Studi Kelayakan
Studi Kelayakan
Tim Pengusul :
i
HALAMAN PENGESAHAN LAPORAN AKHIR PENELITIAN
HIBAH PENELITIAN JURUSAN ARSITEKTUR TAHUN 2015
Anggota Peneliti :
a. Nama Lengkap : I Ketut Mudra, ST., MT.
b. NIDN / NIP : 0020116801 / 196811201995031001
c. Jabatan Fungsional : Lektor
d. Nomor HP / e-mail : (+62) 818558516 / ikmudra@yahoo.com
Ir. I Made Suarya, MT. Ir. Ida Bagus Ngurah Bupala, MT.
NIP. 195610151986011001 NIP. 195312311986021004
ii
Ringkasan
Kesehatan merupakan hak azasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus
diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Sebagai bagian integral dari pembangunan
nasional, maka pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran,
kemampuan dan kemauan untuk hidup sehat bagi setiap orang sehingga terwujud derajat
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.
Pengaruh dari pertumbuhan penduduk dan peningkatan ekonomi tentunya akan
meningkatkan kebutuhan pelayanan rumah sakit yang bermutu dan menjangkau seluruh
lapisan masyarakat. Permasalahan keterbatasan akses dan pemerataan sarana pelayanan
rumah sakit saat ini tidak hanya didominasi daerah tertinggal, perbatasan dan kepulauan
tetapi juga ditemui juga pada daerah perkotaan di mana daya tampung rawatan rumah sakit
tidak sebanding dengan jumlah penduduk di sekitarnya. Kondisi ini sering membuat
persaingan tidak sehat pengguna jasa rumah sakit dalam mendapatkan kesempatan prioritas
pelayaann yang akhirnya masyarakat tidak mampu menjadi pihak yang sulit mendapatkan
pelayanan kesehatan dengan segala keterbatasannya.
Rumah sakit sebagai salah satu sarana kesehatan rujukan yang memberikan pelayanan
kesehatan kepada masyarakat, memiliki peran yang sangat strategis dalam mempercepat
peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Rumah Sakit Tipe D Pratama merupakan salah
satu upaya Kementerian Kesehatan bekerjasama dengan Pemerintah Daerah untuk
meningkatkan akses pelayanan kesehatan di daerah tersebut.
Sejalan dengan tuntutan kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang sesuai
dengan ketentuan, maka Pemerintah Kabupaten Buleleng merencanakan pembangunan
sebuah Rumah Sakit Tipe D Pratama di Kecamatan Seririt. Oleh karena itu, usulan
penelitian ini akan mencoba melakukan studi kelayakan teknis dan ekonomi terhadap
rencana pembangunan rumah sakit di atas, sehingga dapat menyediakan pelayanan
kesehatan yang bermutu dan menjangkau seluruh lapisan masyarakat.
Penelitian ini dirancang sebagai sebuah penelitian yang menggunakan metode kuantitatif.
Pengumpulan data primer dilakukan melalui observasi ke lokasi rencana rumah sakit
dengan pengukuran dan dokumentasi (foto). Data-data sekunder diperoleh melalui
literatur/buku-buku kepustakaan, dokumen tata ruang terkait, dan internet. Kegiatan
klasifikasi dan kompilasi data dilakukan untuk memudahkan dalam menyusun hasil
penelitian. Keluaran penelitian ini adalah berupa kelayakan teknis dan ekonomi terhadap
rencana pembangunan Rumah Sakit Tipe D Pratama di Kecamatan Seririt, Kabupaten
Buleleng, sehingga dapat dijadikan bahan rujukan dan pedoman bagi pemerintah dalam
menyusun gambar/dokumen perencanaan.
iii
Prakata
Puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat karunia-
Nyalah Laporan Akhir Penelitian yang berjudul “Studi Kelayakan Teknis dan Ekonomi
Rencana Pembangunan Rumah Sakit Tipe D Pratama di Kecamatan Seririt, Kabupaten Buleleng”
dapat diselesaikan dengan baik dan tepat pada waktunya.
Tujuan penelitian ini secara umum adalah melakukan studi kelayakan terhadap rencana
pembangunan Rumah Sakit Tipe D Pratama di Kecamatan Seririt, Kabupaten Buleleng.
Secara khusus, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kelayakan dari rencana
pembangunan rumah sakit tersebut di atas dari aspek teknis dan ekonomi, sehingga dapat
dijadikan bahan rujukan dan pedoman bagi pemerintah dalam menyusun gambar/dokumen
perencanaan. Kegiatan penelitian ini dibiayai dari dana PNBP Universitas Udayana Tahun
2015.
Terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya disampaikan kepada semua pihak
yang telah membantu memberikan informasi dan kesempatan untuk melaksanakan
kegiatan penelitian ini.
Sangat disadari, bahwa Laporan Akhir Penelitian ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu,
segala bentuk saran, kritik, dan masukan sangat diharapkan demi kesempurnaannya.
Semoga Laporan Penelitian ini dapat memenuhi tujuan yang diharapkan dan bermanfaat
bagi para pembaca.
iv
Daftar Isi
BAB 1 Pendahuluan................................................................................................ 1
1.1. Latar Belakang ................................................................................. 1
1.2. Permasalahan .................................................................................... 2
1.3. Tujuan ............................................................................................... 4
1.4. Target dan Luaran ............................................................................ 4
Daftar Pustaka............................................................................................................... 84
Lampiran 1. Susunan Organisasi Tim Peneliti dan Pembagian Tugas.............................. 86
v
Daftar Gambar
vi
Daftar Tabel
vii
Bab 1. Pendahuluan
Kesehatan merupakan hak azasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus
diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Sebagai bagian integral dari pembangunan
nasional, maka pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran,
kemampuan dan kemauan untuk hidup sehat bagi setiap orang sehingga terwujud derajat
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.
Pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh pemerintah selama ini, telah berhasil
meningkatkan derajat kesehatan secara bermakna, meskipun belum dapat dinikmati secara
merata oleh seluruh penduduk di Indonesia, khususnya masyarakat yang bermukim di
lokasi-lokasi terpencil, termasuk di daerah pesisir, pulau-pulau kecil dan daerah
pemekaran. Padahal di dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan,
secara tegas mengamanatkan kepada pemerintah untuk bertanggung jawab merencanakan,
mengatur, menyelenggarakan, membina, dan mengawasi penyelenggaraan upaya kesehatan
yang merata dan terjangkau oleh masyarakat. Penyelenggaraan upaya kesehataan saat ini
lebih mengedepankan pemerataan dan keterjangkauan masyarakat mengakses pelayanan
kesehatan khususnya pelayanan rujukan.
Rumah sakit sebagai salah satu sarana kesehatan rujukan yang memberikan pelayanan
kesehatan kepada masyarakat memiliki peran yang sangat strategis dalam mempercepat
peningkatan derajat kesehatan masyarakat.
1
Dalam rangka meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan rumah sakit
di daerah tertinggal, perbatasan, kepulauan, daerah bermasalah kesehatan, daerah
pemekaran baru dan daerah dengan tingkat kepadatan penduduk yang cukup tinggi, di
mana belum tersedianya fasilitas kesehatan tersebut atau sarana pelayanan yang ada masih
belum dapat memenuhi kebutuhan daerah tersebut, maka dilakukan kerjasama antara
pemerintah dengan pemerintah daerah untuk menyediakan sarana pelayanan kesehatan
rumah sakit yang bermutu dan melayani seluruh lapisan masyarakat.
Rumah Sakit Tipe D Pratama merupakan salah satu upaya Kementerian Kesehatan
bekerjasama dengan Pemerintah Daerah untuk meningkatkan akses pelayanan kesehatan di
daerah tersebut.
Sejalan dengan tuntutan kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di atas, maka Pemerintah Kabupaten
Buleleng merencanakan pembangunan sebuah Rumah Sakit Tipe D Pratama di Kecamatan
Seririt. Oleh karena itu, penelitian ini akan melakukan studi kelayakan teknis dan ekonomi
terhadap rencana pembangunan rumah sakit di atas, sehingga dapat menyediakan
pelayanan kesehatan yang bermutu dan menjangkau seluruh lapisan masyarakat.
1.2. Permasalahan
2
prasarana, baik secara ekonomi, sosial budaya, teknis teknologis, lingkungan, dan lain-
lain.
Salah satu unsur objek yang dirasakan masih menemui permasalahan adalah dalam hal
standarisasi pelayanan yang tentu merujuk kepada ketersediaan fasilitas/sarana. Dilihat dari
aspek sosial kependudukan bahwa kondisi masyarakat di lingkungan sekitar lokasi dan
masyarakat Buleleng pada umumnya merupakan masyarakat dengan lingkungan yang
agamais serta menjunjung tinggi nilai-nilai keagamaan. Hal tersebut merupakan salah satu
dasar dan landasan dalam rangka perencanaan suatu wilayah agar pembangunan yang
dihasilkan tidak mengurangi atau menyalahi nilai dan norma sosial di wilayah Buleleng.
Jika dilihat dari keberadaan lokasi peruntukan rumah sakit sangat berpotensi dan strategis
untuk dikembangkan, karena terletak di sisi jalan pusat Kota Seririt, Kabupaten Buleleng
yang dapat meningkatkan kawasan tersebut menjadi lebih hidup dan memberikan fasilitas
bagi masyarakat setempat dan masyarakat luas akan kebutuhan kesehatan. Dilihat dari
kondisi eksisting di sekitar lokasi peruntukan rumah sakit bahwa penggunaan lahan di sisi
jalan sudah terbangun beberapa macam aktivitas/kegiatan dalam bidang perdagangan dan
jasa, serta diperuntukkan sebagai permukiman penduduk.
3
Adapun faktor-faktor tersebut antara lain adalah : 1) Faktor lingkungan; 2) Faktor sosial
ekonomi; 3) Faktor kependudukan; 4) Faktor infrastruktur; 5) Faktor daya dukung dan
daya tampung lahan; dan 5) Faktor kelembagaan dan pembiayaan.
Hal lain yang menjadi pertimbangan pengembangan suatu lahan adalah aspirasi
masyarakat terhadap perencanaan pembangunan serta kemampuan lokasi tersebut terhadap
daya serap dan daya tarik terhadap masyarakat, juga memperhatikan kemungkinan
masalah-masalah yang akan muncul dan berdampak negatif terhadap perkembangan
penduduk di masa yang akan datang, serta keberadaan lokasi objek tersebut khususnya.
Akan tetapi yang perlu dicermati, bahwa perencanaan diciptakan untuk menjadikan suatu
kawasan menjadi lebih baik, berdaya guna dan berhasil guna yang dapat dimanfaatkan bagi
daerah setempat dan masyarakat luas pada umumnya.
Mengingat kompleksnya komponen yang harus di-studi dengan waktu yang relatif terbatas,
maka permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini akan dibatasi pada aspek teknis
dan ekonomi terhadap rencana pembangunan Rumah Sakit Tipe D Pratama di Kecamatan
Seririt, Kabupaten Buleleng. Hal ini diharapkan dapat menjawab pertanyaan, apakah
secara teknis dan ekonomi rumah sakit tersebut memang layak atau tidak dibangun?
1.3. Tujuan
Tujuan umum penelitian ini adalah melakukan studi kelayakan terhadap rencana
pembangunan Rumah Sakit Tipe D Pratama di Kecamatan Seririt, Kabupaten Buleleng.
Secara khusus, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kelayakan dari rencana
pembangunan rumah sakit tersebut di atas dari aspek teknis dan ekonomi, sehingga dapat
dijadikan bahan rujukan dan pedoman bagi pemerintah dalam menyusun gambar/dokumen
perencanaan.
Target yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah studi kelayakan teknis dan ekonomi
rencana pembangunan Rumah Sakit Tipe D Pratama di Kecamatan Seririt, Kabupaten
Buleleng. Luaran sebagai hasil penelitian ini adalah :
a. Kelayakan teknis, terdiri atas :
1) Lokasi;
2) Situasi; .
4
3) Block Plan;
4) Struktur dan bahan;
5) Prasarana dan utilitas;
6) Tampilan bangunan;
7) Ruang dalam;
8) Ruang luar (landscaping); dan
9) Schematic design.
5
Bab 2. Tinjauan Pustaka
Pengertian kesehatan menurut wikipedia adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan
sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
Sedangkan Pengertian Kesehatan menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 1948
menyebutkan bahwa pengertian kesehatan adalah sebagai suatu keadaan fisik, mental, dan
sosial kesejahteraan dan bukan hanya ketiadaan penyakit atau kelemahan. Pada tahun
1986, WHO, dalam Piagam Ottawa untuk Promosi Kesehatan, mengatakan bahwa
pengertian kesehatan adalah sumber daya bagi kehidupan sehari-hari, bukan tujuan hidup
Kesehatan adalah konsep positif menekankan sumber daya sosial dan pribadi, serta
kemampuan fisik.
6
6) Dalam pelayanan kesehatan, masalah ini menjadi lebih pelik, berhubung dalam
manajemen pelayanan kesehatan tidak saja terkait beberapa kelompok manusia, tetapi
juga sifat yang khusus dari pelayanan kesehatan itu sendiri
Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang
memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis (Bab I,
Pasal 1, angka 1). Pembangunan kesehatan diselenggarakan dengan berasaskan
perikemanusiaan, keseimbangan, manfaat, pelindungan, penghormatan terhadap hak dan
kewajiban, keadilan, gender dan nondiskriminatif dan norma-norma agama (Bab II, Pasal
2).
a. Asas perikemanusiaan yang berarti bahwa pembangunan kesehatan harus dilandasi atas
perikemanusiaan yang berdasarkan pada Ketuhanan Yang Maha Esa dengan tidak
membedakan golongan agama dan bangsa.
b. Asas keseimbangan berarti bahwa pembangunan kesehatan harus dilaksanakan antara
kepentingan individu dan masyarakat, antara fisik dan mental, serta antara material dan
sipiritual.
c. Asas manfaat berarti bahwa pembangunan kesehatan harus memberikan manfaat yang
sebesar-besarnya bagi kemanausiaan dan perikehidupan yang sehat bagi setiap warga
negara.
d. Asas pelindungan berarti bahwa pembangunan kesehatan harus dapat memberikan
pelindungan dan kepastian hukum kepada pemberi dan penerima pelayanan kesehatan.
e. Asas penghormatan terhadap hak dan kewajiban berarti bahwa pembangunan kesehatan
dengan menghormati hak dan kewajiban masyarakat sebagai bentuk kesamaan
kedudukan hukum.
7
f. Asas keadilan berarti bahwa penyelenggaraan kesehatan harus dapat memberikan
pelayanan yang adil dan merata kepada semua lapisan masyarakat dengan pembiayaan
yang terjangkau.
g. Asas gender dan nondiskriminatif berarti bahwa pembangunan kesehatan tidak
membedakan perlakuan terhadap perempuan dan laki-laki
h. Asas norma agama berarti pembangunan kesehatan harus memperhatikan dan
menghormati serta tidak membedakan agama yang dianut masyarakat.
Pengaturan Fasilitas Pelayanan Kesehatan diatur dalam Pasal 30, dimana menurut jenis
pelayanan terdiri dari :
a. Pelayanan kesehatan tingkat pertama adalah pelayanan kesehatan yang diberikan oleh
fasilitas pelayanan kesehatan dasar.
b. Pelayanan kesehatan tingkat kedua adalah pelayanan kesehatan yang diberikan oleh
fasilitas pelayanan kesehatan spesialistik.
c. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga adalah pelayanan kesehatan yang diberikan oleh
fasilitas pelayanan kesehatan sub spesialistik.
Penentuan jumlah dan jenis fasilitas pelayanan kesehatan dilakukan oleh pemerintah
daerah dengan mempertimbangkan (Pasal 35 Ayat 2) :
a. luas wilayah;
b. kebutuhan kesehatan;
c. jumlah dan persebaran penduduk;
d. pola penyakit;
e. pemanfaatannya;
f. fungsi sosial;
g. kemampuan dalam memanfaatkan teknologi.
a. Memberikan akses yang luas bagi kebutuhan penelitian dan pengembangan di bidang
kesehatan; dan
8
b. Mengirimkan laporan hasil penelitian dan pengembangan kepada pemerintah daerah
atau menteri.
a. Dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan, baik pemerintah maupun swasta,
wajib memberikan pelayanan kesehatan bagi penyelamatan nyawa pasien dan
pencegahan kecacatan terlebih dahulu.
b. Dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan, baik pemerintah maupun swasta
dilarang menolak pasien dan/atau meminta uang muka.
