1. Definisi
Menurut FI IV, salep mata adalah salep yang digunakan pada mata, di mana sediaan
dibuat dari bahan yang sudah disterilkan dengan perlakuan aseptik yang ketat serta memenuhi
syarat uji steril. Salep mata adalah salep yang digunakan pada mata. Pada pembuatan salep
mata harus diberikan perhatian khusus. Sediaan dibuat dari bahan yang sudah disterilkan
dengan perlakuan aseptik yang ketat serta memenuhi syarat uji sterilitas (Anonim, 1995, hal:
12).
Salep mata adalah salep yang digunakan pada mata. Pada pembuatan salap
mata harus diberikan perhatian khusus. Sediaan dibuat dari bahan yang sudah
disterilkan dengan perlakuan aseptik yang ketat serta memnuhi syarat uji sterilitas. Bila bahan
tertentu yang digunakan dalam formulasi salap mata tidak dapat disterilkan dengan cara
biasa, maka dapat digunakan bahan yang yang memenuhi syarat uji sterilitas dengan
pembuatan secara aseptik. Salep mata mengandung bahan atau campuran bahan yang sesuai
untuk mecegah pertumbuhan atau memusnahkan mikroba yang mungkin masuk secara
tidak sengaja bila wadah dibuka pada waktu aplikasi penggunaan, kecuali dinyatakan lain
dalam monografi, atau formulanya sendiri sudah bersifat bakteriostatik. (Goeswin, 2009)
Obat biasanya dipakai untuk mata untuk maksud efek lokal pada pengobatan bagian
permukaan mata atau pada bagian dalamnya. Yang paling sering digunakan adalah larutan
dalam air, tapi bisa juga dalam bentuk suspensi, cairan bukan air dan salep mata. Berbeda
dengan salep dermatologi salep mata yang baik yaitu :
a. Steril
b. Bebas hama/bakteri
d. Difusi bahan obat ke seluruh mata yang dibasahi karena sekresi cairan mata.
e. Dasar salep harus mempunyai titik lebur/titik leleh mendekati suhu tubuh (Ansel,1989)
Salep mata bekerja pada kelopak mata, kelenjar sebasea, konjungtiva, kornea dan iris.
Penggunaan salep mata ini memiliki keuntungan dan kerugian diantaranya adalah:
a. Keuntungan
1) Dapat memberikan bioavailabilitas lebih besar daripada sediaan larutan dalam air yang
ekuivalen.
3) Waktu kontak yang lebih lama sehingga jumlah obat yang diabsorbsi lebih tinggi.
b. Kerugian
2) Dari tempat kerjanya yaitu bekerja pada kelopak mata, kelenjar sebasea, konjungtiva,
kornea dan iris.
Dasar salep pilihan untuk salep mata harus tidak mengiritasi mata dan harus
memungkinkan difusi bahan obat ke seluruh mata yang dibasahi karena sekresi cairan mata.
Dasar salep mata yang digunakan juga harus bertitik lebur yang mendakati suhu tubuh.
Dalam beberapa hal campuran dari petroletum dan cairan petrolatum (minyak mineral)
dimanfaatkan sebagai dasar salep mata. Kadang-kadang zat yang bercampur dengan air seprti
lanolin ditambahkan kedalamnya. Hal ini memungkinkan air dan obat yang tidak larut dalam
air bartahan selama sistem penyampaian (Ansel,1989).
Oculenta, sebagai bahan dasar salep mata sering mengandung vaselin, dasar absorpsi
atau dasar salep larut air. Semua bahan yang dipakai untuk salep mata harus halus, tidak enak
dalam mata. Salep mata terutama untuk mata yang luka. Harus steril dan diperlukan syarat-
syarat yang lebih teliti maka harus dibuat saksama. Syarat oculenta adalah:
b. Dasar salep tidak boleh merangsang mata dan harus memberi kemungkinan obat
tersebar dengan perantaraan air mata.
d. Salep mata harus steril dan disimpan dalam tube yang steril (Anief, 2000, hal:
117).
2. Metode – metode sterilisasi ( 2 pustaka )
1. Sterilisasi Fisik
1) Pemanasan kering.
Bahan yang karateristik fisiknya tidak dapat disterilkan dengan uap destilasi dalam
udara panas. Oven yang termasuk dalam bahan ini adalah minyak
lemak, paraffin, petrolatum cair, gliserin, propileglikol. Serbuk steril seperti talk, kaolin dan
ZnO, beberapa obat yang lain sebagai tambahan sterilisasi panas kering adalah metode yang
paling efektif untuk alat-alat dan banyak alat-
alat bedah ini harus di tekankan bahwa minyak lemak, petrolatum, serbuk kering dan bahan
yang sama tidak dapatdi sterilisasi dalam autoklaf. Salah satu elemen penting dalam
sterilisasi dengan menggunakan uap autoklaf. Suhu yang biasa di gunkan pada sterilisai panas
kering 160°C paling cepat 1 jam tapi lebih baik 2 jam, suhuini di gunakan secara khusus
untuk sterilisasi minyak lemakatau cairan anhidrat lainnya.
