Anda di halaman 1dari 2

Kerajaan Gowa Tallo

Kerajaan Gowa mulai dikenal pada tahun 1320 pada masa Tumanurunga. Sebelum
Tumanurunga, di wilayah tersebut terdapat persekutuan Sembilan kerajaan yang biasa disebut
Kasuwiyang Salapanga (Kasuwiang Tombolo, Lakiung, Samata, Parang-parang, Data, Agang
Je’ne, Bisei, Kalling, dan Sero).1
Tumanurunga disebut sebagai Raja perempuan yang kharismatik dan menikah dengan
Karaeng Bayo. Pada akhir abad ke XV, Gowa diperintah oleh Tunatangka Lopi yang membagi
wilayah kerajaannya menjadi dua untuk anaknya Bhatara Gowa dan Karaeng Loe Ri
Paccelekang. Bhatara Gowa melanjutkan kerajaan Gowa dan meliputi wilayah Paccelekang,
Patassalang, Bontomanai Ilau, Bontomonay Iraya, Tombolo, dan Mangasa. Sedangkan adiknya,
Karaeng Loe Ri Sero mendirikan kerajaan baru bernama Tallo dengan wilayah meliputi
Saumata, Pannampu, Moncong Loe, dan Parang Loe.
Kedua kerajaan ini sering bertikai seperti halnya dulu kerajaan Jenggala dan Panjalu.
Pertikaian dan peperangan ini baru berakhir pada masa Raja Gowa IX Karaeng Tumapakrisik
Kallona yang berhasil mengalahkan Raja Tallo III I Mangayaoang Berang Karaeng Tunipasuru.
Raja Tallo dijadikan sebagai Karaeng Tumabbicara Butta atau Mangkubumi kerajaan Gowa.
Pada masa Tumapakrisik Kallona inilah Gowa-Tallo menjadi besar dan menaklukkan wilayah
sekitarnya dengan system pemerintahan mirip Majapahit, Mandala. Mandala Gowa diantaranya
yaitu Garassi, Katingan, Mandalle, Parigi, Sidenreng, Siang, Lempangan, Takalar, Marusu,
Campaga, Panaikang, Selayar, Bulukumba, Jipang, Galesong, dan lainnya. Pada masa ini pula
aktivitas Portugis mulai terlihat setelah berhasil menaklukkan Malaka. Sehingga Sang Raja
membuat benteng Somba Opu (1525).
Pada masa Ankana, Raja Gowa X, Karaeng Tunipallangga Ulaweng (1546), benteng
pertahanan diperkuat dan diperbanyak di wilayah Tallo, Ujung Tanah, Ujung Pandang, Mariso,
Panakukang, Garassi, Galesong, Barombong, Anak Gowa, dan Kalegowa. Pada masa Ulaweng,
orang Makassar mulai membuat peluru, mencampur logam dan membuat batu bara.
Yang pertama memajaan buat perisai besar menjadi kecil, memendekkan gagang tombak
dan membuat peluru Palembang. Tunipallangga Ulaweng juga menyerang Raja Bone namun
gagal. Ekspansi Ulaweng diteruskan oleh putranya yaitu Tonibatta (1565) yang langsung

1
Apriani, “Lontara Bilang sebagai Sumber Sejarah Kerajaan Lontar” . Makassar: 2014. Hlm. 18
menyerang Bone saat 40 hari masa jabatannya. Namun, Tonibatta gagal dan meninggal sehingga
diadakanlah perjanjian perdamaian Gowa-Bone yang disebut Ulukanaya ri Caleppa.
Bahkan, Raja Bone turut menghadiri pelantikan Raja Gowa XII, Manggorai Daeng
Mammeta Karaeng Bontolangkasa Tonijallo. Tonijallo atau I Manggorai disebut menikah
dengan putri kerajaan Bima yang kemudian salah satu wilayah kerajaan Bima dinamakan
Manggarai. Kemudian, salah satu pasukan Gowa yang dipimpin wanita bernama Jamila Daeng
Tamema menuju Manggarai dan menaklukkan beberapa kerajaan kecil dan mendirikan kerajaan
Manggaeai. Jamila Daeng diangkat menjadi Raja dengan gelar Papu Jamila.
Bone pada waktu itu membentuk aliansi tiga kerajaan yang disebut Tellunpoccoe. Hal itu
dianggap ancaman oleh Tonijallo sehingga diadakanlah serangan ke Tellunpoccoe dua kali (1583
dan 1590), keduanya gagal dan Tonijallo juga tewas. Kemudian Tonipasulu naik tahta dan hanya
tiga tahun menjabat karena banyak terjadi pembunuhan dan penyelewengan.
Tonipasulu digantikan oleh Mangenrangi Daeng Manrabia yang masih berusia 7 tahun.
Oleh karena itu, kerajaan dikendalikan oleh Raja Mangkubumi Tallo I Mallingkaeng Daeng
Manyonri yang masuk Islam dan berubah nama menjadi Sultan Abdullah Awwalul Islam.
Selanjutnya, Raja Gowa pun turut mengucap syahadat dan bergelar Sultan Alauddin (1605).2

2
Ibid, Hlm. 30

Anda mungkin juga menyukai