Anda di halaman 1dari 5

Subdural hematoma (SDH) adalah akumulasi darah yang terjadi antara bagian

dalam duramater dengan arachnoid. Perdarahan ini sering terjadi akibat robekan
pembuluh darah atau vena-vena kecil di permukaan korteks serebri.

Klasifikasi

Subdural hematom dibagi tiga, yaitu subdural hematom akut, subakut, dan kronis.
Ketiganya dibedakan berdasarkan lamanya kejadian.

1. Subdural hematom akut terjadi selama 48- 72 jam setelah cedera,


perdarahan akut dimana gejala yang timbul segera hingga berjam - jam
setelah trauma. Terjadi pada cedera dentura kepala yang cukup berat. Hal
ini dapat mengakibatkan perburukan lebih lanjut pada pasien yang sudah
terganggu kesadaran dan tanda vitalnya. Perdarahan dapat kurang dari 5
mm tebalnya tetapi melebar luas. Pada gambaran scanning tomografinya,
didapatkan lesi hiperdens berbentuk cekung.
2. subdural hematom subakut terjadi 3-20 hari setelah cedera.
Pada subdural sub akut ini didapati campuran dari bekuan darah dan cairan
darah. Perdarahan dapat lebih tebal tetapi belum ada pembentukan kapsula
di sekitarnya. Pada gambaran scanning tomografinya didapatkan lesi
isodens atau hipodens berbentuk cekung. Lesi isodens didapatkan karena
terjadinya lisis dari sel darah merah dan resorbsi dari hemoglobin.
3. Perdarahan kronik terjadi setelah 14 hari setelah trauma bahkan bisa lebih.
Perdarahan kronik subdural, gejalanya bisa muncul dalam waktu
berminggu-minggu ataupun bulan setelah trauma yang ringan atau trauma
yang tidak jelas, bahkan hanya terbentur ringan saja bisa mengakibatkan
perdarahan subdural apabila pasien juga mengalami gangguan gangguan
pembekuan darah. Pada perdarahan subdural kronik, kita harus berhati hati
karena hematoma ini lama kelamaan bisa menjadi membesar secara
perlahan- lahan sehingga mengakibatkan penekanan dan herniasi.
Anamnesis
Pada anamnesis ditanyakan adanya riwayat trauma kepala baik
dengan jejas dikepala atau tidak. Jika terdapat jejas perlu diteliti ada
tidaknya kehilangan kesadaran atau pingsan. Jika diketahui pasien pingsan
atau memiliki riwayat pingsan sebelumnya, apakah penderita kembali
pada keadaan sadar seperti semula? Selanjutnya apakah pasien tetap sadar
seperti semula atau turun lagi kesadaran pasien? perhatikanlah lamanya
periode sadar atau lucid interval pada pasien tersebut. Untuk tambahan
informasi perlu ditanyakan apakah disertai muntah dan kejang setelah
terjadinya trauma kepala. Kepentingan mengetahui muntah dan kejang
adalah untuk mencari penyebab utama penderita tidak sadar, apakah
karena aspirasi atau sumbatan nafas atas, atau karena proses intrakranial
yang masih berlanjut. Pada penderita sadar perlu ditanyakan ada tidaknya
sakit kepala dan mual, adanya kelemahan anggota gerak sesisi dan
muntahmuntah yang tidak bisa ditahan. Ditanyakan juga penyakit lain
yang sedang diderita, demikian pula obat-obatan yang sedang dikonsumsi
saat ini, serta apakah pasien dalam pengaruh alkohol.
Gejala klinis SDH akut tergantung peningkatan tekanan
intrakranial dan keparahan cedera difus pada otak. Perubahan kesadaran
ditentukan oleh keparahan perkembangan hematom dan waktu terjadinya
cedera. Gejala klinis dan tanda pasien dengan SDH akut supratentorial,
yaitu pupil abnormal, hemiparese, kejang, afasia, deserebrasi dan
lateralisasi yaitu, ditemukannya dilatasi pupil ipsilateral dan kelemahan
motorik kontralateral. Dapat juga terjadi Kernohan’s notch dimana
kelemahan motorik ipsilateral dan dilatasi pupil kontralateral.

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan primer (primary survey) yang
mencakup:
1. jalan nafas (airway)
2. pernafasan (breathing)
3. tekanan darah atau nadi (circulation),
4. derajat kesadaran (disability)
5. adakah jejas atau luka yang mengancam jiwa (eksposure).
Jalan nafas harus dibersihkan apabila terjadi sumbatan atau
obstruksi, bila perlu dipasang orofaring tube atau endotrakeal tube lalu
diikuti dengan pemberian oksigen. Hal ini bertujuan untuk
mempertahankan perfusi dan oksigenasi jaringan tubuh. Pemakaian pulse
oksimetri sangat bermanfaat untuk memonitor saturasi O2. Secara
bersamaan juga diperiksa nadi dan tekanan darah memantau apakah terjadi
hipotensi, syok atau terjadinya peningkatan tekanan intrakranial. Jika
terjadi hipotensi atau syok harus segera dilakukan pemberian cairan untuk
mengganti cairan tubuh yang hilang. Terjadinya peningkatan tekanan
intrakranial ditandai dengan refleks Cushing yaitu peningkatan tekanan
darah, bradikardia dan bradipnea.
Pemeriksaan neurologik yang meliputkan kesadaran penderita
dengan menggunakan Skala Koma Glasgow, pemeriksaan diameter kedua
pupil , dan tanda-tanda defisit neurologis fokal. Pemeriksaan kesadaran
dengan Skala Koma Glasgow menilai kemampuan membuka mata, respon
verbal dan respon motorik pasien terdapat stimulasi verbal atau nyeri.
Pemeriksaan diamter kedua pupil dan adanya defisit neurologi fokal
menilai apakah telah terjadi herniasi di intrakranial dan terganggunya
sistem kortikospinal di sepanjang kortex menuju medula spinalis.

