Anda di halaman 1dari 14

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Lanjut Lansia


1. Pengertian Lanjut Usia
Usia lanjut adalah seseorang dikatakan lanjut usia (lansia) apabila
usianya 65 tahun ke atas (Azwar, 2016). Lansia bukan suatu penyakit,
namun merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang
ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan
stres lingkungan. Lansia adalah keadaan yang ditandai oleh kegagalan
seseorang untuk mempertahankan keseimbangan terhadap kondisi stres
fisiologis. Kegagalan ini berkaitan dengan penurunan daya kemampuan
untuk hidup serta peningkatan kepekaan secara individual (Efendi, 2009).
2. Batasan Umur Lanjut Usia
Batasan-batasan umur yang mencakup batasan umur lansia dari
pendapat berbagai ahli yang di kutip dari Nugroho (2008) :
a. Menurut undang-undang nomor 13 tahun 1998 dalam bab I pasal 1
ayat II yang berbunyi “lanjut usia adalah seseorang yang mencapai
usia 60 tahun keatas.
b. Menurut WHO:
1) Usia pertengahan : 45-59 tahun
2) Lanjut usia : 60 – 74 tahun
3) Lanjut usia tua : 75- 90 tahun\
4) Usia sangat tua : diatas 90 tahun (Kushariyadi, 2010).
3. Perubahan yang Terjadi Pada Lanjut Usia
Menurut Mujahidullah (2012) dan Wallace (2007), beberapa
perubahan yang akan terjadi pada lansia diantaranya adalah perubahan
fisik,intlektual, mental, keagamaan dan psikososial.
a. Perubahan fisik
1) Sel, saat seseorang memasuki usia lanjut keadaan sel dalam
tubuh akan berubah, seperti jumlahnya yang menurun, ukuran
lebuh besar sehingga mekanisme perbaikan sel akan terganggu
dan proposi protein di otak, otot, ginjal, darah dan hati
berkurang.
2) Sistem persyarafan, keadaan system persyarafan pada lansia
akan mengalami perubahan, seperti mengecilnya syaraf panca
indra. Pada indra pendengaran akan terjadi gangguan
pendengaran seperti hilangnya kemampuan pendengaran pada
telinga. Pada indra penglihatan akan terjadi seperti kekeruhan
pada kornea, hilangnya daya akomodasi dan menurunnya
lapang pandang. Pada indra peraba akan terjadi seperti respon
terhadap nyeri menurun dan kelenjar keringat berkurang. Pada
indra pembau akan terjadinya seperti menurunnya kekuatan
otot pernafasan, sehingga kemampuan membau juga
berkurang.
3) Sistem gastrointestinal, pada lansia akan terjadi menurunya
selara makan , seringnya terjadi konstipasi, menurunya produksi
air liur(Saliva) dan gerak peristaltic usus juga menurun.
4) Sistem genitourinaria, pada lansia ginjal akan mengalami
pengecilan sehingga aliran darah ke ginjal menurun.
5) Sistem muskuloskeletal, pada lansia tulang akan kehilangan
cairan dan makin rapuh, keadaan tubuh akan lebih pendek,
persendian kaku dan tendon mengerut.
6) Sistem Kardiovaskuler, pada lansia jantung akan mengalami
pompa darah yang menurun , ukuran jantung secara kesuruhan
menurun dengan tidaknya penyakit klinis, denyut jantung
menurun , katup jantung pada lansia akan lebih tebal dan kaku
akibat dari akumulasi lipid. Tekanan darah sistolik meningkat
pada lansia kerana hilangnya distensibility arteri. Tekanan darah
