Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH KEPERAWATAN ANAK II

“ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN AIDS DAN DAMPAK


DALAM PEMENUHAN KDM”

16

Dosen Pengajar :
Ari Damayanti W, S.Kep., Ners., M.Kep

Disusun oleh :
Kelompok 1
Arista Jawamara (1608.14201.472)
Asaria Rianda Rawang (1608.14201.474)
Kornelis Horo (1608.14201.491)
Nurullah Ika Pujilestari (1608.14201.507)
Riskayani (1608.14201.509)
Umi Kulsum (1608.14201.515)
Vivi Ainur Rohmah (1608.14201.516)
Petrus Sudi Zada (1608.14201.527)

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
WIDYAGAMA HUSADA
MALANG
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas kelompok makalah yang
berjudul “Asuhan Keperawatan Anak dengan AIDS dan Dampak dalam
Pemenuhan KDM”, sebagai tugas mata kuliah Keperawatan Anak II dengan baik.
Kami menyampaikan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:
1. Ari Damayanti W, S.Kep., Ners., M.Kep, sebagai dosen pengajar mata kuliah
Keperawatan Anak II, sekaligus selaku fasilitator yang memberikan bimbingan
dan arahan dalam penyelesaian makalah ini.
2. Teman-teman yang telah bekerjasama dalam penyelesaian tugas ini.
Penyusun menyadari bahwa makalah ini belum sempurna dan masih banyak
kekurangan. Oleh karena itu, penyusun berharap adanya kritik dan saran yang
dapat membangun agar dalam penyusunan makalah selanjutnya menjadi lebih
baik lagi. Penyusun juga berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi kami
secara pribadi dan bagi yang membutuhkannya.

Malang, 21 November 2018

(Penyusun)

ii
DAFTAR ISI

COVER
KATA PENGANTAR ................................................................................................. ii
DAFTAR ISI ............................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ......................................................................................................
1.2 Tujuan Penulisan ..................................................................................................
BAB II TINJAUAN TEORI
2.1 Definisi Penyakit HIV/AIDS ................................................................................
2.2 Etiologi. ................................................................................................................
2.3 Macam Infeksi ......................................................................................................
2.4 Patofisiologi ..........................................................................................................
2.5 WOC .....................................................................................................................
2.6 Manifestasi Klinis AIDS.......................................................................................
2.7 Pemeriksaan Penunjang. .......................................................................................
2.8 Pegobatan ..............................................................................................................
2.9 Dampak AIDS pada Anak dalam Pemenuhan KDM ...........................................
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN .........................................................................
BAB IV PENUTUPAN
4.1 Kesimpulan ...........................................................................................................
4.2 Saran .....................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................
LAMPIRAN

