Anda di halaman 1dari 21

Nama :Fitri azzahra

Stambuk : A 221 17 043


STRUKTUR KOMUNITAS TUMBUHAN

I. Konsep Ekologi Komunitas


Komunitas ialah kumpulan dari berbagai populasi yang hidup pada suatu
waktu dan daerah tertentu yang saling berinteraksi dan mempengaruhi satu sama
lain. Komunitas memiliki derajat keterpaduan yang lebih kompleks bila
dibandingkan dengan individu dan populasi.
Komunitas ialah beberapa kelompok makhluk yang hidup bersama-sama
dalam suatu tempat yang bersamaan, misalnya populasi semut, populasi kutu
daun, dan pohon tempat mereka hidup membentuk suatu masyarakat atau suatu
komunitas. Dengan memperhatikan keanekaragaman dalam komunitas dapatlah
diperoleh gambaran tentang kedewasaan organisasi komunitas tersebut.
Komunitas dengan populasi ibarat makhluk dengan sistem organnya, tetapi
dengan tingkat organisasi yang lebih tinggi sehingga memiliki sifat yang khusus
atau kelebihan yang tidak dimiliki oleh baik sistem organ maupun organisasi
hidup lainnya.
Perubahan komunitas yang sesuai dengan perubahan lingkungan yang terjadi
akan berlangsung terus sampai pada suatu saat terjadi suatu komunitas padat
sehingga timbulnya jenis tumbuhan atau hewan baru akan kecil sekali
kemungkinannya. Namun, perubahan akan selalu terjadi. Oleh karena itu,
komunitas padat yang stabil tidak mungkin dapat dicapai. Perubahan komunitas
tidak hanya terjadi oleh timbulnya penghuni baru, tetapi juga hilangnya penghuni
yang pertama.
Sering terjadi, spesies tumbuhan dan hewan dijumpai berulangkali dalam
pelbagai komunitas dan menjalankan fungsi yang agak berbeda. Kombinasi
antara habitat , tempat suatu spesies hidup, dengan fungsi spesies dalam habitat itu
memberikan pengertian nicia (niche). Konsep nicia ini penting karena selain dapat
digunakan untuk meramal macam tumbuhan dan hewan yang yang dapat
ditemukan dalam suatu komunitas, juga dipakai untuk menaksir kepadatan serta
fungsinya pada suatu musim.
Kepadatan individu dalam suatu populasi langsung dapat dikaitkan dengan
pengertian keanekaragaman. Istilah ini dapat diterapkan pada pelbagai bentuk,
sifat, dan ciri suatu komunitas. Misalnya, keanekaragaman di dalam spesies,
keanekaragaman dalam pola penyebaran. Margalef (1958) mengemukakan bahwa
untuk menentukan keanekaragaman komunitas perli dipelajari aspek
keanekaragaman itu dalam organisasi komuniatsnya. Misalnya mengalokasikan
individu populasinya ke dalam spesiesnya, menempatkan spesies tersebut ke
dalam habitatnya, menentukan kepadatan relatifnya dalam habitat tersebut dan
menempatkan setiap individu ke dalam tiap habitatnya dan menentukan fungsinya.
Dengan memperhatikan keanekaragaman dalam komunitas dapat diperoleh
gambaran tentang kedewasaan organisasi komunitsas tersebut. Hal ini
menunjukkan tingkat kedewasaannya sehingga keadaannya lebih mantap.
Komunitas, seperti halnya tingkat organisasi makhluk hidup lain, juga
mengalami serta menjalani siklus hidup. Komunitas Ditinjau dari segi fungsinya,
tumbuhan dan hewan dari berbagai jenis yang hidup secara alami di suatu tempat
membentuk suatu kumpulan yang di dalamnya setiap individu menemukan
lingkungan yang dapat memunuhi kebutuhan hidupnya dalam kumpulana ini
terdapat pula kerukunan untuk hidup bersama, toleransi kebersamaan dan
hubungan timbal balik yang menguntungkan sehingga dalam kumpulan ini
terbentuk suatau derajat keterpaduan. Kelompok seperti itu yang tumbuhan dan
hewannya secara bersama telah menyesuaikan diri dan mempunyai suatu tempat
alami disebut komunitas. Konsep komunitas cukup jelas, tetapi sering kali
pengenalan dan penentuan batas komunitas tidaklah mudah.
Meskipun demikian komponen-komponen komunitas ini mempunyai
kemampuan untuk hidup dalam lingkungan yang sama di suatu tempat dan untuk
hidup saling bergantung yang satu dengan yang lain. Komunitas memiliki derajat
kepaduan yang lebih tinggi daripada individu-individu dan populasi tumbuhan
serta hewan yang menyusunnya. Komposisi suatu komunitas ditentukan oleh
seleksi tumbuhan dan hewan yang kebetulan mencapai dan mamapu hidup di
tempat tersebut, dan kegiatan anggota-anggota komunitas ini bergantung pada
penyesuaian diri setiap individu terhadap faktor-faktor fisik dan biologi yang ada
di tempat tersebut.
Bila ditinjau dari segi deskritif suatu komunitas dicirikan oleh komposisinya
yang tertentu.sering kali perubahan komposisi jenis di isi suatu komunitas lain
sangat nyata. Dan bila jenis-jenis utama dari dua komunitas berbeda sekali batas
antara komunitas itu akan jelas pula. Tetapi dapat pula perubahan komposisi jenis
itu terjadi secara berangsur-angsur sehingga batas anatara komunitas itu tidak
jelas. Perubahan-perubahan komposisi berkaitan dengan perubahan faktor-faktor
lingkungan, misalnya topografi, kelembapan, tanah, tamperatur dan iklim (bila
mencakup kawasan yang luas).
Suatu komunitas dapat mengkarakteristikkan sutau unit lingkungan yang
mempunyai kondisi habitat utama yang seragam. Unit lingkungan seperti ini
disebut biotop. Hamparan lumpur, pantai pasir, gurun pasir dan unit lautan
merupakan contoh biotop. Disini biotop ditentukan oleh sifat-sifat fisik. Biotop-
biotop lain dapat pula dicirikan oleh unsur organisme nya, misalnya pada alang-
alang, hutan tusam, hutan cemara, rawa kumpai, dan sebagainaya.
Dalam suatu komunitas pengendali kehadiran jenis-jenis dapat berupa satu
