Anda di halaman 1dari 12

Prosiding PPI Standardisasi 2010 – Banjarmasin, 4 Agustus 2010

STANDARDISASI PEDOMAN PENGUKURAN PRODUKTIVITAS


TENAGA KERJA UNTUK PEKERJAAN KONSTRUKSI
BANGUNAN GEDUNG
Oleh
Wahyu Wuryanti1

Abstrak
Dalam industri konstruksi tenaga kerja adalah faktor penting di dalam mengukur kinerja
perusahaan. Hal ini disebabkan karena sifat pekerjaan konstruksi merupakan pekerjaan
padat karya yang berarti banyak menyerap tenaga kerja yaitu sekitar 30% dari biaya
konstruksi digunakan untuk upah kerja. Oleh sebab itu, perusahaan berkepentingan untuk
mengetahui performasi tenaga kerjanya untuk meningkatkan profitabilitasnya. Upaya ini
tentu saja hanya dapat direalisasi apabila memahami bagaimana mengukur produktivitas
tenaga kerja. Secara umum definisi produktivitas adalah rasio antara input dan output. Pada
proses perhitungannya perlu dideskripsikan dengan jelas pengertian input dan output yang
dimaksud. Untuk produktivitas tenaga kerja pengertian input diekspresikan sebagai orang-
jam (OJ) atau orang-hari (OH), sedangkan ouput adalah kuantitas hasil kerja yang
satuannya bervariasi tergantung jenis pekerjaan yang diukur. Bila untuk menyelesaikan satu
jenis pekerjaan yang sama produktivitasnya dihitung dengan cara berbeda, tentu hasilnya
tidak dapat langsung dibandingkan, sehingga tidak mudah dipahami dan digunakan sebagai
basis perhitungan estimasi biaya upah. Hal ini terjadi karena ketiadaan kesepakatan tata
cara pengukuran yang dapat digunakan sebagai standar pengukuran dan menjadi common
rule antara penyedia dan pengguna jasa. Angka koefisien yang dicantumkan dalam Standar
Nasional Indonesia Analisa Biaya Konstruksi (SNI ABK) tahun 2007, masih menjadi polemik
bagi kalangan akademis dan praktisi konstruksi. Koefisien produktivitas tenaga kerja
mungkin saja berbeda di setiap lokasi tergantung performasi tenaga kerja setempat, tetapi
sebaiknya pengukurannya diturunkan dari tata cara yang sama sehingga menjadi
benchmarking yang dapat dipertanggungjawabkan. Tulisan ini memaparkan hasil studi
penyusunan standar pedoman pengukuran produktivitas tenaga kerja. Metoda yang
digunakan adalah eksploratori melalui identifikasi kebutuhan dan permasalahan di lapangan
dengan menggali secara sistematika dari literatur maupun opini narasumber yang relevan.

Kata kunci: produktivitas tenaga kerja, standar pengukuran, pekerjaan konstruksi, bangunan
gedung

1
Peneliti di Puslitbang Permukiman, Kementerian Pekerjaan Umum
Prosiding PPI Standardisasi 2010 – Banjarmasin, 4 Agustus 2010

