Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH TEKNOLOGI SEDIAAN FARMASI

EMULSI

KELOMPOK 4
KIKI NOVITA HANDAYANI 19340012
NINDY FIEDIANTI 19340013
SABBATI WISNUNONDO 19340014
RISTA OKTAVIANI 19340015

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL
JAKARTA
2019
DAFTAR ISI

BAB I ............................................................................................................................................................ 3
PENDAHULUAN ........................................................................................................................................ 3
BAB II........................................................................................................................................................... 4
PEMBAHASAN ........................................................................................................................................... 4
II. A Definisi Emulsi ............................................................................................................. 4
II.A.1 Tipe Emulsi ........................................................................................................................... 5
II.A.2 Metode Pembuatan Emulsi ................................................................................................... 6
II.A.3 Emulgator .............................................................................................................................. 7
II.A.4 Kestabilan Emulsi ................................................................................................................. 8
II.B Definisi Mikroemulsi .................................................................................................... 9
II.B.1 Tipe Mikroemulsi................................................................................................................ 11
II.B.2 Metode Pembuatan Mikroemulsi ........................................................................................ 11
II.B.3 Keuntungan dan Kekurangan Mikroemulsi ........................................................................ 12
II.B.4 Evaluasi Mikroemulsi ......................................................................................................... 13
II.C Definisi Nanoemulsi ................................................................................................... 14
II. C.1 Tipe Nanoemulsi ................................................................................................................. 14
II.C.2 Metode Pembuatan Nanoemulsi ......................................................................................... 14
II.C.3 Keuntungan dan Kekurangan Nanoemulsi.......................................................................... 15
II.C.4 Evaluasi Nanoemulsi........................................................................................................... 16
II.D Perbedaan Mikroemulsi dan Nanoemulsi ................................................................... 16
II. E Pembahasan Jurnal ..................................................................................................... 16
II.F Kesimpulan Jurnal ...................................................................................................... 18
BAB III ....................................................................................................................................................... 19
PENUTUP .................................................................................................................................................. 19
III.A Kesimpulan ................................................................................................................. 19
BAB IV ....................................................................................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................................. 20
BAB I
PENDAHULUAN

Emulsi adalah sediaan yang mengandung bahan obat cair atau larutan obat, terdispersi
dalam cairan pembawa, distabilkan dengan zat pengemulsi atau surfaktan yang cocok. Emulsi
merupakan jenis khusus dari dispersi koloid, yang memiliki setidaknya satu dimensi antara sekitar
1 dan 1000 nm. Emulsi membentuk jenis sistem koloid yang istimewa karena tetesan sering
melebihi ukuran terbatas 1000 nm (Schramm, 1992). Berdasarkan ukuran partikel yang terdisperi,
emulsi dapat diklasifikasikan menjadi nanoemulsion (ukuran droplet 50-200 nm) dan mikroemulsi
(ukuran tetesan <100 nm) (Roohinejad et al., 2018).

Mikroemulsi adalah larutan stabil termodinamika yang jernih dan merupakan campuran isotropik
dari minyak, air dan surfaktan, yang sering dikombinasikan dengan kosurfaktan (Flanagan &
Harjinder, 2006). Mikroemulsi memiliki tegangan muka yang sangat rendah dan ukuran
dropletnya kecil. Yang mana menghasilkan absorbsi dan permeasi tinggi. Mikroemulsi bersifat
isotropic, system air, minyak, dan surfaktan yang stabil transparan (tembus cahaya) secara
termodinamika, sering dikombinasikan dengan korsufaktan, membentuk drplet yang ukurannya
berkisar 20 – 200 nm.

Nanoemulsi adalah system emulsi yang transparent, tembus cahaya dan merupakan disperse
minyak air yang distabilkan oleh lapisan film dari surfaktan atau molekul surfaktan yang memiliki
ukuran droplet 50 – 500 nm. Nanoemulsi mengandung komponen utama, yaitu Obat yang memiliki
kelarutan rendah.

3
BAB II

PEMBAHASAN

II. A Definisi Emulsi

Emulsi adalah campuran dua larutan yang tidak saling larut, larutan yang satu terdispersi
ke larutan yang lainnya dan stabil terus menerus. Emulsi mempunyai sifat transparan, isotropik,
stabil secara termodinamik dalam media cair. Agar emulsi stabil diperlukan stabilizer yang disebut
surfaktan (surface active agent). Surfaktan biasanya merupakan senyawa organik yang bersifat
amphiphilic, artinya mempunyai dua gugus, yang bersifat hydrophobic atau tak suka air dan yang
satunya bersifat hydrophilic atau suka air.