Bahan kimia yang stabil dalam ampul bersegel dapatdi sterilisasi dengan
mencelepukanya dalam penangas yang berisi minyak mineral pada suhu 162°C larutan jenuh
panas dari natrium atau ammonia klorida dapat juga digunakan sebagai pasteurisasi ini
merupkan metode yang mensterilisasi alat-alat bedah. Minyak dikatakan bereaksi sebagai
lubrikan, untuk menjaga alat tetap tajam, dan untuk melihat zat penutup.
c) Pemijaran langsung
Pemijaran langsung digunakan untuk melestarikan spatula logam, batang gelas, filter
logam bekerfield dan filter bakteri lainnya. Dalam semua kasus bagian
yang paling kuat 20 detik. Dalam keadaan darurat amul dapat disterilisasi dengan
mempasiskan bagian leher ampul kearah bawah lubang kawat keranjang dan dipijarkan
langsung.
2) Panas Lembab.
a) Uap bertekanan
Penggunaan uap bertekanan atau metode sterilisasi yang paling umum memuaskan
efektif yang ada. Merupakan metode yang di inginkan untuk sterilisasi larutan yang di
tujukan untuk infeksi pada tubuh, pembawa sediaan mata, bahan gelas. Untuk penggunaan
darurat, pakaian dan alat kesehatan.
Kerugian yang paling prinsip dari penggunaan uap ini adalah ketidaksesuaiannya
untuk penggunaan bahan-bahan sensitif. Metode ini tidak dapat digunakan untuk sterilisasi
misalnya produk yang di buat dari basis minyak dan serbuk. Metode ini mampu membunuh
mikroorganisme pada suhu 120°C dan dalam
waktu ½ menit dapat menghancurkan spora vegetatif yang tahan terhadap pemanasan tinggi.
d) Air mendidih
Penangas air mendidih mempunyai kegunaan yang sangat banyak dalam sterilisasi jarum
spoit, penutup karet dan alat bedah. Bahan-bahan ini tertutupi oleh air mendidih dan harus
mendidih kurang lebih 20 menit, setelah sterilisasi bahan-bahan dipindahkan dan air dengan
pinset yang telah disterilkan menggunakan pemijaran untuk meningkatkan efisiensi
pensterilan dari air 5% fenol, 1-2% Na-carbonat atau 2-
3% larutan kresol tersaponifikasi yang menghambat bahan-bahan logam.
Sinar ultra violet umumnya digunakan untuk mengurangi kontaminasi di udara dan
pemusnahan selama proses dilingkungan, aksi letal ketika sinar UV melewati bahan, energi
bebas ke elektron orbital dalam atom-atom dan mengubah ke area kereaktifannya.
Sterilisasi dengan filter bakteri digunakan untuk larutan farmasetik atau bahan biologi
yang di pengaruhi oleh pemanasan, berbeda dengan filtrasi lainnya. Filtrasi bakteri ditujukan
untuk filtrasi bebas bakteri. Metode sterilisasi ini membutuhkan penggunaan teknik aseptik
yang benar. Sediaan obat yang disterilkan dengan metode ini membutuhkan penggunaan
bahan bekteriostatik kecuali diarahkan lain.
1) Perlakuan Fisik
Beberapa cara pemanasan basah yang dapat membunuh mikroorganisme, karena panas basah
dapat menyebabkan denaturasi protein, termasuk enzim-enzim dalam selmikroorganisme.
3) Pemanasan kering
Pemanasan kering sering digunakan dalan sterilisasi alat–alat gelas dalam laboraturium
dimana digunakan oven suhu 160-180°c selama 1,5-2 jam dengan sistem udara statis.
4) Radiasi
Sterilisasi gas merupakan cara untuk menghilangkan mikroorganisme atau uap yang
membunuh mikroorganisme dan sporanya cara ini sering di sebut disinfeksi dan aktiseptik,
bahan kimia ini menimbulkan pengaruh yang lebih selektif terhadap mikroorganisme dimana
sterilisasi dengan gas berjalan lambat, wakru sterilisasi tergantung pada keberadaan
kontaminasi,kelembaban temperatur dan konsentrasi dari gas etilenoksida.Konsentrasi
minimum adalah 450 mg /1 pada 27 psi.
7) Filter seitz
Dibuat dari bahan asbes yang di jepit pada dasar wadah besi,keuntungan dari filter ini
adalah lapisan filter yang dapat di buang setelah digunakan dan masalah pembersih hanya
berkurang. Filter ini mampu dengan volume dari 30 ml hingga lebih dari 100 ml, kerugian
pertama dari filter ini adalah cenderung memberikan komponen magnesium pada filtrat
kedua permuakaan saat lapisanfilter membuat larutan tidak cocok untuk injeksi.
8) Filter swinny
Mempunyai alat terkhusus yang terdiri dari lapisan
asbes, bersama dengan screen dan pencuci, utamanya untuk digunakan filter swinny
dibungkus dengan kertas dan di autoklaf. Bagian yang dipasang dihubungkan pada spoit luer
lola dan cairan dimasukkan melalui disk asbes dengan menggunakan tekanan pada saluran
spoit.
9) Filter Fritted-glass
Disusun dari dasar serbuk, tombol bulat dari gelas digabung bersama dengan penggunaan
panas untuk menentukan sebelumnya ukuran dalam bentuk disk.
Bentuk tube filter pembanding ini yang dihubungkandengan dasar logam dan saluran
keluar tube adalah sama padakeduanya. Di buat dari silikat murni, asbes dan kalsium sulfat.
PORTOFOLIO
SALEP MATA
1. Formulasi:
CHLORAMPHENICOLI OCULENTUM
Komposisi :
Chlorampenicolum 10 mg
Nipagin 0,1
Catatan :
2. Monografi Bahan
a. Adeps Lanae FI III hal 61
Pemerian : Zat serupa lemak, liat, lekat, kuning muda atau kuning pucat, agak tembus
cahaya, bau lemah dan khas.
