Anda di halaman 1dari 118

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PENDUDUKAN JEPANG DI ONDERAFDELING


WISSELMEREN
(1935-1944)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan


Memperoleh Gelar Sarjana Sejarah Pada
Program Studi Sejarah

Disusun Oleh:

Elsada Mudewa Pigai

NIM : 134314006

PROGRAM STUDI SEJARAH


FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2018

i
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

MOTTO

Harapan adalah kemampuan untuk melihat bahwa ada cahaya meskipun semua

dalam kegelapan.

(Desmond MpiloTutu)

vi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PERSEMBAHAN

Skripsi ini saya persembahkan untuk keluarga di Paniai, terlebih khusus kepada

orang Papua, dan suku Me di Meuwodide, semoga ini menjadi salah satu karya

awal saya.

vii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul ‘Pendudukan Jepang Di Onderafdeling Wisselmeren


(1935 -1944)’. Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui latarbelakang kedatangan
orang Belanda (pemerintah Belanda dan Zending CAMA dari Amerika dan
Katolik dari Eropa), terkhusus Jepang, dinamika penjajahan Jepang di
Wisselmeren, dan dampak dari aksi-aksi Jepang yang membawa perubahan sosial
bagi orang Me.
Metode yang dipakai dalam skripsi ini ialah penelitian lapangan, yakni
studi pustaka dan wawancara. Sumber yang didapat dalam studi pustaka adalah
buku, artikel, dan jurnal. Sumber ini didapatkan dari perpustakaan dan internet.
Sedangkan wawancara dilakukan dengan mewawancarai para saksi sejarah Jepang
di Paniai.
Dalam menganalisa pendudukan Jepang di Onderafdeling Wisselmeren
(1935-1944), pendekatan yang dipakai adalah pendekatan sejarah lokal. Selain itu
teori yang digunakan dalam skripsi ini ialah teori perubahan sosial dari Soerjono
Soekanto.
Hasil dari penelitian menunjukan bahwa perubahan sosial, terkhusus
perubahan pola perilaku dan sikap orang Me, dilatarbelakangi oleh kondisi buruk
yang mereka alami di bawah penjajahan Jepang. Kedatangan Jepang selanjutnya
dianggap orang Me disebabkan karena keberadaan orang Belanda, sehingga orang
Me menaruh benci terhadap orang asing. Selain itu, penduduk lokal juga turut
mengalamatkan kondisi yang mereka alami terhadap beberapa orang Me yang
turut membantu tentara Jepang. Kenyataannya kebencian itu masih tertanam
bahkan setelah penjajahan Jepang tersebut berakhir.

Kata Kunci : Penjajahan Jepang, Orang Me, Wisselmeren.

viii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

ABSTRACT

The title of this thesis is ‘Japanese Occupation in Onderafdeling


Wisselmeren (1935 -1944)’. It aim to know about the background of dutch arrived
(dutch government, Zending CAMA from America, and Catholik Rome from
Europe), especially Japan, the dynamic of Japanese ocupation in Wisselmeren,
and the impact who bring a social change to the people Me.
The method used in this thesis was field research, ie literature study and
interview. The sources obtained in literature study were in books, articles, and
journals. These sources were obtained from library and internet. While, the
interview were conducted by interviewing the witnesses of Japanese history in
Paniai.
In analyzing the Japanese occupation in Onderafdeling Wisselmeren
(1935-1944), the approach used was the local history approach. Bisides, the
theory used in this thesis was social change by Soerjono Soekanto.
The results of this research pointed out that social change, especially the
changes in behavior patterns and attitudes of people Me, backed by the bad
conditions who they experienced under Japanese occupation. The coming of
Japan were further considered the people Me due to the presence of the Dutch, so
those people Me hated against strangers. Besides, the local residents also
addressed the conditions they experienced against some people Me who helped
the Japanese army. In fact, the hatred was still embedded even after the Japanese
occupation ended.

Keywords : Japanese occupation, people Me, Wisselmeren.

ix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

KATA PENGANTAR

Kebahagian tidak terhingga akhirnya saya rasakan dengan

terselesaikannya skripsi ini. Pertama saya sangat mengucap syukur kepada Tuhan

Yesus yang punya segala kuasa dan berkat, sehingga saya dapat sampai pada

proses ini. Dalam hal ini juga saya ingin menyampaikan banyak terimakasih

kepada pihak-pihak yang ikut membantu dalam terselesaikannya penulisan ini

dengan masukan dan dukungan yang tidak henti-hentinya diberikan kepada saya :

1. Dosen Pembimbing, Pak Heri Priyatmoko, terimakasih sudah mendampingi

saya selama penulisan skripsi ini, sehingga terselesaikan.

2. Pak Rio, terimakasih karena selalu ada membantu saya menemukan jalan

keluar dengan pertanyaan-pertanyaan membingungkan yang saya bawa,

sehingga membuatnya mudah. Untuk Pak Hery Santosa, terimakasih bapak

karena selalu ada di waktu-waktu yang sangat dibutuhkan.

3. Rm. G. Budi Subanar, SJ yang penjelasannya terkadang susah ditebak.

Terimakasih untuk ide-ide yang membangun romo, salah satunya saya pun

semakin yakin untuk menyelesaikan topik skripsi yang saya pilih ini. Rm.

FX. Baskara T. Wardaya, SJ terimakasih untuk kisah-kisah inspiratif yang

selalu dibagikan setiap kuliah, masukan-masukan yang membangun, dan

menyemangati saya untuk terus maju serta kritis terhadap apa yang saya

pelajari dan pilih.

4. Pak Purwanto, Pak manu, Pak Yerry, dan terkhusus Pak Sandiwan yang

telah menemani saya mempelajari semua mata kuliah sulit, yang menjadi

inspirasi penting untuk saya selalu berpikir keras dalam hal apapun.

x
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Terimakasih untuk semua ilmunya bapak-bapak dosen. Mas Halim,

terimakasih juga untuk satu semester yang tak terlupakan, mendalami

besarnya peradaban China. Mas Agus, terimakasih sudah mengisih waktu

luangnnya mendampingi kami menggali tentang sejarah ekonomi pertanian.

5. Alm. Ibu Lucia Juningsih, terimakasih karena saya akhirnya bangga, sadar,

dan tahu tentang kekayaan sejarah yang harus terus menerus digali adalah

hasil dari kesan dan pesan selama 6 semester bersama ibu. Terimakasih juga

telah mengizinkan dan mempercayai saya meraba dan merawat buku-buku

tua di Pustaka van Der Meulen, itu akan selalu menjadi pengalaman terbaik

saya.

6. Mas Tri dan Mas Doni di Sekretariat Fakultas Sastra, terimakasih untuk

semua pelayanan kalian selama saya kuliah.

7. Terimakasih banyak untuk keluarga di Paniai yang menyemangati saya

kuliah dan belajar, terkhusus kepada bapa, mama, bang Ben, adik-adik, dan

semua orang yang tinggal di rumah. Kak Kode juga yang selalu menemani

saya selama di Jogja, thank you kak.

8. Terimakasih kepada bapatua Giadama yang memberikan masukan dan

sumber tambahan untuk penulisan skripsi saya. Tidak lupa juga terimakasih

banyak untuk kakak paling kece, kakak Giaumau Gia atas ide dan

semangatnya. Ide umina.

9. Terimakasih untuk teman-teman kuliah angkatan 2013, Mas Angga, Ayu,

Tony, Lisa, Luis, dan Kevin Rinangga. Akhirnya kita bisa lulus guys.

Terimakasih juga untuk teman sejarah yang lainnya, kaka Marni, Desi,

xi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Magda, Deslin, Yasmin, Ryan, Ndoi, Novi, Juan, Belo, dan Tiur. Thank you

guys untuk pertemanannya selama kuliah, tetap semangat.

10. Teman-teman di Gereja Filipy Jogya, terkhusus terimakasih untuk bapak

Pdt. Rey dan Ibu Rini selaku orang tua rohani atas kepercayaannya kepada

saya untuk pelayanan di gereja, serta dukungan doa, dan semua masukan

yang membuat saya menjadi pribadi yang siap dalam hal apapun.

Terimakasih juga kepada semua teman pemuda gereja, Martha, Kak Melen,

Sella, adik Zipo, dan yang lainnya. Tetap semangat, Tuhan Berkati.

11. Teman-teman semua anak-anak Me di Yogya, Kaka Yohana, Yos, Ida,

Magda, Merry, Agnes, dan Berta, serta yang lainnya di

IPMANAPANDODE Yogyakarta. Terimakasih selama waktu-waktu

bersama sebagai anak-anak merantau dari Meuwodide.

12. Orang-orang di Paniai yang memberikan saya tambahan sumber yang luar

biasa dalam wawancara, ini sunggu memudahkan saya. Nagayawegano

adamaido, terlebih khusus Mama Karo Mote yang siap dan membukakan

pintu rumah untuk diwawancara, ideno.

13. Terimakasih teman seangkatan di kos yang melemparkan kata-kata

semangat untuk cepat nyusul ujian, buat Nanda dan Ocha.

14. Terimakasih yang sebesar-besarnya untuk pengelolah web Cama Alliance

yang menyediakan Artikel The Pioneer dalam bentuk PDF yang bisa

diakses, sehingga memudahkan penulisan saya. Thank you, it was so helping

me when i wrote my thesis.

xii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Hasil karya ini tidaklah sempurna, oleh karena itu saya sangat

mengharapkan kritik dan sarannya.

xiii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................ ii

LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................... iii

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA...................................... iv

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI..................................................... v

HALAMAN MOTTO.......................................................................................... vi

HALAMAN PERSEMBAHAN ......................................................................... vii

ABSTRAK .......................................................................................................... viii

ABSTRACT......................................................................................................... ix

KATA PENGANTAR......................................................................................... x

DAFTAR ISI ....................................................................................................... xiv

BAB I. PENDAHULUAN............................................................................ ...... 1


A. Latar Belakang ............................................................................................... 1
B. Identifikasi dan Pembatasan Masalah ........................................................... 4
C. Rumusan Masalah............................................................................................ 5
D. Tujuan Penelitian............................................................................................. 5
E. Manfaat Penelitian............................................................................................ 5
F. Kajian Pustaka................................................................................................. 6
G. Kerangka Teori ............................................................................................. 9
H. Metode Penelitian.......................................................................................... 13
I. Sistematika Penulisan ....................................................................................... 14

BAB II. POTRET WISSELMEREN SEBELUM PENDUDUKAN TENTARA

JEPANG (1935-1943)......................................................................................... 16

xiv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

A. Kondisi Geografis Wisselmeren.................................................................... 16


1. Alam Wisselmeren............................................................................... 16
2. Demografi........................................................................................... 18
3. Sosial-ekonomi.................................................................................... 19
4. Politik.................................................................................................... 22
B. Wisselmeren Sebelum Kedatangan Tentara Jepang.................................. 24
1. Belanda di Wisselmeren....................................................................... 27
2. Misi Protestan (CAMA) di Wisselmeren......................................... 29
3. Misi Katolik di Wisselmeren................................................................ 34

BAB III. PENDUDUKAN TENTARA JEPANG DI ONDERAFDELING


WISSELMEREN 1943........................................................................................ 36
A. Kedatangan Tentara Jepang Di Wisselmeren 1943......................................... 36
1. Mulai Menetap di Wisselmeren............................................................ 39
1.1 Pos Iimapuga Di Okaitadi...................................................... 41
1.2 Pos Di Detauwo..................................................................... 42
1.3 Pos Di Deyatei (Pintu Pesawat)............................................. 43
1.4 Pos Di Lembah Siriwo........................................................... 44
B. Aksi-aksi Tentara Jepang Terhadap Orang Me............................................... 45
C. Dampak Pendudukan Jepang Di Wisselmeren.......................................... 48
1. Nasib Pemerintah Belanda di Wisselmeren.......................................... 48
2. Nasib Kegiatan Misionaris di Wisselmeren.......................................... 49
3. Dampak Pendudukan Jepang Terhadap Suku Me................................ 51
3.1 Dampak Personal.................................................................... 51
3.2 Dampak Sosial........................................................................ 53
3.3 Dampak Ekonomi................................................................... 55

BAB IV. AKHIR EKSISTENSI TENTARA JEPANG DI ONDERAFDELING


WISSELMEREN (1943-1944)........................................................................... 59
A. Situasi Terakhir Tentara Jepang Di Wisselmeren......................................... 60
B. Respon Orang Me Terhadap Tentara Jepang.................................................. 66

xv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

C. “Warisan” Dan Trauma.................................................................................... 70


1. Keberhasian Dan Kegagalan Tentara Jepang Di Wisselmeren............. 75

BAB V. KESIMPULAN..................................................................................... 79

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 82

DAFTAR ISTILAH............................................................................................. 86

LAMPIRAN ........................................................................................................ 89

xvi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Terjadinya perebutan suatu wilayah secara paksa atau penjajahan

cenderung dilatarbelakangi kepentingan ekonomi. Sebagaimana yang dilakukan

Jepang dengan mengerahkan angkatan darat maupun lautnya untuk segera

merebut semua wilayah di Asia Tenggara dan Timur.

Tanah Indonesia kaya akan sumber daya, yang tidak lepas juga dari

bayang-bayang kekuasaan Jepang. Hal ini terbukti dengan upaya mereka menarik

simpati rakyat Indonesia. Pendudukan Jepang di Hindia Belanda lebih mudah

karena situasi rakyat yang terjajah dari bangsa Belanda dapat terbebaskan dengan

kehadiran Jepang, sehingga tidak ada perlawanan penduduk lokal saat Jepang

datang. Kemudian, pemerintah Belanda di negeri jajahan menyerah kepada Jepang

pada 8 Maret 1942.1

Penguasaan wilayah Hindia Belanda yang diraih, membawa Jepang pada

satu kesempatan untuk mencapai cita-cita besar tentang Kemakmuran Bersama

Asia Timur Raya yang terus disuarakan. Indonesia kemudian dibagi menjadi 3

wilayah sesuai kebutuhan dan keinginan militer Jepang : Sumatera di bawah

1
Prof. Dr. Suhartono, 2007. Kaigun Angkatan Laut Jepang, Penentu Krisis
Proklamasi. Yogyakarta : Kanisius. Hlm. 13.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Angkatan Darat ke-25, Madura dan Jawa di bawah Angkatan Darat ke-16, dan

Kalimantan serta daerah Timur berada di bawah kendali angkatan laut.2

Papua sebagai wilayah jajahan Belanda, tidak terlepas dari incaran Jepang.

Ketertarikan tentara Jepang sendiri terhadap pulau Papua secara khusus di

dasarkan atas kondisi geografis yang baik untuk pertahanan perang melawan

Sekutu, di samping pemanfaatan ekonomi. Wisselmeren (sekarang Kabupaten

Paniai, Papua) yang pada masa kolonial Belanda dikenal sebagai Onderafdeling

(sebuah distrik yang dipimpin seorang kontroler Belanda)3 Wisselmeren di bawah

Afdeling (kabupaten) Centraal-Nieuw-Guinea juga berhasil diduduki Jepang akhir

bulan Mei 19434.

Kedatangan Jepang ke daerah yang didominasi suku Me5 itu, berkesan

dalam ingatan karena penduduk lokal masih dapat mengingatnya melalui

2
Pembagian wilayah ini tentu dengan kebijakan yang berbeda pula, yakni di Jawa
dan Sumatera diutamakan agenda politik, sedangkan di Kalimantan dan daerah Timur
lainnya lebih diutamakan agenda ekonomi. M.C. Ricklefs, 2008. Sejarah Indonesia
Modern 1200-2008. Terjemahan dari, A history of Modern Indonesia Since c. 1200,
Fourth Edition, 2008. Terbitan Palgrave, cet. 1. Jakarta : PT. Ikrar Mandiri abadi. Hlm.
421-422.
3
Onderafdeling setingkat dengan Kawedanan, adalah sebuah wilayah
administratif yang berada di bawah Afdeling/kabupaten dan di atas Kecamatan, yakni
distrik. http://id.dbpedia.org/page/Onderafdeling, diunduh pada 22 Mei 2018. Lihat juga
Ligia Judith Giay, 2011. “Pemerintah Belanda, Orang Mee, Zending C&MA Di
Onderafdeling Wisselmeren 1938-1956”. Skripsi, Yogyakarta : Universitas Sanata
Dharma. Hlm.1.
4
Lihat Kal Muller, 2008. Mengenal Papua. Daisy World Books. Hlm. 136.
5
Orang Me memiliki beberapa sebutan, yakni Kapauku yang diberikan Leopold
Pospisil. Lalu, Tapiro ialah sebutan lain yang diberikan oleh warga di pesisir, yang
artinya orang-orang berbadan kerdil atau kecil. Suku Moni yang hidup berseberangan
dengan orang Me menyebut Ekari atau Ekagi, sedangkan yang terakhir adalah sebutan
Me yang dipakai penduduk lokal untuk menyebut diri mereka, yang dalam bahasa
Indonesia artinya manusia. Lihat, S. Boedhisantoso, Orang Kapauku dalam
Koentjaraningrat dan Harsja W. Bachtiar, 1963. Penduduk Irian Barat. Jakarta : PT
Penerbitan Universitas. Hlm. 300.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

peninggalan Jepang dari masa penjajahan, seperti goa tanah yang ditinggalkan

Jepang di bukit Pokebiyo, kampung Deyatei.6

Oleh karena kedatangan Jepang ke Wisselmeren pula, Onderafdeling

Wisselmeren sebagai kota administrasi yang dibangun 1938, dengan terpaksa

harus meninggalkan kantor pos pemerintah karena situasi tersebut. 7 Bersamaan

dengan itu, para misisonaris dari denominasi Katolik dan Kristen (CAMA)8 yang

mulai bekerja di tahun yang sama meninggalkan daerah ladang misi mereka.

Kehadiran para pejabat pemerintah dan misionaris di tengah suku yang

masih hidup secara tradisional ini telah berhasil diterima baik sebagian orang Me

di awal kedatangan. Namun, kedatangan Jepang ke Wisselmeren dengan aksi

yang ditimbulkan telah mengubah sikap dan perilaku yang ada. Jelas bahwa

kehidupan tradisional orang Me serta kehadiran pemerintah Belanda dan

misionaris sebelum masuknya Jepang penting juga untuk diamati. Hal ini supaya

dapat melihat sejauh mana perubahan yang terjadi setelah Jepang datang dan

6
Demia Degei, dalam wawancara tanggal 24 Maret 2017 di rumah Makewa Pigai,
Bapouda, Enarotali.
7
Benny Giay, 1995. Zakheus Pakage and His Communities : Indigenous
Religious Discourse, Socio-Political Resistence, and Athnohistory of the Me of Irian
Jaya. PhD Dissertation. Amsterdam : Department of Cultural Anthropology/Sociology of
Development, Free University. Hlm. 26.
8
Misi penginjilan CAMA atau C&MA (Christian and Missionary Alliance) ialah
sebuah denominasi Protestan evangelikal yang berbasis di New York, Amerika di bawah
pimpinan yang juga pendirinya, yakni Dr. Albert Benyamin Simpson (1843-1919). Misi
CAMA mulai bekerja di Hindia Belanda dalam 1929, yang di bawa Dr. Robert Alexander
Jaffray di daerah penginjilan pertamanya, yaitu Sulawesi Selatan dan terus berkembang
ke beberapa daerah lainnya seperti Kalimantan, Maluku, Jawa, sampai Papua. Misi ini
diperkuat dengan berdirinya kantor pusat CAMA di Makasar yang didirikan Jaffray,
sehingga penginjilan di seluruh tanah pemerintah kolonial Hindia Belanda dapat di
monitor. Lihat Ligia Giay, op.cit., hlm. 41-42.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

menebarkan ketakutan, terlebih khusus sikap orang Me terhadap orang asing

(pemerintah Belanda dan Misionaris).

Dalam keadaan orang Me yang baru bebas dari tekanan Jepang itu, mereka

kemudian dihadapkan dalam satu sikap dan perilaku yang telah berubah terhadap

orang asing. Perubahan ini pada dasarnya bukanlah satu masalah semata, namun

juga terjadi terhadap sesama penduduk lokal yang didorong oleh aksi-aksi Jepang.

Apa yang terjadi selama masa pemerintah Belanda dan apa yang membuat

perubahan sikap itu terjadi begitu cepat? Apapun yang menyebabkan ini, tentu

bukan hanya tentara Jepang, namun juga kedatangan Belanda yang menarik

diteliti akar persoalannya. Pertanyaan tentang pendudukan Jepang di Wisselmeren

yang mendorong terjadinya perubahan sikap dan perilaku terhadap orang asing

perlu ditelisik.

B. Identifikasi dan Pembatasan Masalah

Penelitian ini mengangkat pendudukan tentara Jepang berikut dampak

yang ditimbulkan, terutama perubahan pola perilaku masyarakat Me dalam kurun

waktu 1935-1944. Pemilihan atau pembatasan tahun ini didasarkan atas peristiwa.

Tahun 1935 dipilih sebagai batasan awal karena ditandai dengan kontak pertama

orang Me dengan Belanda, yakni tim ekspedisi Biljmer di daerah lembah Mapia.

Ditambah untuk melihat perbedaan awal kedatangan dan sikap Belanda dengan

Jepang terhadap orang Me di Wisselmeren. Tahun 1944 dipilih sebagai periode

akhir penulisan ini, dimana menjadi masa berakhirnya penjajahan Jepang di Papua

dan Wisselmeren secara khusus.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, identifikasi, dan pembatasan masalah, maka

penelitian ini hendak menjawab beberapa pertanyaan sebagai berikut :

1. Apa yang melatarbelakangi Jepang menduduki Wisselmeren?

2. Bagaimana proses historis penjajahan Jepang di Wisselmeren?

3. Bagaimanakah akhir eksistensi Jepang di Wisselmeren?

D. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini ialah untuk ;

1. Menjelaskan proses penjajahan Jepang di Wisselmeren.

2. Menganalisa perubahan sosial, terkhusus mengenai perilaku dan sikap orang

Me atas dampak penjajahan Jepang.

3. Mengetahui bagaimana respon masyarakat lokal dan seperti apa masa akhir

penjajahan Jepang di Wisselmeren.

E. Manfaat Penelitian

Melalui skripsi ini, diharapkan menambah referensi tentang sejarah

pendudukan Jepang di Indonesia yang tidak dapat digeneralisasi. Di samping itu,

dapat memperkaya kajian sejarah lokal di Indonesia, terkhusus di wilayah

Indonesia Timur. Adapun secara konseptual, penelitian ini mencoba

membandingkan konsep sejarah penjajahan dengan “pendudukan” yang sering


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

digunakan dalam penulisan periode Jepang. Selain itu, untuk memberikan

wawasan tentang era pendudukan Jepang yang beragam sehingga tidak bisa

digeneralisasi.

F. Kajian Pustaka

Isu utama yang diangkat ialah pendudukan Jepang di Wisselmeren 1935-

1944, seperti halnya yang disinggung juga oleh penulis lain. Setidaknya ada 4

karya yang membahas mengenai hal ini, di antaranya :

Benny Giay, ‘Zakheus Pakage and His Communities : Indigenous

Religious Discourse, Socio-Political Resistence, and Athnohistory of the Me of

Irian Jaya’.9 Buku yang merupakan disertasi ini memuat tentang kehidupan dan

kiprah seorang tokoh lokal bernama Zakheus Pakage dengan komunitas yang

dibangunnya. Di samping itu Giay juga mengulas satu bagian singkat tentang

pendudukan Jepang termasuk dampak dan perlawanan penduduk lokal, namun

ulasanya tidak spesifik mengenai Jepang.

Ligia Judith Giay dalam skripsi ‘Pemerintah Belanda, Orang Me,

Zending10 C&MA Di Onderafdeling Wisselmeren 1938-1956’.11 Dalam penelitian

ini, Giay memaparkan dinamika hubungan pemerintah Belanda, orang Me, dan

Zending C&MA periode 1938-1956 saat Perang Obano dimulai. Giay

menguraikan kolonialisme Jepang di Wisselmeren dalam salah satu sub babnya,

9
Benny Giay, loc.cit.,
10
Kata Zending berasal dari bahasa Belanda yang berarti pekabaran Injil
(pekabaran Kristen dan Katolik), adalah usaha-usaha untuk menyebarkan agama Nasrani.
11
Ligia Giay, loc.cit.,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

namun ulasannya tidak spesifik tentang Jepang. Penulisannya lebih menitik

beratkan pada hubungan dan sebab akibat yang terjadi antara pemerintah Belanda,

Zending, dan orang Me. Kendati demikian, penulisan ini dapat digunakan untuk

melihat alur munculnya kebencian terhadap ogai12 dalam masyarakat Me yang

berkaitan erat dengan kedatangan tentara Jepang.

Sejarah penjajahan Jepang juga diceritakan dalam buku Gotay Ruben

Pigay ‘Mungkinkah Nilai-nilai Budaya Hidup Suku Mee Bersinar Kembali’.13

Pigay adalah seorang tokoh saksi mata yang menyaksikan Jepang secara langsung

di kampungnya. Dia menuliskan kisah tersebut menjadi sebuah buku di atas.