atau beberapa jenis tertentu atau dapat pula sifat-sifat fisik habitat. Meskipun
demikian tidak ada batas yang nyata antara keduanya serta kedua-duanya dapat
saja beroperasi secara bersama-sama atau saling mempengaruhi. Misalnya saja
kondisi tanah, topografi, elefasi, dan iklim yang memungkinkan cemara gunung
( casuarina junghuhniana )untuk berkembang biak di suatu tempat, dan pada
gilirannya kehadiran jenis cemara ini menciptakan lingkungan tertentu yang cocok
untuk pertumbuhan jenis hewan dan tumbuhan tertentu. Suatu jenis yang dalam
suatu komunitas jenis dominan, atau dapat dikatakan pula sebagai jenis yang
merajai.
Dikawasan tropika jarang sekali terjadi komunitas alami dirajai oleh hanya
satu jenis, dan bila ada biasanya komunitas tersebut mempunyai habitat yang
ekstrim yang hanya jenis-jenis tertentu saja yang dapat toleran dan mampu hidup
pada habitat tersebut. Sebagai contoh dapay kita ambil hutan manggrove ( hutan
payau atau hutan bakau ) yang dirajai oleh beberapa jenis saja dan masing-masing
jenis menjadi dominan pada kondisi habitat tertentu. Pada umumnya dikawasan
tropik dalam suatu komunitas setiap jenis mempunyai kedudukan yang hampir
sama, tidak ada yang menjadi ” raja ” atau ” dominan”. Karekteristik komunitas
dikawasan tropis adalah keanekaragaman jenis tinggi. Keanekaragaman ( diversity
) adalah jumlah jenis tumbuhan atau hewan yang hidup pada suatu tempat
tertentu. Dihutan Kalimantan misalnya dalam satu hektar teradapat pohon
( dengan diameter lebih dari 10 cm ) sebanyak kurang lebih 400-500 yang
tergolong dalam 150-200 jenis, sehingga rata setiap jenis hanya mempunyai
kurang lebih 2 pohon perhektar. Tidak demikian halnya dikawasan beriklim
sedang dan dingin. Dalam satu hektar mungkin hanya terdapat 10-20 jenis saja,
bahkan kurang dari itu.
Keanekaragaman kecil terdapat pada komunitas yang terdapat pada daerah
dengan lingkungan yang ekstrim, misalnya kering, tanah miskin, dan pegunungan
tinggi. Sementara itu keanekaragaman tinggi terdapat di daerah dengan
lingkungan optimum. Hutan tropika adalah contoh komunitas yang mempunyai
keanekaragaman tinggi, seperti dicontohkan pada hutan di Kalimantan. Sementara
ahli-ahli ekologi berpendapat bahwa komunitas yang mempunyai
keanekaragaman jenis yang tinggi itu stabil sehingga sering dikatakan diversity is
sability. Tetapi ada juga ahli-ahli yang berpendapat sebaliknya, bahwa
keanekaragaman tidak selalu berarti stabilitas. Kedua pendapat ini di topang oleh
argumen-argumen ekologi yang masuk akal, masing-masing ada benarnya dan ada
kekurangannya.
Hutan tropika basah merupakan komunitas yang dominan di Indonesia. Sifat
yang menyolok dari hutan tropis basah adalah volum persatuan luas dari biomassa
yang ada diatas tanah, sehingga memberi kesan bahwa lahan yang ditumbuhinya
itu merupakan lahan yang sangat subur. Tetapi pada kenyataannya tidaklah
demikian, tanah hutan dikawasan tropis itu umumnya miskin, kecuali tanah-tanah
alufial yang baru dan tanah-tanah vulkanik. Karena hujan lebat sering terjadi,
maka tanah juga mudah sekali terkena pembasuhan . Dalam keadaan demikian
tidaklah efisien dan menguntungkan bagi pertumbuhan apabila kesuburan itu di
simpan dalam tanah Tanggap dalam keadaan seperti ini, tumbuhan yang tumb
dalam habitat itu melalui proses evolusi telah mengadaptasikan diri dan
mengembangkan suatu sistem untuk mencegah kehilangan hara makanan. Sistem
daun hara dalam hutan tropis basah sangat ketat, tahan kebocoran dan berjalan
cepat, arti kata bahwa hara makanan yang dilepas oleh dekomposisi serasa segera
di serap kembali untuk digunakan dalam pertumbuhan dan kemudian digabungkan
kedalam tubuh tumbuhan.
Oleh karena temperatur dan kelembapan dikawasan tropik ini tinggi, serasa
yang digugurkan oleh tumbuhan setiap hari tidak tertimbun lebih lama dilantai
hutan melainkan segera mengalami dekomposisi. Proses dekomposisi berjalan
jauh lebih cepat dari pada di hutan-hutan beriklim sedang dan dingin. Serasa
menghilang dalam waktu beberapa minggu saja. Penyerapan hara makanan sering
pula dibantu oleh kehadiran jamur-jamur mikroriza yang hidup bersimbiosis
dengan akar-akar. Miselia jamur itu sendiri bertindak sebagai organ penyerap bagi
tumbuhan inagnya. Sering pula dapat dijumpai bahwa bulu-bulu akar dan miselia
masuk kedalam daun-daun atau jaringan-jaringan yang sedang berdekomposisi
dan langsung menyerap hara makanan.
Jadi jelas sekali bahwa sebagian besar hara makanan yang dilepas oleh serasah
tersebut tidak mempunyai kesempatan untuk disimpan dalam tanah tetapi
langsung dikembalikan ke dalam tubuh tumbuhan. Dengan demikian nyata sekali
bahwa sebagian besar hara makanan di hutan tropis basah tersimpan dalam
tumbuhan hidup. Oleh karena kondisi yang seperti itu, maka akan terrjadi
limpahan hara yang mendadak bila hutan ditebang habis kemudian di ikuti dengan
pembakaran, tetapi hara makanan tersebut tidak akan tinggal terlalu lama dalam
tanah karena akan segera dibasuh oleh hujan lebat. Besar kesuburan tanah akan
meningkat cepat tetapi hanya untuk sementara saja dan biasanya menurun lagi
dengan cepat dalam tempo beberapa tahun.
Ini yang menjadi alasan kenapa perladangan berpindah hanya dapat bertahan
beberapa tahun saja. Daun-daun bahan organik dan mineral terputus sama sekali
dengan adanya penebangan habis, karena arus penyediaan penerus bahan-bahan
organik dari tumbuhan hidup terpenggal.