Kelarutan : Praktis tidal larut dalam air, agak sukar larut dalam etanol , mudah larut
dalam kloroform p dan dalam eter p.
Jarak lebur : 360C – 420C
Khasiat : Zat tambahan sebagai basis hidrofobik
b. Chlorampenicol palmitat FI III hal 145
Pemerian : Serbuk hablur halus, licin, putih, bau lemah, rasa tawar
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, larut dalam 45 bagian etanol, dalam 6 bagian
kloroform p dan dalam 14 eter p
Jarak lebur : 1490C - 1530C
pH : 4,5 – 7,5
Stabilitas kloramfenikol : dalam basis salep juga telah diteliti. Itu ditemukan lebih stabil
dalam minyak dalam air emulsi basis daripada air dalam minyak dasar, dan stabilitas
lebih baik dalam basis yang mengandung adeps lanae dibandingkan dengan setil alcohol.
Khasiat : Antibiotikum
c. Paraffinum liquidum FI III hal 474
Pemerian :Kental, transparan, tidak berfluoresensi, tidak berwarna, hampir tidak berbau.
Hampir tidak mempunyai rasa.
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air dan dalam etanol, larut dalam kloroform.
Khasiat : Laksativum.
d. Setil Alkohol FI IV hal 72
Pemerian : Serpihan putih, licin, granul, atau kubus, putih, bau khas lemah, rasa lemah.
Kelarutan : tidak larut dalam air, larut dalam etanol, dan dalam eter, kelarutan bertambah
dengan naiknya suhu.
Jarak Lebur : 45℃-50℃
Stabilitas : Stabil dengan adanya asam,alkali,cahaya,udara,tidak menjadi tengik,harus
disimpan ditempat yang sejuk dan kering.
e. Vaselin Flavum FI III hal 633
Pemerian : Massa lunak, lengket, bening, kuning muda, sampai kuninh, sifat ini tetap
setelah zat dileburkan dan dibiarkan hingga dingin tanpa diaduk. Berfluoresemsi lemah,
juga jika dizairkan, tidak berbau, hampir tidak berasa.
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, dan alam etanol, larut dalm kkloroform dalam
eter minyak tanah.
Titik lebur /titik leleh : 36-60
Stabilitas : Vaselin Kuning adalah bagian stabil darikomponen hidrokarbon alam non-
reaktif, banyak masalah stabilitas terjadikarena adanya sejumlah kecil kontaminan.
Vaselin dapat disterilisasi menggunakan panas. Walaupun Vaselin Kuning dapat
disterilisasi dengan radiasi sinar gamma, proses ini berpengaruh kepada fisik vaselin
Kuning seperti swelling, perubahan warna, bau, dan sifat rheologi.
3. PERHITUNGAN BAHAN
a. Chlorampenicol 10mg
= 0,1 gram
= 0,25 gram
= 0,6 gram
d. Nipagin 0,1
= 0,1 % × 10 gram
= 0,1 gram
= 4 gram
= 10 gram - ( 0,1 gram + 0,05 gram + 0,25 gram + 0,6 gram + 4 gram )
= 10 gram - 5 gram
= 5 gram
Perhitungan Dapar
H3BO3 1,9%=
Na2B4O.H2O 2,6%=
Timbang masing-masing bahan dan dilarutkan masing-masing ad 10 g.
Diperoleh 2 larutan @10ml H3BO3 & Na2B4O.H2O
Diambil 9 ml lar. H3BO3 1,9% dan 1 ml lar. Na2B4O.H2O 2,6%
Diperoleh campuran keduanya lar. Dapar borat pH 7 sebanyak 10ml
Ditambahkan pada sediaan steril dengan menggantikan sisa air yang diperoleh setelah
melarutkan zat tertentu dalam formula
5. Alat dan Bahan :
a. Alat :
1. Timbangan analitik
2. Lap/tissue
3. Mortir- stamper 1
4. Sudip 2
5. Perkamen
6. Pot salep 1
7. Pipet tetes 1
8. Sendok Tanduk 1
9. Spatel logam 1
b. Bahan :
B. Prosedur Pembutan :
1. Disiapkan alat dan bahan
2. Dilakukan sterilisasi awal yang dikerjakan secara aseptis
3. Ditimbang vaselin flavum 5 gram, paraffinum liquidum 4 gram, setil alkohol 0,25
gram
4. Disiapkan 2 cawan, cawan pertama diberi vaselin flavum dan setil alkohol, dan cawan
kedua di beri paraffin liquidum
5. Dimasukkan kedalam oven dengan suku 150℃ ditunggu ± 30 menit hingga seluruh
bahan meleleh
6. Ditimbang chlorampenicol 0,1 gram dan hydrocortison 0,05 gram , digerus kedalam
mortir steril (dengan cara memberi mortir dan stamper sedikit alkohol kemudian
dibakar dengan api)
7. Diangkat cawan-cawan yang berisis bahan basis dan pengikat, kemudian di masukan
kedalam mortir yang berisi choramphenicol dan hydrocortison.
8. Dicampur sampai homogen
9. Di masukkan kedalam tube
7. Evaluasi Sediaan :
Uji evaluasi meliputi uji organoleptis, homogenesis, berat jenis larutan, viskositas
pemeriksaan Ph, uji volume terpindahkan.