I PENDAHULUAN

Salah satu sumber daya yang sangat subtansial dalam menentukan profitabilitas
perusahaan adalah tenaga kerja. Untuk tetap bertahan dalam bisnis, setiap
perusahaan harus mampu meningkatkan produktivitasnya. Tingkat produktivitas ini
sangat dipengaruhi oleh beragam kondisi kerja, yang mana nilainya dapat berubah-
ubah antara satu proyek dengan proyek lainnya. Hal ini terjadi karena sifat proyek
adalah unik dan tidak repetitif sehingga pengukuran produktivitas sering kali tidak
dilakukan karena demikian rumitnya. Secara sederhana produktivitas didefinsikan
sebagai rasio antara input dan output. Perlu dideskripsikan dengan jelas apa yang
akan diukur dan bagaimana cara mengukurnya. Bila tujuan pengukuran adalah
mengukur produktivitas tenaga kerja maka sebagai input adalah jumlah sumber daya
tenaga kerja yang diekspresikan sebagai orang-jam (OJ) atau orang-hari (OH) yang
dibutuhkan untuk menghasilkan output per unit. Sedangkan sebagai output
diekspresikan sebagai ukuran kuantitas hasil kerja dari satu jenis pekerjaan,
misalnya pekerjaan dinding pasangan, satuan output yang digunakan adalah luasan
atau m2 atau pekerjaan pipa satuannya adalah panjang atau m, dsb.
Dari tinjauan literatur diperoleh gambaran bahwa sampai saat ini tidak ada
pedoman pengukuran produktivitas yang dapat diterima sebagai standar yang
digunakan untuk estimasi biaya langsung (direct cost), Dalam berbagai kesempatan
mungkin pengukuran produktivitas telah diukur, tetapi tiap orang mengukur dengan
metoda yang berbeda sehingga hasilnya tidak dapat langsung dibandingkan. Hal ini
tentu saja menimbulkan inkonsistensi karena hasil yang diperolehnya sulit dipahami
dan diterima sebagai basis estimasi biaya upah kerja. Oleh sebab itu, perlu segera
disusun suatu metoda pengukuran yang disepakati bersama sebelum diaplikasikan
di lapangan.
Di dalam SNI Kumpulan Analisa Biaya Konstruksi (SNI ABK) tahun 2007,
produktivitas tenaga kerja dicerminkan melalui angka koefisien produktivitas.
Penggunaan SNI tersebut menjadi penting sebagai basis penyusunan rencana
anggaran biaya terutama untuk proyek pekerjaan umum yang diatur oleh Keppres
No. 80 tahun 2003. Terlebih lagi ketika diterbitkannya surat edaran Menteri
Pekerjaan Umum No. 07/SE/M/2008 menyiratkan keharusan menggunakan SNI ABK
ke dalam dokumen kontrak. Meski sampai saat tulisan ini dibuat masih terjadi
polemik di antara para akademisi dan praktisi, karena bagi kalangan akademi
produktivitas adalah suatu hal yang tingkat variabilitasnya tinggi karena dipengaruhi
banyak faktor sehingga konsep standar yang digunakan dalam SNI kerap
dipertanyakan. Sementara di lingkungan praktisi SNI ABK diperlukan untuk
menghindari praktik banting harga.
Tulisan ini memaparkan hasil riset yang dilakukan di Puslitbang Permukiman
tahun 2009 dimana tujuannya adalah mengembangkan standar tata cara
pengukuran produktivitas tenaga kerja yang mudah diaplikasikan di lapangan. Studi
ini merupakan kajian awal dengan meninjau beberapa peraturan dan standar ekisting
Prosiding PPI Standardisasi 2010 – Banjarmasin, 4 Agustus 2010

di lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum khususnya yang berkaitan dengan


pelaksanaan konstruksi bangunan gedung dan hasil rangkuman opini para
narasumber.

II METODOLOGI

Studi menggunakan metode kualitatif melalui eksplorasi berbagai literatur dari buku
teks, jurnal dan hasil riset terdahulu. Wawancara dengan praktisi di lapangan dan
opini narasumber yang relevan juga dilakukan untuk memahami kendala dan
permasalahannya. Beberapa informasi yang dikaji lebih dalam meliputi
• Faktor-faktor pengaruh dalam produktivitas
• Kondisi serta jenis aktivitas tiap pekerjaan yang digunakan sebagai basis
ukur
• Kendala dan permasalahan masing-masing teknik pengumpulan data
produktivitas
Dari beberapa parameter tersebut kemudian diskenariokan konsep tata cara
pedoman pengukuran produktivitas akan dijabarkan menjadi ketentuan umum,
ketentuan teknis dan prosedur pengukurannya.

III TEKNIK PENGUKURAN PRODUKTIVITAS DAN PERMASALAHANNYA

Di dalam setiap proyek konstruksi selalu melalui rangkaian aktivitas pekerjaan yang
belum tentu sama untuk menghasilkan satu produk fisik sejenis. Banyak hal yang
mempengaruhinya, tergantung input seperti tenaga kerja, alat, material, dana dan
rancangan, sedangkan untuk menghasilkan output juga tergantung pada proses
konstruksinya yang kompleks.
Sumber daya manusia adalah komponen yang sulit dikendalikan karena
banyak faktor yang mempengaruhi kinerjanya. Estimasi biaya upah kerja dilakukan
dengan memperkirakan kebutuhan jumlah pekerja yang diperlukan dikalikan dengan
satuan upah dari masing-masing tingkat keterampilannya. Estimasi awal inilah yang
selanjutnya dicantumkan dalam dokumen bill of quantities (BQ) yang merupakan
bagian dari dokumen kontrak dan dasar pembayaran kepada kontraktor. Oleh sebab
itu, perlu diketahui tingkat produktivitas tenaga kerja per unit yang diekspresikan
dengan angka koefisien.
Sampai saat ini teknik pengukuran produktivitas tenaga kerja dalam
pekerjaan konstruksi lebih banyak mengadopsi dari manufaktur (Ervianto, 2008),
seperti metoda pengukuran time study, time and motion study, works sampling.
Padahal karakter industri jasa konstruksi tidak dapat disamakan dengan manufaktur
karena keunikan yang dimilikinya. Pemakaian tenaga kerja pada proyek konstruksi
sifatnya relatif tidak tetap sehingga mengakibatkan lebih sulit melatih tenaga kerja.
Akibatnya para kontraktor kerap menemui kesulitan manakala konsep pengukuran
Prosiding PPI Standardisasi 2010 – Banjarmasin, 4 Agustus 2010

