Anda di halaman 1dari 123

PERSEPSI PETANI PADI SAWAH DALAM

PENGGUNAAN SISTEM TANAM PINDAH (TAPIN)


DAN SISTEM TANAM BENIH LANGSUNG (TABELA)
(Studi Kasus di Kelurahan Jalanjang, Kecamatan Gantarang,
Kabupaten Bulukumba)

Oleh:

JUMADIANTO SANDAURANG

G211 12 007

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS


JURUSAN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2016

i
PERSEPSI PETANI PADI SAWAH DALAM
PENGGUNAAN SISTEM TANAM PINDAH (TAPIN)
DAN SISTEM TANAM BENIH LANGSUNG (TABELA)
(Studi Kasus di Kelurahan Jalanjang, Kecamatan Gantarang,
Kabupaten Bulukumba)

Oleh :
JUMADIANTO SANDAURANG
G211 12 007

Skripsi ini Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh


Gelar Sarjana Pertanian
Pada
Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian
Fakultas Pertanian
Universitas Hasanuddin
Makassar
2016

Disetujui oleh,

Dr. Ir. Akhsan, M.S. Rasyidah Bakri, S.P., M.Sc.


Dosen Pembimbing Dosen Pembimbing

Mengetahui :
Ketua Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian
Fakultas Pertanian
Universitas Hasanuddin

Dr. Muh. Hatta Jamil, S.P., M.Si.


NIP.19671223 199512 1 001

Tanggal Pengesahan: Maret 2016

ii
PANITIA UJIAN SARJANA
JURUSAN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN

JUDUL : Persepsi Petani Padi Sawah dalam


Penggunaan Sistem Tanam Pindah (Tapin)
dan Sistem Tanam Benih Langsung (Tabela)
(Studi Kasus di Kelurahan Jalanjang, Kecamatan
Gantarang, Kabupaten Bulukumba)

NAMA : JUMADIANTO SANDAURANG

NIM : G211 12 007

SUSUNAN TIM PENGUJI

Dr. Ir. Akhsan, M.S.


Ketua Sidang

Rasyidah Bakri, S.P., M.Sc.


Anggota

Dr. Ir. Nurbaya Busthanul, M.Si.


Anggota

Ir. Darwis Ali, M.S.


Anggota

Ir. Yopie Lumoindong, M.Si.


Anggota

Rusli M. Rukka, S.P., M.Si.


Anggota

Tanggal Ujian : Maret 2016

iii
RINGKASAN

Jumadianto Sandaurang. G211 12 007. Persepsi Petani Padi


Sawah dalam Penggunaan Sistem Tanam Pindah (Tapin) dan Sistem
Tanam Benih Langsung (Tabela) (Studi Kasus di Kelurahan Jalanjang,
Kecamatan Gantarang, Kabupaten Bulukumba) di bawah bimbingan
Akhsan dan Rasyidah Bakri.

Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui bagaimana


persepsi petani dalam penggunaan sistem tanam pindah (Tapin) dan
sistem tanam benih langsung (Tabela) ditinjau dari segi budidaya,
kebutuhan benih dan jenis varietas, kebutuhan tenaga kerja, ketahanan
terhadap hama dan penyakit, produktivitas dan pendapatan, serta untuk
mengetahui masalah-masalah yang dihadapi petani pengguna sistem
tanam pindah dan sistem tanam benih langsung di Kelurahan Jalanjang,
Kecamatan Gantarang, Kabupaten Bulukumba.
Penelitian ini berlangsung sejak bulan Desember 2015 sampai
Februari 2016. Penelitian ini merupakan penelitian desktiptif kualitatif dan
subjek pada peneilitian ini terdiri dari satu informan kunci dan sebelas
responden petani pengguna sistem Tapin dan Tabela. Langkah-langkah
analisis data pada penelitian ini dimulai dari pengumpulan data, reduksi
data, penyajian data, verivikasi hingga kesimpulan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Persepsi petani dalam
penggunaan sistem tanam pindah (Tapin) dan sistem tanam benih
langsung (Tabela) dari sisi budidaya, terdapat perbedaan dalam hal
tahapan budidaya, teknik penanaman dan umur padi. Kebutuhan benih
pada sistem Tapin lebih banyak daripada Siatem Tabela, namun jenis
varietas yang digunakan sama. Kebutuhan tenaga kerja pada sistem
Tapin lebih banyak daripada sistem Tabela. Sistem Tapin lebih tahan
terhadap serangan hama dan penyakit daripada sistem Tabela.
Produktivitas dan pendapatan yang diperoleh pada sistem Tapin lebih
tinggi daripada sistem Tabela. (2) Masalah-masalah yang dihadapi petani
pengguuna sistem tanam pindah (Tapin) yaitu jumlah kebutuhan benih
relatif besar, biaya tenaga kerja yang semakin mahal dan bibit sering
rusak pada saat pencabutan. Sedangkan masalah-masalah yang dihadapi
petani pengguna sistem tanam benih langsung (Tabela) yaitu benih yang
telah tumbuh sering termakan oleh keong mas, petani mengalami
kesulitan dalam melakukan penyemprotan dan pemupukan akibat
populasi tanaman yang sangat rapat, rentan terhadap serangan hama dan
penyakit, pertumbuhan gulma sangat tinggi dan lebih banyak
membutuhkan air.

Kata kunci: Persepsi petani, Sistem Tanam Pindah, Sistem Tanam


Benih Langsung

iv
ABSTRACT

Jumadianto Sandaurang. G211 12 007. Perceptions of Rice


Farmers in Implementation of Transplanting Sedding System (Tapin) and
Direct Planting System (Tabela) (Case Study in the Jalanjang Village,
Gantarang District, Bulukumba Regency) under supervised Akhsan and
Rasyidah Bakri.

The aims of this research is to determine perceptions of farmers in


implementatian of the transplanting system and direct seeding system in
terms of cultivation, requirements of seeds and varieties, labor
requirements, resistance to pests and diseases, productivity and revenue,
as well as to identificate problems faced by farmers and users of the
transplanting system and direct seeding system in the Jalanjang Village,
Gantarang District, Bulukumba Regency.
The research conducted from December 2015 through February
2016. This research is a qualitative descriptive and subject in this research
consists of one key informant and eleven respondents farmers of the
transplanting system and direct seeding system users. The Steps of data
analysis in this research starting from data collection, data reduction, data
presentation, verification this research until the conclusion.
Results (1) Perceptions of farmers in the use of transplanting
seeding system and direct planting system in terms of cultivation, there
are differences in the stages of cultivation, rice cultivation techniques and
the paddy age. Seeds system requirement on the transplanting sedding
system is bigger than direct planting system, but they use the same kind
of variety. The need for labor in transplanting seeding system is bigger
than direct planting system. Transplanting sedding system is more
resistant to pests and diseases than direct planting system. Productivity
and income earned on the transplanting seeding system is higher than
direct planting system. (2) The problems faced by farmers that use
transplanting seeding system are high need of seeds, labor costs are
increasingly expensive and seedlings are often damaged at the time of
revocation. While the problems faced by farmers that use direct planting
syistem are seed that has grown is often eaten by snails, farmers have
difficulty in spraying and fertilizing due to plant population is very dense,
susceptible to pests and diseases, weed growth very high and need more
water.

Keywords: Farmers perceptions, Transplanting Seeding System,


Direct Planting System.

v
RIWAYAT HIDUP PENULIS

Jumadianto Sandaurang, lahir di Rantealang pada tanggal

04 Februari 1994. Merupakan anak keempat dari tujuh bersaudara dari

pasangan bapak Amiruddin dan ibu Nurfaida.

Penulis memulai pendidikan formal pada tahun 1999 di TK Andika

Songgo. Pada tahun 2000 melanjutkan pendidikan di SDN 236 Inp

Songgo dan selesai pada tahun 2006. Setelah lulus dari SD pada tahun

2006, kemudian penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang sekolah

menengah pertama di SMPN 1 Sangalla’ dan selesai pada tahun 2009.

Kemudian pada tahun yang sama, penulis melanjutkan pendidikan pada

sekolah menengah atas di SMAN 1 Sangalla’ dan lulus tahun 2012.

Setelah lulus dari SMA, penulis dinyatakan lulus jalur undangan atau

SNMPTN pada Program Studi Agribisnis, Jurusan Sosial Ekonomi

Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin, angkatan 2012.

Selama menempuh pendidikan di Perguruan Tinggi, penulis aktif

mengikuti berbagai kegiatan ekstra-kurikuler dan menjadi anggota

beberapa Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) serta aktif dalam mengikuti

kegiatan-kegiatan baik dalam lingkungan Fakultas, Universitas, maupun

kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan di luar kampus.

vi
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi Rabbil Alamin, penulis memanjatkan puji dan syukur

kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis

dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai tugas akhir pada Jurusan Sosial

Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin. Penulis

juga mengirimkan salam dan shalawat kepada junjungan kita Nabi besar

Muhammad SAW yang telah memberi tauladan bagi kita semua. Skripsi

ini berjudul Persepsi Petani Padi Sawah dalam Penggunaan Sistem

Tanam Pindah (Tapin) dan Sistem Tanam Benih Langsung (Tabela)

(Studi Kasus di Kelurahan Jalanjang, Kecamatan Gantarang,

Kabupaten Bulukumba)

Laporan hasil penelitian ini berisi tentang bagaiman persepsi petani

pengguna sistem tanam pindah (Tapin) dan petani pengguna sistem

tanam benih langsung (Tabela) ditinjau dari sisi budidaya, kebutuhan

benih dan jenis varietas, kebutuhan tenaga kerja, ketahanan terhadap

serangan hama dan penyakit, serta produktivitas dan pendapatan petani.

Selain itu, dari hasil penelitian ini juga mengungkap masalah-masalah

yang dihadapi oleh petani pengguna sistem Tapin maupun petani

pengguna sistem Tabela.

Penulis sadar bahwa setiap manusia memiliki keterbatasan dan

jauh dari kesempurnaan, begitupun dalam penyusunan skripsi ini yang

menemui berbagai hambatan dan kesulitan. Sadar akan segala

keterbatasan tersebut, penulis dengan segala kerendahan hati mengakui

vii
bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan dan tentunya tak luput dari

kesalahan. Jika ada kesalahan dalam skripsi ini, itu datangnya dari

penulis dan kebenaran datangnya dari Allah SWT. Oleh karena itu,

penulis sangat mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca dan

semua pihak yang terkait untuk penyempurnaan hasil penelitian ini.

Akhir kata, penulis mengucapkan banyak terima kasih atas bantuan


semua pihak dan mohon maaf sebesar-besarnya jikalau terdapat
kesalahan dalam skripsi ini. Semoga segala pemikiran yang terdapat
dalam skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan semoga segala
sesuatu yang kita kerjakan menjadi pahala di sisi-Nya. Aamiin.

Makassar, Maret 2016

Penulis

viii
UCAPAN TERIMA KASIH

Tidak henti-hentinya penulis memanjatkan syukur kepada tuhan

semesta alam dan pencipta segala yang ada di bumi Allah SWT, yang

telah melimpahkan segala nikmat kepada setiap hamba-Nya. Berkat, ridho

dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir untuk meraih

gelar Sarjana Pertanian di Program Studi Agribisnis, Jurusan Sosial

Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin,

Makassar. Sholawat serta salam juga tak lupa diucapkan kepada nabi

besar kita Muhammad SAW, kepada keluarganya, sahabatnya dan para

pengikutnya, yang selalu menjadi suri tauladan bagi kita dan menuntun

umat manusia dari alam gelap gulita menuju alam yang terang benderang

seperti saat ini hingga akhir zaman.

Penulis sadar akan keterbatasan setiap manusia, oleh karena itu

penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan skripsi ini tidak akan

dapat diselesaikan dengan baik tanpa ada bantuan dari pihak lain, baik

berupa moril maupun materil. Pada kesempatan ini penulis ingin

mengucapkan penghargaan yang teristimewa dan setinggi-tingginya, rasa

cinta penulis serta sembah sujud penulis persembahkan untuk Ibunda

Nurfaida dan Ayahanda Amiruddin. Dengan segala kerendahan hati

penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada

kedua beliau yang merawat, membesarkan, mendidik, memberikan

motivasi dan dorongan, dengan penuh kasih sayang, ketulusan,

kesabaran, keikhlasan, curahan rasa cinta dan sayangnya yang tiada

ix
berujung serta pengorbanan yang takternilai. Kepada saudara-saudaraku,

Fatmawati, Abdul Nari, Ardianto Bone Tondon, Hendrik Bone

Tondon, Rahmadia Sandaurang dan Halisa Sandaurang, terima kasih

atas segala perhatian, doa, motivasi, kasih sayang, dan segala

bantuannya yang diberikan selama ini.

Penyusunan skripsi ini tentunya menemui berbagai hambatan

dalam proses pembuatannya. Namun berkat usaha dan kerjakeras serta

bimbingan, arahan, kerjasama, dukungan, dan bantuan dari berbagai

pihak maka Alhamdulillah skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

Dengan segala kerendahan hati, melalui kesempatan ini penulis

menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak/Ibu/

Saudara(i)/rekan:

1. Bapak Dr. Ir. Akhsan, M.S. selaku Pembimbing I sekaligus Penasehat

Akademik (PA) yang menjadi panutan dan selalu memberikan

bimbingan, saran, motivasi, dorongan serta teguran membangun

sehingga penulis selalu dapat melewati segala hambatan dalam

menyelesaikan skripsi ini.

2. Ibu Rasyidah Bakri, S.P., M.Sc. selaku Pembimbing II yang

memberikan bimbingan, motivasi, kritikan, saran, ilmu serta arahannya

selama ini dalam proses penyelesaian studi dan tugas akhir ini.

3. Ibu Dr. Ir. Nurbaya Busthanul, M.Si dan Bapak Ir. Darwis Ali, M.S.

serta Bapak Ir. Yopie Lumoindong, M.Si. selaku dosen penguji yang

x
telah memberikan banyak kritikan dan saran yang besifat membangun

guna penyempurnaan penyusunan tugas akhir ini.

4. Bapak Rusli Mohammad Rukka, S.P., M.Si. selaku panitia ujian

sarjana dan Ibu Dr. Ir. Heliawaty, M.Si selaku panitia seminar

proposal serta Ibu Dr. Ir. Nurbaya Busthanul, M.Si. selaku panitia

seminar hasil yang telah memberikan petunjuk dalam setiap

pelaksanaan seminar demi terselesaikannya tugas akhir ini.

5. Bapak Dr. Muh. Hatta Jamil, S.P., M.Si selaku ketua jurusan sosial

ekonomi pertanian, Bapak dan Ibu Dosen serta Seluruh Staf dan

Pegawai khususnya di Program Studi Agribisnis, Jurusan Sosial

Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin

yang membimbing dan mendidik penulis sejak pertama kali

menginjakkan kaki di Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas

Pertanian, Universitas Hasanuddin sampai penulis merampungkan

tugas akhir ini.

6. Kepada Keluarga Terdekat yang selalu memberikan motivasi, arahan,

nasehat dan kritikan selama ini.

7. Kepada seluruh keluarga besar UKM Koperasi Mahasiswa

Universitas Hasanuddin (KOPMA UNHAS), UKM Bulutangkis

Universitas Hasanuddin (UKMB) dan Ikatan Pemuda Pelajar dan

Mahasiswa Batualu (IPPMB) Makassar yang selama ini membantu,

memberikan motivasi, ilmu, serta kasi sayang yang amat besar sejak

bergabung hingga saat ini.

xi
8. Kepada teman-teman Englis Lover Club (ELC) dan SP 2016, yang

telah menjadi sahabat sekaligus keluarga dan selalu memberikan

bantuan, semangat, saran dan kritikan yang membangun dalam

menimbah ilmu dan dalam penyelesaian tugas akhir ini.

9. Seluruh keluarga besar SPEKTA12 yang tak bisa penulis sebutkan

satu-persatu, atas waktu, saran, perhatian serta dukungan serta telah

menjadi saudara semenjak penulis menginjakkan kaki di kampus,

banyak suka dan duka yang telah dilalui bersama-sama.

10. Kepada Kepala Kelurahan Janjang bapak Ahmad Yusri S.Sos., M.Si,

keluarga besar H. Jamal, ibu penyuluh pertanian Rosmini Pratiwi

S.Pt, dan Seluruh Responden yang telah membantu penulis dalam

memperoleh data ataupun informasi serta memberikan tempat tinggal

dan izin meneliti selama di lokasi penelitian.

11. Kepada teman-teman dan sahabat-sahabat seposko KKN, Enrico

Janwar Pribadi, Irene Fransiska Pasino, Hasni, Chintal Anugerah

dan Cheryanti yang telah menjadi sahabat, keluarga dan telah

memberikan motivasi, dukungan, saran-saran serta kebersamaan

dalam menggali ilmu selama di lokasi KKN hingga saat ini.

12. Kakak-kakak dan Adik-Adik di Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian

yang telah memberikan semangat, saran dan motivasi kepada penulis.

13. Terspesial kepada Irene Fransiska Pasino, sosok seorang wanita

yang selalu setia memberikan dorongan, motivasi dan penyemangat

bagi penulis ketika penulis merasa down dan bermalas-malasan dalam

menyelesaikan tugas akhir ini.

xii
14. Dan kepada semua pihak yang telah memberi bantuan yang tak

mampu penulis sebutkan satu-persatu.

Demikianlah semoga semua pihak yang secara langsung maupun

tidak langsung telah membantu penulis selama masa kuliah dan dalam

penyusunan skripsi ini diberikan kebahagiaan dan rahmat oleh Allah SWT,

Aamin Yaa Rabbal Alamin.

Makassar, Maret 2016

Penulis

xiii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................. i

HALAMAN PENGESAHAN .................................................................... ii

SUSUNAN TIM PENGUJI ...................................................................... iii

RINGKASAN .......................................................................................... iv

ABSTRACT ............................................................................................ v

RIWAYAT HIDUP PENULIS .................................................................. vi

KATA PENGANTAR .............................................................................. vii

UCAPAN TERIMA KASIH ...................................................................... ix

DAFTAR ISI ............................................................................................ xiv

DAFTAR TABEL ..................................................................................... xvii

DAFTAR GAMBAR ................................................................................. xix

I. PENDAHULUAN .............................................................................. 1

1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1


1.2 Rumusan Masalah............................................................................. 6
1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................... 6
1.4 Kegunaan Penelitian ......................................................................... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 8

2.1 Penelitian Terdahulu.......................................................................... 8


2.2 Persepsi ............................................................................................ 11
2.3 Petani Padi Sawah ............................................................................ 15
2.4 Sistem Tanam Benih Langsung (Tabela) .......................................... 17
2.5 Sistem Tanam Pindah (Tapin) ........................................................... 21
2.6 Kerangka Pikir ................................................................................... 22

xiv
III. METODOLOGI PENELITIAN ............................................................ 24

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................... 24


3.2 Jenis Penelitian ................................................................................. 25
3.3 Pemilihan Informan dan Responden ................................................. 25
3.4 Jenis dan Sumber Data ..................................................................... 27
3.5 Teknik Pengumpulan Data ................................................................ 28
3.6 Analisis Data ..................................................................................... 29
3.7 Keabsahan Data ................................................................................ 32
3.8 Konsep Operasional .......................................................................... 33

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN ........................................ 36

4.1 Letak Geografis & Administrasi ........................................................ 36


4.2 Pola Penggunaan Lahan .................................................................. 36
4.3 Keadaan Penduduk .......................................................................... 38
4.3.1 Jumlah Penduduk Bedrasarkan Jenis Kelamin ....................... 38
4.3.2 Jumlah Penduduk Berdasarkan Umur ..................................... 39
4.3.3 Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian.................. 40
4.4 Sarana dan Prasarana ...................................................................... 41

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ 42

5.1 Identitas Informan dan Responden ................................................... 42


5.2 Persepsi Petani dalam Penggunaan Sistem Tanam Pindah
dan Sistem Tanam Benih Langsung.................................................. 44
5.2.1 Budidaya .................................................................................. 45
5.2.2 Kebutuhan Benih dan Jenis Varietas ....................................... 56
5.2.3 Kebutuhan Tenaga Kerja ......................................................... 61
5.2.4 Ketahanan Terhadap Serangan Hama dan Penyakit ............... 66
5.2.5 Produktivitas dan Pendapatan .................................................. 70
5.3 Masalah yang Dihadapi Petani dalam Penerapan Sistem
Tanam Pindah dan Sistem Tanam Benih Langsung ......................... 81

xv
5.3.1 Masalah yang Dihadapi Petani Pengguna Sistem Tapin ......... 82
5.3.2 Masalah yang Dihadapi Petani Pengguna Sistem Tabela ........ 86

VI. PENUTUP ......................................................................................... 93

6.1 Kesimpulan ....................................................................................... 93


6.2 Saran ................................................................................................ 94

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

xvi
DAFTAR TABEL

No. Teks Halaman

1. Kontribusi PDRB Kabupaten Bulukumba


Persektor Ekonomi Atas Dasar Harga Berlaku
Tahun 2008-2012 .................................................................... 3

2. Luas Lahan Sawah dan Produksi Padi di Rinci


Per Kecamatan di Kabupaten Bulukumba, 2013. .................... 5

3. Pola Penggunaan Lahan di Kelurahan Jalanjang,


Kecamatan Gantarang, Kabupaten Bulukumba,
2014. ........................................................................................ 37

4. Pola Penggunaan Lahan Sawah Berdasarkan


Jenis Sistem tanam di Kelurahan Jalanjang,
Kecamatan Gantarang, Kabupaten Bulukumba,
Periode Tanam April–September 2015. ................................... 37

5. Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin di


Kelurahan Jalanjang, Kecamatan Gantarang,
Kabupaten Bulukumba, 2014. .................................................. 38

6. Jumlah Penduduk Berdasarkan Umur di


Kelurahan Jalanjang, Kecamatan Gantarang,
Kabupaten Bulukumba, 2014.. ................................................. 39

7. Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata


Pencaharian di Kelurahan Jalanjang, Kecamatan
Gantarang, Kabupaten Bulukumba, 2014.. .............................. 40

8. Sarana dan Prasarana di Kelurahan Jalanjang,


Kecamatan Gantarang, Kabupaten Bulukumba,
2014.. ....................................................................................... 41

9. Identitas Informan dan Responden di Kelurahan


Jalanjang, Kecamatan Gantarang, Kabupaten
Bulukumba, 2016.. ................................................................... 43

10. Perbedaan Tahapan Budidaya Sistem Tapin dan


Tabela di Kelurahan Jalanjang, Kecamatan
Gantarang, Kabupaten Bulukumba, 2016... ............................. 48

xvii
11. Jumlah Kebutuhan Benih Sistem Tapin dan Per
Hektar di Kelurahan Jalanjang, Kecamatan
Gantarang, Kabupaten Bulukumba, 2016. ... ........................... 59

12. Jumlah Penggunaan Rata-rata Tenaga Kerja


dalam Satu Musim Tanam Per Hektar Sawah
pada Sistem Tapin dan Tabela di Kelurahan
Jalanjang, Kecamatan Gantarang, Kabupaten
Bulukumba, 2016... .................................................................. 65

13. Perbandingan Jumlah Produksi Sistem Tabela


dan Tapin pada 11 Informan di Kelurahan
Jalanjang, Kecamatan Gantarang, Kabupaten
Bulukumba, 2016... .................................................................. 75

14. Perbandingan Biaya dan Pendapatan Per Hektar


Pengguna Sistem Tapin dan Sistem Tabela di
Kelurahan Jalanjang, Kecamatan Gantarang.
Kabupaten Bulukumba. 2016 ................................................... 80

xviii
DAFTAR GAMBAR

No. Teks Halaman

1. Skema Kerangka Berpikir. ....................................................... 23

xix
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Usahatani padi di Indonesia, sampai saat ini masih menjadi tulang

punggung perekonomian pedesaan. Upaya untuk meningkatkan produksi

dan produktivitas usahatani padi akan terus dilakukan agar pendapatan

dan kesejahteraan petani meningkat. Peningkatan produktivitas padi yang

dicapai selama ini disebabkan oleh dua faktor yaitu peningkatan

penggunaan varietas unggul padi yang berpotensi hasil tinggi, dan

semakin membaiknya mutu usahatani seperti pengolahan tanah, cara

tanam dan pemupukan.

