Muhammad Nawawi al-Bantani, Nihayatuzzin, Bandung : Syirkah al-Ma’arif, tt, h. 196. Lihat juga Sayyid Abu- Bakar Syatho
1
al-Dimyathi, I’anah al-Thalibin, Indonesia : Dar Ihya’ al-kutub al-Ilmiyyah, tt, juz 2, h. 267.
2
Ibid
3
Zainuddin al-Malibari, Fathul Mu’in, Semarang : Thaha Putra, tt, h. 58
4
Ibn Hajar al-Asqallani, Bulugul Maram, Semarang : Thaha Putra, tt, h.137
5
Zainuddin al-Malibari, Irsyadul Ibad, Semarang : Thaha Putra, tt, h.48-49
6 Zainuddin al-Malibari, op cit, h.58, lihat juga kitab hadits Riyadhus Shalihin, no. urut 1254.
7
Al-Malibari, op cit, hal. 59. Lihat juga Abdullah bin Hijazi al-Syarqawi, Hasyiyah Al-Syarqawi ‘Ala Al-Tahrir, Indonesia : Al-
Haramain, tt, juz 1, hal. 426.
8
Syaikh Sa’id Ba ‘isyun, Busyral Karim, Indonesia : Al-Haramain, tt, juz 2,h. 81.
Selain riwayat Ibnu Abbas tentang kisah puasa nabi Musa di atas, diriwayatkan pula bahwa di hari ‘Asyura’ Nabi
Adam diciptakan dan diterima taubatnya, Nabi Idris diangkat ke tempat yang tinggi (di langit), kapal Nabi Nuh a.s.
berhasil berlabuh di bukit Judiy yang terletak di Armenia bagian selatan berbatasan dengan Mesopotamia setelah
perahu itu terombang ambing di tengah banjir bandang yang menenggelamkan semua orang kafir. Nabi Ibrahim a.s.
juga lahir dan selamat dari kobaran api Raja Namrud di hari ‘Asyura’. Nabi Yunus a.s. dikeluarkan dari ikan yang
menelannya, Nabi Yusuf keluar dari penjara, Nabi Isa dilahirkan dan diangkat ke langit, sembuhnya penyakit Nabi
Ya’qub dan Nabi Ayyub juga di hari ‘Asyura’.9 Dan masih banyak lagi peristiwa-peristiwa penting yang terjadi pada hari
‘Asyura’. Semua itu menunjukkan keistimewaannya.
- Amalan-amalan ‘Asyura’
Dikutip dari sebagian ulama bahwasanya amalan-amalan hari ‘Asyura’ itu ada 12,10 yaitu :
1. Shalat sunah (yang lebih utama adalah shalat Tasbih)
2. Puasa
3. Sedekah
4. Memberi nafkah lebih untuk keluarga (seperti memberi makan dengan menu yang lebih spesial dibanding hari-
hari biasa). Diriwayatkan dalam sebuah hadits : 11
»اء َو هس َع هللا َعلَْي ِه يف َسنَتِ ِه ُكلِ َها ِِ ِ
َ ور
َ « َم ْن َو هس َع َعلَى عيَاله يَ ْو َم عَا ُش
“Barang siapa meluaskan nafkah keluarganya di hari ‘Asyura maka Allah akan meluaskan rizkinya sepanjang tahunnya”.
(HR. al-Thabrani dan al-Baihaqi)
5. Mandi
6. Berziarah (sowan) kepada orang alim yang shalih
7. Membesuk orang sakit
8. Mengusap kepala anak yatim
9. Memakai celak
10. Memotong kuku
11. Membaca Surat Al-Ikhlash 1000 kali
12. Shilaturrahim.
Namun dari 12 amalan di atas, hanya berpuasa dan memberi nafkah lebih untuk keluarga saja yang berdasarkan
Hadits Shahih. Sedangkan yang lain berdasarkan Hadits Dha’if, bahkan sebagian diantaranya Hadits Munkar dan
Maudhu’(palsu).12
Harus menjadi perhatian bahwa tidak ada shalat khusus ‘Asyura, bahkan Bid’ah Madzmumah.13 Oleh karena itu,
bagi yang ingin melakukan shalat sunnah maka hendaknya diniati Shalat Hajat atau Shalat Sunnah Muthlaq, dikerjakan
sendiri-sendiri (tidak berjama’ah) dan tanpa menentukan hitungan raka’at tertentu. 14
Di masyarakat kita, hal-hal di atas sudah menjadi sebuah tradisi yang secara turun-temurun dilakukan. Tradisi
yang biasa dilakukan itu memang termasuk salah satu masalah furu'iyah yang di dalamnya terdapat perbedaan
pendapat di kalangan para ulama yang timbulnya dikarenakan tidak adanya dalil yang sharih atau nash syar’i yang
khusus menjelaskan tentang masalah itu. Namun, secara umum syari'at kita menganjurkan berbuat baik atau beramal
sholih, baik yang berupa ibadah mahdhah atau ibadah ghairu mahdhah, yang bersifat qauliyah, badaniyah, atau maliyah.