diastolic tetap sama atau meningkat.
b. Perubahan intelektual
Menurut Hochanadel dan Kaplan dalam Mujahidullah (2012),
akibat proses penuaan juga akan terjadi kemunduran pada
kemampuan otak seperti perubahan intelegenita Quantion ( IQ) yaitu
fungsi otak kanan mengalami penurunan sehingga lansia akan
mengalami kesulitan dalam berkomunikasi nonverbal, pemecehan
masalah, konsentrasi dan kesulitan mengenal wajah seseorang.
Perubahan yang lain adalah perubahan ingatan , karena penurunan
kemampuan otak maka seorang lansia akan kesulitan untuk
menerima rangsangan yang diberikan kepadanya sehingga
kemampuan untuk mengingat pada lansia juga menurun.
c. Perubahan mental
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental :
1) Pertama-tama perubahan fisik, khususnya organ perasa.
2) Kesehatan umum
3) Tingkat pendidikan
4) Keturunan (hereditas)
5) Lingkungan
6) Gangguan syaraf panca indera, timbul kebutaan dan ketulian.
7) Gangguan konsep diri akibat kehilangan kehilangan jabatan.
8) Rangkaian dari kehilangan , yaitu kehilangan hubungan dengan
teman dan famili.
9) Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap
gambaran diri, perubahan konsep diri.
d. Perubahan keagamaan
Menurut Maslow dalam Mujahidin (2012), pada umumnya
lansia akan semakin teratur dalam kehidupan keagamaannya, hal
tersebut bersangkutan dengan keadaan lansia yang akan
meninggalkan kehidupan dunia.
e. Perubahan Psikososial
1) Kesepian Terjadi pada saat pasangan hidup atau teman dekat
meninggal terutama jika lansia mengalami penurunan kesehatan,
seperti menderita penyakit fisik berat, gangguan mobilitas atau
gangguan sensorik terutama pendengaran.
2) Duka cita (Bereavement) Meninggalnya pasangan hidup, teman
dekat, atau bahkan hewan kesayangan dapat meruntuhkan
pertahanan jiwa yang telah rapuh pada lansia. Hal tersebut dapat
memicu terjadinya gangguan fisik dan kesehatan.
3) Depresi Duka cita yang berlanjut akan menimbulkan perasaan
kosong, lalu diikuti dengan keinginan untuk menangis yang
berlanjut menjadi suatu episode depresi. Depresi juga dapat
disebabkan karena stres lingkungan dan menurunnya
kemampuan adaptasi.
4) Gangguan cemas Dibagi dalam beberapa golongan: fobia, panik,
gangguan cemas umum, gangguan stress setelah trauma dan
gangguan obsesif kompulsif, gangguangangguan tersebut
merupakan kelanjutan dari dewasa muda dan berhubungan
dengan sekunder akibat penyakit medis, depresi, efek samping
obat, atau gejala penghentian mendadak dari suatu obat.
5) Parafrenia Suatu bentuk skizofrenia pada lansia, ditandai dengan
waham (curiga), lansia sering merasa tetangganya mencuri
barang-barangnya atau berniat membunuhnya. Biasanya terjadi
pada lansia yang terisolasi/diisolasi atau menarik diri dari
kegiatan sosial.
6) Sindroma Diogenes Suatu kelainan dimana lansia menunjukkan
penampilan perilaku sangat mengganggu. Rumah atau kamar
kotor dan bau karena lansia bermain-main dengan feses dan urin
nya, sering menumpuk barang dengan tidak teratur. Walaupun
telah dibersihkan, keadaan tersebut dapat terulang kembali.