Sekalipun SKN 1982 secara nyata telah berhasil digunakan sebagai acuan dalam
menetapkan berbagai kebijakan kesehatan di Indonesia, namun jika ditinjau dari
pencapaian dan kinerjanya, SKN 1982 tersebut masih belum begitu menggembirakan.
Sesuai dengan laporan WHO tahun 2000 (the World Health Report 2000) tentang “Health
Systems Improving Performance”, tercatat indikator pencapaian dan indikator kinerja
Sistem Kesehatan Nasional (SKN) Indonesia masih terhitung rendah.
Indikator pencapaian SKN ditentukan oleh dua determinan. Pertama, status kesehatan
yakni yang menunjuk pada tingkat kesehatan yang berhasil dicapai oleh SKN yang
dihitung dengan menggunakan disability adjusted life expectancy (DALE). Kedua, tingkat
ketanggapan (responsiveness) sistem kesehatan yakni yang menunjuk pada kemampuan
SKN dalam memenuhi harapan masyarakat tentang bagaimana mereka ingin diperlakukan
dalam memperoleh pelayanan kesehatan. Hasil yang diperoleh untuk indikator ini
menempatkan Indonesia pada urutan ke 106 dari 191 negara anggota WHO yang dinilai.
Indikator kinerja SKN ditentukan oleh tiga determinan. Pertama, distribusi tingkat
kesehatan di suatu negara ditinjau dari kematian Balita. Kedua, distribusi ketanggapan
(responsiveness) sistem kesehatan ditinjau dari harapan masyarakat. Ketiga, distribusi
pembiayaan kesehatan ditinjau dari penghasilan keluarga. Hasil yang diperoleh untuk
indikator ini menempatkan Indonesia pada urutan ke 92 dari 191 negara anggota WHO
yang dinilai.
Karena indikator pencapaian SKN menunjuk pada tingkat kesehatan yang berhasil dicapai
dan tingkat ketanggapan SKN, maka indikator ini terutama dipengaruhi oleh upaya
kesehatan yang diselenggarakan di suatu negara. Jika upaya kesehatan tersebut tidak
9
tersedia dan tidak dapat dijangkau oleh masyarakat, maka sulit diharapkan meningkatnya
taraf kesehatan masyarakat.
Dalam rangka peningkatan mutu dan jangkauan pelayanan Rumah Sakit serta pengaturan
hak dan kewajiban masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan, perlu mengatur
Rumah Sakit dengan Undang-Undang. Untuk itu, guna memberikan pemahaman secara
umum tentang rumah sakit sebagai dasar penyusunan Studi Kelayakan, maka akan
diuraikan beberapa ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009
tentang Rumah Sakit.
10
b. pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan yang
paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis;
c. penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka
peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan; dan
d. penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang
kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika
ilmu pengetahuan bidang kesehatan.
a. Ketentuan Umum :
(1) Rumah Sakit harus memenuhi persyaratan lokasi, bangunan, prasarana, sumber
daya manusia, kefarmasian, dan peralatan.
(2) Rumah Sakit dapat didirikan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, atau swasta.
11
(3) Rumah Sakit yang didirikan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah harus
berbentuk Unit Pelaksana Teknis dari Instansi yang bertugas di bidang kesehatan,
Instansi tertentu, atau Lembaga Teknis Daerah dengan pengelolaan Badan Layanan
Umum atau Badan Layanan Umum Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(4) Rumah Sakit yang didirikan oleh swasta harus berbentuk badan hukum yang
kegiatan usahanya hanya bergerak di bidang perumahsakitan.
b. Persyaratan Lokasi :
(1) Persyaratan lokasi harus memenuhi ketentuan mengenai kesehatan, keselamatan
lingkungan, dan tata ruang, serta sesuai dengan hasil kajian kebutuhan dan
kelayakan penyelenggaraan Rumah Sakit.
(2) Ketentuan mengenai kesehatan dan keselamatan lingkungan menyangkut Upaya
Pemantauan Lingkungan, Upaya Pengelolaan Lingkungan dan/atau dengan Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
(3) Ketentuan mengenai tata ruang dilaksanakan sesuai dengan peruntukan lokasi yang
diatur dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota, Rencana Tata Ruang
Kawasan Perkotaan dan/atau Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan.
(4) Hasil kajian kebutuhan penyelenggaraan Rumah Sakit harus didasarkan pada studi
kelayakan dengan menggunakan prinsip pemerataan pelayanan, efisiensi dan
efektivitas, serta demografi.
c. Persyaratan Bangunan :
Dalam Bab V Bagian Ketiga; Bangunan, Pasal 8, disebutkan bahwa :
(1) persyaratan administratif dan persyaratan teknis bangunan gedung pada umumnya,
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
(2) persyaratan teknis bangunan Rumah Sakit, sesuai dengan fungsi, kenyamanan dan
kemudahan dalam pemberian pelayanan serta perlindungan dan keselamatan bagi
semua orang termasuk penyandang cacat, anak-anak, dan orang usia lanjut.
Selanjutnya, persyaratan bangunan Rumah Sakit juga mengatur tentang :
Persyaratan untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan yang paripurna,
pendidikan dan pelatihan, serta penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi kesehatan.
Persyaratan minimal ruang yang harus tersedia.
12
Persyaratan teknis bangunan Rumah Sakit diatur dengan Peraturan Menteri.
13
kedokteran, pendidikan kedokteran berkelanjutan, dan pendidikan tenaga kesehatan
lainnya.
Dalam penyelenggaraan Rumah Sakit Pendidikan dapat dibentuk Jejaring Rumah
Sakit Pendidikan.
Ketentuan lebih lanjut mengenai Rumah Sakit pendidikan diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Klasifikasi Rumah Sakit diatur dalam Bab V Pasal 24, yaitu :
(1) Dalam rangka penyelenggaraan pelayanan kesehatan secara berjenjang dan fungsi
rujukan, rumah sakit umum dan rumah sakit khusus diklasifikasikan berdasarkan
fasilitas dan kemampuan pelayanan Rumah Sakit.
(2) Klasifikasi Rumah Sakit umum terdiri atas :
a. Rumah Sakit umum kelas A;
b. Rumah Sakit umum kelas B
c. Rumah Sakit umum kelas C;
d. Rumah Sakit umum kelas D.
(3) Klasifikasi Rumah Sakit khusus terdiri atas :
a. Rumah Sakit khusus kelas A;
b. Rumah Sakit khusus kelas B;
c. Rumah Sakit khusus kelas C.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai klasifikasi diatur dengan Peraturan Menteri.
Rumah Sakit (RS) Kelas D Pratama adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas
dan kemampuan pelayanan kesehatan tingkat pertama dan spesialis dasar yang hanya
menyediakan pelayanan perawatan kelas 3 (tiga) yang memberikan pelayanan gawat
darurat, pelayanan rawat jalan, dan rawat inap serta pelayanan penunjang lainnya untuk
peningkatan akses bagi masyarakat dalam rangka menjamin upaya pelayanan kesehatan
perorangan.
1) Persyaratan
a. Lokasi
Dalam menentukan lokasi/lahan untuk mendirikan RS Kelas D Pratama perlu
dilakukan kajian masalah kesehatan, kebutuhan pelayanan kesehatan, dan skala
14
prioritas daerah yang membutuhkan disesuaikan dengan rencana tata ruang wilayah,
rencana tata bangunan dan lingkungan.
Lokasi RS Kelas D Pratama harus bebas dari pencemaran, banjir, rawan longsor, dan
tidak berdekatan dengan tempat bongkar muat barang, fasilitas umum, fasilitas
pendidikan, daerah industri, dan areal limbah pabrik. Diperlukan studi kelayakan
dalam penentuan lokasi pembangunan RS Kelas D Pratama.
15
(3) Fasilitas :
RS Kelas D Pratama mempunyai kapasitas minimal 10 tempat tidur sesuai dengan
kebutuhan pelayanan atau dapat mengacu pada standar WHO 1 TT/1.000
penduduk.
c. Sumber Daya Manusia
Penyediaan sumber daya manusia RS Kelas D Pratama diupayakan oleh
penyelenggara pelayanan rumah sakit baik dari pemerintah, pemerintah daerah,
maupun masyarakat. Kekurangan tenaga yang dibutuhkan dapat dikoordinasikan
dengan kementerian kesehatan atau institusi pendidikan kesehatan.
Keterangan RS Kelas D Pratama paling sedikit terdiri dari tenaga medis, keperawatan,
penunjang kesehatan, dan tenaga non-kesehatan. Dokter gigi yang bekerja di RS kelas
D Pratama di antaranya harus menjadi pimpinan rumah sakit.
16
Jumlah sumber daya manusia disesuaikan dengan kebutuhan pelayanan dan
ketersediaan sarana dan prasarana. Pelayanan medik spesialis dasar yang sekurang-
kurangnya 2 (dua) dari 4 (empat) jenis pelayanan spesialis dasar meliputi pelayanan
penyakit dalam, kesehatan anak, bedah, dan obstetri ginekologi. Pelayanan medik
spesialis dasar dapat dilaksanakan oleh dokter dengan kewenangan tambahan sesuai
dengan kompetensi yang dimiliki selama tidak ada dokter spesialis dengan bidang
kompetensi yang sama.
d. Peralatan
Peralatan kesehatan dan non-kesehatan dibutuhkan untuk mendukung kegiatan
pelayanan RS Kelas D Pratama dengan minimal 10 tempat tidur. Peralatan ini dikuasai
atau dimiliki dan dapat dibuktikan keberdaannya di ruang/tempat masing-masing di
dalam dan/atau di lingkungan rumah sakit.
e. Manajemen
(1) Perizinan :
Izin mendirikan RS Kelas D Pratama diberian oleh pemerintah daerah
kabupaten/kota setelah mendapat rekomendasi dari pejabat yang berwenang di
bidang kesehatan pada pemerintah daerah kabupaten/kota.
Izin operasional RS Kelas D Pratama diberian oleh pemerintah daerah
kabupaten/kota atas rekomendasi dari dinas kesehatan kabupaten/kota.
(2) Administrasi :
Rumah sakit yang didirikan oleh pemerintah dan pemerintah daerah harus
berbentuk unit pelaksana teknis dari instansi yang bertugas di bidang kesehatan,
instansi tertentu, atau lembaga teknis daerah dengan pengelolaan badan layanan
umum atau badan layanan umum daerah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Rumah sakit yang didirikan oleh masyarakat harus berbentuk badan hukum yang
kegiatan usahanya hanya bergerak dibidang perumahsakitan.
(3) Organisasi :
Organisasi dan tata kerja RS Kelas D Pratama disusun berdasarkan prinsip hemat
struktur dan kaya fungsi, menggambarkan kewenangan, tanggung jawab, dan tata
hubungan kerja dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan dan administrasi
manajemen sesuai kebutuhan.
17
Struktur organisasi paling sedikit terdiri atas kepala rumah sakit atau direktur
rumah sakit, unsur pelayanan medis, unsur keperawatan medis serta administrasi
umum dan keuangan. Penetapan organisasi dan tata kerja rumah sakit menjadi
wewenang pemilik rumah sakit dengan mengacu pada peraturan yang berlaku.
2) Penyelenggaraan
Pelayanan RS Kelas D Pratama sebagaimana rumah sakit, yang mencakup pelayanan
dasar dan pelayanan spesialistik. Pelayanan ditujukan untuk kepentingan terbaik
pasien dilakukan oleh tenaga kesehatan yang berwenang sesuai SOP dengan
memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a. Lingkup Pelayanan
Lingkup pelayanan RS Kelas D Pratama terdiri atas :
(1) Pelayanan Medik Umum.
(2) Pelayanan Medik Spesialistik Dasar.
(3) Pelayanan Gawat Darurat.
(4) Pelayanan Pemulihan Pascatindakan.
(5) Pelayanan Keperawatan.
(6) Pelayanan Laboratorium.
(7) Pelayanan Radiologi.
(8) Pelayanan Farmasi.
(9) Pelayanan Gizi.
(10) Pelayanan Sterilisasi.
(11) Pelayanan Kesehatan Tradisional Alternatif Komplementer.
(12) Pelayanan Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit (PKMRS).
b. Kerjasama Operasional
Untuk menjamin mutu dan ketersediaan pelayanan RS Kelas D Pratama, diperlukan
kerjasama operasional dengan rumah sakit yang memiliki klasifikasi yang lebih tinggi.
Kerjasama operasional yang dilaksanakan RS Kelas D Pratama diantaranya kerjasama
dengan rumah sakit pemerintah atau swasta yang lokasinya terdekat sebagai rumah
sakit pengampu.
18
Kerjasama operasional yang diberikan rumah sakit pengampu dapat berupa
penyediaan dokter spesialis dasar konsulen, pelatihan tenaga kesehatan, pelatihan
manajemen rumah sakit, dan kerjasama lainnya.
Kerjasama dapat dijalin dengan institusi lain seperti institusi pendidikan kedokteran,
BKKBN, dan lembaga lainnya. Kerjasama pembiayaan pelayanan kesehatan dapat
dilakukan dengan Jamkesmas, PT Askes dan lembaga pembiayaan kesehatan lainnya.
c. Klasifikasi
Pengelompokan kelas pelayanan RS Kelas D Pratama diklasifikasikan pada kelas D
Pratama. Dalam proses pengembangan pelayanan rumah sakit, RS Kelas D Pratama
dapat ditingkatkan menjadi rumah sakit umum kelas D atau kelas yang lebih tinggi.
d. Pembiayaan Operasional
Pembiayaan operasional RS Kelas D Pratama menjadi tanggung jawab pemilik rumah
sakit.
e. Tarif
Pada tarif ditetapkan Menteri Kesehatan dan besaran tarif RS Kelas D Pratama
ditetapkan oleh pemilik rumah sakit. Penentuan besaran tarif disesuaikan dengan tarif
kelas III dan harus memperhitungkan kemampuan perekonomian daerah setempat.
g. Komite Medik
Seluruh dokter merangkap sebagai anggota komite medik dan salah satunya menjadi
ketua komite. Ketua komite medik tidak boleh dijabat oleh direktur rumah sakit.
19
i. Pendidikan Tenaga Kesehatan dan SDM Kesehatan Lainnya
Pendidikan tenaga kesehatan dan SDM kesehatan lainnya diupayakan untuk
memenuhi kebutuhan pelayanan medik yang dibutuhkan RS Kelas D Pratama.
Pendidikan tenaga kesehatan dan SDM kesehatan lainnya merupakan bagian dari
kerjasama operasional yang dilakukan RS Kelas D Pratama.
20
masyarakat sipil, mendorong pengarusutamaan gender, menegakkan budaya hukum dan
politik, dan memantapkan pelaksanaan otononomi daerah;
4. Mewujudkan kebudayaan yang responsif terhadap perkembangan zaman dan
lingkungan global, melalui pelestarian, pewarisan dan pengembangan nilai-nilai budaya
yang dijiwai oleh agama Hindu, pemantapan kelembagaan, dan aktivitas budaya;
5. Mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan, dengan jalan melaksanakan
pembangunan yang seimbang antar lapisan masyarakat, antar sektor, dan antar wilayah,
mempertahankan dan meningkatkan kemampuan lingkungan untuk menopang
pembangunan, sehingga pembangunan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat saat ini
dengan tidak mengurangi hak generasi berikutnya akan sumberdaya alam.
Untuk mewujudkan visi dan misi tersebut, RPJP Kabupaten Buleleng memberikan arahan
agenda prioritas setiap tahap pembangunan lima tahun. Arahan prioritas pembangunan
bidang kesehatan lima tahun tahap I terdapat pada point 4), yaitu : Agenda peningkatan
aksesibilitas dan kualitas kesehatan: meningkatkan kuantitas dan kualitas personil
paramedis; meningkatkan kuantitas dan kualitas sarana dan prasarana kesehatan;
meningkatkan pelayanan gizi; meningkatkan kualitas kesehatan lingkungan; mencegah dan
memberantas penyakit menular; meningkatkan kesehatan ibu dan anak; meningkatkan
pembangunan kesehatan dan pembangunan manajemen kesehatan.