1. Uji Organoleptis
Prosedur kerja :
2. Uji Homogenitas
Prosedur kerja :
3. Uji Pemeriksaan Ph
Prosedur kerja :
4. Uji Kebocoran
Prosedur kerja:
7. Uji Viskositas
1. Keuntungan
Tidak menganggu penglihatan ketika digunakan USP XXI menggambarkan 48
larutan mata. Dengan definisi, semua bahan-bahan adalah lengkap dalam larutan,
keseragaman tidak menjadi masalah, hanya sedikit pengaruh sifat fisika dengan
tujuan ini. Salep mata umumnya menghasilkan bioavailabilitas yang lebih besar
daripada larutan berair. (RPS 18 th : 1584)
2. Kerugiaan
Kerugian yang prinsipil dari larutan mata adalah waktu kontak yang relatif singkat
antara obat dan permukaan yang terabsorsi. (RPS 18 th : 1585)
6. Kristalinitas
Kristalinitas dan struktur internal Kristal bahan aktif dapat
mempengaruhi sifat fisikokimia dan fisikomekanik,mulai dari sifat aliran
sampai stabilitas kimia. Kebiasaan Kristal adalah mendeskripsikan penampilan
luar Kristal (bentuk plat,spatula jarum,tabular,dan prismatic),sedangkan
sturktur internal di deskripsikan dengan susunan molekuker . .(Dhadhang
wahyu kurniawan,2009)
7. Polimorfisme
Polimerfisme adalah kemampuan suatu senyawa mengkristalisasi
dalam bentuk lebih dari suatu jenis kristalin dengan perbedaan kisi internal
dapat menyebabkan perubahan internal dapat menyebabkan perubahan
stabilitas kimia, sifat pengolahan, dan ketersediaan hayati.Masalah yang
terkait dengan polimorfisme terkadang dapat diatasi dengan penambahan
eksipien yang memperkambat transformasi, misalnya metilselulosa untuk
novobiosin (antibiotic yang telah di laporkan memiliki perbedaan signifikan
efek terapiotik antara amorv dan kristalin) .(Dhadhang wahyu
kurniawan,2009)
8. Higroskopisitas
Banyak bahan-bahan obat , terutama bentuk-bentuk garam yang larut
dalam air memiliki kecenderungan mengabsorbsi kelembaban udara . Absorbsi
dan keseimbangan lembab (uap air) dapat tergantung pada kelembaban
udara ,temperature, luas permukaan, paparan, dan mekanisme pengambilan
lemab.Bahan-bahan yang mudah mencair , mengabsorbsi air dalam jumlah
cukup untuk melarut sempurna seperti yang terjadi pada senyawa NaCl pada
kondisi yang lembab.Zat-zat higroskopis yang lain mengabsorbsi air karena
terjadi pembentukan hidrat atau terdapat tempat absorbs yang khusus.Pada
sebagian besar bahan higroskopis , perubahan level lembab dapat sangat
mempengaruhi parameter fisikokimia yang vital,seperti stabilitas kimia ,
kemampuan mengalir (floability), dan kemampuan untuk bercampur
(kompatibilitas). .(Dhadhang wahyu kurniawan,2009)
9. Ukuran partikel
Ukuran pratikel bahan obat mempunyai peranan dalam sediaan farmasi
sebab ukuran partikel mempunyai pengaruh yang besar dalam pembuatan
sediaan obat dan juga terhadap efek fisiologisnya.Untuk sediaan infus harus
memiliki ukuran partikel yang kecil karena sediaan infus pemberiannya
langsung kedalam pembuluh darah vena. Jika terdapat ukuran partikel yang
besar dalam infus maka dikhawatirkan akan terjadi penyumbatan atau
gangguan dalam pembuluh darah. .(Dhadhang wahyu kurniawan,2009
1. Monografi bahan :
a. Chloramphenicolum (Kloramfenikol) : FIII Hal 143
Rumus molekul: C11H12Cl2N2O5
Berat molekul: 323,13
Pemerian: Hablur halus berbentuk jarum atau lempeng memanjang; putih
sampai putih kelabu atau kekuningan; tidak berbau; rasa sangat pahit.
Dalam larutan asam lemah, mantap.
Kelarutan: Larut dalam lebih kurang 400 bagian air dalam 2,5 bagian
etanol (95%) P dan dalam 7 bagian propilenglikol P; sukar larut dalam
kloroform P dan dalam eter P.
Kegunaan: bahan aktif (Antibiotikum)
Titik lebur: 149° - 153°
PH: 4,5-7,5
b. Acidum Boricum (Asam borat ): FIII Hal 49
Rumus molekul: H3BO3
Berat molekul: 61,83
Pemerian: serbuk hablur putih atau sisik mengkilap tidak berwarna :
kasar ; tidak berbau ; rasa agak asam dan pahit kemudian manis
Kelarutan: larut dalam 20 bagian air, 3 bagian ai mendidih, dalam 16
bagian etanol (95%) P. dan dalam 5 bagian gliserol P.
Kegunaan: (Antiseptikum ekstern)
c. Natrii Tetraboras (Sodium borat) FIII Hal 427
Rumus moleklul: Na2B4O7.10H2O
Berat molekul: 381,37
Pemerian: Hablur transparan tidak berwarna atau serbuk hablur putih; tidak
berbau. Larutan bersifat basa terhadap fenoltalein. Pada waktu mekar di udara
kering dan hangat, hablur sering dilapisi serbuk earna putih
Kelarutan: Larut dalam air mendidih dan dalam gliserin, tidak larut dalam
etanol.