Pigay melukiskan kekejaman tentara Jepang terhadap orang Me, namun

pembahasannya belum mendalam dan sama dengan penulisan sebelumnya bahwa

buku ini tidak menggali secara spesifik pendudukan Jepang di Wisselmeren.

Di samping itu ada buku yang merekam aksi atau sejarah kolonialisme

Jepang di Wisselmeren, yakni dalam disertasi Benny Makewa Pigai yang

diterbitkan menjadi buku dengan judul, ‘Menjadi Gereja Penabur Benih di Tanah

Papua : Sejarah, Kenangan Kehidupan dan Pelayanan Perintis Gereja Kemah Injil

(Kingmi) Tanah Papua’.14 Dalam disertasi ini, Pigai menulis catatan kejadian

penting masa pendudukan Jepang dari para perintis gereja semasa tokoh-tokoh

gereja ini masih kecil. Data ini Pigai peroleh dari hasil wawancara kepada para

12
Ogai dalam bahasa Indonesia disebut tuan, ialah sebutan yang diberikan orang
Me terhadap misionaris, orang-orang di pemerintahan, orang Eropa, orang Indonesia, dan
penduduk lokal yang bekerja pada Belanda.
13
Ruben Pigay, loc.cit.,
14
Benny Makewa Pigai, 2015. Menjadi Gereja Penabur Benih di Tanah Papua :
Sejarah, Kenangan Kehidupan dan Pelayanan Perintis Gereja Kemah Injil (Kingmi)
tanah Papua. Jayapura : Deiyai.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

tokoh saksi sejarah, namun hanya merekam aksi-aksi Jepang yang dilakukan

terhadap orang Me, artinya Pigai menulis peristiwa penyiksaan, perampasan yang

disaksikan para tokoh gereja semasa kecil. Penulisan ini pun tidak mengulas

pendudukan Jepang di Wisselmeren secara spesifk.

Selain sumber di atas, dipakai pula buku yang membahas kajian Jepang di

Jawa, di antaranya buku Ricklef, ‘Sejarah Indonesia modern 1200-2004’.15 Buku

ini mengulas tentang awal kedatangan Islam hingga masa modern, dan tentu

penjajahan Jepang secara umum di Indonesia. Adapun Aiko Kurasawa, ‘Kuasa

Jepang Di Jawa : Perubahan Sosial Di Pedesaan 1942-1945’.16 Buku ini mengulas

tentang penjajahan Jepang di Jawa dengan perubahan yang terjadi di pedesaan

atas kebijakan-kebijakan Jepang. Di samping itu buku Nakamura, ‘Bulan Sabit

Muncul Dari Balik Pohon Beringin : Studi Tentang Pergerakan Muhammadiyah

Di Kotagede, Yogyakarta’.17 Ini mengulas tentang proses Islamisasi di Jawa

tengah, khususnya Yogyakarta dan lebih dalam tentang perkembangan

Muhammadiyah. Ulasan tentang Jepang berkaitan dengan hubungan para ulama

Muhammadiyah dan tentara Jepang di era penjajahan. Terakhir ialah Selo

15
Halaman 421-445 adalah yang digunakan sebagai sumber dalam penelitian ini.
Halaman tersebut memuat tentang pendudukan Jepang dan aksinya di Indonesia secara
umum. M.C. Ricklefs, loc.cit.,
16
Dari buku Aiko yang banyak diambil untuk penelitian ini terdapat di halaman
75-192, tentang wajib serah padi di daerah Jawa dan romusha. Aiko Kurasawa, 2015.
Kuasa Jepang Di Jawa : Perubahan Sosial Di Pedesaan 1942-1945. Jakarta : Komunitas
Bambu.
17
Buku ini membantu melihat bagaimana Jepang menarik para ulama untuk
keperluan tentara Jepang, yang dipakai untuk membandingkan dengan pendekatan yang
dilakukan Jepang terhadap orang Me di Wisselmeren. Mengenai ini dimuat di halaman
124-128. Mitsuo Nakamura, 1983. Bulan Sabit Muncul Dari Balik Pohon Beringin :
Studi Tentang Pergerakan Muhammadiyah Di Kotagede, Yogyakarta. Yogyakarta :
Gadjah Mada University Press.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Soemardjan dalam ‘Perubahan Sosial Di Yogyakarta.18 Buku ini mengulas

perubahan sosial akhir zaman Belanda, Jepang, masa revolusi hingga 1958.

Berkaitan dengan Jepang, buku ini menggambarkan tentang sikap dan hubungan

sultan di era Jepang. Adapun 4 buku ini dipakai untuk melihat dan membedahkan

perbedaan penjajahan Jepang di Jawa, kota keraton (Yogyakarta), dengan Papua,

terkhusus di Wisselmeren.

Dari semua penelitian sebelumnya, tampak bahwa penelitian tentang

pendudukan Jepang di Wisselmeren belum pernah ditulis secara mendalam atau

menjadi fokus penelitian utama. Maka dari itu, di sini saya akan melihatnya secara

detail segi pendudukan Jepang dan dampak yang ditimbulkan bagi orang Me di

Wisselmeren.

G. Kerangka Teori

Dalam sebuah penulisan sejarah, peristiwa yang telah terjadi tidak hanya

dinarasikan semata, namun juga perlu diterangkan dengan memakai konsep dan

teori. Adapun konsep “pendudukan” menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia

(KBBI), bermakna sebagai daerah yang dirampas dan diduduki (dikuasai) tentara

asing.19 Di samping itu konsep “penjajahan” bermakna sebagai sebuah proses,

cara, dan perbuatan menjajah.20

18
Berkaitan dengan Jepang dimuat dihalaman 47-66, yang dipakai dalam
penelitian ini untuk melihat seperti apa perbedaan pendekatan Jepang di kota keraton
Yogyakarta yang dipimpin seorang sultan dengan daerah Jawa lain pada umumnya. Selo
Soemardjan, 2009. Perubahan Sosial Di Yogyakarta. Jakarta : Komunitas Bambu.
19
https://www.kbbi.web.id/daerah, diunduh pada 12 April 2018.
20
https://www.kbbi.web.id/jajah, diunduh pada 12 April 2018.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

10

Jika melihat makna kedua konsep tersebut, Jepang lebih tepat

menggunakan konsep pendudukan karena kedatangan mereka ke Hindia Belanda

adalah hasil perampasan dari pemerintah Belanda, namun karena cara dan

perbuatan menjajah juga dilakukan Jepang, maka konsep penjajahan dapat

digunakan. Sedangkan untuk pemerintah kolonial Belanda, lebih tepat dipakai

dengan kata penjajahan karena proses sendiri berkaitan dengan waktu yang lama

dan berkuasanya Belanda di Nusantara adalah hasil dari sebuah proses yang

panjang serta bukan dari hasil perebutan kekuasan seperti yang dilakukan tentara

Jepang.

Melihat makna pernyataan pendudukan dan penjajahan, maka dapat

disimpulkan bahwa keduanya saling berkaitan, yakni perampasan kekuasaan oleh

tentara asing terhadap sebuah daerah dan menjalankan semua proses, cara serta

perbuatan menjajah daerah yang telah diduduki, terutama berkaitan dengan

penelitian ini. Oleh karena kedua makna ini sesuai, maka keduanya akan dipakai

dalam penulisan ini.

Sementara itu, teori yang dipakai dalam penelitian ini ialah teori

perubahan sosial dari cabang ilmu sosiologi. Perubahan sosial dapat diartikan

sebagai suatu proses berubahnya tatanan dalam masyarakat yang meliputi pola

pikir, sikap, dan kehidupan sosial dari masyarakat tertentu. Perubahan sosial,

menurut KBBI ialah berubahnya sebuah tatanan atau aturan maupun sifat serta

gaya hidup yang telah dihidupi suatu masyarakat ke hal yang baru. Perubahan

sendiri dapat terjadi secara cepat (revolusi) atau secara lambat (evolusi).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

11

Mengenai ini ditambahkan juga oleh Samuel Koenig bahwa, perubahan

sosial menunjuk pada modifikasi-modifikasi (perubahan) yang terjadi dalam pola-

pola kehidupan manusia. Adapun modifikasi-modifikasi tersebut terjadi karena

adanya sebab-sebab yang intern maupun sebab-sebab ekstern.21Untuk melihat

perubahan yang terjadi, terkhusus perubahan pola perilaku dan sikap masyarakat

lokal di Onderafdeling Wisselmeren atas aksi-aksi Jepang, maka dipilihlah faktor-

faktor yang telah dikembangkan oleh Soerjono Soekanto, untuk digunakan dalam

menelaah penelitian ini yakni :

a. Keinginan-keinginan secara sadar dan keputusan secara pribadi.

b. Sikap-sikap pribadi yang dipengaruhi oleh kondisi-kondisi yang berubah.

c. Perubahan struktural dan halangan struktural.

d. Pengaruh-pengaruh eksternal.

e. Pribadi-pribadi kelompok yang menonjol.

f. Unsur-unsur yang bergabung menjadi satu.

g. Peristiwa-peristiwa tertentu.

h. Munculnya tujuan bersama.

Berbagai perubahan yang terjadi terkadang tidak selalu berbicara tentang

sebuah kemajuan, namun adapun perubahan itu dapat diartikan sebagai sebuah

kemunduran dari suatu masyarakat dalam bidang-bidang tertentu.

21
Soerjono Soekanto, 1982. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : CV Rajawali.
Hlm. 307.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

12

Untuk menganalisa dinamika penjajahan Jepang di Wisselmeren,

penelitian ini juga memakai pendekatan sejarah lokal. Adapun ciri dari sejarah

lokal, yaitu sejarah yang terjadi dalam lokalitas atau bagian dari unit sejarah suatu

tempat, dan yang menekankan pengkajian peristiwa sejarah dilingkungan dari

lokalitas tertentu, serta sebuah kisah lampau dari kelompok masyarakat tertentu

yang berada pada daerah geografis yang terbatas. Oleh sebab itu, pendekatan

sejarah lokal didasarkan atas beberapa hal khusus dan berbeda yang dialami orang

Me dibanding dengan daerah pendudukan Jepang lainnya di Hindia Belanda.

Kekhususan itu contohnya dapat dilihat pada penjelasan yang dimuat Harry J.

Benda dalam ‘Bulan Sabit dan Matahari Terbit : Islam Indonesia Pada Masa

Pendudukan Jepang’ tentang pendekatan yang dilakukan Jepang untuk menarik

simpati sebuah golongan masyarakat. Benda menjelaskan bahwa Jepang menarik

simpati rakyat Indonesia, salah satunya dari para penganut Islam, di antaranya

para pembesar Islam dan juga komunitas Arab di daerah Jawa.22

Berkaitan dengan penulisan ini, gambaran seperti di atas dapat ditelusuri

melalui kondisi budaya yang berbeda dimana masyarakatnya masih hidup secara

tradisional di bawah nilai-nilai adat, ditambah dengan presentase jumlah

penduduk yang lebih kecil di banding Jawa. Kondisi geografis yang berbeda

menjadi satu aspek menarik dalam penelitian ini, selain kebijakan Jepang yang

beragam pula. Kebijakan Jepang di Papua berbeda dengan di Jawa yang banyak

menitikberatkan agenda politik yang diisi dengan propaganda, pelatihan, dan

22
Lihat Harry J. Benda, 1980. Bulan Sabit dan Matahari Terbit ; Islam
Indonesia Pada Masa Pendudukan Jepang. Diterjemahkan, Daniel Dhakidae.
Jakarta : Pustaka Jaya. Hlm. 151-164.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

13

kursus, sedangkan agenda Jepang di Papua lebih condong menyangkut persoalan

ekonomi dan pemanfaatan wilayah untuk menangkis serangan Sekutu. Maka

pendekatan ini akan dipakai melihat kondisi penjajahan Jepang yang berbeda

tersebut.

H. Metode Penelitian

Sumber tentang pendudukan Jepang di Onderafdeling Wisselmeren 1935-

1944 ini didapat melalui beberapa tahap, di antaranya pengumpulan sumber,

verifikasi, interpretasi, dan diakhiri dengan penulisan atau historiografi.

Pengumpulan data ini didapat dari studi pustaka, sumber tertulis, dan

wawancara. Studi pustaka yang terkait dicari di Perpustakaan Sanata Dharma,

Yogyakarta serta melalui web. Sedangkan sumber tertulis atau primer yang

berkaitan dengan penelitian ini terdiri dari laporan-laporan para misionaris yang

bekerja di Wisselmeren dalam kurun waktu yang dibicarakan. Adapun ini dipakai

untuk melihat peristiwa yang dialami para misisonaris sebelum Perang Dunia II

dan situasi yang terjadi di suku Me selama pendudukan Jepang. Ditambah pula

buku Jean Victor Bruijn, ‘Het Verdwenen Volk’ yang memuat kisah pelariannya

bersama penduduk lokal dari pengejaran Jepang di Wisselmeren. Di samping itu,

studi wawancara dilakukan dan untuk mendapatkan data tersebut, para saksi

sejarah penjajahan Jepang diwawancarai, di antaranya Bernadus Pigome (98

tahun), Ruben Pigay (82 tahun), Marten Pigome (94 tahun), dan Silas Doo (91

tahun). Ditambah dengan metode oral history karena masyarakat tidak mengenal

budaya menulis dan cerita disampaikan secara turun temurun melalui lisan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

14

Setelah melakukan pengumpulan data, maka data-data tersebut selanjutnya

diverifikasi atau kritik sumber. Verifikasi data dilakukan dengan cara pembacaan

secara menyeluruh terhadap sumber-sumber yang telah berhasil dikumpulkan

untuk melihat autentisitas serta kredibilitasnya dan akhir dari pembacaan tersebut

akan didapat data yang dikatakan valid.

Tahap selanjutnya ialah Interpretasi, yakni menganalisis data untuk

mendapatkan fakta guna membentuk kesimpulan dari penelitian ini. Setelah

melalui tahapan di atas, tahap terakhir ialah penulisan atau historiografi.

I. Sistematika Penulisan

Penulisan dari hasil penelitian ini dimuat dalam 5 bab yang dibuat secara

berurutan, yakni sebagai berikut :

Bab I Pendahuluan. Bab ini terdiri dari ; Latar Belakang, Identifikasi Dan

Pembatasan Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian,

Landasan Teori, Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan.

Bab II Potret Wisselmeren Sebelum Pendudukan Tentara Jepang. Dalam

bab kedua ini akan membahas tentang kondisi geografis Wisselmeren serta

keadaan Paniai sebelum kedatangan tentara Jepang.

Bab III Proses Penjajahan Jepang di Onderafdeling Wisselmeren. Dalam

bab ketiga ini, akan menguraikan tentang awal kedatangan tentara Jepang ke

Wisselmeren sampai dengan aksi-aksi yang dilakukan, hingga dampak yang

terjadi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

15

Bab IV Akhir Eksistensi Tentara Jepang Di Onderafdeling Wisselmeren.

Pada bab keempat ini akan menguraikan tentang situasi politik di Indonesia secara

umum dan di Paniai sendiri sebelum kekalahan tentara Jepang, serta akan diakhiri

dengan penulisan tentang apa saja yang “diwariskan” terhadap penduduk lokal

yang ada.

Bab V Kesimpulan. Dalam bab kelima ini, akan dipaparkan kesimpulan

dari penjelasan pedudukan Jepang di Wisselmeren (1935-1944).


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB II
POTRET WISSELMEREN SEBELUM PENDUDUKAN
TENTARA JEPANG
1935-194323

A. Kondisi Geografis Wisselmeren

Keadaan geografis Wisselmeren beserta orang-orang yang tinggal di

dalamnya, perlu dibahas di sini. Beberapa hal yang perlu disoroti ialah keadaan

geografis, demografi, sosial-ekonomi, politik serta kehadiran pemerintah Belanda

bersamaan dengan para misionaris di Wisselmeren.

1. Alam Wisselmeren

Wisselmeren adalah sebuah daerah yang membentang sepanjang 135-137

Bujur Timur dan 3-4 Lintang Selatan.24 Daerahnya mencakup batas-batas

wilayah, yakni di bagian timur berbatasan dengan Puncak Jaya; di bagian selatan

dengan Mimika; bagian utara dengan daerah orang Waropen; serta di sebelah

barat berbatasan dengan Nabire.

Secara geografis, Paniai merupakan daerah yang diselimuti perbukitan,

rawa-rawa, sungai serta 3 buah danau (danau Paniai, Tigi, dan Tage). Danau

23
Tahun 1937 menjadi awal bagi orang Belanda menginjakan kaki di daerah
pedalaman Me, terlebih dengan pendirian pos pemerintah di Enarotali setahun kemudian.
Untuk dapat melihat kondisi alam dan manusianya, maka permulaan 1930-an yang
dibatasi tahun 1935 ini dipakai untuk mengamati keadaan di Wisselmeren sebelum
kedatangan orang Belanda di Enarotali, di samping adanya kontak tim ekspedisi Biljmer
dengan orang Me di Mapia dalam tahun 1935 ini. Sedangkan, tahun 1943 sebagai tahun
akhir sebelum Jepang sampai di Wisselmeren akhir bulan Mei 1943. The conversion of
Weakebo. By: Benny Giay, Journal of Pacific History, 00223344, Sep99, Vol. 34, Edisi 2.
24
Lihat S. Boedhisantoso, Orang Kapauku dalam Koentjaraningrat dan Harsja W.
Bachtiar, 1963. Penduduk Irian Barat. Jakarta : PT Penerbitan Universitas. Hlm. 300.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

17

Paniai adalah 1 yang terbesar di antara 2 lainnya. Danau-danau ini selanjutnya

disebut Danau Wissel, yang disesuaikan dengan nama penemunya Wissel.25

Adapun periode 1930-an merupakan kali pertama terjadi kontak antara

orang Belanda dengan Me. Kontak dengan orang-orang di pesisir Kamoro juga

dapat dikatakan sangat jarang dan hanya terjadi dalam waktu yang cukup singkat,

itu pun jika ada yang ingin didagangkan. Keadaan ini dikarenakan oleh medan

yang berat di tengah perbukitan dan pegunungan dengan cuaca dingin. Kondisi ini

selanjutnya diperjelas seorang penjelajah bernama Bijlmer (1890-1959) seperti di

bawah ini :

“memasuki ketinggian 2500 meter, perjalanan ini mesti melintasi hutan-hutan


yang sangat lebat, melewati berbagai areal bebatuan kapur yang telah mengalami
proses abrasi yang menakjubkan, melewati jalan berlobang-lobang, juga
melewati banyak goa,.. kami akhinya sampai ke puncak...suatu wilayah dataran
yang sangat luas (tingginya kira-kira 2950 meter di atas permukaan laut),
wilayah yang dikelilingi oleh hamparan alang-alang dan pohon pakis...begitu
terus sampai di ketinggian 3150 meter... selanjutnya, perjalanan kami lanjutkan
dengan cara menuruni gunung mengikuti arah utara, Lembah Paniai... dengan
hamparan sungai Oeta (Uta) yang membentang di hadapan kami...adalah jantung
masyarakat Papua yang mendiami wilayah pegunungan.”26

Gambaran yang cukup jelas tentang medan yang harus ditempuh untuk

dapat sampai ke pemukiman orang Me telah dengan baik digambarkan oleh

25
Frits Julius Wissel (1907 – 1999) ialah seorang pilot Angkatan Laut Kerajaan
Belanda yang ditugaskan di Nederlands Nieuw Guinea Petroleum Maatschappij
(NNGPM). Pada hari penemuannya 1 Januari 1937, sebenarnya ia tidak pernah melalui
rute penerbangan melewati pegunungan tengah Papua, namun penerbangannya saat itu
membawa ia pada penemuan daerah baru sekaligus. Kal Muller, 2008. Mengenal Papua.
Daisy World Books. Hlm. 116, 126. Lihat juga John R. Turnbull. 1939. God's Day For
New Guinea. Dalam The Pioneer. Vol. X no. 38, November 1939. Hlm. 13, Diambil dari :
http://www.cmalliance.org/resources/archives/downloads/pioneer/pioneer-1939-11.pdf
(27 November 2017).
26
Dikutip dari Kal Muller, op.cit., hlm. 128-129.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

18

Hendricus Johannes Tobias Bijlmer dalam kutipan di atas.27 Perjalanan Bijlmer

ini bermuara pada dikenalnya daerah tersebut, ditambah penemuan 3 danau oleh

Wissel kemudian membuat orang-orang Belanda dapat membuka kantor

pemerintah Belanda dan menjadikannya kota injil pertama di daerah pedalaman

Papua.

2. Demografi

Wisselmeren berada di ketinggian 1760 m28 dari permukaan laut. Daerah

ini di tinggali orang Me sekitar 60.000 ribu29 jiwa yang hidup secara berkelompok

dalam kampung-kampung kecil. Suku Me merupakan salah satu suku terbesar

yang berada di pedalaman Papua, setelah peringkat pertama ditempati oleh suku

Dani. Dalam hal komunikasi, suku Me menggunakan bahasa mereka yang disebut

Me manaa atau bahasa Me

Paniai, Tigi, dan Lembah Kamu merupakan wilayah yang didiami orang

Me. Berbicara tentang populasi, dari keterangan saat kontak pertama dengan

pemerintah, telah dicatat ada 10.000 sampai 50.000-an orang diketahui tinggal di

27
Bijlmer adalah seorang antropolog fisik yang banyak melakukan penelitian di
Nieuw Guinea Belanda (Papua sekarang) untuk mempelajari karakteristik fisik dari
kelompok masyarakat yang hidup di Papua masa itu. Ia juga pernah sebelumnya
tergabung dalam Ekspedisi Central New Guinea 1920 dan perjalanan kedunya adalah
ekspedisi Mimika 1935-1936 . Martin Slama dan Jenny Munro, 2015. From ‘Stone-Age’
To ‘Real-Time’: Exploring Papuan Temporalities, Mobilities And Religiosities. Canberra
: ANU Press. Hlm. 45-48.
28
Netherlands. Dept. Van Overzeese Rijksdelen, 1956. Vademecum voor
Nederlands-Nieuw-Guinea 1956. Den Helder : Gedruk Bij N.V. Drukkerij V/H C. De JR.
Hlm. 208.
29
Koentjaraningrat dan W. Bachtiar, loc.cit.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

19

sekitaran danau Paniai. Ini belum terhitung pula dengan lembah lainnya yang

belum ditemukan saat itu.30

Tidak banyak data yang menyebut jumlah penduduk di daerah orang Me

dalam masa sebelum kedatangan Jepang. Maka, kurang lebih hanya dapat

menggambarkan fakta di atas. Di samping itu, ada kenyataan lain yang dilihat

adalah pola hidup masyarakat yang baik, sehingga jauh dari sakit. Keadaan ini

disebabkan oleh konsumsi makanan sehari-hari yang sehat, seperti daging dari

hewan piaraan maupun hasil berburu, sayur-sayuran, buah-buahan serta ikan, dan

udang dari danau.31 Dengan melihat kondisi itu, dapat disimpulkan bahwa jumlah

penduduk lokal tersebut bertumbuh dengan baik.

3. Sosial-ekonomi

Orang Me pada dasarnya hidup berkelompok, yang terbagi dalam

kampung-kampung kecil. Kehidupan dan aktifitas mereka dimulai pertama dari

rumah-rumah orang Me yang terbuat dari papan kayu beratapkan daun pandan

serta rerumputan kering. Rumah tersebut dilengkapi satu tungku api di tengah

ruangan sebagai wadah memasak dan untuk menghangatkan badan dari suhu

dingin.

30
Editorial. 1939. Our First Missionaries To The Wissel Lakes, Dutch New
Guinea. Dalam The Pioneer. Vol. X no. 36, May 1939. Hlm. 16, Diambil dari :
http://www.cmalliance.org/resources/archives/downloads/pioneer/pioneer-1939-05.pdf.
(23 November 2017).
31
Hal ini seperti yang disaksikan para misionaris CAMA terhadap pola hidup
masyarakat Me sesaat setelah tiba di Paniai. Hanya saja, sakit yang banyak dialami orang
Me pada umumnya adalah luka Frambusia, yakni sebuah infeksi tropis pada kulit, tulang,
dan sendi. Ev. Ruben Gotay Pigay, 2008. Mungkinkah Nilai-nilai Budaya Hidup Suku
Mee Bersinar Kembali?. Jayapura : Deiyai. Hlm. 21. Lihat juga Editorial, loc.cit.,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

20

Paniai, Tigi, dan Lembah Kamu adalah daerah yang ditinggali orang Me,

namun suku Moni juga telah hidup berdampingan dengan mereka dalam

kebudayaan dan tradisinya masing-masing. Daerah orang Moni berada di sebelah

timur kota Enarotali.