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyebaran virus HIV sudah masuk dalam tahap feminisasi
(perempuan yang terinfeksi makin tinggi). Hal ini dapat dibuktikan dari
penelitian, bahwa di Asia tahun 2008 diperkirakan ada 50 juta perempuan
berisiko terinfeksi HIV dari pasangan intimnya. Penyebab terjadinya
feminisasi AIDS salah satunya faktor ketidakadilan gender yang masih
kuat di masyarakat (KPAN, 2010). Laporan Epidemi HIV Global
UNAIDS 2013, diperkirakan 35,3 juta (32,2-38,8 juta) orang dengan HIV
di seluruh dunia pada tahun 2012. Ada 2,3 (1,9-2,7) juta infeksi HIV baru
secara global, angka ini menunjukkan penurunan sebanyak 33% dari
jumlah infeksi baru tahun 2001 yaitu 3,4 (3,1-3,7) juta (UNAIDS, 2013).
Proporsi perempuan yang hidup dengan HIV tetap stabil, hampir 50 % dari
total global. Sekitar 15 juta orang dewasa yang hidup dengan HIV adalah
perempuan. Di Sub-Sahara Afrika tahun 2011, perempuan merupakan 58
% dari orang dewasa yang hidup dengan HIV (WHO, 2014).
Jumlah perempuan yang terinfeksi HIV dari tahun ke tahun
semakin meningkat, seiring dengan meningkatnya jumlah laki-laki yang
melakukan hubungan seksual tidak aman, yang akan menularkan HIV
pada pasangan seksualnya. Di sejumlah negara berkembang, HIV/AIDS
merupakan penyebab utama kematian perempuan usia reproduksi. Infeksi
HIV pada ibu hamil dapat mengancam kehidupan ibu serta ibu dapat
menularkan virus kepada bayinya. Lebih dari 90% kasus anak terinfeksi
HIV, ditularkan melalui proses penularan dari ibu ke anak atau Mother-To
Child HIV Transmission (MTCT). Tahun 2012, sekitar 260.000 anak
diseluruh dunia terinfeksi HIV (CDC, 2013).
Situasi epidemi HIV tercermin dari hasil estimasi populasi rawan
tertular HIV tahun 2012, diperkirakan ada 13,8 juta orang rawan tertular
HIV dengan jumlah terbesar pada sub-populasi pelanggan pekerja seks
yang jumlahnya lebih dari 6 juta orang dan pasangannya sebanyak hampir
5 juta orang. Pasangan pelanggan WPS yang jumlahnya hampir 5 juta

1
(35%) ini, sebagian besarnya adalah ibu rumah tangga yang berisiko juga
tertular HIV tanpa disadarinya (Kemenkes, 2012). Hal tersebut
menunjukkan bahwa risiko penularan HIV sebenarnya tidak hanya terbatas
pada sub populasi yang berperilaku risiko tinggi, tetapi juga pada
pasangan atau istrinya, bahkan anaknya. Tanpa upaya khusus,
diperkirakan pada akhir tahun 2016 akan terjadi penularan HIV secara
kumulatif pada lebih dari 26.977 anak yang dilahirkan dari ibu yang
terinfeksi HIV. Para ibu ini sebagian besar tertular dari suaminya
(Kemenkes, 2013).
Data hasil kegiatan dari Kemenkes RI tahun 2012 menunjukkan
dari 43.264 ibu hamil yang menjalani tes HIV, 1.329 (3,04%) positif
terinfeksi HIV (KPAN, 2013). Data lain hasil Pemodelan Matematika
Epidemi HIV tahun 2012 juga menunjukkan bahwa prevalensi infeksi HIV
pada ibu hamil diperkirakan akan meningkat dari 0,38 persen pada tahun
2012 menjadi 0,49 persen pada tahun 2016. Dari angka tersebut maka
diperkirakan kebutuhan layanan Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke
Anak (PPIA) juga akan meningkat dari 13.189 orang di tahun 2012
menjadi 16.191 orang pada tahun 2016. Selain itu jumlah anak berusia di
bawah 15 tahun yang tertular HIV dari ibunya juga akan meningkat dari
4.361 orang di tahun 2012, menjadi 5.565 orang di tahun 2016. Hal ini
tentu akan berakibat juga pada peningkatan angka kematian anak akibat
AIDS. Sementara itu, jumlah kematian terkait AIDS pada populasi usia
15-49 tahun akan meningkat hampir dua kali lipat di tahun 2016
(Kemenkes, 2012).
Pencegahan Penularan HIV/IADS dari Ibu ke Anak (PPIA)
merupakan program pencegahan penularan HIV/AIDS dari ibu ke bayi.
Konsep dasarnya adalah menurunkan Viral Load serendah-rendahnya.
Meminimalkan paparan janin/bayi dari cairan tubuh HIV positif. Lalu
mengoptimalkan kesehatan bayi dari ibu dengan HIV positif.
Berbagai macam upaya komprehensif terkait pencegahan penularan
HIV/AIDS dari ibu ke bayi telah dilakukan oleh fasilitas kesehatan.
Namun tidak semua layanan kesehatan yang berada di kabupaten/kota