Emulsi juga membentuk jenis sistem koloid yang agak istimewa karena tetesan sering
melebihi ukuran terbatas 1000 nm (Schramm, 1992). Emulsi dapat sebagai produk akhir atau
selama pemrosesan produk dalam berbagai bidang termasuk industri makanan, industri pertanian,
farmasi, kosmetik, dan dalam bentuk makanan. Dalam suatu emulsi, salah satu fase cair biasanya
bersifat polar sedangkan yang lainnya relatif non polar. Penentuan tipe emulsi tergantung pada
sejumlah faktor. Jika rasio volume fasa sangat besar atau sangat kecil, maka fasa yang memiliki
volume lebih kecil seringkali merupakan fasa terdispersi (Shelbat-Othman & Bourgeat-Lami,
2009).

4
II.A.1 Tipe Emulsi

Tipe emulsi dibagi menjadi empat, yaitu:

1. Oil in Water (o/w) : fase minyak terdispersi sebagai tetesan dalam keseluruhan
fase luar air.
2. Water in Oil (w/o) : fase air terdispersi sebagai tetesan dalam fase luar minyak.
3. Oil in Water in Oil (o/w/o): tetesan minyak yang terdispersi dalam tetesan air yang
kemudian terdispersi dalam fasa minyak kontinyu.
4. Water in Oil in Water (w/o/w) : fase air terdispersi dalam fase air yang
mengandung polimer kemudian membentuk emulsi air dalam minyak (w/o).
Emulsi yang terbentuk kemudian ditambahkan ke fasa berair kedua (mengandung
surfaktan) dan diaduk terus menerus untuk membentuk emulsi

Tipe emulsi akan mempengaruhi sifat sifat fisik emulsi. Selain itu, tipe emulsi yang
berbeda juga dapat menghasilkan pelepasan zat yang berbeda. Beberapa sifat fisik emulsi
yang umumnya dipengaruhi oleh tipe emulsi tersebut adalah viskositas, pemisahan fase,
dan ukuran droplet. Emulsi tipe A/M memiliki viskositas yang berbeda dengan emulsi
ganda A/M/A. hal ini dapat disebabkan salah satunya oleh penambahan emulgator
golongan hidrokoloid seperti karbopol, carboxymethylcellulose, atau xanthan gum pada
fase eksternal emulsi ganda A/M/A dapat membuat viskositas emulsi ganda lebih tinggi
dibandingkan emulsi sederhana. Karena memiliki viskositas yang mungkin berbeda,
emulsi sederhana dan emulsi ganda dapat memiliki pemisahan fase yang berbeda pula.
Hal ini dijelaskan dengan hokum Stokes, dimana viskositas merupakan salah satu factor
penentu laju pemisahan emulsi. Tipe emulsi juga menentukan ukuran droplet fase
terdispersi. Droplet yang terdispersi pada emulsi ganda mengandung droplet – droplet
berukuran lebih kecil yang berbeda fase, sehingga ukuran droplet emulsi ganda akan lebih
besar daripada emulsi sederhana.

Tipe emulsi juga dapat mempengaruhi pelepasan zat dari sediaan. System emulsi
ganda memiliki lebih banyaklapisan yang dapat menahan lepasnya zat dari emulsi
dibandingkandengan emulsi sederhana. Untuk dapatlepas dari sediaan, suatu zat yang
terlarut dalam fase air internaldalam suatu emulsi ganda A/M/A harus melewati barrier

5
berupa lapisan minyak dan lapian air eksternal. Sedangkan, apabila tipe emulsi A/M, zat
tersebut hanya perlu melewati satu lapisan minyak saja untuk lepas dari emulsi. Oleh Karen
aitu, emulsi tipe A/M/A lebih berpotensi untuk menjadi agen prolonged relase
dibandingkan emulsi tipe A/M. pelepasan suatu zat aktif dari emulsi ganda dapat trejadi
melalui dua mekanisme. Mekanisme pertama melalui breakdown droplet sebagai akibat dri
aliran osmosis air ke fase internal dan peristiwa koalesens partikel, sementara mekanisme
kedua melalui lepasnya zat melalui lapisan minyak yang berfungsi sebagai membrane
permeable, diamana zat aktif berdifusi dari fase interal.