Kehidupan orang Me sendiri banyak didasari oleh nilai-nilai yang telah

mereka jalani, bahkan dihidupi secara turun-temurun.32 Hal ini menjadikan

mereka hidup teratur dalam norma tersebut karena dirasa nyaman dan sesuai

kebudayaan dan tradisi yang ada, sehingga ajaran Kristen serta budaya Barat yang

dibawa para pendatang mengalami hambatan.

Dalam satu kampung, orang dapat mendapati kurang lebih 16 keluarga

hidup dan beraktifitas. Aktifitas keseharian mereka ialah berkebun, berburu (bagi

kaum pria), menangkap ikan, menganyam, membuat perahu, dan berdagang.

Potensi alam yang baik dengan struktur tanah yang subur menjadikannya

sebagai daerah pertanian yang cukup baik, setidaknya untuk mencukupi makanan

sehari-hari keluarga. Walau tanah di daerah Paniai adalah tanah di lereng-lereng

bukit yang tinggi ketimbang di Lembah Kamu yang lebih subur, namun orang-

orang masih tetap mengupayakan tanah yang ada untuk tetap berkebun menanami

berbagai umbi-umbian, bahkan satu keluarga memiliki 3 sampai 4 kebun yang

diurus. Aktivitas orang Me sebagai petani ini membuat waktu mereka banyak

dihabiskan untuk mengurus kebun, sehingga budaya menulis tidak dikenal di suku

Me.33

32
Nilai-nilai yang dihidupi dalam suku Me dapat dilihat di ibid., hlm. Xiii.
33
Ibid., hlm. 6-7.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

21

Salah satu aktifitas orang Me yang membawa mereka dapat berhubungan

langsung dengan suku lain sampai dikenal oleh Pastor Tillemans (1902-1975)

adalah melalui perdagangan.34 Perdagangan skala kecil antara orang Me juga

terjadi, dimana yang diperjualbelikan adalah babi (kebanyakan diperjualbelikan

pada saat pesta yuwo35diadakan), rumah, tanah, dan bahan makanan lainnya

dengan sistem barter maupun dengan uang sebagai alat pembayaran yang disebut

mege36. Di samping itu, perdagangan jarak jauh dilakukan suku Me, baik dengan

suku pedalaman lainnya maupun dengan orang Kamoro. Adapun barang yang

saling diperjualbelikan ialah kapak, pisau batu, burung cenderawasih (Tune),

makanan, dan tembakau dari orang di pedalaman. Sebaliknya, barang dari pesisir

ialah kulit bia, kampak batu (Maumi), hasil laut, serta yang terbuat dari besi.37

34
Keberadaan Pastor Tillemans yang berkarya di Mimika sebagai seorang
misionaris Katolik telah membantu lebih lanjut ekspedisi Bijlmer ke daerah pedalaman,
untuk mengetahui tentang keberadaan orang-orang berpostur pendek yang diketahui
sebagai Tapiro (sebutan suku Me oleh orang pesisir). Bijlmer sendiri mengatakan bahwa,
Tillemans telah berhubungan dengan orang Tapiro hampir beberapa tahun belakangan,
sehingga mudah baginya untuk menemukan perkampungan orang di pedalaman Nieuw
Guinea itu. DR. H.J.T. Bijlmer, 1938. Naar De Achterhoek Der Aarde : De Mimika-
Expeditie Naar Nederlandsch Nieuw Guinee. Amsterdam : Scheltens & Giltay. Hlm. 13.
35
Pesta yuwo adalah pesta rakyat, dimana orang memperjualbelikan harta benda
mereka kepada sesama masyarakat. Pada dasarnya ini juga semacam pasar tradisional
yang khusus menjual babi dan biasanya dilakukan oleh orang-orang yang mempunyai
banyak ternak. Terkadang mereka juga menjual kerajinan tangan, menjadi tempat
bertemu keluarga serta yang paling penting adalah saling mencukupi kebutuhan masing-
masing. Ev. Ruben Gotay Pigay, op.cit., hlm. 10-11.
36
Mege atau kapaukumege, dikenal juga sebagai cowrie dalam bentuk yang
berbeda setelah kedatangan orang Belanda. Alat penukar yang dipakai orang Me ini,
nilainya dapat ditentukan dari bentuk serta ukuran dari mege. Alat tukar ini masih dipakai
orang Me hingga tahun 1980-an. Lihat Koentjaraningrat dan Harsja W. Bachtiar, op.cit.,
hlm. 303.
37
Ibid., hlm. 304. Lihat juga
http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=5&jd=Kisah+Auki+Membawa+Misiona
ris+Pater+Tillemans+ke+Meeuwo&dn=2017091419150, diunduh pada 02 Januari 2018.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

22

Saat setelah kedatangan orang Belanda dan para misionaris yang

membawa serta kulit kerang mege/cowrie di kalangan orang Me, di sisi lain juga

ikut melemahkan sistem mata uang tradisional yang ada. Hal ini disebabkan

peredaraannya di antara orang Me yang cukup banyak, pada akhirnya berdampak

pada para tonowi38 yang memiliki posisi penting di tengah masyarakat sebagai

satu-satunya golongan yang punya mege lebih ketimbang masyarakat lain pada

umumnya.

4. Politik

Di suku Me, politik atau sub kecilnya, yakni organisasi politik mereka

tidaklah sebesar atau tersistematis seperti kerajaan di Jawa atau kekuasaan mutlak

yang dipegang oleh kepala suku. Dalam suku Me, kekuasaan tidaklah sesuatu

yang mutlak atau kepemimpinan yang didapatkan secara pemilihan dan

penunjukan dari masyarakat, serta bukan sebuah posisi yang bisa didapatkan

secara turun-temurun. Salah satu cara menjadi seorang terpandang di daerah ini,

jika tidak melalui tahapan di atas, maka caranya ialah dengan melihat kemampuan

seseorang.

Pemimpin di daerah orang Me ini disebut tonowi, jika diartikan ke dalam

bahasa Indonesia maka artinya orang kaya. Tonowi tidak hanya 1 atau 2 individu

semata, namun hampir di setiap kampung ada tonawi. Persoalan kemampuan yang

telah dimaksud ini tidak hanya mengacuh soal memimpin, namun juga secara

38
Hanya ada dua strata sosial yang dikenal di suku Me, yakni tonowi dan
masyarakat biasa. Tonowi adalah golongan orang-orang kaya yang memiliki banyak
mege, lahan yang luas, dan peliharaan berupa ternak babi yang banyak. Terkadang
mereka juga dapat menjadi pemimpin perang antar kampung dan penengah masalah. Ev.
Ruben Gotay Pigay, loc.cit.,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

23

ekonomi, pandai dalam tutur kata, berani berbicara, kemampuan jasmani, berani

perang, dan mengetahui sihir.39

Dari segi ekonomi orang tersebut tentu kaya, artinya memiliki lahan dan

ternak lebih banyak katimbang masyarakat lainnya. Sedangkan dalam hal

kepemimpinan, terutama tentang keberanian tonowi dalam berkata-kata ini

berkaitan dengan posisinya di tengah masyarakat ketika dibutuhkan, terlebih saat

terjadi perselisihan antara keluarga atau terkait masalah pembagian lahan garapan.

Adapun 2 hal terakhir yang harus melekat pada seorang tonowi adalah berani

berperang dan tahu akan sihir. Kedua hal ini bukan yang utama karena hanya

sebagai pelengkap semata. Hal ini disebabkan, tidak semua tonowi ikut berperang

dan jika terjadipun ada aturannya yang harus dipatuhi. Oleh sebab itu, pengajaran

perang yang baik masih tetap diberikan pelatihan saat anak laki-laki berumur 5-10

tahun sampai sekitar umur 20 tahunan ketika sudah dianggap lihai berperang.40

Sedangkan tentang sihir, tidak semua memegangnya karena hanya orang tertentu

yang memiliki sihir, entah didapat dengan cara diwariskan keluarga atau

didapatkannya dari orang lain. Orang seperti ini kemudian dikenal dengan sebutan

dukun.41

Dalam praktek hidup sehari-hari, tonowi yang memiliki posisi penting

tidaklah begitu diagung-agungkan selayaknya para pemimpin pada umumnya

karena masyarakat Me menganggap bahwa mereka sama derajatnya. Namun, akan

39
Lihat Leopold Pospisil, 1963. The Kapauku Papuans of West New Guinea. New
York : Holt, Rinehart and Winston. Hlm. 48.
40
Ibid., hlm. 14-15.
41
Ibid., hlm. 16-17.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

24

berbeda ketika dihadapkan satu persoalan yang membutuhkan bantuan tonowi.

Karena itu, untuk menjadi tonowi tidak ada syarat besar yang mengikat, sebab

siapapun bisa menjadi tonowi dengan kerja kerasnya sendiri dalam

mengumpulkan kekayaan.

B. Wisselmeren Sebelum Kedatangan Tentara Jepang

Pemerintah Belanda semula mencoba mengambil alih jalur perdagangan di

Nieuw Guinea yang menghasilkan komoditi kulit kayu massoy, burung

Cenderawasih, dan budak, namun tidak berhasil karena wilayah ini dikendalikan

oleh pedagang musiman asal Maluku.42 Pemerintah Belanda mulai terdorong

untuk membangun koloni mereka di Nieuw Guinea ketika mendengar berita

tentang keberadaan Inggris yang berkeinginan mendirikan sebuah pemukiman

pada abad ke-18. Oleh sebab itu Belanda juga tertarik menguasai daerah baru ini,

sehingga pemerintah Belanda mendekati Sultan Tidore yang memiliki kekuasaan

penuh atas Papua.43

Dari Belanda sendiri, Papua telah diakui mereka sejak tahun 1814 dan hal

tersebut menjadikan pulau ini berada di bawah kekuasaannya secara tidak

langsung.44 Di sisi lain karena tidak adanya satu pemukiman milik Belanda yang

berdiri di daerah baru tersebut maka, pengakuan pemerintah kolonial Belanda atas

Papua tidak diakui negara Barat lainnya.

42
Kal Muller, op.cit., hlm. 96.
43
Ibit., hlm.96, 98.
Ligia Giay, 2011. “Pemerintah Belanda, Orang Mee, Zending C&MA Di
44

Onderafdeling Wisselmeren 1938-1956”. Skripsi, Yogyakarta : Universitas Sanata


Dharma. Hlm.19.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

25

Keinginan pihak Belanda dalam menguasai Nieuw Guinea tercapai di

tahun 182845, yang ditandai dengan didirikannya sebuah pemukiman di daerah

Kaimana yang ternyata tidak bertahan lama karena kondisi alam Papua yang tidak

bersahabat. Serangan Malaria yang terus memakan banyak korban, membuat

proses untuk menetap di wilayah ini semakin lama. Walau demikian, 2 orang

misionaris Protestan berhasil mendirikan pemukiman dan memulai misi agama

mereka di pulau Mansinam, Manokwari.46 Hal ini mengawali kehadiran

pemerintah Belanda di Papua, ditambah lagi klaim Inggris dan Jerman atas Papua

New Guinea47 juga sekaligus menjadikan wilayah Nieuw Guinea Belanda masuk

dalam daerah kekuasaan Hindia Belanda, yang terhitung diakui Inggris tahun

1895 dan Jerman tahun 1910.48

Jauh sebelum pos pemerintah Hindia Belanda didirikan di Wisselmeren,

seorang Belanda bernama H.J.T. Bijlmer telah melakukan kontak secara tidak

langsung dengan orang Me bernama Auki Tekege. Auki mengundang beberapa

orang Me untuk datang ke tempatnya di Lembah Mapia, yang di antaranya Gobai

Pouga Gobai dari Paniai, Itani Mote dan Timada Badii dari Tigi, Papa Goo dari

45
Di tahun ini, pemukiman pertama Belanda didirikan di Teluk Triton, Kaimana
(Papua Barat), dengan markasnya di Benteng Du Bus. Kal Muller, loc.cit.,
46
Dua misionaris tersebut bernama Carl Wilhelm Ottow (1827-1862) dan Johann
Gottlob Geissler (1830-1870) dari badan misi Gossner, Protestan asal Jerman. Mereka
dikirim dari sebuah badan misi yang bertempat di Belanda bernama The Christian
Workman. Hasil kerja misi mereka, telah berdiri Gereja Kristen Injili di Tanah Papua
(GKI) yang dipusatkan dari Pulau Mansinam, Manokwari hingga menyebar ke beberapa
daerah di pesisir pulau Papua lainnya, khususnya di Utara Papua. Ibid.,
47
Papua New Guinea adalah satu negara yang saat ini dikenal berbatasan dengan
Indonesia. Daerah ini masuk dalam jajahan Jerman serta Inggris dan di masa itu wilayah
ini dikenal dengan nama Australian New Guinea.
48
Ibid., hlm. 104.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

26

Kamu, Tomaigai Degei dari Degeiwo, Pisasainawi Magai dari Piyakebo, Dekeigai

Degei dari Putapa, Enagobi Gobai dari Pogiano, Tubasawi Tebai dari Toubay,

Mote Pouga Mote dari Adauwo, Dakeugi Makai dari Piyaiye serta Weakebo yang

terkenal dari Yaba, Tigi, ditambah 2 dari suku Moni bermarga Zonggonao, yakni

Zoalkiki dan Kigimozakigi Zonggonao.49 Hal ini terjadi dalam ekspedisi yang

dilakukannya bersama Pastor Tillemans, tepatnya dalam bulan Desember 1935

sampai kembali ke Mimika pada 10 Januari 1936.50

Kondisi alam yang sangat dalam dan terjal membuat daerah ini baru

diketahui dari belakang, setidaknya melalui beberapa ekpedisi di Nieuw Guinea

Belanda, Wisselmeren ini benar-benar dibuka dan diketahui orang luar.51 Akhir

tahun 1936 setelah ekspedisi yang dilakukan Bijlmer, daerah ini kembali dikenal

lagi melalui penemuan Danau-danau Wissel saat pilot Letnan Wissel melintasi

daerah itu dan melihat secara langsung adanya pemukiman orang Me. Kabar

tentang keberadaan suku Me, selanjutnya membawa orang Belanda dan para

misionaris masuk dan bekerja di wilayah baru tersebut.

49
DR. H.J.T. Bijlmer, op.cit., 165-174. Lihat juga The conversion of Weakebo.
By: Benny Giay, loc.cit.,. serta baca juga Mateus A Tekege, loc.cit.,
50
Menjadi seorang penunjuk jalan dan penerjemah bahasa, Pastor Tillemans
memimpin ekspedisi Bijlmer tersebut ke tempat orang-orang di pedalaman itu tinggal.
Ibid., hlm. 29.
51
Ekpedisi yang dilakukan oleh orang Barat, khususnya ke dataran tinggi Papua
setidaknya ada 8 kali banyaknya, lihat Benny Giay, 1995. Zakheus Pakage and His
Communities : Indigenous Religious Discourse, Socio-Political Resistence, and
Athnohistory of the Me of Irian Jaya. PhD Dissertation. Amsterdam : Department of
Cultural Anthropology/Sociology of Development, Free University. Hlm. 38-39.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

27

1. Belanda di Wisselmeren

Mendengar penemuan Pilot Wissel, seorang asisten residen di Fak-Fak

bernama Dr. W. Cator memutuskan memasuki daerah tersebut melewati jalan-

jalan kecil pada September dan Oktober 1937. Namun, perjalanannya yang

pertama mengalami kegagalan, Desember 1937 pada ekspedisi kedua mereka

akhirnya sampai di danau-danau Wissel. Berkat keberhasilan tersebut, Komisaris

polisi Jan Pieter Karel van Eechoud atau yang lebih dikenal van Eechoud (1907-

1958) dapat mendirikan sebuah pos pemerintahan yang permanen di Enarotali

yang berpenduduk padat pada 30 Mei 1938. Selanjutnya wilayah ini dikenal

sebagai Onderafdeling Wisselmeren.52

Komisaris Eechoud tidak lama menempati pos baru tersebut karena

November 1938 ia bertolak ke pos lamanya di daerah Manokwari dan digantikan

sementara oleh Stutterheim yang memegang kendali pos pemerintahan di

Enarotali selama 3 bulan seterusnya. Baru 19 Januari 1939, pos tersebut

digantikan Kontroler muda J.V. de Bruijn (1913-1973).53

Kedatangan ogai (pemerintah dan misionaris dengan sistem, serta budaya

Barat mereka), membuat masyarakat Me yang ada menjadi sasaran kekuasaan

mereka. Awal kedatangan mereka tidak banyak orang Me yang protes, bahkan

masyarakat lokal yang ada khususnya di Enarotali menyambut baik ogai. Di

samping itu, ada juga sebagian masyarakat yang tidak menyukai kondisi baru ini

mulai berpikir untuk mengusir ogai.

52
Ibid., hlm. 26.
53
Ibid.,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

28

Pemberontakan terjadi pada 1939, ketika pos pemerintahan di Enarotali

dipimpin de Bruijn. Pemberontakan dilancarkan orang-orang Me di Kebo, namun

Belanda dapat meredamkannya. Hal tersebut mengakibatkan 6 orang lokal

meninggal dan 7 orang mengalami luka-luka, 2 di antaranya dirawat di kamp

pemerintahan. Sehabis peristiwa ini, ogai berkuasa kembali di Enarotali.54

Tiga tahun keberadaan orang Belanda di Wisselmeren yang terhitung sejak

pembukaan pos pemerintahan yang masih tergolong baru, dengan terpaksa harus

ditutup sementara karena situasi politik yang memburuk dengan terjadinya Perang

Dunia II di Eropa.55 Pertengahan tahun 1940 pos ini akhirnya ditutup,56 namun di

bulan Oktober pos di Wisselmeren dibuka lagi. Di sisi lain, berita Jepang

melebarkan penjajahan ke Asia Tenggara sampai ke koloni Belanda, membuat pos

administrasi Belanda di Wisselmeren ditutup kembali awal bulan Mei 1943.

Terhitung sejak berdirinya pos pemerintah 1938 hingga awal Mei 1943 di

sana, tidak banyak intervensi yang dilakukan pihak Belanda terhadap masyarakat

54
Benny Giay, op.cit., hlm. 48-49. Lihat juga Mrs. Walter M. Post. 1941. Home
Again!. Dalam The Pioneer. Vol. XII no. 44, July 1941. Hlm. 16, Diambil dari :
http://www.cmalliance.org/resources/archives/downloads/pioneer/pioneer-1941-12.pdf
(04 Desember 2017).
55
Penutupan ini disebabkan oleh kondisi politk di Eropa dengan diinvasinya
negeri Belanda oleh Jerman. Benny Giay, op.cit., hlm. 27.
56
Penutupan pos pemerintah di Wisselmeren mengharuskan para misionaris
menutup misi Kristen yang sedang dikerjakan pula. Penutupan itu mengharuskan para
pekerja misi menunggu laporan dari pihak pemerintah yang bertugas di Wisselmeren agar
kembali ke Paniai. Pdt. Walter Post beserta istri selanjutnya kembali ke pos di Enarotali
pada13 Maret 1941, setelah diijinkan pemerintah Belanda. Editorial. 1940. Christmas
Greetings : Reopening Of The Wissel Lakes. Dalam The Pioneer. Vol. XI no. 42,
November 1940. Hlm. 2, Diambil dari :
http://www.cmalliance.org/resources/archives/downloads/pioneer/pioneer-1940-11.pdf
(01Desember 2017). Lihat juga Editorial. 1941. Report Number : The Wissel Lakes
Field. Dalam The Pioneer. Vol. XII no. 43, April 1941. Hlm. 4, Diambil dari :
http://www.cmalliance.org/resources/archives/downloads/pioneer/pioneer-1941-04.pdf.
(03 Desember 2017).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

29

Me. Baik terhadap tonowi sebagai pemimpin tertinggi di daerah Me, bahkan

sampai ke masalah-masalah yang terjadi di antara masyarakat lokal yang ada.

Maka, kondisi pemerintah Belanda di Wisselmeren dalam tahun-tahun tersebut

sampai kedatangan Jepang, tidak ada kebijakan serius yang dilaksanakan. Jikalau

ada, satu-satunya kontak yang terjadi secara serius ialah saat pecah pemberotakan

orang-orang di Kebo 1939.

Gotay menegaskan bahwa sebelum melewati tahun 1950-an suku Me

masih hidup dalam keaslian budaya dan tradisi mereka.57 Ungkapan ini

membuktikan tentang campur tangan pemerintah langsung terhadap masyarakat

tidak jauh mempengaruhi penduduk lokal bahkan juga terhadap tonawi.

2. Misi Protestan (CAMA) di Wisselmeren

Berita tentang penemuan daerah baru oleh Wissel, langsung dimuat dalam

sebuah surat kabar yang diterimah seorang misionaris Protestan bernama R.A.

Jaffray (1873-1945). Dia berasal dari sebuah badan misi penginjilan yang

berpusat di Amerika, yakni CAMA (Christian and Missionary Alliance).58

Melihat informasi tersebut, ia lalu tergerak mencari tahu orang-orang di

pedalaman dan berangkat ke Fak-Fak dari Makasar menemui Dr. Cator. Hal ini

dilakukannya untuk mendengar kabar, serta melihat keadaan Nieuw Guinea

Belanda dari dekat.

Jaffray mendapatkan izin dari pemerintah Belanda di Batavia dan Ambon

tahun 1938. Dia selanjutnya mempersiapkan tim yang akan diberangkatkan ke

57
Gotay, op.cit., hlm. 5.
58
Ligia Giay, op.cit., hlm. 41-42.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

30

daerah tersebut. Salah satu upaya Jaffray dalam misi pekabaran injil ini tidak

hanya persoalan memenangkan jiwa-jiwa baru bagi Kristus, namun juga berupaya

membangun pendidikan serta penerbitan.59 Hal ini sama seperti yang telah

dikembangkannya di Tiongkok, walau dengan situasi keuangan yang tidak

mencukupi, hal itu tidak menghilangkan semangat Jaffray untuk melebarkan

daerah penginjilan.

Dalam menyiapkan satu kelompok untuk diberangkatkan ke Wisselmeren,

Jaffray menunjuk 2 misionaris bernama C. Russel Deibler (1905-1943)60 dan

Walter Post beserta istri mereka yang menyusul dari belakang ke Paniai. Mereka

dipilih langsung dalam konfrensi CAMA di Makasar untuk memasuki wilayah

baru tersebut di bulan Desember 1938.

Awal Desember, mereka dilepaskan dengan doa menuju Nieuw Guinea

Belanda menggunakan kapal tempur Interisland atau kapal putih. Mereka tiba di

Uta yang terletak di selatan Papua pada 28 Desember. Rombongan ini selanjutnya

menempuh perjalanan selama 18 hari melalui sebuah jalan yang baru 5 hari

dibuka, sebuah perjalanan yang membuat kaki seorang misionaris luka dan

terkelupas karena jalanannya terjal.61

59
Untuk pendidikan, hal tersebut dinyatakan dengan pembukaan kelas
pembebasan buta huruf (PBH) oleh para pekerja misi asal Kalimantan yang dikirim ke
Onderafdeling Wisselmeren untuk membantu Deibler dan Walter Post. Benny Makewa
Pigai, 2015. Menjadi Gereja Penabur Benih di Tanah Papua : Sejarah, Kenangan
Kehidupan dan Pelayanan Perintis Gereja Kemah Injil (Kingmi) Tanah Papua. Jayapura
: Deiyai. Hlm. 64.
60
Lihat http://www.cmalliance.org/about/history/in-the-line-of-fire/diebler,
diunduh pada 16 Juni 2017.
61
Walter post akhirnya kembali karena tidak punya cukup sepatu untuk dapat
dipakai di medan yang buruk, sehingga Deibler yang melanjutkan perjalanan ke
Enarotali. Editorial, op.cit., hlm.15.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

31

Rombongan ini tiba di kota Enarotali pada 13 Januari 1939. Dalam

beberapa hari kemudian, Deibler kembali lagi ke Manokwari, melewati Ambon

dan berlanjut ke Makasar menggunakan pesawat angkatan laut Belanda. 62 Selama

beberapa hari itu ia telah mengunjungi Lembah Kemandora. Kondisi Deibler saat

kembali ke Makasar, digambarkan oleh Jaffray dalam artikel The Pioneer tentang

medan perjalanan yang tidak mudah :

“This morning i looked at the bleeding feet of a missionary, saw his wife tending
them, saw the blood and thoungt to my self, “what a nauseating sight that is!”
but, as i walked from the room, the Lord kept saying to me, “oh, but to me they
are beatiful feet!” then i remember ---“ how beautiful upon the mountains are
the feet of him that bringeth good tidings” ---good tidings to men and women
like those in New Guinea who sit in darkness in the shadow of death. Someday it
will all be over. Someday the tired, bleeding feet of the missionnaries will for the
last time cross those broken-bottle limestone mountains. Someday for the last
time they will go down into one of those newly discovered valleys. Someday for
the last time they will speak the message of redemption through Jesus Christ our
Lord. Someday that last one will turn to Jesus. Then the clouds will part asunder
and our Savior will be there.”