Walaupun demikian, karena sudah menjadi tradisi, maka hal tersebut bisa saja dilestarikan, namun dengan
catatan : bagi yang melakukannya jangan mempunyai keyakinan atau anggapan bahwa yang dilakukan itu merupakan
anjuran khusus dari Rasulullah, kecuali beberapa amalan yang memang sudah dinash dalam hadits Nabi. Ketentuan ini
sesuai dengan keterangan dalam kitab Mafahim Yajib an Tushahhah yang ditulis oleh Sayyid Muhammad Alwi al-Maliki,
hal. 314 :
ِ و ِذ ْكرى نُ ُزو ِل الْ ُقر، وا ْْلِ ْجرةِ النهب ِويهِة،ف ِمن َش ْعبا َن
آن َو ِذ ْك َرى ْ ْ َ َ َ َ َ َ ْ
ِص ِ
ْ ِ َولَيْ لَة الن،اجِ َو ِذ ْك َرى اْ ِإل ْس َر ِاء َوال ِْم ْع َر،ات التها ِرِْْييه ِة َكال َْم ْولِ ِد النهبَ ِو ِي
ِ اداتُنَا أَ ْن ََْنتَ ِمع ِإلحي ِاء مجُْلَةٍ ِمن الْمنَاسب
ََ ُ َ َْ َ َ َت ع ْ َج َر
ِاد م ْشرو ِعيهة
ِ اْلَطَر ُهو ْيف ا ْعتِ َق ِ ِ ِ ِ ٌّ َوِيف ا ْعتبَارََِن أَ هن َه َذا اْأل َْم َر َعاد.غَ ْزَوةِ بَ ْد ٍر
ِ ِ
ُْ َ َ َ ْ ألَ هن،ُص ْو ِل الديْ ِن ُ َص ٍل م ْن أ ً س ُم َعا ِر
ْ ضا أل َ ف ِبَنههُ َم ْش ُرْوع أ َْو ُسنهة َك َما أَنههُ ل َْي
ِ ُ ص َ فَالَ يُ ْو،ي َلَ صلَةَ لَهُ ِِبلديْ ِن
.ٍس ِِبَ ْش ُرْوع ٍ
َ َْش ْيء لَي
“Kita mempunyai tradisi yang sudah berlaku yaitu kita berkumpul untuk perayaan sejumlah hari-hari yang bernilai sejarah, seperti kelahiran nabi,
peringatan Isra' Mi'raj, malam NishfuSya'ban, peringatan hijrahnya nabi, malam nuzulul qur'an dan peringatan perang badar. Menurut anggapan
kita, perkara semacam itu merupakan suatu tradisi semata tidak ada sangkut pautnya dengan syari'at agama, maka tidak bisa dikatakan bahwa
hal tersebut disyari'atkan atau disunnatkan. Namun amalan tadi sama sekali tidak bertentangan dnegan prinsip-prinsip agama. Karena yang
menjadi kekhawatiran itu hanya lah timbulnya anggapan adanya anjuran syari’at terhadap hal-hal yang sebenarnya tidak disyari’atkan”.
9
Muhammad Nawawi al-Bantani, op cit, h. 196, lihat juga Sayyid Abu Bakar Syatho al-Dimyathi, op cit, juz 2, h. 267, lihat juga
Syekh Nashr al-Samarkandi, Tanbihul Ghafilin, Indonesia : Al-Haramain, tt, h.123.
10
Al-Bantani, op cit, hal. 196
11
Dalam kitab Asnal Mathalib fi Ahaditsa Mukhtalifatil Maratib, juz 2 hal 586, dijelaskan bahwa menurut para ahli hadits, hadits
tersebut masih diperselisihkan keshahihannya.
12
Al-Dimyathi, op cit, juz 2, hal. 286, Abdul Hamid Ali Qudus, Kanzun Najah was Surur fil Ad’iyatil Lati Tasyrahus Shudur,
Sarang-Rembang : al-Maktabah al-Anwariyah, tt, hal. 21
13
al-Malibari, Irsyadul Ibad, hal. 50.
14
Abdul Hamid Ali Qudus, ibid , hal. 24. Lihat juga al-Ibanah Kajian Masalah Aktual Dalam Perspektif Fiqh, MWC NU
Mayong & Nalumsari, 2001, hal. 23.