Patofisiologi
SDH akut disebabkan robekan kapiler cortical akibat akselerasi otak dalam
kranium disebabkan benturan. Saat kepala berbenturan dengan benda
keras, menimbulkan energi yang berakibat otak berakselerasi di dalam
kranium. Jika akselerasi ini berjalan hanya sesaat, kerusakan terjadi hanya
di sekitar permukaan otak dan pembuluh darah termasuk bridging veins.
Jika akselerasi dalam jangka waktu lama, regangan dapat masuk lebih
dalam menyebabkan diffuse axonal injury (DAI). Sumber perdarahan lain
subdural hematom adalah laserasi atau ruptur arteri dan vena kecil di
korteks yang berkaitan dengan kontusio. Subdural hematom biasanya
berada sepanjang konveksitas cerebral. Tempat paling sering kontusio
cerebral yang menyebabkan subdural hematom adalah di bagian temporal
dan berikutnya di bagian frontal dan cerebral konveksitas. Subdural
hematom juga dapat terjadi antara falx dan permukaan medial hemisfer
cerebral. Ini sering disebut parafalcine subdural hematom yang
dikarakterisasikan dengan hemiparese kontralateral pada ekstremitas
bawah dibanding ekstremitas atas (falx syndrome). SDH akut dapat juga
disebabkan oleh aneurisma, tumor, dan arteriovenous malformation.
Namun mayoritas penyebab SDH adalah ruptur bridging vein. Angiografi
cerebral menyatakan 8-12 vena kortikal yang mengalir ke sinus sagitalis
superior. Vena ini mengalirkan bagian medial, lateral dan superior
cerebral. Dapat dibagi menjadi area prerolandic (1-6 vena), area rolandic
(1-3 vena), dan retrorolandic (1-3 vena). Kebanyakan satu atau vena
bergabung menjadi satu, mengalirkan area yang luas, ada juga vena yang
berdekatan mengalirkan area yang kecil. Jika ada robekan bridging vein
maka darah akan masuk ke lapisan dural border cells sehingga terjadi
SDH. Ada juga yang membuat SDH bertambah besar, yaitu tekanan vena
cerebral yang berjalan sama dengan tekanan intrakranial, hanya ada
perbedaan sedikit diantaranya.4 Jika tekanan vena cerebral meningkat
maka darah dari vena kortikal sulit masuk ke dalam sinus sagitalis superior
menyebabkan darah menumpuk di vena kortikal. Akibatnya SDH akan
bertambah besar, tekanan intrakranial juga meningkat kembali.

Pemeriksaan Penunjang
Perdarahan subdural akut pada CT-scan kepala (non kontras) tampak
sebagai suatu massa hiperdens (putih) ekstra-aksial berbentuk bulan sabit
sepanjang bagian dalam (inner table) tengkorak dan paling banyak
terdapat pada konveksitas otak di daerah parietal. Terdapat dalam jumlah
yang lebih sedikit di daerah bagian atas tentorium serebelli. Subdural
hematom berbentuk cekung, unilateral dan terbatasi oleh garis sutura.
Tatalaksana
Didalam masa mempersiapkan tindakan operasi, perhatian
hendaknya ditujukan kepada pengobatan dengan medikamentosa untuk
menurunkan peningkatan tekanan intrakrania (PTIK). Seperti pemberian
manitol 0,25gr/kgBB, atau furosemid 10 mg intravena dan hiperventilasi.
5,6,7,8 Pada kasus perdarahan yang kecil (volume 30 cc ataupun kurang)
edema otak yang minimal dan midline shift kurang dari 5 mm dilakukan
tindakan konservatif. Tetapi pada keadaan ini masih ada kemungkinan
terjadi penyerapan darah yang rusak diikuti oleh terjadinya fibrosis yang
kemudian dapat mengalami pengapuran.
Strategi tanpa pembedahan terfokus pada pencegahan secondary
injury setelah cedera kepala. Intervensi medis ditargetkan pada tekanan
intrakranial yang terkontrol, memastikan aliran darah dan oksigen,
meminimalkan edema cerebri.
Dapus
Dharmajaya, Ridha. Subdural Hematoma. Medan: USU Press
;2018.

Anda mungkin juga menyukai