II.A.2 Metode Pembuatan Emulsi

Pembuatan emulsi terdiri dari 3 metode, yaitu:

1. Metode gom kering atau metode kontinental.


Dalam metode ini zat pengemulsi (biasanya gom arab) dicampur dengan minyak
terlebih dahulu, kemudian ditambahkan air untuk pembentukan corpus emulsi, baru
diencerkan dengan sisa air yang tersedia.
2. Metode gom basah atau metode Inggris.
Zat pengemulsi ditambahkan ke dalam air (zat pengemulsi umumnya larut) agar
membentuk suatu mucilago, kemudian perlahan-lahan minyak dicampurkan untuk
membentuk emulsi, setelah itu baru diencerkan dengan sisa air.
3. Metode botol atau metode botol forbes.
Digunakan untuk minyak menguap dan zat –zat yang bersifat minyak dan
mempunyai viskositas rendah (kurang kental). Serbuk gom dimasukkan ke dalam
botol kering, kemudian ditambahkan 2 bagian air, tutup botol kemudian campuran
tersebut dikocok dengan kuat. Tambahkan sisa air sedikit demi sedikit sambil
dikocok. Untuk membuat emulsi biasa digunakan :
- Botol
Mengocok emulsi dalam botol secara terputus-putus lebih baik daripada terus
menerus, hal tersebut memberi kesempatan pada emulgator untuk bekerja
sebelum pengocokan berikutnya.

6
- Mixer, blender
Partikel fase disper dihaluskan dengan cara dimasukkan kedalam ruangan
yang didalamnya terdapat pisau berputar dengan kecepatan tinggi , akibat
putaran pisau tersebut, partikel akan berbentuk kecil-kecil.
- Homogeniser
Dalam homogenizer dispersi dari kedua cairan terjadi karena campuran
dipaksa melalui saluran lubang kecil dengan tekanan besar.
- Colloid Mill
Terdiri atas rotor dan stator dengan permukaan penggilingan yang dapat
diatur. Coloid mill digunakan untuk memperoleh derajat dispersi yang tinggi
cairan dalam cairan.

II.A.3 Emulgator

Ada beberapa jenis emulgator yang digunakan dalam pembuatan emulsi, yaitu
surfaktan, hidrokoloid, dan zat padat halus yang terdispersi. Surfaktan bisa bersifat ionik
ataupun non-ionik. Dalam zat anionik, bagian lipofilik bermuatan negatif, sedangkan
dalam zat kationik, bagian ini bermuatan positif. Oleh karena itu, surfaktan anionik dan
kationik cenderung saling menetralkan apabila terdapat dalam satu sistem yang sama.
Kemampuan surfaktan dalam menstabilkan emulsi bergantung pada penurunan energi
bebas permukaan, pembentukan lapisan monolayer, dan adanya surface charge dapat
menyebabkan partikel saling tolak-menolak sehingga turut membantu menstabilkan
emulsi.

Surfaktan lipofilik seperti span 80 dapat digunakan untuk menstabilkan emulsi A/M
(Calderon dkk., 2007). Hidrofilisitas dari span 80 berasal dari gugus hidroksil pada cincin
siklik jenuh. Bagian hidrokarbon dari span 80 berada pada fase minyak dan radikal sorbitan
berada pada fase air. Karena termasuk surfaktan nonionik, mekanisme span 80 dalam
menstabilkan emulsi bukan melalui tolak- menolak listrik antar droplet fase dispers,
melainkan melalui pembentukan lapisan film di antarmuka air-minyak dan halangan sterik
antardroplet serta mencegah koalesens.

7
Hidrokoloid merupakan kelompok heterogen dari polimer rantai panjang
(polisakarida dan protein) yang mampu membentuk dispersi kental dan/atau gel ketika
didispersikan dalam air. Adanya gugus hidroksil (-OH) dalam jumlah besar dapat
meningkatkan kemampuan mengikat molekul air. Hidrokoloid mampu membentuk lapisan
film multimolekuler dan menaikkan viskositas emulsi sehingga menghalangi droplet-
droplet untuk bergabung (Sinko, 2011). Carboxymethylcellulose atau CMC merupakan
salah satu hidrokoloid yang digunakan untuk menstabilkan emulsi M/A. CMC menstabilkan
emulsi dengan pembentukan lapisan film multimolekuler yang kuat dan elastis pada
antarmuka air-minyak dan memberikan perlindungan mekanis dari koalesens (Kim, 2004).
Hidrokoloid lain yang umumnya digunakan adalah xanthan gum, guar gum, karagenan,
dan derivat selulosa lainnya.
Zat padat seperti bentonit, magnesium hidroksida, dan aluminium hidroksida
umumnya membentuk emulsi M/A jika bahan tersebut ditambahkan ke fase air dan jika
ada sejumlah volume fase air yang lebih besar daripada fase minyaknya. Namun, jika
ditambahkan ke dalam minyak dan volume fase minyak lebih besar, suatu zat seperti
bentonit dapat membentuk emulsi A/M (Ansel, 2005). Zat padat halus teradsorpsi pada
antarmuka dua cairan dan membentuk lapisan partikel di sekitar droplet fase dispers. Tiga
jenis emulgator ini sama-sama dapat membentuk lapisan film, baik monomolekuler,
multimolekuler, atau partikulat.