2
dapat memberikan layanan HIV/AIDS termasuk layanan PPIA. Sebagian
besar layanan kesehatan yang berada di kabupaten/kota yang tidak mampu
menangani pasien perempuan HIV sampai pada tindakan besar seperti
persalinan ibu HIV segera dirujuk ke Rumah sakit rujukan terdekat. Di
Provinsi Jawa Tengah terdapat tiga rumah sakit pemerintah yang menjadi
pusat rujukan layanan PPIA adalah Rumah Sakit Umum Pemerintah
(RSUP) Dr. Kariadi Semarang, Rumah Sakit Umum (RSU) Dr. Moewardi
Surakarta, dan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Prof. Dr. Margono
Soekarjo Purwokerto. Hal inilah yang menyebabkan perempuan HIV
terutama yang sedang hamil atau memiliki balita tidak optimal dalam
mengakses layanan PPIA.
Selain upaya medis, Ibu HIV membutuhkan dukungan psikologis
dan sosial dari orang-orang di sekitar terutama keluarga dan lingkungan
sekitar termasuk petugas kesehatan dalam melakukan pencegahan
penularan HIV dari ibu ke anak (Solikha, 2008).
1.2 Tujuan penulisan
1.2.1 Tujuan Umum
Mahasiswa mampu menerapkan dan mengembangkan pola
fikir secara ilmiah kedalam proses asuhan keperawatan nyata serta
mendapatkan pengalaman dalam memecahkan masalah pada anak
dengan HIV/AIDS.
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui pengertian HIV/AIDS
2. Mengetahui etiologi HIV
3. Mengetahui macam-macam infeksi HIV
4. Mengetahui patofisiologi HIV
5. Mengetahui periode penularan HIV pada ibu hamil
6. Mengetahui gejala HIV
7. Mengetahui pemeriksaan diagnostik HIV
8. Mengetahui pengobatan HIV
9. Mengetahui konsep Asuhan Keperawatan pada ibu hamil
dengan HIV

3
10. Mendeskripsikan dampak AIDS pada anak dalam pemenuhan
KDM
11. Mendeskripsikan asuhan keperawatan pada anak dengan
AIDS.

4
5
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1. Definisi Penyakit AIDS


HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus pada manusia
yang menyerang system kekebalan tubuh manusia yang dalam jangka
waktu yang relatif lama dapat menyebabkan AIDS, sedangkan AIDS
sendiri adalah suatu sindroma penyakit yang muncul secara kompleks
dalam waktu relatif lama karena penurunan sistem kekebalan tubuh yang
disebabkan oleh infeksi HIV.
AIDS merupakan kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya
sistem kekebalan tubuh (dr. JH. Syahlan, SKM. dkk, 1997 : 17). (AIDS)
adalah suatu kumpulan gejala berkurangnya kemampuan pertahanan diri
yang disebabkan oleh masuknya virus HIV dalam tubuh seseorang
(Permenkes, 2013).
2.2. Etiologi
Penyebab infeksi adalah golongan virus retro yang disebut Human
Immunodeficiency Virus (HIV). HIV pertama kali ditemukan pada tahun
1983 sebagai retrovirus dan disebut HIV-1. Pada tahun 1986 di Afrika
ditemukan lagi retrovirus baru yang diberi nama HIV-2. HIV-2 dianggap
sebagai virus kurang pathogen dibandingkaan dengan HIV-1. Maka untuk
memudahkan keduanya disebut HIV.
Transmisi infeksi HIV dan AIDS terdiri dari lima fase yaitu :
a. Periode jendela. Lamanya 4 minggu sampai 6 bulan setelah infeksi.
Tidak ada gejala.
b. Fase infeksi HIV primer akut. Lamanya 1-2 minggu dengan gejala
flu likes illness.
c. Infeksi asimtomatik. Lamanya 1-15 atau lebih tahun dengan gejala
tidak ada.
d. Supresi imun simtomatik. Diatas 3 tahun dengan gejala demam,
keringat malam hari, B menurun, diare, neuropati, lemah, rash,
limfadenopati, lesi mulut.