Terjemahan...

(pagi ini saya melihat kaki seorang misionaris yang berdarah, melihat istrinya
merawat mereka, melihat darah dan nanah mengalir dari mereka dan berpikir,
“betapa penglihatannya yang memuakkan,!” tapi, saat saya berjalan dari ruangan,
Tuhan terus berkata kepada saya,”oh, tapi bagi saya mereka adalah kaki yang
indah!” lalu saya ingat---“betapa indahnya gunung-gunung adalah kaki darinya
yang membawa kabar baik”- kabar baik bagi pria dan wanita seperti orang-orang
di Nugini yang duduk dalam kegelapan dalam bayang-bayang kematian. Suatu
hari nanti semuanya akan berakhir. Suatu hari nanti, kaki pendeta yang lelah dan
berdarah akan menyeberangi pegunungan batu kapur yang patah itu. Suatu hari
nanti untuk terakhir kalinya mereka akan masuk ke salah satu lembah yang baru
ditemukan itu. Suatu hari nanti untuk terakhir kalinya mereka akan berbicara
tentang penebusan melalui Yesus Kristus Tuhan kita. Suatu hari nanti yang
terakhir akan berpaling kepada Yesus. Maka awan akan terbelah dan juruselamat
kita akan berada di sana.)63

Untuk melakukan misi pekabaran injil di Wisselmeren tidaklah begitu

cepat, tahun-tahun awal masih tahap persiapan mereka untuk mempersiapkan diri

62
Darlenerose.org/1939.htm, diunduh pada 16 Juni 2017.
63
Ibid.,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

32

bagi orang Me agar dimenangkan bagi Kristus. Persiapan yang dimaksud ialah

mempelajari bahasa setempat dan tenaga kerja, dalam hal ini tukang bangunan

serta para medis yang dibutuhkan di tempat yang baru dijajaki itu. Dua puluh

orang Dayak64 selanjutnya dikirim dari Kalimantan melalui Makasar bersama

Deibler dan Post pada 5 Maret 1939.

Sesampainya mereka di Danau Wissel, berkat bantuan orang Dayak dan

beberapa orang Me, sebuah rumah misi pertama dari bambu dapat dibangun untuk

memulai kegiatan penginjilan. Di samping itu mereka juga mempelajari bahasa

daerah secara perlahan supaya bisa berkomunikasi dengan baik.

Satu tahun di sana, mereka melakukan kontak dengan beberapa suku

pedalaman lainnya seperti suku Moni dan mengunjungi Lembah Kemandora yang

pernah ditinjau Deibler sebelumnya. Selama itu para misionaris belum langsung

menginjili orang-orang di Danau Wissel. Hal ini disebabkan karena kesibukan

orang Me bekerja di ladang sebagai petani mulai pukul 06:00-18:00, sehingga

tidak ada kontak langsung para misionaris kepada penduduk lokal. 65 Walau

demikian, dapat dipastikan bahwa perlahan sebagian anak-anak kecil orang Me

sudah mulai dididik para misionaris, terutama untuk mengenal cara baca tulis,

seperti Pdt. Bernadus Pigome bersama teman-temannya di Okaitadi, Paniai

64
Akhirnya tidak semua dari mereka berangkat ke Wisselmeren karena 8 orang
Dayak di antaranya kembali ke Kalimantan karena sakit. R. A Jaffray.1939. Pray For
Netherlands New Guinea. Dalam The Pioneer. Vol. X no. 38, November 1939. Hlm. 11,
Diambil dari : http://www.cmalliance.org/resources/archives/downloads/pioneer/pioneer-
1939-11.pdf (27 November 2017).
65
Gotay, loc.cit.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

33

Barat.66 Begitu juga dengan beberapa orang Me yang dekat dengan para

misionaris, yang mengajari mereka cara berdoa, seperti Oeroebojoema dari

kampung Uwamani.67

Para misionaris yang baru melakukan pendekatan dan pengenalan budaya

dan bahasa Me, diharuskan meninggalkan wilayah tersebut. Banyak pertanyaan

muncul juga menyelimuti 2 missionaris itu saat mendengar Jepang menginvasi ke

Asia Tenggara hingga ke Hindia Belanda. Pertanyaan yang muncul, yakni

bagaimana menanamkan injil dalam diri orang Me, nasib rumah bambu yang

mereka bangun, serta ketakutan tidak ada lagi orang Dayak yang membantu

membawa barang ke daerah itu.68 Namun, ketakutan tersebut sirna dengan

kepercayaan terhadap iman Kristen mereka bahwa apapun yang dikerjakan di

dalam nama Tuhan dengan benar, pasti akan terjadi.

3. Misi Katolik di Wisselmeren

Pastor Tillemans atau Mgr. Herman Henry Anthon Maria Tillemans,

M.S.C, seperti yang telah disinggung sebelumnya bahwa dia telah berkarya lebih

66
Benny Makewa Pigai, op.cit., hlm. 65.
67
Jean Victor Bruijn, 1978. Het Verdwenen Volk. Bussum : Van Holkema &
Warendorf. Hlm. 230-231.
68
Kesulitan terbesar para misionaris CAMA adalah tidak adanya pesawat yang
dapat dipakai untuk melakukan penginjilan ke daerah-daerah yang sulit, sehingga
pemikul barang sangat dibutuhkan. Kondisi ini cukup berbeda jauh dengan para
misionaris dari Misi Lutheran di wilayah tetangga, yakni Australian New Guinea yang
memakai pesawat untuk transportasi penginjilan ke daerah bermedan berat sejak 1935
dan dari Katolik Roma memiliki 5 pesawat. Dalam kondisi demikian, semangat para
misionaris CAMA tetap tidak hilang. John R. Turnbull. 1939. On The Trail In
Netherlands New Guinea. Dalam The Pioneer. Vol. X no. 38, November 1939. Hlm. 19,
Diambil dari : http://www.cmalliance.org/resources/archives/downloads/pioneer/pioneer-
1939-11.pdf (28 November 2017).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

34

dulu di Kokonao, Mimika. Dia adalah salah satu penginjil dari denominasi

Katholik Roma yang ditabhiskan pada 19 Agustus 1928.69

Sebelum berita tentang keberadaan suku Me diketahui pemerintah

Belanda, Pastor Tillemans adalah yang pertama mendengar dan menyaksikan

adanya kontak orang Kamoro dengan orang pedalaman yang melakukan

perdagangan lintas alam dan suku. Setelah ekspedisi pencarian daerah suku Me

berhasil, Pastor Tillemans menyusul van Eechoud yang pergi lebih dulu dan

mendirikan pos pemerintahan di sana. Pastor Tillemans kemudian menuju ke

Enarotali, Juni 1938.

Dalam segi misi penginjilan, Pastor Tillemans lebih dulu sampai di sana

sebelum kedatangan para misionaris dari CAMA, yakni Post dan Deibler.

Tillemans dari misi Katolik yang dapat sampai ke Wiselmereen menjadi tokoh

gereja pertama pembuka misi Katolik di Paniai.

Daerah misi Katolik di Wisselmeren banyak dipusatkan di bagian selatan

dari kota Enarotali. Hal ini disebabkan faktor pro dan kontra antara CAMA dan

misionaris Katolik tentang wilayah penginjilan masing-masing misi.

Permasalahan ini membawa kedua lembaga penginjilan tersebut pada satu

kesepakatan tidak tertulis tahun 193970, sehingga misi katolik mempusatkan diri

di daerah selatan, yakni di Lembah Kamu, Tigi, dan sebagian dari Paniai,

69
Pastor Tillemans telah lama mengabdi di Papua yang dimulai dari daerah orang
Kamoro di Kokonao hingga ke Wisselmeren sampai akhirnya menjadi seorang Uskup
Agung pertama di daerah Merauke hingga masa pensiunnya. Karen Jacobs, 2011.
Collecting Kamoro: Objects, Encounters And Representation In Papua (Western New
Guinea). Leiden : Sidestone Press. Hlm. 52.
70
Kesepakatan ini dicabut tahun 1950 dan kedua lembaga misi tersebut bersaing
bersama dalam penginjilan. Ligia Giay, op.cit., hlm. 45-47.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

35

sedangkan CAMA di bagian Utara Danau Paniai. Hal ini menjadikan pusat misi

Katolik di Nieuw Guinea Belanda lebih banyak mempusatkan diri di daerah

selatan yang titiknya dimulai dari Merauke.

Berbicara soal pengaruh dan intervensi pemerintah Belanda dan misionaris

terhadap orang Me sebelum kedatangan Jepang, sebagaimana penjelasan di atas

ini dapat dilihat bahwa, dari sisi pemerintah terlihat jelas kekuasaan mereka tidak

memaksa masyarakat lokal. Kekuasaan yang dimaksud adalah hukum

administrasi kota Onderafdeling yang belum tegak dan diperkenalkan kepada

warga sekitarnya. Namun jika melihat kerja para misionaris, pengaruh yang

diberikan cukup dirasakan sebagian orang. Hal ini dilihat dari pos-pos misi yang

dibuka dibeberapa kampung, sekaligus dibukanya pendidikan PBH (pembebasan

buta huruf) untuk mengajari anak-anak orang Me. Untuk itu, kedua lembaga ini

bisa dikatakan belum jauh mempengaruhi orang Me secara umum. 71 Jikalau ada,

hanya bagi sebagian orang yang menerima mereka. Berhentinya 2 lembaga

tersebut pun disebabkan tentara Jepang datang ke Hindia Belanda, hingga ke

Wisselmeren.

71
Dalam arti, orang Me masih hidup dalam nilai-nilai adat dan tradisi yang
mereka hidupi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB III
PENDUDUKAN TENTARA JEPANG DI
ONDERAFDELING WISSELMEREN
1943

A. Kedatangan Tentara Jepang Di Wisselmeren 1943

Jepang muncul sebagai kekuatan dominan di wilayah Asia Tenggara

dengan menyusun slogan “Jepang Pelindung Asia, Jepang Pemimpin Asia, Jepang

Cahaya Asia”. Slogan ini menyiratkan semangat mereka dalam memperluas

penjajahan. Walau terdengar baik, pada kenyataannya tidak seperti yang

dibayangkan karena banyak orang yang hidup di bawah penjajahan Jepang

mengalami penderitaan dan kesengsaraan, seperti halnya masyarakat Indonesia.72

Secara politik, Jepang mulai menguasai Indonesia pada 8 Maret 1942

setelah perjanjian Kalijati diadakan di Kalijati, Jawa Barat.73 Di Papua, Jepang

telah menyiapkan penguasaan daerah tersebut dengan baik, bahkan sebelum

digelar perjanjian Kalijati tersebut.

“Nampaknya Jepang mempunyai banyak rencana untuk New Guinea (Papua),


kami telah lihat beberapa dari mereka juga di Depapre dan menurut orang Papua
bahwa mereka telah melayari semua teluk-teluk dan sungai-sungai untuk melihat
tanah”74

72
Kesengsaraan yang banyak dialami masyarakat Indonesia di bawah penjajahan
Jepang adalah kelaparan yang diakibatkan karena semua makanan harus disetor ke tentara
Jepang, ditarik menjadi pekerja paksa dan buruh (Romusha) serta perempuan dijadikan
jugun lanfu, yakni sebagai pemuas nafsu tentara Jepang. Fajriudin Muttaqin, Dkk, 2015.
Sejarah Pergerakan Nasional. Bandung : Humaniora Utama Press. hlm. 78-82.
73
Prof. Dr. Suhartono, 2007. Kaigun Angkatan Laut Jepang, Penentu Krisis
Proklamasi. Yogyakarta : Kanisius. Hlm. 13.
74
Dikutip dari Anna M.F Parera, dkk, 2013. Sausapor : Saksi Sejarah Perang
Dunia II di Kabupaten Tambrauw Provinsi Papua Barat. Yogyakarta : Kepel Press,
Desember. Hlm. 70. Yang ia kutip juga dari, A. W. Siagian, 1978. Jayapura Dulu,
Sekarang Dan Esok. Jayapura : Pemerintah Daerah I Irian Jaya. Hlm. 166.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

37

Kutipan di atas menegaskan satu hal bahwa orang Jepang sebelumnya

telah berkunjung ke Nieuw Guinea Belanda sebagai nelayan yang mencari ikan

dalam tahun 1933.75 Di samping itu, orang Jepang didatangkan pemerintah

Belanda untuk membantu menjalankan roda pembangunan di tanah jajahan yang

masih tergolong baru itu.76

Bantuan orang Jepang yang terdiri dari para pengusaha ini berhasil. Ketika

penjajah Jepang masuk ke negeri koloni Belanda, semua perusahaan diambil oleh

Jepang yang telah mengetahui keadaan geografis Papua. 77 Informasi yang

diperoleh itu untuk bekal membangun pangkalan udara dalam kepentingan perang

Jepang. Ini adalah salah satu alasan terbesar Jepang menduduki pulau Papua, di

samping pemanfaatan ekonomi. Posisi strategis Papua sangat menguntungkan

Jepang dalam mempersiapkan daerah ini untuk menjemput perang melawan

Sekutu. Untuk itulah di kutipan di atas telah jelas menjelaskan bahwa, agen-agen

Jepang telah melayari teluk dan pulau untuk melihat daerah Papua jauh

sebelumnya. Setelah Jepang berkuasa di tanah koloni Belanda, wilayah timur

Indonesia dimasukan di bawah pimpinan Angkatan Laut Jepang.78

75
Ibid., hlm. 1.
76
Lihat Decki Natalis Pigay, 2000. Evolusi Nasionalisme Dan Sejarah Konflik
Politik Di Papua. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan. Hlm. 128.
77
Ibid.,
78
Selain daerah yang disebutkan di atas, Angkatan Darat Jepang (Gunseibu)
memegang kendali atas daerah Jawa dan Sumatera. Hal ini karena daerah yang dipegang
Angkatan Laut (Minseifu) adalah wilayah yang tidak penting secara politik, namun
berguna secara ekonomi dan di sisi lain pulau Papua juga menarik Jepang secara
geografis wilayah untuk dapat dibangun berbagai perlengkapan perang melawan Sekutu.
M.C. Ricklefs, 2008. Sejarah Indonesia Modern 1200-2008. Terjemahan dari, A History
of Modern Indonesia Since c. 1200, Fourth Idition, 2008. Terbitan Palgrave, cet. 1.
Jakarta : PT. Ikrar Mandiriabadi. Hlm. 422.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

38

Serangan pertama Jepang untuk pulau Nieuw Guinea Belanda terjadi di

daerah Babo79 pada 30 Desember 194180, setelah berhasil menyerang Pearl

Harbor, Hawai yang menjadi basis armada laut Amerika tanggal 7 Desember

1941. Pada 1 April 1942, Jepang tiba di kota Fak-Fak, dan tiba di Manokwari

tanggal 12 April 1942.81 Jepang perlihatkan kekuasaan sepenuhnya di Nieuw

Guinea Belanda pada 19 April 1942, beberapa minggu usai diadakan perjanjian

Kalijati. Kedatangan Jepang ditandai dengan munculnya kapal-kapal perang milik

tentara Jepang di teluk Humbolt, Holandia (Jayapura sekarang) 1942.

Sejak kekuasaan berpindah tangan pada Jepang, orang-orang Belanda

tidak lagi diizinkan menetap di tanah koloni. Hal ini berbeda dengan beberapa

orang Belanda di Nieuw Guinea yang masih menetap, salah satunya di

Wisselmeren. Di Paniai masih dijumpai keberadaan para pejabat pemerintah,

beberapa misionaris, dan pekerja misi. Ketika mengetahui keberadaan Jepang di

wilayah terdekat,82 orang Belanda sudah bersiap dan menungguh pesawat

jemputan. Selama penantian, pesawat Jepang muncul pertama dalam bulan April

1943 selama 3 hari berturut-turut, yakni tanggal 15, 16, dan 17 di atas

79
Satu kota kecil penghasil minyak yang ditemukan tahun 1935 oleh NNGPM
(The Nederlandsche Nieuw-Guinee Petroleum Maatschappij), yakni sebuah perusahaan
sumber daya alam.
80
Bilveer Singh, 2011. Papua: Geopolitics and the Quest for Nationhood. New
Brunswick and London : Transaction Publishers. Hlm. 24.
81
Ibid.,
82
De bruijn, pastor Tillemans beserta beberapa orang Me pergi ke Kokonao pada
05 Desember 1942, untuk melakukan pengecekan guna meyakinkan diri bahwa Jepang
telah berada di sana. Setelah melihat situasi di Kokonao, selanjutnya mereka
mempersiapkan segala sesuatunya untuk berjaga-jaga atas kedatangan Jepang ke
Wisselmeren, sambil menunggu evakuasi dilakukan. Jean Victor Bruijn, 1978. Het
Verdwenen Volk. Bussum : Van Holkema & Warendorf. Hlm. 181-182.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

39

Wisselmeren.83 Akhirnya pesawat jemputan tiba tanggal 23 Mei 1943 dan

berangkat keesokan paginya meninggalkan Enarotali.84

Mengetahui keberadaan orang Belanda, terlebih tentang kontrolir de

Bruijn yang masih berada di pedalaman Wisselmeren membuat tentara Jepang

menduduki daerah itu sambil melakukan pencarian terhadapnya. Pengejaran

terhadap de Bruijn beserta pengawal dan beberapa orang lokal (2 di antaranya

ialah Zakheus Pakage dan Karel Gobai)85 yang bersembunyi di hutan dengan

berjalan kaki ke arah timur pegunungan Papua, akhirnya lolos dari kejaran

Jepang.86 Kedatangan Jepang ke Wisselmeren, ditambah kedatangan Belanda

sebelumnya membawa pengaruhnya masing-masing di antara orang Me. Ini

menjawab poin keempat pada faktor perubahan sosial oleh Soerjono Soekanto,

yakni pengaruh-pengaruh eksternal.

1. Mulai Menetap di Wisselmeren

Tentara Jepang datang dari dua arah, yakni Nabire (utara Papua), melewati

Siriwo, dan Mimika (selatan Papua), melewati Mapia ke Enarotali dan berhasil

sampai di Danau-danau Wissel pada akhir Mei 1943. Pertama yang mereka temui

83
Ibid.,186.
84
Sebanyak 25 orang diberangkatkan pagi itu dengan pesawat Catalina Y 45. Ibit.,
Hlm. 187, 192-193. Lihat juga Kal Muller, 2008. Mengenal Papua. Daisy World Books.
Hlm. 136.
85
Zakheus Pakage dan Karel Gobai adalah 2 orang Me pertama yang ikut pergi
bersama de Bruijn ke Australia dan menamatkan sekolah di Ujung Pandang, Makasar
setelah Perang Dunia II berakhir. Benny Giay, 1995. Zakheus Pakage and His
Communities : Indigenous Religious Discourse, Socio-Political Resistence, and
Athnohistory of the Me of Irian Jaya. PhD Dissertation, Department of Cultural
Anthropology/Sociology of Development, Free University. Amsterdam. Hlm. Xxi.
86
Kal Muller, op.cit., hlm. 148.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

40

adalah pos misi dan pos pemerintah Belanda yang kosong ditinggalkan, sehingga

Jepang bertanya kepada masyarakat sekitar danau perihal keberadaan orang-orang

asing itu.87

Untuk berkomunikasi dengan orang Me setempat, Jepang membawa serta

seorang asisten administrasi bernama Stephanus Jozeph yang pergi ke Fak-Fak

setahun sebelumnya dari Wisselmeren.88 Namun karena Jepang tidak

mendapatkan informasi dari penduduk setempat tentang keberadaan de Bruijn,

banyak orang Me dipukuli.89 Sikap pertama Jepang yang disaksikan masyarakat

atas kegagalan mendapatkan informasi dari orang Me mengakibatkan beberapa

rumah di kampung Komopa dibakar Jepang.90

Kondisi penduduk lokal saat bersama dengan orang Belanda tidak begitu

buruk, contohnya orang Belanda membeli barang lokal dengan uang kerang,

87
Di Paniai tidak ada pendekatan yang dilakukan Jepang untuk menarik simpati
penduduk lokal karena yang ditunjukan pertama adalah pemukulan, pembakaran rumah
warga, sehingga banyak yang melarikan diri menghindari keganasan Jepang. Hal ini
berbeda dengan daerah dudukan Jepang seperti Jawa dan terkhusus Yogyakarta sebagai
daerah keraton. Dimana di Jawa secara umum Jepang menarik para Ulama serta Priyayi,
sedangkan di yogyakarta Jepang mengalami kesulitan karena sultan Hamengku Buwono
IX bertekad memerintah daerah Yogyakarta dengan Jepang di bawah kendalinya, namun
Jepang tetap mendekati para ulama untuk melancarkan keinginan mereka. Aiko
Kurasawa, 2015. Kuasa Jepang Di Jawa : Perubahan Sosial Di Pedesaan 1942-1945.
Jakarta : Komunitas Bambu. Hlm. 350-352. Lihat juga Mitsuo Nakamura, 1983. Bulan
Sabit Muncul Dari Balik Pohon Beringin : Studi Tentang Pergerakan Muhammadiyah Di
Kotagede, Yogyakarta. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. Hlm. 128.
88
Stephanus ditawan Jepang untuk membantu berkomunikasi dengan orang Me,
namun hanya dalam beberapa hari. Ia selanjutnya berhasil lolos di tengah malam bersama
2 orang lokal dan bertemu de Bruijn serta kelompoknya di Wandai (kabupaten Intan Jaya
sekarang). Jean Victor Bruijn, op.cit., hlm. 207.
89
Dalam pemukulan tersebut, 5 orang Me di Enarotali meninggal. Ini sesuai
laporan kepada de Bruijn dari 2 orang Damal asal Beoga (Beura atau Beurop, sekarang
kabupaten Puncak) yang hendak berjualan garam lokal di Enarotali dan mendapati tentara
Jepang. Ibit., hlm. 200.
90
Benny Giay, op.cit., hlm. 29.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

41

namun berbeda dengan Jepang yang menolak membeli dan malah mengambil

dengan paksa. Keadaan ini membuat Jepang menjadi kelompok yang menonjol di

tengah suku Me dengan menebarkan ketakutan sebagai bentuk berkuasanya

mereka. Ini dapat dilihat dari saat kedatangan pertama mereka. Kenyataan ini

sesuai dengan poin kelima pada faktor perubahan sosial oleh Soerjono Soekanto,

yakni pribadi-pribadi kelompok yang menonjol.

Sambil mencari informasi tentang keberadaan de Bruijn, tentara Jepang

mulai menetap dan membuka pos-pos militer di beberapa kampung yang dianggap

strategis untuk berlindung dari serangan Sekutu. Perkampungan yang di maksud

adalah sebagai berikut :

1.1 Pos Iimapuga Di Okaitadi

Kampung ini terletak di sisi barat kota Enarotali yang diduduki Jepang dan

tempat berdirinya salah satu pos mereka yang terbesar. Pesawat terbang militer

Jepang seringkali mendarat di Kubutu, Okaitadi. Seperti yang diungkapkan

Bernadus Pigome : 91

Saat pesawat milik Jepang hendak mendarat, para tentara Jepang berdiri di
pinggir landasan dan berteriak memanggil orang-orang Me datang dengan
sebutan Tapiro. Dengan segera juga masyarakat akan datang dan menyaksikan
kedatangan pesawat yang banyak membawa perlengkapan tentara Jepang
tersebut.

Pos terbesar di Paniai barat ini banyak menerima kiriman perlengkapan

Jepang yang dibawa dengan pesawat. Sejak Jepang berada di kampung ini, tidak

banyak penduduk yang memilih pergi bersembunyi karena takut. Di samping

91
Bernadus Pigome, dalam wawancara tanggal 10 Maret 2017 di rumah Bernadus
Pigome, Uwodege, Paniai Barat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

42

menetap di kampung, tentara Jepang juga meminta masyarakat setempat

“menyumbang”, meski yang terjadi sebenarnya adalah perampasan. Bahan-bahan

yang diminta ialah ubi jalar, keladi, pisang, udang, dan hewan piaran (ayam dan

babi).

1.2 Pos Di Detauwo

Seperti yang dialami masyarakat kampung Okaitadi, orang-orang di

Detauwo juga mengalami kejadian serupa. Akan tetapi, ada hal menarik dan baru

yang pertama kali terjadi di Paniai, tepatnya di Detauwo, yaitu Jepang

menggerakan masyarakat Detauwo membuat perahu yang digunakan penduduk

lokal sebagai alat transportasi di danau. Perahu tersebut selanjutnya diubah

fungsinya atas permintaan tentara Jepang untuk mengangkut mereka sampai ke

pos Jepang dekat pinggiran danau.92

Hal ini sama dengan posisi memandu seorang raja atau bangsawan dalam

kerajaan-kerajaan di Jawa. Kenyataan ini belum pernah terjadi sepanjang hidup

orang Me, dan mereka tidak kuasa menolak karena berada dalam tekanan

penjajahan Jepang.