II. Pola Interaksi


Struktur yang diakibatkan oleh penyebaran organisme di dalam, dan
interaksinya dengan lingkungannya dapat disebut pola (Hutchinson, 1953).
Komunitas ialah kumpulan dari berbagai populasi yang hidup pada suatu waktu
dan daerah tertentu yang saling berinteraksi dan mempengaruhi satu sama lain.
Berikut adalah struktur komunitas dan karakter komunitas
1. Kualitatif, seperti komposisi, bentuk hidup, fenologi dan vitalitas. Vitalitas
menggambarkan kapasitas pertumbuhan dan perkembangbiakan organisme.
2. Kuantitatif, seperti Frekuensi, densitas dan densitas relatif. Frekuensi
kehadiran merupakan nilai yang menyatakan jumlah kehadiran suatu spesies di
dalam suatu habitat. Densitas (kepadatan) dinyatakan sebagai jumlah atau
biomassa per unit contoh, atau persatuan luas/volume, atau persatuan
penangkapan.
3. Sintesis adalah proses perubahan dalam komunitas yang berlangsung menuju
ke satu arah yang berlangsung lambat secara teratur pasti terarah dan dapat
diramalkan. Suksesi-suksesi terjadi sebagai akibat dari modifikasi lingkungan
fisik dalam komunitasnya dan memerlukan waktu. Proses ini berakhir dengan
sebuah komunitas atau ekosistem yang disebut klimas. Dalam tingkat ini
komunitas sudah mengalami homoestosis. Menurut konsep mutahir suksesi
merupakan pergantian jenis-jenis pioner oleh jenis-jenis yang lebih mantap yang
sangat sesuai dengan lingkungannya.
Banyak macam pengaturan yang berbeda-beda dalam standing crop dari
organisme yang memberikan sumbanagan kepada keanekaragaman pola di dalam
komunitas seperti, misalnya : 1. Pola stratifikasi (pelapisan tegak), 2. Pola-pola
zonasi (pemisahan ke arah mendatar), 3. Pola-pola kegiatan (periodisitas), 4. Pola-
pola jaring-jaring (organisasi jaringan kerja di dalam rantai pangan), 5. Pola
reproduktif (asosiasi-asosiasi orang anak-anak, klone-klone tanaman dan
sebagainya), 6. Pola-pola social (kelompok-kelompok dan kawanan-kawanan), 7.
Pola-pola ko-aktif (di akibatkan oleh pesaingan antibiosis, mutualisme dan
sebagainya), dan 8. Pola-pola stochastic (diakibatkan oleh tenaga atau kakas
acak).