6
e. AIDS Lamanya bervariasi antara 1-5 tahun dari kondisi AIDS
pertama kali ditegakkan. Didapatkan infeksi oportunis berat dan
tumor pada berbagai system tubuh, dan manifestasi neurologist.
2.2.1. Cara penularan HIV
a. Melakukan penetrasi seks yang tidak aman dengan seseorang yang telah
terinfeksi. Kondom adalah satu–satunya cara dimana penularan HIV dapat
dicegah.
b. Melalui darah yang terinfeksi yang diterima selama transfusi darah dimana
darah tersebut belum dideteksi virusnya atau pengunaan jarum suntik yang
tidak steril.
c. Dengan mengunakan bersama jarum untuk menyuntik obat bius dengan
seseorang yang telah terinfeksi.
d. Wanita hamil dapat juga menularkan virus ke bayi mereka selama masa
kehamilan atau persalinan dan juga melalui menyusui.
e. Penularan secara perinatal :
a) Ibu hamil yang terinfeksi HIV dapat menularkan HIV pada bayi yang
dikandungnya.
b) Penularan dari ibu terjadi terutama pada saat proses melahirkan,
karena pada saat itu terjadi kontak secara lansung antara darah ibu
dengan bayi sehingga virus dari ibu dapat menular pada bayi.
c) Bayi juga dapat tertular virus HIV dari ibu sewktu berada dalam
kandungan atau juga melalui ASI
d) Ibu dengan HIV dianjurkan untuk PASI
2.2.2. Kelompok resiko tinggi :
a. Lelaki homoseksual atau biseks.
b. Orang yang ketagian obat intravena
c. Partner seks dari penderita AIDS
d. Penerima darah atau produk darah (transfusi).
e. Bayi dari ibu/bapak terinfeksi.
2.3. Macam infeksi HIV
Atas dasar interaksi HIV dengan respon imun pejamu, infeksi HIV
dibagi menjadi tiga Tahap :

7
a. Tahap dini, fase akut, ditandai oleh viremia transien, masuk ke dalam
jaringan limfoid, terjadi penurunan sementara dari CD4+ sel T diikuti
serokonversi dan pengaturan replikasi virus dengan dihasilkannya CD8+
sel T antivirus. Secara klinis merupakan penyakit akut yang sembuh
sendiri dengan nyeri tenggorok, mialgia non-spesifik, dan meningitis
aseptik. Keseimbangan klinis dan jumlah CD4+ sel T menjadi normal
terjadi dalam waktu 6-12 minggu.
b. Tahap menengah, fase kronik, berupa keadaan laten secara klinis dengan
replikasi. virus yang rendah khususnya di jaringan limfoid dan hitungan
CD4+ secara perlahan menurun. Penderita dapat mengalami pembesaran
kelenjar limfe yang luas tanpa gejala yang jelas. Tahap ini dapat mencapai
beberapa tahun. Pada akhir tahap ini terjadi demam, kemerahan kulit,
kelelahan, dan viremia. Tahap kronik dapat berakhir antara 7-10 tahun.
c. Tahap akhir, fase krisis, ditandai dengan menurunnya pertahanan tubuh
penderita secara cepat berupa rendahnya jumlah CD4+, penurunan berat
badan, diare, infeksi oportunistik, dan keganasan sekunder. Tahap ini
umumnya dikenal sebagai AIDS. Petunjuk dari CDC di Amerika Serikat
menganggap semua orang dengan infeksi HIV dan jumlah sel T CD4+
kurang dari 200 sel/µl sebagai AIDS, meskipun gambaran klinis belum
terlihat. ( Robbins, dkk, 1998 : 143 )
2.4. Patofisiologi
2.4.1. HIV masuk kedalam darah dan mendekati sel T-helper dengan
melekatkan dirinya pada protein CD4. Sekali ia berada di dalam,
materi viral (jumlah virus dalam tubuh penderita) turunan yang
disebut RNA (ribonucleic acid) berubah menjadi viral DNA
(deoxyribonucleic acid) dengan suatu enzim yang disebut reverse
transcriptase. Viral DNA tersebut menjadi bagian dari DNA
manusia, yang mana, daripada menghasilkan lebih banyak sel
jenisnya, benda tersebut mulai menghasilkan virus-virus HI.
2.4.2. Enzim lainnya, protease, mengatur viral kimia untuk membentuk
virus-virus yang baru. Virus-virus baru tersebut keluar dari sel
tubuh dan bergerak bebas dalam aliran darah, dan berhasil menulari