Besarnya kebutuhan masyarakat akan beras membuat tanaman padi

sebagai penghasil beras menjadi komoditas yang terus diusahakan dan

dikembangkan guna mencukupi kebutuhan pangan. Berbagai upaya telah

dilakukan pemerintah untuk meningkatkan produksi beras dalam negeri

menuju swasembada beras. Upaya tersebut antara lain melalui program

intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian. Intensifikasi dilakukan dengan

memperbaiki teknologi anjuran untuk meningkatkan produktivitas lahan,

sedangkan ekstensifikasi ditujukan untuk memperluas areal produksi.

Usaha penggunaan sistem budidaya yang tepat merupakan salah satu

program intensifikasi. Sistem budidaya yang tepat tidak hanya

menyangkut masalah penggunaan varietas unggul, tetapi juga pemilihan

sistem tanam yang tepat.

1
Pengaturan sistem tanam yang saat ini banyak digunakan oleh

petani Indonesia adalah teknik sistem tanam benih langsung (Tabela) dan

sistem tanam pindah (Tapin). Sistem tanam pindah merupakan sistem

tanam yang sudah lama digunakan tetapi masih banyak petani yang tetap

menggunakan sistem tanam tersebut. Namun banyak juga petani yang

awalnya menggunakan sistem tanam pindah (Tapin) yang sudah

meninggalkan sistem tanam tersebut dan beralih ke sistem tanam benih

langsung (Tabela).

Sistem tanam benih langsung merupakan teknik penanaman padi

yang benihnya langsung ditabur tanpa melalui proses persemaian. Bentuk

fisik bibit yang akan ditanam masih berupa benih yang masih

berkecambah. Sedangkan sistem tanam pindah adalah sistem

penanaman tanaman padi yang terlebidahulu melalui proses pesemaian

dan pemindahan bibit. Sistem tanam benih langsung memiliki beberapa

keunggulan yaitu tidak melalui proses persemaian, kebutuhan tenaga

kerja relatif kurang dan jangka waktu panen relatif singkat. Dari beberapa

keunggulan sistem Tabela, ternyata memiliki kelemahan antara lain yaitu

hanya sesuai untuk lahan sawah yang rata, sawah beririgasi, dan benih

yang disebar relatif mudah diserang hama. Selain sistem Tabela, sistem

Tapin juga memiliki beberapa keunggulan diantaranya dapat digunakan di

lahan yang tidak rata, sawah tada hujan dan dapat mengurangi resiko

kerusakan bibit karena benih terlebi dahulu di semaikan di lahan

peresemaian sebelum di pindahkan ke hamparan sawah. Kelemahan dari

2
sistem tanam pindah antara lain memerlukan tenaga kerja yang relatif

banyak serta memiliki jangka waktu panen yang relatif panjang karena

terlebih dahulu melalui proses persemaian.

Pemerintah Kabupaten Bulukumba berupaya dalam

mengembangkan perekonomian wilayah dan pembangunan melalui

pengembangan sektor berbasis pertanian, pariwisata, dan jasa-jasa.

Berdasarkan data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Persektor

Ekonomi Atas Dasar Harga Berlaku Kabupaten Bulukumba tahun 2008-

2012 sektor pertanian merupakan sektor basis yang paling banyak

memberi kontrIbusi bagi perkembangan perekonomian lokal, yaitu

sebesar 39,8 persen. Adapun persentasi kontrIbusi PDRB persektor dapat

dilihat pada Tabel 1 sebagai berikut:

Tabel 1. KonstrIbusi PDRB Kabupaten Bulukumba Persektor


Ekonomi Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2008-2012
Tahun
No Lapangan Usaha
2008 2009 2010 2011 2012
1. Pertanian 51,01 46,79 45,29 41,80 39,87
Pertambangan dan
2. 0,40 0,41 0,44 0,53 0,55
penggalian
3. Industri pengolahan 6.60 6,04 5,91 5,87 5,61
4. Listrik, Gas dan Air 0,42 0,41 0,43 0,49 0,53
5. Bangunan 2,97 2,80 2,75 3,10 3,37
Perdagangan, Hotel dan
6. 11,94 12,24 13,22 14,45 15,58
Restoran
7. Angkutan dan Komunikasi 2,16 2,12 2,18 2,52 2,62
8. Keuangan 4,35 4,19 4,75 5,39 5,70
9. Jasa-jasa 25,16 25,0 25,03 25,84 26,18
PDRB 100 100 100 100 100
Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Bulukumba 2013.

3
Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa Kabupaten Bulukumba

menempatkan sektor pertanian sebagai salah satu potensi unggulan yang

memberikan konstrIbusi paling besar terhadap perekonomian Kabupaten

Bulukumba. Meskipun kenyataannya konstrIbusi PDRB sektor pertanian

dari tahun ke tahun selalu menurun tetapi sektor pertanian masi tetap

mendominasi dan memberi kontrIbusi lebih tinggi di banding sektor-sektor

lainnya. Adapun subsektor dari sektor pertanian yang paling banyak

dikembangkan di Kabupaten Bulukumba adalah tanaman pangan,

hortikultura, perkebunan, kehutanan, peternakan, perikanan. Namun dari

beberapa subsektor tersebut, yang paling banyak berkontrIbusi adalah

jenis pertanian tanaman pangan, dan jenis tanaman yang menjadi

komoditas andalan adalah tanaman padi.

Potensi sumberdaya lahan pertanian padi di Kabupaten Bulukumba

cukup besar yakni seluas 22.458 hektar dan tersebar di 10 kecamatan

yang ada, namun kecamatan yang paling banyak memiliki lahan

persawahan adalah Kecamatan Gantarang, yaitu sebesar 35,67 persen

dari total luas lahan pertanian sawah yang ada di Kabupaten Bulukumba.

Selain memiliki luas lahan persawahan, Kecamatan Gantarang juga

memiliki produksi padi terbesar diantara kecamatan lainnya yang ada di

Kabupaten Bulukumba. Adapun luas lahan sawah dan produksi padi yang

dirincikan per kecamatan di Kabupaten Bulukumba dapat dilihat pada

Tabel 2 sebagai berikut:

4
Tabel 2. Luas Lahan Sawah dan Produksi Padi di Rinci Per
Kecamatan di Kabupaten Bulukumba Tahun 2013
No. Kecamatan Luas
Luas lahan Produksi Padi
lahan
swah (Ha) (Ton)
sawah (%)
1. Gantarang 8.011 35,67 88.907,51
2. Ujungbulu 337 1,51 4.047,63
3. Ujung Loe 2.953 13,15 33.863,93
4. Bontobahari 63 0,28 942,72
5. Bontotiro 168 0,75 809,23
6. Herlang 338 1,51 2.928,20
7. Kajang 2.249 10,01 28.338,52
8. Bulukumpa 3.169 14,11 33.490,89
9. Rilau Ale 3.211 14,30 37.745,80
10. Kindang 1.958 8,72 19.223,31
Jumlah 22.458 100 250.297,73
Sumber : Dinas Pertanian, Tanaman Pangan dan Hortikultura 2014.

Berdasarkan data dari Dines Pertanian, Tanaman Pangan dan

Hortikultura Kabupaten Bulukumba 2014, Kecamatan Gantarang menjadi

kecamatan yang memiliki produksi padi sawah tertinggi setiap tahunnya

dan pada tahun 2014 jumlah produksi padi di Kecamatan Gantarang

sebesar 88.907,51 ton.

Kelurahan Jalanjang merupakan salah satu kelurahan yang berada

di Kecamatan Gantarang yang memiliki potensi pertanian padi sawah

cukup baik. Di kelurahan tersebut petani menerapkan 2 sistem tanam, ada

yang menggunakan sitem tanam benih langsung, sistem tanam pindah

dan ada yang menggunakan kedua sistem tanam tersebut. Persentase

petani yang menggunakan sistem tanam di Kelurahan Jalanjang setiap

musim tanam tidak tetap. Namun pada musim tanam tahun 2015

persentase lahan sawah di kelurahan tersebut yang menggunakan sistem

5
tanam benih langsung kurang lebih sebesar 20 persen dan yang

menggunakan sistem tanam pindah sebesar 80 persen.

Berdasarkan uraian di atas maka menarik bagi penulis untuk meneliti

dengan judul “Persepsi Petani Padi Sawah dalam Penggunaan Sistem

Tanam Pindah (Tapin) dengan Sistem Tanam Benih Langsung

(Tabela)”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang terlah diuraikan, maka masalah

yang dibahas dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana persepsi petani dalam penggunaan sistem tanam pindah

(Tapin) dan sistem tanam benih langsung (Tabela) ditinjau dari sisi

budidaya, kebutuhan benih dan jenis varietas, kebutuhan tenaga

kerja, ketahanan terhadap hama dan penyakit, produktivitas dan

pendapatan di Kelurahan Jalanjang, Kecamatan Gantarang,

Kabupaten Bulukumba?

2. Masalah-masalah apa yang dihadapi petani pengguna sistem tanam

pindah (Tapin) dan sistem tanam benih langsung (Tabela) di

Kelurahan Jalanjang, Kecamatan Gantarang, Kabupaten

Bulukumba?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarakan rumusan masalah penelitian, adapun tujuan yang

ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengethui:

6
1. Bagaimana persepsi petani dalam penggunaan sistem tanam pindah

(Tapin) dan sistem tanam benih langsung (Tabela) ditinjau dari sisi

budidaya, kebutuhan benih dan jenis varietas, kebutuhan tenaga

kerja, ketahanan terhadap hama dan penyakit, produktivitas dan

pendapatan di Kelurahan Jalanjang, Kecamatan Gantarang,

Kabupaten Bulukumba.

2. Masalah-masalah yang dihadapi petani pengguna sistem tanam

pindah (Tapin) dan sistem tanam benih langsung (Tablea) di

Kelurahan Jalanjang, Kecamatan Gantarang, Kabupaten Bulukumba.

1.4 Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah:

1. Sebagai masukan dan bahan pertimbangan bagi petani dan penentu

kebijakan pembangun pertanian serta dapat digunakan sebagai

acuan dalam menentukan strategi pembinaan usaha peningkatan

produktivitas pertanian khususnya padi.

2. Sebagai bahan referensi bagi peneliti-peneliti yang mengacu pada

penelitian tentang masalah yang sama.

3. Sebagai tugas akhir yang merupakan syarat untuk meraih gelar

sarjana pada Program Studi Agribisnis, Jurusan Sosial Ekonomi

Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin.

7
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu merupakan penelitian yang terkait atau relevan

dengan masalah atau objek penelitian. Terkait dengan objek penelitian

yaitu sistem Tapin dan Tabela, telah ada beberapa penelitian

sebelumnya yang meneliti dengan objek yang sama. Meskipun memiliki

objek penelitiaan yang sama, namun peneliti memiliki tujuan dan hasil

penelitian yang berbeda-beda.

Penelitian yang dilakukan oleh Indra Dewi (2009), dengan judul

Analisis Perbandingan Sistem Tanam Benih Langsung (Tabela) dan

Sistem Tanam Pindah (Tapin) pada Usaha Tani Padi Sawah (Studi Kasus

di Desa Pidara, Kecamatan Balla, Kabupaten Mamasa, Propinsi Sulawesi

Barat) menunjukkan hasil penelitian sebagai berikut: 1) terdapat

perbandingan sistem Tabela dan sistem Tapin dimana adanya perbedaan

tahap kegiatan usahatani yaitu penaburan benih, persemaian benih,

penanaman benih, dan penyulaman tetapi terdapat pula persamaan dari

kedua jenis sistem tanam yaitu pengolahan tanah, perkecambahan benih,

penyiangan, pemupukan, pengendalian hama dan penyakit, panen dan

pasca panen . 2) waktu yang digunakan oleh petani sistem tanam Tabela

8
jauh lebih efisien di banding dengan petani yang menerapkan sistem

tanam Tapin, dimana pada sistem Tabela jumlah tenaga kerja yang

digunakan adalah 35,57 HOK dan pada sistem Tapin jumlah tenaga kerja

yang digunakan adalah 39,42 HOK. 3) Penggunaan teknologi sistem

tanam Tabela menunjukkan bahwa penerapan sistem tersebut kurang

efisien untuk di kembangkan.

Penelitian yang dilakukan oleh Sukisti (2010), yang berjudul

Usahatani Padi Sistem Tanam Pindah (Tapin) dan Sistem Tanam Benih

Langsung (Tabela) di Desa Sirigading, Kecamatan Sanden, Kecamatan

Bantul, Yogyakarta menunjukkan hasil penelitian bahwa pertama, faktor

non fisik yang mempengaruhi usahatani padi yaitu ketersediaan modal

dana tenaga kerja. Yang kedua yaitu, yang menjadi perbedaan proses

pengolaan usaha tani antara sistem Tapin dan Tabela mulai dari

penyiapan benih sampai panen yaitu proses persemaian dimana sistem

Tabela tidak melalui proses persemaian sedangkan sistem Tapin melalui

proses persemaian. Yang ketiga yaitu, Hambatan yang dihadapi petani

padi Tabela yaitu curah hujan yang tidak menentu dapatmempengaruhi

pertumbuhan tanaman, benih setelah ditanam mudah diserang hama,

benih banyak yang mati, banyak keong mas yang memakan tanaman.

Sedangkan yang menjadi masalah dalam sistem Tapin yaitu, curah hujan

yang tidak menentu dapat mempengaruhu pertumbuhan tanaman, biaya

tenaga kerja yang semakin mahal, padi sering dimakan burung saat akan

panen. Dan yang keempat adalah pendapatan bersih rata – rata yang

9
diperoleh petani padi Tabela sebesar Rp1.419.000/10are/satu kali panen,

sedangkan untuk sistem Tapin petani memperoleh sebesar

Rp 1.004.000/10are/satu kali panen.

Penelitian yang dilakukan oleh Siti Yuliaty, Rustam abdul Rauf, dan

Sulaeman (2013), yang berjudul Analisis Komparatif Pendapatan

Usahatani Padi Sawah Sistem Tabela dan Tapin di Desa Dolago,

Kecamatan Parigi Selatan, Kabupaten Parigi Moutong menunjukkan hasil

penelitian bahwa, Rata-rata pendapatan 1 hektar usahatani padi sawah

sistem Tapin lebih besar daripada rata-rata pendapatan 1 hektar

usahatani padi sawah sistem Tabela. Usahatani sistem Tabela dan Tapin

layak diusahakan karena nilai R/C > 1. Dan perbandingan pendapatan

usahatani yang menerapkan sistem tanam pindah (Tapin) dengan petani

yang menerapkan sistem tanam benih langsung (Tabela) di Desa Dolago

diperoleh nilai t-hitung sebesar -3,223 < t-tabel pada α 5% (1,701) dan < α

1% (2,763) yang berarti H0 tidak dapat ditolak, dan H1 tidak teruji

kebenarannya yang berarti pendapatan usahatani padi sawah sistem

Tapin lebih besar daripada sistem Tabela.

Penelitian yang yang dilakukan oleh Yoshie Laorensia Aruan dan

Rita Mariati (2010), yang berjudul Perbandingan Pendapatan Usahatani

Padi Sawah Sistem Tabela dan Sistem Tapin di Desa Sidomulyo,

Kecamatan Anggana, Kecamatan Kutai Kartanegara menunjukkan hasil

penelitian bahwa pertama, jumlah produksi padi sawah yang diperoleh

petani sistem tanam pindah rata-rata sebesar 3.914,60 kg ha-1 mt-1

10
responden-1 dan petani sistem tanam benih langsung rata-rata sebesar

3.180 kg ha-1 mt-1 responden-1. Pendapatan yang diperoleh petani

sistem tanam pindah rata-rata sebesar – Rp11.816.075,33,- ha-1 mt-1 dan

petani sistem tanam benih langsung ratarata sebesar Rp 11.003.591,87

ha-1 mt-1. Yang kedua, Hasil analisis menunjukkan bahwa secara

bersama-sama variabel bebas meliputi biaya benih, pupuk, tenaga kerja

dan sistem tanam berpengaruh nyata terhadap penerimaan. Secara

parsial, variabel biaya pupuk, tenaga kerja dan sistem tanam berpengaruh

nyata terhadap penerimaan, sedangkan biaya benih tidak berpengaruh

nyata. Dan yang ketiga, tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara

pendapatan usahatani padi sawah dengan sistem tanam pindah dan

tanam benih langsung di Desa Sidomulyo, Kecamatan Anggana,

Kecamatan Kutai Kartanegara

2.2 Persepsi

Persepsi adalah aktivitas dari proses menengahi sensasi, dimana

memberi pemaknaan secara langsung dan di sini kita membuat asumsi

dari suatu aktivitas. Persepsi adalah karakterisitik percontohan yang

dimulai oleh suatu sensasi. Ada suatu reaksi motorik berupa persiapan

dengan umpan balik penambahan informasi lebih lanjut, dan rangkaian

dari reaksi penyelidikan seperti itu pada akhirnya dapat membangun suatu

persepsi. Persepsi adalah suatu urutan, bukan merupakan proses tunggal

yang statis. Permasalahan klasik dalam persepsi berhubungan dengan

kedalaman visual, yaitu seberapa banyak obyek yang dapat

11
dilihat,sehingga akan tampak lebih mudah untuk memahami bagaimana

seseorang dapat mendalami obyek tersebut (Hebb, 1972 dalam

Damayanti, 2010).

Persepsi merupakan suatu proses yang didahului oleh

penginderaan. Penginderaan adalah merupakan suatu proses diterimanya

stimulus oleh individu melalui alat penerima yaitu alat indera. Pada

umumnya stimulus tersebut diteruskan oleh syaraf ke otak sebagai pusat

susunan syaraf, dan proses selanjutnya proses persepsi. Karena itu

proses persepsi tidak terlepas dari proses penginderaan, dan proses

penginderaan merupakan awal proses terjadinya persepsi (Walgito, 1991).

Persepsi atau tanggapan adalah proses mental yang terjadi pada diri

manusia yang akan menunjukkan bagaimana kita melihat, mendengar,

merasakan, memberi serta meraba dan proses terjadinya persepsi ini

perlu fenomena. Empat hal yang berpengaruh dalam persepsi, yaitu

persepsi dalam belajar yang berbeda, kesiapan mental atau kematangan

usia, kebutuhan dan motivasi, serta persepsi gaya berpikir yang berbeda.

Persepsi atau tanggapan di dalam bentuk data aktualnya disebut

informasi (Widayatun, 1999).

Dari definisi persepsi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa

persepsi merupakan penilaian atau pandangan individu terhadap suatu

objek. Individu menyeleksi, mengatur dan menginterpretasikan masukan-

masukan informasi dan pengalaman-pengalaman yang ada, dan

kemudian menafsirkannya untuk menciptakan keseluruhan gambaran

12
yang berarti. Persepsi penting untuk diteliti karena dengan adanya

persepsi, maka individu dapat menyadari dan mengerti tentang keadaan

lingkungan di sekitarnya, dan dapat pula mempengaruhi individu dalam

mengambil sebuah keputusan.

Menurut Mulyana (2002) dalam Damayanti (2010), persepsi manusia

terbagi menjadi dua, yaitu persepsi terhadap objek (lingkungan fisik) dan

persepsi tehadap manusia (lingkungan sosial). Setiap orang memiliki

gambaran yang berbeda mengenai realitas di sekelilingnya. Beberapa

prinsip penting mengenai persepsi antara lain :

a. Persepsi berdasarkan pengalaman

Pola-pola perilaku manusia berdasarkan persepsi mereka mengenai

realitas yang telah dipelajari. Persepsi manusia terhadap seseorang,

objek, atau kejadian dan reaksi mereka terhadap hal-hal itu

berdasarkan pengalaman (dan pembelajaran) masa lalu mereka

berkaitan dengan orang, objek, atau kejadian serupa. Ketiadaan

pengalaman terdahulu dala menghadapi suatu objek jelas akan

membuat seseorang menafsirkan objek tersebut berdasarkan

dugaan, atau pengalaman yang mirip.

b. Persepsi bersifat selektif

Persepsi kita pada suatu rangsangan merupakan faktor utama yang

menentukan selektivitas kita atas rangsangan tersebut. Faktor

internal yang mempengaruhi persepsi yaitu faktor biologis (lapar,

haus, dan lainlain); faktor fisiologis (tinggi, pendek, sehat, sakit, dan

13
sebagainya); faktor sosial budaya (gender, agama, tingkat

pendidikan, pekerjaan, penghasilan, peranan, status sosial,

pengalaman masa lalu, kebiasaan); dan faktor psikologis (kemauan,

keinginan, motivasi, pengharapan, dan sebagainya). Faktor eksternal

yang mempengaruhi persepsi yaitu atrIbut-atrIbut objek yang

dipersepsi seperti gerakan, intensitas, kontras, kebaruan, dan

perulangan objek yang dipersepsi.

c. Persepsi bersifat dugaan

Oleh karena data yang kita peroleh mengenai objek lewat

penginderaan tidak pernah lengkap, persepsi merupakan loncatan

langsung pada kesimpulan.

d. Persepsi bersifat evaluatif

Persepsi adalah suatu proses kognitif psikologis dalam diri individu

yang mencerminkan sikap, kepercayaan, nilai, dan pengharapan

yang digunakan untuk memaknai objek persepsi.

e. Persepsi bersifat kontekstual

Suatu rangsangan dari luar harus diorganisasikan. Dari semua

pengaruh yang ada dalam persepsi kita, konteks merupakan salah

satu pengaruh yang paling kuat. Konteks yang melingkungi kita

ketika kita melihat seseorang, suatu objek atau suatu kejadian

sangat mempengaruhi struktur kognitif , pengharapan, dan persepsi

kita.

14
2.3 Petani Padi Sawah

Petani ialah seorang individu yang mengolah lahan dalam bisnis

pertanian, mengelola lahan dengan tujuan untuk meningkatkan produksi

tanaman (seperti padi, sayur, buah-buahan). Mereka juga menyediakan

bahan mentah bagi industri. Di negara berkembang, kebanyakan petani

melakukan pertanian yang sederhana dengan teknologi yang sederhana

pula untuk memaksimumkan hasil (Deptan, 2008).

Petani adalah setiap orang yang melakukan usaha untuk memenuhi

sebagian atau seluruh kebutuhan hidupnya di bidang pertanian dalam arti

luas yang meliputi usahatani pertanian, peternakan, perikanan dan

pemungutan hasil laut. Peranan petani sebagai pengelola usahatani

berfungsi mengambil keputusan dalam mengorganisir faktor-faktor

produksi yang diketahui. Petani mempunyai banyak sebutan, fungsi, dan

kedudukan atas perannya, yaitu sebagai pribadi (individu), sebagai kepala

keluarga, sebagai guru, sebagai pengelola uahatani, sebagai warga sosial

dan kelompok, serta sebaga warga negara (Hernanto, 1993).

Menurut Tjakrawiralaksana (1983), petani padi dapat dikatakan

berhasil apabila usahataninya telah dapat menunjukkan hal-hal sebagai

berikut :

1. Usahataninya tersebut telah menghasilkan penerimaan yang dapat

menutupi semua bunga modal atau pengeluaran.

15
2. Usahataninya tersebut telah menghasilkan penerimaan tambahan

untuk membayar bunga modal yang dipakai, baik modal sendiri

maupun modal pinjaman.

3. Usahataninya tersebut telah memberikan balas jasa pengelolaan

yang wajar kepada petani itu sendiri.

4. Usahataninya tersebut tetap produktif pada akhir tahun, seperti

halnya pada awal tahun operasional.

Petani tradisional umumya menanam padi hanya berdasarkan

pengalaman, karena pengetahuan yang terbatas maka satu jenis padi

ditanam terus menerus dalam suatu lahan. Pola tanam yang demikian

bukan cara yang baik, terutama terhadap kemungkinan besar serangan

hama dan penyakit.