III. Struktur Trofik


Struktur yang diakibatkan oleh penyebaran organisme di dalam, dan
interaksinya dengan lingkungannya dapat disebut pola. Analisis komunitas tumbuhan
merupakan suatu cara mempelajari susunan atau komposisi jenis dan bentuk atau struktur
vegetasi. Dalam ekologi hutan, satuan vegetasi yang dipelajari atau diselidiki berupa
komunitas tumbuhan yang merupakan asosiasi konkret dari semua spesies tetumbuhan yang
menempati suatu habitat. Hasil analisis komunitas tumbuhan diajikan secara deskripsi
mengenai komposisi spesies dan struktur komunitasnya. Struktur suatu komunitas tidak
hanya dipengaruhi oleh hubungan antarspesies, tetapi juga oleh jumlah individu dari setiap
spesies organisme. Hal yang demikian itu menyebabkan kelimpahan relatif suatu spesies
dapat mempengaruhi fungsi suatu komunitas, bahkan dapat memberikan pengaruh pada
keseimbangan sistem dan akhirnya berpengaruh pada stabilitas komunitas itu sendiri (Heddy,
dkk., 1986).
Ada sejumlah cara untuk mendapatkan informasi tentang struktur dan
komposisi komunitas tumbuhan darat. Namun yang paling luas diterapkan adalah cara
pencuplikan dengan kuadrat atau plot berukuran baku. Cara pencuplikan kuadrat dapat
digunakan pada semua tipe komunitas tumbuhan dan juga untuk mempelajari komunitas
hewan yang menempati atau tidak berpindah. Rincian mengenai pencuplikan kuadrat
meliputi ukuran, cacah, dan susunan plot cuplikan harus ditentukan untuk membentuk
komuniatas tertentu yang dicuplik berdasarkan pada informasi yang diinginkan (Supriatno,
2001).
Untuk kepentingan analisis komunitas tumbuhan diperlukan parameter
kualitatif. Adapun beberapa parameter kualitatif komunitas tumbuhan antara lain fisiognomi,
fenologi, periodisitas, stratifikasi, kelimpahan, penyebaran, daya hidup, dan bentuk
pertumbuhan. Sedangkan parameter kuantitatif dalam analisis komunitas tumbuhan adalah
densitas, frekuensi, luas penutupan,indeks nilai penting (INP), perbandingan nilai penting
(summed dominance ratio), indeks dominansi, indeks keanekaragaman, indeks kesamaan,
dan homogenitas suatu komunitas. (Setiadi, 1983).
Komunitas dapat dicatat dengan kategori utama dari bentuk-bentuk
pertumbuhan pertumbuhan (pohon, semak, belikar, lumut dan alga) yang menyusun struktur
komunitas hewan dan tumbuhan secara fisik (Odum,1971).Menurut Setiadi (1983), untuk
kepentingan analisis komunitas tumbuhan diperlukan parameter kualitatif. Adapun beberapa
parameter kualitatif komunitas tumbuhan antara lain fisiognomi, fenologi, periodisitas,
stratifikasi, kelimpahan, penyebaran, daya hidup, dan bentuk pertumbuhan. Sedangkan
parameter kuantitatif dalam analisis komunitas tumbuhan adalah densitas, frekuensi, luas
penutupan,indeks nilai penting (INP), perbandingan nilai penting (summed dominance ratio),
indeks dominansi, indeks keanekaragaman, indeks kesamaan, dan homogenitas suatu
komunitas. Berikut adalah struktur komunitas dan karakter komunitas :
1. Kualitatif, seperti komposisi, bentuk hidup, fenologi dan vitalitas. Vitalitas
menggambarkan kapasitas pertumbuhan dan perkembangbiakan organisme.
2. Kuantitatif, seperti Frekuensi, densitas dan densitas relatif. Frekuensi kehadiran
merupakan nilai yang menyatakan jumlah kehadiran suatu spesies di dalam suatu habitat.
Densitas (kepadatan) dinyatakan sebagai jumlah atau biomassa per unit contoh, atau
persatuan luas/volume, atau persatuan penangkapan.
3. Sintesis adalah proses perubahan dalam komunitas yang berlangsung menuju ke satu arah
yang berlangsung lambat secara teratur pasti terarah dan dapat diramalkan. Suksesi-
suksesi terjadi sebagai akibat dari modifikasi lingkungan fisik dalam komunitasnya dan
memerlukan waktu. Proses ini berakhir dengan sebuah komunitas atau ekosistem yang
disebut klimas. Dalam tingkat ini komunitas sudah mengalami homoestosis. Menurut
konsep mutahir suksesi merupakan pergantian jenis-jenis pioner oleh jenis-jenis yang
lebih mantap yang sangat sesuai dengan lingkungannya
Secara garis besar komunitas dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu
sebagai berikut :
1. Komunitas perairan terdiri atas populasi dari berbagai jenis organisme yang seluruh
anggotanya hidup didalam air, baik diair tawar, di payau, atau diair asin. Karakteristik
biogeokimia lingkungan perairan mempengaruhi keragaman kehidupan jenis organisme
penghuninya. Dalam komunitas perairan itu sendiri terdapat komunitas bentos yang terdiri
atas hewan-hewan yang melekat pada dasar perairan, komunitas plankton yang merupakan
organisme kecil yang terapung dan gerakannya tergantung arus,dan neuston yang
anggotanya bergerakdipermukaan air.
2. Komunitas daratan terdiri atas populasiorganismeyang seluruh hidupnya terdapat diatas
daratan. Komunitas ini dapat dibedakan atas komunitas daratan berair,seperti hutan rawa,
hutan magrove, dan habitat daratan kering. Setiap organismehidup (biotik) dilingkungan
atau disuatu daerah berinteraksi dengan faktor-faktor fisik dan kimia yang biasa disebut
faktor abiotik (yang tidak hidup).Faktor biotik dengan abiotik saling mempengaruhi atau
saling mengadakan pertukaran material yang merupakan suatu sistem.Disebut sistem
karena penyebaran organisme hidup didalam lingkunagn tidak terjadi secara acak,
menunjukkan suatu “keteraturan” sesuai dengan kebutuhan hidupnya. Setiap sistem yang
demikian disebut ekosistem. Jadi komunitas denganlingkungan fisiknya membentuk
ekosistem(Soerianegara,1988).
Struktur yang diakibatkan oleh penyebaran organisme di dalam, dan
interaksinya dengan lingkungannya dapat disebut pola (Hutchinson, 1953). Komunitas ialah
kumpulan dari berbagai populasi yang hidup pada suatu waktu dan daerah tertentu yang
saling berinteraksi dan mempengaruhi satu sama lain. Berdasarkan pembentukannya struktur
komunitas dibagi menjadi :
1. Struktur fisik
Struktur fisik suatu komunitas tampak apabila komunitas tersebut diamatimeliputi:
 Stratifikasi vertikal
Stratifikasi merupakan lapisan-lapisan secara vertikal yang di bentuk oleh keadaan
bentuk atau (life from) angota-angota komonitas tersebut, yang di pakai sebagai dasar
biasanya ketinggian dari pohon tersebut (Guritno, 1995).
 Horisontal heterogenitas
Hasil dari sebuah susunan dari pengaruh lingkungan dan biologis.
2. Struktur biologi
Struktur biologi komunitas meliputi :
 Dominasi spesies
Dikawasan tropika jarang sekali terjadi komunitas alami dirajai oleh hanya satu jenis,
dan bila ada biasanya komunitas tersebut mempunyai habitat yang ekstrim yang
hanya jenis-jenis tertentu saja yang dapat toleran dan mampu hidup pada habitat
tersebut. Sebagai contoh dapay kita ambil hutan manggrove ( hutan payau atau hutan
bakau ) yang dirajai oleh beberapa jenis saja dan masing-masing jenis menjadi
dominan pada kondisi habitat tertentu. Pada umumnya dikawasan tropik dalam suatu
komunitas setiap jenis mempunyai kedudukan yang hampir sama, tidak ada yang
menjadi ” raja ” atau ” dominan”. Karekteristik komunitas dikawasan tropis adalah
keanekaragaman jenis tinggi. Indeks dominansi (index of dominance) adalah
parameter yang menyatakan tingkat terpusatnya dominansi (penguasaan) spesies
dalam suatu komunitas. Keanekaragaman spesies merupakan cirri tingkatan
komunitas berdasarkan organisasi biologinya. Keanekaragaman spesies dapat
digunakan untuk menyatakan struktur komunitas dan mengukur stabilitas komunitas,
yaitu kemampuan suatu komunitas untuk menjaga dirinya tetap stabil meskipun ada
gangguan terhadap komponen-komponennya (Soegianto, 1994).Dominansi
merupakan sifat komunitas yang memperlihatkan jumlah jenis organisme yang
melimpah di suatu daerah (Kandeigh, 1980).