8
lebih banyak sel. Ini adalah sebuah proses yang sedikit demi sedikit
dimana akhirnya merusak sistem kekebalan tubuh dan
meninggalkan tubuh menjadi mudah diserang oleh infeksi dan
penyakit-penyakit yang lain. Dibutuhkan waktu untuk menularkan
virus tersebut dari orang ke orang.
2.4.3. Respons tubuh secara alamiah terhadap suatu infeksi adalah untuk
melawan sel-sel yang terinfeksi dan mengantikan sel-sel yang telah
hilang. Respons tersebut mendorong virus untuk menghasilkan
kembali dirinya.
2.4.4. Jumlah normal dari sel-sel CD4+T pada seseorang yang sehat
adalah 800-1200 sel/ml kubik darah. Ketika seorang pengidap HIV
yang sel-sel CD4+ T-nya terhitung dibawah 200, dia menjadi
semakin mudah diserang oleh infeksi-infeksi oportunistik.
2.4.5. Infeksi-infeksi oportunistik adalah infeksi-infeksi yang timbul
ketika sistem kekebalan tertekan. Pada seseorang dengan sistem
kekebalan yang sehat infeksi-infeksi tersebut tidak biasanya
mengancam hidup mereka tetapi bagi seorang pengidap HIV hal
tersebut dapat menjadi fatal.

9
2.5. Pathway

Menyerang T Limfosit,
sel saraf, makrofag,
Virus HIV Merusak seluler monosit, limfosit B Immunocompromise

HIV- positif ?
Invasi kuman patogen Flora normal patogen

Reaksi psikologis Organ target

Manifestasi oral Manifestasi saraf Gastrointestinal Respiratori Dermatologi Sensori

Lesi mulut Kompleks Ensepalopati akut Diare Hepatitis Disfungsi Penyakit Infek Gatal, sepsis, Gangguan
demensia biliari anorektal si nyeri penglihatan
dan
pendengara
n
Cairan berkurang
Nutrisi inadekuat

Gangguan rasa nyaman :

Gangguan rasa nyaman :

Tidak efektif pol napas

Gangguan body imageapas


Tidak efektfi bersihan
Gangguan mobilisasi

Gangguan pola BAB

Gangguan sensori
Aktivitas intolerans

Cairan berkurang

Nutrisi inadekuat

jalan napas
hipertermi
nyeri

nyeri

1
2.6. Gejala HIV AIDS
2.6.1. Gejala mayor
1) BB menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan
2) Diare kronik yang berlangsung lebih dari 1 bulan
3) Penurunan kesadaran dan adanya gangguan neurologis
4) Demensia / HIV Ensefalopati
2.6.2. Gejala minor
1) Batuk menetap lebih dari 1 bulan
2) Dermatitis generalist
3) Adanya herpes zoster yang berulang
4) Kandidiasis orofaringeal
5) Herpes simplex kronik progresif
6) Limfadenopati generalist
7) Infeksi jamur berulang pada kelamin wanita
8) Retinitis Cytomegalovirus
2.7. Pemeriksaan diagnostik
1. Tes untuk diagnosa infeksi HIV :
- ELISA
- Western blot
- P24 antigen test
- Kultur HIV
2. Tes untuk deteksi gangguan system imun.
- Hematokrit.
- LED
- CD4 limfosit
- Rasio CD4/CD limfosit
- Serum mikroglobulin B2
- Hemoglobulin
2.8. Pengobatan
Obat–obatan Antiretroviral (ARV) bukanlah suatu pengobatan
untuk HIV/AIDS tetapi cukup memperpanjang hidup dari mereka yang
mengidap HIV. Pada tempat yang kurang baik pengaturannya permulaan