4. Tugas Perkembangan Pada Lanjut Usia


Menurut Havighurst dalam Stanley (2007), tugas perkembangan
adalah tugas yang muncul pada periode tertentu dalam kehidupan suatu
individu. Ada beberapa tahapan perkembangan yang terjadi pada lansia,
yaitu :
a. Penyesuaikan diri kepada penurunan kesehatan dan kekuatan fisik.
b. Penyesuaian diri kepada masa pension dan hilangnya
pendapatan.
c. Penyesuaaian diri kepada kematian pasangan dan orang
terdekat lainnya.
d. Pembentukan gabungan (pergelompokan) yang sesuai
denganya.
e. Pemenuhan kewajiban sosial dan kewarganegaraan.
f. Pembentukan kepuasan pengaturan dalam kehidupan.

B. Konsep Kualitas Hidup Lansia


1. Pengertian Kualitas Hidup Lansia
Menurut World Health Organization Quality of Life (WHOQOL),
kualitas hidup adalah kondisi fungsional lansia yang meliputi kesehatan
fisik yaitu aktivitas sehari – hari, ketergantungan pada bantuan medis,
kebutuhan istirahat, kegelisahan tidur, penyakit, energi dan kelelahan,
mobilitas, aktivitas sehari-hari, kapasitas pekerjaan, kesehatan
psikologis yaitu perasaan positif, penampilan dan gambaran jasmani,
perasaan negatif, berfikir, belajar, konsentrasi, mengingat, self esteem
dan kepercayaan individu, hubungan sosial lansia yaitu dukungan
sosial, hubungan pribadi, serta aktivitas seksual, dan kondisi
lingkungan yaitu lingkungan rumah, kebebasan, keselamatan fisik,
aktivitas di lingkungan, kendaraan, keamanan, sumber keuangan,
kesehatan dan kepedulian sosial. Kualitas hidup dipengaruhi oleh
tingkat kemandirian, kondisi fisik dan psikologis, aktifitas sosial,
interaksi sosial dan fungsi keluarga. Pada umumnya lanjut usia
mengalami keterbatasan, sehingga kualitas hidup pada lanjut usia
menjadi mengalami penurunan. Keluarga merupakan unit terkecil dari
masyarakat sehingga memiliki peran yang sangat penting dalam
perawatan lanjut usia untuk meningkatkan kualitas hidup lanjut usia.
Agar kualitas hidup lansia meningkat, maka dalam penyesuaian diri dan
penerimaan segala perubahan yang dialami, lansia harus mampu
melakukan hal tersebut. Selain itu, lingkungan yang memahami
kebutuhan dan kondisi psikologis lansia membuat lansia merasa
dihargai. Tersedianya media atau sarana bagi lansia membuat lansia
dapat mengembangkan potensi yang dimiliki (Sutikno, 2007).
Berdasarkan penelitian tentang kualitas hidup, kualitas hidup
penduduk Indonesia dengan kriteria kurang, lebih banyak dijumpai
pada golongan umur lanjut, perempuan, tingkat pendidikan rendah,
tidak bekerja, tinggal di daerah pedesaan, serta sosial ekonomi
tergolong miskin. Penduduk yang menderita penyakit tidak menular,
cedera, menderita gangguan mental emosional, menyandang faktor
risiko antara, dan tinggal di rumah dengan lingkungan terpapar memiliki
kualitas hidup kurang.

2. Faktor – Faktor yang Berkaitan dengan Kualitas Hidup Lansia


a. Kondisi Fisik
Menurut Sugiarto (2005, Dala, Irianto, 2014) untuk mengukur
tingkat kemandirian lansia digunakan Indeks Barthel yang meliputi :
1) Kemampuan makan dengan penilaian sebagai berikut : dengan
bantuan diberi nilai 5 dan mandiri diberi nilai 10
2) Kemampuan berpindah dari atau ke tempat tidur dan sebaliknya,
dengan penilaian sebagai berikut : dengan bantuan diberi nilai 5-
10 dan mandiri diberi nilai 15
3) Kemampuan menjaga kebersihan diri, mencuci muka, menyisir,
mencukur, dan menggosok gigi dengan penilaian sebagai
berikut: dengan bantuan diberinilai 0 dan mandiri diberi nilai 5
4) Kemampuan untuk mandi dengan penilaian sebagai berikut :
dengan bantuan diberi nilai 0 dan mandiri diberi nilai 5
5) Kemampuan berjalan dijalan yang datar dengan penilaian
sebagai berikut: bantuan 10 dan mandiri 15
6) Kemampuan naik turun tangga dengan penilaian sebagai berikut
: dengan bantuan diberi nilai 5 dan mandiri diberi nilai 10
7) Aktivitas di toilet (menyemprot, mengelap) dengan penilaian
sebagai berikut : dengan bantuan diberi nilai 5 dan mandiri diberi
nilai 10.
8) Kemampuan berpakaian dengan penilaian sebagai berikut :
dengan bantuan diberi nilai 5 dan mandiri diberi nilai 10
9) Kemampuan mengontrol defekasi dengan penilaian sebagai
berikut : dengan bantuan diberi nilai 5 dan mandiri diberi nilai 10
10) Kemampuan berkemih dengan penilaian sebagai berikut :
dengan bantuan diberi nilai 5 dan mandiri diberi nilai 10.