21
Bab 3. Metode Penelitian
Penelitian ini pada hakekatnya merupakan sebuah studi tentang kelayakan teknis dan
ekonomi terhadap rencana pembangunan Rumah Sakit Tipe D Pratama di Kecamatan
Seririt, Kabupaten Buleleng. Berdasarkan permasalahan, tujuan serta target dan luaran
yang telah diuraikan pada sub bab 1.2., 1.3., dan 1.4. di depan, maka penelitian ini
dirancang sebagai sebuah penelitian menggunakan metode kuantitatif.
Untuk mencapai tujuan serta target dan luaran yang diharapkan, maka dalam penelitian ini
dilakukan langkah dan metode sebagai berikut :
22
3) Melakukan interview (wawancara) dengan para stakeholder yaitu pejabat teknis
terkait, pelaku kesehatan, dan masyrakat sekitar lokasi rencana pembangunan rumah
sakit untuk mengetahui kecenderungan perkembangan kesehatan dan kebutuhan
pelayanan kesehatan.
1) Penelitian lapangan (field research) merupakan teknik yang akan digunakan untuk
melakukan identifikasi dan dokumentasi. Kunjungan lapangan secara langsung akan
dilakukan sebanyak tiga kali dengan kegiatan pengukuran dan pemotretan.
2) Kegiatan diskusi dengan para stakeholder di wilayah penelitian untuk mengetahui
segala hal yang terkait dengan pelayanan kesehatan di Kabupaten Buleleng khususnya
di Kecamatan Seririt.
1) Persiapan :
a Membuat program kerja, kerangka pikir dan jadwal kegiatan penelitian.
b Menyusun program survey.
2) Pengumpulan Data :
a Data Primer, dengan melakukan survey ke lapangan dan wawancara untuk
mengumpulkan data lapangan yang mencakup aspek situasi (eksternal dan internal),
aspek permintaan (lahan dan lokasi, klasifikasi rumah sakit, kapasitas tempat tidur),
dan aspek kebutuhan (kebutuhan ruang, kebutuhan lahan, peralatan medis dan non
medis, sumber daya manusia, organisasi dan uraian tugas) dalam konteks
pembangunan bidang kesehatan di Kabupaten Buleleng.
b Data Sekunder, melalui survey ke dinas/instansi terkait dan studi literatur ke
perpustakaan dan ruang baca untuk mencari materi/bahan bacaan yang berkorelasi
langsung maupun tidak langsung dengan judul penelitian.
3) Pengolahan Data :
a Mengumpulkan data kuantitatif dan kualitatif dari sumber data primer maupun
sekunder sebagai bahan analisis.
b Melakukan strukturisasi, klasifikasi, kompilasi, dan tabulasi data merujuk kepada
hasil studi literatur, survey lapangan maupun wawancara yang dilakukan.
23
4) Hasil dan Pembahasan :
a. Menguraikan keseluruhan hasil tabulasi data secara terstruktur dan sistematis, baik
data kuantitatif maupun kualitatif yang mendukung penjelasan kondisi kekinian
pembangunan bidang kesehatan di Kabupaten Buleleng.
b. Melakukan studi kelayakan terhadap rencana pembangunan Rumah Sakit Tipe D
Pratama di Kecamatan Seririt, Kabupaten Buleleng yang meliputi : 1) Studi
kelayakan teknis yaitu tentang lokasi, situasi, block plan, struktur dan bahan,
prasarana dan utilitas, tampilan bangunan, ruang dalam, ruang luar (landscaping),
dan schematic design; dan 2) Studi kelayakan ekonomi meliputi rencana investasi
dan sumber dana, proyeksi pendapatan dan biaya, proyeksi Cash Flow, nilai Break
Event Point (BEP), nilai Internal Rate of Return (IRR), dan nilai Net Present Value
(NPV).
c. Merumuskan hasil studi berupa layak atau tidak secara teknis dan ekonomi rencana
pembangunan Rumah Sakit Tipe D Pratama di Kecamatan Seririt, Kabupaten
Buleleng sebagai landasan dalam menentukan langkah selanjutnya.
5) Kesimpulan dan Saran :
a Menarik sebuah kesimpulan berdasarkan rumusan hasil dan pembahasan tentang
kelayakan teknis dan ekonomi rencana pembangunan Rumah Sakit Tipe D Pratama
di Kecamatan Seririt, Kabupaten Buleleng sebagai bahan rujukan dan pedoman
bagi pemerintah selaku pemangku kepentingan, guna melanjutkan pembuatan
gambar desain/dokumen perencanaan rumah sakit.
b Mengajukan beberapa opsi sebagai saran dalam menyikapi hasil studi kelayakan
yang telah dirumuskan agar rencana pembangunan Rumah Sakit Tipe D Pratama di
Kecamatan Seririt, Kabupaten Buleleng dapat diwujudkan dan mampu memberikan
pelayanan kesehatan yang memadai kepada masyarakat secara berkelanjutan.
Pemahaman terhadap aspek situasi, aspek permintaan, dan aspek kebutuhan dalam konteks
pembangunan bidang kesehatan di Kabupaten Buleleng akan sangat menentukan tujuan
serta target dan luaran dari penelitian ini.
Untuk itu, pada gambar 2 di bawah akan dijabarkan kerangka pikir penelitian tentang studi
kelayakan teknis dan ekonomi rencana pembangunan Rumah Sakit Tipe D Pratama di
Kecamatan Seririt, Kabupaten Buleleng.
24
Kebijakan
Nasional di Bidang Analisis situasi : aspek
Kesehatan eksternal dan internal Kelayakan teknis : lokasi,
situasi, block plan, struktur
dan bahan, prasarana dan
utilitas, tampilan bangunan,
Pedoman Nasional Analisis permintaan : lahan ruang dalam, ruang luar
Memberi informasi tentang Rumah dan lokasi, klasifikasi rumah (landscaping), schematic
Judul penelitian : tentang layak atau tidak Sakit sakit, kapasitas tempat tidur design Rencana pembangunan Rumah
Studi Kelayakan Teknis dan Ekonomi secara teknis dan Sakit Tipe D Pratama di
ekonomi rencana Kecamatan Seririt, Kabupaten
Rencana Pembangunan Rumah Sakit
pembangunan Rumah Buleleng secara teknis dan
Tipe D Pratama di Kecamatan Seririt, Sakit Tipe D Pratama
Kabupaten Buleleng ekonomi layak atau tidak
di Kecamatan Seririt, Gambaran Umum Analisis kebutuhan : Kelayakan ekonomi :
Kabupaten Buleleng Kabupaten kebutuhan ruang, kebutuhan rencana investasi dan
Buleleng lahan, peralatan medis dan sumber dana, proyeksi
non medis, sumber daya pendapatan dan biaya,
manusia, organisasi dan proyeksi Cash Flow, nilai
uraian tugas Break Event Point (BEP),
RPJP Kabupaten nilai Internal Rate of Return
Buleleng di Bidang (IRR), nilai Net Present
Kesehatan Value (NPV)
25
Bab 4. Hasil dan Pembahasan
Kesehatan merupakan salah satu tolok ukur dalam mendukun pencapaian Indeks
Pembangunan Manusia (IPM), sehingga untuk itu pembangunan sektor kesehatan
mendapat perhatian yang serius dari Pemerintah.Dalam rangka meningkatkan pelayanan
kesehatan masyarakat di Kabupaten Buleleng, pemerintah disamping secara
berkesinambungan melaksanakan pembinaan kesehatan, juga membangun dan menyiapkan
berbagai fasilitas pelayanan kesehatan, baik yang dibangun oleh pemerintah maupun dari
pihak swasta serta menyiapkan tenaga medis maupun non medis.
Pembangunan sarana prasana kesehatan ini terus ditingkatkan, khusus dalam meningkatkan
pelayanan RSUD Singaraja, telah dibangun Ruang Bedah Sentral dan ICU. Peningkatan
kapasitas dan kualitas pelayanan RSUD Singaraja dimaksudkan untuk mampu memberikan
pelayanan sebaik-baiknya kepada masyarakat Buleleng yang selama ini sering berobat ke
Denpasar, demikian juga untuk menampung pasien-pasien dari perbatasan kabupaten
(Karangasem, Bangli dan Tabanan). Adapun data fasilitas kesehatan di Buleleng tersaji
pada tabel berikut :
Tenaga Medis dan Para Medis merupakan sumber daya manusia bidang kesehatan yang
sangat dibutuhkan dalam memberikan pelayanan kesehatan.Sebaran tenaga kesehatan
sangat mempengaruhi tingkat pelayanan kesehatan. Adapun jumlah dan sebaran tenaga
kesehatan secara rinci tersaji pada tabel berikut :
26
Tabel 3 : Jumlah Tenaga Medis dan Paramedis di Kabupaten Buleleng
Dokter Paramedis
Kecamatan Dokter Umum
Gigi Bidan Perawat
Gerokgak 3 2 13 23
Seririt 3 3 23 21
Busungbiu 2 1 17 22
Banjar 4 1 22 15
Sukasada 3 2 19 12
Buleleng 5 3 35 35
Sawan 2 2 17 15
Kubutambahan 3 1 13 17
Tejakula 3 2 22 16
Jumlah 28 17 186 173
Sumber :Buleleng Dalam AngkaTahun 2012
1. Angka kematian bayi mencapai 7,9 per 1.000 kelahiran hidup, jauh dibawah angka
Provinsi Bali yang sebesar 17 per 1.000 kelahiran hidup.
2. Angka kematian ibu melahirkan hanya 9 orang dari 9.422 kelahiran, sedangkan angka
rata-rata nasional sebesar 307 per 100.000 kelahiran hidup.
3. Jumlah kasus Demam Berdarah rata-rata 200 penderita pertahun secara signifikan
belum dapat ditekan, namun Angka Kematian oleh karena Demam Berdarah (CFR)
dapat ditekan dari tahun ketahun.
4. Tingkat kesembuhan penyakit TB Paru 89,1% di atas target Nasional 85,71%.
5. Kasus Kurang Energi Protein (KEP) pada balita dari tahun ketahun dapat ditekan dari
9,17% menjadi 8,32% meskipun masih jauh dari target yang ditetapkan sebesar 9,34%
Keberhasilan pembangunan di bidang kesehatan selain diukur dari nilai Angka Usia
Harapan Hidup, juga dapat dilihat dari Angka Kelangsungan Bayi Hidup dan Persentase
Balita Gizi Buruk. Nilai indikator-indikator tersebut tersaji pada Tabel 4.
27
3. Persentase balita gizi buruk (%) 0,4 0,01 0,01 0,02 0,03
3.1 Jumlah balita gizi buruk (balita) 11 3 7 12 7
Sumber : Dinkes Kab. Buleleng, Tahun 2011
Pada tabel di atas tampak bahwa Angka Kematian Bayi per 1000 Kelahiran Hidup
berfluktuasi selama lima tahun terakhir, dengan kisaran antara 2,81-7,1. Nilai angka
kematian bayi tersebut cukup memprihatinkan.Selain menghadapai pesoalan masih cukup
tingginya Angka Kematian Bayi, Kabupaten Buleleng juga masih menghadapi
permasalahan berupa adanya balita menderita gizi buruk. Oleh karena itu dalam lima tahun
kedepan, Angka Kematian Bayi dan indikator-indikator kesehatan lainnya akan
diupayakan diperbaiki secara signifikan melalui perbagai upaya promotif, preventif
maupun kuratif, dengan mendekatkan pelayanan kesehatan paripurna kepada seluruh
masyarakat dan memaksimalkan upaya kesehatan lingkungan.
Analisis situasi dilakukan terhadap aspek eksternal sebagai peluang ataupun ancaman serta
aspek internal yang dapat menjadi kekuatan ataupun kelemahan, sehingga dapat diketahui
kecenderungan yang harus dilakukan dalam pembangunan rumah sakit.
1) Aspek Eksternal
a. Kebijakan
Salah satu penjabaran isu pokok pembangunan kesehatan nasional yang tertuang dalam
RENSTRA Kementerian Kesehatan Tahun 2005 adalah terbatasnya aksesibilitas
terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas, terutama pada kelompok rentan seperti
penduduk miskin, daerah tertinggal, terpencil, perbatasan, dan kepulauan terdepan.
Untuk mengatasi isu pokok tersebut, maka ditetapkan visi, misi, dan tujuan berupa
terselenggaranya pembangunan kesehatan secara berhasil guna dan berdaya guna dalam
rangka mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.
Tujuan di atas kemudian didukung dengan Prioritas Nasional Bidang Kesehatan yang
dijabarkan dalam bentuk program dan kegiatan Kementerian Kesehatan 2010-2014,
yaitu untuk meningkatkan pelayanan kesehatan yang merata, terjangkau, bermutu dan
berkeadilan, serta berbasis bukti, dengan pengutamaan pada upaya promotif–preventif.
Tanggung jawab pemerintah dan pemerintah daerah dalam pembangunan kesehatan dan
meningkatkan pelayanan kesehatan adalah menyediakan Rumah Sakit berdasarkan
28
kebutuhan masyarakat serta menjamin pembiayaan pelayanan kesehatan di Rumah Sakit
bagi fakir miskin, atau orang tidak mampu sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Secara lokal, Pemerintah Provinsi Bali menempatkan bidang kesehatan sebagai program
prioritas pembangunan. Bahkan dalam RPJMD Provinsi Bali, urusan kesehatan
dikelompokkan ke dalam urusan wajib program prioritas pembangunan, di samping
urusan wajib lainnya.
Hal yang sama juga dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Buleleng. Beberapa
kebijakan bidang kesehatan yang telah ditetapkan antara lain :
29
b. Demografi
Lokasi rencana pembangunan RS Kelas D Pratama termasuk ke dalam wilayah Desa
Tangguwisia, Kecamatan Seririt. Analisis pertumbuhan demografi sebagai segmen
pasar dari layanan rumah sakit yang direncanakan tentunya juga harus melihat
kecenderungan pertumbuhan penduduk di kecamatan sekitar (tetangga) yaitu
Kecamatan Gerokgak di sebelah barat, Kecamatan Banjar di sebelah timur, dan
Kecamatan Busungbiu di sebelah selatan.
30
Di samping pertambahan penduduk akibat faktor kelahiran dan kematian, analisis
demografi juga mempertimbangkan faktor migrasi yaitu jumlah penduduk yang datang
dan pindah dari wilayah perencanaan. Secara umum, migrasi penduduk di Kabupaten
Buleleng berfluktuasi dengan penduduk yang datang lebih banyak dibandingkan
penduduk yang pergi.
c. Geografi
Letak secara geografis akan sangat berpengaruh tehadap posisioning rumah sakit yang
direncanakan. Karena posisi lahan rumah sakit terhadap kondisi lingkungan sekitar
beserta kondisi sarana, prasarana, dan aksesibilitas akan sangat menentukan posisioning
rumah sakit yang akan dibangun maupun dalam melakukan pengembangan peningkatan
layanan kesehatan.
Jika dikaji dari dari aspek di atas, maka lokasi lahan rencana RS Kelas D Pratama secara
geografis sangat menguntungkan dan akan sangat mendukung dalam pengembangan
layanan kesehatan. Dengan kontur lahan yang relatif datar dan aksesibilitas yang mudah
dari jalan utama, memberi keleluasaan dalam penataan areal rumah sakit. Demikian
juga dengan kondisi lingkungan sekitar serta sarana dan prasarana yang ada akan sangat
mendukung operasional rumah sakit.
d. Sosial Ekonomi
Kajian sosial ekonomi sangat dibutuhkan untuk mengetahui kondisi perekonomian
penduduk dan perekonomian daerah pada lokasi rencana RS Pratama, karena akan
menjadi salah satu dasar pertimbangan dalam menentukan kelayakan pembangunan
secara ekonomis. Salah satu indikator yang dapat dipakai untuk mengukur keberhasilan
perkembangan ekonomi pada suatu daerah adalah Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB). Pertumbuhan ekonomi suatu daerah dikatakan semakin baik jika dari waktu ke
waktu nilai PDRB daerah yang bersangkutan semakin bertambah. Agar kesejahteraan
ekonomi penduduk semakin meningkat, dalam periode yang sama tingkat pertumbuhan
PDRB harus lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan penduduknya. Secara lebih nyata
peningkatan taraf ekonomi masyarakat dapat dilihat dari pendapatan perkapitanya.
31
perkapita penduduk atas dasar harga konstan pada tahun 2006 sebesar Rp 4.505.719,76
dan meningkat sebanyak Rp 194.600,99 menjadi Rp 4.700.320,75 di tahun 2007.
