: produktivitas tenaga kerja, standar pengukuran, pekerjaan konstruksi, bangunan
gedung
1
Peneliti di Puslitbang Permukiman, Kementerian Pekerjaan Umum
Prosiding PPI Standardisasi 2010 – Banjarmasin, 4 Agustus 2010
I PENDAHULUAN
Salah satu sumber daya yang sangat subtansial dalam menentukan profitabilitas
perusahaan adalah tenaga kerja. Untuk tetap bertahan dalam bisnis, setiap
perusahaan harus mampu meningkatkan produktivitasnya. Tingkat produktivitas ini
sangat dipengaruhi oleh beragam kondisi kerja, yang mana nilainya dapat berubah-
ubah antara satu proyek dengan proyek lainnya. Hal ini terjadi karena sifat proyek
adalah unik dan tidak repetitif sehingga pengukuran produktivitas sering kali tidak
dilakukan karena demikian rumitnya. Secara sederhana produktivitas didefinsikan
sebagai rasio antara input dan output. Perlu dideskripsikan dengan jelas apa yang
akan diukur dan bagaimana cara mengukurnya. Bila tujuan pengukuran adalah
mengukur produktivitas tenaga kerja maka sebagai input adalah jumlah sumber daya
tenaga kerja yang diekspresikan sebagai orang-jam (OJ) atau orang-hari (OH) yang
dibutuhkan untuk menghasilkan output per unit. Sedangkan sebagai output
diekspresikan sebagai ukuran kuantitas hasil kerja dari satu jenis pekerjaan,
misalnya pekerjaan dinding pasangan, satuan output yang digunakan adalah luasan
atau m2 atau pekerjaan pipa satuannya adalah panjang atau m, dsb.
Dari tinjauan literatur diperoleh gambaran bahwa sampai saat ini tidak ada
pedoman pengukuran produktivitas yang dapat diterima sebagai standar yang
digunakan untuk estimasi biaya langsung (direct cost), Dalam berbagai kesempatan
mungkin pengukuran produktivitas telah diukur, tetapi tiap orang mengukur dengan
metoda yang berbeda sehingga hasilnya tidak dapat langsung dibandingkan. Hal ini
tentu saja menimbulkan inkonsistensi karena hasil yang diperolehnya sulit dipahami
dan diterima sebagai basis estimasi biaya upah kerja. Oleh sebab itu, perlu segera
disusun suatu metoda pengukuran yang disepakati bersama sebelum diaplikasikan
di lapangan.
Di dalam SNI Kumpulan Analisa Biaya Konstruksi (SNI ABK) tahun 2007,
produktivitas tenaga kerja dicerminkan melalui angka koefisien produktivitas.
Penggunaan SNI tersebut menjadi penting sebagai basis penyusunan rencana
anggaran biaya terutama untuk proyek pekerjaan umum yang diatur oleh Keppres
No. 80 tahun 2003. Terlebih lagi ketika diterbitkannya surat edaran Menteri
Pekerjaan Umum No. 07/SE/M/2008 menyiratkan keharusan menggunakan SNI ABK
ke dalam dokumen kontrak. Meski sampai saat tulisan ini dibuat masih terjadi
polemik di antara para akademisi dan praktisi, karena bagi kalangan akademi
produktivitas adalah suatu hal yang tingkat variabilitasnya tinggi karena dipengaruhi
banyak faktor sehingga konsep standar yang digunakan dalam SNI kerap
dipertanyakan. Sementara di lingkungan praktisi SNI ABK diperlukan untuk
menghindari praktik banting harga.
Tulisan ini memaparkan hasil riset yang dilakukan di Puslitbang Permukiman
tahun 2009 dimana tujuannya adalah mengembangkan standar tata cara
pengukuran produktivitas tenaga kerja yang mudah diaplikasikan di lapangan. Studi
ini merupakan kajian awal dengan meninjau beberapa peraturan dan standar ekisting
Prosiding PPI Standardisasi 2010 – Banjarmasin, 4 Agustus 2010
II METODOLOGI
Studi menggunakan metode kualitatif melalui eksplorasi berbagai literatur dari buku
teks, jurnal dan hasil riset terdahulu. Wawancara dengan praktisi di lapangan dan
opini narasumber yang relevan juga dilakukan untuk memahami kendala dan
permasalahannya. Beberapa informasi yang dikaji lebih dalam meliputi
• Faktor-faktor pengaruh dalam produktivitas
• Kondisi serta jenis aktivitas tiap pekerjaan yang digunakan sebagai basis
ukur
• Kendala dan permasalahan masing-masing teknik pengumpulan data
produktivitas
Dari beberapa parameter tersebut kemudian diskenariokan konsep tata cara
pedoman pengukuran produktivitas akan dijabarkan menjadi ketentuan umum,
ketentuan teknis dan prosedur pengukurannya.
Di dalam setiap proyek konstruksi selalu melalui rangkaian aktivitas pekerjaan yang
belum tentu sama untuk menghasilkan satu produk fisik sejenis. Banyak hal yang
mempengaruhinya, tergantung input seperti tenaga kerja, alat, material, dana dan
rancangan, sedangkan untuk menghasilkan output juga tergantung pada proses
konstruksinya yang kompleks.