b. Status Gizi
Gizi lebih atau kegemukan merupakan masalah yang sering
terjadi pada lanjut usia. Banyak faktor yang dapat menyebabkan
terjadinya kegemukan pada lanjut usia. Pada lansia terjadi penurunan
kegiatan sel-sel dalam tubuh, sehingga kebutuhan akan zat-zat gizi
juga ikut menurun. Asupan makanan yang tetap namun kegiatan
yang dilakukan sehari-hari oleh lansia mengalami penurunan
menyebabkan penumpukan makanan dalam tubuh sehingga dapat
menyebabkan kegemukan bahkan menjadi penyakit. Kencing manis,
penyakit jantung, tekanan darah tinggi adalah beberapa penyakit
yang berkaitan dengan gizi lebih pada lansia. Untuk itu diperlukan
adanya pengaturan diet bagi lansia (Irianto, 2014)
Masalah gizi yang kurang pada lansia dapat disebabkan oleh
anoreksia yang berkepanjangan. Hal tersebut menyebabkan
penurunan berat badan pada lansia. Gizi kurang juga sering
diakibatkan oleh penyakit infeksi kronis, penyakit jantung kongestif,
masalah sosial dan ekonomi atau sebab lain. Kehilangan berat badan
terjadi amat berlebihan sehingga asupan makanan tak dapat
mengimbangi kehilangan yang cepat itu. Keadaan kurang gizi pada
lansia ini juga perlu mendapat penanganan diet khusus (Irianto,
2014).
IMT (Indeks Massa Tubuh) adalah suatu alat untuk
pemantauan status gizi orang dewasa yang berkaitan dengan
kekurangan dan kelebihan berat badan. IMT dihitung dengan cara :
IMT = Berat badan (dalam kilogram) [Tinggi badan (dalam meter)].
c. Kondisi Psikologis Lansia
Penuaan pada lanjut usia sangat dikaitkan dengan perubahan
anatomi, perubahan fisiologi, terjadi kesakitan atau hal – hal yang
bersifat patologi dan perubahan psikososial. Depresi adalah
gangguan psikologis yang kita ketahui sering dialami lanjut usia.
Interaksi faktor biologi, fisik, psikologis, serta sosial pada lanjut usia
bisa mengakibatkan depresi pada lanjut usia (Soejono dkk, 2009).
Depresi adalah suatu masa terganggunya fungsi dalam diri manusia
yang berkaitan dengan alam perasaan yang sedih serta gejala yang
menyertainya, termasuk perubahan pada pola tidur, perubahan nafsu
makan, perubahan psikomotor, sulit berkonsentrasi, merasa tidak
bahagia, sering merasa kelelahan, sering timbul rasa putus asa,
merasa tidak berdaya, serta keinginan bunuh diri (Kaplan dan
Saddock, 2007).
Depresi pada usia lanjut lebih sulit dideteksi karena :
1) Kecemasan serta histeria yang merupakan suatu gejala dari
depresi justru sering menutupi depresinya
2) Masalah sosial sering membuat depresi menjadi rumit
3) Usia lanjut sering menutupi kesepian serta rasa sedih dengan
justru lebih aktif dalam kegiatan di masyarakat
4) Diagnosis awal dan terapi segera terhadap depresi pada pasien
geriatri dapat memperbaiki kualitas hidup, status fungsional, dan
mencegah kematian dini. Tanda dan gejala depresi yakni:
5) Hilangnya minat atau rasa senang, hampir setiap hari
6) Berat badan menurun atau bertambah yang bermakna
7) Insomnia atau hipersomnia, hampir setiap hari
8) Agitasi atau retardasi psikomotor, hampir tiap hari