1.3 Pos Di Deyatei (Pintu Pesawat)

Kampung Deyatei disebut sebagai pintu pesawat lantaran posisinya

menjadi pintu masuknya pesawat udara ke daerah Paniai. Dengan posisi seperti

92
Makewa Pigai, dalam wawancara tanggal 23 Maret 2017 di rumah Makewa
Pigai, Bapouda, Enarotali.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

43

ini, tentu menarik perhatian tentara Jepang untuk mendirikan pos pertahanan yang

baik dan strategis untuk berjaga-jaga.

Sebelum pos militer dibuka, mereka pertama membabat pohon di gunung

Yatiyaiyo untuk basis pertahanan udara. Jepang juga datang ke kampung Giwo

dan bertemu beberapa pembesar, di antaranya Eniyatuma, Diyogepai Degei, dan

Tekabedo untuk memberitahu keinginan mereka mendirikan pos di Digimiyo dan

Deyatei.93 Akhirnya 2 pos permanen dibuka, di Digimiyo untuk pos umum dan

pos khusus untuk pertahanan dibangun di bukit Pokebiyo dengan membuat goa

tanah.

Pos militer ini tentu tidak dibangun dengan tenaga mereka semata, namun

melibatkan penduduk lokal setempat. Berkaitan dengan ini Eniyatuma dan

Tekabedo ditugasi mencari kayu bakar setiap hari, sedangkan Diyogepai

mendapat tugas menjaga pos Pokebiyo selama 24 jam, serta mengambil makanan

di kebun keluarga miliknya di Deyabutu dan Bomomaki. Kondisi yang dialami

Diyogepai mengundang rasa belas kasihan masyarakat lokal, sehingga sebagian

keluarga ikut membantunya dengan menyumbangkan sebagian hasil kebun

kepadanya untuk dikonsumsi Jepang.94

93
Demia Degei, dalam wawancara tanggal 24 Maret 2017 di rumah Makewa
Pigai, Bapouda, Enarotali.
94
Terlihat bahwa, orang lokal yang ditarik Jepang ini hanya sekedar membantu
menjaga pos dan menyiapkan bahan makanan untuk tentara Jepang. Tidak ada pelatihan
khusus yang diberikan seperti di Jawa, misalnya memberikan kursus tertentu seperti pada
para ulama atau pembentukan seinendan (barisan pemuda) dan keibodan (organisasi
keamanan) di kota besar hingga ke tingkat Kerasidenan, kabupaten, bahkan hingga ke
tingkat desa. Hal ini tentunya untuk mewujudkan gerakan pembentukan Asia Timur Raya
yang gencar disuarakan masa itu. Aiko Kurasawa, op.cit. Hlm. 373-375, 383-384.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

44

Masyarakat lokal merasakan teror karena secara sewenang-wenang

dipaksa membangun tempat-tempat perlindungan dibawah tanah, meski tidak ada

korban jiwa. Salah satu pos di bukit Pokebiyo dijadikan tempat perlindungan

bawah tanah dengan dua pintu, satu menghadap ke Lembah Siriwo dan satunya

menghadap Danau Paniai.95 Pos ini siang malam dijaga secara bergantian guna

mengantisipasi pemberontakan masyarakat yang bisa terjadi setiap saat karena

ketidaksukaan terhadap perilaku Jepang, di samping menjaga serangan dari militer

Sekutu.96

1.4 Pos Di Lembah Siriwo

Jepang sampai di Lembah Siriwo melalui Pantai Utara Nabire, Teluk

Cenderawasih. Di kampung ini ada beberapa pos yang dibangun, yakni pos

Maakotopa di Eugai, pos Tanikipa di Dadou, pos Pitiwaida di Todiya Aiyaikebo,

dan pos Bonabutu di Jigito. Di samping itu, Jepang juga membangun 2 lapangan

terbang yang masing-masing berada di Pitewaida dan Atatadi.97

Dari pemaparan di atas, dapat dilihat tekanan yang dirasakan orang Me.

Diawali dengan pembuatan pos-pos militer dengan tenaga penduduk lokal,

menjaga pos mereka sampai perampasan makanan. Selain beberapa pos di atas,

95
Ibid.,
96
Di karenakan daerah orang Me bagian Tigi sempat dijatuhkan bom milik
Sekutu yang banyak menewaskan masyarakat sekitar, sehingga tentara Jepang berjaga-
jaga dengan penuh kewaspadaan. Lihat Benny Giay, op.cit. Hlm. 42.
97
Silas Egupa, dalam wawancara tanggal 18 Maret 2017 di rumah Makewa Pigai,
Bapouda, Enarotali.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

45

ada juga markas Jepang di beberapa kampung yang lain, yakni Kebo, Dagouto,

Enarotali, Komopa, Tage, Tigi, dan Mapia.98

Korban penyiksaan Jepang terjadi seiring pembangunan pos tersebut,

dalam kaitannya dengan menyuruh mengambil bahan makanan secara paksa dan

terpaksa dilakukan untuk menghindari kemarahan Jepang, selain itu

memperkerjakan masyarakat secara paksa dan menandu mereka memakai perahu

lokal. Realitas ini selanjutnya akan dibahas lebih mendalam di pembahasan

berikutnya.99

B. Aksi-aksi Tentara Jepang Terhadap Orang Me

Poin ketujuh pada faktor perubahan sosial oleh Soerjono Soekanto, yakni

peristiwa-peristiwa tertentu ini mendukung pendudukan Jepang dan aksi yang

dilakukan sebagai satu peristiwa yang menjadi faktor munculnya perubahan

sosial, terkhusus sikap orang Me. Peristiwa yang dimaksud adalah adanya aksi

pembakaran rumah, pengrusakan kebun-kebun warga, pemerkosaan terhadap

98
Pdt. Ruben Gotai Pigay, dalam wawancara tanggal 6 Maret 2017 di rumah Pdt.
Ruben Gotai Pigay, Pos 7, Sentani.
99
Rasanya tidak ada dampak positif yang didapatkan orang Me dengan
kedatangan Jepang. Keadaan ini dapat dilihat dari perbedaan yang terjadi di Jawa dan
Wisselmeren. Dimana saat orang-orang di kalangan elit kota sampai desa di Jawa
mengalami perubahan dalam hal kedisplinan, status sosial (bagi masyarakat desa dalam
hal kepemimpinan), militer, dan jiwa nasionalisme yang besar melalui berbagai
organisasi dan pelatihan yang dibangun Jepang, orang Me tetap berada di posisi mereka
sebagai masyarakat lokal yang baru mengenal bahkan belum sepenuhnya tahu tentang
sistem dan budaya modern. Tentu karena mereka tidak mengalami, memakai, dan
berpikir seperti yang ditekankan Jepang di Jawa dengan sarana-sarana yang memadai.
Dapat dikatakan, orang Me hanya mendapatkan dampak dari penjajahan Jepang terhadap
budaya dan kehidupan tradisional yang masih mereka hidupi saat itu. Aiko Kurasawa,
loc.cit.,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

46

perempuan lokal, dan pembunuhan yang membawa dampak bagi suku Me.

Realitas ini seperti yang dijelaskan di bawah.

Desakan Jepang terhadap orang Me semakin memperlihatkan sikap keras

mereka. Hal itu tidak dapat dipungkiri bahwa sejak kedatangan Jepang di Paniai,

kehidupan penduduk lokal sangatlah tidak tenang. Sepanjang Jepang di sana,

selama itu pula kontrol terhadap masyarakat sangat ketat.100 Ditambah lagi

permintaan yang memberatkan, hingga aksi pembunuhan.

Masa penjajahan Jepang telah membawa kondisi buruk di sebagian besar

rakyat Indonesia. Kondisi yang dialami juga serupa, yakni penyerahan wajib

makanan (khusus di Jawa penyerahan beras),101 pemukulan, pemerkosaan serta

romusha.102 Aksi Jepang di Wisselmeren lebih khusus telah membuat orang Me

hidup dalam ketakutan dan trauma. Seperti yang dialami dan disaksikan beberapa

orang, di antaranya Pdt. Markus Kayame. Ia menyaksikan Jepang mengobrak-

abrik perkampungan masyarakat. Dia juga mendengar berita dari tempat

persembunyian bersama keluarga di Lembah Weyadide tentang pembunuhan

terhadap Detaiyo Degei di kampung Timida, serta perampokan dan pemerkosaan

terhadap kaum perempuan.103

Aksi Jepang terjadi lagi di kampung Jimouto, Lembah Uwebutu, Danau

Tage. Jepang mengamuk meminta babi dan makanan kepada penduduk lokal

100
Kontrol dalam hal ini, siap memberikan dan melakukan apa yang diminta,
misalnya mengumpulkan makanan sesuai kebutuhan Jepang.
101
Aiko Kurasawa,op.cit., hlm. 81-94.
102
Ricklefs, op.cit., hlm. 427.
103
Benny Makewa Pigai, 2015. Menjadi Gereja Penabur Benih di Tanah Papua :
Sejarah, Kenangan Kehidupan dan Pelayanan Perintis Gereja Kemah Injil (Kingmi)
Tanah Papua. Jayapura : Deiyai. Hlm. 95.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

47

seperti keladi, ubi jalar, pisang, dan udang. Untuk melancarkan aksi tersebut

Jepang menahan seorang bernama Ekaikawi Pigai, sebagai jaminan. Namun,

selanjutnya ia dilepaskan setelah apa yang diinginkan terpenuhi.104

Belum genap 1 tahun Jepang di Paniai, mereka telah menyebarkan

ketakutan di tengah masyarakat. Di tahun 1943 saja Jepang telah membunuh

penduduk lokal dengan cara memenggal leher. Aksi serupa ini terjadi di Okaitadi,

yakni terbunuhnya Yagamo Tekege dan Agukabedo Pigai serta di kampung

Totiyo dengan peristiwa dipotongnya Amakatuma Pigai dengan parang karena

menolak memberikan makanan kepada Jepang tanpa pembayaran.105 Selain

pembunuhan, banyak pula masyarakat yang mengalami luka-luka dan kehilangan

harta benda.

Dari pemaparan ini, dapat dibayangkan ketakutan penduduk lokal hingga

orang Me memilih pergi bersembunyi daripada dibunuh tentara Jepang. Sebagian

besar orang mengembara di hutan, sedangkan lainnya bersembunyi di tempat

aman seperti yang dilakukan keluarga Pdt. Markus Kayame. Trauma juga

dirasakan kaum perempuan yang menjadi korban pelecehan seksual tentara

Jepang, sampai membuat mereka tidak berani keluar dan beraktifitas di luar

rumah, misalnya pergi berkebun dan memancing ikan di danau. Kenyataan ini

yang membuat orang Me membenci keberadaan ogai (Jepang maupun Belanda) di

Wisselmeren.

104
Ibid., hlm. 116
105
Silas Doo dan Marten Pigome, dalam wawancara tanggal 23 Maret 2017 di
rumah Makewa Pigai, Bapouda, Enarotali. Lihat juga Pigay, Ev. Ruben Gotai, 2008.
Mungkinkah Nilai-nilai Budaya Hidup Suku Mee Bersinar Kembali?. Jayapura :
Deiyai. Hlm. 23.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

48

C. Dampak Pendudukan Jepang Di Wisselmeren

Akibat yang didapat orang Me dengan kedatangan Jepang, seperti pada

penjelasan sebelumnya membawa dampak dalam kehidupan penduduk lokal. Di

samping itu, dampak penjajahan Jepang juga dirasakan oleh pemerintah Belanda,

pekerjaan misi pekabaran injil Protestan, dan Katolik di Onderafdeling

Wisselmeren.

1. Nasib Pemerintah Belanda di Wisselmeren

Pos administrasi Belanda yang dibangun di pusat kota Enarotali tahun

1938, terpaksa ditutup sementara karena meluasnya penjajahan Jepang di tanah

Hindia Belanda, lebih khusus saat Jepang tiba di Wisselmeren akhir bulan Mei

1943.

Dari tahun 1938 sampai 1943, saat penjajahan Jepang sampai ke Paniai,

pengaruh pemerintah Belanda terhadap penduduk lokal belum begitu sampai ke

tengah masyarakat. Secara kekuasaan, pemerintah belum sepenuhnya tegak. Lima

tahun kantor administrasi Belanda berdiri di Wisselmeren, kenyataannya sebagian

orang Me tetap tidak menyukai kehadiran orang-orang asing ini, seperti orang Me

di Kebo yang telah disinggung sebelumnya.

Kedatangan Jepang nyatanya tidak mengubah struktur pemerintahan atau

mengganti sistem sebelumnya, bahkan memperkenalkan agenda politik atau


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

49

apapun yang berkaitan dengannya kepada penduduk lokal.106 Adapun dampak

yang didapatkan adalah terhentinya kepemimpinan kontroler de Bruijn sebagai

pemimpin di Wisselmeren dan polisi pemerintah yang ikut terhenti pula. Oleh

sebab itu, dampak untuk pemerintah Belanda di Paniai dalam hal pemerintahan

tidaklah besar, karena kehadiran Jepang hanya dalam pengejaran terhadap orang

Belanda, dalam hal ini kontroler de Bruijn. Berkaitan dengan terhentinya tugas

kontroler Belanda de Bruijn dan polisi pemerintah sebagai keamanan di

Onderafdeling Wisselmeren ini menjawab poin ketiga pada faktor perubahan

sosial oleh Soerjono Soekanto, yakni perubahan struktural dan halangan

struktural. Terkhusus bagian halangan struktural untuk dampak yang didapatkan

dengan kehadiran Jepang.107

106
Berbeda dengan daerah pendudukan Jepang seperti di pulau Jawa, dimana di
Papua secara umum Jepang tidak mengganti struktur pemerintahan sebelumnya. Bahkan,
pihak-pihak di angkatan laut tidak mendukung akan adanya usaha untuk memajukan hal-
hal yang berkaitan dengan nasionalisme. Kehadiran Jepang di Papua hanya semata untuk
menyiapkan daerah tersebut sebagai pertahanan perang melawan Sekutu. Oleh sebab itu,
tidak ada pengaruh kuat yang ditinggalkan Jepang di Papua, selain trauma kekerasan
Jepang terhadap penduduk lokal dan sisa-sisa alat perang. Decki Natalis Pigay, op.cit.,
hlm. 29. Lihat juga Ricklefs, op.cit., hlm. 438.
107
Di samping itu, dalam kasusnya dengan tonowi, kedatangan Jepang ke
Wisselmeren telah membuat hidup beberapa tonowi kacau. Hal ini berkaitan dengan
beberapa tonowi yang bekerja pada Jepang, dan sebaliknya dimusuhi penduduk lokal
lainnya karena sikap tersebut. Sehingga, tonowi yang sebelumnya memiliki kepercayaan
dari masyarakat umum sebagai orang yang terhormat dari segi kepemimpinan, kondisi
ekonomi yang baik, pandai tutur kata, berani berbicara, memiliki kemampuan jasmani,
berani perang, dan mengetahui sihir, mulai diragukan. Di samping pengrusakan kebun
dan pemerasan oleh Jepang, membuat harta seorang tonowi habis karena posisi ini
didapatkan dari kerja keras mereka dalam bekerja mengumpulkan kekayaan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

50

2. Nasib Kegiatan Misionaris di Wisselmeren

Nasib pekabaran injil yang sedang disampaikan para misionaris dari

denominasi Katolik dan Kristen ikut terhenti dengan berita kedatangan Jepang.

Dampak yang diterima para misionaris kurang lebih sama dengan apa yang

diterima pemerintah Belanda di Wisselmeren.

Kontak langsung dengan penduduk lokal dalam mengenalkan ajaran

Kristiani yang dibangun secara sederhana terhenti. Jepang telah membuat

pekerjaan tersebut tertunda selama 3 tahun.108 Bukan hanya pos-pos misi saja

yang dihancurkan,109 namun segala sesuatu yang berbau Belanda diambil, bahkan

barang-barang milik para misionaris yang dititipkan kepada penduduk lokal

dirampas tentara Jepang.110

Seperti halnya pemerintah, dari sisi gereja juga memulai semua kegiatan

pekabaran injil secara serius setelah Perang Dunia II akhirnya berlalu. Akibat

kedatangan Jepang ke Wisselmeren, penduduk lokal mulai menaruh benci

108
Selama 3 tahun mereka berada di tempat persembunyian dekat Merauke dan
Australia, kegiatan pekabaran injil itu mulai dijalankan dalam tahun 1946. Lihat Pdt.
Jhon Gobay, 2008. Amanat Agung di Tanah Papua 1939-1962. Bandung : Yayasan
Kalam Hidup. Hlm. 59-60.
109
Adapun sesuai dengan laporan CAMA, sekitar 9 rumah ibadah telah
dihancurkan Jepang. Ini belum ditambah dengan rumah para misionaris maupun barang-
barang pribadi mereka. W.M. Post. 1947. Sifted : The Annual Report for 1946. Dalam
The Pioneer. Vol. XIV no. 47, August 1947. Hlm. 17, diambil dari :
http://www.cmalliance.org/resources/archives/downloads/pioneer/pioneer-1947-08.pdf.
(07 Desember 2017).
110
Benny Makewa Pigai, op.cit., hlm. 65.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

51

terhadap orang-orang asing, terutama misionaris yang pekerjaannya

mengharuskan mereka turun ke tengah masyarakat.111

3. Dampak Pendudukan Jepang Terhadap Suku Me

Dilatarbelakangi oleh kedatangan Jepang yang melakukan kekerasan,

membawa dampak tersendiri terhadap pemerintah, kegiatan pekabaran injil, dan

terlebih terhadap penduduk lokal. Dampak yang dialami pemerintah Belanda di

Wisselmeren beserta para misionaris tidaklah lebih besar seperti yang dirasakan

orang Me yang menjalani hari-harinya bersama Jepang. Di bawah ini adalah

penjelasan tentang dampak yang dialami orang Me.

3.1 Dampak Personal

Melihat aksi-aksi Jepang seperti pada penjelasan sebelumnya, cukup

membawa pengaruh pada setiap individu, terutama mereka yang mengalami

langsung penindasan dan yang menyaksikannya.

Dari sebagian besar orang Me yang pergi bersembunyi, ada juga beberapa

di antaranya yang memilih menetap di rumah mereka. Orang Me yang lebih

memilih tinggal di kampung, sebagiannya direkrut Jepang menjadi juru masak,

penjaga pos, dan kuli panggul.112

111
Hal ini terbukti dengan apa yang dialami misionaris Rev. E. H. Mickelson saat
kembali ke Wisselmeren tahun 1948, setelah Perang Dunia II usai. Pdt. Jhon Gobay,
loc.cit.,
112
Ini seperti yang dialami oleh Pdt. Bernadus Pigome di kampung Okaitadi,
Paniai Barat ketika ia pada akhirnya ditarik tentara Jepang menjadi seorang juru masak di
pos Jepang. Lihat Benny Makewa Pigai, loc.cit.,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

52

Persoalan adanya orang lokal bekerja untuk Jepang ini menimbulkan

masalah baru di tengah masyarakat. Penduduk yang memilih tidak terlibat

langsung dengan Jepang, melihat mereka yang bekerja pada tentara Jepang

dengan penuh ketidaksukaan dan tanda tanya. Muncul Pertanyaan besar,

bagaimana bisa mereka bekerja dan patuh kepada orang yang telah membunuh

kerabat serta sanak saudaranya sendiri. Hal ini seperti yang dijelaskan Silas Doo

:113

Ada dua marga khususnya di daerah Paniai Barat, yang mengikuti Jepang
kemana saja para tentara tersebut pergi dengan membawa barang-barang atau
keperluan mereka. Dalam perjalanan itu Jepang banyak melakukan aksinya di
depan masyarakat yang lain, sehingga orang-orang yang ada dan melihat itu
membenci orang yang membantu Jepang. Bahkan dendam itu masih ada sampai
setelah Jepang meninggalkan Paniai, walau mereka juga melakukannya karena
dilandaskan rasa takut.

Kebencian terhadap orang-orang yang bekerja pada Jepang ini

berlandaskan realitas yang ada dan terjadi di tengah mereka, namun karena kedua

kelompok ini berada pada posisi yang berbeda jadi sulit untuk saling mengerti.

Menjadi pembantu Jepang juga karena adanya paksaan, ketika nyawa sendiri dan

keluarga terancam, maka mau tidak mau harus diterima. Karena ketakutan itu

orang-orang yang dipekerjakan Jepang ini mau ikut serta dan mendengar apa yang

diperintahkan Jepang.

Keberadaan Jepang di tengah suku Me turut menciptakan polarisasi.

Secara tidak langsung lahir 2 kelompok yang berseberangan dan beda persepsi.

Hal ini nyata bahwa mereka yang tidak memiliki hubungan dekat dengan Jepang,

113
Silas Doo dalam wawancara.,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

53

menyimpan dendam atas kematian keluarga mereka yang dianggap karena

bantuan orang-orang lokal yang bekerja pada tentara Jepang turut menjadi

penyebabnya. Walau pada dasarnya posisinya juga berada dalam tekanan yang

cukup besar dari tentara Jepang.

Melihat kondisi ini, kebencian terhadap ogai semakin memuncak.

Pembunuhan, pemerkosaan, dan perampasan harta benda yang dilakukan Jepang

membuat penduduk lokal marah. Kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat

dibuat goyah, sehingga membawa perubahan sikap yang cukup cepat. Maka,

dampak personal dari pendudukan Jepang adalah munculnya kebencian sesama

penduduk lokal, serta penderitaan yang telah dialami akibat aksi tentara Jepang

membuat mereka agresif terhadap orang luar. Selain itu, kepercayaan yang terjalin

cukup lama antara satu individu dengan yang lainnya mulai goyah.

3.2 Dampak Sosial

Serentetan aksi Jepang di tengah orang Me membawa dampak tersendiri

terhadap kehidupan sosial mereka. Kejadian pembakaran rumah penduduk,

pengahancuran barang-barang milik orang Belanda, aksi penangkapan, dan

pembunuhan membuat masyarakat takut, sehingga banyak dari mereka memilih

melarikan diri ke hutan untuk menghindari keganasan Jepang.

Akibatnya orang-orang menjadi takut melakukan pekerjaan sehari-hari,

sebagaimana yang digambarkan dalam bab sebelumnya. Seperti misalnya pergi

berkebun, menangkap ikan di danau, dan berdagang, bahkan yang paling serius

adalah berkumpul bersama sanak saudara, keluarga serta tidak ada kegiatan dan

interaksi sosial yang terjadi masa ini. Tidak ada orang yang berani melakukan hal-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

54

hal di atas karena ketakutan akan teror Jepang. Kenyataannya hal seperti ini

menimpa beberapa orang yang mencari keluarga mereka dan tanpa sengaja

bertemu Jepang, akhirnya mereka dibunuh karena dianggap berbohong. Hal ini

diungkapkan Karo Mote:114

Karel Gobai yang saat itu berusia kira-kira 12 sampai 15 tahunan itu melarikan
diri dari Jepang bersama de Bruijn ke arah timur. Kepergiannya bersama de
Bruijn membuat kakak dan salah satu saudaranya berangkat untuk mencari
Karel ke arah yang sama. Belum sampai bertemu saudaranya, tentara Jepang
menahan dan menangkap mereka di jalan serta dibunuh kira-kira di Hitadipa
(sebuah distrik di kabupaten Intan Jaya) dengan anggapan bahwa mereka
berpura-pura mencari salah satu keluarga mereka yang pergi.

Keadaan yang dialami oleh saudara dari Karel Gobai ini juga dirasakan

beberapa orang, misalnya di daerah Tigi dan Lembah Debei dimana Jepang

membunuh orang di sekitar itu karena membantah dan menolak memberi

makanan yang diminta Jepang kepada setiap penduduk lokal yang ditemui.115

Selain masalah ini, tradisi pesta yuwo yang sering diadakan kebanyakan penduduk

lokal sebagai tempat bersosialisasi dan bertemu kerabat dari jauh, bahkan tidak

terdengar berita dilaksanakannya kegiatan tersebut selama pendudukan Jepang.

Semua orang sibuk menyelamatkan diri dan keluarganya, kecuali beberapa tonawi

yang tetap berada di kampungnya dan berusaha mengikuti setiap perintah Jepang

supaya tidak memancing kemarahan yang dapat saja berdampak pada kehilangan

nyawa mereka.116

114
Karo Mote, dalam wawancara tanggal 13 Maret 2017 di rumah Karo Mote,
Toputo, Enarotali.
115
Benny Giay, op.cit., hlm. 41.
116
Peristiwa yang dialami Bobatara, yakni seorang tonowi dari marga Mote yang
melakukan perlawanan terhadap Jepang selama 4 hari di Enarotali, pada bulan Agustus
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

55

Selain dampak negatif yang dirasakan penduduk lokal, terdapat pula

dampak positif yang muncul. Kondisi berat yang terjadi, mengundang para tonowi

mencari jalan keluar untuk mengakhirinya. Para tonowi dari beberapa kampung

beserta sebagian penduduk yang memilih tinggal, akhirnya bertemu di kampung

Komopa menghadiri sebuah upacara tradisional.117 Untuk pertama kalinya muncul

pemikiran dari penduduk lokal di setiap kampung untuk berkoalisi bersama demi

satu tujuan, yakni mengalahkan Jepang. Kejadian ini dapat dipahami sebagai

wujud kerja sama dan tujuan bersama untuk mengusir Jepang. Inisiatif tersebut

terjadi pertama kali di Wisselmeren.