Sumber daya manusia adalah komponen yang sulit dikendalikan karena
banyak faktor yang mempengaruhi kinerjanya. Estimasi biaya upah kerja dilakukan
dengan memperkirakan kebutuhan jumlah pekerja yang diperlukan dikalikan dengan
satuan upah dari masing-masing tingkat keterampilannya. Estimasi awal inilah yang
selanjutnya dicantumkan dalam dokumen bill of quantities (BQ) yang merupakan
bagian dari dokumen kontrak dan dasar pembayaran kepada kontraktor. Oleh sebab
itu, perlu diketahui tingkat produktivitas tenaga kerja per unit yang diekspresikan
dengan angka koefisien.
Sampai saat ini teknik pengukuran produktivitas tenaga kerja dalam
pekerjaan konstruksi lebih banyak mengadopsi dari manufaktur (Ervianto, 2008),
seperti metoda pengukuran time study, time and motion study, works sampling.
Padahal karakter industri jasa konstruksi tidak dapat disamakan dengan manufaktur
karena keunikan yang dimilikinya. Pemakaian tenaga kerja pada proyek konstruksi
sifatnya relatif tidak tetap sehingga mengakibatkan lebih sulit melatih tenaga kerja.
Akibatnya para kontraktor kerap menemui kesulitan manakala konsep pengukuran
Prosiding PPI Standardisasi 2010 – Banjarmasin, 4 Agustus 2010
(pembantu tukang) perlu dirumuskan faktor konversi sesuai dengan bagi peran di
antara ketiganya. Selain itu variasi komposisi tenaga kerja seperti perbandingkan
jumlah tukang dengan pekerja maupun jumlah mandor dengan kelompok kerja yang
dibawahinya menghasilkan tingkat produktivitas yang berbeda (Setiawan, 2006;
Ervianto, 2008).
Kesulitan lain yang juga ditemui dalam mengukur produktivitas adalah
mengukur jumlah pekerjaan selesai atau jumlah output kuantitas hasil kerja. Sesuai
dengan karakteristik jenis pekerjaannya, satuan yang digunakan berbeda
disesuaikan dengan kemudahan mengukurnya di lapangan, seperti misalnya
mengukur pekerjaan baja untuk keperluan mengukur produktivitas lebih mudah
menggunakan satuan panjang (m) daripada menggunakan satuan berat (kg) seperti
saat pembelian.
Berdasarkan kajian literatur, teknik pengukuran produktivitas sangat
bervariasi yang masing-masing mempunyai kelemahan dan kelebihan, antara lain
adalah seperti yang tertera dalam Tabel 1. Teknik lain mungkin saja dapat
dikembangkan lebih lanjut sebagai kombinasinya. Pemilihan teknik pengukuran yang
paling relevan di lapangan sangat tergantung pada biaya dan waktu yang tersedia,
sehingga masing-masing teknik perlu dipahami dan dianalisis secara matematis.
Dengan demikian untuk mengetahui jumlah jam ekivalen yang diperlukan
tukang dalam menyelesaikan satu jenis pekerjaan dibutuhkan faktor konversi untuk
mengakomodasi perbedaan komposisi tenaga kerja, faktor pengaruh yang
menurunkan tingkat produktivitas akibat kondisi yang tidak standar.
IV PEMBAHASAN
ketrampilan, dan sikap kerja untuk melaksanakan suatu pekerja, meliputi (1) tenaga
ahli dan (2) tenaga terampil.
V KESIMPULAN
Mengetahui produktivitas tenaga kerja adalah hal penting di dalam analisis biaya
langsung proyek konstruksi. Tetapi faktual di lapangan, pengukuran produktivitas
adalah satu hal yang sulit dilakukan. Namun demikian pengukuran produktivitas
tenaga kerja tetap diperlukan untuk estimasi biaya upah pada perhitungan harga
satuan pekerjaan. Tetapi setiap perusahaan kerap kali menggunakan metoda yang
berbeda sehingga hasilnya tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Meski untuk menyelesaikan satu jenis pekerjaan yang sama tingkat
produktivitas atau angka koefisien produktivitas tukang mungkin saja berbeda karena
tergatung performasi tenaga kerja di lokasi, tetapi sebaiknya diturunkan dari metoda
pengukuran yang standar dan disepakati bersama sehingga hasilnya dapat
dipertanggungjawabkan. Ada dua opsi yang dapat digunakan yaitu berdasarkan (1)
data faktual di lapangan dan (2) data historis.
Perlu dibuat rumusan faktor konversi untuk mengakomodasi beberapa
pengaruh yaitu (1) perbedaaan komposisi mandor, tukang dan pekerja, (2) faktor
pengaruh eksternal dan internal yang dikelompokan dan diberi skala. Dengan
demikian produktivitas karakteristik dapat dirumuskan dengan menghitung
produktivitas standar dikurangi kehilangan produktivitas akibat konsidi yang tidak
“standar” dan ditambah/dikurangi dengan standar deviasi sesuai dengan jumlah
pengamatan.
VI DAFTAR PUSTAKA