Adapun jenis padi yang diusahakan oleh petani yaitu :

1. Padi sawah, yaitu padi yang ditanam di sawah, yaitu lahan yang

cukup memperoleh air. Padi sawah pada waktu tertentu memerlukan

genangan air, termasuk sejak musim tanam sampai mulai berbuah.

2. Padi kering yaitu jenis padi yang tidak membutuhkan banyak air

sebagaimana padi sawah. Bahkan padi kering ini dapat tumbuh

hanya mengandalkan curah hujan. Ditinjau dari segi hasilnya, padi

sawah jelas dapat menghasilkan lebih banyak dari pada padi kering

(Aak, 2003).

16
2.4 Sistem Tanam Benih Langsung (Tabela)

Teknik penanaman yang diterapkan dalam bidang pertanian selalu

dimaksudkan untuk menaikkan hasil dan untuk meningkatkan

produktivitas usahatani padi adalah dengan dikembangkannya teknologi

dari sistem tanam pindah yang melalui persemaian ke sistem tanam

langsung (Aak, 2003).

Sistem Tabela merupakan rekayasa teknik penanaman tanaman

padi tanpa melalui persemaian dan pemindahan bibit, sehingga umur

pertanaman padi menjadi lebih pendek. Penggunaan sistem tanam Tabela

merupakan salah satu faktor penting dalam upaya peningkatan produksi

usahatani

Budidaya tanam benih langsung padi pada dasarnya dapat

dibedakan atas dua pilihan teknologi, yaitu tanam benih langsung secara

merata (broad cast) pada areal pertanaman dan tanam benih langsung

dalam larikan (on ows). Teknologi penyebaran benih secara merata pada

areal pertanaman mampu menurunkan curahan tenaga kerja sekitar 28%.

Namun kelemahan utama penerapan cara ini adalah meningkatnya

kebutuhan benih 2–3 kali lipat, serta masalah pemanenan karena tidak

adanya jarak tanam (Andoko, 2002 dalam Dewi, 2009).

Pengembangan sistem Tabela muncul untuk menghindari penyakit

tungro, dimana pada periode 1996-2002, secara nasional tungro

menyerang tanaman padi rata-rata 16.477 ha sawah. Tungro telah

menyebar hampir di seluruh daerah sentra produksi padi di Indonesia.

17
Perkembangan penyakit tungro pada tanaman padi terjadi dua tahap.

Tahap pertama terjadi akibat infeksi di persemaian yang ditularkan oleh

wereng hijau migran pembawa virus. Tahap kedua, terjadi bersumber dari

tanaman yang terserang pada tahap pertama ( Ahmad, 2005).

Menurut Andoko (2002) dalam Dewi (2009), budidaya sistem tanam

Tabela melalui beberapa tahap kegiatan yang hampir sama dengan

sistem Tapin yang yang menjadi perbedaan mendasar adalah pada sistem

Tabela tidak dilakukan persemaian sedangkan sistem Tapin dilakukan

tahap persemaian.

Menurut Prasetyo (2003), dalam penerapannya sistem Tabela tidak

terlepas dari hambatan-hambatan yang dihadapi, yaitu:

1. Budidaya Tabela hanya sesuai untuk lahan sawah yang rata dan

telah diolah sempurna. Benih tidak akan tumbuh bila jatuh pada

tanah yang tergenang air.

2. Tabela sesuai untuk sawah beririgasi teknis yang mudah diatur

pengairannya. Tabela kurang sesuai dilakukan pada musim

penghujan. Saat curah hujan yang tinggi, apalagi pada saat baru

sebar benih, benih dapat terhanyut.

3. Benih yang baru disebar relatif lebih mudah diserang hama burung

atau tikus.

4. Gulma dapat tumbuh lebih pesat dibanding benih padi yang ditanam,

sehingga membutukan usaha penggendalian gulma yang lebih

intensif.

18
5. Usaha kegiatan penyulaman juga lebih intensif, akibat kerusakan

benih karena serangan hama atau supaya tata-letak tanam lebih

rapi.

6. Cara panen padi Tabela juga menjadi salah satu masalah bagi

petani karena mereka belum terbiasa. Pada sistem tabur langsung

misalnya, batang padi tumbuh berserakan, bukan merumpun

sehingga sulit dipotong dengan sabit. Petani umumnya lebih

menyukai panen padi Tapin yang tumbuh rapi dan berumpun

daripada padi Tabela.

Sistem Tabela sangat cocok diterapkan pada lahan yang beririgasi

baik, tidak mudah kebanjiran, dan pengolahan tanahnya harus sempurna,

dimana kondisi tanah benar-benar gembur dan rata. Jika dapat

diterapkan, akan mendapatkan keuntungan lain selain dapat menghemat

tenaga kerja, yaitu umur tanaman padi Tabela lebih cepat sekitar 10 hari

dibandingkan tanaman padi sistem pindah-tanam. Hal ini karena pada

sistem Tabela, tanaman padi tidak mengalami stagnasi pertumbuhan.

Keuntungan lainnya, sistem perakarannya lebih cepat berkembang

sehingga mampu berkompetisi dengan gulma untuk memperoleh unsur

hara di dalam tanah. Hal ini karena sistem perakarannya tidak terbenam

dalam tanah, maka mudah menyerap udara untuk bernafas. Berbeda

dengan tanaman padi sistem pindah-tanam yang mengalami stagnasi

pertumbuhan pada saat bibit dipindah dari lahan persemaian ke lahan

budidaya. Bila dipindah, tanaman perlu waktu untuk beradaptasi dengan

19
lingkungan yang baru. Dan kebiasaan petani selama ini, bibit tanaman

dibenam dalam tanah sampai semua perakarannya terbenam. Kondisi ini

menyebabkan sistem perakarannya kurang cepat untuk berkembang

(Sumarno, 2003).

Penanaman padi dengan sistem Tabela memerlukan varietas yang

tahan hama/penyakit seperti sheat blight, busuk batang, tungro, wereng,

dan penggerek batang. Ketahanan suatu varietas terhadap serangan

hama/penyakit merupakan faktor pendukung keberhasilan usaha tani

padi. Selain itu, pengendalian hama terpadu perlu dilakukan untuk

menciptakan lingkungan tumbuh yang optimal bagi tanaman padi Tabela.

Serangan hama dan penyakit pada sistem tanam benih langsung lebi

rentan daripada sistem tanam pindah sebab jarak tanam pada sistem

Tabela lebih berdekatan bahkan tidak teratur sehingga perpindahan hama

dan penyakit lebih cepat.

Tanam padi sistem tanam benih langsung memang memberikan

beberapa keunggulan atau kelebihan dari cara tanam konvensional

karena lebih efisien, namun disisi lain ternyata kurang cocok bila dilakukan

saat musim penghujan. Bahkan disinyalir turut menumbuhkan biji gulma

untuk tumbuh lebih awal sehingga mendorong gulma tumbuh cepat. Maka

pemilihan herbisida yang selektif dan efektif mutlak dIbutuhkan untuk

mengendalikan pertumbuhan gulma tersebut (Aak, 2003).

20
2.5 Sistem Tanam Pindah (Tapin)

Sistem tanam pindah (Tapin) adalah sistem penanaman tanaman

padi yang terlebidahulu melalui proses pesemaian dan pemindahan bibit.

Dalam sistem tanam pindah, benih padi disemaikan terlebih dahulu di

lahan yang terpisah yang biasa di sebut lahan persemaian selama 20-25

hari. Setelah bibit siap untuk di pindahkan bibit di tanam dengan cara di

pindah dari bedengan persemaian ke petakan sawah ( Prasetyo, 2003).

Usahatani padi merupakan salah satu warisan budaya nenek

moyang sejak rIbuan tahun yang lalu, khususnya sistem Tapin. Usahatani

padi masih terus dilakukan sampai sekarang, bahkan dikembangkan guna

mendukung kecukupan pangan. Kelemahan budi daya padi sistem Tapin

menurut Petijo Setijo (1997) dalam Dewi (2009), antara lain, penggunaan

tenaga kerja dalam jumlah banyak, serta memerlukan waktu relatif lama

dan kurang efisien. Budi daya padi dari waktu ke waktu masalah yang

dihadapi semakin banyak karena berkurangnya lahan subur dan tenaga

kerja produktif serta mahalnya tenaga kerja.

Menurut Sumarno (2003), ada beberapa tahapan yang dilakukan

para petani dalam melakukan budidaya padi sawah sistem Tapin

diantaranya persemaian benih, pengolahan lahan, penanaman,

pemupukan, penyiangan, pengendalian hama dan panen.

Menurut hasil penelitian Sukisti (2010), bahwa ada beberapa

hambatan yang biasa dihadapi oleh para petani sistem tanam pindah

yaitu:

21
1) Cuaca yang tidak menentu berpengaruh pada pertumbuhan

tanaman. Cara mengatasi permasalahan seperti ini yaitu dengan

melakukan penyesuaian kegiatan pertanian dengan berbagai unsur

iklim yang mempengaruhinya.

2) Banyak keong yang menyerang tanaman. Cara mengatasinya

memasang atau menyebar daun pepaya dipinggirpinggir sawah.

3) Biaya tenaga kerja semakin mahal. Sistem Tapin lebih banyak

membutuhkan tenaga kerja khususnya dalam proses penanaman,

sedangkan saat ini tenaga kerja di sektor pertanian semakin sedikit

hal ini berpengaruh terhadap langkanya tenaga kerja menyebabkan

biaya untuk tenaga kerja semakin mahal.

4) Padi sering dimakan burung saat akan panen. Cara mengatasinya

dengan memanfaatkan atau menggunakan bunyi-bunyian serta

mengusirnya menggunakan orang-orangan yang digerakkan dengan

tali, cara ini juga banyak dilakukan petani dan ternyata juga efektif.

2.6. Kerangka Pemikiran

Sistem tanam yang diterapkan petani khususnya di Kelurahan

Jalanjang, Kecamatan Gantarang, Kabupaten Bulukumba terdiri dari dua

jenis sitem tanam yaitu sistem tanam tanam benih langsung (Tabela) dan

sistem tanam pindah (Tapin). Persepsi petani terhadap kedua sistem

tanam berbeda-beda sehingga diperlukan beberapa batasan-batasan

untuk melihat persepsi petani terhadap kedua sistem tanam tersebut.

Penelitian ini akan mengungkap dan mendeskripsikan bagaiman persepsi

22
petani dalam penggunaan sistem tanam benih langsung dan sistem

tanam pindah ditinjau dari sisi budidaya, kebutuhan benih dan jenis

varietas yang digunakan, kebutuhan tenaga kerja, ketahanan terhadap

serangan hama dan penyakit, produktivitas dan pendapatan.

Dalam berusaha tani padi, petani tidak akan pernah luput dari

masalah-masalah, baik masalah yang dihadapi oleh petani pengguna

sistem Tabela maupun masalah yang dihadapi Pengguna sistem Tapin.

Dari hasil persepsi petani dalam pengggunaan sistem tanam akan

mengungkapkan pula masalah-masalah yang mereka hadapi sesuai

dengan sistem tanam yang mereka gunakan, sehingga nantinya akan

nampak permasalahan apa saja yang dihadapi oleh petani dalam

penggunaan sistem Tapin dan Tabela di lokasi penelitian.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada skema kerangka pemikiran

berikut ini :
Petani Padi Sawah

Sistem Tanam Benih Langsung Sistem Tanam Pindah

Persepsi Petani dari sisi


 Budidaya
 Kebutuhan Benih dan Jenis Varietas
 Kebutuhan Tenaga Kerja
 Ketahanan Terhadap Serangan Hama
dan Penyakit
 Produktivitas dan Pendapatan

Masalah yang dihadapi Petani


Gambar 1. Skema Kerangka Berpikir
23
III METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian tentang persepsi petani terhadap pemilihan penggunaan

sistem tanam benih langsung dan sistem tanam pindah pada usahatani

padi sawah ini di laksanakan di Kelurahan Jalanjang, Kecamatan

Gantarang, Kabupaten Bulukumba, Provinsi Sulawesi Selatan. Pemilihan

daerah ini dilakukan secara sengaja (purposive). Menurut Sugiyono

(2008) ,purposive adalah suatu teknik penentuan lokasi penelitian secara

sengaja berdasarkan atas pertimbangan–pertimbangan tertentu.

Kelurahan Jalanjang di pilih sebagai lokasi penelitian dengan beberapa

pertimbangan antara lain yang pertama, lokasi tersebut merupakan salah

satu lokasi yang petaninya ada yang menggunakan sistem tanam benih

langsung dan adapula yang menggunakan sistem tanam pindah. Yang

kedua, Kelurahan Jalanjang merupakan daerah yang memiliki produksi

padi terbesar di antara kelurahan atau desa lain yang berada di

Kecamatan Gantarang. Yang ketiga, lokasi tersebut merupakan lokasi

Kuliah Kerja Nyata (KKN) dari penulis sehingga proses observasi telah

dilakukan pada saat melaksanakan KKN.

Adapun pelaksanaa kegiatan penelitian ini dimulai sejak disahkannya

proposal penelitian serta surat ijin penelitian, yaitu bulan Desember 2015

sampai Februari 2016.

24
3.2 Jenis Penelitian

Ditinjau dari jenis datanya jenis penelitian yang digunakan dalam

penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Menurut Maleong (2007), adapun

yang dimaksud dengan penelitian kualitatif yaitu penelitian yang

bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh

subjek penelitian secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk

kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan

dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah.

Adapun jenis pendekatan penelitian ini adalah deskriptif. Menurut

Sugiyono (2008), metode penelitian deskriptif adalah sebuah metode yang

berusaha mendeskripsikan, menginterpretasikan sesuatu, misalnya

kondisi atau hubungan yang ada, pendapat yang berkembang, proses

yang sedang berlangsung, akibat atau efek yang terjadi atau tentang

kecenderungan yang sedang berlangsung.

Jenis penelitian deskriptif kualitatif yang digunakan pada penelitian

ini dimaksudkan untuk memperoleh informasi secara mendalam dan

komprehensif mengenai persepsi persepsi petani dalam penggunaan

sistem Tapin dan Tabela serta masalah-masalah yang dihadapi petani

danam penggunan sistem tanam tersebut.

3.3 Pemilihan Informan dan Responden

Dalam penelitian ini akan menggunakan dua jenis subjek penelitian

atau sumber informasi dengan metode wawancara yaitu informan dan

responden. Informan dan responden merupakan dua hal yang berbeda,


25
seperti yang diungkapkan Silalahi (2006), bahwa informan adalah individu

yang memiliki keahlian serta pemahaman terbaik mengenai isu-isu

tertentu atau mengenai objek penelitian, sehingga disini informan

merupakan narasumber yang memberikan informasi di luar dirinya,

sementara responden adalah individu yang oleh pewawancara ingin

mengetahui informasi mengenai diri dari responden itu sendiri seperti

pendiriannya, sikapnya, serta pandangannya terhadap isu tertentu atau

pada objek penelitian.

Penentuan informan dan responden dalam penelitian ini

menggunakan metode bola salju (snow ball) dengan proses bergulir

mengelinding yaitu dimulai dari informan kunci (key informan) yaitu

penyuluh pertanian di Kelurahan Jalanjang. Penunjukkan informan kunci

(penyuluh) dilakukan secara sengaja karena beliau dianggap mengetahui

lebih banyak informasi mengenai pertanian di daerah tersebut.

Selanjutnya, informan kunci akan menunjuk informan tambahan atau

responden yaitu petani yang menerapkan sistem Tabela dan petani yang

menerapkan sistem Tapin, jika informasi yang diperoleh peneliti dianggap

belum cukup, maka diminta kepada informan atau responden tambahan

tersebut untuk menunjuk petani lain yang dianggap bisa memberikan

informasi terkait masalah penelitian, begitulah seterusnya sampai data

yang diperoleh dianggap cukup. Metode bola salju ini digunakan karena

dari jumlah sumber data yang sedikit itu belum mampu memberikan data

yang memuaskan, maka mencari orang lain lagi yang dapat digunakan

26
sebagai sumber data, dengan demikian jumlah informan atau responden

sumber data akan semakin besar seperti bola salju yang mengelinding,

semakin lama semakin menjadi besar dan akan berakhir setelah diperoleh

informasi yang akurat dan tidak bervariasi (Sugiyono, 2008).

3.4 Jenis dan Sumber Data

Dalam penelitian ini, jenis dan sumber data yang digunakan adalah

sebagai berikut:

1. Data Primer

Menurut Hasan (2002) data primer ialah data yang diperoleh atau

dikumpulkan langsung di lapangan oleh orang yang melakukan penelitian

atau yang bersangkutan yang memerlukannya. Data primer di dapat dari

sumber informan yaitu individu atau perseorangan seperti hasil

wawancara yang dilakukan oleh peneliti. Data primer ini antara lain adalah

catatan hasil wawancara, hasil observasi lapangan, dan data-data

mengenai informan dan responden.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan oleh

orang yang melakukan penelitian dari sumber-sumber yang telah ada

sebelumnya (Hasan, 2002). Data ini digunakan untuk mendukung

informasi primer yang telah diperoleh dilapangan. Adapun sumber data

sekunder yaitu dari buku bacaan, internet, jurnal, penelitian terdahulu

yang terkait, data badan pusat statistik dari kelurahan atau kecamatan dan

lain sebagainya

27
3.5 Teknik Pengumpulan Data

Adapun metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian

ini adalah sebagai berikut:

1. Wawancara mendalam (in depth interview)

Wawancara mendalam adalah cara menghimpun bahan keterangan

yang dilakukan dengan tanya jawab secara lisan secara sepihak

berhadapan muka, dan dengan arah serta tujuan yang telah ditetapkan.

Anas Sudijono (1996) ada beberapa kelebihan pengumpulan data melalui

wawancara mendalam (in depth interview), diantaranya pewawancara

dapat melakukan kontak langsung dengan peserta yang akan dinilai, data

diperoleh secara mendalam, yang diinterview bisa mengungkapkan isi

hatinya secara lebih luas, pertanyaan yang tidak jelas bisa diulang dan

diarahkan yang lebih bermakna.

Wawancara mendalam dilakukan secara tidak terstruktur kepada

subjek penelitian dengan pedoman wawancara yang telah di buat. Teknik

wawancara digunakan untuk mengungkapkan data tentang bagaimana

persepsi petani dalam penggunaan sistem tanam pindah dan sistem

tanam benih langsung. selain itu, dengan melakukan wawancara

mendalam, maka akan terungkap masalah-masalah yang dihadapi oleh

petani pengguna sistem tanam pindah maupun pengguna sistem tanam

benih langsung.

28
2. Observasi

Observasi adalah teknik pengumpulan data dengan melakukan

pengamatan langsung pada objek kajian. Menurut Sugiyono (2008),

observasi hakikatnya merupakan kegiatan dengan menggunakan

pancaindera, bisa penglihatan, penciuman, pendengaran, untuk

memperoleh informasi yang diperlukan untuk menjawab masalah

penelitian. Hasil observasi berupa aktivitas, kejadian, peristiwa, objek,

kondisi atau suasana tertentu, dan perasaan emosi seseorang. Observasi

dilakukan untuk memperoleh gambaran riil suatu peristiwa atau kejadian

untuk menjawab pertanyaan penelitian.

Observasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pengamatan

yang dilakukan oleh peneliti terhadap keadaan yang ada di lapangan

sebelum melaksanakan penelitian yaitu mengamati permasalahan yang

ada di lokasi untuk penyusunan proposal penelitian dan pengamatan

pada saat melaksanakan penelitian yaitu mengamatai dan

membandingkan keadaan lapangan dengan hasil wawancara yang

diperoleh dari petani, apakah sesuai dengan informasi yang diperoleh

atau tidak.

3.6 Analisis Data

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif, dengan lebih banyak

bersifat uraian dari hasil wawancara. Data yang telah diperoleh akan

dianalisis secara kualitatif serta diuraikan dalam bentuk deskriptif. Menurut

Patton dalam Moleong (2007), analisis data adalah proses mengatur

29
urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori dan

uraian dasar. Definisi tersebut memberikan gambaran tentang betapa

pentingnya kedudukan analisis data dilihat dari segi tujuan penelitian.

Prinsip pokok penelitian kualitatif adalah menemukan teori dari data.

Adapun teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini

adalah menggunakan langkah-langkah seperti yang dikemukakan oleh

Burhan Bungin (2003) yaitu sebagai berikut:

1. Pengumpulan Data (Data Collection)

Pengumpulan data merupakan bagian integral dari kegiatan analisis

data. Kegiatan pengumpulan data pada penelitian ini adalah dengan

menggunakan wawancara.

2. Reduksi Data (Data Reduction)

Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan

perhatian pada penyederhanaan dan transformasi data kasar yang

muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Reduksi dilakukan sejak

pengumpulan data dimulai dengan membuat ringkasan, mengkode,

menelusur tema, membuat gugus-gugus, menulis memo dan sebagainya

dengan maksud menyisihkan data/informasi yang tidak relevan.

Reduksi data ini dilakukan secara bertahap selama dan sesudah

pengumpulan data sampai laporan tersusun. Tujuan reduksi data ini yaitu

untuk memberikan gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah peneliti

untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya, serta mempermudah

peneliti dalam melakukan penyajian data. Reduksi data ini dilakukan

30
dengan cara mengelolah catatan-catatan hasil wawancara dan rekaman

wawancara dalam mengelompokkan topik berdasarkan tujuan penelitian.

3. Penyajian Data

Penyajian data sebagai sekumpulan informasi yang tersusun yang

memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan

tindakan. Penyajian data kualitatif disajikan dalam bentuk teks naratif.

Penyajian data dalam penelitian kualitatif dewasa ini juga dapat dilakukan

dalam berbagai jenis matriks, grafik, jaringan dan bagan.

Data dalam penelitian ini disajikan dalam bentuk teks naratif yang

mengarah pada pengungkapan persepsi petani terhadap sistem Tabela

dan sistem Tapin serta proses pengambilan keputusan petani dalam

memilih sistem tanam. Sehingga penyajian data tersebut memungkinkan

untuk penarikan kesimpulan. Ketika ada data dari dua atau lebih informan

yang berbeda maka akan disajikan data-data tersebut pada tahap ini dan

di ambil kesimplan dari keseluruhan data yang berbeda tersebut pada

tahap verivikasi.

4. Verifikasi dan Penegasan Kesimpulan

Verifikasi dan penegasan kesimpulan merupakan kegiatan akhir dari

analisis data. Penarikan kesimpulan berupa kegiatan interpretasi, yaitu

menemukan makna data yang telah disajikan. Antara display data dan

penarikan kesimpulan terdapat aktivitas analisis data yang ada. Dalam

pengertian ini analisis data kualitatif merupakan upaya berlanjut, berulang

dan terus-menerus. Masalah reduksi data, penyajian data dan penarikan

31
kesimpulan/verifikasi menjadi gambaran keberhasilan secara berurutan

sebagai rangkaian kegiatan analisis yang terkait. Selanjutnya data yang

telah dianalisis, dijelaskan dan dimaknai dalam bentuk

kata-kata untuk mendiskripsikan fakta yang ada di lapangan, pemaknaan

atau untuk menjawab pertanyaan penelitian yang kemudian diambil

intisarinya saja.

Penarikan kesimpulan berlangsung bertahap dari kesimpulan umum

pada tahap reduksi data. Kemudian lebih terarah dan spesifik pada tahap

penyajian data. Kemudian lebih spesifik lagi pada tahap penarikan

kesimpulan yang relevan dengan tujuan penelitian terkait dengan persepsi

petani dalam penggunaan sistem Tapin dan sistem Tabela. Jika pada

tahap penyajian data terdapat beberapa data yang diperoleh dari informan

maupun responden yang berbeda maka pada tahap ini di tarik kesimpulan

dari data-data yang berbeda tersebut yang sesuai dengan tujuan

penelitian.

Berdasarkan keterangan di atas, maka setiap tahap dalam proses

tersebut dilakukan untuk mendapatkan keabsahan data dengan menelaah

seluruh data yang ada dari berbagai sumber yang telah didapat dari

lapangan melalui metode wawancara mendalam.