Indikasi: (Antiseptik)
Aqua Pro Injectione : FIII Hal 97
Pemerian: Cairan jernih idak berwarna tidak berbau, tidak mempunyai rasa
Khasiat: Untuk pembuatan injeksi
2. Perhitungan isotonis
1. Isotonis
Isotonis adalah suatu keadaan pada saat tekanan osmosis obat sama dengan
tekanan osmosis tubuh.
a. Metode perhitngan isotonis:
1. Dengan cara penurunan titik beku
Suatu larutan dinyatakan isotonis degan serum atau cairan mata
jika membeku pada suhu -0,52°C. Untuk memperoleh larutan isotonis,
dapat dihitung dengan rumus berikut:
B=
B =B: bobot zat tambahan (NaCl) dalam satuan gram untuk setiap 100 ml
larutan
b1: PTB zat khasiat
b2: PTB zat tambahan (NaCl)
C: konsentrasi dalam satuan % b/v zat khasiat
V’ = (W x E)100/0,9 = (W x
E)111,1
V’: Volume larutan yang sudah isotonis (ml)
W: Bobot zat aktif (gram)
E: Nilai ekuivalen zat aktif
c. Dengan cara faktor disosiasi
Larutan NaCl 0,9% b/v sudah ditetapkan isotonis dengan cairan tubuh.
Tekanan osmosis larutan sebanding dengan jumlah bagian-bagian dalam larutan.
Dalam larutan encer, dapat dikatakan bahwa garam-garam terdisosiasi.
Dari sebuah molekul NaCl terbentuk dua ion. Jadi, faktor disosiasi NaCl adalah 2;
tetapi, sebetulnya lebih tepat adalah 1,8 karena adanya sedikit keseimbangan reaksi.
(fa / Ma) x a
Fa: faktor disosiasi zat-zat yang mendekati keadaan sebenarnya
Ma: Bobot molekul zat
2. Isohidris
• Isohidris adalah suatu keadaan pada saat pH obat sama dengan pH tubuh.
(pH 7,4)
• Isohidris adalah kondisi suatu larutan zat yang pH-nya sesuai dengan pH
fisiologis tubuh sekitar 7,4.
Tujuan Isohidris
• Meningkatkan stabilitas obat, misal injeksi vit C dan injeksi luminal.
• Mengurangi rasa nyeri dan iritasi.
• Dapat pula menghambat pertumbuhan bakteri.
• Meningkatkan aktivitas fisiologis tubuh; garam alkaloid dan vit B1
menghendaki pH 3-4, adrenalin pH 2-3, dan luminal pH lebih dari 8.
1. Pendapat
Larutan dapar seringkali dipakai di bidang farmasi, khususnya dalam
pembuatan larutan obat mata. Dapar dapat juga dipakai dalam penetapan pH
dengan cara kolorimetri dan untuk studi pembuktian yang memerlukan pH yang
konstan. Gifford menyatakan dua macam larutan, pertama larutan yang
mengandung asam borat dan yang kedua larutan yang mengandung monohidrasi
natrium karbonat. Bila kedua larutan itu dicampur dalam berbagai perbandingan
dapat menghasilkan larutan dapar dengan pH kira – kira 5 – 9.
Sebuah sistem dapar yang disebutkan oleh Palitzsch dan di modifikasi oleh
Hind dan Goyan terdiri dari asam borat, natrium borat dan natrium klorida
secukupnya untuk membentuk larutan yang isotonis. Larutan ini digunakan untuk
larutan obat mata yang berada dalam trayek pH 7 – 9.
2. Produksi
a. Definisi sterilisasi
Sterilisasi adalah menghilangkan semua bentuk kehidupan, baik bentuk patogen,
nonpatogen, vegetatif, maupun nonvegetatif dari suatu objek atau material.
b. Metode Sterilisasi
Ada beberapa metode umum yang digunakan dalam proses sterilisasi, yaitu:
1. Destruksi mikroorganisme
Mikroorganisme akan rusak bila terkena panas langsung. Cara
termudah adalah menggunakan api dengan cara membakar peralatan atau
wadah yang akan dipakai. Cara lain adalah dengan mengoksidasi alat
(biasanya gelas) menggunakan bahan kimia berupa asam nitrat pekat, asam
kromat, atau asam sulfat pekat.
2. Inaktivasi (pembunuhan)
Metode inaktivikasi (pembunuhan) mikroorganisme ini merupakan
eliminasi mikroorganisme tanpa perlu menghancurkan sel secara
sempurna. Hal ini dapat dilakukan dengan :
a. Cara panas kering, basah atau uap
b. Cara radiasi
c. Cara kimia
1. Lantai
Lantai ruangan produksi tablet terbuat dari semen yang dilapisi epoksi
sehingga lantai mempunyai permukaan yang rata, mudah dibersihkan,
tidak menahan partikel, tahan terhadap detergen dan desinfektan.
2. Dinding
Dinding ruangan terbuat dari tembok yang dilapisi dengan epoksi
sehingga permukaan dinding menjadi licin dan rata, kedap air, mudah
dibersihkan, tahan terhadap detergen, desinfektan, tidak menahan partikel
dan tidak menjadi tempat bersarangnya binatang kecil.
3. Langit-langit
Langit-langit ruangan terbuat dari beton yang dilapisi epoksi sehingga
permukaan langit-langit menjadi licin dan rata, kedap air, mudah
dibersihkan, tahan terhadap detergen, tidak menahan partikel.