Merujuk pada kenyataan di atas, maka secara umum pertumbuhan ekonomi (PDRB) dan
pendapatan perkapita penduduk Kabupaten Buleleng dari tahun ke tahun semakin
meningkat. Peningkatan ini kiranya akan sangat mendukung rencana pembangunan RS
Kelas D Pratama dan memberi peluang dalam pengembangan pelayanan kesehatan
rumah sakit.
e. Sosial Budaya
Kajian sosal budaya akan melihat kondisi dan kecenderungan jumlah penduduk
Kabupaten Buleleng secara umum dan khususnya wilayah pelayanan RS Kelas D
Pratama yang direncanakan berdasarkan agama, serta pengaruhnya terhadap kebiasaan,
budaya, dan pola hidup masyarakat sekitar.
Untuk wilayah empat kecamatan (Gerokgak, Seririt, Busungbiu, dan Banjar) yang
diprediksi akan terdampak langsung dari rencana pembangunan RS Kelas D Pratama,
komposisi penduduk menurut agama disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6 : Penduduk Empat Kecamatan di Kabupaten Buleleng Menurut Agama Tahun 2007
Jika dilihat dari data di atas, mayoritas penduduk di wilayah empat kecamatan ini adalah
pemeluk agama Hindu. Seperti halnya di Provinsi Bali dan Kabupaten Buleleng, maka
pengaruh agama Hindu dalam kehidupan masyarakat sangat besar. Ajaran pokok agama
Hindu yang terkandung dalam tiga kerangka dasar, yaitu Tatwa (filsafat keagamaan),
32
Susila (moral keagamaan), dan Upacara (upacara keagamaan), menjadi landasan utama
dan memberikan corak khas bagi identitas masyarakat.
Dalam keseharian, implementasi ajaran agama ini akan tercermin dalam kehidupan
sosial budaya masyarakat dan berpengaruh penting terhadap integrasi dan pengendalian
masyarakat. Kehidupan sosial budaya masyarakat yang bersifat komunal dan guyub
sangat mendukung khususnya penyebaran informasi tentang budaya bersih, kebiasaan
hidup sehat, dan akan berimplikasi positif terhadap rencana pembangunan RS Kelas D
Pratama.
f. SDM Kesehatan
Kajian ketersediaan Sumber Daya Manusia (SDM)/Ketenagakerjaan di bidang
kesehatan sangat dibutuhkan sebagai pertimbangan dalam menentukan jenis layanan
kesehatan RS Kelas D Pratama terutama dikaitkan dengan layanan unggulan. Karena
keberadaan SDM yang padat karya dan berkualitas tinggi, disertai kesadaran akan
pengabdian kepada kepentingan masyarakat merupakan salah satu unsur utama
pendukung terciptanya iklim kesehatan yang baik.
Untuk maksud tersebut, di bawah ini ditampilkan review terhadap hasil analisis sumber
daya kesehatan dalam Rencana Induk Pembangunan Kesehatan Kabupaten Buleleng
Tahun 2013 yang secara ringkas dapat disimpulkan sebagai berikut :
33
tahun 2012 adalah 6,2 per 100.000 penduduk, masih di bawah target tahun 2014
yaitu 12 per-100.000 penduduk.
3) Rasio Dokter umum per 100.000 penduduk
Jumlah dokter umum di Kabupaten Buleleng pada tahun 2012 yang tersebar di
puskesmas, RSU Pemerintah dan RSU Swasta berjumlah 102 orang yang terdiri dari
dokter laki-laki sebanyak 60 dan dokter perempuan 42 orang. Sehingga rasio dokter
umum di Kabupaten Buleleng pada tahun 2012 adalah 15,4 per 100.000 penduduk.
Rasio dokter umum di Kabupaten Buleleng masih dibawah rata-rata rasio dokter
umum provinsi Bali sebesar 24,2 per 100.000. Rasio dokter umum ini juga masih di
bawah standar yang ditetapkan SPM yaitu sebesar 30 per 100.000.
4) Rasio Dokter Gigi per 100.000 Penduduk
Jumlah dokter gigi di Kabupaten Buleleng pada tahun 2012 berjumlah 33 orang yang
tersebar di puskesmas, Rumah Sakit pemerintah dan Rumah Sakit swasta. Dari 33
orang dokter gigi diketahui dokter gigi laki-laki sebanyak 15 orang dan perempuan
18 orang. Rasio dokter laki-laki terhadap penduduk sebesar Sehingga rasio dokter
gigi di Kabupaten Buleleng pada tahun 2012 adalah 5 per 100.000 penduduk. Angka
ini masih jauh di bawah rata-rata provinsi Bali dimana 7 per 100.000 penduduk dan
di bawah standar SPM yaitu 20 per 100.000 penduduk.
5) Rasio Tenaga Kefarmasian per 100.000 Penduduk
Tenaga kefarmasian yang ada di Kab. Buleleng terdiri dari tenaga apoteker, sarjana
farmasi, D3 farmasi dan asisten apoteker. Jumlah tenaga kefarmasian di Kabupaten
Buleleng pada tahun 2011 berjumlah 46 orang yang tersebar di puskesmas 11 orang,
rumah sakit 32 orang, dan dinas kesehatan 3 orang. Sehingga rasio tenaga
kefarmasian di Kabupaten Buleleng pada tahun 2012 adalah 6,49 per 100.000
penduduk. Dari 46 orang tenaga kefarmasian yang ada dapat diketahui bahwa
sebagian besar berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 38 orang dan sisanya 8
orang laki-laki. Juga masih di bawah target tahun 2014 yaitu untuk apoteker 12 per-
100.000 penduduk dan asisten apoteker 24 per-100.000 penduduk.
6) Rasio Ahli Gizi per 100.000 Penduiduk
Jumlah tenaga Gizi di Kabupaten Buleleng tahun 2012 berjumlah 62 orang yang
tersebar di Puskesmas dan Rumah sakit masing-masing sebanyak 28 orang, dan di
dinas kesehatan sebanyak 6 orang. Sehingga rasio Tenaga Gizi di Kabupaten
Buleleng pada tahun 2012 adalah 8,45 per 100.000 penduduk, di bawah target tahun
2014 yaitu 24 per-100.000 penduduk.
34
7) Rasio Perawat per 100.000 Penduduk
Jumlah perawat di Kabupaten Buleleng pada tahun 2011 berjumlah 675 orang yang
terdiri dari laki-laki sebanyak 256 orang dan perempuan sebanyak 419 orang.
Sehingga rasio Perawat di Kabupaten Buleleng pada tahun 2012 adalah 101,82 per
100.000 penduduk.
Rasio perawat di kabupaten Buleleng merupakan yang terendah dari seluruh
Kabupaten yang terdapat di wilayah Provinsi Bali. Hal ini menjadi salah satu indikasi
bahwa belum cukup adanya SDM perawat di kabupaten Buleleng.
8) Rasio Bidan per 100.000 Penduduk
Jumlah Bidan di Kabupaten Buleleng pada tahun 2011 yang tersebar di Puskesmas
dan Rumah Sakit berjumlah 386 orang. Sehingga rasio Bidan di Kabupaten Buleleng
pada tahun 2011 adalah 58,23 per 100.000 penduduk.
Rasio bidan di Kabupaten Buleleng juga belum menunjukkan angka yang signifikan.
Rasio bidan di kabupaten Buleleng masih di bawah standar rata-rata provinsi Bali
sebesar 61.3 per 100.000 penduduk.
9) Rasio Ahli Kesehatan Masyarakat per 100.000 Penduduk
Jumlah Ahli Kesehatan Masyarakat di Kabupaten Buleleng di Kabupaten Buleleng
tahun 2011 berjumlah 16 orang yang terdiri dari ahli kesmas laki-laki sebanyak 5
orang dan ahli kesmas perempuan sebanyak 11 orang. Sehingga rasio Ahli Kesehatan
Masyarakat di Kabupaten Buleleng pada tahun 2012 adalah 2,41 per 100.000
penduduk.
10) Rasio Ahli Sanitasi per 100.000 Penduduk
Jumlah tenaga Sanitasi di Kabupaten Buleleng tahun 2012 berjumlah 54 orang yang
tersebar di puskesmas, Rumah Sakit, dan Dinas Kesehatan. Sehingga rasio tenaga
sanitasi di Kabupaten Buleleng pada tahun 2011 adalah 8,15 per 100.000 penduduk.
Dari 54 orang tenaga sanitasi yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 26 orang dan
perempuan 28 orang.
11) Rasio Tenaga Teknis Medis per 100.000 Penduduk
Jumlah Teknisi Medis di Kabupaten Buleleng pada tahun 2012 berjumlah 50 orang
yang tersebar Puskesmas dan RSU. Rasio tenaga teknis medis terhadap jumlah
penduduk tahun 2012 adalah 7,54 per 100.000 penduduk. Dari 50 orang tenaga
teknisi medis yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 30 orang dan perempuan 20
orang.
35
Menyimak review terhadap hasil analisis di atas, maka keberadaan
SDM/ketenagakerjaan di bidang kesehatan di Kabupaten Buleleng secara umum masih
kurang, baik dilihat dari target yang dicanangkan tahun 2014, rata-rata Provinsi Bali
maupun Standar Pelayanan Minimal (SPM). Kondisi ini menjadi tantangan dalam
pembangunan RS Kelas D Pratama khususnya penyediaan SDM bidang kesehatan
sesuai standar yang ditetapkan. Tidak hanya untuk menunjang operasional RS Kelas D
Pratama, penyediaan SDM bidang kesehatan secara kualitas dan kuantitas juga akan
membantu kekurangan tenaga kesehatan di Kabupaten Buleleng secara umum.
g. Derajat Kesehatan
Dalam penyusunan Studi Kelayakan (FS) RS Kelas D Pratama, kajian ini sangat
dibutuhkan untuk melihat kecenderungan derajat kesehatan masyarakat pada kawasan
perencanaan, sehingga dalam menyiapkan fasilitas kesehatan sesuai dengan
kecenderungan yang terjadi. Derajat kesehatan optimal akan dilihat dari unsur kualitas
hidup serta unsur-unsur mortalitas dan yang mempengaruhinya seperti morbiditas dan
status gizi. Untuk kualitas hidup yang digunakan sebagai indikator adalah angka
kelahiran hidup, sedangkan untuk mortalitas yakni angka kematian bayi per-1.000
kelahiran hidup, angka kematian balita per-1.000 kelahiran hidup dan angka kematian
ibu per-100.000 kelahiran hidup.
Data dan analisis status kesehatan dalam Rencana Induk Pembangunan Kesehatan
Kabupaten Buleleng Tahun 2013 menunjukkan perkembangan sebagai berikut :
1) Angka kematian bayi (AKB) di Kabupaten Buleleng pada tahun 2011 adalah
5,6/1.000 Kelahiran Hidup (KH), lebih rendah dari target Standar Pelayanan Minimal
(SPM) yaitu 17/1.000 KH maupun target MDGs yaitu 23/1.000 KH.
2) Angka kematian balita (AKABA) pada tahun 2011 adalah 7,2/ 1.000 KH, sudah
lebih rendah dari target MDGs 32/1.000 KH. Angka kematian Balita yang rendah
menggambarkan kondisi perinatal yang sudah sehat oleh para ibu dan atau
merupakan akibat dari lingkungan yang berpengaruh terhadap kesehatan balita
seperti gizi, sanitasi dan penyakit menular.
3) Angka kematian ibu (AKI) merupakan jumlah ibu hamil yang meninggal karena
hamil,melahirkan dan nifas disuatu wilayah tertentu per-100.000 KH pada tahun
yang sama. Target MDGs untuk AKI pada tahun 2015 yaitu 102/100.000 KH.
Jumlah kematian ibu tahun 2007 sebanyak 13 orang dan mengalami peningkatan
36
pada tahun 2008 menjadi 18 orang. Kemudian menurun lagi menjadi 9 orang pada
tahun 2009. Pada tahun 2010 jumlah kematian ibu kembali meningkat menjadi 12
orang dan pada tahun 2011 menurun menjadi 11 orang. Sehingga AKI di Kabupaten
Buleleng berdasarkan data tahun 2011 sudah berada di angka 94,1/ 100.000 KH.
4) Umur Harapan Hidup (UHH) Kabupaten Buleleng pada tahun 2011 yaitu 69,34
tahun dan UHH ini terus meningkat sejak tahun 2007. UHH Kabupaten Buleleng
masih lebih rendah dari target UHH Nasional (tahun 2014) yaitu 72 tahun.
Sedangkan angka kesakitan (morbiditas) dan penanganan penyakit menular dapat di
lihat dari data kesakitan di bawah ini :
1) Angka AFP penduduk usia < 15 tahun sebesar 3,24 per 100.000, sudah lebih dari
target Standar Pelayanan Minimal (SPM) Kabupaten/Kota yaitu>1 per 100.000
penduduk usia < 15 tahun.
2) Angka kesembuhan TB Paru BTA (+) baru mencapai 84,04 % , lebih rendah dari
SPM yang ditetapkan sebesar > 85 %.
3) Persentase balita pneumonia ditangani sudah mencapai target SPM yaitu 100%
4) Persentase HIV/AIDS ditangani sudah mencapai target SPM yaitu 100%.
5) Persentase donor darah diskrining terhadap HIV/AIDS sudah mencapai target SPM
yaitu 100%.
6) Persentase balita diare yang ditangani sudah mencapai target SPM yaitu 100%
7) Angka kesakitan malaria sebesar 0,006 per 1.000 penduduk, belum mencapai target
SPM yaitu 0 per 1.000 penduduk.
Data angka dan analisis status kesehatan menunjukkan bahwa derajat kesehatan
masyarakat di Kabupaten Buleleng berkembang ke arah positif secara signifikan.
Namun demikian, masih terdapat indikator status kesehatan seperti angka kematian bayi
(AKB), Umur Harapan Hidup (UHH), angka kesembuhan TB Paru BTA (+), dan angka
kesakitan malaria yang belum mencapai target SPM maupun lebih rendah dari target
nasional dan Millennium Development Goals (MDGs). Hal ini tentunya akan menjadi
dasar pertimbangan dalam menentukan penyediaan fasilitas kesehatan pada RS Kelas D
Pratama yang direncanakan, sehingga dapat membantu pencapaian standar dan target
yang ditetapkan.
37
2) Aspek Internal
Kajian aspek internal dibutuhkan guna melihat kekuatan bagi RS Kelas D Pratama yang
direncanakan agar dapat survive dalam melaksanakan operasional. Mengurangi ancaman
yang terjadi, serta melihat kelemahan yang perlu diantisipasi agar ke depan tidak menjadi
suatu hambatan di dalam kegiatan operasional rumah sakit.
a. Sarana Kesehatan
Kajian sarana kesehatan di sekitar wilayah jangkauan pelayanan RS Kelas D Pratama
yang akan dibangun bertujuan untuk mendapatkan kecenderungan dalam hal pangsa
pasar serta pola penentuan sistem tarif di rumah sakit. Berdasarkan data statistik, sarana
kesehatan yang terdapat di Kabupaten Buleleng terdiri atas Rumah Sakit 6 buah,
Puskesmas 20 buah, Puskesmas Pembantu 75 buah, dan Poliklinik 2 buah sedangkan
untuk BKIA, kegiatannya sudah tergabung dalam Poliklinik.
Untuk mengetahui tingkat pelayanan sarana kesehatan di suatu wilayah didasarkan atas
Standar SNI 03-1733-2004 yang meliputi :
Dari perkiraan jumlah penduduk, dapat dihitung perkiraan kebutuhan sarana kesehatan
di wilayah perencanaan dengan menggunakan standar perencanaan yang berlaku.
Penyediaan kebutuhan sarana kesehatan di Kabupaten Buleleng berkaitan dengan jenis
sarana yang disediakan, jumlah penduduk pendukung, luas lantai dan luas lahan
minimal, radius pencapaian serta lokasi, seperti ditunjukkan oleh Tabel 7.