3.7 Keabsahan Data

Teknik pemeriksaan keabsahan data yang digunakan dalam

penelitian ini adalah teknik Triangulasi. Triangulasi adalah teknik

pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di

32
luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding

terhadap data itu. Menurut Denzin dalam (Moleong, 2007) membedakan

empat macam triangulasi sebagai teknik pemeriksaan yang

memanfaatkan penggunaan sumber, metode, penyidik dan teori.

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik pemeriksaan

keabsahan data triangulasi dengan sumber, metode dan teori. Dengan

teknik triangulasi dengan sumber, peneliti membandingkan hasil

wawancara yang diperoleh dari masing-masing sumber atau informan

penelitian sebagai pembanding untuk mengecek kebenaran informasi

yang didapatkan. Selain itu peneliti juga melakukan pengecekan dengan

teori yaitu dengan melakukan pembandingan hasil penelitian dengan

penelitian terdahulu atau teori-teori dari buku yang berkaitan. Kemudian

dengan metode yaitu pengecekan dari teknik pengumpulan data yang

berbeda yakni membandingkan hasil wawancara dan hasil observasi di

lapangan sehingga derajat kepercayaan data dapat valid.

3.8 Konsep Operasional

Untuk memudahkan dalam pengambilan data dan menyamakan

persepsi dalam penelitian ini, maka disusun konsep operasional sebagai

berikut:

1. Petani padi sawah adalah orang yang terlibat dalam kegiatan

berusahatani padi sawah yang menerapkan sistem Tabela dan sistem

Tapin di Kelurahan Jalanjang, Kecamatan Gantarang, Kabupaten

Bulukumba.

33
2. Tahapan Budidaya adalah tahapan-tahapan atau langkah-alngkah

dalam pembudidayaan tanaman padi dengan sistem tanam pindah

dan sistem tanam benih langsung mulai dari pengolahan lahan

sampai pemanenan.

3. Sistem Tanam Pindah (Tapin) adalah suatu cara bertanam pada

sawah dengan melalui persemaian kemudian pemindahan bibit ke

lahan sawah.

4. Sistem tanam Tanam Benih Langsung (Tabela) adalah suatu cara

bertanam padi sawah tanpa melalui tahap persemaian, penanaman

bibit dan alat tanam, namun benih yang telah berkecambah langsung

di hambur di lahan sawah yang telah di olah.

5. Persepsi adalah penilaian atau pandangan petani terhadap sistem

Tabela dan sistem Tapin di Kelurahan Jalanjang.

6. Pendapatan adalah banyaknya pendapatan bersih yang diperoleh

petani padi sawah dari usah tani padi sawah selama satu musim

tanam, baik petani pengguna sistem Tabela maupun sistem Tapin di

Kelurahan Jalanjang.

7. Kebutuhan Tenaga Kerja adalah banyaknya tenaga kerja yang

dIbutuhkan pada uasahatani padi sistem Tabela atau sistem Tapin di

Kelurahan Jalanjang.

8. Ketahanan Terhadap Serangan Hama dan Penyakit adalah

kecenderungan ketahanan terhadap serangn hama dan penyakit di

34
antara sistem tanam pindah dan sistem tabur benih langsung yang

digunakan petani di Kelurahan Jalanjang

9. Produktivitas padi adalah produksi padi per satuan luas lahan yang

digunakan dalam berusahatani padi. Produktivitas diukur dalam

satuan ton per hektar (ton/ha)

10. Kebutuhan Benih adalah banyaknya benih yang digunakan petani

dalam usaha tani padi dengan sistem Tapin dan sistem Tabela di

Kelurahan Jalanjang.

11. Jenis Varietas adalah jenis varietas padi yang digunakan petani

pengguna sistem Tapin dan Tabela di Kelurahan Jalanjang.

35
IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Letak Geografis & Administrasi

Kelurahan Jalanjang merupakan salah satu kelurahan yang berada

di Kecamatan Gantarang, Kabupaten Bulukumba, Provinsi Sulawesi

Selatan. Secara Geografis Kelurahan Jalanjang terletak pada 5º33’12” LS

- 5º35’2” LS dan 120º7’22” BT - 120º9’35” BT. Kelurahan ini berjarak 1 km

dari Ibukota Kecamatan Gantarang dan berjarak 7 km dari Ibukota

Kabupaten Bulukumba. Luas wilayah Kelurahan Jalanjang adalah

11,46 km2 yang terbagi atas tiga lingkungan yaitu Lingkungan Sapiri,

Lingkungan Biring Kelapa dan Lingkungan Gusunge. Secara administrtif

Kelurahan Jalanjang mempunyai batas wilayah sebagai berikut:

- Sebelah utara berbatasan dengan Desa Bontomacinna

- Sebelah timur berbatasan dengan Kelurahan Matekko

- Sebelah selatan berbatasan dengan Laut Flores

- Sebelah barat berbatasan dengan Kelurahan Mariorennu

4.2 Pola Penggunaan Lahan

Secara umum pola penggunaan lahan di Kelurahan Jalanjang

meliputi lahan pertanian sawah, dan lahan kering. Pada lahan kering di

Kelurahan Jalanjang tidak dirincikan pola penggunaannya namun secara

umum lahan kering tersebut digunakan sebagai tempat pemukiman,

kebun, perindustrian dan lain-lain. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada

Tabel 3.

36
Tabel 3. Pola Penggunaan Lahan di Kelurahan Jalanjang,
Kecamatan Gantarang, Kabupaten Bulukumba, 2014.
No. Pola Penggunaan Lahan Luas (ha) Persentase (%)
1. Lahan Sawah 522.08 45.56
2. Lahan Kering 623.92 54.44
Jumlah 1.146,00 100
Sumber: Badan Pusat Statistik Kecamatan Gantarang, 2014

Tabel 3 menunjukkan bahwa, luas lahan sawah yang berada di

Kelurahan Jalanjang seluas 522.08 hektar yang terdiri dari sawah tada

hujan maupun sawah irigasi. Tabel 3 diatas dapat pula dilihat bahwa

lahan kering yang bedada di Kelurahan Jalanjang seluas 623.92 hektar.

Lahan kering ini terdiri dari lahan pemukiman, perkebunan, dan industri-

industri yang ada di kelurahan jalanjang.

Penggunaan lahan sawah di Kelurahan Jalanjang dibedakan atas

dua yaitu lahan pengguna sistem tanam benih langsung dan lahan

pengguna sistem tanam pindah. Berdasarkan data dari penyuluh

pertanian diperoleh data luasan lahan pengguna sistem Tapin dan Tabela

musim tanam periode April-September 2015 sebagai berikut:

Tabel 4. Pola Penggunaan Lahan Sawah Berdasarkan Jenis Sistem


tanam di Kelurahan Jalanjang, Kecamatan Gantarang,
Kabupaten Bulukumba, Periode Tanam April–September
2015
No Cara Tanam Luas (ha) Persentase (%)

1. Sistem Tapin 417.28 79.93

2. Sistem Tabela 104.80 20,07

Total 522.08 100

Sumber : Balai Penyuluh Pertanian Kecamatan Gantarang, 2015

37
Tabel 4 menggambarkan mengenai pembagian lahan sawah

berdasarkan jenis sistem tanam yang digunakan pada periode musim

tanam April-September 2015 lalu. Dari tabel 4 dapat dilihat bahwa luasa

lahan petani yang menggunakan sistem tanam pindah sebesar 417.28

hektar dengan persentase 79.93 persen, sedangkan luas lahan petani

yang menggunakan sistem tanam benih langsung seluas 104.80 hektar

dengan persentase 20,07 persen dari total luas lahan sawah yang ada di

Kelurahan Jalanjang. Data pola penggunaan lahan sawah berdasarkan

jenis sistem tanam yang digunakan bersifat tidak tetap dan dapat

berubah-ubah setiap musim tanam karena setiap musim tanam, petani

yang menggunakan sistem tanam pindah, sistem tanam benih langsung

maupun pengguna kedua sistem tanam tersebut berubah-ubah.

4.3 Keadaan Penduduk

4.3.1 Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin

Kelurahan Jalanjang memiliki jumlah penduduk sebanyak 4.897 jiwa

dengan jumlah penduduk laki-laki sebesar 2.348 jiwa dan perempuan

sebesar 2.549 jiwa. Untuk mengetahui secara jelas jumlah penduduk

menurut jenis kelamin, dapat dilihat pada Tabel 5 :

Tabel 5. Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin di Kelurahan


Jalanjang, Kecamatan Gantarang, Kabupaten Bulukumba,
2014.
No Jenis Kelamin Jumlah (Jiwa) Persentase (%)
1 Laki-laki 2.348 47,94
2 Perempuan 2.549 52,06
JUMLAH 4.897 100
Sumber: Badan Pusat Statistik Kecamatan Gantarang, 2014
38
Tabel 5 dapat dilihat bahwa di Kelurahan Jalanjang, jumlah

penduduk berjenis kelamin perempuan lebih banyak dari pada jumlah

penduduk laki-laki yakni persentasi penduduk perempuan sebesar 52,06

persen sedangkan laki-laki hanya 47,94 persen.

4.3.2 Jumlah Penduduk Berdasarkan Umur

Jumlah penduduk berdasarkan umur di Kelurahan Jalanjang dapat

dilihat pada Tabel 6 berikut:

Tabel 6. Jumlah Penduduk Berdasarkan Umur di Kelurahan


Jalanjang, Kecamatan Gantarang, Kabupaten Bulukumba,
2014.
Jumlah Penduduk Persentase
No. Kelompok Usia (Tahun)
(Jiwa) (%)
1 0-4 446 9,10
2 5-9 480 9,70
3 10-14 564 11,41
4 15-19 422 8,51
5 20-24 328 6,56
6 25-29 369 7,53
7 30-34 388 7,82
8 35-39 387 7,80
9 40-44 313 6,39
10 45-49 265 5,31
11 50-54 228 4,55
12 55-59 184 3,65
13 60-64 201 4,10
14 >64 322 6,57
JUMLAH 4.897 100
Sumber: Badan Pusat Statistik Kecamatan Gantarang, 2014

Tabel 6 menunjukkan bahwa jumlah pendudu, yang paling banyak

berdasarkan kelompok umur di Kelurahan Jalanjang yaitu penduduk

dengan umur 10-14 tahun yakni sebesar 11,41 persen atau berjumlah 564

jiwa, sedangkan jumlah penduduk yang paling sedikit berdasarkan

39
kelompok umur di Kelurahan Jalanjang yaitu penduduk dengan umur

55-39 tahun hanya sebesar 3,65 persen atau 184 jiwa

4.3.3 Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian

Jumlah penduduk berdasarkan mata pencaharian di Kelurahan

Jalanjang dapat dilihat pada Tabel 7:

Tabel 7. Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian di


Kelurahan Jalanjang, Kecamatan Gantarang, Kabupaten
Bulukumba, 2014.
No Mata Pencaharian Jumlah (Jiwa) Persentase (%)
1 Petani 1.453 54,56
2 Nelayan 556 20,87
3 Peternak 80 3,01
4 Pedagang 93 3,49
5 Buru bangunan 63 2,37
6 Tenaga Kerja Industri 114 4,28
7 Wiraswasta 183 6,87
8 PNS/ABRI/POLRI 43 1,62
9 Pegawai Swasta 78 2,93
TOTAL 2.663 100
Sumber: Badan Pusat Statistik Kecamatan Gantarang, 2014

Tabel 7 menunjukkan bahwa sebagian besar dari penduduk di

Kelurahan Jalanjang memiliki mata pencaharian sebagai petani dengan

jumlah 1.453 jiwa dengan persentasi 54,56 persen dari penduduk yang

ada. Hal ini menunjukkan bahwa mayoritas penduduk yang berada di

Kelurahan Jalanjang berprofesi sebagai petani. Selain petani, terdapat

juga beberapa mata pencaharian penduduk yang lain di Kelurahan

Jalanjang yaitu Nelayan, Peternak, Pedagang, Buru bangunan, Tenaga

kerja industri, Wiraswasta, PNS dan Pegawai swasta.

40
4.4 Sarana dan Prasarana

Sarana dan prasarana merupakan penunjang setiap bentuk aktivitas

penduduk. Tersedianya sarana dan prasarana juga menjadi faktor

pendorong kemajuan masyarakat karena memudahkan masyarakat dalam

menjalankan aktivitasnya. Adapun sarana dan prasarana yang terdapat di

Kelurahan Jalanjang, dapat dilihat pada Tabel 7 berikut:

Tabel 8. Sarana dan Prasarana di Kelurahan Jalanjang, Kecamatan


Gantarang, Kabupaten Bulukumba, 2014
No. Jenis Sarana dan Prasarana Jumlah
1 Sarana Peribadatan
 Mesjid 10
2 Sarana Kesehatan
 Puskeslu 1
 Posyandu 4
3 Sarana Pendidikan
 TK 2
 SD 2
 SMP 1
 SMA 1
Sumber: Badan Pusat Statistik Kecamatan Gantarang, 2014

Pada Tabel 8 dapat di lihat bahwa sarana peribadatan sudah cukup

memadai di Kelurahan Jalanjang dimana ada 10 masjid yang tersebar di

kelurahan tersebut. Di bidang kesehatan masyarakat juga tidak luput dari

perhatian pemerintah Kelurahan Jalanjang dimana pemerintah telah

membangun satu unit puskeslu dan empat posyandu di kelurahan

tersebut. Selain sarana pendidikan dan kesehatan, sarana pendidikan

juga sudah sangat memadai dimana terdapat 2 TK, 2 SD,1 SMP dan

2 SMA.

41
V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Identitas Informan dan Responden

Yang menjadi informan pada penelitian ini yaitu Ibu Rosmini selaku

penyuluh pertanian di Kelurahan Jalanjang. Beliau dikatakan informan

karena beliau memberikan informasi-informasi tentang petani maupun

pertanian secara umum di kelurahan tersebut dan juga memberikan

informasi mengenai sistem tanam yang digunakan oleh petani di

Kelurahan Jalanjang. Beliau juga ditunjuk sebagai informan kunci pada

penelitian ini, karena beliau dianggap lebih mengetahui keadaan petani

maupun lokasi penelitian secara umum. Yang menjadi responden pada

penelitian ini yaitu petani pengguna sistem Tapin, sistem Tabela, dan

petani pengguna kedua sistem tanam tersebut. Mereka dikatakan sebagai

responden karena mereka diminta untuk memberikan informasi terkait

dengan persepsi atau pandangan mereka terhadap sistem tanam yang

mereka gunakan dan memberikan informasi terkait masalah-masalah

yang mereka alami dalam penggunaan sistem tanam yang mereka

gunakan.

Identitas informan maupun responden dalam penelitian ini hanya

mencakup nama, umur, jenis kelamin, pendidikan terakhir, pekerjaan dan

jenis sistem tanam yang digunaan oleh responden. Untuk lebih jelasnya

mengenai identitas Informan dan responden dapat dilihat pada Tabel 9.

42
Tabel 9. Identitas Informan dan Responden di Kelurahan Jalanjang,
Kecamatan Gantarang, Kabupaten Bulukumba, 2016
No Nama Umur Jenis Pendidikan Pekerjaan Sistem Tanam
Kelamin Terakhir yang Digunakan
1 Rosmini 40 P S1 PNS -
2 Muh. Bakri 45 L S1 Petani Tapin
3 Abdul Rahman 58 L SMP Petani Tapin
4 Muh. Sunar 47 L MAN Petani Tapin
5 H. Beddu Ali 65 L SD Petani Tapin
6 Andi Imran Azis 60 L SMA Petani Tapin
7 Syamsir 46 L SD Petani Tabela
8 Rasyid 42 L SMP Petani Tabela
9 Muh. Askar 42 L SMP Petani Tapin dan Tabela
10 Samsir 33 L SMA Petani Tapin dan Tabela
11 Muh. Sabir 40 L SMA Petani Tapin dan Tabela
12 Abrar 31 L SMA Petani Tapin dan Tabela
Sumber: Data Primer Setelah Diolah, 2016

Tabel 9 menunjukkan bahwa jumlah informan dan responden pada

penelitian ini sebanyak 12 orang. Dari informan dan responden tersebut,

peneliti merasa bahwa data yang diperoleh telah jenuh dan telah

memperoleh semua informasi yang sesuai dengan tujuan penelitian,

sehingga peneliti memutuskan untuk menghentikan wawancara hanya

sampai pada responden ke-12. Dari tabel tersebut pula dapat dilihat

bahwa yang menjadi responden tidak hanya petani yang berumur masih

mudah, namun terdapat pula petani yang tergolong berumur tua dan

memiliki pengalaman bertani yang cukup lama.

Jika dilihat dari segi pendidikan, rata-rata pendidikan terakhir pada

informan dan responden yaitu tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA).

Namun, terdapat juga beberapa responden yang hanya memiliki

pendidikan terakhir hingga Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah

Petama (SMP) dan bahkan ada informan yang memiliki tingkat pendidikan

43
terakhir yaitu S1. Jadi yang menjadi responden pada penelitian ini tidak

hanya petani yang memiliki tingkat pendidikan yang tergolong tinggi

namun terdapat juga responden yang memiliki tingkat pendidikan yang

tergolong rendah.

Tabel 9 menunjukkan pula bahwa yang menjadi responden tidak

hanya pengguna sistem Tapin maupun Tabela, namun terdapat juga

responden yang menggunakan kedua jenis sitem tanam tersebut. Adapun

responden pengguna sistem Tapin berjumlah 5 orang, responden

pengguna sistem Tabela berjumlah 2 orang dan responden pengguna

kedua sistem tanam Tapin dan Tabela berjumlah 4 orang. Berdasarkan

pengakuan beberapa responden pengguna sistem Tapin bahwa mereka

sebelumnya pernah mencoba menggunakan sistem Tabela, namun

karena beberapa alasan akhirnya mereka berhenti dan tidak ingin lagi

menggunakan sistem Tabela tersebut. Begitupun dengan petani

pengguna sistem Tabela yang pada awalnya mereka menggunakan

sistem Tapin dan beralih ke sistem Tabela

5.2 Persepsi Petani dalam Pengguna Sistem Tanam Pindah dan

Sistem Tanam Benih Langsung

Sistem tanam pindah atau yang sering disebut dengan Tapin

merupakan sistem tanam padi yang telah lamah digunakan oleh petani di

Kelurahan Jalanjang. Namun dalam 10 tahun terakhir ini muncul sistem

tanam baru di kelurahan tersebut yaitu sistem tanam benih langsung atau

yang lazim disebut Hakika (hambur kiri kanan) di daerah tersebut. Awal

44
kemunculan sistem tanam Tabela di Kelurahan Jalanjang disebabkan ada

beberapa petani yang melihat sistem tanam tersebut di terapkan petani di

desa lain sehingga mereka mencoba untuk menerapkan sistem Tabela di

lahannya.

Meskipun sistem Tabela telah diterapkan oleh beberapa petani,

namun mayoritas petani masih mempertahankan dan masih

menggunakan sistem tanam pindah, karena menurut mereka tanam

pindah jauh lebih baik dari tanam benih langsung. Namun tidak dapat

dipungkiri bahwa setiap petani memiliki pandangan masing-masing

terhadap kedua jenis sistem tanam tersebut, baik dari pandangan sisi

budidayanya, dari kebutuhan benih dan jenis varietas yang digunakan,

dari kebutuhan tenaga kerjanya, dari ketahanan terhadap serangan hama

dan penyakitnya, dari produktivitas dan pendapatannya. Berikut adalah

pembahasan mengeni hasil penelitian persepsi petani dalam penggunaan

kedua sistem tanam tersebut, baik petani pengguna Tabela, Tapin

maupun pengguna keduanya.

5.2.1 Budidaya

Ada tiga hal yang akan dibahas pada pembahasan persepsi petani

dari sisi budidaya yaitu perbedaan tahapan budidaya Tabela dan Tapin,

Teknik penanaman yang digunakan Tabela dan Tapin, dan perbedaan

umur padi antara padi Tabela dan Tapin.

45
a. Tahapan Budidaya

Secara umum, tahapan budidaya pada padi sawah dimulai dari

pengolahan tanah, persemaian, penanaman, pengairan, pemupukan,

penyiangan, pengendalian hama dan penyakit serat panen. Namun,

berdasarkan pendapat oleh beberapa responden petani, baik petani

Tabela maupun Tapin, ternyata dari segi tahapan budidaya terdapat

perbedaan antara sistem Tabela dan Sistem Tapin. Seperti yang

dikemukakan oleh Ibu Rosmini selaku penyuluh pertanian di daerah

tersebut bahwa tahapan budidaya sistem Tapin dan Tabela tidak jauh

berbeda mulai dari pengolahan lahan sampai pemanenan. Namun, yang

menjadadi perbedaan dari sisi tahapan budidayanya yaitu sistem Tabela

tidak melalui proses persemaian benih dan penanaman sedangkan sistem

Tapin harus melalui proses persemaian benih dan penanaman bibit.

Selain itu, yang menjadi perbedaan lainnya antara sistem Tapin dan

Tabela yaitu sistem Tabela akan melalui proses penyulaman sedangkan

sistem Tapin tidak perlu melalui proses penyulaman lagi. Sistem Tabela

perlu melalui penyulaman dikarenakan pada sistem Tapin, pertumbuhan

benih yang telah di hambur tidak akan merata sehingga banyak celah-

celah yang kosong dan banya benih yang tumbuh bergerombol. Dari

benih yang tumbuh bergerombol itulah yang akan dipindahkan untuk

menyulami yang kosong. Pada sistem Tapin, tidak membutuhkan lagi

penyulaman sebab jarak tanam dan pertumbuhan bibit setelah

dipindahkan dari persemaiaan dan ditanam akan tumbuh merata dan

46
memiliki jarak yang beraturan. Penyulaman hanya akan dilakukan pada

sistem Tapin padasaat tanaman terkena musibah seperti terjadinya banjir

yang membuat tanaman banyak tercabut.

Adapun tahapan budidaya pada sistem Tapin dikemukakan oleh

seorang ketua kelompok tani yang bernama Bapak H. Beddu Ali

mengatakan bahwa:

“Tahapan budidayanya kalau Tapin diolah terlebih dahuluh tanahnya, dan


disiapkan persemaiannya, kemudian direndam atau dikecambahkan
benihnya 2 hari 3 malam. Setelah benihnya berkecambah kemudian di
hambur di lahan persemaian secara merata, setelah bibitnya berumur 21
hari kemudian bibit padi di cabut dan di tanam di hamparan sawah.
Setelah ditanam, pengairannya terus dijaga agar padi tetap tergenangi air.
Setelah padi berumur 1 bulan kemudian padi dibeikan pupuk dan kalau
ada rumpu atau gulma tumbuh di selah-selah padi dilakukan penyiangan
dan juga pematang sawahanya dibersihkan rumput-rumputnya. Kalau
terjadi serangan hama dan penyakit juga maka akan dikendalikan dengan
cara menyemprot pestisida. Proses pengendaliannya biasa dilakukan
sampai panen” (H. Beddu Ali, wawancara: 16 Januari 2016).

Sedangkan tahapan budidaya untuk sistem tanam Tabela dikemukakan

secara singkat oleh salah seorang ketua kelompok tani bernama Bapak

Syamsir sebagai berikut:

“Tahapan tanamnya kalau Sistem Tabela pertama-tama diolah duluh


lahannya dan diratakan, kemudian di kecambahkan benihnya selam 2 hari
3 malam. Setelah benihnya berkecamba kemudian langsung di hambur di
lahan dengan cara merata dan dijaga terus perairannya supaya benihnya
tetap tergenang air dan tidak dimakan burung. Setelah padi berumur 3
minggu kemudian disulami yang kosongnya. Setelah disulami di berikan
pupuk. Setelah padinya berumur 1 bulan lebih kemudian dibersihkan
pematangya dari rumput-rumput dan dikendalikan kalau ada hama atau
penyakit yang menyerang. Kemudian diawasi terus prtumbuhannya
sampai panen” (Syamsir, wawancara: 14 Januari 2016).