9) Kelelahan (rasa lelah atau hilangnya energi), hampir tiap hari
10) Rasa bersalah atau tidak berharga, hampir tiap hari
11) Sulit konsentrasi
12) Pikiran berulang tentang kematian atau gagasan bunuh diri
d. Fungsi Kognitif
Fungsi kognitif adalah kemampuan berfikir rasional yang
terdiri dari beberapa aspek. Fungsi kognitif diukur dengan Mini Mental
State Examination (MMSE). Hasil skornya yaitu kognitif normal (skor :
16–30) dan gangguan kognitif (skor : 0-15). Aspek yang dinilai pada
MMSE adalah status orientasi, registrasi, atensi dan kalkulasi,
memori, bahasa dan kemampuan menulis serta menggambar
spontan. Fungsi kognitif yang menurun dapat menyebabkan
terjadinya ketidakmampuan lansia dalam melakukan aktifitas normal
sehari-hari. Hal ini dapat mengakibatkan para lansia sering
bergantung pada orang lain untuk merawat diri sendiri (care
dependence) pada lansia. Olahraga atau latihan fisik merupakan
kegiatan yang dapat menghambat kemunduran kognitif akibat dari
penuaan. Peningkatan kebugaran fisik serta senam otak (Senam
Vitalisasi Otak) dapat meningkatkan potensi kerja otak.
Faktor usia dapat berhubungan dengan fungsi kognitif.
Perubahan yang terjadi pada otak akibat bertambahnya usia antara
lain fungsi penyimpanan informasi (storage) hanya mengalami sedikit
perubahan. Sedangkan fungsi yang mengalami penurunan yang terus
menerus adalah kecepatan belajar, kecepatan memproses informasi
baru dan kecepatan beraksi terhadap rangsangan sederhana atau
kompleks, penurunan ini berbeda antar individu,
e. Aktivitas Sosial
Aktivitas sosial merupakan salah satu dari aktivitas sehari –
hari yang dilakukan oleh lansia. Lansia yang sukses adalah lansia
yang mempunyai aktivitas sosial di lingkungannya. Contoh aktivitas
sehari-hari yang berkaitan dengan aktivitas sosial yang dikemukan
oleh Marthuranath pada tahun (2004) dalam Activities of Daily Living
Scale for Elderly People adalah lansia mampu berinteraksi dengan
lingkungan sekitarnya bersama lansia lainnya atau orang- orang
terdekat, menjalankan hobi serta aktif dalam aktivitas kelompok.
Aktivitas sosial merupakan kegiatan yang dilakukan bersama dengan
masyarakat di lingkungan sekitar. Menurut Yuli pada tahun (2014)
Teori aktivitas atau kegiatan (activity theory) menyatakan bahwa
lansia yang selalu aktif dan mengikuti banyak kegiatan sosial adalah
lansia yang sukses.
f. Interaksi Sosial
Sebagai makhluk sosial manusia selalu berinteraksi dengan
manusia lainnya, makhluk yang mampu berpikir sebelum melakukan
sesuatu. Dari proses berpikir muncul perilaku atau tindakan sosial.
Ketika seseorang bertemu dengan orang lainnya, dimulailah suatu
interaksi sosial. Seseorang dengan orang lainnya melakukan
komunikasi baik secara lisan maupun isyarat, aktivitas-aktivitas itu
merupakan suatu bentuk interaksi sosial. Terdapat beberapa macam
interaksi sosial. Dari sudut subjek, ada 3 macam interaksi sosial yaitu
interaksi antar perorangan, interaksi antar orang dengan
kelompoknya atau sebaliknya, interaksi antar kelompok. Dari segi