3.3 Dampak Ekonomi

Satu dampak yang cukup serius dirasakan masyarakat lokal secara

langsung adalah masalah ekonomi. Hal ini tidak hanya dialami orang Me, tetapi

hampir seluruh daerah yang diduduki Jepang terkena imbasnya. Banyak

masyarakat Indonesia yang berprofesi sebagai petani, ditarik Jepang melalui

kepala-kepala desa untuk bekerja membangun kubu-kubu pertahanan serta

menjadi buruh di perusahaan-perusahaan yang diambil alih mereka, sehingga hal

tersebut berimbas pada semakin parahnya kehidupan ekonomi rakyat. 118 Selain

menjadi sebuah peringatan bagi orang lokal lainnya. Dalam perlawanan tersebut 4 orang
Me meninggal dan anak Bobatara bernama Bowaditoema terluka karena tembakan di
pahanya. Peristiwa-peristiwa seperti ini membuat mereka akhirnya bekerja sama dengan
Jepang. Jean Victor Bruijn, op.cit., hal. 225.
117
Lihat Ev. Ruben Gotay Pigay, loc.cit.,
118
Seperti yang terjadi di Numfor, dimana banyak pekerja dikirim ke pulau ini
oleh Jepang. Mereka adalah para pekerja paksa yang terdiri dari 3.000 pria, wanita, dan
anak-anak yang sebagian besar berasal dari kota-kota besar di Jawa. Di samping itu,
adapun orang Taiwan yang didatangkan pula dari luar. Pengiriman mereka ke Numfor
ialah semata-mata untuk membangun jalan dan lapangan terbang. Sedikit makanan,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

56

kekerasan yang didapatkan, makanan serta berbagai keperluan disita Jepang dan

akhirnya ekonomi melemah serta rakyat kelaparan.119

Kedatangan Jepang ke Wisselmeren dan aksi-aksi yang mereka lakukan

tanpa sengaja telah membuat masyarakat yang sehari-harinya berkebun dari pagi

hingga sore dalam meningkatkan taraf ekonomi keluarga, seperti yuwo juga

menjadi tidak berjalan. Setiap orang yang ada lebih memilih bersembunyi,

sehingga selama itu pula banyak kebun-kebun tidak diurus dan sebagian dirusak

Jepang.

Di Samping itu, tentara Jepang banyak mengeksploitasi ekonomi

penduduk lokal dengan cara mengambil bahan makanan secara paksa, seperti

ternak babi dan pisang di kebun-kebun warga.120 Tidak sampai di situ, tentara

Jepang juga merusak dan membakar lebih dulu sebelum meninggalkan kebun

serta terkandang ternak yang ada diambil bahkan dibunuh dan dibawa pergi.121

Beberapa masyarakat yang tidak senang dengan sikap Jepang, mencoba

memperlihatkan perlawanan dengan cara tidak melayani permintaan Jepang.

Perlawanan tersebut menyebabkan seorang warga ditawan. Pada akhirnya

penduduk lokal mengumpulkan bahan makanan berupa sayuran serta umbi-

umbian dalam jumlah besar, sehingga tawanan tersebut selanjutnya dilepaskan.

pakaian, tempat tinggal serta bantuan medis membuat mereka mencoba mencuri
persediaan Jepang dan berakhir dieksekusi, ada yang meninggal karena kelaparan, dan
karena terkena penyakit pula.
:http://histclo.com/essay/war/ww2/cou/island/pac/ngu/east/islamd/w2nge-noem.html,
diunduh pada 06 Januari 2018. Lihat juga
Http://Factsanddetails.Com/Indonesia/History_And_Religion/Sub6_1c/Entry-
3954.Html#Chapter-1, Diunduh Pada 03 September 2017.
119
http://countrystudies.us/indonesia/15.htm, Diunduh pada 03 September 2017.
120
Benny Giay, loc.cit.,
121
Silas Doo dalam wawancara.,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

57

Akibat kondisi ini, orang Me mengalami masa-masa sulit dalam

mendapatkan makanan pokok untuk dikonsumsi keluarga mereka, sebab diambil

tentara Jepang. Hanya sedikit keluarga yang berhasil menyelamatkan ternak

mereka sebelum Jepang datang ke kampung-kampung yang ada dan

mengambilnya.122 Keadaan ini seperti yang digambarkan Sem Tebai:123

Ketika ibu saya mendengar kedatangan Jepang di Paniai, keluarga kami lari ke
hutan, dalam posisi ibu saya juga sambil membawa anak babi kami 1 ekor ke
tempat persembunyian. Kami pun kembali ke kampung lagi ketika mendengar
perang antara orang Me dan Jepang telah selesai.

Situasi yang dialami keluarga Sem Tebai ini, sama seperti yang terjadi

pada keluarga lainnya. Berita tentang hal-hal buruk yang dialami kebanyakan

masyarakat terdengar hingga ke kampung lainnya, sehingga sebagian orang telah

lebih dulu menyelamatkan harta benda mereka. Dengan demikian besar usaha

untuk menyelamatkan diri dan ternak mereka ke tempat berlindung yang aman,

tidak semua kenyataannya bernasib baik. Banyak yang kehilangan barang,

terbunuh, dan sebagiannya mengalami luka-luka, pada intinya semuanya

mengalami kerugian jiwa dan harta benda.124

Kedatangan Jepang sampai aksi-aksi yang terbilang sukses dilakukan

hingga membawa dampak ini, kemudian tidak bertahan lama. Berangkat dari rasa

tidak nyaman penduduk lokal di daerah-daerah jajahan Jepang terhadap perilaku

mereka, muncullah pemikiran untuk mengusir para penjajah yang membawa

122
Weakebo yang mengetahui kekejaman Jepang dari de Bruijn, segera
menyelematkan ternak babinya ke tempat yang aman dari kampungnya Yaba, sebelum
Jepang sampai ke Wisselmeren. Jean Victor Bruijn, op.cit., hlm. 196.
123
Sem Tebai, dalam wawancara tanggal 10 Maret 2017 di rumah Makewa Pigai,
Uwodege, Paniai Barat.
124
Benny Giay, loc.cit.,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

58

masa-masa sulit itu. Serangan masyarakat Indonesia untuk mengusir Jepang,

kenyataannya mendapati juga situasi yang cukup mendukung dengan keadaan

perang Sekutu melawan Jepang. Penyerangan penduduk lokal, ditambah dengan

kedatangan tentara Sekutu di perairan Pasifik dalam rangka perang melawan

Jepang, membawa angin segar bagi rakyat Indonesia. Untuk melihat kondisi ini,

akan dijelaskan lebih mendalam di bab selanjutnya.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB IV
AKHIR EKSISTENSI TENTARA JEPANG DI
ONDERAFEDLING WISSELMEREN
1943-1944

Kedatangan Jepang ke Hindia Belanda secara politik memang

menguntungkan karena setidaknya cita-cita Indonesia merdeka mulai muncul di

permukaan. Janji tentara Jepang membebaskan saudara Asia yang masih

terbelenggu dalam penjajahan bangsa Barat, sontak membuat para tokoh

nasionalis turut menerima kedatangan Jepang. Hal ini diperkuat lagi ketika pihak

Jepang memberikan tempat dan janji yang pasti untuk kebebasan Indonesia.

Tujuan Jepang memanfaatkan sumberdaya yang tersedia di Hindia

Belanda, selanjutnya menjadi jalan bagi Indonesia untuk memerdekakan dirinya

dari bangsa Belanda. Di balik itu, sangat disayangkan bahwa kondisi masyarakat

biasa yang berada di desa dan yang tidak memiliki posisi penting mengalami

penindasan dari Jepang. Banyak yang dibunuh, juga ditarik menjadi buruh,

pekerja atau yang disebut Romusha. Penyambutan meriah rakyat Indonesia saat

Jepang berhasil mengusir orang Belanda dari kepulauan Indonesia, secara

perlahan mulai sadar akan kelicikan Jepang. Mereka memilih menjauh, bahkan

melawan.125

Cita-cita Jepang menjadi yang terkuat di wilayah Asia dan dunia semenjak

berhasil mengalahkan Rusia 1905, pada kenyataanya musnah ketika situasi politik

di Indonesia tidak seperti yang diharapkan. Ditambah lagi dengan kedatangan

125
Fajriudin Muttaqin, Dkk, 2015. Sejarah Pergerakan Nasional. Bandung :
Humaniora Utama Press. Hlm.78.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

60

pihak Sekutu yang dikomandoi Douglas Macarthur (1880-1964) di perairan

Pasifik. Kemelaratan, penderitaan, kekurangan pangan, kelaparan, kematian, dan

sandang yang mahal telah mengundang rakyat Indonesia angkat senjata melawan

Jepang.126

Adapun satu penyebab yang semakin melemahkan posisi Jepang di tanah

jajahan adalah desakan rakyat Indonesia di daerah bekas Hindia Belanda itu.

Masalah yang lebih serius lagi adalah kian menipisnya peralatan perang dan

terpojoknya Jepang dari Sekutu yang secara perlahan merebut semua wilayah

jajahan. Perlawanan Jepang dan Sekutu juga terjadi di Nieuw Guinea Belanda

dalam tahun 1944. Aksi ini kenyataannya ikut mewarnai situasi penyerangan

masyarakat lokal di Papua, termasuk orang Me di Wisselmeren.

A. Situasi Terakhir Tentara Jepang Di Wisselmeren

Masa-masa sulit yang dilewati orang Me, bahkan secara luas oleh rakyat

Indonesia telah mengakibatkan jatuhnya banyak korban jiwa serta kerugian

ekonomi. Kondisi ini yang membuat penduduk lokal pada akhirnya bangkit dan

melawan.

Kemarahan rakyat tidak dapat dibendung atas sikap Jepang yang tidak

bersahabat, yang membuat mereka hidup seakan di negeri orang dengan

kebutuhan ekonomi yang jauh dari kata nikmat dan syukur karena semua yang ada

hanyalah milik Jepang semata. Keadaan ini hampir sama dirasakan juga oleh

orang Me di Wisselmeren, seperti gambaran yang telah dijelaskan pada bab

126
Ibid., hlm. 87.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

61

sebelumnya bahwa penduduk lokal bahkan melarikan diri ke hutan untuk

menghindari keganasan Jepang.

Di Papua khususnya, Sekutu telah hadir untuk berperang melawan Jepang

pada 22 April 1944 di Hollandia127 dan melakukan perlawanan yang sengit. Di

samping itu, penduduk lokal juga turut melakukan perlawanan tersendiri terhadap

tentara Jepang. Penyerangan yang dilakukan penduduk lokal di berbagai daerah di

Hindia Belanda dapat dikatakan memiliki ciri yang sama, yakni dengan digerakan

oleh seseorang yang memiliki pengaruh cukup penting di masyarakat setempat,

namun dengan taktik melawan yang berbeda. Oleh sebab itu, penyerangan orang

Me terhadap tentara Jepang juga ikut mewarnai masa-masa ini.

Perlawanan yang dimaksud di atas ialah seperti perlawanan terhadap

Jepang yang didasarkan dari gerakan kepercayaan Manseren Mangundi di Biak,

Papua yang berakhir dengan meninggalnya pimpinan mereka di tangan Jepang.128

Lain halnya dengan yang terjadi di daerah Depapre Jayapura, di sana rakyat

menentang keras sikap Jepang dan sayangnya Simson yang memimpin gerakan ini

ditangkap Jepang dan dibunuh.129 Tidak semua perlawanan rakyat terhadap

127
Penyerangan Sekutu ke Hollandia mengawali pertempuran mereka di tanah
kekuasaan Hindia Belanda. Setelah Hollandia dijadikan sebagai basis pertahanan Sekutu,
daerah kekuasaan yang masih berada di bawah tangan Jepang, terkhusus di Papua
dibebaskan dengan melakukan serangan beruntun, yakni ke Pulau Wakde pada 19 Mei
1944 dan ke Pulau Biak pada 27 Mei 1944. Simon dan Schuster, 1944. A War Atlas for
Americans (edisi II). New York : Published for Council on Books in Wartime. Lihat juga
P. J. Drooglever, 2010. Tindakan Pilihan Bebas! : Orang Papua Dan Penentuan Nasib
Sendiri. Yogyakarta : Kanisius. Hlm. 79.
128
Decki Natalis Pigay, 2000. Evolusi Nasionalisme Dan Sejarah Konflik Politik
Di Papua. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan. Hlm. 130.
129
Anna M.F Parera dkk, 2013. Sausapor Saksi Sejarah Perang Dunia II di
Kabupaten Tambrauw Provinsi Papua Barat. Yogyakarta : Direktorat Jenderal
Kebudayaan. Hlm. 78.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

62

Jepang mengalami kemenangan, ada yang berakhir tragis di tangan Jepang.

Namun, satu kemenangan yang diraih rakyat kebanyakan menjadi semangat bagi

lainnya dalam mengusir penjajah.

Kondisi yang dijelaskan di atas sama dengan yang terjadi di Wisselmeren,

dimana perlawanan rakyat terhadap Jepang pertama dipimpin oleh orang-orang

yang sebelumnya disebut tonawi.130 Serangan masyarakat secara perseorangan

nyatanya tidak membawa hasil, walau ada kerusakan yang diterima Jepang.131

Melihat keadaan kian parah, para tonawi selanjutnya bertemu dan membahas satu

siasat untuk mengusir Jepang dari Paniai.

Keinginan orang Me mengusir Jepang dengan mengandalkan senjata

tradisional, membuat para tonowi juga menyadari bahwa hal tersebut tidaklah

mudah. Sebagai masyarakat adat, untuk memecahkan masalah itu mereka

melakukan sebuah upacara tradisional untuk menemukan petunjuk sebelum

perang.132 Melalui upacara ini, penduduk lokal menjadi percaya diri. Mereka pun

mulai menyusun strateginya, pertama, menyiapkan anak panah beracun (busur

130
Ev. Ruben Gotay Pigay, 2008. Mungkinkah Nilai-nilai Budaya Hidup Suku
Mee Bersinar Kembali?. Jayapura : Deiyai. Hlm 25.
131
Sama dengan yang dilakukan Bobatara Mote, Dominggoes yang berasal dari
kampung Mejepa juga menyerang Jepang dalam aksi balas dendam karena Jepang
meminta denda pada penduduk di Mejepa. Aksi tersebut berakhir dengan terbakarnya 1
gubuk yang menyimpan persediaan Jepang. Namun, itu tidak membuat Jepang menyerah
lalu meninggalkan kampung tersebut. Jean Victor Bruijn, 1978. Het Verdwenen Volk.
Bussum : Van Holkema & Warendorf. Hlm. 244.
132
Upacara yang dilakukan orang Me ini untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam
Ev. Ruben Gotay Pigay, op.cit., hlm. 25-26. Hal ini dijelaskan juga oleh Anna M.F
Parera, dkk, dari sumber bukunya Siagian yang menurut saya tidak begitu benar karena
mengatakan babi sebagai pemusnah ubi rambat, pada kenyataannya tidak demikian
karena babi adalah salah satu aset terpenting orang Me dan dalam upacara tersebut yang
dibutuhkan adalah babi, sehingga tidak ada kaitannya dengan babi sebagai pemusnah
sehingga dipanah. Anna M.F Parera dkk, loc.cit.,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

63

dan panah adalah senjata tradisional dalam kebudayaan suku Me), sebagai satu-

satunya senjata tardisional yang digunakan dalam situasi perang. Ini pada umunya

menjadi senjata khas masyarakat di wilayah pegunungan tengah Papua. Kedua,

mengadakan pesta yuwo secara kolektif di beberapa kampung dengan

mengundang tentara Jepang. Saat acara berlangsung, dilancarkan serangan dengan

diawali bunyi kei eniyaidokei wagikumei yang artinya habisi setan-setan itu.133

Ungkapan setan yang ditujukan kepada Jepang ini dilihat dari kondisi yang

diakibatkan Jepang terhadap suku Me. Satu kondisi yang digambarkan penduduk

lokal tidak manusiawi, sehingga menyebut Jepang seperti setan yang membawa

masa buruk di tengah orang Me.

Serangan orang Me terhadap Jepang terjadi selama beberapa hari. Selama

itu pula tidak ada yang berani keluar rumah. Hanya mereka yang menjadi

pembawa berita ke masyarakat tentang gerak gerik Jepang yang terlihat di jalan.

Perang ini pertama kali pecah di kampung Aga, Paniai Timur dengan kejadian

terbunuhnya seorang pimpinan tentara Jepang, sehingga perang mulai menyebar

sampai perkampungan lainnya.134

Orang Me di berbagai kampung ikut angkat senjata dan menyerang pos-

pos Jepang, banyak yang berjaga di jalan bahkan di hutan. Walau demikian, tidak

semua tentara Jepang dibunuh, seperti halnya yang terjadi di Paniai Barat dimana

133
Ibid.,
134
Silas Egupa, dalam wawancara tanggal 18 Maret 2017, di rumah Makewa
Pigai, Bapouda, Enarotali.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

64

mereka hanya ditawan. Kenyataan sejarah ini diutarahkan oleh Bernadus

Pigome.135

Perang antara orang Me dan Jepang terjadi, namun di Paniai Barat orang Me tidak
membunuh tetapi hanya menangkap. Sedangkan yang banyak membunuh tentara
Jepang itu dari Paniai Timur, seperti di daerah Kebo, Detauwo, serta Aga. Mereka
bersembunyi dan menunggu di hutan-hutan untuk membunuh Jepang.

Selama masa perang, selain berjaga di hutan, beberapa orang Me juga

memilih berjaga di danau menggunakan perahu tradisional secara berkelompok.

Perahu itu diikat dari 2-3 menjadi 1. Mereka selanjutnya melakukan patroli guna

mencari informasi dan melihat posisi Jepang.136

Tentara Jepang yang ditangkap diantar ke Siriwo yang menjadi pos Jepang

terakhir di Wisselmeren. Hal ini dilakukan supaya tentara Jepang yang dibiarkan

hidup ini dapat melanjutkan perjalanan ke arah pantai lewat kampung tersebut,

khususnya yang berada di Paniai Barat. Di samping itu, sebagian tentara

diantarkan ke pos Detauwo atas permintaan mereka sendiri.137

Tentara Jepang yang berhasil sampai ke Siriwo menetap di sana untuk

menghindari perang yang terjadi. Berhubung tidak ada korban jiwa di kampung

135
Bernadus Pigome, dalam wawancara tanggal 10 Maret 2017, di rumah
Bernadus Pigome, Uwodege, Paniai Barat.
136
Bernadus Pigome dalam wawancara.,
137
Diyogepai Degei, Eniyatuma, dan Tekabedo mengantar tentara Jepang, yang
lainnya ke Siriwo dan sebagiannya diminta diantarkan ke pos lain. Mereka ini diantar
sampai ke kampung Detauwo dan selanjutnya tidak diketahui apakah mereka dibunuh
masyarakat di sekitar itu atau tidak. Demia Degei, dalam wawancara tanggal 24 Maret
2017, di rumah Makewa Pigai, Bapouda, Enarotali.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

65

itu akibat aksi Jepang, maka tidak ada kontak serius antara tentara Jepang dan

masyarakat seperti di Deyatei.138

Tindakan orang Me menolong dan menyelamatkan nyawa tentara Jepang

terjadi juga di Enarotali serta beberapa daerah lainnya di Paniai Timur. Bahkan,

beberapa orang Me menyembunyikan seorang tentara di rumah mereka saat

perang terjadi. Hal ini dikerjakan bukan tanpa sebab, namun karena keramahan

Jepang terhadap masyarakat di Umaibobutu, sehingga penduduk lokal membantu

dan mengantarkannya ke markas Jepang di Aikai, Enarotali.139

Orang Me berrhasil memenangkan peperangan,140 dan sebagian besar

tentara Jepang meninggal dalam perang tersebut.141 Ini mengakibatkan korban

dari Jepang lebih banyak dibandingkan orang Me yang dibunuh, yakni sebanyak

6 orang lokal.142 Dalam waktu berdekatan, perlawanan seperti di Wisselmeren

terjadi di beberapa daerah di Papua lainnya, misalnya di Hollandia, Biak, Wakde-

Sarmi, Numfor, Manokwari, dan Sausapor.143

138
Silas Egupa dalam wawancara.,
139
Ev. Ruben Gotay Pigay, op.cit., hlm. 27.
140
Perang rakyat Papua secara umum dan secara khusus orang Me di
Wisselmeren terhadap Jepang semata-mata disebabkan oleh kondisi buruk yang mereka
alami di bawah penjajahan tentara Jepang dan bukan karena adanya desakan proklamasi
seperti yang terjadi di pulau Jawa. Pdt. Ruben Gotai Pigay, dalam wawancara tanggal 6
Maret 2017 di rumah Pdt. Ruben Gotai Pigay, Pos 7, Sentani.
141
Selain terbunuh, ada beberapa tentara Jepang yang melakukan bunuh diri, di
samping diselamatkan sampai ke daerah pesisir Papua. Benny Giay, 1995. Zakheus
Pakage and His Communities : Indigenous Religious Discourse, Socio-Political
Resistence, and Athnohistory of the Me of Irian Jaya. PhD Dissertation, Department of
Cultural Anthropology/Sociology of Development, Free University. Amsterdam. Hlm.
29.
142
Ibid., hlm. 49.
143
Sausapor adalah kota terakhir di Nieuw Guinea Belanda yang berhasil
ditaklukkan tentara Sekutu setelah menjalani masa perang dari 30 Juli – 31 Agustus 1944
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

66

B. Respon Orang Me Terhadap Tentara Jepang

Poin keenam pada faktor perubahan sosial oleh Soerjono Soekanto, yakni

unsur-unsur yang bergabung menjadi satu, ini menjawab munculnya 2 respon

berbeda dari penduduk lokal terhadap Jepang di akhir penjajahan. Dimana muncul

kerja sama antara kelompok yang memilih membunuh dan yang menolong Jepang

dari kemarahan penduduk lokal. Poin ini di sisi lain mendukung kesadaran akan

pentingnya berkoalisi untuk satu tujuan yang sama dari masing-masing kelompok

tersebut.

Kemenangan penduduk lokal dalam perang telah mengakhiri penjajahan

Jepang di Paniai. Kepergian Jepang, setidaknya membawa angin segar bagi

penduduk sebagian. Tidak ada ketakutan lagi yang dialami, sehingga orang Me

yang hidup di tempat persembunyian dapat kembali ke rumah.

Kewaspadaan terhadap ogai yang tinggi dan rasa saling benci di antara

orang Me akibat aksi Jepang adalah 2 hal yang dirasakan penduduk lokal. Rasa

benci antara orang Me ini secara khusus terjadi karena adanya beberapa warga

yang membantu Jepang dan dicap negatif oleh masyarakat lainnya. Sebab itu,

respon masyarakat atas Jepang di penghujung perang terdapat perbedaan satu

dengan lainnya.

Selama perang antara Jepang dan orang Me berlangsung, ada sebagian

orang yang tidak menghendaki untuk membunuh para tentara Jepang. Tentunya

dan menjadi masa berakhirnya kekuasaan Jepang di Papua. Setelah tentara Sekutu dan
penduduk lokal melewati peperangan melawan Jepang, daerah Papua kemudian
diserahkan kepada NICA (Nederlands Indies Civil Administration) dalam tahun 1944.
Ibid., hlm. 132-133.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

67

itu dilandaskan suatu maksud, yakni berjatuhannya korban jiwa yang disebabkan

tentara Jepang atau perilaku yang tidak bersahabat dengan masyarakat. Hal ini

menyebabkan masalah serius yang meninggalkan bekas luka atau trauma yang

dapat membawa dendam terhadap Jepang.

Pada kenyataannya, ada beberapa kampung yang tidak mengalami

problema di atas, walau sebagian masyarakat yang merasa takut dengan

kedatangan Jepang akhirnya melarikan diri ke hutan. Kondisi ini terjadi di

kampung Deyatei dan Siriwo, dimana tidak terjadi kontak senjata. Tentara Jepang

selanjutnya malah diantar hingga ke Siriwo dan bergabung bersama tim yang

berada disana. Beberapa kampung lainnya di sekitaran Paniai Timur, Jepang tidak

dibunuh juga.144

Jika dapat dihitung, kesan baik tentara Jepang yang berada dalam ingatan

orang Me sangatlah sedikit dibanding kejahatan yang telah mereka lakukan,

secara umum juga terhadap rakyat Indonesia. Mengenai kesan baik Jepang yang

dimaksud ini, selanjutnya diutarakan Bernadus Pigome.145

Jepang adalah orang yang akan marah jika apa yang diminta tidak dituruti dan
sebaliknya akan senang kepada yang mau mendengar perintah mereka. Satu hal
ketika mereka baik dengan orang, dalam hal makanan mereka tidak pilih kasih,
sehingga orang-orang Me yang mereka anggap teman dibagi makanannya dan
makan bersama. Terkadang mereka yang menyiapkan sampai menyuguhi
makanan untuk orang Me, artinya tidak hanya penduduk lokal saja yang
memasak untuk Jepang tetapi ada kalanya tentara Jepang juga turun tangan
sendiri. Itu satu hal yang masih diingat tentang perilaku yang dapat dikatakan
baik dari orang Jepang.