47
Dari pendapat H. Beddu Ali terlihat jelas bahwa tahapan budidaya

pada sistem tanam pindah itu mulai dari pengolahan lahan,

perkecambahan benih, persemaian, penanaman, sistem pengairan,

pemupukan, penyiangan, pengendalian hama dan penyakit dan panen.

Sedangkan tahapan budidaya sistem Tabela seperti yang dikemukakan

oleh Bapak Syamsir itu dimulai dari pengolahan lahan, perkecambahan

benih, penaburan benih, pengairan, pemupukan, penyulaman,

penyiangan, pengendalian hama dan penyakit dan panen. Untuk melihat

perbandingan proses budidaya berdasarkan hasil wawancara dan

pandangan informan dan beberapa responden dapat dilihat pada tabel

berikut :

Tabel 10. Perbedaan Tahapan Budidaya Sistem Tapin dan Tabela di


Kelurahan Jalanjang, Kecamatan Gantarang, Kabupaten
Bulukumba, 2016.
No Tahapan Budidaya Tapin Tabela
1. Pengolahan Tanah √ √
2. Perkecambahan Benih √ √
3. Persemaian √ X
4. Penanaman √ √
5. Pengairan √ √
6. Penyulaman X √
7. Pemupukan √ √
8. Penyiangan √ √
9. Pengendalian hama dan penyakit √ √
10. Pemanenan √ √
Sumber: Data Primer Setelah Diolah, 2016

48
Tabel 10 dan berdasrkan pernyataan informan dan responden,

dapat disimpulkan bahwa pada tahapan budidaya terdapat perbedaan

antara sistem tanam pindah dan sistem tanam benih langsung. Dimana,

sistem tanam pindah melalui proses persemaian sedangkan sistem tanam

benih langsung tidak melalui proses persemaian. Selain dari perbedaan

tersebut, Tabela ternyata melalui proses penyulaman diakibatkan

pertumbuhan benih yang tidak merata sedangkn sistem tanam pindah

tidak perlu diadakan penyulaman karena pertumbuhannya telah merata.

Pada sistem Tabela dan Tapin sama-sama melalui proses penanaman

namun dari segi cara dan bentuk benih berbeda. Cara penanaman pada

sistem Tapin yaitu mencabut bibit terlebih dahulu dari persemaian yang

telah berumur 21 hari kemudian di tanam dengan cara menenggelamkan

akar kedalam tanah, sedangkan pada sistem Tabela yaitu hanya

menghambur benih yang baru berkecamba di atas hamparan sawah

tanpa meneggelamkannya kedalam tanah. Hal ini sesuai dengan yang

diungkapkakan Sukisti (2010) dalam penelitiannya bahwa, sistem tanam

benih langsung (Tabela) merupakan salah satu teknik tanam padi dengan

cara langsung menabur benih padi pada lahan pertanian tanpa

dipindahkan atau disemaikan. Bibit yang digunakan pada sistem tabur

benih langsung masih berupa benih yang masih berkecamba, sedangkan

sistem tanam pindah merupakan cara tanam padi dengan cara

memindahkan tanaman padi dari persemaian yang benihnya sudah

berumur sekitar 21 hari ke areal tanam.

49
Tahapan budidaya pada sistem Tapin dan Tabela memang memiliki

beberpa perbedaan, namun perbedaan kedua sistem tanam tersebut

tidaklah jauh berbeda. Persamaan pada sistem tanam trsebut dari sisi

tahapan budidaya yaitu sama–sama melalui proses pengolahan lahan,

perkecambahan benih, penanaman, pengairan, pemupukan, penyiangan,

pengendalian hama dan penyakit serta pemanenan.

b. Teknik Penanaman

Tenik penanaman yang dimaksud dalam penelitian ini adalah jenis

pola tanam yang digunakan pada sistem tanam pindah dan jenis teknik

penanaman benih yang digunakan pada sistem Tabela. Pada sistem

tanam pindah terdapat beberapa jenis pola tanam dalam penanaman

diantaranya teknik tanam biasa, Tanam SRI, tanam jajar legowo dan

tanam tegel. Namun teknik tanam yang digunakan petani pengguna

sistem Tapin di Kelurahan Jalanjang pada umumnya menggunakan pola

tanam Tegel yang berbentuk bujursangkar dengan jarak tanam 20x20 cm.

Meskipun mayoritas petani pengguna sistem Tapin menggunakan

pola tanam tegel, namun terdapat pula beberapa petani yang kini

menerapkan sistem tanam jajar legowo berdasarkan saran dan himbauan

dari penyuluh pertanian. Adapun jenis tanam legowo yang diterapan yaitu

legowo 6:1 dan legowo 4:1. Namun dari kesekian petani yang pernah

menggunakan jajar legowo mengatakan bahwa hasil yang diperoleh

antara jajar legowo dengan sistem tegel itu sama. Seperti yang dikemukan

oleh salah satu ketua kelompok tani yang bernama Bapak Sunar

50
mengemukakan bahwa salah satu alasan petani tidak menggunakan

tanam jajar legowo karena dalam proses pengerjaannya tergolong rumit.

Cara penanam pada pola legowo yaitu harus lurus searah dengan

matahari yang membentang dari arah timur ke barat. Selain itu, legowo

juga memiliki jarak tanam yang sama sehingga harus di ukur dan

membuat garis lurus sebagai pedoman padasaat penanaman.

Pada sistem tanam tegel, tidak perlu melakukan pengukuran jarak

tanam pada saat menanam, karena petani di daerah tersebut sudah

terbiasa dan bisa memperkirakan jarak tanam dan pola tanamnya hanya

berbentuk bujursangkar. Sealin itu, salah satu faktor penyebab petani

lebih memilih sistem tanam pindah dengan pola tanam tegel karena

terdapat perbedaan antara biaya sewa tenaga kerja penanaman borongan

dengan pola legowo dengan baiaya tenaga kerja penanaman dengan pola

tegel. Biaya tanam untuk pola tegel sebesar Rp. 750.000/ha sedangkan

biaya tanam ketika menggunakan pola tanam legowo sebesar

Rp. 900.000/ha. seperti yang dikemukakan oleh Bapak Samsir bahwa :

”Biaya sewa tenaga kerja penanam borongan antara tegel dengan legowo
itu berbeda, kalau legowo itu biaya tanamnya Rp. 900.000/ha sedangkan
kalau tanam tegel hanya Rp. 750.000/ha. Inilah yang membuat petani
sudah tidak mau dan jarang menggunakan tanam jajar legowo”
(Samsir, wawancara: 15 Januari 2016).

Dari uraian diatas dan dari pendapat responden dapat disimpulkan

bahwa mayoritas petani di Kelurahan Jalanjang yang menggunakan

sistem tanam pindah lebih memilih untuk menggunakan pola tanam tegel.

51
Hal ini disebabkan karena faktor kerumitan dalam mengerjakan serta

biaya sewa tanam jajar legowo lebih tinggi sementara hasil produksi yang

diperoleh relatif sama.

Secra umum pada sistem tanam benih langsung terdapat dua teknik

penanaman benih yang dapat dilakukan yaitu teknik hambur benih secara

merata (broad cast) pada hamparan sawa dan teknik tanam benih

langsung menggunakan larikan (on ows). Yang menjadi perbedaan dari

kedua teknik tersebut adalah teknik hambur secara merata (broad cast)

tidak memiliki jarak tertentu sedangkan tanam benih langsung

menggunakan alat larikang (on ows) itu memiliki jarak hampir sama

seperti tanam pindah. Namun berdasarkan pendapat beberapa responden

petani pengguna sistem Tabela bahwa yang menjadi pilihan petani

pengguna Tabela di Kelurahan Jalanjang adalah teknik tanam benih

langsung secara hambur merata (broad cast) dan tidak ada petani di

kelurahan tersebut yang menggunakan teknik tanam dengan alat larikang

(on ows).

Ada beberapa alasan petani menggunakan teknik hambur secra

merata seperti yang diungkapkan oleh salah satu ketua kelompok tani

yaitu Bapak Rasyid bahwa:

“Saya dan beberapa petani lainya itu pake hambur secara merata atau
biasa disebut orang-orang disini dengan istila hakika (hambur kiri kanan)
dan bakan tidak ada yang pake alat. Yang menjadi alasan, karena kalau
pake alat lahan harus di kasi keluar airnya terlebidahulu atau di macak-
macak sedangkan kebanyakan lahan di sini itu susa mendapatkan air
karena jauh dari sungai. Jadi nanti malah kekeringan kalau di kasi keluar
airnya” (Rasyid, wawancara: 17 Januari 2016).

52
Ditambahkan lagi bahwa:

“Selain itu kalau pake alat, benih yang dihambur itu gampang dimakan
sama burung pipit karena sawah dalam keadaan kering dan kelihatan itu
benihnya. Berbeda dengan yang dihambur merata karena airnya tetap
tergenang di sawah sampai ketinggina 5-10 cm sehingga benih yang
dihambur tidak bisa termakan burung” (Rasyid, wawancara: 17 Januari
2016).

Responden ini mengidentifikasi bahwa alasan bliau dan petani lainnya

tidak menggunakan alat larikan karena air yang ada pada lahan harus

dikeluarkan terlebih dahulu, sedangkan kebanyakan lahan di daerah

tersebut kesulitan memperoleh air. Selain itu, bibit yang ditanam

menggunakan larikan, mudah termakan oleh burung pipit jika lahan dalam

keadaan kering. Selain karena faktor ketersediaan air dan serangan

hama, terdapat pula alasan lain petani tidak menggunakan alat larikan,

seperti yang dikemukakan oleh Bapak Syamsir bahwa yang menjadi alsan

beliau tidak menggunakan alat larikan karena ketika menggunakan alat

tesebut maka proses penghamburannya relatif lebih lama. Proses

penghamburang dengan mengunakan alat larikan dalam setiap 1 hektar

lahan mem butuhkan waktu selama kurang lebih dua hari sedangkan

ketika menghambur secara merata hanya membutuhkan waktu satu hari.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa yang menjadi alasan

petani sehingga lebih memilih menggunakan sistem tanam benih

langsung dengan cara di hambur merata (broad cast) dari pada

menggunakan alat larikan (on ows), karen teknik hambur merata tidak

perlu mengeluarkan air dari sawa saat menghambur, kemudian benih

terhindar dari burung pipit serta waktu pengerjaanya relatif lebih cepat.

53
c. Umur Padi

Umur padi ternyata tidak hanya ditentukan oleh jenis atau varietas

padinya. Namun ternyata umur padi juga dapat dipengaruhi oleh jenis

sistem tanam yang digunakan. Meskipun menggunakan jenis varietas padi

yang sama, umur padi belum tentu sama jika sistem tanam yang

digunakan berbeda. Dari hasil penelitian yang dilakukan dengan metode

wawancara beberapa petani mengungkapkan pendapatnya bahwa, umur

padi yang menggunakan sistem tanam pindah berbeda dengan padi yang

menggunakan sistem tanam benih langsung. Seperti beberapa

keterangan dari responden dan informan bahwa umur padi dengan sistem

Tabela lebih cepat panen dibandingkan dengan sistem tanam pindah.

Perbedaan umur dari padi dengan sistem tanam yang berbeda hanya

berkisar 10 hari.

Adapun cara petani untuk mengatasi perbedaan umur antara padi

Tabela dengan padi Tapin yaitu petani yang menggunakan Tapin akan

menghambur benih di persemaian 10 hari lebih cepat. Setelah benih pada

padi Tapin berumur 10 hari di persemaian, barulah petani pengguna

sistem Tabela menghambur benihnya di lahan sawah. Dengan cara

seperti ini maka proses panen antara petani Tabela dan Tapin akan

bersamaan.

Perbedaan umur pada padi dengan sistem Tabela dan sistem Tapin

juga dipengaruhi oleh karena bibit pada padi Tapin mengalami proses

penghambatan pertumbuhan dan penyesuaian terhadap lahan baru.

54
Proses tersebut ditandai dengan pertumbuhan akar yang baru pada bibit

yang telah di pindahkan dan ditanam. Hal ini dikemukan juga oleh

informan penyuluh pertanin yaitu Ibu Rosmini yang mengatakan

bahwa:

“Secara normal padi dengan sistem tanam pidah itu disemaikan selama
20 hari kemudian di pindahkan ke lahan persawahan selama 90 hari jadi
umur padi tanam pindah itu normalnya 110 hari sedangkan kalau tanam
benih langsung itu biasanya hanya 100 hari.Letak perbedaanya mengapa
sistem tanam pinah cenderung lebih lambat karena sistem tanam pindah
mengalami masa penghambatan pertumbuhan pada saat bibit dicabut dari
persemaian dan di pindhkan ke lahan. Jadi pertumbuhannya terhambat
karena bibit terlebih dahulu menyesuaikan diri pada lahan baru dan
memperbaiki perakarannya di dalam tanah” (Rosmini, wawancara: 14
Januari 2016).

Berdasarkan uraian diatas dan pendapat informan dapat di

simpulkan bahwa umur padi tidak selamanya sama meskipun dengan

menggunakan jenis varietas padi yang sama tetapi menggunakan sistem

tanam yang berbeda . Padi dengan menggunakan sistem tanam benih

langsung cenderung memiliki umur lebih pendek 10 hari dan cepat panen

daripada sistem tanam pindah. Untuk mengatasi perbedaan umur padi

tersebut, petani yang menggunakan sistem tanam pindah terlebih dahulu

menghambur benihnya di lahan persemaian sekitar 10 hari kemudain

petani yang menggunakan sistem tanam benih langsung akan

menghambur benihnya, maka masa panen dari kedua jenis sistem tanam

tersebut akan bersamaan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang

dilakukan Indra Dewi di Desa Pirada, Kecamatan Balla, Kabupaten

Mamasa pada tahun 2009 mengemukakan bahwa, perbedaan umur dari

55
padi dengan sistem tanam pindah dan padi dengan sisitem tanam benih

langsung yaitu 10 hari, dimana padi dengan sistem Tabela lebih cepat

panen daripada padi dengan sistem Tapin.

5.2.2 Kebutuhan Benih dan Jenis Varietas Padi

Kebutuhan benih yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu

pandangan petani terhadap seberapa banyak benih yang mereka

gunakan dalam sistem tanam yang diterapkan, apakah benih yang

digunakan petani pengguna Tapin dengan petani pengguna Tabela sama

atau tidak. Selain itu, bagaimana pandangan petani terhadap jenis

varietas yang digunakan, apakah ada perbedaan antara varietas padi

pada sistem tanam pindah dan sistem tanam benih langsung atau tidak.

Namun sebelum membahas lehih jauh mengenai hal terseut, ada istilah

unik satuan hitung untuk menakar padi yang digunakan petani di

Kelurahan Jalanjang yaitu “ belle’ ”. Belle’ adalah sebutan kaleng tempat

kue yang bentuknya kotak persegipanjang yang biasa digunakan petani

untuk menakar benih bahkan untuk menyimpan beras. Volume belle’

itulah yang menjadi acuan mereka dalam meenakar benih dan bahkan

untuk menakar pemberian upah tenaga kerja. Penggunaan belle’ tersebut

sebagai alat ukur sudah sangat lama digunakan oleh petani di kelurahan

tersebut bahkan hampir tidak ada petani yang menakar benihnya

menggunakan liter atau kilogram. Namun, berdasarkan pernyataan

beberapa responden bahwa jika dikonversi ke satuan Kg dan Liter maka 1

belle’ gabah setara dengan 20 liter atau 10 kg gabah. Istilah belle’ tersebut

56
masih berlaku sampai sekarang sebagai patokan pemberian upah dan

sebagai patokan penakaran benih. Istilah belle’ tidak hanya berlaku di

Kelurahan Jalanjang saja namun hampir di seluruh wilaya Kabupaten

Bulukumba menggunakan istila belle’ dalam menakar benih.

a. Kebutuhan benih

Kebutuhan benih dalam satu luasan lahan tergantung dari jenis

sistem tanam dan jenis pola tanam yang digunakan. Dari hasil wawancara

yang telah dilakukan, beberapa informan mengungkapkan bahwa ada

perbedaan jumlah benih yang digunkan antara sistem tanam pindah dan

sistem tanam benih langsung. Seperti yang diungkapkan oleh Bapak

Muh. Askar yang mengatakan bahwa

“Benih yang dipake kalau pake Tapin itu lebih banyak dari pada Tabela.
Kalau pake Tapin itu 6 belle’ (60kg)/ha sedangkan kalau pake tabur benih
langsung itu hanya 5 belle’ (50kg) sampai 5,5 belle’ (55 kg)/ha” (Muh.
Askar, wawancara: 14 Januari 2016).

Dari pendapat responden diatas menyatakan bahwa, benih yang

digunakan pada sistem tanam pindah dalam 1 ha sebanyak 6 belle’

(60kg) sedangkan pada sistem tabur benih langsung hanya menggunakan

5 sampai 5,5 belle’/ha. Hal ini sejalan dengan pendapat Bapak Syamsir

yang mengatakan bahwa:

“Dulu waktu saya masi pake tanam pindah, benih yang saya pake dalam
satu hektar itu 6 belle’ sedangkan kalau yang sistem tanam benih
langsung yang saya pake saat ini itu cuma pake 5,5 belle’.” (Syamsir,
wawancara: 14 Januari 2016).

57
Ditambahkannya lagi bahwa:

“Alasan kenapa tanam Tabela itu lebih sedikit menggunakan benih karena
pada saat di hambur tidak di kasi Tebal atau di kasi dempet benihnya.
Karena kalau di kasi dempet-dempet tidak bagus pertumbuhannya nanti.
Jadi kalau di hambur itu di kasi jarang-jarang jaraknya. Sedangkan kalau
padi Tapin itu menggunakan banyak benih karena cara menanamnya
orang biasa mereka kasi tebal. Sedangkan anjurannya penyuluh
seharusnya 1 rumpun terdiri dari 3 batang. Tetapi kalau di petani itu biasa
5-6 batang bibit setiap rumpun” (Syamsir, wawancara: 14 Januari 2016).

Bapak Syamsir mengindikasi bahwa penggunaan benih pada sistem

tanam pindah itu lebih banyak dibandikan sistem tanam Tabela. Penyebab

sistem tanam pindah lebih banyak menggunakan benih karena cara

penanaman bibit oleh petani sangat berlebihan, teabal dan rapat, yang

seharusnya pada setiap rumpun hanya terdiri dari 3 batang, namun yang

terjadi di lapangan bahwa petani menanam 5-6 batang bibit setiap

rumpunnya yang dapat menyebabkan penggunan beni lebih besar dua

kali lipat dari yang seharusnya.

Yang menjadi penyebab lain petani pengguna sistem Tapin lebih

banyak membutuhkan benih dikarenakan petani sengaja melebihkan

benihnya untuk menghindari kekurangan bibit pada saat penanaman. Hal

ini juga diungkap oleh Siti dkk, dalam penelitiannya di Desa Dolago

(2013), mengatakan bahwa petani yang menggunakan sistem Tapin

membutuhkan lebih banyak benih daripada petani yang menggunakan

sistem Tabela. Hal ini terjadi karena petani di Desa Dolago sengaja

melebihkan benih pada saat persemaian. Hal ini dilakukan untuk

menghindari dan mengatasi kekurangn benih pada saat penanaman

sebab biasanya terjadi kerusakan benih pada saat persemaian.

58
Kerusakan yang terjadi pada persemaian biasanya disebabkan karena

termakan oleh hama ataupun benih tidak tumbuh akibat kualitas benih

rendah. Untuk mengatasi hal tersebut maka petani lebih memilih

melebihkan benihnya sehingga tidak melakukan persemaian ulang ketika

bibit kurang pada saat penanaman. Untuk lebih jelasnya mengenai

kebutuhan benih pada sistem tanam pindah dan sistem tanam benih

langsung dapat dilihat pada tabel 11.

Tabel 11. Jumlah Kebutuhan Benih Sistem Tapin dan Tabela Per
Hektar di Kelurahan Jalanjang, Kecamatan Gantarang,
Kabupaten Bulukumba, 2016.
Jumlah Kebutuhan Benih
No Jenis Sistem Tanam
(kg/ha)
1. Sistem Tanam Pindah 60

2. Sistem Tanam Benih Langsung 55


Sumber: Data Primer Setelah Diolah, 2016

Berdasarkan tabel 11 dan uraian dari pernyataan informan dapat

disimpulkan bahwa, kebutuhan benih pada sistem tanam pindah relatif

lebih banyak dibandingkan sistem tanam benih langsung. Dalam 1 hektar

sawah, benih yang dIbutuhkan pada sistem tanam pindah sebanyak 6

belle’ atau setara dengan 60 kg sedangkan benih yang dIbutuhkan pada

sistem tanam benih langsung hanya 5,5 belle’/ha atau setara dengan 55

kg. Yang menjadi masalah mengapa sistem tanam pindah lebih banyak

menggunakan benih, karena cara penanam sistem Tapin sangat tebal

diaman yang seharusnya dalam satu lobang atau satu rumpun hanya 2

atau 3 batang menjadi 5 sampai 6 batang. Sedangkan anjuran dari

59
penyuluh bahwa seharusnya dalam 1 ha hanya menggunakan 25-30 kg

benih/ha dengan ketentuan dalam penanaman setiap rumpun padi hanya

terdiri atas 2-3 batang saja. Tujuan penyuluh menganjurkan penanaman

seperti itu agar anakan pada padi dapat tumbuh lebi banyak.

b. Jenis Varietas yang Digunakan

Vareitas merupakan salah satu komponen teknologi penting yang

mempunyai kontribusi besar dalam meningkatkan produksi dan

pendapatan usahatani padi. Penggunaan varietas padi yang tepat dapat

menopang keberhasilan dalam berusaha tani. Varietas dapat diartikan

sebagai sekelompok tanaman dari suatu jenis atau spesies tanaman yang

memiliki karakteristik tertentu seperti bentuk, pertumbuhan tanaman,

daun, bunga, dan biji yang dapat membedakan dari jenis atau spesies

tanaman lain, dan apabila diperbanyak tidak mengalami perubahan.

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dari beberapa

responden dan informan mengatakan bahwa tidak ada perbedaan antara

penggunan jenis varietas padi antara sistem tanam pindah dan sistem

tabur benih langsung. Seperti yang diungkapkan oleh salah satu Ketua

Kelompok Tani yaitu Bapak Andi Imran Asis mengatakan bahwa:

“Tidak ada perbedaan jenis varietas padi untuk Tabela dengan Tapin.
Semua jenis varietas padi bisa ji di pake untuk tanam pindah dan juga
tanam benih langsun. Namun, saya dan rata-rata petani di sini hanya
menggunakan salah satu diantara varietas cigeulis dan ciliwung. Jadi
terserah petaninya mau pake varietas apa untuk sistem Tabela dan Tapin”
(Andi Imran Azis, wawancara: 17 Januari 2016).

60
Dari responden diatas mengatakan bahwa tidak ada perbedaan

jenis varietas yang digunakan pada sistem tanam pindah dan sistem

tanam benih langsung. Di Kelurahan Kalanjang terdapat dua jenis varietas

padi yaitu Ciliwung dan Cigilis. Dalam pemilihan varietas padi yang akan

digunakan tergantung minat dan keinginan petani itu sendiri. Padahal

seharusnya pada sistem Tabela dan Tapin harus membedakan jenis

varietas yang digunakan. Sistem Tabela membutuhkan jenis varietas yang

tahan terhadap hama dan juga dapat tumbuh dalam kondisi anaerob,

seperti yang dikatakan oleh Siti dkk (2013), dalam penelitiannya bahwa

jenis varietas yang cocok di budidayakan pada sistem tanam Tabela

adalah padi yang berasal dari varietas unggul yang memiliki karakteristik

perakaran dalam dan kuat, cepat tumbuh pada stadia awal dan dapat

tumbuh pada kondisi anaerob. Namun hingga kini Indonesia belum

mempunyai varietas padi yang khusus untuk Tabela. Apabila tipe benih ini

tersedia maka beberapa masalah dalam pengembangan usaha tani padi

Tabela dapat diatasi.