4. Pengaturan udara
Aliran udara yang digunakan dalam ruangan produksi tablet, kapsul
dan sirup telah melalui sistem AHU (Air Handling Unit). Tekanan udara
diatur sedemikian rupa sehingga tekanan udara pada koridor lebih tinggi
daripada ruang pengolahan.
Ruangan atau tempat penyimpanan :
a) Ruangan atau tempat penyimpanan hendaklah cukup luas, terang dan
memungkinkan penyimpanan bahan dan produk jadi dalam keadaan kering,
bersih dan teratur.
b) Ruangan atau tempat penyimpanan termasuk karantina produk jadi dapat
berupa ruangan, area atau lemari maupun rak.
c) Hendaklah disediakan tempat penyimpanan terpisah bagi bahan-bahan yang
mudah terbakar dan berbahaya lainnya bila ada.
d) Ruangan atau tempat penyimpanan simplisia adalah tempat penyimpanan
simplisia termasuk bahan baku lainnya yang telah memenuhi persyaratan yang
ditentukan, dapat berupa ruangan atau tempat tertutup, misalnya lemari.
e) Ruang penggilingan yang banyak menimbulkan debu hendaklah dilengkapi
dengan fasilitas pengendali debu misalnya dust collector.
f) Jendela dan pintu di ruang pengolahan hendaklah dibuat dari bahan yang tahan
lama, permukaannya rata dan mudah dibersihkan.
g) Ruang atau tempat pengeringan hendaklah terlindung dari pencemaran debu,
serangga dan cemaran lain.
Rancangan bangunan dan penataan gedung harus memenuhi persyaratan sebagai
berikut:
1. Mencegah resiko tercampurnya obat atau komponen obat yang berbeda
2. Kegiatan pengolahan bahan bagi produk bukan obat dipisahkan dari ruang
produksi obat
3. Ruang terpisah untuk membersihkan alat yang dapat dipindah – pindahkan dan
ruang untuk menyimpan bahan pembersih
4. Kamar ganti pakaian berhubungan langsung dengan daerah produksi tetapi
letaknya terpisah
5. Toilet tidak terbuka langsung ke daerah produksi dan dilengkapi dengan
ventilasi yang baik
6. Lokasi bangunan sebaiknya dapat mencegah pencemaran lingkungan di
sekelilingnya seperti pencemaran udara, tanah dan air maupun terhadap
kegiatan disekitarnya.
Saluran air limbah sebaiknya cukup besar dan mempunyai bak control serta
ventilasi yang baik. Lubang pemasukan dan pengeluaran udara, pipa – pipa dan
saluran hendaknya di pasang sedemikian rupa sehingga dapat mencegah timbulnya
pencemaran terhadap produk
Bangunan harus mendapatkan penerangan yang cukup dan mempunyai ventilasi
dengan fasilitas pengendali udara termasuk pengaturan suhu dan kelembaban untuk
kegiatan dalam bangunan. Di samping itu tersedianya tenaga listrik yang memadai
akan menjamin kelancaran fungsi peralatan produksi dan laboratorium.
Pintu yang menghubungkan ruangan produksi dan lingkungan luar seperti pintu
bahaya kebakaran sebaiknya selalu ditutup rapat untuk mencegah masuknya
cemaran. Seluruh bangunan termasuk daerah produksi, laboratorium, gedung dan
koridor serta daerah sekeliling gudang hendaknya dirawat agar selalu bersih dan
rapi. Daerah penyimpanan barang harus cukup luas, terang serta tertata rapi untuk
memungkinkan penyimpanan bahan produk dalam keadaan bersih dan teratur.
Untuk menjamin mutu obat dan kelangsungan produksi, maka penentuan rancang
bangun dan penataan gedung hendaklah dipertimbangkan kesesuaiannya dengan
kegiatan – kegiatan lain. Sehubungan dengan itu, maka daerah produksi di bagi atas
empat kelas, yaitu :
1. Kelas A :
Zona untuk kegiatan yang beresiko tinggi, misalnya zona pengisian, wadah
tutup karet, vial, dan ampul yang terbuka, penyambungan secara aseptic.
Umumnya kondisi ini di capai dengan memasang unit aliran udara laminar
( laminar air flow ) di tempat kerja. Sistem laminar udara hendaklah
mengalirkan udara dengan kecepatan merata berkisar 0,36 – 0,54 m/detik ( nilai
acuan ) pada posisi kerja dalam ruang bersih terbuka. Keadaan laminar yang
selalu terjaga hendaklah di buktikan dan divalidasi. Aliran udara searah
berkecepatan lebih rendah dapat digunakan pada isolator tertutup dan kotak
bersarung tangan.
2. Kelas B :
Untuk pembuatan dan pengisian secara aseptic, kelas ini adalah lingkungan
latar belakang untuk zona kelas A
3. Kelas C dan D :
Area bersih untuk melakukan tahap pembuatan produk steril dengan tingkat
resiko lebih rendah.
7. Metode pembuatan tetes mata
a. Cara pembuatan bila tidak dinyatakan lain dilakukan dengan salah satu cara seperti ini:
1. Cara pertama: obat dilarutkan kedalam cairan pembawa yang mengandung salah
satu zat pengawet yang cocok dan larutan dijernihkan dengan penyaringan.
Kemudiaan dimasukkan kedalam wadah dan di tutup kemudian disterilkan dengan
uap air pada suhu 115° sampai 116° selama 30 menit dalam otoklaf.
2. Cara kedua: obat dilarukan kedalam cairan pembawa berair yang mengandung zat
pengawet yang cocok dan disterilkan dengan cara C, yaitu disterilkan dengan
penyaringan melalui penyaring bakteri steril, lalu dimasukkan kedalam wadah
akhir yang steril dan ditimbang secara aseptis.