produktivitas tenaga kerjanya akan diaplikasikan di lapangan. Pelaksanaannya yang


cukup rumit, waktu yang diperlukan lama, biaya yang mahal, dan banyak faktor-
faktor kritis yang mempengaruhi, menyebabkan masing-masing perusahaan
menentapkan sistem internal yang juga tidak terstandardisasi.
Jika produktivitas tenaga kerja yang merefleksikan antara input jumlah
tenaga kerja (OH) dan ouput jumlah kuantitas per unit pekerjaan, kedua hubungan
tersebut dapat diilustrasikan seperti pada Gambar 1.

Gambar 1 Definisi dan Komponen Produktivitas


Perlu didefinisikan lebih dahulu secara detail pengertian input dan output yang
sesuai dengan jenis pekerjaan yang akan diukur. Setelah definsi input output
ditetapkan maka perlu dipahami ada beberapa hal yang sebetulnya perlu
distandarkan juga yaitu spesifikasi teknis dan metoda konstruksi seperti ilustrasi
dalam Gambar 2.

Gambar 2 Prosedur Produktivitas Tenaga Kerja Karakteristik


Bahwa langkah-langkah pada no (2), (3) dan (4) dalam Gambar 2 merupakan
langkah-langkah tergantung pada seberapa tinggi standar kualitas pekerjaan yang
ditujunya.
Untuk mengukur jumlah tenaga kerja yang bekerja dalam satu tim, yang
menggunakan sistem komposisi kelompok kerja meliputi mandor, tukang dan pekerja
Prosiding PPI Standardisasi 2010 – Banjarmasin, 4 Agustus 2010

(pembantu tukang) perlu dirumuskan faktor konversi sesuai dengan bagi peran di
antara ketiganya. Selain itu variasi komposisi tenaga kerja seperti perbandingkan
jumlah tukang dengan pekerja maupun jumlah mandor dengan kelompok kerja yang
dibawahinya menghasilkan tingkat produktivitas yang berbeda (Setiawan, 2006;
Ervianto, 2008).
Kesulitan lain yang juga ditemui dalam mengukur produktivitas adalah
mengukur jumlah pekerjaan selesai atau jumlah output kuantitas hasil kerja. Sesuai
dengan karakteristik jenis pekerjaannya, satuan yang digunakan berbeda
disesuaikan dengan kemudahan mengukurnya di lapangan, seperti misalnya
mengukur pekerjaan baja untuk keperluan mengukur produktivitas lebih mudah
menggunakan satuan panjang (m) daripada menggunakan satuan berat (kg) seperti
saat pembelian.
Berdasarkan kajian literatur, teknik pengukuran produktivitas sangat
bervariasi yang masing-masing mempunyai kelemahan dan kelebihan, antara lain
adalah seperti yang tertera dalam Tabel 1. Teknik lain mungkin saja dapat
dikembangkan lebih lanjut sebagai kombinasinya. Pemilihan teknik pengukuran yang
paling relevan di lapangan sangat tergantung pada biaya dan waktu yang tersedia,
sehingga masing-masing teknik perlu dipahami dan dianalisis secara matematis.
Dengan demikian untuk mengetahui jumlah jam ekivalen yang diperlukan
tukang dalam menyelesaikan satu jenis pekerjaan dibutuhkan faktor konversi untuk
mengakomodasi perbedaan komposisi tenaga kerja, faktor pengaruh yang
menurunkan tingkat produktivitas akibat kondisi yang tidak standar.