5.2.3 Kebutuhan Tenaga Kerja

Dari hasil wawancara dengan beberapa responden petani, baik

petani pengguna sistem Tapin maupun sistem Tabela memberikan

pandangan mengai perbedaan kebutuhan tenaga kerja terhadap kedua

sistem tanam tersebut. Jumlah tenaga kerja yang dIbutuhkan pada sistem

tanam pindah mulai dari pengolahan lahan sampai panen ternyata

berbeda. Menurut pengakuan beberapa informn bahwa penggunaan

61
tenaga kerja pada sistem Tapin lebih banyak dari pada sistem Tabela. Hal

ini dikarenakan sistem Tabela sudah tidak membutuhkan tenaga untuk

pembuatan persemaian sebab pada sistem Tabela tidak melalui proses

persemaian. Pada proses pembuatan persemaian bisanya dilakukan

selama dua hari, dimana di hari pertama mempersiapkan dan mengolah

lahan, dan di hari kedua penaburan benih di persemaian.

Selain dari persemaian, sistem Tabela juga tidak melalui proses

pencabutan bibit dan penanaman bibit sehingga tidak membutuhkan

tenaga kerja untuk pencabutan bibit. Lain halnya dengan sistem Tapin

yang harus melalui proses pencabutan bibit dan penanaman yang

kemudian membutuhkan tenaga kerja sewah untuk mencabut bibit dan

menanam. Untuk lahan seluas 1 hektar dIbutuhkan tenaga kerja pencabut

bibit sebanyak 6 orang sedangkan penanamnya dIbutuhkan 11 orang.

Sistem pemberian upah antara pencabut bibit dan penanam pada

sistem Tapin berbeda. Pada tenaga kerja pencabut bibit diberikan upah

Rp 80.000/hari/orang, sedangkan untuk tenaga kerja penanam tidak

diberikan upa secara perorangan namun diberikan secara borongan. Cara

penghitungan upah untuk tenaga kerja penanam borongan yaitu

berdasarkan banyaknya benih yang mereka tanam. Untuk 1 belle’ (10 kg)

benih, biaya tanamnya sebesar Rp.130.000 jadi untuk lahan seluas satu

hektar jika benih yang digunakan sebanyak 6 belle’ (60 kg) maka biaya

tanamnya sebesar Rp. 780.000/ha.

62
Proses penanaman pada sistem Tabela dilakukan dengan cara

menghambur rata benih di hamparan sawah. Proses penghamburan benih

dalam 1 hektar lahan dapat dikerjakan oleh satu orang saja, dan yang

melakukan proses penghamburan tersebut adalah pemilik lahan itu

sendiri. Pada tahapan inilah sistem Tabela dapat meminimalisisr

penggunaan dan pengeluaran biaya tenaga kerja, karena tidak perlu untuk

menyewa tenaga kerja penanam dan tenaga sewah penghambur benih.

Kebutuhan tenaga kerja pada tahapan pengolahan lahan,

penyiangan, pemupukan, pengendalian hama dan penyakit dan

pemanenan tidak memiliki perbedaan antara sistem tanam pindah dan

sistem tabur benih langsung. Pada tenaga kerja pemanenan

menggunakan tenaga kerja borongan yang biasa lasim disebut tukang

dros di daerah tersebut. Jumlah personil atau orang yang memanen

biasanya berjumlah 11 orang untuk lahan seluas 1 hektar. Adapun sistem

pemberian upah kepada tukang dros yaitu sistem bagi hasil dimana ketika

ada 10 karung hasil panen maka akan diambil 1 karung untuk tukang

dros.

Penggunaan tenaga kerja dan biaya tenaga kerja dapat menjadi

salah satu memotivasi petani untuk memilih dan memantapkan pilihannya

dalam memilih menggunakan sistem tanam yang memiliki daya serap

tenaga kerja yang kurang dan biaya yang dikeluarkan juga kurang.

Seperti yang diungkapkan oleh Bapak Syamsir bahwa:

63
“Saya lebih suka pake Tabela karena salah satu alasannya yaitu sudah
tidak menyewa tenaga kerja lagi seperti pembuat persemaian, penanam,
dan pencabut benih. Apalagi biaya sewa tanam sekarang itu sudah tamba
mahal dan tidak ada uang untuk membayar tenaga kerja itu, jadi bisa
mengurangi biaya lagi” (Syamsir, wawancara: 14 Januari 2016).

Daripernyataan Bapak Syamsir diatas menyatakan bahwa beliau lebih

memilih menggunakan sistem tanam benih langsung dikarenakan sudah

tidak perlu mengeluarkan modal untuk biaya sewa tenaga kerja

pembuatan persemaian, pencabut bibit dan penanam, sehingga dapat

mengurangi pengeluaran biaya pada usaha taninya. Namun hal ini tidak

sejalan dengan pendapat Bapak Muh. Sunar yang mengatakan bahwa:

“Lebih baik saya korban uang dari pada korban tenaga kita sendiri.
Memang kalau sistem Tapin itu butuh tenaga penanam sama pencabut
benih tetapi kalau sudah menanam kita bisa santai-santai dirumah.
Sedangkan kalau Tabelah butuh tenaga untuk menyulami padi. Memang
tenaga yang digunakan adalah tenaga kita sendiri kalau menyulam namun
bisa dilakukan sampai 1 minggu baru selesai dan tidak ada waktu istrahat
dan itu bisa membuat badan bisa sakit. Dan hal inilah yang biasa tidak
diperhitungkan oleh orang karena yang mereka biasa perhitungkan hanya
yang mengeluarkan uang atau yang dibayar saja” (Muh. Sunar,
wawancara: 16 Januari 2016).

Dari pandangan Pak Sunar mengatakan bahwa, pada sistem

Tabela membutuhkan waktu dan tenaga untuk penyulaman. Penyulaman

padi pada sistem tanam benih langsung dalam satu hektar bisa dilakukan

selama 1 minggu. Namun hal tersebut biasanya tidak diperhitungkan oleh

petani, sebab yang diperhitungkan oleh petani hanya tenaga kerja yang

diberikan upah dan tidak menghitung tenaganya dan keluarganya.

Untuk mengetahui perbandingan penggunaan rata-rata tenaga kerja

pada sistem Tabela dengan sistem Tapin pada lahan seluas 1 hektar dan

pada satu musim tanam dapat dilihat pada tabel berikut ini:

64
Tabel 12. Jumlah Penggunaan Rata-rata Tenaga Kerja dalam Satu
Musim Tanam Per Hektar Sawah pada Sistem Tapin dan
Tabela di Kelurahan Jalanjang, Kecamatan Gantarang,
Kabupaten Bulukumba, 2016.
Tapin Tabela
No Tenaga kerja Jam Jam Hari
Hari
Jml TK HKO Jml TK HKO
kerja Kerja kerja kerja
1. Pengolahan tanah 5P 8 1 5 5P 8 1 5
2. Persemaian 1P 4 2 1 - - - -
3. Penaburan benih - - - - 1P 8 1 1
4. Pencabutan bibit 6W 8 1 4,8 - - - -
5. Penanaman 3 P, 8 W 8 1 9,4 - - - -
6. Pemupukan 2P 4 1 1 2P 4 1 1
7. Penyulaman - - - - 1P 4 7 3,5
8. Penyiangan 4P 8 1 4 4P 8 1 4
9. Pengendalian
hama dan 2P 4 2 2 2P 4 2 2
penyakit
10 Panen 6P, 5W 8 1 10 6P, 5W 8 1 10
Jumlah 23 P, 19W 37,2 21P ,5W 26.5

Sumber: Data Primer Setelah Diolah, 2016

Keterangan :

- HOK :Hari Orang Kerja


- P : Pria
- W : Wanita
- TK : Tenaga Kerja

∑Tenaga kerja x ∑Hari Kerja x ∑Jam kerja x Variabel


HOK =
8

Variabel : - Pria =1
- Wanita = 0,8
- Anak-anak = 0,5 (Prasetyo, 2003)

Berdasarkan Tabel 12 dan beberapa pandangan responden maka

dapat di simpulkan bahwa kebutuhan tenaga kerja pada sistem tanam

pindah lebih besar dari pada sistem tanam benih langsung, diaman pada

sistem tanam pindah membutuhkan curahan tenaga kerja sebanyak 37,2

65
HOK/ha sedangkan pada sistem tanam benih langsung hanya

membutuhkan 26,5 HOK/ha curahan tenaga kerja. Hal ini sejalan dengan

hasil penelitian yang dilakukan oleh Indra Dewi di Desa Pidara,

Kecamatan Balla, Kabupaten Mamasa, Propinsi Sulawesi Barat pada

tahun 2009. Indra Dewi mengemukakan bahwa efisiensi waktu yang

digunakan oleh petani sistem tanam Tabela jauh lebih efisien di banding

dengan petani yang menerapkan sistem tanam Tapin. Efisiensi waktu ini

diukur dari banyaknhya tenaga kerja yang digunakan. Pada sistem Tabela

jumlah tenaga kerja yang digunakan adalah 35,57 HOK dan pada sistem

Tapin jumlah tenaga kerja yang digunakan adalah 39,42 HOK. Jadi terlihat

jelas bahwa kebutuhan tenaga kerja pada sistem Tapin lebih banyak

daripada sistem Tabel. Dengan dasar inilah beberapa petani pengguna

sistem tanam benih langsung memilih menggunakan sistem tanam

tersebut karena menggunakan sedikit tenaga kerja dan dapat mengurangi

pengeluaran biaya serta faktor semakin mahalnya biaya tenaga kerja.

5.2.4 Ketahanan Terhadap Serangan Hama dan Penyakit

Ketahanan terhadap hama dan penyakit tidak hanya ditentukan dari

jenis varietas padi yang digunakan, namun ditentukan pulah oleh jenis

sistem tanam yang digunakan. Dari hasil penelitian, beberapa informan

petani mengungkapkan perbedaan ketahana dari serangan hama maupun

penyakit antara sistem tanam pindah dan sistem tabur benih langsung.

Sistem tanam pindah lebih cenderung tahan terhadap serangan hama

maupun penyakit sebab sistem tanam pindah memiliki jarak penanaman,

66
sedangkan pada sistem Tabela penanamannya sangat berdempetan

sehingga hama dan penyakit dengan mudah berpindah dari padi yang

satu ke padi yang lain. Selain itu, salah satu jenis hama yang biasa

menyerang tanaman padi petani di Kelurahan Jalanjang yaitu tikus. Dari

segi pengalaman beberapa petani bahwa tikus cenderung lebih senang

menyerang padi dengan sistem tanam Tabela dari pada sistem Tapin.

Hama tikus merusak tanaman padi mulai dari tengah-tengah petakan

sawah kemudian meluas ke arah pinggir.

Selain dari hama tikus, salah satu hama yang sering menyerang

tanaman padi petani di Kelurahan Jalanjang yaitu keong mas. Menurut

pendapat beberapa responden bahwa, yang paling rentan terserang hama

keong mas adalah padi dengan sistem Tabela. Hal ini disebabkan karena

pada saat penghamburan benih, benih dalam keadaan tergenangi oleh air

sehingga keong dengan leluasa dapat berpindah dan memakan benih

yang telah tumbuh. Berbeda halnya dengan padi sistem tanam pindah

yang ketika bibit di tanam di hamparan sawah terlebih dahulu air dari

sawah tersebut di keluarkan atau di macak-macak sehingga keong-keong

yang ada tdak dapat langsung memakan padi. Seperti yang diungkap oleh

Bapak Muh. Bakri yang mengatakan bahwa:

“Beberapa hama yang sering menyerang padi saya dan petani lainnya
yaitu tikus, keong mas dan ulat penggerek batang. Biasanya kalau saya
perhatikan biasa cepat habis yang padi Tabela di makan oleh hama
karena gampang berpindah itu hama sebab berdekatan jaraknya. Selain
itu, hama juga dengan leluasa bersarang di dalam tengah padi karena
keadaanya lembab dan tidak terkena sinar matahari sehingga
perkembangannya cepat. Berbeda dengan tapi yang serangannya tidak
akan terlalu kelihatan dan penyebarannya tidak terlalu cepat sebab sistem

67
Tapin memiliki jarak antara rumpun satu dengan lainnya dan cahaya juga
leluasa masuk sampai ke batang padi ” (Muh. Bakri, wawancara: 15
Januari 2016).

` Dari pernyataan Bapak Bakri mengatakan bahwa, jenis hama yang

sering menyerang tanaman padi di daerah tersebut adalah hama tikus,

keong mas, dan penggerek batang. Jika dibandingkan, perpindahan hama

lebih cepat pada sistem tanam benih langsung dibandingkan dengan

sistem tanam pindah. Hal ini disebabkan karena pada sistem Tabela

memiliki populasi padi yang sangat rapat sedangkan pada sistem Tapin

memiliki jarak tanam kisaran 20 x 20 cm, sehingga hama tidak dengan

mudah berpindah dan bersarang. Salah satu kelemahan dari sistem

tanam Tabela yaitu sulitnya cahaya matahari masuk kedalam selah-selah

padi hingga pada batang padi. Hal ini juga dikarenakan pada padi sistem

Tabela memiliki populasi yang sangat rapat sehingga cahaya matahari

tidak dapat masuk di selah-sealahnya. Dalam kondisi seperti inilah hama

akan mudah untuk bersarang dan berkembang biak serta hama

cenderung menyukai tempat yang lelmab. Selanjutnya ditambahkan lagi

oleh Bapak Abrar yang mengatakn bahwa :

“Yang biasa saya lihat di sawah saya yang pake Tabela kalau ada
serangan hama wereng itu lebih cepat perpindahannya sedangkan yang
saya pakek sistem tapin agak lambat perpindahannya dan itupun kalau
ada serangan hama wereng hanya sedikit” (Abrar, wawancara: 17
Januari 2016).

Ditambahkannya lagi bahwa :

“Kalau penyakit yang sering menyerang tanaman padi saya dan petani di
sini itu penyakit tungro. Jenis sistem tanam yang paling sering diserang
oleh penyakit ini yaitu Tabela” (Abrar, wawancara: 17 Januari 2016).

68
Dari pernyataan Bapak Abrar bahwa salah satu hama yang sering

menyerang padi petani di kelurahan Jalanjang adalah hama wereng. Dari

segi serangan, hama wereng cenderung lebih menyerang padi sistem

Tabela. Hal ini disebabkan karena hama wereng lebih menyukai padi yang

memiliki populasi rapat dan sangat leluasa untuk berpindah karena jarak

tanam yang dekat. Sedangkan penyakit yang sering menyerang padi

petani adalah tungro seperti yang dijelaskan oleh Leidia (2014), bahwa

penyakit tungro itu adalah penyakit virus pada padi yang biasanya terjadi

pada vase pertumbuhan dan menyebabkan tanaman tumbuh kerdil.

Pelepah dan helaian daun memendek dan daun yang terkena virus

berwarna kuning. Yang paling rentan terkenah penyakit ini adalah padi

dengan sistem Tabela karena perakaran pada Tabela cenderung dangkal

sehingga ketika terkena penyakit tersebut maka efeknya akan cepat

kelihatan mulai dari daun jadi layu sampai daun menguning dan tanaman

jadi kerdil. Berbeda dengan sistem tanam pindah yang jika terserang virus

tungro efeknya tidak akan cepat nampak karena perakarannya tertanam

kedalam tanah dan memiliki daya tahan yang kuat terhadap penyakit.

Bedrasarkan uraian dan beberapa pandangan responden dan

informan di atas dapat disimpulkan bahwa persepsi petani dari sisi

ketahanan terhadap serangan hama dan penyakit bahwa, sistem tanam

pindah lebih tahan terhadap serangan serta perpindahan hama dan

penyakit lebih lambat. Hal ini disebabkan karena pada sistem tanam

pindah memiliki jarak tanam yang beraturan sehingga perpindahan hama

69
maupun penyakit relatif rendah. Sedangkan pada sistem tanam benih

langsung memiliki populasi tanaman yang rapat sehingga hama dengan

mudah bersarang dan berpindah. Seperti yang dikatakan oleh Chairunas

dkk (1999) bahwa, hama ini lebih menyukai tanaman dalam kondisi

populasi yang rapat dan lembab dikarnakan cahaya matahari sulit masuk

kedalam sela-sela tanaman.

Ada beberapa jenis hama yang sering menyerang tanam padi petani

di Kelurahan Jalanjang diantaranya hama tikus, wereng, ulat penggerek

batang dan keong mas. Sedangkan jenis penyakit yang sering menyerang

tanaman petani di Kelurahan Jalanjang yaitu tungro.

5.2.5 Produktivitas dan Pendapatan

a. Produktivitas

Produktivitas padi merupakan hasil panen dari setiap luasan lahan.

Produktivitas dihitung dari setiap 1 hektar luasan lahan sawah. Dari hasil

wawancara dengan berapa petani informan bahwa informan memilikki

pandangan masing-masing mengenai produksi yang diperoleh dari usaha

tanai padi dengan sistem tanam yang mereka gunakan. Peoduktivitas

pada sistem tanam tabur benih langsung dengan sistem tanam pindah

memiliki perbedaan. Seperti yang di ungkapkan oleh Bapak Syamsir

selaku petani yang hanya menggunakan satu jenis sistem tanam yaitu

sistem tanam Tabela, mengatakan bahwa:

70
“Hasil panen yang saya dapatkan pada musim tanam lalu itu 102 karung
dari seluruh sawah saya yang seluas 1,5 Ha. Sedangkan dulu ketika saya
masi pake sistem tanam pindah 10 tahun yang lalu itu biasa cuma 95
karung dan karung yang digunakan itu karung yang isinya 100 kilo”
(Syamsir, wawancara: 14 Januari 2016).

Dari pernyataan Bapak Syamsir diatas menyatakan bahwa produksi yang

Beliau peroleh ketika menggunakan sistem tanam benih langsung lebih

tinggi dari pada ketia ia masi menggunakan sistem tanam pindah. Dari

hasil panen yang diperolehnya pada musim tanam lalu itu sebanyak 102

karung atau setara dengan 10,2 ton/1,5 ha karena karung yang digunakan

adalah karung dengan isi 100 kg/karung. Jadi dapat dikatakan bahwa

produktivitas lahan Bapak Syamsir dengan menggunakan sistem tanam

pinda sebesar 6.8 ton/ha. Sedangkan menurut beliau, pada 10 tahun yang

lalu ketika beliau masih menggunakan sistem Tabela, hasil yang

diperolehnya hanya 95 karung atau setara dengan 9,5 ton/1,5 ha. Jadi

dapat dikatakan bahwa produktifitas padi yang diperoleh beliau ketika

masih menggunakan sistem Tapin yaitu 6,3 ton/ha. Menurut pendapat

peneliti bahwa hasil produksi sekarang dengan hasil produksi yang telah

lama, apalagi sampai 10 tahun yang lalu sudah tidak relefan untuk di

perbandingkan. Kemajuan teknologi dan kemajuan usaha tani saat ini

tidak seperti pada 10 tahun yang lalu, sehingga waja-wajar saja jika

produksi yang diperoleh beliau saat ini lebih tinggi dari pada produksi yang

diperoleh 10 tahun yang lalu, ketika masih menggunakan sistem tanam

pindah.

71
Selanjutnya, Bapak Muh. Sunar selaku petani yang menggunakan

sistem tanam pindah memberikan pandangan mengatakan bahwa:

“Produksi sistem tanam pindah itu lebih tinggi dibandingkan dengan


sistem tanam benih langsung, karena pada musim lalu jumlah hasil panen
saya sebanyak 75 karung dari lahan saya yang seluas 1 hektar.
Sedangkan waktu pernah saya coba itu sistem Tabela pada dua musim
tanam lalu hanya 60 karung ji yang saya dapat. Makanya saya tidak mau
lagi pake itu Tabela karena meskipun kurang biaya di kasi keluar tapi
kurang juga hasil di dapat” (Muh. Sunar, wawancara: 14 Januari 2016).

Dari pernyataan Bapak Sunar diatas selaku petani pengguna sistem

tanam pindah menyatakan bahwa, produksi pada sistem tanam pindah

lebih tinggi di bandingkan sistem tanam benih langsung. Pada musim

tanam lalu beliau memperoleh hasil produksi sebanyak 75 karung atau

dapat dikatakan bahwa produktivitas dari lahan Pak Sunar dengan

menggunakan sistem tanam pindah itu sebesar 7,5 ton/ha. Sedangkan

produktivitas lahan sawahnya ketika pernah menggunakan sistem tanam

benih langsung hanya mencapai 6 ton/ha. Inilah yang menjadi salah satu

alasan beliau untuk tidak ingin menggunakan sistem tanam benih

langsung kembali.

Selanjutnya dijelaskan juga oleh beberapa responden yang hanya

menggunakan sistem tanam pindah bahwa produksi sistem tanam pindah

lebih tinggi dibandingkan sistem tanam benih langsung. Ada beberapa

petani yang sering membandingkan antara hasil produksi sistem Tapin

dan sistem Tabela, salah sarunya yaitu Bapak Bakri. Dari hasil

perbandingan Bapak Bakri bahwa jumlah produksi yang beliau peroleh

ketika mnggunakan sistem tanam pindah lebih beasar dari pada

72
menggunakan sistem tanam benih langsung. Adapun jumlah produksi

keseluruhan lahan sawah Bapak Bakri pada saat menggunakan sistem

Tapin yang seluas 1,5 ha sebesar 110 karung atau setara dengan 11 ton.

Sedangkan pada saat mencoba mengunakan sistem Tabela, beliau hanya

memperoleh 93 karung atau setara dengan 9,3 ton dalam lahan seluas 1,5

ha. Jadi dapat dikatakan bahwa produktifitas dari lahan Bapak Bakri

dengan menggunkan sistem tanam pindah itu sebesar 7,3 ton/ha

sedangkan produktifitas pada saat menggunakan sistem Tabela hanya

6,2 ton/ha

Selain dari pandangan responden yang hanya menggunakan sistem

tanam pindah maupun sistem tanam benih langsung, beberapa informan

penguna kedua sistem tanam tersebut juga memberikan pandangan

mengenai jumlah produksi yang mereka peroleh dari sistem tanam pindah

dan sistem tabur benih langsung yang mereka gunakan. Salah informan

yang mengungkap mengenai hasil produksi yang diperoleh dari kedua

sistem tanam yang digunakannya yaitu Bapak Muh. Askar. Beliau

memberikan keterangan bahwa, sistem tanam pindah memiliki produksi

lebih tinggi daripada sistem tanam benih langsung yang ia gunakan. Dari

hasil panen yang lalu, beliau dapat membandingkan bahwa dari lahan

yang seluas 0,5 hektar dengan menggunakan sistem tanam pindah dapat

memproduksi 36 karung gabah sedangkan pada lahannya yang satu yang

menggunakan sistem tanam benih langsung yang luasnya sama hanya

memproduksi 32 karung.

73
Selain itu, ditambahkan lagi oleh salah seorang yang juga

menggunakan kedua sistem tanam tersebut yaitu Bapak Abrar yang

mengatakan bahwa:

“Lebih tinggi hasilnya kalau pake Tapin dari pada Tabela. Dari lahan saya
yang seluas 1,5 ha, hanya 0,5 ha yang saya pakekan Tabela dan 1 ha
saya pake sistem Tapin. Kalau produksinya pada musim tanam lalu dari
sistem Tabela itu cuma 34 karung untuk 0,5 ha sedangkan yang saya
pakekan sistem Tapin itu produksinya 70 karung untuk 1 ha” (Abrar,
wawancara: 17 Januari 2016).

Kemudian ditambahkannya lagi bahwa:

“Meskipun Tabela memiliki produksi yang agak kurang daripada Tapin


namun yang menjadi alasannya petani memilih menggunakan Tabela
pada sebagian lahannya seperti saya itu karena biasa tidak cukup modal
untuk membayar penanam sehingga diTabela sebagian lahan untuk
mengurangi pengeluaran biaya, selain itu bisa juga karena faktor air atau
cuaca ketika mendekati musim kemarau” (Abrar, wawancara: 17 Januari
2016).