144
Bernadus Pigome dalam wawancara., dan Makewa Pigai dalam wawancara
tanggal 18 Maret 2017, di rumah Makewa Pigai, Bapouda, Enarotali.
145
Bernadus Pigome dalam wawancara.,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

68

Perilaku baik yang dirasakan orang Me ini lebih tepatnya dilihat dari sisi

keakraban Jepang terhadap beberapa suku Me yang membantu Jepang. Dapat

dilihat bahwa tentara Jepang tidak hanya menjadi tuan, namun juga turun tangan

menyediakan keperluan mereka bersama sendiri. Lebih khusus berkaitan dengan

urusan di dapur, seperti yang dijelaskan dalam kutipan di atas. Karena terpikat

dengan perilaku Jepang tersebut, sebagian orang Me juga menolong. Di samping

itu juga disebabkan karena keakraban dengan penduduk setempat, misalnya

seperti di Umaibobutu.

Tentara Jepang yang dibiarkan hidup, selanjutnya menetap di Siriwo

selama hampir 1 bulan lamanya di bawah lindungan seorang Me bernama Tibi

Egupa.146 Setelah tinggal 1 bulan lamanya di Kepi, Siriwo, orang Jepang

selanjutnya diantar beberapa orang Me ke daerah pesisir. Mereka yang ikut serta

mengantar rombongan ini ialah Tibi Egupa, Mabe Obaipa, Edito Didipa, Beto

Dukoto, dan Amoye Tagi.147 Realita ini dilukiskan Silas Egupa.148

Lima orang ini mengantar Jepang dari kampung Kepi melalui Atawabado dan
pada akhirnya tiba di Bidubado. Sampai di sana, seorang Jepang berkata ‘kalian
telah menyelamatkan dan mengantarkan kami hingga di tempat ini, apa imbalan
yang hendak kalian inginkan?’, orang-orang Me itu hanya meminta beberapa
alat-alat modern yang di antaranya sekop, parang, dan sendok makan.

Permintaan alat-alat modern seperti sekop, parang, dan sendok makan ini

dikarenakan oleh ketertarikan mereka semata terhadap barang-barang tersebut.

146
Walau dengan kondisi sebagian orang di kampung Siriwo tidak menyukai
bahkan membuang muka darinya atas apa yang dilakukannya, namun Tibi Egupa tetap
melindungi Jepang dan mengantarkan mereka dengan selamat hingga ke pesisir Nabire.
Silas Egupa dalam wawancara.,
147
Silas Egupa dalam wawancara.,
148
Silas Egupa dalam wawancara.,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

69

Adapun tentara Jepang yang diantar ke pesisir melalui kampung Siriwo ini adalah

mereka yang kebanyakan berada di pos-pos Jepang sebelah barat. Tentara Jepang

yang di bagian Paniai Timur, terkhusus yang dibiarkan hidup seterusnya balik ke

pesisir melalui kali Yawei atau sebelah tenggara kota Enarotali.149

Pada akhirnya dapat dilihat bahwa ada yang dekat dengan Jepang dan ada

pula yang memilih menjauh lantaran mereka menghadapi 2 sikap yang berbeda

dari Jepang. Hal tersebut membuat 2 kelompok ini menerima respon yang

berbeda. Respon itu dapat dilihat jelas di masa akhir penjajahan Jepang sesuai

dengan pemaparan di atas.

Sebagian besar orang yang melihat dan mengalami kekejaman Jepang,

mengatakan bahwa mereka adalah orang-orang yang kejam. Hal itu terbukti

dengan perlawanan dan sikap mereka terhadap orang asing. Maka dari itu, respon

pertama yang muncul dari masyarakat secara umum atas kekalahan Jepang tentu

sangatlah positif. Jika berbicara soal respon orang Me terhadap Jepang secara

personal, akan berbeda karena setiap individu mempunyai respon tersendiri atas

situasi yang dialaminya. Walau demikian, orang Me tetap mengingat penjajahan

Jepang merupakan masa terberat yang pernah mereka lalui, bahkan lebih buruk

daripada pemerintah Belanda saat masuk pertama kali di Enarotali.

Sebuah upacara selanjutnya dilaksanakan di kampung Darouto sebagai

satu siasat untuk mengakhiri penjajahan Jepang di Paniai. Upacara Darouto adalah

“ritual” yang dilakukan sebagai tanda tentara Jepang menerima kekalahan dari

orang Me. Upacara ini bertujuan untuk tanda perpisahan.

149
Makewa Pigai dalam wawancara.,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

70

Upacara yang dipimpin Tuwauto150 beserta tentara Jepang yang khusus

berada di Paniai Timur ini dilaksanakan atas inisiatif Jepang. Jepang selanjutnya

mengundang beberapa orang Me untuk mengikuti acaranya. Pada dasarnya tidak

ada yang begitu penting dalam pelaksanaan upacara itu karena ini hanya simbol

penyampai pesan perpisahan atau meninggalkan sebuah tanda yang bisa diingat

penduduk pedalaman Nieuw Guinea sebagai daerah yang pernah dijajah Jepang.

Dari perspektif orang Me, upacara tersebut merupakan pertanda buruk,

sehingga mereka sempat ketakutan untuk menyaksikannya. Sementara dari

perspektif tentara Jepang, upacara ini meninggalkan pesan atau simbol tentang

kehadiran mereka ke daerah orang Me.

Sebelum tentara Jepang yang berada di Paniai Timur ini pergi melalui kali

Yawei, upacara perpisahan yang disaksikan beberapa orang Me dan tentara

Jepang ini ditandai dengan bunyi senjata api yang ditembakan ke arah langit. Ini

mengakhiri pendudukan Jepang di Wisselmeren. Selain melalui Siriwo, Jepang

yang berjalan dari kali Yawei juga diantar beberapa orang Me.

C. “Warisan” Dan Trauma

Untuk melihat adanya “warisan”,151 maka akan dijelaskan dari

peninggalan berupa fisik dan non fisik yang ditinggalkan Jepang di Wisselmeren.

150
Tuwauto ialah seorang pembesar tentara Jepang, sedangkan nama Tuwauto
dalam bahasa Me digunakan untuk menyebut rumput-rumput besar dan tinggi yang
biasanya tumbuh di daerah rawa. Dimungkinkan bahwa tentara Jepang yang dimaksud ini
memiliki tubuh besar seperti rumput, sehingga ia dipanggil demikian supaya penduduk
lokal dapat mengenal siapa orang yang dibicarakan. Ibid.,
151
Menurut kamus besar Bahasa Indonesia (KBBI), warisan berasal dari kata
waris yang berarti suatu peninggalan benda pusaka atau harta dari orang yang sudah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

71

Adapun secara fisik, orang dapat menemukan tempat-tempat atau bekas

pertahanan Jepang saat Sekutu mulai menyerbu masuk ke wilayah Pasifik. Jepang

banyak membangun tempat berlindung dan salah satu yang dapat dilihat hingga

saat ini adalah kubu persembunyian, misalnya goa terbesar di Pulau Biak yang

menjadi basis tentara Jepang di masa perang melawan Sekutu.152 Di Wisselmeren,

satu-satunya warisan yang dapat dilihat secara nyata adalah goa di bukit

Pokebiyo, Deyatei.153

Selain itu, warisan bersifat non fisik contohnya ialah pengaruh serta

dampak dari suatu peristiwa yang dapat membawa perubahan terhadap suatu

kelompok atau masyarakat. Setelah melalui banyak peristiwa buruk yang dialami

suku Me bersama Jepang, satu hal yang pasti muncul adalah ketidaksukaan

penduduk lokal terhadap keberadaan orang-orang ini. Melalui itu kemudian

trauma muncul di tengah masyarakat.

Peristiwa yang mereka alami dan lihat selama pendudukan Jepang, di sisi

lain menjadikan orang Me tidak hanya membenci tentara Jepang, namun juga

memusuhi orang Belanda. Ditambah dampak yang dialami orang Me seperti yang

dijelaskan pada bab sebelumnya, cukup membawa perubahan sikap yang serius.

meninggal. Di samping itu ada kata mewariskan yang artinya meninggalkan sesuatu,
sedangkan kata warisan sendiri diartikan sebagai sesuatu yang diwariskan, misalnya
seperti harta dan nama baik. Jadi dapat disimpulkan bahwa, warisan adalah peninggalan
atau sesuatu yang ditinggalkan berupa benda dan ajaran terhadap seseorang maupun
terhadap suatu kelompok masyarakat secara umum. https://www.kbbi.web.id/waris,
diunduh pada 18 November 2017..
152
Anna M.F Parera dkk, op.cit., hlm. 73.
153
Kondisi goa yang terletak di kampung Deyatei ini tidak dijadikan tempat
wisata atau dikelola, sehingga tidak terawat. Hal ini disebabkan oleh 2 hal pertama, lokasi
goa yang jauh dari perkampungan warga dan sulit untuk dijangkau serta kedua, ketakutan
masyarakat sekitar terhadap peninggalan Jepang di goa tersebut. Demia Degei dalam
wawancara.,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

72

Oleh karena itu, di kalangan orang Me yang keluarganya menjadi korban tentara

Jepang kemudian bangkit dan melawan.

Pemberontakan orang-orang Kebo yang terjadi tahun 1939 adalah wujud

ketidaksukaan mereka terhadap kedatangan orang-orang kulit putih.154 Kehadiran

Jepang kenyataannya membuat ketidaksukaan yang telah lama terpendam muncul

kembali, ditambah semua korban aksi tentara Jepang.

Perubahan sosial masyarakat dapat dilihat, khususnya menyangkut

perubahan pola perilaku masyarakat. Ada 2 perubahan pola perilaku orang Me

yang dapat digambarkan. Realitas ini pun mendukung poin kedua pada faktor

perubahan sosial oleh Soerjono Soekanto, yakni sikap-sikap pribadi yang

dipengaruhi oleh kondisi-kondisi yang berubah. Adapun dua perubahan pola

perilaku yang berkaitan dengan perubahan sosial ini di antaranya :

a) Perubahan pola perilaku di antara orang Me

Perubahan yang satu ini berbicara tentang perilaku sesama penduduk lokal

yang berubah karena keberadaan Jepang di tengah mereka. Untuk memperlancar

penjajahan di daerah Wisselmeren, tentara Jepang mengambil beberapa penduduk

lokal untuk dipekerjakan. Kondisi ini kenyataannya membuat sebagian orang

yang anggota keluarganya menjadi korban kekerasan dan pelecehan Jepang

menaruh benci. Orang Me yang membantu Jepang menjadi musuh baru bagi

penduduk yang menjadi korban. Arti persaudaraan antara mereka selanjutnya

sirna dan dendam dari orang-orang yang menjadi korban terhadap mereka yang

membantu Jepang pada kenyataannya masih ada hingga Jepang meninggalkan

154
Benny Giay, loc.cit.,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

73

Wisselmeren. Walau pada kenyataannya mereka membantu Jepang karena

didasari rasa takut kehilangan nyawa diri sendiri dan keluarga.155

Kondisi ini yang mengubah sikap antara orang-orang yang menjadi korban

dan yang tidak, sehingga turut menciptakan 2 kelompok. Kelompok pertama ialah

yang membantu Jepang dan kedua adalah mereka yang tidak terlibat dengan

Jepang dan menjadi korban. Karena itu, Jepang secara khusus meninggalkan

permasalahan sendiri di tengah orang Me dengan cara perekrutan penduduk lokal

yang mereka lakukan. Permasalahan sesungguhnya ialah ada pada dua kenyataan

berbeda yang mereka alami. Namun hal itu menjadi serius dan mengubah perilaku

mereka sebelumnya yang bersahabat menjadi saling dendam sampai berakhirnya

pendudukan Jepang.156

b) Perubahan pola perilaku masyarakat terhadap orang asing (terkhusus

Belanda)

Pada 1938 ketika pos pemerintahan didirikan di Enarotali, awalnya

masyarakat menyambut baik kedatangan ogai. Hanya saja beberapa orang di

kampung Kebo yang merasa terancam dan tidak terima dengan keberadaan ogai

kemudian memberontak tahun 1939, kondisi ini dapat segera diatasi pemerintah

155
Silas Doo dan Makewa Pigai, dalam wawancara tanggal 23 Maret 2017 di
rumah Makewa Pigai, Bapouda, Enarotali.
156
Kondisi ketidaksukaan penduduk lokal terhadap marga-marga yang ikut
membantu Jepang pada kenyataannya berimbas kepada sesama marga yang orang tuanya
sebenarnya tidak bekerja kepada tentara Jepang. Terbukti bahwa hal ini persis seperti
yang dialami 2 orang siswa SR (Sekolah Rakyat) di Okaitadi tahun 1955, yang
selanjutnya memilih pulang ke kampung halaman mereka karena merasa terancam dan
dimatai-matai oleh orang-orang yang kontra terhadap Jepang dan para pembantu
lokalnya. Benny Makewa Pigai, 2015. Menjadi Gereja Penabur Benih di Tanah Papua :
Sejarah, Kenangan Kehidupan dan Pelayanan Perintis Gereja Kemah Injil (Kingmi)
Tanah Papua. Jayapura : Deiyai. Hlm. 204.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

74

Belanda dan aktivitasnya kembali seperti biasa. Setelah suasana aman, pecahlah

Perang Dunia II dimana Jepang mulai memasuki daerah Wisselmeren. Peristiwa

yang dialami orang Me bersama Jepang telah mengubah banyak hal, terkhusus

tentang sikap penduduk lokal yang tidak suka lagi mendekati orang kulit putih.

Sikap dan perilaku Jepang terhadap orang Me masih segar berada dalam

ingatan. Hal ini mengubah pola perilaku yang sebelumnya sebagian orang

menerima kedatangan Belanda menjadi terlihat bermusuhan untuk menerima

orang asing kembali. Melalui adanya peristiwa ini, orang Me beranggapan bahwa

tentara Jepang yang datang ke Wisselmeren disebabkan adanya ogai. Kehadiran

ogai menyebabkan Jepang dapat sampai ke Wisselmeren, sehingga penduduk

lokal yang harus mengalami masa-masa sulit.

Ini satu persoalan dimana orang-orang yang dianggap terbelakangan oleh

bangsa Barat mulai menyadari suatu perubahan besar yang terjadi ketika orang

kulit putih mulai memasuki wilayah mereka dan memaksa masyarakat lokal untuk

mengikuti semua sistem yang dibawa. Dalam hal ini ada yang mau menerima dan

ada juga yang menolak perubahan yang datang dalam bentuk paksaan dan

terbilang cepat.

Oleh sebab itu, pendudukan Jepang di Paniai turut mengubah banyak hal,

terutama sikap, perilaku, dan kepercayaan terhadap ogai.157 Rusaknya kebun-

157
Perubahan sikap dan ketidakpercayaaan terhadap ogai itu terbukti jelas ketika
pdt. Mickelson kembali ke Enarotali bersama pekerja misi tahun 1946, dimana orang Me
yang mereka temui memperlihatkan sikap bermusuhan dan lebih memilih menjauh.
Bahkan, sebagian orang Me mengatur rencana untuk menghabisi mereka yang baru
datang tersebut dengan hampir 7 kali ancaman dalam 8 bulan mereka di sana, namun hal
itu tidak pernah terjadi. E. H. Mickelson . 1948. Conference Edition : Leavening Action
Of The Gospel In New Guinea. Dalam The Pioneer. no. 50, 1948. Hlm. 24-25, diambil
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

75

kebun warga, rumah, kerja paksa, pemerkosaan terhadap perempuan, dan jatuhnya

korban jiwa adalah hal-hal yang mengubah cara pandang mereka tentang orang

asing, sehingga membuat orang Me menolak kedatangan ogai.158

Pada akhirnya warisan Jepang dapat terlihat jelas, bahwa yang berupa non

fisik memiliki dampak besar atas suatu perubahan. Perubahan yang dibicarakan

tentu tidak selalu yang bersifat positif.159 Perubahan pola perilaku suku Me

disebabkan kehadiran dan aksi Jepang hingga meninggalkan trauma merupakan

satu contoh perubahan yang mengarah pada sifat negatif dan merugikan.

1. Keberhasian Dan Kegagalan Tentara Jepang Di Wisselmeren

Tidak semua pendudukan terhadap sebuah bangsa selalu berjalan mulus

seperti yang diinginkan para penjajah, walau diawali dengan sebuah kemenangan

yang baik. Dalam konteks ini akan melihat apa yang telah dicapai dan tidak saat

penjajahan Jepang di Wisselmeren berlangsung.

Dari pemaparan sebelumnya, terlihat bahwa kedatangan Jepang ke

Wisselmeren ialah untuk mencari dan menangkap kontroler Belanda, de Bruijn.

Kedatangan Jepang juga tidak banyak mengubah sistem atau kebijakan

dari : http://www.cmalliance.org/resources/archives/downloads/pioneer/pioneer-1948-
report.pdf. (22 Desember 2017). Lihat juga Pdt. Jhon Gobay, 2008. Amanat Agung di
Tanah Papua 1939-1962. Bandung : Yayasan Kalam Hidup. Hlm. 60-61.
158
Penolakan terhadap ogai terbukti masih tertanam dalam diri orang Me hingga
tahun 1950-an. Lihat, Benny Giay, loc.cit.,
159
Seperti yang dikatakan misionaris Post, bahwa Jepang hanya datang
membawa kesengsaraan, kekerasan, dan kematian ke Wisselmeren. Hal ini setidaknya
memperjelas semua penjelasan dalam tulisan ini tentang sikap Jepang terhadap penduduk
lokal. W. M. Post. 1947. Happy landing !. Dalam The Pioneer. Vol. XIV no. 47, August
1947. Hlm. 25, diambil dari :
http://www.cmalliance.org/resources/archives/downloads/pioneer/pioneer-1947-08.pdf.
(12 Desember 2017).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

76

pemerintah Belanda yang sedang berkuasa di Wisselmeren, bahkan di seluruh

Nieuw Guinea Belanda. Setelah Jepang mencari keberadaan de Bruijn, mereka

kenyataannya gagal menangkapnya karena ia berhasil meloloskan diri dengan

pesawat Catalina ke Australia pada 26 Juli 1944 atas bantuan penduduk lokal

selama bersembunyi di hutan Papua.160 Weakebo yang telah disinggung di bab II

adalah 1 orang Me yang menjadi cukup berpengaruh di kalangan orang Belanda.

Di masa Perang Dunia II, atas hubungan baiknya dengan ogai, Weakebo bersama

beberapa orang membantu de Bruijn mengumpulkan berbagai informasi tentang

keberadaan Jepang di Paniai.161 Di samping itu, Weakebo memberikan uang

kerang kepada de Bruijn untuk membeli makanan dan segala yang diperlukan

selama dalam pelarian, sebagai alat tukar di wilayah dataran tinggi Nieuw Guinea

Belanda.162 Kenyataan ini mendukung poin pertama pada faktor perubahan sosial

oleh Soerjono Soekanto, yakni keinginan-keinginan secara sadar dan keputusan

160
De Bruijn melakukan perjalanan yang panjang dari Wisselmeren ke arah
pegunungan tengah Papua melalui hutan-hutan, sembari memberikan informasi kepada
Dinas Intelijen Angkatan Udara Belanda NEFIS (Netherlands Forces Intelligence
Service) yang bekerja sama dengan Sekutu tentang pergerakan Jepang di Nieuw Guinea
Belanda. Lihat http://www.junglepimpernel.nl/pages/De-achtergrond.html, diunduh pada
18 September 2017.
161
Weakebo bahkan mengirim beberapa orang dari kampung Yaba bermarga
Mote ke Bilorai untuk diajari cara menembak oleh de Bruijn. De Bruijn kemudian
memberi pelatihan dan diberi tugas untuk menyusuri daerah Orawja ke Danau Tigi,
dalam rangka mengalihkan perhatian Jepang dari wilayah di mana Oaktree beroperasi.
Walau beberapa dari mereka telah mempelajari cara menembak, namun mereka belum
pernah benar-benar menembak atau terlibat perang menggunakan senjata api dengan
Jepang. Jean Victor Bruijn, op.cit., hlm. 235.
162
Hasil hubungan baik Weakebo dengan ogai terjadi karena ia menempatkan diri
dengan baik di antara mereka. Itu juga karena ia ingin tetap menjaga posisinya sebagai
seorang tonowi. Salah satu hal yang lebih mendasar adalah karena ia mendapat kerang
cowri dari orang Belanda dalam jumlah banyak, sehingga setelah Perang Dunia II
berakhir, banyak orang Me yang secara serentak menolak ogai masuk ke Paniai. Namun
Weakebo menyambut mereka dengan tangan terbuka. Lihat The conversion of Weakebo.
By: Giay, Benny, Journal of Pacific History, 00223344, Sep99, Vol. 34, Edisi 2.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

77

secara pribadi. Dimana dengan keinginan sendiri para penduduk lokal ini menjadi

mata-mata dan melaporkan gerak Jepang di Wisselmeren kepada de Bruijn.

Keberanian de Bruijn menjalankan misi yang dikenal dengan kode

Oaktree menjadikan dirinya menyandang status sebagai Jungle Pimpernel.163

Kebahagiaan sang Kontroler terlihat jelas saat pesawat yang hendak

menyelamatkan mereka ke Australia nampak di udara. Hal ini digambarkan oleh

de Bruijn:

"26 July 1944, Hagers Lake. 8.30 a.m. exactly, 2 Cats [ = Catalinas,
water planes] skim over the lake, somewhat later our B25 (bomber
plane) is buzzingacross.No word is spoken. We just watch the Cats
circling around the lake and the fighter-bomber up in the air. How
comforting to have these Dutch planes so near.The Y87 is the first to
land, then the Y 45 […]The boarding procedure of 15 group members,
28 Papua lifeguards, the radio gear, starts with two rubber boats and is
soon finished […]The Y87 is back in the air within 20 minutes. Strange
to find myself here in the cockpit with a breadroll and a cup of
coffee.No more nightmares about being trapped by the Japs […] the
evacuation has succeeded: 43 men are safe in our Dutch Cats!”(J.V. de
Bruijn archive, no 2)”.

Terjemahan;

(26 Juli 1944, Danau Hagers. 8.30 a.m. tepat, dua Cat (Catalina, pesawat air)
meluncur di atas danau, agak kemudian B25 (pesawat pembom kami)
berdengung. Tidak ada kata yang diucapkan. Kami hanya melihat Cat yang
mengelilingi danau dan pengebom tempur di udara. Betapa senangnya memiliki
pesawat-pesawat Belanda ini begitu dekat. Y87 adalah yang pertama mendarat,
lalu Y45 [...] Y87 kembali ke udara dalam waktu 20 menit. Aneh untuk
menemukan diriku di sini di kokpit dengan roti dan secangkir kopi. Tidak ada
lagi mimpi buruk tentang terjebak oleh orang Jepang [...] evakuasi telah berhasil
: 43 orang selamat di Cat Belanda kita! “ (J.V. De Bruijn arsip, no 2)).164

Kedatangan pesawat Belanda ke lokasi de Bruijn, selanjutnya

menyelamatkan mereka dari kejaran Jepang. Kejadian ini membawa kegagalan

163
Mengitari hutan belantara bersama 29 orang penduduk lokal dan seorang
operator radio asal Belanda, membuat Jepang gagal mencapai tugas mereka menangkap
de Bruijn. https://socialhistory.org/en/collections/new-guinea/jean-victor-
bruijn?language=nl, diunduh pada 30 September 2017.
164
Dikutip dari ibid.,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

78

yang pertama untuk Jepang, yakni dengan tidak tertangkapnya de Bruijn. Selain

kegagalan tersebut, Jepang juga gagal melaksanakan penjajahan di Wisselmeren

sampai akhir kekuasaan Jepang. Hal ini terbukti dengan Jepang kalah perang

dengan orang Me dan secara umum dari tentara Sekutu di Nieuw Guinea Belanda

1944. Walau demikian, di samping kegagalan tersebut ada hal yang dapat

dikatakan berhasil dicapai Jepang adalah pendudukan atas wilayah baru dengan

berhasil, setidaknya menjalankan sistem penjajahan model Jepang yang sama

seperti di daerah lain.