38
Tabel 7 : Proyeksi Jumlah Kebutuhan Sarana Kesehatan di Kabupaten Buleleng Tahun 2023
Standarisasi
Jumlah sarana eksisting
No. Nama Desa jumlah penduduk Luas (m2)
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Gerokgak 2500 120000 30000 240000 300 1000 300 7500 0 2 5 0
2 Seririt 2500 120000 30000 240000 300 1000 300 7500 0 3 7 1
3 Busungbiu 2500 120000 30000 240000 300 1000 300 7500 0 2 9 0
4 Banjar 2500 120000 30000 240000 300 1000 300 7500 0 2 9 0
5 Sukasada 2500 120000 30000 240000 300 1000 300 7500 0 2 12 0
6 Buleleng 2500 120000 30000 240000 300 1000 300 7500 2 3 6 5
7 Sawan 2500 120000 30000 240000 300 1000 300 7500 0 2 7 0
8 Kubutambahan 2500 120000 30000 240000 300 1000 300 7500 0 2 12 0
9 Tejakula 2500 120000 30000 240000 300 1000 300 7500 0 2 8 0
Total 2 20 75 6
Jumlah Kebutuhan Sarana Kesehatan Tahun 2033 Kekurangan Sarana Kesehatan Tahun 2033
Penduduk Unit luas (m2) Unit luas (m2)
tahun 2023 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
99415 40 1 3 0 11929.8 0 300 0 6 0 0 2 1925.1 0 0 15000
94175 38 1 3 0 11301.0 0 0 0 2 0 0 1 615.1 0 0 7500
53447 21 0 2 0 6413.6 0 0 0 5 0 0 0 1454 0 121 0
78685 31 1 3 0 9442.2 0 0 0 2 0 0 2 705.5 0 59 15000
84778 34 1 3 0 10173.3 0 0 0 3 0 0 1 814 0 68 7500
139691 56 1 5 1 16763.0 0 0 7500 4 0 0 1 1096.8 0 91 7500
80107 32 1 3 0 9612.8 0 300 0 6 0 1 2 1932 0 161 15000
70499 28 1 2 0 8459.9 0 0 0 5 0 0 2 1459.2 0 122 15000
80528 32 1 3 0 9663.4 0 0 0 5 0 1 0 1500.0 0 156 0
781325 313 7 26 1 93759.0 0 600 7500 38 0 3 11 11501.7 0 778 82500
Sumber : Rencana Induk Pembangunan Kesehatan Kabupaten Buleleng Tahun 2013
Keterangan :
1 = Poliklinik
2 = Puskesmas
3 = Puskesmas Pembantu
4 = Rumah Sakit
Terlihat dari tabel di atas, sampai dengan tahun 2023 sarana kesehatan di Kabupaten
Buleleng sudah cukup memadai, hanya saja perlu penambahan 350 unit Poliklinik guna
menambah kelengkapan sarana kesehatan untuk pelayanan masyarakat.
Kekurangan 350 unit Poliklinik berdasarkan hasil analisis kebutuhan sarana kesehatan dalam
Rencana Induk Pembangunan Kesehatan Kabupaten Buleleng Tahun 2013 merupakan peluang
dalam pembangunan RS Kelas D Pratama. Pelayanan kesehatan yang diberikan oleh Poliklinik
tentunya akan dapat disediakan di RS Kelas D Pratama walaupun dengan jenis dan
jumlah yang terbatas. Hal ini setidaknya akan dapat menambah jenis pelayanan
kesehatan kepada masyarakat.
39
Data yang ada menunjukkan, bahwa kasus penyakit yang dominan di Kabupaten
Buleleng berdasarkan data jenis keluhan kesehatan adalah penyakit panas, batuk, pilek,
sesak napas, diare dan sakit kepala berulang, seperti yang disajikan pada Tabel 8.
Untuk kasus penyakit menular dengan angka penderita yang paling tinggi adalah pada
penyakit Gastro/Enteritis/Diare dengan jumlah penderita sebanyak 6.092 jiwa pada
Tahun 2011, seperti yang disajikan pada Tabel 9.
Buleleng merupakan kabupaten dengan penduduk terinfeksi HIV nomor dua terbesar di
Provinsi Bali. Rata-rata 23 kasus ditemukan tiap bulan berdasarkan data Tahun 2011,
dan kasus menyebar di setiap kecamatan se-kabupaten Buleleng.
Dengan dilengkapinya VCT diharapkan dasar dari kasus HIV/AIDS yang diibaratkan
sebagai fenomena gunung es bisa didapatkan. Kasus baru HIV, AIDS, dan penyakit
menular seksual lainnya di masing-masing kecamatan tahun 2011 dapat dilihat pada
Tabel 11.
Tabel 11 : Jumlah Kasus Baru HIV, AIDS, dan Infeksi Menular Seksual Lainnya Menurut Jenis Kelamin,
Kecamatan, dan Puskesmas di Kabupaten Buleleng Tahun 2011
JUMLAH KASUS BARU
JUMLAH KEMATIAN AKIBAT
INFEKSI MENULAR SEKSUAL
NO KECAMATAN PUSKESMAS HIV AIDS AIDS
LAINNYA
L P L+P L P L+P L P L+P L P L+P
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
1 Tejakula Tejakula I 0 0 0 - - 31 0 0 0 0 0 0
Tejakula II 0 0 0 - - 8 0 0 0 0 0 0
2 Kubutambahan Kubutambahan I 0 0 0 - - 11 0 0 0 0 0 0
Kubutambahan II 0 0 0 - - 10 0 0 0 0 0 0
3 Sawan Sawan I 0 0 0 - - 29 0 0 0 0 0 0
Sawan II 0 0 0 - - 0 0 0 0 0 0 0
4 Buleleng Buleleng I 0 0 0 - - 29 0 0 0 0 0 0
Buleleng II 0 0 0 - - 2 0 0 0 0 0 0
Buleleng III 0 0 0 - - 28 0 0 0 0 0 0
5 Sukasada Sukasada I 0 0 0 - - 7 0 0 0 0 0 0
Sukasada II 0 0 0 - - 22 0 0 0 0 0 0
6 Banjar Banjar I 0 0 0 - - 23 0 0 0 0 0 0
Banjar II 0 0 0 - - 2 0 0 0 0 0 0
7 Seririt Seririt I 0 0 0 - - 17 0 0 0 0 0 0
Seririt II 0 0 0 - - 10 0 0 0 0 0 0
Seririt III 0 0 0 - - 4 0 0 0 0 0 0
8 Busungbiu Busungbiu I 0 0 0 - - 8 0 0 0 0 0 0
Busungbiu II 0 0 0 - - 2 0 0 0 0 0 0
9 Gerokgak Gerokgak I 0 0 0 - - 19 0 0 0 0 0 0
Gerokgak II 0 0 0 - - 10 0 0 0 0 0 0
Praktek Swasta 0 0 0 - - 9 0 0 0 0 0 0
JUMLAH (KAB/KOTA) 0 0 0 - - 281 0 0 0 0 0 0
Sumber : Rencana Induk Pembangunan Kesehatan Kabupaten Buleleng Tahun 2013
Keterangan : Jumlah kasus baru adalah seluruh kasus baru yang ada di wilayah kerja puskesmas tersebut termasuk
kasus yang ditemukan di RS
41
Data-data di atas menunjukkan jenis penyakit dominan yang diderita masyarakat
Kabupaten Buleleng termasuk kasus HIV/AIDS. Kondisi ini merupakan dasar dalam
menentukan jenis pelayanan yang akan dikembangkan di RS Kelas D Pratama yang
direncanakan. Dengan demikian, rencana pengembangan jenis-jenis pelayanan dalam
RS Kelas D Pratama akan memberi manfaat lebih besar dalam menanggulangi masalah
kesehatan masyarakat Kabupaten Buleleng.
c. Teknologi
Dalam rangka pengembagan layanan kesehatan dan kesiapan SDM bidang kesehatan di
RS Kelas D Pratama, maka kajian terhadap aspek kemajuan teknologi mutlak
diperlukan terutama terkait dengan peralatan kesehatan (Alkes) yang terus menerus
mengalami perkembangan. Dalam dokumen Rencana Induk Pembangunan Kesehatan
Kabupaten Buleleng Tahun 2013, upaya peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi
(Iptek) kesehatan dijelaskan sebagai berikut :
42
d. SDM/Ketenagakerjaan Rumah Sakit
Kajian keberadaan SDM/ketenagakerjaan di bidang kesehatan secara eksternal telah
menyimpulkan, bahwa di Kabupaten Buleleng secara umum kondisinya masih kurang.
Hal ini menjadi tantangan dalam pembangunan RS Kelas D Pratama khususnya
penyediaan SDM bidang kesehatan sesuai standar yang ditetapkan, baik untuk
menunjang operasional rumah sakit yang direncanakan maupun membantu kekurangan
tenaga kesehatan di Kabupaten Buleleng.
e. Organisasi
Organisasi dan tata kerja RS Kelas D Pratama disusun berdasarkan prinsip hemat
struktur dan kaya fungsi, menggambarkan kewenangan, tanggung jawab, dan tata
hubungan kerja dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan dan administrasi
manajemen sesuai kebutuhan.
43
Dalam Pedoman Penyelenggaraan RS Kelas D Pratama ditetapkan bahwa struktur
organisasi RS Kelas D Pratama paling sedikit terdiri atas kepala rumah sakit atau
direktur rumah sakit, unsur pelayanan medis, unsur keperawatan medis serta
administrasi umum dan keuangan. Penetapan organisasi dan tata kerja rumah sakit
menjadi wewenang pemilik rumah sakit dengan mengacu pada peraturan yang berlaku.
Kajian terhadap organisasi rumah sakit tentunya akan berpengaruh terhadap kegiatan
operasional yang berdampak terhadap kinerja rumah sakit. Bentuk organisasi RS Kelas
D Pratama akan disesuaikan dengan ketentuan dan jenis layanan yang disediakan.
Terkait dengan organisasi rumah sakit, maka hal yang perlu digarisbawahi dari
Pedoman Penyelenggaraan RS Kelas D Pratama adalah ketentuan tentang
pengelompokan kelas pelayanan RS Kelas D Pratama diklasifikasikan pada kelas D
Pratama. Dalam proses pengembangan pelayanan rumah sakit, RS Kelas D Pratama
dapat ditingkatkan menjadi rumah sakit umum kelas D atau kelas yang lebih tinggi.
Untuk itu, kajian terhadap organisasi RS Kelas D Pratama akan didekati dari Permenkes
No. 1045/Menkes/Per/XI/2006 tentang Pedoman Organisasi Rumah Sakit di
Lingkungan Departemen Kesehatan Bab IV Bagian Kelima Pasal 14 yang mengatur
Susunan Organisasi Rumah Sakit Umum (RSU) Kelas D yaitu :
1) RSU Kelas D dipimpin oleh seorang Kepala disebut Direktur.
2) Direktur membawahi 2 (dua) Seksi dan 3 (tiga) Subbagian.
3) Masing-masing Bidang terdiri dari paling banyak 3 (tiga) Seksi
4) Bagian terdiri dari paling banyak 3 (tiga) Subbagian.
Struktur organisasi RSU Kelas D sesuai Permenkes di atas dapat dilihat pada Gambar 3.
44
Melalui pendekatan struktur organisasi ini, diharapkan kegiatan operasional RS Kelas D
Pratama yang direncanakan dapat berjalan dengan baik dan secara bertahap dapat
ditingkatkan menjadi Rumah Sakit Umum Kelas D.
Kajian kinerja dan keuangan RS Kelas D Pratama yang direncanakan akan mengkaji
pendapatan dan pengeluaran rumah sakit. Kajian ini diharapkan dapat melihat
kecenderungan dan potensi perkembangan kinerja dan pendapatan rumah sakit dimasa
mendatang, sehingga mendapatkan gambaran kekuatan atau kelemahan rencana
45
pembangunan RS Kelas D Pratama. Untuk itu, kajian terhadap aspek ekonomi akan
dibahas dalam Sub Bab 6.2. yang menganalisis tentang rencana investasi dan sumber
dana, proyeksi pendapatan dan biaya, proyeksi cash flow, dan analisis keuangan (BEP,
IRR, NPV).
a) Lokasi lahan rencana pembangunan RS Kelas D Pratama secara geografis akan sangat
menguntungkan dan sangat mendukung pengembangan layanan kesehatan.
b) Kontur lahan yang relatif datar dan aksesibilitas yang mudah dari jalan utama, memberi
keleluasaan dalam penataan areal rumah sakit.
c) Kondisi lingkungan sekitar serta sarana dan prasarana yang ada akan sangat mendukung
operasional rumah sakit.
d) Kondisi demografi di wilayah empat kecamatan yang termasuk ke dalam lingkup mikro
pelayanan RS Kelas D Pratama dalam materi RTRW Kabupaten Buleleng Tahun 2013-
2033 adalah :
46
Proyeksi jumlah penduduk tahun 2014 Kecamatan Gerokgak 91.418 jiwa,
Kecamatan Seririt 84.128 jiwa, Kecamatan Busungbiu 49.275 jiwa dan Kecamatan
Banjar 68.001 jiwa.
Pertambahan penduduk per tahun berturut-turut dari yang paling tinggi adalah
Kecamatan Gerokgak 2,36%, Kecamatan Seririt 1,82%, Kecamatan Busungbiu
1,29% dan Kecamatan Banjar 0,07%.
e) Proyeksi jumlah penduduk 20 tahun mendatang (tahun 2034) adalah Kecamatan
Gerokgak 145.617 jiwa, Kecamatan Seririt 120.552 jiwa, Kecamatan Busungbiu 63.699
jiwa dan Kecamatan Banjar 69.015 jiwa.
Data dan kajian di atas menunjukkan bahwa dari aspek lahan dan lokasi, rencana RS Kelas
D Pratama layak untuk dibangun. Kelemahan dan ancaman hanya terjadi pada faktor
demografi yaitu pertambahan jumlah penduduk di wilayah empat kecamatan yang menjadi
lingkup mikro pelayanan rumah sakit hingga tahun 2034 yang mencapai total 398.883
jiwa. Hal ini akan menjadi tantangan bagi RS Kelas D Pratama terutama dalam memenuhi
tuntutan kebutuhan jenis dan jumlah layanan kesehatan dimasa mendatang, serta
penyediaan tempat tidur untuk pelayanan rawat inap.
Hal yang perlu dicermati adalah ketentuan yang menetapkan bahwa RS Kelas D Pratama
merupakan rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan
kesehatan tingkat pertama dan spesialis dasar yang hanya menyediakan pelayanan
perawatan kelas 3 (tiga) yang memberikan pelayanan gawat darurat, pelayanan rawat jalan,
dan rawat inap serta pelayanan penunjang lainnya untuk peningkatan akses bagi
masyarakat dalam rangka menjamin upaya pelayanan kesehatan perorangan.
47
3) Kapasitas Tempat Tidur
Menurut ketentuan, salah satu pelayanan kesehatan yang wajib disediakan oleh RS Kelas
D Pratama adalah pelayanan rawat inap. Adanya kewajiban untuk menyediakan pelayanan
rawat inap membawa konsekuensi perlunya kajian terhadap perhitungan kapasitas Tempat
Tidur (TT) yang harus disiapkan oleh RS Kelas D Pratama. Prakiraan kebutuhan jumlah
TT berdasarkan standar WHO yaitu rasio ideal jumlah TT rumah sakit terhadap jumlah
penduduk adalah 1 TT untuk 1.000 orang.
Jika mengacu kepada standar WHO di atas, maka hingga tahun 2034 dengan proyeksi
jumlah penduduk Kecamatan Seririt sebanyak 120.552 jiwa dibutuhkan minimal 120 TT.
Apalagi kalau RS Pratama juga harus melayani tambahan tiga kecamatan lainnya
(Gerokgak, Busungbiu dan Banjar) dengan proyeksi jumlah penduduk hingga tahun 2034
sebanyak 398.883 jiwa, akan dibutuhkan minimal 398 TT. Kebutuhan kapasitas TT yang
demikian besar tentunya menjadi masalah apabila tidak diperhitungkan keberadaan
Fasilitas Pelayanan Kesehatan (Fasyankes) yang sudah ada maupun yang akan dibangun
dan dikembangkan di lokasi lain hingga tahun 2034 mendatang.