Tabel 1 Berbagai Teknik Pengumpulan Data Produktivitas


No Teknik Pengukuran Implikasi Pelaksanaannya
1 Time and motion study mencatat jumlah waktu yang diperlukan dalam
menyelesaikan suatu akvitas pekerjaan. Pengukur harus
menetapkan terlebih dahulu kapan awal dan akhir dari
suatu siklus
2 Method productivity Merupakan teknik untuk mengukur, memprediksi, dan
delay model memperbaiki produktivitas dengan mengidentivitasi delay
yang terjadi pada beberapa siklus suatu operasi
3 Work sampling Merupakan metoda pengamatan acak tanpa perlu
mengamati setiap hal dan kelompok kerja setiap saat.
Tujuannya adalah mengukur waktu dalam beraktivitas yang
termasuk dalam kategori direct work.
4 Dst...
Prosiding PPI Standardisasi 2010 – Banjarmasin, 4 Agustus 2010

IV PEMBAHASAN

Untuk mengembangkan standardisasi pedoman pengukuran mungkin saja dapat


dipilih dari salah satu teknik pengukuran yang telah digunakan dari berbagai studi
yang pernah ada. Akan tetapi memilih mana yang paling mudah dan tepat sesuai
dengan kriteria pengukuran yang relevan dengan kondisi pelaksanaan konstruksi di
Indonesia, adalah hal yang tidak mudah. Persoalannya juga diperumit dengan
ketidaksediaan data faktual di lapangan dieksplorasi lebih lanjut sebagai sumber
data terukur dan seringkali pengukuran produktivitas hanya digunakan untuk riset
akademis saja. Hal lain yang belum distandarkan adalah klasifikasi tenaga terampil
yang ditetapkan dalam standar ekisting seperti Standar Kompetensi Kerja Nasional
Indonesia (SKKNI) dan Standar Nasional Indonesia (SNI).
Di dalam standar pedoman pengukuran yang akan dikembangkan beberapa
hal dasar yang perlu distandarkan terlebih dahulu adalah
• Sistem standar informasi konstruksi yang menseragamkan pengelompokan
kerja beserta kode tiap pekerjaan
• Definisi konten aktivitas (work content) yang digunakan sebagai basis
pekerjaan tertentu, dan jenis aktivitas yang melekat di dalam satu perkerjaan
• Sistem klasifikasi tenaga kerja berdasarkan tingkat keterampilan,
• Skala terukur yang mengakomodasi faktor pengaruh, yang dibedakan
menjadi faktor eksternal dan internal,
• Komposisi mandor, tukang dan perkerja yang ditetapkan sebagai satu tim
kerja.
Untuk butir pertama tidak didetilkan lebih lanjut pada tulisan ini karena keterbatasan
jumlah halaman. Penjelasan kebutuhan menstandarkan butir-butir selanjutnya
diuraikan dalam paparan subbab berikut ini.

4.1. Klasifikasi Tenaga Kerja Konstruksi


Kementerian pekerjaan umum di dalam penyelenggaraan bangunan, melalui Badan
Pembinaan Konstruksi Dan Sumber Daya Manusia, Pusat Pembinaan Kompetensi
dan Pelatihan Konstruksi (BPKSDM–KPK) telah menerbitkan SKKNI, yang berisi
uraian kemampuan yang mencakup kompetensi minimal yang harus dimiliki
seseorang untuk menduduki jabatan yang berlaku secara nasional. Sementara
Badan Penelitian dan Pengembangan, Pusat Litbang Permukiman (Balitbang-
Puslitbangkim) menerbitkan SNI Analisa Biaya Konstruksi (SNI ABK) yang
menetapkan angka koefisien bahan dan tenaga kerja yang dibutuhkan untuk setiap
perhitungan harga satuan pekerjaan konstruksi bangunan gedung.
Berdasarkan ketentuan yang dituangkan di dalam SKKNI, seperti terlihat
dalam Gambar 3, klasifikasi tenaga kerja yang terlibat di dalam proyek konstruksi
dibedakan berdasarkan kemampuan seseorang yang dilandasi atas pengetahuan,
Prosiding PPI Standardisasi 2010 – Banjarmasin, 4 Agustus 2010

ketrampilan, dan sikap kerja untuk melaksanakan suatu pekerja, meliputi (1) tenaga
ahli dan (2) tenaga terampil.