II.A.4 Kestabilan Emulsi

Stabilitas emulsi merupakan suatu hal yang penting untuk diperhatikan.


Ketidakstabilan yang dapat terjadi terhadap emulsi di antaranya adalah flokulasi dan
creaming, koalesens dan breaking, perubahan fisika kimia, dan inversi fase (Sinko, 2011).
Selain itu, emulsi juga dapat mengalami ketidakstabilan biologi, seperti adanya
kontaminasi dan pertumbuhan mikroba (Ansel, 2005). Peristiwa creaming dari suatu
emulsi berkaitan dengan persamaan Stokes:
𝑑2 (𝜌𝑡− 𝜌𝑜)𝑔
V= 18 𝑛

8
Menurut persamaan di atas, laju pemisahan dari fase dispers dapat dihubungkan
dengan faktor-faktor seperti ukuran droplet dari fase dispers, perbedaan kerapatan
antarfase, dan viskositas fase luar. Laju pemisahan meningkat dengan makin besarnya
ukuran droplet fase dalam, makin besarnya perbedaan kerapatan kedua fase, dan
berkurangnya viskositas fase luar. Oleh karena itu, untuk meningkatkan stabilitas suatu
emulsi, ukuran droplet harus dibuat sehalus mungkin, perbedaan kerapatan antarfase harus
sekecil mungkin, dan viskositas fase luar harus cukup tinggi.

II.B Definisi Mikroemulsi


Mikroemulsi adalah larutan stabil termodinamika yang jernih dan merupakan
campuran isotropik dari minyak, air dan surfaktan, yang sering dikombinasikan dengan
kosurfaktan. Mikroemulsi bersifat isotropik, sistem air, minyak, dan surfaktan yang stabil
transparan (tembus cahaya) secara termodinamika, seringkali dikombinasikan dengan
kosurfaktan, membentuk droplet yang ukurannya berkisar 20 – 200 nm. Sistem ini
homogen, dapat dipreparasi dengan konsentrasi surfaktan dan perbandingan air-minyak
beragam menghasilkan aliran dengan viskositas rendah.
Mikroemulsi telah dipelajari secara luas untuk meningkatkan ketersediaan
hayati dari obat yang kelarutannya buruk. Mikroemulsi memiliki tegangan muka yang
sangat rendah dan ukuran dropletnya kecil, yang mana menghasilkan absorbsi dan
permeasi tinggi. Formulasi mikroemulsi membuat ketersediaan hayati dan profil
konsentrasi plasma obat lebih reprodusibel, yang mana secara klinis sangat penting
dalam kasus obat yang memunculkan efek samping serius. Hal ini merupakan
kemajuan langkah yang sangat signifikan dalam penghantaran obat berkelarutan buruk.

9
Gambar 1. Struktur Mikroemulsi

Mikroemulsi sebagai sarana penghantaran obat memperlihatkan sifat- sifat yang


baik, seperti stabilitas termodinamika (waktu penyimpanan lama), pembentukannya
mudah (tegangan antarmuka nol dan pembentukkannya mendekati spontan),
isotropik, dapat disterilisasi dengan filtrasi, daerah permukaan luas (kapasitas
kelarutan tinggi), dan ukuran droplet sangat kecil. Mikroemulsi sangat mudah untuk
diberikan kepada anak-anak dan orang yang mengalami kesulitan menelan bentuk sediaan
padat.

Mikroemulsi telah diterapkan banyak aplikasi tetapi aplikasi dalam makanan


dibatasi oleh jenis surfaktan yang digunakan untuk memfasilitasi pembentukan
mikroemulsi. Banyak surfaktan tidak diizinkan dalam makanan; banyak lagi yang hanya
dapat ditambahkan pada level rendah sekitar 20%. Mikroemulsi menggunakan ko-
surfaktan mungkin tidak cocok digunakan dalam makanan karena alkohol rantai pendek
atau menengah dapat menyebabkan toksisitas dan iritasi, serta ko-surfaktan dapat
menyebabkan kerusakan mikroemulsi pada pengenceran karena partisi dari ko-surfaktan
keluar dari wilayah dalam ke fase kontinu.