Penjajahan Jepang di Wisselmeren terbilang pendek, namun meninggalkan

dampak yang cukup kuat. Jika berbicara soal pendudukan yang terjadi di daerah

lokal seperti di Wisselmeren, maka warisan yang berupa fisik serta pengaruhnya

sangatlah kecil dibandingkan terhadap Indonesia secara umum, misalnya dalam

dunia pendidikan dan sistem pemerintahannya yang paling kecil seperti RT (rukun

tetangga) dan RW (rukun warga).165 Meski demikian, apa yang dialami

kebanyakan rakyat Indonesia pada masa pendudukan Jepang hampirlah sama dan

ingatan akan peristiwa tidak menyenangkan itu masih terngiang dengan jelas

dalam benak, terlebih khusus bagi orang Me di pedalaman Nieuw Guinea

Belanda, Onderafdeling Wisselmeren.

165
Fajriudin Muttaqin, op.cit.,hlm. 85.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB V
KESIMPULAN

Dalam menjelaskan perubahan sosial, terkhusus perubahan pola perilaku

orang Me yang terjadi setelah kedatangan Jepang ke Wisselmeren, penting juga

menelaah proses historis penjajahan itu. Telah diuraikan dampak yang

menyebabkan perubahan tersebut bersumber dari ketidaksukaan terhadap

kehadiran ogai (Belanda dan Jepang) dan memuncak ketika Jepang tiba di Paniai.

Adapun berdasarkan rumusan masalah pada Bab I, maka didapatlah

beberapa jawaban atas pertanyaan tersebut :

Pertama, kedatangan Jepang ke Onderafdeling Wisselmeren hanya

semata-mata pengejaran mereka terhadap orang Belanda yang masih berada di

daerah tersebut. Lebih khusus, setelah mengetahui keberadaan kontroler de

Bruijn. Dalam mencari informasih tentang keberadaan de Bruijn tersebut, tentara

Jepang selanjutnya menduduki Wisselmeren. Pengejaran tentara Jepang,

kenyataannya tidak membuakan hasil karena de Bruijn berhasil meloloskan diri

bersama penduduk lokal ke arah timur pegunungan tengah Papua. Mereka

selanjutnya dijemput pesawat pemerintah Belanda ke Australia.

Kedua, proses historis pendudukan Jepang di Wisselmeren. Dalam proses

pencarian terhadap de Bruijn tersebut, tentara Jepang selanjutnya menetap dengan

membangun pos-pos militer di berbagai kampung di Wisselmeren. Selama itu pun

Jepang tidak mendapatkan informasi, bahkan dari penduduk setempat tentang

keberadaan de Bruijn. Untuk melampiaskan ketidakberdayaan mereka dalam


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

80

mendapatkan informasi tentang de Bruijn, banyak orang Me dipukuli hingga

pembakaran rumah warga di kampung Komopa.

Terhitung dari akhir bulan Mei 1943 hingga pertengahan tahun 1944,

Jepang telah menyebabkan orang Me hidup dalam ketakutan dan trauma. Keadaan

ini disebabkan oleh aksi-aksi Jepang, yakni pembakaran rumah warga,

pemukulan, pembunuhan, pemerkosan terhadap perempuan lokal, perampasan

makanan warga, dan pengrusakan kebun. Kondisi ini membuat sebagian

penduduk lokal bahkan memilih bersembunyi di tempat-tempat aman. Seperti

yang dilakukan oleh Pdt. Markus Kayame bersama keluarganya di Lembah

Weyadide. Di samping itu, sebagian orang Me juga menyelamatkan ternak

mereka ke tempat-tempat aman.

Ketiga, akhir eksistensi Jepang di Wisselmeren. Akibat dari aksi-aksi yang

disebabkan oleh tentara Jepang di tengah orang Me, telah membawa dampak.

Adapun sesuai realita, yang terjadi adalah dampak personal, sosial (terkhusus

perubahan sikap dan perilaku terhadap sesama penduduk lokal, terhadap orang

Belanda, dan Zending), dan ekonomi selain adanya penutupan pos pemerintah dan

terhentinya kerja para misionaris di Wisselmeren dengan kedatangan Jepang.

Semua kondisi buruk yang membawa perubahan cepat ini membuat penduduk

lokal selanjutnya bekoalisi untuk mengusir Jepang dari Wisselmeren.

Orang Me dari berbagai kampung selanjutnya bersatu dan menyerang pos-

pos Jepang. Banyak dari penduduk lokal bersembunyi di hutan, jalan, dan danau

menjaga para tentara Jepang. Akhirnya perang tersebut dimenangkan oleh

penduduk lokal. Namun, kenyataan di balik itu sebagian tentara Jepang tidak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

81

dibunuh. Akhir dari peperangan tersebut, seorang pembesar tentara Jepang yang

disebut orang Me bernama Tuwauto memimpin sebuah upacara Darouto sebagai

tanda berakhirnya masa pendudukan Jepang di Wisselmeren 1944.

Pada akhirnya penjajahan Jepang di Onderafdeling Wisselmeren

membawa perubahan terhadap sikap dan perilaku orang Me atas dampak dari

aksi-aksi Jepang. Realita yang terjadi di tengah masyarakat Me semenjak

kedatangan Jepang menjadi 1 hal yang penting diamati. Akibatnya, ini dapat

menjadi penghambat kerja 2 lembaga yang telah bekerja sebelumnya di

Wisselmeren, yakni pemerintah Belanda dan Zending. Walau tidak dapat

dipungkiri bahwa perubahan yang dibawa orang asing akan masuk perlahan di

antara orang Me. Namun yang pasti, kebencian terhadap sesama masyarakat Me

yang mulai tumbuh adalah prodak dari perlakuan keras tentara Jepang dan sikap

tidak peduli para orang asing yang datang ke Wisselmeren. Kejadian ini adalah

gambaran dari perubahan sikap sesungguhnya yang dirasakan orang Me, dan

dampaknya masih dirasakan bahkan setelah penjajahan Jepang itu berakhir.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Bijlmer, DR. H.J.T., 1938. Naar De Achterhoek Der Aarde : De Mimika-


Expeditie Naar Nederlandsch Nieuw Guinee. Amsterdam : Scheltens &
Giltay.

Bruijn, Jean Victor, 1978. Het Verdwenen Volk. Bussum : Van Holkema &
Warendorf.

Ballard, Chris, Vink, Steven dan Ploeg, Anton (ed), 2001. Race to the Snow
: Photography and the Exploration of Dutch New Guinea, 1907-1936.
Amsterdam : Royal Tropical Institute.

Dudung Abdurahman, 2007. Metodologi Penelitian Sejarah. Yogyakarta : Ar-


Ruzz Media.

Drooglever, P. J., 2010. Tindakan Pilihan Bebas! : Orang Papua Dan Penentuan
Nasib Sendiri. Yogyakarta : Kanisius.

Fajriudin Muttaqin, Dkk, 2015. Sejarah Pergerakan Nasional. Bandung :


Humaniora Utama Press.

Giay, Benny, 1995. Zakheus Pakage and His Communities : Indigenous Religious
Discourse, Socio-Political Resistence, and Athnohistory of the Me of Irian
Jaya. PhD Dissertation, Department of Cultural Anthropology/Sociology
of Development, Free University. Amsterdam.

______, 1998. Gembalakanlah Umatku : Gereja Kemah Injil (Kingmi) Irian Jaya
Dalam Masyarakat yang Tengah Berubah. Jayapura : Deiyai.

Gobay, Pdt. Jhon, 2008. Amanat Agung di Tanah Papua 1939-1962. Bandung :
Yayasan Kalam Hidup.

Harry J. Benda, 1980. Bulan Sabit dan Matahari Terbit ; Islam Indonesia Pada
Masa Pendudukan Jepang. Diterjemahkan, Daniel Dhakidae. Jakarta :
Pustaka Jaya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

83

Herabudin, 2015. Pengantar Sosiologi. Badung : Pustaka Setia.

Jacobs, Karen, 2011. Collecting Kamoro : Objects, Encounters And


Representation In Papua (Western New Guinea). Leiden : Sidestone Press.

Koentjaraningrat dan Harsja W Bachtiar, 1963. Penduduk Irian Barat. Jakarta :


PT Penerbitan Universitas.

Kurasawa, Aiko, 2015. Kuasa Jepang Di Jawa : Perubahan Sosial Di Pedesaan


1942-1945. Jakarta : Komunitas Bambu.

Lumintang, Onnie, P. Suryo Haryono, Restu Gunawan, dan Dwi Ratna


Nurhajirini, 1997. Biografi Pahlawan Nasional Marthin Indey dan Silas
Papare. Jakarta : Direktorat Jenderal Kebudayaan.

Muller, Kal, 2008. Mengenal Papua. Daisy World Books.

Martin Slama dan Munro, Jenny, 2015. From ‘Stone-Age’ To ‘Real-Time’:


Exploring Papuan Temporalities, Mobilities And Religiosities. Canberra :
ANU Press.

Netherlands. Dept. Van Overzeese Rijksdelen, 1956. Vademecum voor


Nederlands-Nieuw-Guinea 1956. Den Helder : Gedruk Bij N.V. Drukkerij
V/H C. De JR.

Nakamura, Mitsuo, 1983. Bulan Sabit Muncul Dari Balik Pohon Beringin : Studi
Tentang Pergerakan Muhammadiyah Di Kotagede, Yogyakarta.
Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Prof. Dr. Suhartono, NY. Kaigun Angkatan Laut Jepang, Penentu Krisis
Proklamasi. Yogyakarta : Kanisius.

Pospisil, Leopold, 1963. The Kapauku Papuans of West New Guinea. New York :
Holt, Rinehart and Winston.

Pigay, Decki Natalis, 2000. Evolusi Nasionalisme Dan Sejarah Konflik Politik Di
Papua. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan.

Pigay, Ev. Ruben Gotai, 2008. Mungkinkah Nilai-nilai Budaya Hidup Suku Mee
Bersinar Kembali?. Jayapura : Deiyai.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

84

Parera, Anna, Desy PM.F, Saberia Usmany, dan Sinaga, Rosmaida, 2013.
Sausapor : Saksi Sejarah Perang Dunia II di Kabupaten Tambrauw
Provinsi Papua Barat. Yogyakarta : Kepel Press.

Pigai, Benny Makewa, 2015. Menjadi Gereja Penabur Benih di Tanah Papua :
Sejarah, Kenangan Kehidupan dan Pelayanan Perintis Gereja Kemah
Injil (Kingmi) Tanah Papua. Jayapura : Deiyai.

Ricklefs, M.C., 2008. Sejarah Indonesia Modern 1200-2008. Terjemahan dari, A


history of Modern Indonesia Since c. 1200, Fourth Edition, 2008. terbitan
Palgrave, cet. 1. Jakarta : PT. Ikrar Mandiriabadi.

Simon dan Schuster, 1944. A War Atlas for Americans (edisi II). New York :
Published for Council on Books in Wartime.

Soerjono Soekanto, 1982. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : CV Rajawali.

______, 1983. Teori Sosiologi Tentang Perubahan Sosial. Jakarta : Ghalia


Indonesia.

Sartono Kartodirdjo, 1995. Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodologi Sejarah.


Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

Selo Soemardjan, 2009. Perubahan Sosial Di Yogyakarta. Jakarta : Komunitas


Bambu.

Singh, Bilveer, 2011. Papua : Geopolitics and the Quest for Nationhood. New
Brunswick and London : Transaction Publishers.

ARTIKEL DAN JURNAL

The Pioneer.

The conversion of Weakebo. By: Giay, Benny, Journal of Pacific History,


00223344, Sep99, Vol. 34, Edisi 2.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

85

SKRIPSI

Giay, Ligia Judith, 2011. “Pemerintah Belanda, Orang Mee, Zending C&MA Di
Onderafdeling Wisselmeren 1938-1956”. Skripsi, Yogyakarta : Universitas
Sanata Dharma.

WEB

darleneroseorg/1938.htm.

http://www.cmalliance.org/about/history/in-the-line-of-fire/diebler.

Http://Factsanddetails.Com/Indonesia/History_And_Religion/Sub6_1c/Entry-
3954.Html#Chapter-1.

http://countrystudies.us/indonesia/15.htm.

http://www.junglepimpernel.nl/pages/De-achtergrond.html.

https://socialhistory.org/en/collections/new-guinea/jean-victor-ruijn?language=nl.

http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=5&jd=Kisah+Auki+Membawa+M
isionaris+Pater+Tillemans+ke+Meeuwo&dn=20170914191508.

http://histclo.com/essay/war/ww2/cou/island/pac/ngu/east/islamd/w2nge-
noem.html.

http://pacificinstitute.anu.edu.au/sites/default/files/resources-links/NGRB/38.pdf.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

DAFTAR ISTILAH

Afdeling
Kota administrasi zaman Belanda yang setingkat dengan kabupaten.

CAMA/ C&MA (Christian and Missionary Alliance)


Sebuah denominasi Protestan evangelikal yang berbasis di New York, Amerika.
Misi CAMA mulai bekerja di Hindia Belanda dalam 1929, yang di bawa Dr.
Robert Alexander Jaffray.

Gunseibu
Nama Angkatan Darat Jepang pada masa Perang Dunia II.

Jungle Pimpernel
Sebutan yang diberikan kepada de Bruijn atas keberhasilannya menjalankan
operasi Oaktree selama pendudukan Jepang di Nieuw Guinea Belanda, dengan
bersembunyi dan bertahan hidup di hutan pegunungan tengah Papua bersama
penduduk lokal di sana.

Jugun lanfu/ianfu
Satu istilah yang digunakan untuk merujuk kepada perempuan yang menjadi
korban perbudakan seks selama Perang Dunia II di wilayah jajahan Jepang.

Kode Oaktree
Operasi ini adalah operasi militer Belanda di Nieuw Guinea selama Perang Dunia
II. Dipimpin oleh kontroler J.V. de Bruijn pada masa pendudukan Jepang,
khususnya saat lari dari tentara Jepang di Onderafdeling Wisselmeren, Nieuw
Guinea Belanda.

Keibodan
Sabuah Barisan Pembantu Polisi yang dibentuk pada 29 April 1943. Ini bertujuan
untuk membantu polisi Jepang pada masa penjajahan Jepang di Indonesia.

Me manaa
Berarti bahasa Me.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

87

Mege atau kapaukumege/cowri


Dikenal sebagai cowrie dalam bentuk yang berbeda setelah kedatangan orang
Belanda. Alat penukar yang dipakai orang Me ini, nilainya dapat ditentukan dari
bentuk serta ukuran dari mege. Alat tukar ini masih dipakai orang Me hingga
tahun 1980-an.

Minseifu
Nama Angkatan Laut Jepang pada masa Perang Dunia II.

NNGPM (Nederlands Nieuw Guinea Petroleum Maatschappij)


Sebuah perusahaan sumber daya alam yang menetap pertama di Babo tahun 1935
dalam eksplorasi wilayah Papua.

NICA (Nederlands Indies Civil Administration)


NICA dibentuk di Australia pada 3 April 1944 yang bertugas menghubungkan
Pemerintah Kolonial Hindia Belanda di pengasingan dengan Komando Tertinggi
Sekutu di Wilayah Pasifik Barat Daya (SWPA/South West Pacific Area).

NEFIS (Netherlands Forces Intelligence Service)


Sebuah dinas intelijen militer Belanda yang selama Perang Dunia II bertugas
mengumpulkan informasi terkait Hindia Belanda.

Onderafdeling
Sebuah distrik yang dipimpin seorang kontroler Belanda.

Ogai
Dalam bahasa Indonesia disebut tuan, ialah sebutan yang diberikan orang Me
terhadap misionaris, orang-orang di pemerintahan, orang Eropa, orang Indonesia,
dan penduduk lokal yang bekerja pada Belanda di Onderafdeling Wisselmeren.

Romusha
Sebuah panggilan bagi orang-orang Indonesia yang dipekerjakan secara paksa
pada masa penjajahan Jepang di Indonesia dari tahun 1942 hingga 1945.

Seinendan
Sebuah organisasi barisan pemuda yang dibentuk tanggal 9 Maret 1943 oleh
tentara Jepang di Indonesia. Tujuannya untuk mendidik dan melatih para pemuda
agar dapat mempertahankan tanah airnya dengan kekuatan sendiri.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

88

Tonowi
Satu golongan orang-orang kaya yang memiliki banyak mege, lahan yang luas,
dan peliharaan berupa ternak babi yang banyak. Terkadang mereka juga dapat
menjadi pemimpin perang antar kampung dan penengah masalah di tengah suku
Me.

The Christian Workman


Sebuah badan misi kristen protestan yang bertempat di Belanda. Misi ini dibawa
oleh Carl Wilhelm Ottow (1827-1862) dan Johann Gottlob Geissler (1830-1870)
ke Manokwari, Papua pada 5 Februari 1855.

The Pioneer
Artikel resmi CAMA yang mulai dipublikasikan pada tahun 1929. Editor
pertamanya adalah perintis misionaris C&MA di Indonesia, R. A. Jaffray yang
menulis banyak artikel dari tahun 1929-1941. The Pioneer secara resmi
dihentikan pada tahun 1995.

Yuwo
Pesta rakyat, dimana orang memperjualbelikan harta benda mereka kepada
sesama masyarakat. Pada dasarnya ini juga semacam pasar tradisional yang
khusus menjual babi dan biasanya dilakukan oleh orang-orang yang mempunyai
banyak ternak. Terkadang mereka juga menjual kerajinan tangan, menjadi tempat
bertemu keluarga serta yang paling penting adalah saling mencukupi kebutuhan
masing-masing.

Zending
Berasal dari bahasa Belanda yang berarti pekabaran Injil (pekabaran Kristen dan
Katolik), adalah usaha-usaha para misionaris untuk menyebarkan agama Nasrani.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

LAMPIRAN

Gambar .1. Wisselmeren atau Paniai di peta Papua. (Sumber : Australian National
University).

Gambar .2. Daerah yang didominasi oleh orang Ekagi atau Me adalah bagian yang
diberi tanda warna kuning. (Sumber :
http://pacificinstitute.anu.edu.au/sites/default/files/resources-links/NGRB/38.pdf.
diunduh pada 07 Juni 2018).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

90

Gambar.3. Ekspedisi H.J.T. Bijlmer dan gubernur sipil S. van der Goot 1935,
terlihat mereka sedang berbincang dengan sekelompok orang Me yang baru
ditemui. (Sumber : Tropen Museum Volkenkunde).

Gambar.4. H.J.T. Bijlmer berfoto bersama seorang Me yang ditemuinya dalam


ekpedisi ke daerah orang Me, 1935. (Sumber : Australian National University).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

91

Gambar.5. Pemandangan Wisselmeren dari udara yang ditangkap F. Wissel, 1937.


(Sumber : KITLV).

Gambar.6. Peta daerah Wisselmeren lengkap dengan 3 Danau Wissel yang ditulis
tangan oleh W. Cator 1937. (sumber : KITLV).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

92

Gambar.7. Pemandangan Wisselmeren 19 Januari 1939, oleh de Bruijn. (Sumber :


Buku Jean Victor Bruijn, 1978. Het Verdwenen Volk.).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

93

Gambar.8. Foto bersama, dari kiri ke kanan 1. Asisten eksekutif Ambon Sitanala,
2. Misionaris Amerika Walter Post, 3. Istrinya Viola Post, 4. de Bruijn, 5.
Misionaris Amerika mrs. Darlene Deibler, 6. Operator radio Jawa bernama Dardi,
7. Dokter asal Gorontalo bernama Dunda, 8. Misionaris Amerika Russel Deibler,
bersama orang Ambon, polisi lapangan asal Kei, seorang agen lansekap Papua,
seorang guru Ambon, dan pembantu misi asal Dayak. Sebelum evakusi pertama
1940, saat terjadi invasi Jerman ke Belanda. (Sumber : buku Jean Victor Bruijn,
1978. Het Verdwenen Volk).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

94

Gambar.9. Foto atas ; de Bruijn bersama sebagian polisi yang tergabung dalam
NEFIS (Netherlands Forces Intelligence Service), Oaktree, beserta para pengawal
lokal. Foto bawah: Boejani beserta keluarganya. Ia adalah agen rahasia de Bruijn
yang banyak melaporkan tentang gerak Jepang di Wisselmeren. (Sumber : buku
Jean Victor Bruijn, 1978. Het Verdwenen Volk).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

95

Gambar.10. Sebuah pesta peringatan hari ulang tahun ratu Belanda yang diadakan
de Bruijn bersama para pengawalnya, orang Me, dan Migani di Bilorai
(Kabupaten Intan Jaya sekarang) pada 31 Agustus 1943, di saat pelarian dari
tentara Jepang di Wisselmeren. (Sumber : KITLV).

Gambar.11. Ilustrasi dari orang Me yang menandu tentara Jepang memakai


perahu lokal di Kampung Detauwo. (Sumber : Buku Ev. Ruben Gotay Pigay,
2008. Mungkinkah Nilai-nilai Budaya Hidup Suku Mee Bersinar Kembali?).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

96

Gambar.12. Ilustrasi dari Amakatuma Pigai yang di potong dengan parang oleh
seorang tentara Jepang. (Sumber : Buku Ev. Ruben Gotay Pigay, 2008.
Mungkinkah Nilai-nilai Budaya Hidup Suku Mee Bersinar Kembali?).

Gambar.13. Hollandia di bom bardir tentara Sekutu 1944. (Sumber :


http://www.gettyimages.fi/detail/news-photo/bombs-from-the-5th-us-air-force-
fall-on-the-japanese-held-news-photo/3272169#circa-1944-bombs-from-the-5th-
us-air-force-fall-on-the-japanese-held-picture-id3272169, diunduh pada 20 April
2017).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

97

Gambar.14.Tampak kapal milik Sekutu terisi perlengkapan perang yang penuh


sesak dalam perjalanan menuju ke Sausapor untuk ditaklukan. Ini adalah kota
terakhir di Nieuw Guinea Belanda yang berhasil direbut Sekutu dari tentara
Jepang. (Sumber : https://catalog.archives.gov/id/513184, diunduh pada 03
Januari 2018).

Gambar.15. Pintu goa tanah Jepang di bukit Pokebiyo, kampung Deyatei saat ini.
Terlihat tidak terawat dan mulai menyusut. (Sumber : Pribadi).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

98

DAFTAR NARASUMBER

Pengumpulan sumber ini dilakukan dengan teknik wawancara terstruktur

tentang Pendudukan Jepang di Onderafdeling Wisselmeren. Adapun narasumber

yang telah diwawancarai ialah ;

No Nama L/P Usia Profesi Alamat

1 Pdt. Ruben Gotai L 82 Tahun Pendeta Jayapura


Pigay (Saksi
Sejarah)
2 Bernadus Pigome L 98 Tahun Majelis Paniai
(Saksi Sejarah) Gereja/Petani
3 Pdt. Sem Tebai L 74 Tahun Pendeta Paniai

4 Karo Mote P 81 Tahun Guru Sekolah Paniai


Minggu/Petani
5 Makewa Pigai L 66 Tahun PNS Paniai
6 Silas Egupa, S.Sos L 51 Tahun PNS Paniai

7 Marten Pigome L 94 Tahun Pensiunan Guru Paniai


(Saksi Sejarah)
8 Silas Doo L 91 Tahun Petani Paniai
(Saksi Sejarah)
9 Demia Degei L 31 Tahun Petani Paniai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

99

Profil Singkat Para Saksi Sejarah

Bernadus Pigome, lahir di Paniai Barat, 1920. Ia belum pernah


mengenyam pendidikan. Semasa muda, bekerja sebagai tukang kayu. Kini, dia
adalah pensiunan Majelis Gereja Maranatha, kampung Uwodege, Paniai Barat
(atau petani).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

100

Marten Pigome, lahir di Paniai 1924. Ia mengenyam pendidikan dasar di


SR (Sekolah Rakyat), lalu melanjutkan ke YMPPS (Yongens and Meyers
Perppolks Schoool) di Gakokebo, dan menyeselaikan sekolah SGB (Sekolah Guru
Bawah). Setelah mendapatkan gelar sebagai seorang pengajar, ia lalu ditugaskan
di Hitigima, Wamena 1967, sekaligus membuka SD YPPGI dan mengajar di sana
hingga pensiun.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

101

Silas Doo, lahir di Paniai 1927. Ia belum pernah mengenyam pendidikan,


sehingga ia menghabiskan hidupnya sebagai seorang petani di kampungnya
Okaitadi, Paniai Barat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

102

Pdt. Ruben Gotai Pigay, lahir di Paniai 1936. Pernah belajar di SR,
kampung Okaitadi. Ia selanjutnya dikirim ke PMS (Primaire Midle Bare School),
Kota Raja, Hollandia (kini Jayapura), dan melanjutkan ke HBS (Hoogere
Burgerschool). Ia sempat melanjutkan pendidikan ke tingkat universitas di
UNCEN (Universitas Cenderawasi), namun tidak menyelesaikannya. Ia
selanjutnya mengikuti sebuah kursus kependetaan bersertifikat dan bertugas
sebagai seorang pendeta hingga pensiun di gereja Eklesia Pos 7, Sentani,
Jayapura.

Anda mungkin juga menyukai