Pernyataan Bapak Abrar diatasa mengatakan bahwa produksi pada

sistem tanam benih langsung lebih sedikit daripda sistem tanam pinda.

Dimana pada lahan beliau yang menggunakan sistem tanam pindah

seluas 1 hektar dapat menghasilkan 70 karung atau setara dengan 7

ton/ha sedangkan pada lahannya yang menggunakan sistem tanam benih

langsung seluas 0,5 hektar hanya dapat menghasilkan 34 karung atau 3,4

ton. Jadi dapat dilihat bahwa produktifitas pada lahan pak abrar yang

menggunakan sistem tanam pindah sebesar 7 ton/ha sedanghan lahan

yang menggunakan sistem tanam benih langsung hanya 6,8 ton/ha.

Selain itu, Bapak Abrar juga mengungkap bahwa beberapa petani yang

memilih menggunakan kedua sistem tanam dan memilih menggunakan

sistem Tabela tidak hanya dipengaruhi oleh hasil produksi saja. Meskipun

74
beberapa petani Telah mengetahui bahwa hasil produksi dari sistem

Tabelah lebih kecil dari pada Tapin, namun faktor lain yang

mempengaruhi petani adalah ketersediaan modal untuk pengupahan.

Selain faktor ketersedian modal yang terbatas, faktor seperti cuaca dan

ketersediaan air juga mempengaruhi petani untuk menggunakan sistem

tanam Tabela.

Untuk mengetahui perbedaan jumlah produksi pada sistem Tabela

dan Tapin dari ke 11 responden pada musim tanam bulan April-

September 2015 dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 13. Perbandingan Jumlah Produksi Sistem Tabela dan Tapin


pada 11 Informan di Kelurahan Jalanjang, Kecamatan
Gantarang, Kabupaten Bulukumba, 2016.
No Nama Tapin Tabela
Luas lahan Jml Produksi Luas lahan Jml Produksi
(ha) (ton) (ha) (ton)
1 M. Bakri 1,5 11
2 Abdl rahman 0,5 3,7
3 M. Sunar 1 7,5
4 H. Beddu Ali 1 7,2
5 A. Imran Asis 1 7
6 Syamsir 1,5 10,2
7 Rasyid 0,8 5,6
8 M. Askar 0,5 3,6 0,5 3,2
9 Samsir 0,6 4,3 0,2 1,4
10 Pak sabir 0,5 3,5 0,5 3,3
11 Abrar 1 7 0,5 3,4
Jumlah 7,6 54,8 4 27,1
Produktifitas
7.2 6.7
(ton/ha)
Sumber: Data Primer Setelah Diolah, 2016

Tabel 13 memberikan gambaran mengenai jumlah prodiksi dari 11

responden yang telah di wawancarai, baik informan yang menggunakan

sistem tanam pindah, sistem tanam benih langsung maupun petani yang

menggunakan kedua sistem tanam tersebut. Dari tabel di atas pula dapat

75
dilihat bahwa jumlah rata-rata produksi padi yang diperoleh petani dengan

menggunakan sistem Tapin sebanyak 7.2 ton/ha sedangkn jumlah rata-

rata produksi padi dengan sistem Tabela hanya 6.7 ton/ha.

Berdasarkan pernyataan Responden dan berdasarkan Tabel 13

dapat disimpulkan bahwa produktivitas pada sistem tanam pinda lebih

tinggi dari sistem tanam benih langsung. Hasil penelitian ini sejalan

dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Siti dkk (2013) bahwa

produksi padi dengan sistem tanam pindah lebih banyak daripada sistem

tanam benih langsung. Hasil produksi rata-rata petani yang menggunakan

Tapin di Desa Dolago sebesar 4,7 ton/ha, sedangkan hasil produksi rata-

rata petani yang menggunakan sistem Tabela sebesar 4,3 ton/ha.

Meskipun sistem tanam memiliki hasil produksi lebih tinggi, namun belum

tentu memberikan penghasilan ataupun pendapatan yang lebih tinggi pula

karena masi banyak faktor dan biaya lainnya yang mempengaruhi besar

kecilnya pendapatan yang diperoleh.

b. Pendapatan

Ada beberapa faktor yang paling mempengaruhi pendapatan dalam

berusaha tani padi yaitu besarnya biaya yang dikeluarkan, besarnya harga

produk serta besarnya produksi dari hasil usaha tani. Semakin kecil biaya

yang dikeluarkan belum tentu pendapatan yang diperoleh juga semakin

besar. Begitupula dengan produksi, meskipun produksi semakin tinggi

belum tentu pendapatan yang diperoleh semakin tinggi. Untuk

mendapatkan pendapatan yang tinggi dalam usah tani padi dapat

76
dilakukan dengan cara menekan biaya produksi yang dikeluarkan tetapi

dengan ketentuan bahwa hasil produksi juga harus meningkat bukannya

menurun.

Kelemahan dari berapa petani dalam memperhitungkan biaya

adalah mereka hanya menghitung biaya-biaya yang nampak ataupun

biaya-biaya yang secara langsung mengeluarkan uang seperti pemberian

upah tenaga kerja. Mereka tidak pernah memperhitungkan tenaganya

maupun tenaga keluarganya sebagai bentuk pengeluaran biaya karena

secara tidak langsung tidak mengurangi modal yang mereka miliki. Namun

seharusnya dalam berusaha tani maupun usaha lainnya bahwa tenaga

pemilik dari usaha tersebut harus diperhitungkan pula sebagai

pengeluaran biaya. Seperti yang dikatakan oleh Andoko (2002), bahwa

biaya produksi adalah nilai dari semua faktor produksi yang digunakan,

baik dalam bentuk benda maupun jasa selama prosesproduksi

berlangsung. Biaya produksi usahatani yang terdiri dari biaya variabel dan

biaya tetap. Biaya variabel adalah biaya yang besar kecilnya tergantung

pada skala produksi atau biaya yang penggunaannya habisatau dianggap

habis dalam satu masa produksi. Yang termasuk dalambiaya ini adalah

penggunaan pupuk yaitu biaya benih, pupuk, pestisida, biaya sewa mesin,

serta tenaga kerja baik tenaga kerja sewa maupun tenaga kerja pemilik

yang berperan aktif didalamnya. sedangkan biaya tetap adalah biaya yang

penggunaannya tidak habis dalam satu kali proses produksi seperti biaya

77
penyusutan dan pajak. Hal ini juga diungkap oleh penyuluh pertanian Ibu

Rosmini yang mengatakan bahwa:

“Petani Tabela itu selalu mengakui kalau pendapatan yang mereka


peroleh lebih tinggi karena sudah tidak mengeluarkan biaya untuk
menggaji pencabut bibit dan penanam. Namun yang mereka tidak
perhitungkan bahwa mereka sebenarnya membutuhkan biaya yang
lumayan tinggi karena kalau yang sistem Tapin itu kalau suda menanam
mereka akan santai-santai di rumah sedangkan petani yang Tabela kalau
sudah menghambur mereka akan ke sawah menyulami tanamannya dan
itu bisa dilakukan sampai dua minggu kalau sendiri ji. Dan mereka tidak
pernah memperhitungkan itu karena tenaganya sendiri yang na pake dan
tidak prnah na hitung kalau beli minyak gosok kalau sakit belakangnya
menyulami.“ (Rosmini, wawancara: 14 Januari 2016).

Pernyataan Ibu Rosmini diatas mengatakan bahwa dalam

memperhitungkan biaya mereka hanya menghitung biaya-biaya seperti

tenaga kerja sewa dan mereka tidak memperhitungkan tenaga mereka

sendiri sebagai bentuk dari biaya. Makanya kebanyakan petani dari sistem

Tabela selalu mengaku bahwa pendapatan mereka jauh lebih tinggi sebab

biaya yang mereka keluarkan tergolong rendah.

Selain dari biaya, harga produk juga dapat mempengaruhi

pendapatan. Meskipun dalam memproduksi mengeluarkan biaya yang

kurang dan menghasilkan produksi yang tinggi namun faktor dari harga

produk juga sangat mempengaruhi pendapatan tersebut. Menurut petani

di Kelurahan jalanjang bahwa belum ada perbedaan harga antara gabah

hasil sistem tanam pindah dan gabah hasil sistem tanam benih langsung.

Padahal seharus harga antara gabah hasil Tapin dan Tabela harus

dibedakan sebab dari segi kualitas gabah keduanya berbeda. seperti yang

diungkap oleh beberapa informan yang mengatakan bahwa gabah hasil

78
sistem tanam pindah memiliki biji yang keil, pendek dan ketika menjadi

beras gampang patah. Hal ini sesuai dengan hasil pengamatan peneliti di

lokasi penelitian yang telah membandingkan antara gabah hasil Tabela

dan Tapin dari segi kualitas memang berbeda. Perbedaannya dapat

terlihat jelas dari segi ukuran dan bentuknya. Jika padi Tabela memiliki

ukuran biji yang kecil dan pndek serta gampang patah sedangkan padi

Tapin bentuk gabanya panjang dan bijinya besar serta berasnya tidak

mudah patah.

Untuk mengetahui perbandingan pendapatan antara pengguna

sistem Tabela dan sistem Tapin dalam luasan lahan 1 hektar dapat dilihat

pada Tabel 14.

79
Tabel 14. Perbandingan Biaya dan Pendapatan Per Hektar Pengguna
Sistem Tapin dan Sistem Tabela di Kelurahan Jalanjang,
Kecamatan Gantarang. Kabupaten Bulukumba. 2016.
Tapin Tabela
No Uraian Jumlah Nilai/upah Total Jumlah Nilai/upah Total
fisik satuan nilai/upah fisik satuan nilai/upah
A Biaya variabel
1.Benih 60 Kg 8.000 480.000 55 Kg 8.000 440.000
2.Pupuk
-Urea 100 Kg 2.000 200.000 100 Kg 2.000 200.000
-TSP 50 Kg 2.500 125.000 50 Kg 2.500 125.000
-ZA 50 Kg 2.000 100.000 50 Kg 2.000 100.000
-NPK 100 Kg 2.500 250.000 100 Kg 2.500 250.000
3.Pestisida
- Ally 1 kg 115.000 115.000 1 kg 115.000 115.000
-Klensect 500 ml 53.000 53.000 500 ml 53.000 53.000
-Matador 500 ml 60.000 60.000 500 ml 60.000 60.000
-Besnoid 250.ml 30.000 30.000 250.ml 30.000 30.000
4.Tenaga Kerja
- Olahan tanah 5 HOK 80.000 400.000 5 HOK 80.000 400.000
- Persemaian 1 HOK 80.000 80.000 - - -
-Penaburan - - - 1 HOK 80.000 80.000
benih
-Pencabutan 4.8 HOK 80.000 384.000 - - -
bibit
-Penanaman 9,4 HOK Borongan 780.000 - - -
-Pemupukan 1 HOK 80.000 80.000 1 HOK 80.000 80.000
-Penyulaman - - - 3,5 HOK 80.000 280.000
-Penyiangan 4 HOK 80.000 320.000 4 HOK 80.000 320.000
-Pengendalian 2 HOK 80.000 160.000 2 HOK 80.000 160.000
hama dan
penyakit
-Panen 10 HOK Borongan 2.800.000 10 HOK Borongan 2.400.000
5.Biaya Mesin
-Pompa Air 150.000 150.000
-Taktor 1.020.000 1.020.000
Total biaya Variavel 7.587.000 6.263.000
B Biaya Tetap
1.NPA 294.000 294.000
2.Pajak Lahan 100.000 100.000
Total Biaya Tetap 394.000 394.000
C Total Biaya 7.981.000 6.657.000
(A+B)
D Total 7.200 Kg 4.000 28.800.000 6.700 Kg 4.000 26.800.000
Penerimaan
E Total Pendapatan (D-C) 20.819.000 20.143.000
Sumber: Data Primer Setelah Diolah, 2016

Tabel 14 memperlihatkan bahwa total biaya yang dikeluarkan pada

sistem tanam pindah sebesar Rp. 7.981.000/ha dan rata-rata total

penerimaannya sebesar Rp. 28.800.000/ha. Sedangkan pada sistem

tanambenih langsung, total biaya yang dikeluarkan dalam satu musim

tanam yaitu Rp. 6.657.000/ha dan rata-rata total penerimaanya sebesar

80
Rp. 26.800.00/ha. Meskipun pada sistem Tabela pengeluaran biayanya

relatif rendah namun hasil produksi yang diperoleh juga lebih rendah dari

Tapin. Dari Tabel 12 terlihat jelas bahwa perbandingan pendapatan

bersih rata-rata petani pengguna sistem Tapin lebih besar dari pada

pengguna sistem Tabela, dimana pendapatan pada sistem Tapin sebesar

Rp. 20.819.000/hasedangkan tanam Tabela hanya Rp. 20.143.000/ha.

Berdasarkan Tabel 13 dan dari pendapat beberapa responden

dapat disimpulkan bahwa pendapatan petani pada sistem tanam pindah

lebih besar dari sistem tanam benih langsung. meskipun Tabela memiliki

pengeluaran biaya lebih kecil dari pada tanam pindah namun hasil

produksi dari sistem tanam pindah lebih besar daripada sistem tanam

benih langsung. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Yoshie Laorensia

Aruan dan Rita Mariati (2010) bahwa pendapatan yang diperoleh petani di

Desa Sidomulyo yang menggunakan sistem tanam pindah lebih besar

daripada petani yang menggunakan sistem benih langsung, dimana

pendapatan rata-rata yang diperoleh petani yang menggunakan sistem

Tapin sebesar Rp. 11.816.075/ha sedangkan pendapatan rata-rata yang

diperoleh petani yang menggunakan sistem tanam benih langsung hanya

sebesar Rp 11.003.591/ha.

5.3 Masalah yang Dihadapi Petani dalam Penerapan Sistem Tanam

Pindah dan Sistem Tanam Benih Langsung

Dalam berusaha tani padi, petani tidak pernah luput dari masalah-

masalah yang sering kali muncul, baik itu petani Tabela maupun petani

81
Tapin. Menurut wawancara dengan para petani padi di daerah penelitian,

jenis hambatan yang sering dihadapi petani padi baik petani padi Tabela

maupun Tapin diantaranya adalah sebagai berikut:

5.3.1 Masalah yang Dihadapi Petani Pengguna Sistem Tapin

a. Jumlah Kebutuhan Benih Relatif Besar

Kebutuhan akan benih merupakan salah satu masalah bagi

petani pengguna sistem tanam pindah sebab benih yang dIbutuhkan

relatif lebih besar. Dalam 1 hektar luasan sawah petani di daerah

penelitian membutuhkan benih sebanyak 6 belle’ atau setara dengan

60 kg/ha. Salah satu faktor mengapa petani di daerah penelitian

menggunakan benih yang cukup tinggi karena cara penanaman yang

mereka lakukan sangat rapat dan tebal. Dari anjuran pemerintah dinas

pertanian dan penyuluh pertanian bahwa, unntuk lahan 1 hektar cukup

menggunakan benih sebanyak 25-30 kg/ha dengan ketentuan bahwa

untuk sistem tanam tegel dengan jarak tanam 20 x 20 cm cukup

menaruh 2-3 batang bibit saja per lobang. Sedangkan yang terjadi di

petani dan di lapangan adalah setiap lobangnya mereka menaruh 5-6

batang per lobang. Hal inilah yang menyebabkan penggunaan benih

pada sistem tanam pindah sangat banyak. Selain itu, hal tersebut juga

dapat menyebabkan pertumbuhan anakan pada padi sangat kurang

karena penanamannya yang cukup tebal sehingga hasil produksi yang

diperolehpun dapat rendah.

82
Yang menjadi solusi bagi petani untuk mengurangi penggunaan

benih yaitu mengikuti anjuran pemerintah dinas pertanian dan

penyuluh pertanian untuk menggunakan benih sebanyak 25-30 kg/ha

dengan ketentuan bahwa untuk sistem sistem tegel dengan jarak

tanam 20 x 20 cm hanya menaruh 2 atau 3 batang bibit per

lubangnya. Selain mengurangi penggunaan benih, dengan cara ini

pula dapat meningkatkan produksi karena jumlah anakan akan lebih

banyak.

b. Biaya tenaga kerja yang semakin mahal

Tingginya penggunaan tenaga kerja sewah menjadi salah satu

masalah bagi petani sistem tanam pindah. Pada sistem tanam pindah

masih menggunakan tenaga kerja untuk pencabut bibit dan penanam

yang pada sistem Tabela tidak dIbutuhkan lagi. Selain membutuhkan

tenaga kerja yang lebih banyak, makin mahalnya biaya tenaga kerja

membuat beberapa petani lebih memilih menggunakan sistem Tabela.

Biaya tenaga perorangan saat ini mencapai Rp.80.000/hari dan

baiaya sewa tanam borongan dapat mencapai Rp. 780.000/ha.

Salah satu yang menjadi solusi bagi pengguna sistem Tapin

dalam mengurangi penggunaan tenaga kerja tanpa meninggalkan

sistem tanam yang digunakannya saat ini yaitu dengan cara

menggunakan atau memanfaatkan tenaga mesin. Dimana saat ini

telah tersedia mesin penanam dan juga mesin pemanen. Di Kelurahan

Jalanjang telah terdapat 2 mesin penanam (rice transplanter) yang

83
merupakan bantuan dari dines pertanian. Seperti yang diungkap oleh

Bapak Abd. Rahman bahwa:

“Sekarang suda ada bantuan mesin penanam dikasi dari Dinas


Pertanian Povinsi, cuma belum pernah di pake karena baru
sementara dipelajari cara pakenya. Mungkin musim tanam tahun ini
sudah bisa di gunakan. Jadi bisa lagi menghemat tenaga kerja
penanam nanti” (Abd. Rahman, wawancara: 16 Januari 2016).

Mesin ini muncul sebagai solusi bagi petani tanam pindah untuk

mengurangi penggunaan tenaga kerja penanam dan pencabut bibit.

Mesin penanam ini hanya dioperasikan oleh dua orang dan dapat

menanami sawah 4-6 jam dalam 1 ha. Meskipun belum pernah di

operasikan namun direncanakan pada musim tanam tahun ini mesin

tersebut akan digunakan. Selain mengurangi tenaga penanam,

kehadiran mesin ini juga dapat mengurangi biaya sebab baya sewa

pada mesin tersebut tergolong murah yaitu Rp. 300.000/ha untuk

anggota kelompok tani. Hal ini sesuai dengan pendapat Sukisti

(2010), bahwa biaya tenaga kerja saat ini semakin mahal. Sistem

Tapin lebih banyak membutuhkan tenaga kerja khususnya dalam

proses penanaman, sedangkan saat ini tenaga kerja di sektor

pertanian semakin sedikit. Hal ini berpengaruh terhadap langkanya

tenaga kerja sehingga biaya untuk tenaga kerja semakin mahal. Untuk

mengatasi hal seperti ini maka penggunaan teknologi mesin penanam

dan pemanen sangat diutamakan untuk mengurangi tenaga kerja.

84
c. Bibit sering rusak saat pencabutan

Bibit merupakan salah satu langkah awal dan dapat menjadi salah

satu faktor penentu keberhasilan usaha tani padi. Bibit merupakan

salah satu masalah petai pengguna sistem Tapin sebab dalam proses

pencabutan benih, bibit sering terputus sehingga banyak bibit yang

menjadi rusak. Seperti yang diungkap oleh Bapak A. Imran Asis

bahwa:

“Saya biasa lebihkan benihku, karena kalau mencabut bibit biasa


banyak yang rusak karena terputus batangnya dan biasanya bibit
keras saat dicabut” (Andi Imran Azis, wawancara: 17 Januari 2016).

Salah satu faktor yang menyebabkan bibit sering terputus dan keras

saat dicabut adalah faktor tekstur tanah yang berliat dan pekat dan

faktor pemupukan yang berlebihan yang mengakibatkan perakaran

pada bibit padi tumbuh dengan pesat.

Untuk mengatasi hal seperti ini, maka sebaiknya petani dalam

memilih lahan persemaian yang memiliki tekstrur tanah yang halus

dan lempung berpasir atau berdebu untuk menghindari bibit sukar

untuk dicabut. Selain itu, petani harus menghindari penggunaan

pupuk yang dapat memicu pertumbuhan akar yang pesat seperti

pupuk NPN dan Urea. Hal ini sejalan dengan pendapat Aak (2003),

bahwa jenis tanah yang baik untuk persemaian benih padi yaitu

tekstrur tanahnya lempung berpasir agar mudah saat pencabutan

dan tidak merusak akar. Selain itu, untuk menghindari pesatnya

85
pertumbuhan akar pada bibit yang dapat menyebabkan bibit sukar

dicabut sebaiknya tidak menggunakan pupuk akar seperti Urea dan

NPK dan akan lebih baik jika menggunakan pupuk Organik.

5.3.2 Masalah yang Dihadapi Petani Pengguna Sistem Tabela

a. Benih yang telah tumbuh sering termakan oleh keong mas

Keong mas merupakan salah satu hama yang menyerang

tanaman mulai dari umur 1 minggu hingga panen. Yang sangat rentan

menjadi serangan hama keong adalah padi yang berumur masih

mudah. Keong dapat menghabisakn padi-padi yang masi mudah

mulai dari pucuk hingga batang. Hal inilah yang menjadi salah satu

masalah sistem Tabela karena dalam penghamburan benihnya, lahan

harus digenangi oleh air, sehingga ketika benih telah tumbuh sangat

rentan dimakan oleh keong. Hal ini diungkap oleh Bapak Muh. Sabir

bahwa:

“Salah satu masalahnya kalau pake Tabela yaitu benihnya yang baru
tumbuh sering dimakan sama keong mas. Apalagi pada saat
dihambur harus digenangi air sehingga keong mas sangat mudah
untuk berpindah memakan padi. Kemudian keongnya susah untuk di
pungut apalagi kalau di tengah-tengah sawa karena akan terinjak padi
kalau kita masuk pungut. Tetapi salah satu caranya petani untuk
kendalikan biasa di kasi racun keong saja” (Muh. Sabir, wawancara:
15 Januari 2016).

Salah satu yang menjadi solusi untuk mengatasi serangan hama

keong yaitu sebelum menghambur benih, makan sebaiknay terlebih

dahulu dilakukan pengendalian pada hama keong yaitu 2 hari

sebelum menabur. Pengendalian dilakukan dengan cara kimiawi yaitu

memeberi racun berupa bubuk sepeerti Besnoid yang ditabur diatas

86
lahan sawah. Pengendalian secara alami juga dapat dilakukan untuk

menekan serangan hama keong mas yaitu dengan cara menaruh

daun pepaya atau daun gamal di pinggiran sawah sebagai umpan

agar keong-keong dapat berkumpul di satu tempat sehingga

memudahkan dalam pemungutan. Hal ini sesuai dengan pendapat

Sukisti (2010), bahwa ada dua cara pengendalian hama keong yaitu

pengendalian secara kimiawi dan alami. Pengendalian secara alami

dilakukan dengan cara menaruh daun-daunan yang disukai keong di

pinggir sawah, seperti daun pepaya sebagai umpan untuk

pemungutan keong-keong mas. Sedangkan pengendalian secara

kimiawi dilakukan dengan cara memberi cairan pestisida ataupun

pestisida yang dalam bentuk bubuk racun yang khusus untuk

pengendalian hama keong mas pada lahan sawah

b. Petani mengalami kesulitan dalam melakukan pemupukan dan

penyemprotan akibat populasi padi yang sangat rapat

Salah satu yang menjadi masalah petani dalam sistem tanam

benih langsung yaitu mengalami kesulitan pada saat akan melakukan

pemupukan atau penyemprotan, sebab tidak adanya jarak tanam

untuk menginjakkan kaki ketika masuk kedalam tengah sawah

sehingga padi dengan mudah akan terinjak-injak. Seperti yang

diungkap oleh Bapak Muh. Bakri yang mengatakan bahwa:

“Salah satu masalahnya itu kalau Tabela, susah kik masuk kedalam
tengah sawah untuk menyemptor dan memupuk karena tidak ada
jarak tanam sehingga biasa ada padi yang terinjak, apalagi kalau padi
masih kecil. Berbeda dengan Tapin yang bisa dengan leluasa

87
bergerak di tenga sawah karena ada jarak tanamnya apalagi yang
pake pola tanam legowo” (Muh. Bakri, wawancara: 15 Januari
2016).