10
II.B.1 Tipe Mikroemulsi
Tipe-tipe mikroemulsi sama halnya dengan emulsi dapat berupa oil in water (o/w),
water in oil (w/o), atau campuran keduanya yang dikenal sebagai fase bikontinu (o/w/o
dan w/o/w). Pada tahun 1948, Winsor mengidentifikasi empat tipe secara umum fase
kesetimbangan, berdasarkan hal ini mikroemulsi dibagi menjadi empat jenis, yaitu:

1. Tipe I : Oil in Water (O/W) mikroemulsi dibentuk dari surfaktan pelarutnya lebih
disukai pada fase air. Fase air kaya surfaktan menyertai fase minyak dan surfaktan ada
sebagai monomer pada konsentrasi kecil.
2. Tipe II : Water in Oil (W/O) mikroemulsi dibentuk dari surfaktan pelarutnya lebih
disukai pada fase minyak. Fasa minyak yang mengandung surfaktan bergabung dengan
fase air yang lebih rendah dan menciptakan kesetimbangan.
3. Tipe III : Surfaktan ditambahkan ke fase bagian tengan yang dikombinasikan dengan
fase air dan minyak kemudian membentuk tiga fase mikroemulsi. Dalam mikroemulsi
ini, baik air dan minyak adalah fase yang kurang surfaktan.
4. Tipe IV : larutan isotropik (single micellar) diformulasikan dengan menambahkan
surfaktan dan alohol (amfifilik) secukupnya. Tipe IV ini merupakan perpanjangan dari
Tipe III pada konsentrasi tinggi surfaktan, dimana fase tengahnya memuai dan menjadi
fase tunggal.

II.B.2 Metode Pembuatan Mikroemulsi


a. Metode Fase Inversi
Fase inversi mengubah sistem o/w menjadi w/o yang dibentuk dari penambahan
kelebihan fase terdispersi (Fase Inversi Konsentrasi) atau respon terhadap
temperatur (Fase Inversi Temperatur) ketika surfaktan non ionik digunakan untuk
mengubah kelengkungan spontan dari surfaktan yang membawa sistem mendekati
tegangan permukaan minimal dan membentuk tetesan minyak yang terdispersi.
Metode ini membuat perubahan fisik secara drastis dalam sistem sepert ukuran
partikel.

11
b. Metode Fase Titrasi
Metode fase titrasi dapat juga disebut sebagai metode emulsifikasi spontan.
Mikroemulsi dibuat dengan mendispersikan jumlah obat yang diperlukan dalam
jumlah minyak yang tepat yang diperlukan untuk pelarutan obat. Mikroemulsi
terbentuk bersama dengan berbagai struktur terkait, seperti emulsi, misel, kubik,
heksagonal dan gel berbeda dan dispersi minyaknya.

II.B.3 Keuntungan dan Kekurangan Mikroemulsi

 Keuntungan
a. Mikroemulsi merupakan sistem yang stabil secara termodinamika dan
stabilitasnya menyebabkan swaemulsifikasi sistem, dimana sifat-sifatnya tidak
bergantung pada proses yang dilalui.
b. Mikroemulsi bertindak sebagai pelarut obat super. Mikroemulsi dapat
melarutkan obat hidrofilik dan lipofilik, termasuk obat yang relatif tidak larut
dalam air dan pelarut hidrofobik. Hal ini disebabkan adanya polaritas berbeda
pada daerah mikro dalam satu fase solusio.
c. Fase terdispersi, lipofilik ataupun hidrofilik, dapat menjadi penampung potensial
untuk obat yang hidrofilik maupun lipofilik. Obat dipartisi di antara fase terdispersi
dan fase kontinyu, yang mana bila terjadi kontak antara sistem dengan membran
semi permeabel, obat akan ditransportasikan menembus pelindung.
d. Diameter rata-rata droplet mikromemulsi berada di bawah ukuran 220 nm
sehingga dapat disterilisasi dengan filtrasi.
e. Sama-sama dapat membawa obat yang lipofilik ataupun hidrofilik.
f. Mikroemulsi mudah dipreparasi karena stabil secara termodinamika dan tidak
membutuhkan kontribusi energi yang terlalu banyak selama preparasi.
g. Mikroemulsi memiliki viskositas yang rendah bila dibandingkan emulsi lain.
h. Penggunaan mikroemulsi sebagai sistem panghantaran dapat
meningkatkan efikasi obat, termasuk mengurangi jumlah dosis dan meminimalkan
efek samping obat.

12
i. Pembentukan mikroemulsi bersifat reversibel. Mikroemulsi tidak stabil pada
temperatur rendah atau tinggi. Namun, ketika temperatur kembali pada kisaran
stabilitasnya, mikroemulsi akan terbentuk kembali.