3. Cara ketiga: obat dilarutkan kedalam cairan pembawa berair yang mengandung zat
pengawet yang cocok, lalu disaring dan dimasukkan kedalam wadah tertutup rapat
dan disterilkan dengan cara B, yaitu disterilkan dengan pemanasan dengan
bakterisida. Pemanasan dilakukan pada suhu 98°-100° selama 30 menit. Untuk
wadah yang lebih dari 30 ml, sterilisasi diperpanjang hingga seluruh isi tiap wadah
mencapai suhu 98°-100°.
b. Evaluasi
Evaluasi tetes mata kloramfenicol dilakukan antara lain :
1. Uji Fisika
A. Uji Organoleptis
Pengujian tetes mata normal saline 0,9 % meliputi bau dan warna sediaan.
Selain itu juga diperiksa kelengkapan etiket, brosur dan penandaan pada
kemasan.
Tujuan : Mengetahui penampilan fisik sediaan
Presedur : Diamati secara visual bentuk sediaan, warna sediaan
Ketentuan : Sediaan tetes mata harus jernih dan berbentuk larutan.
B. Penetapan PH
Pengecekan PH larutan dapat dilakukan dengan menggunakan PH meter atau
kertas indikator universal.
PH yang baik adalah kapasitas dapar yang dimilikinya memungkinkan
penyimpanan lama dan darah dapat menyesuaikan diri. Dapat dinyatakan
memenuhi syarat uji pH sediaan infus harus masuk pada rentang pH yakni
7,35-7,45. Jika sediaan cairan infus pHnya diatas 7 dapat menimbulkan
terjadinya nekrosis (rusaknya sel jaringan) dan hemilisa. Bila pH sediaan
dibawah 3, jaringan akan mengalami rasa sakit atau iritasi.
Cara penguji pH:
- Dengan pH meter :
1. Diperiksa elektroda dan jembatan garam.
2. Dikalibrasi pH meter, bila sel ektroda dan sel beberapa kali dengan
larutan uji dan isi sel dengan sedikit larutan uji
3. Dibaca harga Ph
- Kertas indikator :
1. Dituang sedikit sediaan tets mata dalam gelas ukur
2. Diambil kertas indicator dan masukkan kertas lakmus dalam infus
3. Ditunggu adanya perubahan, kemudian sesuaikan perubahan warna
dengan table indikator.
C. Uji Kejernihan
Uji kejernihan dilakukan secara visual biasanya dilakukan oleh seseorang
yang memeriksa wadah bersih dari luar di bawah penerangan cahaya yang
baik, dan putih, dijalankan dengan suatu aksi memutar, harus benar-benar
bebas dari partikel kecil yang dapat dilihat dengan mata (Lachman, 2004).
Tujuan : utuk melihat apakah larutan tersebut jernih dan bebas dari kotoran
atau tidak maka itu perlu dilakukan uji kejernihan secara visual.
Prosedur kerja :
1. Penetapan penggunaan tabung reaksi alas datar diameter 15 mm hingga
25 mm, tidak berwarna, transparan dan terbuat dari kaca netral.
2. Masukan kedalam dua tabung reaksi masing-masing larutan, zat uji dan
suspense padanan yang sesuai secukupnya, yang dibuat segar dengan cara
seperti tertera dibawah sehingga volume larutan dalam tabung reaksi terisi
setinggi tepat 40 mm.
3. Bandingkan ke dua isi tabung setelah 5 menit pembuatan suspense
padanan, dengan latar belakang hitam.
4. Pengamatan dilakukan dibawah cahaya yang terdifusi, tegak lurus kearah
5. bawah tabung. Difusi cahaya harus sedemikian hingga suspense padanan I
dapat langsung dibedakan dari air dan dari suspense padanan II.
D. Uji Kebocoran
Uji kebocoran dilakukan dengan membalikan botol sediaan tetes mata dengan
mulut botol menghadap kebawah. Diamati ada tidaknya cairan yang keluar
menetes dari botol. Pada pembuatan kecil-kecilan hal ini dapat dilakukan
dengan mata tetapi tetapi untuk produksi skala besar hal ini tidak mungkin
dikerjakan.
Tujuan : untuk memeriksa keutuhan kemasan agar terjaga sterilisasi dan
volume serta kestabilan sediaan. Jika tidak dilakukan uji kebocoran maka
dapat menyebabkan masuknya mikroorganisme atau kontanminan lain yang
berbahaya kedalam ampul atau isinya dapat bocor keluar dan merusak
penampilan kemasan.
Prosedur kerja :
1. Diletakan sediaan tetes mata di dalam zat warna (birumetilen 0,5-1%)
dalam ruangan vakum.
2. Ditekanan atmofer berikutnya kemudian menyebabkan zat warna
berpenetrasi kedalam lubang, dapat dilihat setelah bagian luar ampul
dicuci untuk membersihkan zat warnannya. Yang bocor akan berwarna
biru.
Untuk yang disterilkan tanpa pemanasan atau cara aseptik, diperiksa
dengan memasukkan ke dalam eksikator dan divakumkan. Pada wadah
yang bocor, isinya akan keluar.
2. Evaluasi Biologi
A. Uji Sterilisasi
Asas : Larutan uji + media perbenihan, inkubasi pada 20°C-25°C
Metode Uji : Teknik penyaringan dengan filter membrane (dibagi menjadi 2
bagian) lalu diinkubasi.