Gambar 3 Organisasi Pelaksana Proyek Berdasarkan Standar Kompetensi


Kerja Nasional Indonesia (SKKNI)

Sementara menurut ketentuan dalam SNI ABK yang mengikuti Gambar 4


terdapat komponen kepala tukang yang tidak digunakan dalam SKKNI. Padahal
dalam struktur organisasi yang sering digunakan kontraktor seperti Gambar 5 hanya
mengenal tiga kelompok yaitu mandor, tukang dan pekerja.
Hal lain yang juga sering dipertanyakan tentang konten SNI-ABK adalah
tidak ada penjelasan ilmiah mengenai nilai koefisien kepala tukang dan tukang
menggunakan rasio 1:10 artinya performa kepala tukang hanya sepersepuluh dari
performa tukang per hari.
Dari gambaran ini mungkin untuk menyeragamkan klasifikasi tenaga kerja
terampil akan lebih mudah bila menggunakan tiga kelompok yaitu mandor, tukang
dan pekerja (lebih dikenal dengan sebutan laden atau pembantu tukang). Bila
klasifikasi tenaga kerja terampil telah distandarkan selanjutnya dapat ditetapkan
komposisi satu tim kerja untuk digunakan sebagai basis pengukuran produktivitas
standar satu item perkerjaan, misalnya rasio satu orang mandor, satu tukang dan
dua orang pekerja.
Prosiding PPI Standardisasi 2010 – Banjarmasin, 4 Agustus 2010

Gambar 4 Klasifikasi Tenaga Kerja Menurut SNI ABK

Gambar 5 Tipikal Organisasi Pelaksana Proyek Menurut Kontraktor

4.2. Faktor Pengaruh Produktivitas


Faktor pengaruh di dalam produktivitas tenaga kerja sangat beragam, tetapi secara
umum dapat dikelompokkan menjadi variabel teknis dan non teknis. Hal ini
dikarenakan sifat dari variabel tersebut (1) tidak tepat (imprecise), (2) subjektif, (3)
kualitatif dan (4) multi kriteria. Faktor pengaruh tersebut ada yang dapat dikuantifikasi
seperti manajemen pelaksanaan, manajemen sumber daya proyek, dll, tetapi ada
faktor yang sulit diukur seperti, kemampuan manajerial, motivasi, kebudayaan
setempat, dan cuaca. Beragam faktor pengaruh tersebut berkaitan dengan kategori
sebagai berikut:
• Faktor tenaga kerja: meliputi faktor usia, pendidikan, pengalaman, jam kerja,
metoda pembayaran, ketidakhadiran, dan besaran tim kerja
• Faktor aktivitas kerja; meliputi lokasi lapangan, lokasi kerja di lapangan, jenis
dan jumlah material, dan kondisi cuaca
• Faktor manajemen lapangan; meliputi kemacetan, jarak transportasi,
ketersediaan pekerja, mesin, material, peralatan dan manajemen lapangan
Prosiding PPI Standardisasi 2010 – Banjarmasin, 4 Agustus 2010

Merujuk pada konsep model mengukur kehilangan produktivitas yang


dikembangkan oleh Drewin (Shouqing, 2009) seperti Gambar 5, perlu
dipertimbangkan apakah berbagai faktor pengaruh tersebut dapat diklasifikasikan
dan diskalakan sehingga pengamat secara sederhana dapat menskalakan besar
penurunkan produktivtas berdasarkan bobot pengaruhnya.

Gambar 5 Work Time Model - Breakdown Of Total Operation Time


Sumber: Drewin (1982) dalam Shouqing (2009)

4.3. Teknik Pengumpulan Data Produktivitas


Seperti telah dipahami sebelumnya bahwa teknik pengukuran dapat dilakukan
berdasarkan sumber datanya yaitu:
1. Data faktual di lapangan dengan mengamati jumlah jam dan volume kerja
langsung di lapangan
2. Data historis dilakukan dengan mengkaji laporan harian/ mingguan/ bulanan
Pada pengamatan langsung di lapangan, pengukuran produktivitas dilakukan oleh
petugas yang melakukan pengamatan kontinu pada satu jenis pekerjaan dan
menghitung jumlah jam kerja maupun jumlah personil yang bekerja untuk
menyelesaikan satu jenis pekerjaan. Untuk mengukur per unit satuan kuantitas hasil
kerja seorang pekerja sangat sulit. Sebagai contoh untuk mengamati hasil kerja 1 m2
pekerjaan pasangan bata sangat sulit tetapi minimum harus seluas 10 m2 dan
bertahap tidak dapat sekaligus tetapi karena setiap ketinggian 1 m berhenti untuk
mempertimbangkan faktor kekuatan dinding yang belum kering.