 Kekuragan
a. Menggunakan surfaktan dan kosurfaktan dalam konsentrasi tinggi untuk
menyetabilkan nanodroplet.
b. Kapasitas melarut yang terbatas untuk zat-zat yang mudah melebur.
c. Surfaktan tidak boleh toksik untuk aplikasi farmasetik
d. Stabilitas mikroemulsi dipengaruhi oleh parameter lingkungan, macam ph dan
temperatur. Parameter tersebut dapat berubah-ubah selama penyampaian
mikroemulsi kepada pasien.

II.B.4 Evaluasi Mikroemulsi


Evaluasi kimia fisika yang dapat dilakukan pada mikroemulsi ini meliputi sebagai
berikut:
1. Pengukuran ukuran partikel

2. Viskositas

3. Pengamatan elektrokonduktivitas

4. Persentase transmitan dan indeks refraktif

5. Studi permeabilitas intestinal in vitro

6. Studi absorbsi in vivo

7. Analisis HPLC sampel plasma

8. Analisis data farmakokinetik

9. Analisis statistik

13
II.C Definisi Nanoemulsi
Nanoemulsi merupakan sediaan yang stabil secara termodinamik, dispersi
transparan dari minyak dan air yang distabilisasi oleh interfasial film molekul surfaktan
dan ko-surfaktan dan memiliki ukuran droplet kurang dari 100 nm. Nanoemulsi
mengandung komponen utama, yaitu Obat yang memiliki kelarutan rendah. fase minyak
seperti asam oleat, minyak zaitun, minyak jarak. fase air, yaitu metanol dan etanol.
surfaktan, yaitu tween 80, tween 20, dan span 20, serta ko-surfaktan, contohnya PEG 200,
PEG 400, polisorbat 80. Pada jenis obat topikal, nanoemulsi dapat meningkatkan permeasi
transdermal dari berbagai obat dibandingkan dengan formulasi topikal konvensional
seperti emusi dan gel.

Nanoemulsi membantu obat lipofilik agar terabsorpsi lebih cepat dan lebih baik
dibandingkan dengan larutan minyak. Diameter droplet sistem bergantung dari tipe
minyak, konten fase minyak, tipe surfaktan, dan temperature.

II. C.1 Tipe Nanoemulsi


Tipe nanoemulsi bergantung pada komposisi atau bahan yang digunakan, yaitu:

Nanoemulsi minyak dalam air, berupa tetesan minyak yang terdispersi di dalam fase air;
Tipe air dalam minyak, dimana tetesan air terdispersi dalam fase minyak; dan bi-
continuous nanoemulsi

Fase minyak yang digunakan akan mempengaruhi ukuran droplet dan stabilitas
nanoemulsi yang terbentuk. Sedangkan Fase minyak dalam nanoemulsi berperan sebagai
pembawa yang dapat melarutkan zat aktif yang bersifat lipofilik. Fase minyak membentuk
droplet dalam medium dispersi dengan adanya bantuan surfaktan dan ko-surfaktan.

II.C.2 Metode Pembuatan Nanoemulsi


Pembuatan nanoemulsi membutuhkan aplikasi teknik khusus. Nanoemulsi ini dapat
dibuat dengan teknis mekanikal yang berbeda. Salah satu metode pembuatan nanoemulsi
adalah teknik energy tinggi seperti ultrasonikasi, mikrofluidasasi, dan homogenizer
bertekanan tinggi. Pembuatan nanoemulsi dengan energy tinggi ini bergantung pada
pembentukan ukuran globul yang kecil dengan adanya surfaktan atau campuran surfaktan

14
dengan masukan energy yang tinggi. Selama pembuatan, beberapa parameter seperti
tekanan homogenizer, jumlah siklus homogenizer, dan suhu homogenizer dapat berubah
yang nantinya akan mempengaruhi ukuran globul nanoemulsi yang sangat penting dalam
stabilitas fisik system tertentu.