 Keanekaragaman jenis
Keragaman jenis adalah suatu sifat komunitas yang memperlihatkan tingkat-tingkat
keragaman jenis organisme yang dinyatakan dengan indeks keragaman. Indeks
keragaman adalah jumlah kelimpahan jenis yang dihitung secara matematik dan dapat
digunakan untuk mengetahui baik buruknya kualitas suatu wilayah tertentu. Suatu
komunitas yang mempunyai keragaman jenis yang tinggi akan terjadi interaksi jenis
yang melibatkan transfer energi (jaring makanan), predasi, kompetisi, dan bagian
relung yang lebih kompleks (Odum, 1971).
Keanekaragaman jenis merupakan karakteristik tingkatan dalam komunitas
berdasarkan organisasi bilogisnya, yang dapat digunakan untuk menyatakan struktur
komunitasnya. Suatu komunitas dikatakan mempunyai keanekaragaman yang tinggi
jika komunitas tersebut disusun oleh banyak spesies dengan kelimpahan spesies sama
dan hampir sama. Sebaliknya jka suatu komunitas disusun oleh sedikit spesies dan
jika hanya sedikit spesies yang dominan maka keanekaragaman jenisnya
rendah.Keanekaragaman ( diversity ) adalah jumlah jenis tumbuhan atau hewan yang
hidup pada suatu tempat tertentu. Dihutan Kalimantan misalnya dalam satu hektar
teradapat pohon (dengan diameter lebih dari 10 cm ) sebanyak kurang lebih 400-
500 yang tergolong dalam 150-200 jenis, sehingga rata setiap jenis hanya mempunyai
kurang lebih 2 pohon perhektar. Tidak demikian halnya dikawasan beriklim sedang
dan dingin. Dalam satu hektar mungkin hanya terdapat 10-20 jenis saja, bahkan
kurang dari itu(Umar, 2013).
Ada dua cara untuk menentukan angka indeks ini yaitu menggunakan indeks
keanekaragaman Simpson (D) atau dengan indeks keanekaragaman Shanon- Wiener
(H′).
 D = S - 1/ln N
dimana,
D=indeks keanekaragaman
S=jumlah spesies
N= totaljumlahorganisme
 H = - Σ pi ln pi
dimana,
Pi = peluang kepentingan untuk tiap spesies (ni/N)
 Kelimpahan spesies
Kelimpahan adalah jumlah individu per satuan volume atau suatu area. Kelimpahan
individu dapat dijadikan indikator tingkat kesuburan pada suatu daearah. Kesuburan
suatu daerah dikatakan baik, apabila nilai keragaman tinggi dan kelimpahan jenis
rendah, ini berhubungan dengan prinsip kompetisi. Sebaliknya, suatu daerah yang
kurang subur adalah keragamanya rendah dan kelimpahan per individu tinggi.
IV. Spesies Kunci
Keystone adalah stone (batu) pada puncak suatu archa yang menyokong batu-
batu lain dan menjaga seluruh archa dari kerubuhan. Keystone species adalah
spesies di mana keberadaan sebagian besar spesies lain yang ada dalam suatu
ekosistem tergantung. Jika suatu keystone spesies hilang atau musnah dari suatu
sistem, spesies yang tergantung kepadanya juga akan hilang. Keystone species
bisa berasal dari top carnivores (karnivora puncak) yang menjadi penjaga
keberadaan mangsa, herbivora besar yang membentuk suatu sistem dengan spesies
lain, tumbuhan tertentu yang menyokong kehidupan serangga tertentu yang
menjadi mangsa burung, kelelawar yang menyebarluaskan biji-bijian tanaman,
dan banyak lagi organisme lain. Keystone species adalah spesies yang
keberadaannya menyumbangkan suatu keragaman hidup dan yang kepunahannya
secara konsekuen menimbulkan kepunahan bentuk kehidupan lain. Keystone
species adalah spesies yang dampaknya terhadap komunitas dan ekosistem tempat
dia hidup sangat besar, dan tak seimbang dengan kelimpahannya. Mereka
memainkan peran yang besar dalam struktur komunitas.. Keystone species adalah
spesies yang memperkaya fungsi ekosistem dalam suatu cara yang unik dan nyata
melalui aktivitasnya, dan efeknya adalah ketidakseimbangan terhadap kelimpahan
numeriknya. Kepunahan atau diambilnya spesies ini menyebabkan bermulanya
perubahan pada struktur ekosistem dan selalu mengurangi keragaman (diversitas).
Keystone species memiliki beberapa aspek khusus yang membuat mereka lebih
berarti dalam suatu ekosistem. Sebagai contoh, tumbuhan dengan jumlah
biomassa yang besar (kanopi yang rimbun) adalah penting, bukan merupakan
suatu keystone species. Tetapi di ekosistem sub-tidal, kepunahan atau
pengambilan bintang laut secara besar-besaran dapat menyebabkan predator lain
berkembang pesat dan menyapu bersih berbagai jenis alga yang hidup di
ekosistem itu
Tumbuhan memberikan unsur hara esensial dan energi untuk hewan yang
memakan tunas atau memamah daun-daunnya dan, akhirnya, karnivora memakan
herbivora ini. Bila tumbuhan dan hewan mati, fungi, mikroba, dan organisme lain
menambang unsur hara dari jaringan yang mati dan mengembalikan unsur kimia
ke tanah. Terjadi pengayaan baru, tanah menjadi siap kembali menyokong
generasi lain dari tumbuhan dan hewan.Tumbuhan dan hewan saling terkait pada
banyak paras dan dalam cara yang hampir tak terbatas. Berbagai spesies
tumbuhan, misalnya, menyandarkan diri kepada hewan – serangga, kelelawar,
hewan pengerat dan yang lainnya – untuk membawa pollen dan pembuahan biji.
Dan, berbagai hewan mengharapkan tumbuhan sebagai shelter (tempat berteduh)
– percabangan untuk tempat meletakkan sarang atau tumbuhan yang tinggi untuk
menghindari diri dari predator atau penyergapan mangsa. Begitu pula, akar
menahan tanah untuk melawan erosi, menjaga terjadinya pelumpuran masuk ke
aliran dan air tetap jernih untuk kehidupan ikan dan organisme lain.
Di dalam suatu habitat, setiap spesies berhubungan dengan dan tergantung
pada spesies lain, dan masing-masing spesies menyumbang kepada integritas
seluruh habitat itu. Beberapa spesies memberikan layanan esensial yang juga unik
terhadap habitatnya. Tanpa kerja dari spesies kunci ini, perubahan habitat akan
terlihat nyata dan berpengaruh. Pakar ilmu pengetahuan menyebut spesies yang
memainkan peran amat penting ini dengan nama “keystone species”. Kepunahan
atau lenyapnya suatu keystone dari ekosistem akan memicu hilangnya spesies
residen yang lain, dan hubungan yang rumit diantara spesies residen yang tinggal
menjadi terlepas dan terurai. Dalam efek domino ini, spesies akan hilang seperti
mengalirnya air, hilangnya satu spesies akan diikuti oleh spesies lain.
Perlu digaris bawahi bahwa kita mengusulkan keystone species hanya spesies
yang populasinya menyokong atau secara esensial mengubah pola vegetasi
ekosistem. Di bawah pemahaman seperti itu, misalnya, hanya pohon yang dapat