4.4. Model Matematis Produktivitas Karakteristik


Setelah metoda pengukuran distandarkan maka selanjutnya dapat dikembangkan
model perhitungan produktivitas. Model produktivitas standar dapat diskenariokan
berdasarkan kondisi ”standar” yang digunakan sebagai baseline, garis ukur untuk
menilai performa tenaga kerja ekisting. Selanjutnya dalam menentukan produktivitas
Prosiding PPI Standardisasi 2010 – Banjarmasin, 4 Agustus 2010

karakteristik yaitu nilai produktivitas yang besarnya tergantung pada jumlah


pengamatan dihitung berdasarkan produktivitas standar dikoreksi dengan faktor
koreksi atau kehilangan yang diakibatkan pada faktor pengaruh dan tingkat
kepercayaan yang ditetapkan dengan standar deviasi. Bila diekspresikan secara
sederhana nilai koefisien produktivitas karakteristik dapat diformulasikan sebagai
berikut:
 n 
Pk =  Ps −
 ∑ K  ± S
i
 i 
Dengan Pk adalah produktivitas karakteristik; Ps adalah produktivitas standar; Ki
adalah kehilangan produktivitas yang disebabkan karena tingkat pengaruh yang
terjadi di lapangan sejumlah n adalah jumlah faktor pengaruh; dan S adalah standar
deviasi yang nilainya tergantung pada jumlah pengamatan.

V KESIMPULAN

Mengetahui produktivitas tenaga kerja adalah hal penting di dalam analisis biaya
langsung proyek konstruksi. Tetapi faktual di lapangan, pengukuran produktivitas
adalah satu hal yang sulit dilakukan. Namun demikian pengukuran produktivitas
tenaga kerja tetap diperlukan untuk estimasi biaya upah pada perhitungan harga
satuan pekerjaan. Tetapi setiap perusahaan kerap kali menggunakan metoda yang
berbeda sehingga hasilnya tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Meski untuk menyelesaikan satu jenis pekerjaan yang sama tingkat
produktivitas atau angka koefisien produktivitas tukang mungkin saja berbeda karena
tergatung performasi tenaga kerja di lokasi, tetapi sebaiknya diturunkan dari metoda
pengukuran yang standar dan disepakati bersama sehingga hasilnya dapat
dipertanggungjawabkan. Ada dua opsi yang dapat digunakan yaitu berdasarkan (1)
data faktual di lapangan dan (2) data historis.
Perlu dibuat rumusan faktor konversi untuk mengakomodasi beberapa
pengaruh yaitu (1) perbedaaan komposisi mandor, tukang dan pekerja, (2) faktor
pengaruh eksternal dan internal yang dikelompokan dan diberi skala. Dengan
demikian produktivitas karakteristik dapat dirumuskan dengan menghitung
produktivitas standar dikurangi kehilangan produktivitas akibat konsidi yang tidak
“standar” dan ditambah/dikurangi dengan standar deviasi sesuai dengan jumlah
pengamatan.

VI DAFTAR PUSTAKA

1. Badan Standardisasi Nasional. 2002. Standar Nasional Indonesia:


Kumpulan Analisa Biaya Konstruksi Bangunan Gedung dan Perumahan.
Badan Standardisasi Nasional. Jakarta
Prosiding PPI Standardisasi 2010 – Banjarmasin, 4 Agustus 2010

2. Departemen Pekerjaan Umum. 2006. Standar Kompetensi Kerja Nasional


Indonesia
3. Ervianto, W. 2008. Pengukuran Produktivitas Kelompok Pekerja Bangunan
Dalam Proyek Konstruksi (Studi Kasus Proyek Gedung Bertingkat Di
Surakata). Jurnal Teknik Sipil Atmajaya Vol. 9 No. 1 Oktober 2008, 31-42
4. Setiawan, H. 2006. Efektivitas Waktu Kerja Kelompok Tukang. Jurnal Teknik
Sipil Atmajaya? Vol. 7 oktober 2006, 58-66
5. Shouqing, W. 2009. Improving Productivity by Management. School of
Building and real Estate. The National University of Singapore
6. Wuryanti, W. dan Wibowo, A. 2010. Pengukuran Produktivitas Tenaga Kerja
Konstruksi: Antara Kebutuhan dan Permasalahannya. Prosiding Puslitbang
Permukiman, Kementerian Pekerjaan Umum
Prosiding PPI Standardisasi 2010 – Banjarmasin, 4 Agustus 2010

Anda mungkin juga menyukai