II.C.3 Keuntungan dan Kekurangan Nanoemulsi


 Keuntungan
a. Ukuran tetesan sangat kecil menyebabkan penurunan pada gaya gravitasi dan gerak
brown yang mungkin cukup untuk mengatasi gravitasi. Hal ini berarti tidak terjadi
creaming selama penyimpanan.
b. Ukuran tetesan yang kecil mencegah terjadinya flokulasi dan memungkinkan
system untuk tetap tersebar tanpa adanya pemisahan, serta dapat mencegah
koalesens.
c. Nanoemulsi cocok untuk penghantaran bahan aktif melewati kulit. Luas permukaan
yang besar dari system emulsi memungkinkan penetrasi yang cepat dari bahan
aktif.
d. Karena sifatnya yang transparan dan fluiditasnya (pada konsentrasi minyak yang
sesuai) dapat memberikan estetika yang menarik dan menyenangkan saat
digunakan.
e. Karena ukurannya yang kecil, nanoemulsi dapat melewati permukaan kulit yang
kasar dan dapat meningkatkan penetrasi obat.
f. Ukuran tetesan yang kecil memudahkan penyebaran dan penetrasi mungkin dapat
ditingkatkan karena tegangan permukaan dan tegangan antarmuka yang rendah.
g. Penggunaan nanoemulsi sebagai system penghantaran dapat meningkatkan
efektifitas obat, sehingga dosis total dapat dikurangi dan dengan demikian
meminimalkan efek samping.
 Kekurangan
a. Penggunaan konsentrasi besar surfaktan kosurfaktan yang diperlukan untuk
menstabilkan nano droplet.
b. Kapasitas pelarut terbatas untuk melarutkan zat yang memiliki titik lebur tinggi.
c. Stabilitas nanoemulsi dipengaruhi oleh parameter lingkungan seperti suhu dan Ph.
Parameter ini dapat berubah setelah sampai pada pasien.

15
II.C.4 Evaluasi Nanoemulsi
1. Uji Organoleptis
2. Uji pH
3. Uji persen transmitan
4. Uji viskositas
5. Uji ukuran partikel
6. Uji Frezee-thaw cycle

II.D Perbedaan Mikroemulsi dan Nanoemulsi

NANOEMULSI MIKROEMULSI
 Stabil secara kinetika dan  Stabil secara termodinamika
termodinamika
 Tidak memiliki stabilitas jangka  Stabilitas jangka panjang
panjang
 Membutuhkan konsentrasi  Konsentrasi surfaktan yang
surfaktan yang lebih rendah lebih tinggi
untuk pembentukannya
 Nanoemulsi umumnya mahal  Mikroemulsi lebih murah
dibandingkan dengan
nanoemulsi

II. E Pembahasan Jurnal


Formulasi emulsi cair-cair adalah umum dalam industri makanan dan farmasi.
Memasukkan ekstrak tumbuhan dalam bentuk emulsi saat ini lebih menarik perhatian di
bidang penelitian karena pentingnya terapeutik mereka. Minyak bunga matahari dan wijen
digunakan untuk persiapan emulsi kosmetik karena minyak ini mengandung persentase
tinggi vitamin E. Emulsi kosmetik yang mengandung vitamin E sangat bermanfaat sebagai
produk perawatan kulit karena memiliki daya tahan yang sangat baik dalam perawatan kulit
(Tanriverdi & Evren, 2017). Pada jurnal “ Review Perbedaan Emulsi dan Mikroemulsi

16
Pada Minyak Nabati ” membandingkan antara emulsi dan mikroemulsi pada minyak
nabati. Penelitian Rahate dan Jayashree tahun 2007 melaporkan selama pengamatan
Farmaka Suplemen Volume 16 Nomor 1 138 enam bulan emulsi minyak nabati seperti
bunga matahari dan minyak wijen menggunakan campuran surfaktan nonionik (Span 80
dan Tween 20) adalah stabil. Stabilitas maksimum dicapai pada 5% jumlah surfaktan.
Konsentrasi surfaktan kurang atau lebih dari 5% dapat merusak emulsi. Hal ini dapat
terjadi:

(1) ketika konsentrasi surfaktan melebihi konsentrasi misel kritis, itu dapat mengurangi
stabilitas.

(2) ketika dua tetes emulsi mendekati satu sama lain, kejenuhan sementara terjadi di
wilayah antara tetes (Friberg & Mandell, 1970). Alasan-alasan inilah yang menyebabkan
pembentukan misel dalam fase air menurunkan resistensi menjadi koalesensi tetesan
emulsi, yang dapat merusak emulsi. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Do et al
pada tahun 2009, mereka mengolah minyak nabati menjadi mikroemulsi dengan alasan
molekul trigliseridanya yang kompleks. Rantai alkil yang panjang dan besar membuat
trigliserida sangat hidrofobik, sedangkan wilayah ester dalam molekul menyebabkan
polaritas tinggi sehingga menyebabkan pelarutan yang buruk oleh surfaktan. Hasil
penelitian telah menunjukkan penggunaan linker termodifikasi dan sistem surfaktan yang
diperluas dapat membentuk mikroemulsi minyak nabati. Formulasinya dapat membentuk
mikrokemulsi yang lebih ramah lingkungan dengan berbagai macam minyak, terlepas dari
komposisi trigliserida, dan dapat menunjukkan parameter solubilisasi tinggi, hingga 10
ml/mg. Berdasarkan hasil penelitianpenelitian diatas, emulsi dan mikroemul simemiliki
kelebihan dan kekurangan masing-masing yang dapat dilihat pada Tabel 2.