B. Uji Pirogen
Uji pirogen dimaksudkan untuk membatasi risiko reaksi demam pada tingkat
yang dapat diterima oleh pasien pad ape, berian sediaan injeksi. Pengujian
meliputi pengukuran kenaikan suhu kelinci setelah penyuntikan larutan uji
setelah intravena.
BAB III
FORMULASI
3.1 Formula
3.1.1 Formula standart nasional (fornas:65)
Tiap 10ml mengandung:
Chloramphenicolum 50 mg
Acidum Boricum 150 mg
Natrii Tetraboras 30 mg
Phenylhydrargyri Nitras 200 mg
Aqua destillata ad 10 ml
3.1.2 Rancangan formula
Tiap 10ml mengandung:
Kloramfenikol 50 mg
Asam boric 150 mg
Sodium borat 30 mg
Fenilmerkuri nitras 200 mg
API ad 10 ml
3.2 Alasan pemilihan bahan
1. Klroramfenicol
Di pilih sebagai zat aktif karena merupakan berkhasiat sebagai anti biotik yang
secara kimiawi sangat stabil dalam segala pemakaian
2. Asam boric
Di pilih sebagai antiseptic luar untuk menangani infeksi bakteri
3. Sodium borat
Di pilih karena serbuk hablur putih yang berkhasiat sebagai antiseptikum
4. Fenilmerkuri nitras
Dipilih karena sebagai pengawet untuk mencegah pertumbuhan mikroorganisme
selama penggunaan
5. Aqua pro injeksi
Karena air suling segar yang disuling kembali digunakan sebagai pelarut sediaan
streril
3.3 Perhitungan
3.3.1 Perhitungan bahan
Kloramfenicol 50 mg
Asam boric 150 mg
Sodium borat 30 mg
Fenilmerkuri nitras 200 mg
API ad 10ml = (0,05 g + 0,15 g + 0,03 g + 0,2 g)
= 10 ml – 0,43 g
= 9,57 ml
3.3.2 Perhitungan isotonis
∆tf = liso x
∆ Tf kloramfenikol = Liso x x
= 1,9 x x
= 1,8 x x
= 0,437
∆ Tf = 0,02939 + 0,437 = 0,466 ( isotonis )
Untuk mendapatkan pH sediaan 7,4 maka digunakan pendapar yang berasal dari
paduan Asam sitrat (C6H8O7.H2O) dan Natrium fosfat (Na2HPO4.12H2O).
1. Asam sitrat (C6H8O7.H2O)
Mr = 210,14 g/mol
Molaritas = 0,1 M
Volume = 9,1 mL atau 0,0091 L
Mol = M x V
= 0,1 M x 0,0091 L
= 0,00091 mol
Massa = mol x Mr
= 0,00091 mol x 210,14 g/mol
= 0,19 g atau 190 mg
Massa untuk 10 mL sediaan =
2. Natrium fosfat (Na2HPO4.12H2O)
Mr = 358,14 g/mol
Molaritas = 0,2 M
Volume = 90,9 mL atau 0,0909 L
Mol =MxV
= 0,2 M x 0,0909 L
= 0,01818 mol
Massa = mol x Mr
= 0,01818 mol x 358,14 g/mol
= 6,51 g atau 6510 mg
b. Kejernihan larutan
Prosedur kerja untuk menguji kejernihan dari sediaan tetes mata yang dibuat adalah
sebagai berikut:
1. Masukkan sediaan yang sudah dibuat ke dalam 2 tabung reaksi.
2. Mengamati sediaan secara visual di balik latar putih. Jika perlu menggunakan
alat penerangan.
3. Mencatat hasil uji evaluasi kejernihan larutan.
c. Homogenitas
Prosedur kerja untuk menguji homogenitas dari sediaan tetes mata yang dibuat
adalah sebagai berikut:
1. Pengambilan sampel dapat dilakukan pada bagian atas, tengah, atau bawah.
2. Sampel diteteskan pada kaca objek kemudian diratakan dengan kaca objek lain
sehingga terbentuk lapisan tipis.
3. Partikel diamati secara visual.
4. Catat hasil uji homogenitas.
d. Penetapan pH
Prosedur kerja untuk menguji pH dari sediaan tetes mata yang dibuat adalah sebagai
berikut:
1. Menuangkan sediaan ke dalam beaker glass.
2. Memasukkan kertas indikator pH ke dalam larutan.
3. Membandingkan perubahan warna kertas dengan parameter warna pH standart.
4. Mencatat hasil uji evaluasi penetapan pH (7,4).
e. Volume terpindahkan
Prosedur kerja untuk menguji volume terpindahkan dari sediaan tetes mata yang
dibuat adalah sebagai berikut:
1. Menuangkan sediaan ke dalam gelas ukur.
2. Penuangan dilakukan secara hati-hati untuk menghindarkan pembentukan
gelembung udara pada waktu penuangan dan diamkan selam 30 menit.
3. Jika telah bebas dari gelembung udara, ukur volume dari tiap campuran.
4. Mengamati kesesuaian volume sebelum dipindahkan dan yang sudah
dipindahkan.
5. Mencatat hasil uji evaluasi volume terpindahkan.
Daftar pustaka
Hamdani. 2010. Sistem Pakar Untuk Diagnosa Penyakit Mata pada Manusia, Jurnal
Informatika Mulawarman. Samarinda
Kurniawan, dadhang wahyu. 2009. Teknologi sediaan farmasi. Yogyakarta. Graha Ilmu