Oleh karena itu, perhitungan kebutuhan kapasitas TT yang akan disediakan di RS Kelas D
Pratama tetap mengacu kepada upaya menambah pelayanan rawat inap kepada masyarakat
dengan perawatan kelas 3 (tiga) dan kemampuan keuangan Pemerintah saat ini. Di
samping itu, beberapa pertimbangan yang dijadikan dasar dalam penentuan jumlah TT
yang akan disediakan di RS Kelas D Pratama adalah sebagai berikut :
a. Jenis Layanan
Jenis layanan sebuah rumah sakit umumnya berupa pelayanan medik, penunjang medik,
administrasi dan servis. Melalui pertimbangan kebutuhan pelayanan kesehatan
masyarakat dan ketentuan yang berlaku, maka jenis layanan yang akan disediakan di RS
Kelas D Pratama adalah :
48
1) Pelayanan Medik :
a) Unit Gawat Darurat
b) Rawat Inap
c) Rawat Jalan :
Poliklinik Penyakit Menular.
Poliklinik Gigi.
Poliklinik Gizi.
Poliklinik THT.
Poliklinik Anak.
Poliklinik Umum.
Poliklinik Penyakit Dalam.
Poliklinik Kebidanan dan Vaksinasi.
2) Pelayanan Penunjang Medik :
a) PMI.
b) Rekam Medik.
c) Deservasi.
d) Obgyn.
e) Rebusitasi.
f) Radiologi.
g) OP.
h) USG.
i) Apotik dan Gudang Farmasi.
j) Kamar Jenazah.
3) Administrasi :
a) Administrasi.
b) Manajemen.
4) Servis :
a) Satpam.
b) Tempat Suci.
c) Ambulance.
d) Linen (Laundry)
e) Kantin.
f) Toilet.
49
b. Layanan Unggulan
Layanan unggulan sebuah rumah sakit umumnya disiapkan atas dasar kecenderungan
pola penyakit yang terjadi di wilayah tempat rumah sakit tersebut berada. Karena RS
Kelas D Pratama adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan
pelayanan kesehatan tingkat pertama dan spesialis dasar, maka layanan unggulan yang
akan dikembangkan di RS Kelas D Pratama ini didasarkan atas jenis penyakit yang
dominan diderita oleh masyarakat dan kebutuhan Fasyankes.
Berdasarkan data yang ada menunjukkan, bahwa kasus penyakit yang dominan di
Kabupaten Buleleng adalah penyakit panas, batuk, pilek, sesak napas, diare dan sakit
kepala berulang. Analisis kebutuhan sarana kesehatan mengindikasikan hingga tahun
2023 di Kabupaten Buleleng perlu penambahan 350 unit Poliklinik guna menambah
kelengkapan sarana kesehatan untuk pelayanan masyarakat.
Data dan hasil analisis di atas memberikan gambaran tentang jenis layanan unggulan
yang dapat dikembangkan di RS Kelas D Pratama yaitu layanan rawat jalan dengan
fasilitas 8 (delapan) Poliklinik yaitu Pol. Penyakit Menular, Pol. Gigi, Pol. Gizi, Pol.
THT, Pol. Anak, Pol. Umum, Pol. Penyakit Dalam, dan Pol. Kebidanan & Vaksinasi.
1) Kebutuhan Ruang
Ruang-ruang yang dibutuhkan dalam pembangunan RS Kelas D Pratama yang
direncanakan dapat dilihat pada Tabel 12.
50
Tabel 12 : Kebutuhan Jenis dan Luasan Ruang RS Kelas D Pratama
Jumlah Luasan
No Jenis Ruang
Ruang (M²)
I RUANG PERAWATAN/RUANG UTAMA
1 Ruang Perawatan I (1) @7 TT 7 320.60
2 Ruang Perawatan I (2) @11TT 1 91.60
3 Poliklinik Penyakit Menular 1 39.00
4 Poliklinik Gigi 1 42.00
5 Poliklinik Gizi 1 42.00
6 Poliklinik THT 1 42.00
7 Poliklinik Anak 2 84.00
8 Poliklinik Umum 1 42.00
9 Poliklinik Penyakit Dalam 1 35.00
10 Poliklinik Kebidanan & Pol Vaksinasi 1 35.00
11 Ruang PMI 1 22.50
12 Ruang Rekam Medik 1 22.50
13 Ruang Deservasi 1 45.50
16 Ruang Obgyn 1 30.80
17 Ruang Rebusitasi 1 15.00
18 Ruang Radiologi 1 28.60
Ruang Ganti (Rg Radiologi) 1 6.30
19 Ruang OP 1 35.00
Ruang Scrub 1 6.00
Ruang Ganti (OP) 1 4.00
Ruang PreOP 1 18.00
Area Steril 1 17.50
20 Ruang USG 1 20.25
21 Ruang Tindakan 1 45.00
22 Ruang Triage 1 28.00
23 Apotik 1 12.50
24 Ruang Obat 1 6.80
25 Ruang Rekam Medik 1 10.00
26 Ruang Mayat 1 22.50
27 Ruang Tunggu (1) 1 18.00
Ruang Tunggu (2) 1 31.50
Jumlah 1,219.45
II RUANG STAFF & PARAMEDIS
28 Ruang Direktur 1 44.20
29 Ruang Dokter 1 21.30
30 Ruang Pertemuan Dokter 1 12.25
31 Ruang Jaga Dokter (1) 1 12.25
32 Ruang Jaga Dokter (2) 1 21.75
33 Ruang Jaga Perawat (1) 1 24.80
34 Ruang Jaga Perawat (2) 1 21.75
35 Nurse Station (1) 1 21.00
Nurse Station (2) 1 8.00
36 Ruang Staff 1 44.20
37 Ruang Gas Medis 1 15.75
38 Ruang CS (1) 1 7.88
Ruang CS (2) 1 8.75
51
39 Ruang Persiapan 1 49.00
40 Ruang Operator (1) 1 10.00
Ruang Operator (2) 1 18.00
41 Ruang Pendaftaran (1) 1 6.25
Ruang Pendaftaran (2) 1 10.20
Ruang Pendaftaran & Pembayaran (3) 1 9.80
42 Ruang Gelap 1 6.25
43 Ambulance Driver Station 1 12.90
44 Kantin Dokter & Paramedis 1 31.50
45 Dapur Kantin 1 17.50
46 Ruang Satpam 1 3.00
47 Ruang Racik Obat 1 6.25
Jumlah 444.53
52
IV RUANG LUAR
73 Tempat Suci (1) 1 35.00
74 Tempat Suci (2) 1 10.50
75 Ambulance Station 1 64.25
76 Parkir 1,013.70
77 Ruang Luar #####
Jumlah 4242,07
TOTAL RUANG DALAM 2,665,67
TOTAL RUANG LUAR 1.576,4
Luas Site yang dibutuhkan 10.605.15
Site yang tersedia 11,155.25
2) Kebutuhan Lahan
Sesuai hasil analisis kebutuhan ruang untuk RS Kelas D Pratama di atas, maka luas lahan
yang dibutuhkan adalah 10.605,15 M2. Luas lahan (site) yang tersedia lebih kurang
11.155,25 M2 dan penggunaan KDB 40%. Dalam analisis ini, bangunan hanya
diperhitungkan berlantai 1 (satu) dan prediksi proyeksi pelayanan rumah sakit sampai
dengan 20 tahun mendatang. Dengan demikian, pertimbangan secara teknis untuk
mengembangkan bangunan ke atas/ke arah vertikal (menambah lantai) menjadi sangat
penting, mengingat proyeksi pertumbuhan penduduk Kecamatan Seririt yang akan dilayani
cukup pesat, apalagi bila ditambahkan dengan pelayanan terhadap tiga kecamatan lainnya
yaitu Gerokgak, Busungbiu, dan Banjar.
Sesuai dengan data kependudukan, jumlah penduduk Kecamatan Seririt pada Tahun 2014
adalah sebanyak 84.128 jiwa dan proyeksi 20 tahun mendatang (Tahun 2034) menjadi
120.552 jiwa. Jika dikaji berdasarkan standar WHO bahwa rasio ideal jumlah tempat tidur
(TT) rumah sakit terhadap jumlah penduduk adalah 1 TT untuk 1.000 orang, maka saat ini
saja (Tahun 2014) selayaknya RS Kelas D Pratama menyiapkan minimal 84 TT.
Berdasarkan luas lahan yang tersedia dan analisis kebutuhan ruang, maka jumlah TT untuk
pelayanan rawat inap yang direncanakan di RS Pratama saat ini adalah lebih kurang 75%
dari kebutuhan yaitu sebanyak 60 TT. Penyediaan jumlah 60 TT ini dengan asumsi bahwa
25% kebutuhan pelayanan rawat inap masyarakat di Kecamatan Seririt dilayani oleh
Puskesmas dan Rumah Sakit (Pemerintah/Swasta) yang ada di Kabupaten Buleleng.
Untuk mengantisipasi kebutuhan TT untuk pelayanan rawat inap hingga Tahun 2034, baik
pelayanan bagi masyarakat di wilayah Kecamatan Seririt maupun tiga kecamatan di
sekitarnya, diupayakan melalui pengembangan ke arah vertikal yaitu penambahan jumlah
lantai maksimal sesuai ketentuan yang berlaku. Pengembangan juga memungkinkan
53
secara horizontal yaitu dengan menambah luas areal lahan rumah sakit, mengingat lahan di
sekitarnya merupakan tanah milik Pemprov Bali. Hal ini tentunya membutuhkan
komunikasi dan koordinasi yang baik antara Pemkab Buleleng dengan Pemprov Bali guna
mendukung pembangunan bidang kesehatan di Kabupaten Buleleng.
54
Tabel 15 : Kebutuhan Peralatan Poliklinik Vaksinasi
55
Tabel 17 : Kebutuhan Peralatan Poliklinik Penyakit Dalam
56
Tabel 19 : Kebutuhan Peralatan Poliklinik Anak
57
serta peralatan medis dan non medis yang digunakan. Untuk itu, kebutuhan SDM di RS
Kelas D Pratama adalah sebagai berikut :
Perhitungan kebutuhan SDM/tenaga di atas adalah dalam jumlah minimal dan sudah
termasuk tenaga keamanan dan tenaga servis yang disediakan oleh RS Kelas D Pratama.
Hal yang perlu diingat adalah kebijakan pemerintah melalui Kemenkes yang
mengisyaratkan agar RS Kelas D Pratama secara bertahap harus ditingkatkan menjadi RSU
Kelas D. Dengan demikian, maka kebutuhan jumlah, jenis, dan kualifikasi tenaga juga
semakin bertambah sejalan dengan peningkatan klasifikasi rumah sakit.
58
pasien dapat dengan cepat ditangani. Tidak hanya memudahkan dalam memberikan
pelayanan kesehatan kepada masyarakat, organisasi rumah sakit yang baik juga akan
membantu menciptakan iklim kerja yang sehat dan mendukung perkembangan kinerja
operasional rumah sakit.
Sebagai sebuah rumah sakit milik pemerintah, maka setiap tenaga di RS Kelas D Pratama
memiliki tugas pokok dan fungsi (Tupoksi) yang jelas, sesuai bagian/bidangnya masing-
masing. Secara umum, uraian tugas masing-masing tenaga di RS Pratama dapat dijelaskan
sebagai berikut, yaitu :
a) Direktur
Direktur Rumah Sakit mempunyai Tugas Pokok : Membantu dalam pengelolaan Rumah
Sakit dan penyelenggaraan pelayanan kesehatan kepada masyarakat.
Dalam menyelenggarakan tugas, Direktur RS mempunyai fungsi sebagai berikut :
Perumusan kebijakan Rumah Sakit
Penyusunan Rencana Strategik Rumah Sakit.
Penyelenggaraan pelayanan umum di bidang kesehatan.
b) Bagian Tata Usaha
Kepala Bagian Tata Usaha
Kepala Bagian Tata Usaha mempunyai Tugas Pokok : Memberikan pelayanan teknis
dan administrasi kepada semua unsur dilingkungan kantor Rumah Sakit.
Dalam menyelenggarakan tugas, Kepala Bagian Tata Usaha mempunyai fungsi sebagai
berikut :
Penyusunan kebijakan bidang teknis administrasi perencanaan, adminstrasi umum
dan kepegawaian serta adminstrasi keuangan dan aset Rumah Sakit.
Pembinaan, pengkoordinasian , pengendalian, pengawasan program dan kegiatan
bagian tata usaha.
Kepala Seksi Pelayanan Medik
Kepala Seksi Pelayanan Medik, mempunyai Tugas Pokok : menyiapkan perumusan dan
fasilitasi medis di Rumah Sakit.
Dalam menyelenggarakan tugas Kepala Seksi Pelayanan Medik mempunyai tugas :
Penyusunan program dan kegiatan seksi Pelayanan Medik.
Pelaksanaan program dan kegiatan seksi Pelayanan Medik.
Pembinaan, pengendaliaan, pengawasan program dan kegiatan seksi Pelayanan
Medik.
59
Kepala Seksi Pelayanan Keperawatan
Kepala Seksi Pelayanan Keperawatan, mempunyai Tugas Pokok : menyiapkan
perumusan dan fasilitasi Pelayanan Keperawatan di Rumah Sakit.
Dalam menyelenggarakan tugas Kepala Seksi Pelayanan Keperawatan mempunyai
tugas :
Dalam menyelenggarakan tugas Kepala Seksi Perlengkapan Medik dan Non Medik
mempunyai tugas :
Penyusunan program dan kegiatan seksi Perlengkapan Medik dan Non Medik.
Pelaksanaan program dan kegiatan seksi Perlengkapan Medik dan Non Medik.
Pembinaan, pengkoordinasian, pengendaliaan, pengawasan program dan kegiatan
seksi. .
c) Bidang Pelayanan
Kepala Bidang Pelayanan
Kepala Bidang Pelayanan, mempunyai Tugas Pokok : Merencanakan operasionalisasi,
memberi tugas, memberi petunjuk, menyelia, mengatur, mengevaluasi dan melaporkan
penyelenggaraan tugas bidang pelayanan.
60
Penyusunan program dan kegiatan seksi Pelayanan Medik.
Pelaksanaan program dan kegiatan seksi Pelayanan Medik.
Pembinaan, pengendaliaan, pengawasan program dan kegiatan seksi Pelayanan
Medik.
Kepala Seksi Pelayanan Keperawatan
Kepala Seksi Pelayanan Keperawatan, mempunyai Tugas Pokok : menyiapkan
perumusan dan fasilitasi Pelayanan Keperawatan di Rumah Sakit.
Dalam menyelenggarakan tugas Kepala Seksi Perlengkapan Medik dan Non Medik
mempunyai tugas :
Penyusunan program dan kegiatan seksi Perlengkapan Medik dan Non Medik.
Pelaksanaan program dan kegiatan seksi Perlengkapan Medik dan Non Medik.
Pembinaan, pengkoordinasian, pengendaliaan, pengawasan program dan kegiatan
seksi Perlengkapan Medik dan Non Medik.
d) Bidang Penunjang
Kepala Bidang Penunjang
Kepala Bidang Penunjang, mempunyai Tugas Pokok : Merencanakan operasionalisasi ,
memberi tugas, memberi petunjuk, menyelia, mengatur, mengevaluasi dan melaporkan
penyelenggaraan tugas bidang penunjang.
61
Pelaksanaan program dan kegiatan seksi Logistik dan Diagnostik.
Kepala Seksi Logistik dan Diagnostik
Kepala Seksi Logistik dan Diagnostik, mempunyai Tugas Pokok : menyiapkan
perumusan dan fasilitasi Perlengkapan Logistik dan Diagnostik di Rumah Sakit.
Dalam menyelenggarakan tugas Kepala Seksi Sarana dan Prasarana mempunyai tugas :
Penyusunan program dan kegiatan seksi Sarana dan Prasarana.
Pelaksanaan program dan kegiatan seksi Sarana dan Prasarana.
Pembinaan, pengkoordinasian, pengendaliaan, pengawasan program dan kegiatan
seksi Sarana dan Prasarana.
Kepala Seksi Pengendalian Instalasi
Kepala seksi Pengendalian Instalasi, mempunyai Tugas Pokok : Mempersiapkan,
memperbaiki, dan memelihara sarana dan prasarana Instalasi Rumah Sakit.
62
Lokasi site yang ada, sangat sesuai dengan misi dari pelayanan ini karena diharapkan
mampu melayani masyarakat yang terdapat di wilayah Kecamatan Gerokgak, Kecamatan
Busungbiu, dan Kecamatan Banjar seperti terlihat pada Gambar 4.
b. Sirkulasi
Sistem sirkulasi di dalam tapak (site) RS Pratama Kelas D secara umum dirancang untuk
menciptakan pergerakan pemakai yang cepat, efektif dan efisien serta memberikan rasa
aman kepada seluruh pemakai. Secara khusus, sirkulasi dirancang sebagai berikut :
1) Sistem sirkulasi di dalam RS Kelas D Pratama dirancang untuk menciptakan pergerakan
pemakai secara aman dan cepat yang dibuat dengan meletakan fasilitas bersama pada
satu tempat dan hanya dihubungkan dengan jalur pedestrian (jalan untuk pejalan kaki)
dan membuat sirkulasi kendaraan di bagian luar.