17
Tabel 2. Kelebihan dan Kekurangan Emulsi dengan Mikroemulsi (Kale & Sharada, 2017)

Kelebihan Kekurangan
- Untuk melarutkan obat-obatan larut -Kurang stabil dibandingkan
lemak dengan bentuk sediaan lain
- Meningkatkan absorpsi obat - Memiliki waktu simpan yang
- Meningkatkan absorpsi obat secara pendek
Emulsi
topical -Dapat terjadi creaming, cracking,
- Menutupi rasa dan bau yang tidak enak dan flocculation selama masa
- Meningkatkan palatabilitas nutrisi penyimpanan
minyak
- Merupakan sistem yang sangat baik - Penambahan penggunaan
untuk menaikkan tingkat penyerapan serta jumlah surfaktan dan ko-surfaktan
bioavaibilitas dengan menghilangkan yang berlebih akan meningkatkan
variasi yang mengganggu biaya
- Meningkatkan kelarutan obat lipofilik - Konsentrasi surfaktan yang
Mikroemulsi - Secara termodinamik lebih stabil berlebihan dapat menyebabkan
disbandingkan emulsi dan lebih cocok toksisitas mukosa.
untuk penggunaan jangka panjang
- Merupakan sistem terbaik untuk
meminimalkan first pass metabolism

II.F Kesimpulan Jurnal


Review ini menunjukkan mikroemulsi sebagai pilihan alternatif dalam formulasi
minyak nabati. Sistem mikroemulsi dapat meningkatkan stabilitas, dan bioavailabilitas.
Teknologi mikroemulsi juga lebih ekonomis, efisien, dan meyakinkan dalam pengolahan
minyak di industri.

18
BAB III

PENUTUP

III.A Kesimpulan

 Emulsi adalah campuran dua larutan yang tidak saling larut, larutan yang satu terdispersi
ke larutan yang lainnya dan stabil terus menerus.
 Emulsi dapat sebagai produk akhir atau selama pemrosesan produk dalam berbagai bidang
termasuk industri makanan, industri pertanian, farmasi, kosmetik, dan dalam bentuk
makanan.
 Emulsi diklasifikasikan menjadi nanoemulsion (ukuran droplet 50-200 nm) dan
mikroemulsi (ukuran tetesan <100 nm).
 Mikroemulsi adalah larutan stabil termodinamika yang jernih dan merupakan campuran
isotropik dari minyak, air dan surfaktan, yang sering dikombinasikan dengan kosurfaktan,
bersifat isotropik, sistem air, minyak, dan surfaktan yang stabil transparan (tembus
cahaya) secara termodinamika.
 Mikroemulsi dapat meningkatkan ketersediaan hayati dari obat yang kelarutannya
buruk. Karena memiliki tegangan muka yang sangat rendah dan ukuran dropletnya kecil,
yang mana menghasilkan absorbsi dan permeasi tinggi.
 Mikroemulsi sangat mudah untuk diberikan kepada anak-anak dan orang yang mengalami
kesulitan menelan bentuk sediaan padat.
 Nanoemulsi mengandung komponen utama, yaitu Obat yang memiliki kelarutan rendah
dapat membantu obat lipofilik agar terabsorpsi lebih cepat dan lebih baik dibandingkan
dengan larutan minyak.
 Nanoemulsi dapat meningkatkan permeasi transdermal dari berbagai obat dibandingkan
dengan formulasi topikal konvensional seperti emusi dan gel.
 Review jurnal menunjukkan mikroemulsi sebagai pilihan alternatif dalam formulasi
minyak nabati. Sistem mikroemulsi dapat meningkatkan stabilitas, dan bioavailabilitas.
Teknologi mikroemulsi juga lebih ekonomis, efisien, dan meyakinkan dalam pengolahan
minyak di industry

19
BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

1. Hisprastin Y, Rina F.N. Perbedaan Emulsi dan Mikroemulsi Pada Minyak Nabati.
Farmaka. 2018. 16(1).
2. Sari A.I , Yedi. Formularium Nanoemulsi Terhadap Peningkatan Kualitas Obat. Farmaka.
2018. 16(1).
3. Rosada D.S. Pengaruh Tween 20 : Span 80, Vco Dan Propilenglikol Dalam Formulasi Hair
Tonic Nanoemulsi Ekstrak Daun Mangkokan (Polyscias Scutellaria) Dan Daun Teh
(Camellia Sinensis). Skripsi. Purwokerto (ID): Universitas Muhammadiyah
Purwokerto.2015.
4. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Farmakope Indonesia Edisi Ketiga.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta. 1979.

20

Anda mungkin juga menyukai