Solusi untuk mengatasi masalah seperti ini yaitu sebaiknya pada

sistem Tabela membuatkan dan mengosongkan jalur untuk

penyemprotan dengan cara dIbuatkan seperti bedengan-bedengan

sehingga ada celah berbentuk lorong kecil untuk jalur pemupukan dan

penyemprotan. Dengan cara seperti ini dapat meudahkan petani untuk

masuk kedalam tengah-tengah hamparan sawah, sehingga dapat

meminimalisir terinjaknya padi pada saat melakukan penyulaman,

penyemptotan maupun pemupukan. Hal ini diungkap pula oleh Siti dkk

(2013) dalam penelitiannya bahwa salah satu kelemahan pada padi

Tabela yang menggunakan teknik hambur merata (broad cast) yaitu

pertumbuhan populasi padi sangat rapat sehingga tidak terdapat jarak

atau celah untuk jalur pemupukan pada hamparan sawah yang luas.

Salah satu cara mengatasi hal seperti ini pada teknik hambur merata

(broad cast) adalah mengosongkan jalur pemupukan berbentuk lorong

lurus di tengah sawah pada saat penghamburan sehingga

memudahkan petani masuk kedalam tengah sawah untuk melakukan

pemupukan, penyemprotan maupun penyulaman.

c. Rentan terhadap serangan hama dan penyakit

Salah satu masalah petani pengguna sistem Tabela yaitu padi

rentan terserang hama maupun penyakit. Beberpa hal yang

mempengaruhi Tabela lebih rentan terserang hama dan penyakit,

88
diantaranya yaitu populasi padi yang rapat pada Tabela sehingga

cahaya matahari sukar untuk menembus hingga ke batang padi.

Halinilah yang menyebabkan hama dengan mudah untuk bersarang

dan berpindah pasa padi sistem Tabela. Beberapa jenis hama yang

biasa menyerang padi Tabela seperti, penggerek batang, wereng dan

walang sangit, sedangkan penyakit yang biasa menyerang Tabela

seperti tungro dan busuk batang.

Salah satu cara untuk mengurangi dan menekan serangan hama

dan penyakit yaitu penggunaan pestisida kimiawi dan nabati.

Penggunaan pestisida nabati dapat mengurangi pengeluaran biaya

dan bahan-bahan yang dIbutuhkan telah disediakan oleh alam seperti

daun mimba, tembakau dan serai. Selain dengan penekanan

menggunakan pestisioda, hal lain yang dapat digunakan petani

Tabela yaitu menggunakan varietas padi yang tahan terhadap hama

dan penyakit. Hal ini sesuai dengan pendapat Hamdan (2003), yang

mengatakan bahwa penanaman padi dengan sistem Tabela

memerlukan varietas yang tahan hama/penyakit seperti sheat blight,

busuk batang, tungro, wereng, dan penggerek batang. Ketahanan

suatu varietas terhadap serangan hama/penyakit merupakan faktor

pendukung keberhasilan usaha tani padi. Selain itu, pengendalian

hama terpadu perlu dilakukan untuk menciptakan lingkungan tumbuh

yang optimal bagi tanaman padi Tabela.

89
d. Pertumbuhan gulma sangat tinggi

Pertumbuhan gulma merupakan salah satu masalah bagi petani

Tabela. Bibit padi dan gulma, khususnya gulma rumput, sukar

dibedakan. Bibit gulma rumput juga sering tertanam bersama bibit

padi, sehingga penyiangan kurang sempurna akibat tidak adanya

jarak untuk memungut gulma-gulma yang tumbuh di tengah-tengah

sawa. Pertumbuhan gulma pada padi Tabela dapat mengurangi hasil

produksi padi hingga 50%, karena padi akan tumbuh dengn kerdil.

Seperti yang diungkap oleh Bapak H. Beddu Ali bahwa:

“Yang saya lihat biasa itu banyak sekali tumbuh rumputnya kalau
Tabela, karena biasa bersamaan tumbuh itu rumput dengan padi
apalagi kalau lahannya tidak digenagi air dan susah dilakukan
penyiangan kalau besar-besarmi padinya” (H. Beddu Ali,
wawancara: 16 Januari 2016).

Dari pernyataan H. Beddu Ali diatas bahwa pada pertubmuhan

gulma rumput pada sistem Tabela sangat cepat dan lebih banyak.

Jika gulma pada padi Tabela telah tumbuh, maka akan sulit untuk

dilakukan penyiangan atau pembersihan akibat populasi padi yang

rapat dan apabila padi telah tumbuh besar.

Salah satu cara untuk mengendalikan gulma pada padi Tabela

adalah dengan cara melakukan pengendalian di awal sebelum

melakukan penghamburan benih. Hal tersebut dilakukan dengan cara

penyemprotan herbisida sebelum penaburan benih sehingga bibit-bibit

gulma akan mati sebelum melakukan penaburan benih pada lahan.

Hal ini sejalan dengan pendapat Hamdan (2003), yang mengatakan

90
bahwa pengendalian gulma yang paling praktis pada padi Tabela

adalah dengan menggunakan herbisida. Berbagai jenis herbisida

seperti butaklor/propanil, sinosulfuron, metil bensulfuron/metil

metsulfuron dan butaklor/2,4 IBE cukup efektif mengendalikan gulma

padi dengan sistem tabur benih langsung dengan hasil panen hampir

sama dengan padi Tapin.

e. Lebih banyak membutuhkan air

Padi Tabela lebih banyak membutuhkan air dan tidak tahan

terhadap kekeringan. Hal ini disebabkan karena perakaran pada padi

Tabela berada di atas permukaan tanah sehingga harus tergenangi

terus dengan air. Berbeda dengan padi Tapin yang akar dan

batangnya tertanam kedalam tanah. Padi Tabela tidak tahan terhadap

kekeringan, karena jika terjadi kekeringan satu atau dua hari maka

padi Tabela akan melayu karena tidak adanya kandungan air di

permukaan tanah. Bahkan dalam keadaan terparah, jika lahan telah

kekeringan selama satu minggu, maka padi Tabela dapat mati. Seperti

yang diungkap oleh Bapak Samsir bahwa:

“Bedaanya padi Tabela dengan Tapin yaitu padi Tabela lebih cepat
layu kalau air di sawah suda habis dan bahkan cepat mati karena
akarnya diatas permukaaan tanah. Berbeda dengan padi Tapin yang
masi bisa tahan karena batangnya tertanam kedalam tanah” (Samsir,
wawancara: 15 Januari 2016).

Dari pernyataan Bapak Samsir diatas mengtakan bahwa, salah satu

perbedaan anatar padi sistem Tapin dengan padi sistem Tabela yaitu

padi dengan sistem tabela lebih cepat layu ketika lahan mengalami

91
kekeringan, sedangkan pada padi Tapin tidak cepat layu ketika lahan

telah mengalami kekeringan sebab batang pada padi Tapin tertanam

kedalam tanah.

Salah satu solusi untuk menangani hal tersebut yaitu menjaga

perairan pada padi Tabela dan diusahakan harus tergenangi terus

dengan air. Cara pompanisasi juga dapat dilakukan untuk tetap

menjaga perairan pada padi Tabela. Selain itu, disarankan kepada

petani untuk tidak menggunakan sistem Tabela pada lahan tada hujan

apalagi lahan yang tidak terjangkau dengan irigasi untuk menghindari

gagal panen.

Jika dilihat dari jumlah masalah-masalah yang dihadapi petani,

masalah yang yang dihadapi petani pengguna sistem Tabela lebih banyak

daripada sistem Tapin. Masalah-masalah seperti inilah yang dapat

mempengaruhi hasil produksi maupun pendapatan dari petani itu sendiri.

Masalah-masalah yang dihadapi petani pengguna sistem Tabela relatif

lebih banyak sehingga hasil produksi yang dieroleh masih lebih rendah.

Seperti yang diungkap oleh Siti dkk (2013) dalam penelitiannya bahwa

produksi dan pendapatan petani yang menerapkan sistem Tapin lebih

besar dari pada petani yang menerapkan sistem Tabela. Hal ini

dikarenakan oleh berbagai faktor dilapangan salah satunya masih

kurangnya pengetahuan petani tentang perlakuan untuk sistem Tabela,

sehingga banyak permasalahan yang dihadapi oleh petani penggunanya.

VI. PENUTUP

92
6.1 Kesimpulan

Adapun kesimpulan dari penelitian ini adalah:

1. Persepsi petani dalam penggunaan sistem tanam pindah (Tapin) dan

sistem tanam benih langsung (Tabela) dari sisi budidaya, terdapat

perbedaan dalam hal tahapan budidaya, teknik penanaman dan

umur padi. Kebutuhan benih pada sistem Tapin lebih banyak

daripada Siatem Tabela, namun jenis varietas yang digunakan sama.

Kebutuhan tenaga kerja pada sistem Tapin lebih banyak daripada

sistem Tabela. Sistem Tapin lebih tahan terhadap serangan hama

dan penyakit daripada sistem Tabela. Produktivitas dan pendapatan

yang diperoleh pada sistem Tapin lebih tinggi daripada Tabela.

2. Masalah-masalah yang dihadapi petani pengguuna sistem tanam

pindah (Tapin) yaitu jumlah kebutuhan benih relatif besar, biaya

tenaga kerja yang semakin mahal dan bibit sering rusak pada saat

pencabutan. Sedangkan masalah-masalah yang dihadapi petani

pengguna sistem tanam benih langsung (Tabela) yaitu benih yang

telah tumbuh sering termakan oleh keong mas, petani mengalami

kesulitan dalam melakukan penyemprotan dan pemupukan akibat

populasi tanaman yang sangat rapat, rentan terhadap serangan

hama dan penyakit, pertumbuhan gulma sangat tinggi dan lebih

banyak membutuhkan air.

6.2 Saran

93
1. Pada sistem Tapin, kebutuhan benih dan tenaga kerjanya masih

sangat tinggi. Maka disarankan kepada petani pengguna sistem

tanam tersebut untuk mengurangi penggunaan benih secara

berlebihan dan memanfaatkan teknologi-teknologi mesin panen atau

mesin penanam untuk mengurangi penggunaan tenaga kerja.

Sedangkan pada sistem Tabela, produktivitas dan pendapatannya

masih lebih rendah dari pada sistem Tapin meskipun telah

menggunakan biaya yang relatif rendah. Maka disarankan kepada

petani untuk memperbaiki dan mengevaluasi proses-proses produksi

sehingga dapat meningkatkan hasil produksi dan pendapatannya.

2. Masalah-masalah yang dihadapi petani pengguna sistem Tapin dan

pengguna sistem Tabela masih sangat banyak. Maka disarankan

kepada petani untuk berkoordinasi dengan ketua kelompok tani,

penyuluh atau pemerintah setmpat untuk mengatasi dan mencari

solusi bersama dalam mengatasi masalah-masalah yang muncul.

94
DAFTAR PUSTAKA

Aak. 2003. Budidaya Tanaman Padi. Kanisius. Yogyakarta.

Ahmad, S. 2005. Produktivitas Tanaman Padi Pada Berbagai Sistem


Tanam. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. Nusa Tenggara
Timur.

Andoko, A. 2002, Budidaya Padi Secara Tabela, Penebar Swadaya,


Jakarta.

Bungin, Burhan. 2003. Analisa Data Penelitian Kualitatif: Pemahaman


Filosofis dan Metodologis ke Arah Penguasaan Model Aplikasi.
Raja Grafindo Persada. Jakarta

Chairunas, dkk. 1999. Teknologi Budidaya Padi Sistem Tanam Benih


Langsung (TABELA) di Lahan Sawah Irigasi. Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. Banda Aceh.

Damayanti, Widoretno. 2010. Persepsi Petani Terhadap Budidaya Wijen


di Kabupaten Sukoharjo. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Dewi, Indar. 2009. Analisis Perbandingan Sistem Tanam Benih Langsung


(TABELA) dan Sistem Tanam Pindah (TAPIN) Pada Uasaha Tani
Padi Sawah. Universitas Hasanuddin. Makassar.

Deptan. 2008. http://www.Deptan.go.id. Diakses pada tanggal 21 Oktober


2015 pukul 20.00 WIB

Hasan, M. Iqbal. (2002), Pokok-Pokok Materi Metodologi Penelitian Dan


Aplikasinya, Ghalia Indonesia, Jakarta

Hamdan (2003), Kendala dan Peluang Pengembangan Teknologi Padi


Tanam Benih Langsung. Balai Penelitian Tanaman Padi. Subang.

Hernanto, F. 1993. Ilmu Usahatani. Penebar Swadaya. Jakarta.

Leidia, Esther. 2014. Perbandingan Keuntungan Usaha Tani Padi Sawah


dengan Teknik Tanam Pindah dan Teknik Tanam Benih Langsung.
Universitas Sam Ratulangi. Manado

Mulyana, Deddy. 2002. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Penerbit PT


Remaja. Rosdakarya. Bandung.
Moleong. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. PT Remaja Rosdakarya.
Bandung.

Nahraeni, Wini. 2000. Keputusan Petani Dalam Penerapan Teknologi


Tanam Benih Langsung (TABELA). IPB. Bogor.

Prasetyo, YT. 2003. Bertanam Padi. Penebar Swadaya. Jakarta.

Salusu. 1996, Pengambilan Keputusan Stratejik untuk Organisasi Publik


dan. Organisasi Non Profit. PT Gramedia Widiasarana Indonesia.
Jakarta.

Siagian. 2002. Teori Motivasi dan Aplikasinya. Rineka Cipta. Jakarta.

Silalahi, Ulber. 2006. Metode Penelitian Sosial. Unpar Press. Bandung.

Siti. dkk. 2013. Analisis Komparatif Pendapatan Usahatani Padi Sawah


Sistem Tabela dan Sistem Tapin. Universitas Tadulako. Palu.

Soekartawi . 1988. Prinsip Dasar Manajemen Pemasaran Hasil Pertanian


Teori dan Aplikasi. Rajawali Press. Jakarta.

Sudijono, Anas. 1996. Pengantar Evaluasi Pendidikan. PT. RajaGrafindo


Persada. Jakarta.

Sugiyono, (2008). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D.


Alfabeta. Bandung

Sumarno. 2003. Konsep Pemuliaan Tanaman Modern. IPB. Bogor.

Sukisti. 2010. Usahatani Padi Dengan Sistem Tanam Pindah (TAPIN) dan
Sistem Tanam Benih Langsung (TABELA). UNY. Yokyakarta.

Thoha, Miftah. 1994. Konsep Dasar Psikologi dan Aplikasinya. Raya


Grafindo Persada. Jakarta.

Tjakrawiralaksana, A. 1983. Ilmu Usahatani. Departemen Sosek. Institut


Pertanian Bogor. Bogor

Walgito, Bimo. 1991. Pengantar Psikologi Umum. Andi Offset. Yogyakarta.

Widayatun, T.R. 1999. Ilmu Prilaku. Sagung Seto. Jakarta.

Yoshie dan Rita. 2010. Perbanding Pendapatan Usahatani Padi Sawah


Sistem Tanam Pindah dan Tanam Benih Langsung di Desa
Sidomulyo. Universitas Mulawarman. Samarinda.
LAMPIRAN

Lampiran 1. Pedoman wawancara

Pedoman Wawancara
Persepsi Petani Padi Sawah dalam Penggunaan Sistem Tanam
Pindah (Tapin) dengan Sistem Tanam Benih Langsung (Tabela)
(Studi Kasus di Kelurahan Jalanjang, Kecamatan Gantarang,
Kabupaten Bulukumba)

A. Identitas Informan
1. Nama : ....................................................
2. Umur : ....................................................
3. Jenis Kelamin : ....................................................
4. Alamat : ...................................................
5. Pendidikan Terakhir : ....................................................
6. Agama : ....................................................
7. Pekerjaan Utama : ....................................................
8. Pekerjaan Sampingan : ....................................................
9. Lama berusahatani : ....................................................
10. Luas Lahan : ...................................................
11. Status lahan : ....................................................
12. Sistem tanam yang digunakan : ....................................................
13. Sudah berapa lama anda menggunakan sistem tapin/tabela?
14. Apakah sebelumnya anda pernah menggunakan sistem
Tabela/Tapin?
15. Apa alasan anda beralih dari sistem tabela/tapin ke sistem
tapin/tabela? (jika beralih)
16. Kenapa anda tidak mencoba menggunakan sistem Tabela/tapin
(jika belum pernah menggunakan)
17. Siapa yang menyarankan anda menggunakan sitem Tapin/Tabela?

B. Persepsi petani dalam penggunaan sistem Tapin/Tabela


1. Dari segi budidaya
a. Bagaimana tahapan budididaya padi dengan sistem Tapin/Tabela
mulai dari persiapan benih sampai pemanenan?
b. Apa yang membedakan sistem Tapin dan Tabela tahapan budidaya?
c. Pola tanam apa yang anda gunakan pada sistem Tapin?
d. Bagaimana teknik penanaman yang anda gunakan pada sistem
Tabela?
e. Apakah terdapat perbedaan unur padi sistem Tapin dan Tabela?
f. Jika terdapat perbedaan, bagaimana cara anda mengatasi agar
proses pemanenan antara sistem Tapin dan Tabela bersamaan.
g. Pertanyaan tambahan di lapangan............
h. .......................................
2. Dari segi Kebutuhan Benih dan jenis varietas
a. Berapa banyak benih yang anda gunakan dengan menggunakan
sistem tanam pindah/tabela?(kg)
b. Menurut anda, apakah kebutuhan benih pada sistem Tapin lebih
banyak dibandingkan Tabela?
c. Jenis benih varietas apa yang anda gunakan?
d. Adakah perbedaan jenis varietas benih yang digunakan pada sistem
Tapin dan Tabela?
e. ...........................................
f. ...........................................
3. Dari segi kebuthan tenaga kerja
a. Bagaimana sistem pemakaian tenaga kerja yang anda gunakan,
apakah tenaga kerja borongan atau perorangan?
b. Berapa jumlah tenaga kerja yang anda gunakan untuk mengolah
lahan, penyemaiaan, pencabutan benih, penanaman, penyiangan,
pengendalian hama dan penyakit, dan panen dengan sistem tanam
Pindah/Tabela?
c. Berapa upah yang anda berikan kepada setiap tenaga kerja yang
anda pekerjakan?(jika tenaga kerja perorangan)
d. Berapa upah yang anda berikan kepada tenaga kerja borongan yang
anda pekerjakan?(Jika tenaga kerja borongan)
e. Dari mana anda memperoleh tenaga kerja, apakah keluarga anda,
tetangga anda atau orang dari luar kelurahan?
f. Menurut anda apakah dengan sistem tanam Pindah ini lebih banyak
membutuhkan tenaga kerja atau lebih sedikit membutuhkan tenaga
kerja dibanding sistem tanam benih langsung?
g. .............................
h. ................................
4. Dari segi ketahanan terhadap serangan hama dan penyakit.
a. Jenis hama dan penyakit apa saja yang sering menyerang tanaman
padi anda?
b. Bagaimana cara pengendalian hama dan penyakit yang anda
lakukan?
c. Menurut anda yang mana yang lebih rentan terserang hama dan
lebih cepat penyebaran hama dan penyakitnya, apakah dengan
menggunakan sistem tanam Pindah atau sitem tanam benih
langsung?
d. ......................................
e. .....................................
5. Dari segi Produktivitas dan Pendapatan
a. Berapa banyak hasil produksi usahatani padi anda pada musim
panen lalu dengan menggunakan sistem Tapin/Tabela? (Kg/ton)
b. Di mana anda menjual hasil panden anda?
c. Apakah anda menjual dalam bentuk kering panen atau kering giling?
d. Berapa harga jual gabah anda per kg?
e. Adakah perbedaan harga antara gabah hasil sitem Tapin dan
tabela?
f. Menurut anda yang mana yang memiliki hasil produksi lebih tinggi,
apakah dengan menggunakan sistem tapin atau tabela?
g. Berapa besar pendapatan yang anda peroleh dari usaha tani anda
dengan mengunakan sistem Tapin/Tabela?
h. Menurut anda, apakah pendapatan yang bapak peroleh lebih tinggi
dari petani yang menggunakan sistem Tapin dan Tabela?
i. Apakah menurut bapak pendapatan dengan sistem tapin lebih besar
dari sistem tabela?
j. Menurut anda, apa keunggulan dan kekurangan dari sistem tapin
yang anda gunakan?
k. Menurut pandangan bapak apa keunggulan dan kekurangan dari
sistem tabela?
l. ......................................
m. ......................................

C. Masalah-masalah dalam penggunaan sistem Tapin dan Tabela


a. Masala-masalah apa saja yang anda hadapi dalam menggunakan
sistem tanam pindah / sistem tanam benih langsung?
b. Apa yang menyebabkan masalah-masalah tersebut bisa muncul?
c. Bagai mana cara anda mengatasi masalah-masalah tersebut?
d. .....................
e. ....................
Tabel penghitungan pendapatan
N Uraian Tapin Tabela
o Jumlah Nilai/upah Total Jumlah Nilai/upah Total
fisik satuan nilai/upah fisik satuan nilai/upah
A Biaya variabel
1.Benih
2.Pupuk
-................
-................
-................
-................
3.Pestisida
- ................
-................
-................
-................
4.Tenaga Kerja
- Olahan tanah
- Persemaian
-Penaburan
benih
-Pencabutan
bibit
-Penanaman
-Pemupukan
-Penyulaman
-Penyiangan
-Pengendalian
hama dan
penyakit
-Panen
5.Biaya Mesin
-................
-................
Total biaya Variavel
B Biaya Tetap
1.NPA
2.Pajak Lahan
Total Biaya Tetap
C Total Biaya
(A+B)
D Total
Penerimaan
E Total Pendapatan (D-C)

-TERIMA KASIH-
Lampiran 2. Penghitungan Nilai Penyusutan Alat (NPA)

Tapin Tabela
N Nama Alat Jumlah Nilai Baru Nilai Lama Umur Nilai Nma alat Jumlah Nilai Baru Nilai Lama Umur Nilai
o (unit) (Rp) (Rp) Alat Penyusutan (unit) (Rp) (Rp) Alat Penyusutan
(Rp) (Rp)
1 Cangkul 2 50.000 30.000 3 thn 13.000 Cangkul 2 50.000 30.000 3 thn 13.000
2 Sabit 4 20.000 10.000 2 thn 20.000 Sabit 4 20.000 10.000 2 thn 20.000
3 Karung 30 3. 000 1.500 1 tah 45.000 Karung 30 3. 000 1.500 1 tah 45.000
4 Parang 2 30.000 20.000 2 thn 10.000 Parang 2 30.000 20.000 2 thn 10.000
5 Pompa air 1 2.000.000 1.200.000 2 thn 400.000 Pompa air 1 2.000.000 1.200.000 2 thn 400.000
6 Sprayer 1 300.000 100.000 2 thn 100.000 Sprayer 1 300.000 100.000 2 thn 100.000
Total NPA 588.000 Total NPA 588.000

Total NPA Rp. 588.000 dibagi dua musim tanam, sehingga NPA untuk satu kali musim tanam yaitu Rp. 294.000

harga awal – harga akhir x jumlah alat


RUMUS : NPA =
umur alat
Lampiran 3. Foto Sistem Tanam, Mesin Penanam dan Belle’

(Sistem Tanam Benih Langsung) (Sistem Tanam Tapin)

(Lahan persemaian) (Rice


Rice Transplanter
Transplanter)

(Perbandingan Sistem Tabela dan Tapin) (Satuan ukur Belle’)


Lampiran 4. Foto Dokumentasi Saat Wawancara

Anda mungkin juga menyukai