2) Di samping untuk melayani pasien, fasilitas sirkulasi ini juga dirancang untuk melayani
pengunjung, sehingga pencapaiannya dari arah luar dibuat mudah dikenal. Dengan
demikian, penyediaan fasilitas pelayanan yang bersifat komersial dapat dipakai sebagai
sumber pendapatan sekunder, guna memberikan kontribusi yang cukup berarti bagi
operasional RS Kelas D Pratama.
c. Block Plan
Merancang block plan merupakan pendekatan yang dilakukan untuk memperoleh
gambaran umum (makro) mengenai distribusi ruang ke dalam bentuk dan komposisi massa
bangunan dalam site RS Pratama. Secara makro, luas peruntukan, kelompok, dan
hubungan funsional ruang diplot ke dalam built up area (BUP) site RS Pratama.
Pengaturan (adjusment) dilakukan dengan mengikuti modul yang telah ditetapkan. Modul
63
ini ditentukan berdasarkan ukuran standar bahan yang akan dipakai, dengan maksud untuk
menekan terbuangnya bahan (waste materials) yang berlebihan.
Block plan dibuat untuk mengetahui, apakah keseluruhan sistem dalam perancangan telah
terakomodasi, dan seberapa besar penyimpangan yang terjadi antara konsep yang
dirumuskan dengan penerapannya ke dalam site sebagai wadah. Dengan block plan,
rancangan detail dari sistem dapat ditentukan dan dioptimalkan, misalnya di mana tangga
dan tanggul diperlukan, bagaimana pola pertamanan yang akan diterapkan, seberapa
banyak cut and fill yang harus dikerjakan, ke mana arah (jalur) drainage yang paling
efektif dan sebagainya.
Rancangan Block Plan RS Kelas D Pratama di Kecamatan Seririt secara grafis disajikan
pada Gambar 5 :
RS Kelas D Pratama merupakan bangunan sederhana yang dibangun di atas site dengan
kondisi tanah yang relatif baik. Hal ini menyebabkan sistem struktur yang digunakan tidak
rumit, bahkan dapat dikatakan sangat sederhana. Di samping merupakan bangunan dengan
katagori kelas B, biaya konstruksi memang harus ditekan sampai pada batas yang paling
memadai, karena RS Kelas D Pratama bukan merupakan usaha yang berorientasi pada
perolehan keuntungan (non profit oriented). Artinya, antara kesanggupan calon pemakai
64
untuk membayar sewa harus berimbang dengan penyediaan fasilitas yang diberikan,
berimbang pula dengan tingkat pengembalian investasi, dan yang paling penting adalah
berlangsungnya operasional fungsi sesuai dengan tujuan pembangunannya.
RS Kelas D Pratama adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan
pelayanan kesehatan dasar yang tidak membedakan kelas perawatan dalam upaya
menjamin peningkatan akses bagi masyarakat dalam rangka penyelenggaraan kegiatan
upaya kesehatan perorangan yang memberikan pelayanan gawat darurat selama 24 jam,
pelayanan rawat jalan, dan rawat inap. Dari pengertian di atas, maka rancangan sosok
bangunan dapat dibuat lebih kecil dan sederhana, sehingga pemilihan sistem struktur yang
dipakai juga tidak menjadi rumit dan mahal.
a) Sistem struktur bangunan yang paling tepat untuk bangunan RS Pratama adalah sistem
struktur rangka, karena dengan sistem struktur ini fleksibelitas dalam pengaturan ruang
dalam (interior) dapat dicapai secara optimal. Bukaan dinding untuk penerangan dan
ventilasi alami dapat dibuat secara leluasa.
b) Beton bertulang merupakan bahan struktur yang paling efektif digunakan, karena
memiliki umur keawetan (umur fungsional) relatif lebih lama, dibandingkan dengan
bahan struktur lainnya, asalkan metode dan teknik pengerjaannya sesuai dengan
persyaratan yang ada (SNI 2000 mengenai Beton Bertulang). Kelebihan lain yang
dimiliki oleh bahan struktur ini adalah :
kekuatannya dapat dirancang sesuai dengan yang diinginkan;
hampir tidak mengalami pelapukan oleh cuaca;
pengadaannya sangat mudah (untuk di Bali);
pengerjaannya mudah (untuk bentuk struktur bangunan RS Pratama yang sederhana)
sehingga tidak membutuhkan tenaga ahli khusus; dan
mudah dalam pemeliharaan.
c) Untuk bahan rangka atap, ada tiga pilihan, yaitu beton bertulang, baja atau kayu.
Penentuan salah satu yang dipakai dapat dilakukan setelah mengadakan evaluasi secara
65
keseluruhan, volume, harga, keawetan, pengerjaan/pelaksanaan, pemeliharaan dari
bahan-bahan tersebut. Tetapi evaluasi tersebut tidak akan dibahas dalam analisis ini.
d) Penutup atap menggunakan bahan genteng lokal, bahan dinding dari batako (concrete
block) dan di beberapa bagian dapat digunakan partisi dari kayu dengan penutup asbes
semen atau plywood di-finishing dengan cat, kecuali dinding pada tempat yang selalu
basah (dapur, ruang cuci, kamar mandi/WC) menggunakan keramik/porselin (forceline).
e) Lapisan penutup lantai digunakan ubin keramik dari kelas yang lebih rendah asalkan
toleransi presisinya masih dapat dipenuhi. Pada dasarnya penentuan pemakaian bahan,
dapat dilakukan dengan mengadakan evaluasi terhadap alternatif bahan melalui
beberapa faktor yaitu :
fungsi;
umur/keawetan;
kekuatan;
pengerjaan;
pengadaan; dan
estetika.
66
Sistem pembuangan kotoran dan sampah medis dan non medis.
h) Sistem pengendalian terhadap kebisingan.
i) Aksesibilitas penyandang cacat (disable).
f. Tampilan Bangunan
Sosok bangunan RS Kelas D Pratama harus tampil sebagai sebuah bangunan fasilitas
kesehatan pada umumnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan
selaras dengan bangunan-bangunan yang telah ada di sekitarnya. Secara khusus, konsep
tampilan bangunan diarahkan sebagai berikut :
a) RS Kelas D Pratama tampil sebagai bagian komunitas fasilitas sosial di Kecamatan
Seririt, sehingga sosok bangunannya dibuat dengan menampilkan bentuk, proporsi,
skala, ornamen, dan dekorasi bangunan yang selaras, serasi, dan bernuansa yang sama
dengan bangunan di sekitarnya.
c) Skala dan proporsi bangunan dibuat tidak mendominasi bangunan-bangunan yang telah
ada, karena RS Kelas D Pratama yang dibangun di Kecamatan Seririt merupakan
fasilitas sosial yang disediakan oleh negara/pemerintah. Ornamen dan dekorasi
ditampilkan secara sederhana, sehingga RS Kelas D Pratama tetap memiliki
karakteristik yang kuat, sebagai pencerminan arsitektur lokal.
g. Ruang Dalam
Penataan peralatan dan furniture, keleluasaan gerak pelaku aktifitas, serta kebutuhan
psikologis pelaku baik mengenani kenyamanan maupun keamanan, akan membentuk ruang
dalam secara optimal. Untuk itu, konsep ruang dalam RS Kelas D Pratama ditetapkan
sebagai berikut :
67
a) Fleksibelitas penataan peralatan/furniture diberikan untuk menciptakan variasi agar
tidak membosankan. Hal ini sangat perlu diperhatikan, walaupun pemakai menempati
ruangan hanya sementara. Variasi dapat memberikan kesegaran, meningkatkan kinerja
pemakai dalam melaksanakan tugasnya atau dapat memberikan sugesti bagi pasien
untuk dapat lebih cepat sembuh. Dengan demikian, penataan ruang dalam juga dapat
memberikan kontribusi dalam mencapai tujuan rumah sakit.
b) Penyekat ruang (partisi) pada bagian ruang yang memungkinkan, dapat dibuat dengan
partisi rangka kayu yang ditutup plywood atau calsiboard. Ini dapat dilakukan pada
ruang-ruang tertentu, dengan maksud untuk mengurangi biaya sehingga dapat menekan
biaya stuktur bangunan.
c) Pemakaian bentuk furniture dan warna disesuaikan dengan fungsi bangunan (ruang),
dan cenderung memakai bentuk-bentuk dan warna yang berkesan ringan dan sesuai
dengan standar rumah sakit. Hal ini dimaksudkan karena bentuk dan warna dapat
berpengaruh secara psikologis terhadap pemakai serta warna juga dapat memberikan
rangsangan tertentu terhadap kondisi emosional pemakainya.
Untuk mencapai tujuan di atas, maka pertamanan RS Kelas D Pratama dirancang dengan
mempertimbangkan kondisi alam setempat, karakteristik perilaku kegiatan terutama
pasien yang sangat membutuhkan kesegaran dan keindahan lingkungan. Penyediaan
fasilitas tempat untuk menunggu dari keluarga pasien sesuai dengan sistem kekerabatan
yang berkembang di masyarakat setempat, sehingga perlu disediakan ruang tunggu untuk
kelompok-kelompok kecil (2 sampai 6 orang) dan ditempatkan pada ruang terbuka yang
teduh.
68
i. Schematic Design
Rencana penataan RS Kelas D Pratama akan menampilkan gambar sketsa (schematic
design) berupa gambar lay out plan (Gambar 6.3). Gambar tersebut merupakan salah satu
alternatif, yang ditransformasikan dari rumusan konsep penataan, dipakai sebagai acuan
dalam membuat perhitungan estimasi biaya RS Kelas D Pratama.
b. Kebutuhan Biaya
1) Biaya Lahan
Adalah biaya yang dibutuhkan untuk pematangan lahan, di mana pada rencana
proyek ini ditaksir sekitar Rp. 72.500 per M2 termasuk pengurugan setinggi satu
meter, sehingga total biaya yang dibutuhkan lebih kurang Rp 808.755.509,-
2) Biaya Studi Kelayakan
Besarnya biaya yang dibutuhkan untuk membuat Studi Kelayakan sangat tergamtung
dari identifikasi proyek, tingkat kerumitan/ kompleksitas proyek dan kesediaan
sumber daya manusia. Dalam hal ini biaya yang dibutuhkan untuk mengadakan studi
kelayakan lebih kurang sebesar Rp. 164.481.650,-
3) Biaya Desain
Yang termasuk dalam biaya desain adalah semua biaya yang dikeluarkan untuk
membuat desain, termasuk site plan, desain arsitektur, desain sipil dan struktur,
desain mekanikal, elektrikal dan plumbing, jaringan data dan lainnya, termasuk
semua perhitungan dan pembuatan spesifikasi dari masing-masing desain yang
bersangkutan. Tergantung dari tingkat kerumitan dan kompleksitasnya, secara
keseluruhan biaya desain untuk rencana RS Kelas D Pratama ini diasumsikan sebesar
Rp. 394.605.121,-
70
4) Biaya Pelaksanaan Konstruksi
Adalah biaya yang dibutuhkan untuk pelaksanaan konstruksi yang secara umum
terdiri dari :
a) Biaya Persiapan dan Pelaksanaan Tender, Negosiasi dan Kontrak
Besarnya biaya yang dibutuhkan untuk mengadakan tender, negosiasi dan
pembuatan kontrak dengan pihak kontraktor pelaksana diperkirakan sebesar
Rp.16.161.302,-
b) Biaya Struktur dan Arsitektur
Harga per M2 bangunan RS Kelas D Pratama (dengan katagori gedung negara
kelas C - sederhana) untuk pekerjaan struktur dan finishing diasumsikan
berdasarkan perhitungan kenaikan harga sebesar 12% dari harga satuan bangunan
pada tahun 2013 adalah seperti pada Tabel 20.
Tabel 20 : Perhitungan Biaya Struktur dan Arsitektur
71
27 Ruang Tunggu (1) 1 18.00 3,500,000 63,000,000
Ruang Tunggu (2) 1 31.50 3,500,000 110,250,000
Jumlah 1,219.45 5,128,662,500
RUANG STAFF &
II
PARAMEDIS
28 Ruang Direktur 1 44.20 4,150,000 183,430,000
29 Ruang Dokter 1 21.30 4,150,000 88,395,000
30 Ruang Pertemuan Dokter 1 12.25 4,150,000 50,837,500
31 Ruang Jaga Dokter (1) 1 12.25 4,150,000 50,837,500
32 Ruang Jaga Dokter (2) 1 21.75 4,150,000 90,262,500
33 Ruang Jaga Perawat (1) 1 24.80 4,150,000 102,920,000
34 Ruang Jaga Perawat (2) 1 21.75 4,150,000 90,262,500
35 - Nurse Station (1) 1 21.00 4,150,000 87,150,000
- Nurse Station (2) 1 8.00 4,150,000 33,200,000
36 Ruang Staff 1 44.20 4,150,000 183,430,000
37 Ruang Gas Medis 1 15.75 4,150,000 65,362,500
38 - Ruang CS (1) 1 7.88 4,150,000 32,681,250
- Ruang CS (2) 1 8.75 4,150,000 36,312,500
39 Ruang Persiapan 1 49.00 4,150,000 203,350,000
40 - Ruang Operator (1) 1 10.00 4,150,000 41,500,000
- Ruang Operator (2) 1 18.00 4,150,000 74,700,000
41 - Ruang Pendaftaran (1) 1 6.25 4,150,000 25,937,500
- Ruang Pendaftaran (2) 1 10.20 4,150,000 42,330,000
Ruang Pendaftaran &
- 1 9.80 4,150,000 40,670,000
Pembayaran (3)
42 Ruang Gelap 1 6.25 3,750,000 23,437,500
43 Ambulance Driver Station 1 12.90 3,750,000 48,375,000
Kantin Dokter &
44 1 31.50 3,750,000 118,125,000
Paramedis
45 Dapur Kantin 1 17.50 3,750,000 65,625,000
46 Ruang Satpam 1 3.00 3,750,000 11,250,000
47 Ruang Racik Obat 1 6.25 4,150,000 25,937,500
Jumlah 444.53 1,816,318,750
72
- Toilet Rg Perawatan (2) 2 6.40 4,500,000 28,800,000
63 - Toilet Rg Jaga Perawat (1) 1 3.20 4,500,000 14,400,000
- Toilet Rg Jaga Perawat (2) 1 3.00 4,500,000 13,500,000
64 Toilet (Rg Staff) 1 4.80 4,500,000 21,600,000
65 Toilet (Rg Direktur) 1 4.80 4,500,000 21,600,000
66 Toilet (Rg Dokter) 1 3.20 4,500,000 14,400,000
67 Toilet Rg Jaga Dokter 1 3.00 4,500,000 13,500,000
68 Toilet Ambulance Driver 1 3.60 4,500,000 16,200,000
69 Toilet (Rg Linen) 2 18.00 4,500,000 81,000,000
70 Ruang Sirkulasi Dalam 390.20 4,000,000 1,560,800,000
71 Ruang Hijau di Dalam 3 562.70 200,000 112,540,000
72 Ruang Servis 8 273.00 3,000,000 819,000,000
Jumlah 891.94 3,445,095,000
IV RUANG LUAR
73 Tempat Suci (1) 1 35.00 3,500,000 122,500,000
74 Tempat Suci (2) 1 10.50 3,500,000 36,750,000
75 Ambulance Station 1 64.25 3,500,000 224,875,000
76 Parkir 1,013.70 425,000 430,822,500
77 Ruang Luar 9,578.85 164,651 1,577,169,805
Jumlah 109.75 384,125,000
TOTAL RUANG
DALAM : 2,666 10,774,201,250
TOTAL RUANG LUAR
: 11,155.25 2,120,532,305
Biaya Rata-rata per M²
Luas Site 11,155.25 (Pekerjaan Sipil, Arsitektur &
Struktur) : Rp. 4,041,844
Dengan total ruang dalam seluas 2666 M2 dan biaya pekerjaan sipil, struktur dan
arsitektur sebesar Rp.10.774.201.250,- maka diperoleh biaya rata-rata tiap 1M2
luas bangunan adalah sebesar Rp.4.041.844,-
73
e) Biaya Perlengkapan Interior (Furniture)
Biaya perlengkapan (furniture) dapat dimasukan sebagai biaya modal operasional.