dianggap sebagai keystone species komunitas hutan (detritus ecosystem), dan
bison yang dapat dipandang sebagai keystone species komunitas padang rumput
(pasture ecosystem). Tipe ekosistem akan berubah bila keystone species hilang
karena beberapa sebab, atau bila keystone baru yang lebih kuat datang ke
ekosistem itu.
Mozaik suksesi pada tumbuhan dihasilkan dari kehancuran biotik dan abiotik
pada skala spatiotemporal yang berbeda. Hirarki kehancuran vegetasi ini
dihasilkan dalam suatu pola hirarki mozaik populasi tumbuhan. Contoh
kehancuran dalam skala yang relatif besar pada daerah sedang (temperata) adalah
(1) catastrophic event (bencana besar) (seperti kebakaran, angin ribut/topan);(2)
pathogens (seperti fungi atau insekta); dan (3) pola makan mammalia (seperti
bison atau berang-berang).
Kesehatan lingkungan selalu diukur dari keberadaan, ketidakberadaan, atau
kelimpahan suatu spesies indikator pada suatu tipe habitat. Suatu spesies indikator
adalah spesies yang memiliki kisaran toleransi ekologis sempit yang keberadaan
dan ketidakberadaannya adalah indikasi yang baik terhadap kondisi lingkungan.
Beberapa spesies diketahui memiliki peran yang besar yang tak sebanding dalam
menentukan stuktur komunitas secara keseluruhan dalam suatu ekosistem. Spesies
ini disebut keystone species.Salah satu kontribusi penting yang fundamental
konsep keystone species adalah perhatian terhadap studi ini dapat
menggambarkan kekuatan interaksi yang berbeda dalam jaring makanan
komunitas. Kontribusi penting yang kedua dari paradigma keystone adalah
implikasinya yang hanya spesies minoritas memiliki interaksi kuat yang
mempengaruhi komposisi komunitas. Di awal 1960an, pakar-pakar ekologi
mengakui adanya “keystone groups”, atau “functional groups”. Peneliti-peneliti
menjelaskan banyak sistem dimana kelompok spesies berfungsi sebagai satu unit,
secara kolektif memainkan peran yang nyata sebagai suatu keystones species
dalam sistem yang lain Di dalam kelompok fungsional ini, peran-peran tertentu
diisi oleh satu dari beberapa spesies secara dipertukarkan; ini adalah redundansi
---“ecosystem insuranca”.
V. Analisis Vegetasi
A. Pengertian Analisa Vegetasi
Analisa vegetasi adalah cara mempelajari susunan (komposisi jenis) dan
bentuk (struktur) vegetasi atau masyarakat tumbuh-tumbuhan. Untuk suatu
kondisi hutan yang luas, maka kegiatan analisa vegetasi erat kaitannya dengan
sampling, artinya kita cukup menempatkan beberapa petak contoh untuk mewakili
habitat tersebut. Dalam sampling ini ada tiga hal yang perlu diperhatikan, yaitu
jumlah petak contoh, cara peletakan petak contoh dan teknik analisa vegetasi yang
digunakan.
Vegetasi merupakan kumpulan tumbuh-tumbuhan, biasanya terdiri dari
beberapa jenis yang hidup bersama-sama pada suatu tempat. Dalam mekanisme
kehidupan bersama tersebut terdapat interaksi yang erat, baik diantara sesama
individu penyusun vegetasi itu sendiri maupun dengan organisme lainnya
sehingga merupakan suatu sistem yang hidup dan tumbuh serta dinamis
Vegetasi, tanah dan iklim berhubungan erat dan pada tiap-tiap tempat
mempunyai keseimbangan yang spesifik. Vegetasi di suatu tempat akan berbeda
dengan vegetasi di tempat 1ain karena berbeda pula faktor
lingkungannya. Vegetasi hutan merupakan sesuatu sistem yang dinamis, selalu
berkembang sesuai dengan keadaan habitatnya
Analisis vegetasi adalah suatu cara mempelajari susunan dan atau komposisi
vegetasi secara bentuk (struktur) vegetasi dari tumbuh-tumbuhan. Unsur struktur
vegetasi adalah bentuk pertumbuhan, stratifikasi dan penutupan tajuk. Untuk
keperluan analisis vegetasi diperlukan data-data jenis, diameter dan tinggi untuk
menentukan indeks nilai penting dari penvusun komunitas hutan tersebut. Dengan
analisis vegetasi dapat diperoleh informasi kuantitatif tentang struktur dan
komposisi suatu komunitas tumbuhan.
Prinsip penentuan ukuran petak adalah petak harus cukup besar agar individu
jenis yang ada dalam contoh dapat mewakili komunitas, tetapi harus cukup kecil
agar individu yang ada dapat dipisahkan, dihitung dan diukur tanpa duplikasi atau
pengabaian. Karena titik berat analisa vegetasi terletak pada komposisi jenis dan
jika kita tidak bisa menentukan luas petak contoh yang kita anggap dapat
mewakili komunitas tersebut, maka dapat menggunakan.
Kurva Spesies Area (KSA). Dengan menggunakan kurva ini, maka dapat
ditetapkan : (1) luas minimum suatu petak yang dapat mewakili habitat yang akan
diukur, (2) jumlah minimal petak ukur agar hasilnya mewakili keadaan tegakan
atau panjang jalur yang mewakili jika menggunakan metode jalur.
B. Sifat dalam Pengambilan Analisis Vegetasi
Beberapa sifat yang terdapat pada individu tumbuhan dalam membentuk
populasinya, dimana sifat – sifatnya bila di analisa akan menolong dalam
menentukan struktur komunitas. Sifat – sifat individu ini dapat dibagi atas dua
kelompok besar, dimana dalam analisanya akan memberikan data yang bersifat
kualitatif dan kuantitatif. Analisa kuantitatif meliputi : distribusi tumbuhan
(frekuensi), kerapatan (density), atau banyaknya (abudance).
Dalam pengambilan contoh kuadrat, terdapat empat sifat yang harus
dipertimbangkan dan diperhatikan, karena hal ini akan mempengaruhi data yang
diperoleh dari sample. Keempat sifat itu adalah :
1. Ukuran petak.
2. Bentuk petak.
3. Jumlah petak.
4. Cara meletakkan petak di lapangan.
C. Komponen Penyusun Analisis Vegetasi
Jika berbicara mengenai vegetasi, kita tidak bisa terlepas dari komponen
penyusun vegetasi itu sendiri dan komponen tersebutlah yang menjadi fokus
dalam pengukuran vegetasi.
Komponen tumbuh-tumbuhan penyusun suatu vegetasi umumnya terdiri dari:
 Belukar (Shrub) : Tumbuhan yang memiliki kayu yang cukup besar, dan
memiliki tangkai yang terbagi menjadi banyak subtangkai.
 Epifit (Epiphyte) : Tumbuhan yang hidup dipermukaan tumbuhan lain
(biasanya pohon dan palma). Epifit mungkin hidup sebagai parasit atau hemi-
parasit.
 Paku-pakuan (Fern) : Tumbuhan tanpa bunga atau tangkai, biasanya memiliki
rhizoma seperti akar dan berkayu, dimana pada rhizoma tersebut keluar
tangkai daun.
 Palma (Palm) : Tumbuhan yang tangkainya menyerupai kayu, lurus dan
biasanya tinggi; tidak bercabang sampai daun pertama. Daun lebih panjang