cara, ada 2 macam interaksi sosial yaitu interaksi langsung yaitu
interaksi fisik, seperti berkelahi, hubungan seks dan sebagainya,
interaksi simbolik yaitu interaksi dengan menggunakan isyarat.
Interaksi sosial merupakan suatu hubungan timbal balik yang
saling mempengaruhi antara individu, kelompok sosial, dan
masyarakat. Interaksi sosial merupakan suatu proses di mana
manusia melakukan komunikasi dan saling mempengaruhi dalam
tindakan maupun pemikiran. Penurunan derajat kesehatan dan
kemampuan fisik menyebabkan lansia secara perlahan akan
menghindar dari hubungan dengan orang lain. Hal ini akan
mengakibatkan interaksi sosial menurun. Teori pembebasan
(disengagement theory) menyatakan bahwa seseorang secara
perlahan mulai menarik diri dari kehidupan sosialnya dengan semakin
bertambahnya umur. Sering terjadi kehilangan (triple loss) yakni
kehilangan peran, hambatan kontak sosial, dan berkurangnya kontak
komitmen yang disebabkan karena interaksi sosial lansia menurun
baik secara kualitas maupun kuantitas (Yuli, 2014).
C. Peningkatan Kualitas Hidup Lansia Di Masyarakat, Keluarga Dan
Komunitas
1. Kualitas Hidup di Keluarga dan masyarakat
Peran keluarga dan masyarakat sangat penting dalam
meningkatkan derajat kesehatan dan kualitas hidup lansia, yaitu :
a. Melalui perubahan perilaku kearah perilaku hidup bersih dan sehat
dalam tatanan keluarga dan masyarakat, perbaikan lingkungan (fisik,
biologis, sosial-budaya, ekonomi).
b. Membantu penyelenggaraan yankes (promotif, preventif, kuratif,
rehabilitatif), dan Ikut dalam proses kontrol dan evaluasi pelaksanaan
pelayanan bagi lansia.
c. Dukungan emosional yang kuat dari keluarga, secara langsung
memberikan efek bagi peningkatan kualitas hidup individu. Dalam
studinya, Okamoto & Harasawa (2009) menemukan bahwa dukungan
emosional dari anggota keluarga, secara signifikan dan sangat kuat
berhubungan dengan kesehatan subjektif. Dukungan emosional yang
dimaksud dalam penelitian ini berupa keberadaan keluarga yang
menanyakan dan memberikan perhatian terhadap keluh kesah lansia,
menunjukkan perhatian, kepercayaan, dan kasih sayang terhadap
lansia, sehingga memungkinkan lansia memperoleh kedekatan
enosional, motivasi, serta rasa percaya diri untuk meningkatkan
kualitas hidup lansia.
d. Dukungan penilaian/penghargaan yang diberikan keluarga terhadap
lansia dapat berupa penilaian positif terhadap lansia, penguatan atau
pembenaran melakukan sesuatu.
e. Dukungan penghargaan yang diberikan keluarga terhadap lansia
dapat meningkatkan status psikososial, semangat, motivasi hidup,
dan peningkatan harga diri lansia karena lansia masih dianggap
berguna dan berarti untuk keluarga. Melalui dukungan penghargaan,
lansia mendapatkan pengakuan atas keberadaannya, merasa
dilibatkan, dibutuhkan oleh keluarganya.
f. Selain itu, yang terpenting dari pelayanan kesehatan itu sendiri
adalah kesadaran dari setiap individu untuk menjaga kesehatan dan
menyiapkan hari tua dengan sebaik dan sedini mungkin.