Akan tetapi dalam hal ini biaya furniture diperhitungkan sebagai investasi,
walaupun bukan merupakan biaya konstruksi (construction cost).
Biaya furniture diperhitungkan sesuai dengan kebutuhan operasional fungsi. Jenis
dan jumlahnya sesuai dengan kebutuhan untuk setiap ruang. Sesuai dengan
estimasi perhitungan biaya furniture yang dibuat, diperoleh jumlah biaya untuk
furniture adalah kurang lebih 9 % dari biaya untuk pekerjaan struktur dan
arsitektur, yaitu sebesar : Rp. 969.678.113,-
Biaya di atas sudah termasuk perlengkapan seperti kain tirai jendela, kelengkapan
tempat tidur dan perlengkapan lainnya.
74
5) Biaya Operasional Tahun Pertama
a) Biaya Pengadaan Alat Kesehatan/Sarana dan Prasarana Kesehatan
Sebagaimana diketahui biaya untuk peralatan, sarana dan prasarana RS Kelas D
Pratama sudah ditentukan oleh peraturan tentang sarana dan prasarana yang
ditetapkan oleh pemerintah. Hal ini juga tergantung dari model, jenis, dan
kapasitas pelayanan yang akan diberikan kepada pemakai, dalam hal ini adalah
masyarkat di wilayah Kabupaten Buleleng secara umum dan Kecamatan Seririt
khususnya.
Analisis kebutuhan jenis, jumlah, dan luasan ruang telah diuraikan pada Tabel
5.8. Demikian juga kebutuhan jenis peralatan pendukung dan penunjang kegiatan
operasional rumah sakit telah dijelaskan pada Tabel 5.9 sampai dengan Tabel
5.15. Berdasarkan analisis tersebut, maka kebutuhan biaya pengadaan alat
kesehatan/sarana dan prasarana kesehatan RS Kelas D Pratama diperkirakan
sebesar Rp. 2.424.195.281,-
6) Biaya Lain-Lain
a) Biaya Perijinan
Biaya perijinan terdiri dari : ijin lokasi dan ijin prinsip, ijin mendirikan bangunan,
ijin mengoperasikan peralatan, dan ijin operasional bangunan. Keseluruhan biaya
perijinan ini diperkirakan sebesar 3% dari biaya konstruksi bangunan, yang
besarnya lebih kurang Rp. 404.032.547,-
75
b) Biaya Pajak
Biaya pajak dan biaya retribusi lainnya diperhitungkan sebagi beban modal, yang
diasumsikan sebesar Rp. 2,622,352,276,-
76
c. Proyeksi Pendapatan dan Biaya
Perhitungan proyeksi pendapatan yang diharapkan berbasis pada beberapa hal penting
yaitu :
1) Luas efektif properti, yaitu luas ruang yang bisa memperoleh pendapatan, misalnya
ruang rawat inap, poliklinik dan ruang lainnya serta perbandingannya dengan luas
keseluruhan bangunan (proyek) beserta semua equipment dan requirment sehingga
proyek dapat beroperasi secara sempurna sesuai dengan yang diharapkan
2) Komposisi modal antara modal sendiri (equity) dan modal dari pinjaman (loan)
berikut DRE (Discout Rate of Equity) dan suku bunga pinjaman (interest rate).
3) Lama waktu dikonstruksi (pelaksanaan pembangunannya), berkaitan dengan waktu
mulai proyek beroperasi, semakin cepat semakin baik karena investasi yang ditanam
tidak membengkak sesuai dengan DRC (Dicount Rate of Capital).
4) Umur efektif properti (proyek) yang diperhitungkan.
5) Periode pencairan investasi, yang juga berpengaruh besar terhadap perhitungan
pendapatan yang diharapkan.
Dengan memperhatikan hal-hal di atas, akan diperoleh hasil perhitungan dengan matrik
seperti terlihat pada Gambar 7.
Investasi untuk :
Klinik 1 = 1,102,187,921
R Perawatan = 1,285,885,908
R persiapan = 1,285,885,908
R Lain = 1,653,281,881
Dicari Harga pengembalian Annual (PMT) dengan rumus pengembalian modal :
Biaya keseluruhan Property pada akhir thn I (setelah masa konstruksi) Rp.
(termasuk pajak dan lain-lain) = 29,118,807,983 29,118,807,983
77
Shg Investasi utk: Klinik 1 = 1,247,948,914
R Perawatan = 1,455,940,399 641,027,747
R persiapan = 1,455,940,399
R Lain = 1,871,923,370
PMT Capital dengan ROC = 12.56% 639,949,853
Komposisi modal pada akhir tahun I : (diperhitungkan dari nilai investasi pada akhir tahun I)
Loan (dengan bunga/interest) 12.00% = 81.28% 23,536,885,434 228 PMT(angs/bln) 499,863,682
Modal sendiri (dgn rate of Pendpt
equity (ROE )) 15.00% = 18.72% 5,581,922,549 228 Equity/bln 141,164,065
1) Klinik sebesar Rp. 914.214,- pada kondisi normal, dan Rp. 476.459,- pada kondisi
BEP. Jika menggunakan standar tarif yang tercantum pada Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 69 Tahun 2013, tentang Standar Tarif
Pelayanan Kesehatan pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama dan Fasilitas
Kesehatan Tingkat Lanjutan dalam Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan
yaitu antara Rp. 8.000,- sampai dengan Rp. 10.000,- maka masing-masing klinik
harus dapat melayani paling sedikit 48 orang dalam sehari.
2) Ruang Rawat Inap Rp. 1.066.583,- pada kondisi normal dan Rp. 555.869,-pada
kondisi BEP, sehingga jika setiap Ruang Rawat Inap berkapasitas 7 (tujuh) tempat
tidur (TT), maka untuk setiap TT hanya memperoleh pendapatan sebesar Rp.
79.410,-. Jadi masih berada di bawah standar tarif yang ditetapkan dalam Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 69 Tahun 2013 yang besarnya Rp.
100.000,- per hari.
78
3) Ruang Persiapan/Tindakan diasumsikan sama dengan di atas yaitu sebesar Rp.
1.066.583,- pada kondisi normal dan Rp. . 555.869,- pada kondisi BEP. Biaya yang
dibebankan kepada masyarakat pada penanganan di ruang tindakan (emergency,
operasi dan ruang lainnya) biasanya sangat beragam, sehingga tidak dapat diprediksi.
Tetapi dalam operasionalnya diharapkan ruang-ruang ini dapat memberikan
kontribusi pengembalian investasi sebesar Rp. 1.066.583,- ditambah Rp. 1.371.321,-
setiap hari. Jika mengacu pada standar tarif yang tercantum dalam Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 69 Tahun 2013 yang rata-rata tarifnya sebesar
Rp. 200.000,- (pada pelayanan kesehatan kebidanan dan neonatal), maka Ruang
Persiapan/Tindakan diharapkan dapat melayani setidaknya 12 orang pasien setiap
hari.
79
Berdasarkan Tabel 21 di atas, dapat dijelaskan beberapa hal sebagai berikut, yaitu :
Pendapatan RS Kelas D Pratama adalah pendapatan setiap hari dari semua pelayanan
yang diberikan (pada ruang efektif) yang telah diutarakan di atas, dijumlahkan dalam
satu tahun. Dari penjumlahan ini diperoleh pendapatan sebesar Rp. 7.679.398.234,-
yang diasumsikan akan naik sebesar 5% dalam setahun secara simultan.
Jumlah pendapatan yang diperoleh dari pelayanan jasa dan perdagangan (kantin, foto
copy, apotik, dll) diasumsikan sebesar Rp. 420.000,- per hari, sehingga dalam satu
tahun berjumlah Rp. 153.300.000,- yang juga diasumsikan akan naik sebesar 5% dalam
setahun secara simultan.
Vacancy dan pengeluaran lain-lain adalah sebesar 5% dari pendapatan kotor, yang
juga diasumsikan naik 5% setahun secara simultan.
Biaya operasional diasumsikan sebesar 10% dari pendapatan kotor, yang juga
diasumsikan naik secara simultan sebesar 5% setiap tahun.
Tambahan modal, juga diperlukan setiap 5 tahun untuk biaya perbaikan/
pemeliharaan/penggantian, yang besarnya diasumsikan 10% dari besarnya investasi
dan naik 10% setiap 5 tahun secara simultan.
Dengan metode matrik yang dibuat (terlampir) dapat disajikan proyeksi cash flow yang
diinginkan dengan tingkat pengembalian modal (DRC) sebesar 12,56%. Metode ini juga
dapat dengan cepat memperlihatkan besarnya nilai dari Break Event Point (BEP), Internal
Rate of Return (IRR), dan Net Present Value (NPV).
Dengan nilai BEP pada 52,12% ini diperoleh besarnya Net Present Value (NPV) = 0; nilai
Internal Rate of Return (IRR) = 12,56% sama dengan DR/DRC (Discount Rate of Capital);
dan Benefit Cost Ratio (BCR) = 1, yaitu jumlah pendapatan dibagi 1+i atau DRC secara
simultan.
n
Bt
t-0 (1+i) t
BCR =
C
80
f. Nilai Internal Rate of Return (IRR)
Besarnya nilai Internal Rate of Return (IRR) yang secara umum dibuat dengan rumus :
NPV
i
IRR = 1 +
NPV1 - NPV2
Pada analisis discounted cash flow yang dibuat, dengan aspek-aspek dan nilai yang
disebutkan di atas, dapat memperlihatkan besarnya nilai Internal Rate of Return (IRR)
dalam kondisi normal adalah sebesar 25,898%, yang jauh lebih besar dari DR/DRC yang
besarnya hanya 12,56%, sehingga proyek RS Kelas D Pratama ini dinyatakan sangat
"layak" untuk dibangun.
Dari perhitungan dengan memakai metode matrik discounted cash flow, diperoleh
besarnya Net Present Value (NPV) adalah sebesar Rp. 31.047.585.660,-. Dengan demikan,
besarnya Benefit Cost Ratio (BCR) adalah 2,0662, sehingga proyek RS Kelas D Pratama ini
juga dapat dinyatakan "layak" untuk dibangun.
81
Bab 5. Kesimpulan dan Saran
5.1. Kesimpulan
Hasil analisis situasi dari aspek eksternal (kebijakan, demografi, geografi, sosial ekonomi,
sosial budaya) menunjukkan bahwa kondisinya sangat mendukung rencana pembangunan
RS Kelas D Pratama di Kecamatan Seririt, Kabupaten Buleleng. Demikian juga dari aspek
internal (sarana kesehatan, pola penyakit dan epidemologi, teknologi,
SDM/ketenagakerjaan rumah sakit, organisasi, kinerja dan keuangan) menyatakan bahwa
rencana pembangunan RS Kelas D Pratama ini sangat dibutuhkan.
Analisis permintaan dari aspek lahan dan lokasi, menyatakan cukup strategis untuk
pembangunan RS Kelas D Pratama yang direncanakan menyediakan 60 Tempat Tidur
(TT) atau sebesar + 75% dari kebutuhan minimal 84 TT di Kecamatan Seririt tahun 2014.
Dari aspek teknis, lahan rencana lokasi pembangunan rumah sakit tidak dijumpai adanya
kendala, sehingga secara teknis pembangunan RS Kelas D Pratama ini layak untuk
dilanjutkan dengan mengikuti konsep dan rancangan rencana penataan site dan bangunan
yang telah dirumuskan. Untuk kebutuhan peralatan medis, SDM, serta organisasi dan
uraian tugas dijabarkan melalui pendekatan jenis pelayanan kesehatan dan jumlah TT yang
disediakan.
Berdasarkan metode matrik yang dipakai, diperoleh nilai Break Event Point (BEP) pada
jumlah pendapatan sebesar 52,12% dari pendapatan normal atau sama dengan Rp.
4.002.255.553,- ditambah pendapatan lain-lain sebesar Rp. 153.300.000,- atau sama
dengan Rp. 4.155.555.553,- setahun. Dengan nilai BEP pada 52,12% ini diperoleh
besarnya Net Present Value (NPV) = 0; nilai Internal Rate of Return (IRR) = 12,56%
sama dengan DR/DRC (Discount Rate of Capital); dan Benefit Cost Ratio (BCR) = 1, yaitu
jumlah pendapatan dibagi 1+i atau DRC secara simultan.
Pada analisis discounted cash flow yang dibuat, dapat memperlihatkan besarnya nilai
Internal Rate of Return (IRR) dalam kondisi normal adalah sebesar 25,898%, yang jauh
lebih besar dari DR/DRC yang besarnya hanya 12,56%, sehingga proyek RS Kelas D
Pratama ini dinyatakan sangat layak untuk dibangun.
Untuk nilai Net Present Value (NPV) besarnya merupakan jumlah pendapatan setiap tahun
yang dibagi dengan 1 ditambah besarnya DR/DRC secara simultan selama tahun proyeksi
82
dikurangi modal (investasi) awal. Dari perhitungan dengan memakai metode matrik
discounted cash flow, diperoleh besarnya Net Present Value (NPV) adalah sebesar Rp.
31.047.585.660,-. Dengan demikan, besarnya Benefit Cost Ratio (BCR) adalah 2,0662,
sehingga proyek RS Kelas D Pratama ini juga dapat dinyatakan layak untuk dibangun.
5.2. Saran
Untuk saat ini, RS Kelas D Pratama direncanakan menyediakan fasilitas dan kemampuan
pelayanan kesehatan tingkat pertama dan spesialis dasar yang hanya menyediakan
pelayanan perawatan kelas 3 (tiga). Sejalan dengan perkembangan penduduk, ke depan
pelayanan rumah sakit ini perlu dikembangkan jangkauan pelayanannya untuk penduduk di
tiga wilayah kecamatan sekitar Seririt yaitu Kecamatan Gerokgak, Kecamatan Busungbiu,
dan Kecamatan Banjar. Pelayanan kesehatan yang diberikan juga harus ditingkatkan
kuantitas dan kualitasnya, sehingga dapat menjalankan fungsi sosial dan menghasilkan
pendapatan (profit), agar mampu membiayai operasional rumah sakit secara
berkesinambungan. Untuk itu, beberapa saran yang dapat diajukan antara lain adalah :
Pengembangan rumah sakit secara horizontal, yaitu dengan menambah luas areal lahan
(site) RS Kelas D Pratama, mengingat lahan di sekitar rencana pembangunan rumah
sakit ini merupakan tanah milik Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali. Hal ini tentunya
membutuhkan komunikasi dan koordinasi yang baik antara Pemkab Buleleng dengan
Pemprov Bali, guna mendukung pembangunan bidang kesehatan di Kabupaten
Buleleng.
83
Daftar Pustaka
84
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2013, tentang Jaminan
Kesehatan.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
World Health Organization (WHO) 1986, Piagam Ottawa untuk Promosi Kesehatan.
85
Lampiran
Lampiran 1. Susunan Organisasi Tim Peneliti dan Pembagian Tugas
1. Ketua Peneliti
a. Nama Lengkap : Ir. Ida Bagus Ngurah Bupala, MT.
b. Jenis Kelamin : L
c. NIP : 195312311986021004
d. Disiplin Ilmu : Arsitektur-Manajemen Konstruksi
e. Pangkat/Golongan : Penata / IIIc
f. Jabatan fungsional/struktural : Lektor
g. Fakultas/Jurusan : Fakultas Teknik /Jurusan Arsitektur
h. Waktu penelitian : 16 jam/minggu
2. Anggota Peneliti :
a. Nama Lengkap : I Ketut Mudra, ST., MT.
b. Jenis Kelamin : L
c. NIP : 196811201995031001
d. Disiplin Ilmu : Arsitektur-Perancangan Kota
e. Pangkat/Golongan : Penata Tk. I / IIId
f. Jabatan fungsional/struktural : Lektor
g. Fakultas/Jurusan : Fakultas Teknik /Jurusan Arsitektur
h. Waktu penelitian : 14 jam/minggu
3. Tenaga Laboran/Teknisi :
a. Nama Lengkap : Desak Made Sukma Widiyani, ST., MT.
b. Keahlian : Arsitek/Auto-Cad
86