dari 1 meter dan biasanya terbagi dalam banyak anak daun.
 Pemanjat (Climber) : Tumbuhan seperti kayu atau berumput yang tidak berdiri
sendiri namun merambat atau memanjat untuk penyokongnya seperti kayu
atau belukar.
 Terna (Herb) : Tumbuhan yang merambat ditanah, namun tidak menyerupai
rumput. Daunnya tidak panjang dan lurus, biasanya memiliki bunga yang
menyolok, tingginya tidak lebih dari 2 meter dan memiliki tangkai lembut
yang kadang-kadang keras.
 Pohon (Tree) : Tumbuhan yang memiliki kayu besar, tinggi dan memiliki satu
batang atau tangkai utama dengan ukuran diameter lebih dari 30 cm.Untuk
tingkat pohon dapat dibagi lagi menurut tingkat permudaannya, yaitu :
o Semai (Seedling) : Permudaan mulai dari kecambah sampai anakan kurang
dari 1.5 m.
o Pancang (Sapling) : Permudaan dengan tinggi 1.5 m sampai anakan
berdiameter kurang dari 10 cm.
o Tiang (Poles) : Pohon muda berdiameter 10 cm sampai kurang dari 20 cm.
Sedikit berbeda dengan inventarisasi hutan yang titik beratnya terletak pada
komposisi jenis pohon. Perbedaan ini akan mempengaruhi cara sampling. Dari
segi floristis-ekologis “random-sampling” hanya mungkin digunakan apabila
langan dan vegetasinya homogen, misalnya padang rumput dan hutan tanaman.
Pada umumnya untuk keperluan penelitian ekologi hutan lebih tepat dipakai
“systimatic sampling”, bahkan “purposive sampling” pun boleh digunakan pada
keadaan tertentu.
D. Ragam Metode Analisis Vegetasi
Untuk memperoleh informasi vegetasi secara obyektif digunakan metode
ordinasi dengan menderetkan contoh-contoh (releve) berdasar koefisien
ketidaksamaan . Variasi dalam releve merupakan dasar untuk mencari pola
vegetasinya. Dengan ordinasi diperoleh releve vegetasi dalam bentuk model
geometrik yang sedemikian rupa sehingga releve yang paling serupa mendasarkan
komposisi spesies beserta kelimpahannya akan rnempunyai posisi yang saling
berdekatan, sedangkan releve yang berbeda akan saling berjauhan. Ordinasi dapat
pula digunakan untuk menghubungkan pola sebaran jenis jenis dengan perubahan
faktor lingkungan.
Dalam analisa vegetasi ini terdapat banyak ragam metode analisa diantaranya
yaitu:
1) Dengan cara petak tunggal
2) Dengan cara petak berganda
3) Dengan cara jalur (Transek) dengan cara garis berpetak
4) Dengan cara-cara tanpa petak
Beberapa metodologi yang umum dan sangat efektif serta efisien jika
digunakan untuk penelitian, yaitu metode kuadrat, metode garis dan metode tanpa
plot.
 Metode Kuadran
Pada umumnya dilakukan jika hanya vegetasi tingkat pohon saja yang menjadi
bahan penelitian. Metode ini mudah dan lebih cepat digunakan untuk mengetahui
komposisi, dominansi pohon dan menaksir volumenya.Ada dua macam metode
yang umum digunakan :
a. Point-quarter
Yaitu metode yang penentuan titik-titik terlebih dahulu ditentukan
disepanjang garis transek. Jarak satu titik dengan lainnya dapat ditentukan
secara acak atau sistematis. Masing-masing titik dianggap sebagai pusat dari
arah kompas, sehingga setiap titik didapat empat buah kuadran. Pada masing-
masing kuadran inilah dilakukan pendaftaran dan pengukuran luas penutupan
satu pohon yang terdekat dengan pusat titik kuadran. Selain itu diukur pula
jarak antara pohon terdekat dengan titik pusat kuadran(Polumin,1990).
b. Wandering-quarter
Yaitu suatu metode dengan cara membuat suatu garis transek dan
menetapkan titik sebagai titik awal pengukuran. Dengan menggunakan
kompas ditentukan satu kuadran (sudut 90°) yang berpusat pada titik awal
tersebut dan membelah garis transek dengan dua sudut sama besar. Kemudian
dilakukan pendaftaran dan pengukuran luas penutupan danjarak satu pohon
terdekat dengan titik pusat kuadran. Penarikan contoh sampling dengan
metode-metode diatas umumnya digunakan pada penelitian-penelitian yang
bersifat kuantitatif(Polumin,1990) .
Ukuran permudaan yang digunakan dalam kegiatan analisis vegetasi
hutan adalah sebagai berikut:
o Semai : Permudaan mulai dari kecambah sampai anakan setinggi kurang
dari 1,5 m.
o Pancang : Permudaan dengan tinggi 1,5 m sampai anakan berdiameter
kurang dari 10 cm.
o Pohon : Pohon berdiameter 10 cm atau lebih.
o Tumbuhan bawah : Tumbuhan selain permudaan pohon, misal rumput,
herba dan semak belukar.
Selanjutnya ukuran sub-petak untuk setiap tingkat permudaan adalah
sebagai berikut:
o Semai dan tumbuhan bawah : 2 x 2 m.
o Pancang : 5 x 5 m.
o Pohon : 10 x 10 m.
Kuadrat adalah daerah persegi dengan berbagai ukuran. Ukuran
tersebut bervariasi dari 1 dm2 sampai 100 m2. Bentuk petak sampel dapat
persegi, persegi panjang atau lingkaran(Swarnamo,2009). Metode kuadrat juga
ada beberapa jenis:
o Liat quadrat: Spesies di luar petak sampel dicatat
o Count/list count quadrat: Metode ini dikerjakan dengan menghitung
jumlah spesies yang ada beberapa batang dari masing-masing spesies di
dalam petak. Jadi merupakan suatu daftar spesies yang ada di daerah yang
diselidiki(Swarnamo,2009).
o Cover quadrat (basal area kuadrat): Penutupan relatif dicatat, jadi
persentase tanah yag tertutup vegetasi. Metode ini digunakan untuk
memperkirakan berapa area (penutupan relatif) yang diperlukan tiap-tiap
spesies dan berapa total basal dari vegetasi di suatu daerah. Total basal dari
vegetasi merupakan penjumlahan basal area dari beberapa jenis tanaman.
Cara umum untuk mengetahui basal area pohon dapat dengan mengukur
diameter pohon pada tinggi 1,375 meter (setinggi dada) (Swarnamo,2009).
o Chart quadrat: Penggambaran letak/bentuk tumbuhan disebut Pantograf.
Metode ini ter-utama berguna dalam mereproduksi secara tepat tepi-tepi
vegetasi dan menentukan letak tiap- tiap spesies yang vegetasinya tidak
begitu rapat. Alat yang digunakan pantograf dan planimeter. Pantograf
diperlengkapi dengan lengan pantograf. Planimeter merupakan alat yang
dipakai dalam pantograf yaitu alat otomatis mencatat ukuran suatu luas
bila batas-batasnya diikuti dengan jarumnya
 Metode Titik
Metode titik merupakan suatu metode analisis vegetasi dengan
menggunakan cuplikan berupa titik. Pada metode ini tumbuhan yang dapat
dianalisis hanya satu tumbuhan yang benar-benar terletak pada titik-titik yang
disebar atau yang diproyeksikan mengenai titik-titik tersebut. Dalam
menggunakan metode ini variable-variabel yang digunakan adalah kerapatan,
dominansi, dan frekuensi.