Seiring dengan bertambahnya jumlah lansia, terdapat banyak


permasalahan yang dialami lansia di antaranya tidak berpendidikan,
tidak memperoleh akses kesehatan, tidak memiliki jaminan hari tua, tidak
memiliki dukungan sosial dari keluarga atau teman untuk merawat
mereka. Banyak lansia yang pada akhirnya harus mengalami berbagai
masalah psikis maupun fisik, seperti patologis pada kondisi fisik seperti
terserang berbagai penyakit kronis dan kondisi psikis seperti stress,
depresi, kesepian bahkan sampai nekad melakukan upaya bunuh diri.
Hal tersebut menyebabkan perubahan pada kualitas hidup mereka.
Hal yang dibutuhkan lansia adalah perasaan tetap dibutuhkan
(feeling of being needed) (Hutapea, 2005). Kehadiran keluarga dan
masyarakat bagi lansia juga sebagai sumber informasi yang dapat
diwujudkan dengan pemberian dukungan semangat, informasi mengenai
kesehatan, ataupun berupa pengawasan terhadap pola kegiatan lansia
sehari-hari.

2. Kualitas Hidup Lansia di Komunitas


Lansia yang berada dalam suatu lingkungan atau komunitas
dipengaruhi tingkat pendidikan dan perekonomian yang memegang
peranan penting dalam pemenuhan kebutuhan akan lingkungan yang
layak dan memadai, di antaranya tersedianya tempat tinggal yang bersih
dan sehat, ketersediaan informasi, transportasi dan keterjangkauan
terhadap pelayanan kesehatan. Lansia yang tinggal di komunitas memiliki
kedekatan dengan keluarga dimana keluarga merupakan sumber
dukungan emosional. Dukungan sosial yang diterima dari berbagai pihak
tersebut akan berpengaruh terhadap kualitas hidup lansia (Setyoadi,
Noerhamdani & Ermawati, 2010)
Sementara itu, negara melalui UU No 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan Pasal 138, bahwa upaya pemeliharaan kesehatan bagi lanjut
usia harus ditujukan untuk menjaga agar tetap hidup sehat dan produktif
secara sosial maupun ekonomi sesuai dengan martabat kemanusiaan.
Pemerintah wajib menjamin ketersediaan pelayanan kesehatan dan
memfasilitasi kelompok lanjut usia untuk dapat tetap hidup mandiri dan
produktif. Kebijakan pelayanan kesehatan lanjut usia bertujuan untuk
meningkatkan kualitas hidup lansia agar sehat, mandiri, produktif, berguna
dan sejahtera. Secara khusus tujuan dari kebijakan ini diantaranya guna
meningkatkan kesadaran lansia untuk menjaga kesehatan, meningkatkan
peran serta keluarga dan masyarakat, meningkatkan mutu pembinaan dan
pelayanan kesehatan bagi lansia.
Pembinaan Kesehatan bagi Lanjut usia dilakukan melalui pelayanan
dasar dengan sistem rujukan yang berkualitas secara komprehensif
(promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif). Hasil pengembangan program
kesehatan lanjut usia saat ini telah dikembangkan di 33 provinsi, dengan
jumlah Puskesmas Santun lanjut usia sebanyak lebih kurang 528
Puskesmas yang tersebar di 231 kab/kota, jumlah kelompok Lanjut Usia
(Posyandu Lansia) yang memberikan pelayanan promotif dan preventif
ada 69.500 yang tersebar di semua provinsi. Rumah Sakit yang
mempunyai poliklinik geriatri ada 8 yaitu RSCM Jakarta, RSUP Karyadi
Semarang, RSUP Sardjito Yogyakarta, RSUP Sanglah Denpasar, RSHS
Bandung, RSUP Wahidin Makassar, RSUD Soetomo Surabaya, RSUD
Moewardi Solo.
Jenis pelayanan yang dikembangkan oleh Kemenkes yaitu dengan
melibatkan lintas program terkait di Kemenkes, melalui pelayanan dasar di
puskesmas santun lansia, pelayanan rujukan di Rumah Sakit, pelayanan
Kesehatan Jiwa bagi lansia, pelayanan Home Care yang terintegrasi
dalam perawatan kesehatan masyarakat, peningkatan inteligensia
kesehatan bagi lansia, pencegahan Penyakit Tidak Menular melalui
Posbindu PTM, dan pelayanan Gizi bagi Lansia.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Peran keluarga dan masyarakat sangat penting dalam meningkatkan derajat
kesehatan dan kualitas hidup lansia, yaitu melalui perubahan perilaku kearah
perilaku hidup bersih dan sehat dalam tatanan keluarga dan masyarakat,
perbaikan lingkungan (fisik, biologis, sosial-budaya, ekonomi), membantu
penyelenggaraan yankes (promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif), dan Ikut dalam
proses kontrol dan evaluasi pelaksanaan pelayanan bagi lansia. Selain itu, yang
terpenting dari pelayanan kesehatan itu sendiri adalah kesadaran dari setiap
individu untuk menjaga kesehatan dan menyiapkan hari tua dengan sebaik dan
sedini mungkin.

B. Saran
Pada umumnya sebagian lansia ingin menghabiskan masa hidupnya tinggal
bersamaanggota kelurganya dan dapat diperhatikan oleh anggota keluarganya
sendiri, keluarga memiliki peran yang sangat penting dalam memelihara dan
meningkatkan kesehatan setiap anggota keluarga serta dalam menjamin
keberhasilan pelayanan keluarga amat penting sekali,karena keluarga memang
punya arti dan kedudukan tersendiri dalam masalah kesehatan. Mengingat lansia
cenderung kurang dapat menemukan makna hidupnya, maka bagi keluarga yang
masih memiliki orang tua diharapkan dapat merawatnya dengan sebaik
baiknya jika mampu dan tidak “menyia-nyiakan” dengan menitipkan yang
bersangkutan pada panti werdha.

Anda mungkin juga menyukai