 Metode Garis

Metode garis merupakan suatu metode yang menggunakan cuplikan


berupa garis. Penggunaan metode ini pada vegetasi hutan sangat bergantung
pada kompleksitas hutan tersebut. Dalam hal ini, apabila vegetasi sederhana
maka garis yang digunakan akan semakin pendek. Untuk hutan, biasanya
panjang garis yang digunakan sekitar 50 m-100 m. sedangkan untuk vegetasi
semak belukar, garis yang digunakan cukup 5 m-10 m. Apabila metode ini
digunakan pada vegetasi yang lebih sederhana, maka garis yang digunakan
cukup 1 m.
Pada metode garis ini, system analisis melalui variable-variabel kerapatan,
kerimbunan, dan frekuensi yang selanjutnya menentukan INP (indeks nilai
penting) yang akan digunakan untuk memberi nama sebuah vegetasi.
Kerapatan dinyatakan sebagai jumlah individu sejenis yang terlewati oleh
garis. Kerimbunan ditentukan berdasar panjang garis yang tertutup oleh
individu tumbuhan, dan dapat merupakan prosentase perbandingan panjang
penutupan garis yang terlewat oleh individu tumbuhan terhadap garis yang
dibuat. Frekuensi diperoleh berdasarkan kekerapan suatu spesies yang
ditemukan pada setiap garis yang disebar.
 Metode Tanpa Plot
Metode tanpa plot merupakan analisa vegetasi yang mana dalam
pelaksanaannya tidak menggunakan plot atau area sebagai alat bantu. Akan
tetapi cuplikan yang digunakan hanya berupa titik sehingga sering juga
metode tanpa plot. Hal ini karena pada metode ini tidak menggambarkan luas
area tertentu, sama halnya dengan metode kuadrat yaitu dalam memperoleh
nilai penting harus terlebih dahulu dihitung kerapatan, dominasi, dan
frekuensinnya. Metode ini sering dipakai untuk vegetasi berbentuk hutan atau
vegetasi kompleks lainnya.

E. Parameter Analisis Vegetasi


Adapun parameter vegetasi yang diukur dilapangan secara langsung adalah:
1) Nama jenis (lokal atau botanis)
2) Jumlah individu setiap jenis untuk menghitung kerapatan
3) Penutupan tajuk untuk mengetahui persentase penutupan vegetasi terhadap
lahan
4) Diameter batang untuk mengetahui luas bidang dasar dan berguna untuk
menghitung volume pohon.
5) Tinggi pohon, baik tinggi total (TT) maupun tinggi bebas cabang (TBC),
penting untuk mengetahui stratifikasi dan bersama diameter batang dapat
diketahui ditaksir ukuran volume pohon.
Hasil pengukuran lapangan dilakukan dianalisis data untuk mengetahui
kondisi kawasan yang diukur secara kuantitatif. Beberapa rumus yang penting
diperhatikan dalam menghitung hasil analisa vegetasi,yaitu:
a. Kerapatan (Density)
Banyaknya (abudance) merupakan jumlah individu dari satu jenis pohon
dan tumbuhanlain yang besarnya dapat ditaksir atau dihitung.Secara
kualitatif kualitatif dibedakan menjadi jarang terdapat ,kadang-kadang
terdapat,sering terdapat dan banyak sekali terdapat jumlah individu yang
dinyatakan dalam persatuan ruang disebut kerapatan yang umunya
dinyatakan sebagai jumlah individu,atau biosmas populasi persatuan areal
atau volume,missal 200 pohon per Ha(Michel,1990).
b. Dominasi
Dominasi dapat diartikan sebagai penguasaan dari satu jenis terhadap jenis
lain (bisa dalam hal ruang ,cahaya danlainnya),sehingga dominasi dapat
dinyatakan dalam besaran:
o Banyaknya Individu (abudance)dan kerapatan (density)
o Persen penutupan (cover percentage) dan luas bidang
dasar(LBD)/Basal area(BA)
o Volume
o Biomas
o Indek nilai penting(importance value-IV)
c. Frekuensi
Frekuensi merupakan ukuran dari uniformitas atau regularitas
terdapatnya suatu jenis frekuensi memberikan gambaran bagimana pola
penyebaran suatu jenis,apakah menyebar keseluruh kawasan atau
kelompok.Hal ini menunjukan daya penyebaran dan adaptasinya terhadap
lingkungan. Frekuensi digolongkan dalam lima kelas berdasarkan besarnya
persentase,yaitu:
o Kelas A dalam frekuensi 01 –20 %
o Kelas B dalam frekuensi 21-40 %
o Kelas C dalm frekuensi 41-60%
o Kelas D dalam frekuensi 61-80 %
o Kelas E dalam frekuensi 81-100%
d. Indek Nilai Penting(importance value Indeks)
Merupakan gambaran lengkap mengenai karakter sosiologi suatu spesies
dalam komunitas(Contis dan Mc Intosh, 1951) dalam Shukla dan chandel
(1977).Nilainya diperoleh dari menjumlahkan nilai kerapatan relatif, dominasi
relaif dan frekuensi relatif,sehingga jumlah maksimalnya 300%.
Analisis vegetasi dapat dilanjutkan untuk menentukan indeks
keanekaragaman ,indeks kesamaan, indeks asosiasi, kesalihan, dll, yang dapat
banyak memberikan informasi dalam pengolahan suatu kawasan, penilaian
suatu kawasan. Data penunjang seperti tinggi tempat, pH tanah warna tanah,
tekstur tanah dll diperlukan untuk membantu dalam menginterpretasikan hasil
analisis.Berdasarkan tujuan pendugaan kuantitatif komunitas vegetasi
dikelompokkan ke dalam 3 kategori yaitu :
1) Pendugaan komposisi vegetasi dalam suatu areal dengan batas-batas
jenis dan membandingkan dengan areal lain atau areal yang sama
namun waktu pengamatan berbeda.
2) Menduga tentang keragaman jenis dalam suatu areal.
3) Melakukan korelasi antara perbedaan vegetasi dengan faktor
lingkungan tertentu atau beberapa faktor lingkungan(Swarnamo,2009).

Anda mungkin juga menyukai