1
dari pengobatan ARV biasanya secara medis direkomendasikan ketika
jumlah sel CD4 dari orang yang mengidap HIV/AIDS adalah 200 atau
lebih rendah. Untuk lebih efektif, maka suatu kombinasi dari tiga atau
lebih ARV dikonsumsi, secara umum ini adalah mengenai terapi
Antiretroviral yang sangat aktif (HAART). Kombinasi dari ARV berikut
ini dapat mengunakan:
1) Nucleoside Analogue Reverse Transcriptase Inhibitors (NRTI'),
mentargetkan pencegahan protein reverse transcriptase HIV dalam
mencegah perpindahan dari viral RNA menjadi viral DNA
(contohnya AZT, ddl, ddC & 3TC).
2) Non–nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitors (NNRTI's)
memperlambat reproduksi dari HIV dengan bercampur dengan
reverse transcriptase, suatu enzim viral yang penting. Enzim tersebut
sangat esensial untuk HIV dalam memasukan materi turunan kedalam
sel–sel. Obat–obatan NNRTI termasuk: Nevirapine, delavirdine
(Rescripta), efavirenza (Sustiva).
3) Protease Inhibitors (PI) mengtargetkan protein protease HIV dan
menahannya sehingga suatu virus baru tidak dapat berkumpul pada
sel tuan rumah dan dilepaskan.
2.8.1. Pencegahan perpindahan dari ibu ke anak (PMTCT): seorang wanita yang
mengidap HIV(+) dapat menularkan HIV kepada bayinya selama masa
kehamilan, persalinan dan masa menyusui. Dalam ketidakhadiran dari
intervensi pencegahan, kemungkinan bahwa bayi dari seorang wanita yang
mengidap HIV(+) akan terinfeksi kira–kira 25%–35%. Dua pilihan
pengobatan tersedia untuk mengurangi penularan HIV/AIDS dari ibu ke
anak. Obat–obatan tersebut adalah:
1) Ziduvidine (AZT) dapat diberikan sebagai suatu rangkaian panjang dari
14–28 minggu selama masa kehamilan. Studi menunjukkan bahwa hal ini
menurunkan angka penularan mendekati 67%. Suatu rangkaian pendek
dimulai pada kehamilan terlambat sekitar 36 minggu menjadi 50%
penurunan. Suatu rangkaian pendek dimulai pada masa persalinan sekitas

2
38%. Beberapa studi telah menyelidiki pengunaan dari Ziduvidine (AZT)
dalam kombinasi dengan Lamivudine (3TC)
2) Nevirapine: diberikan dalam dosis tunggal kepada ibu dalam masa
persalinan dan satu dosis tunggal kepada bayi pada sekitar 2–3 hari.
Diperkirakan bahwa dosis tersebut dapat menurunkan penularan HIV
sekitar 47%. Nevirapine hanya digunakan pada ibu dengan membawa satu
tablet kerumah ketika masa persalinan tiba, sementara bayi tersebut harus
diberikan satu dosis dalam 3 hari.
2.8.2. Post–exposure prophylaxis (PEP) adalah sebuah program dari beberapa
obat antiviral, yang dikonsumsi beberapa kali setiap harinya, paling kurang
30 hari, untuk mencegah seseorang menjadi terinfeksi dengan HIV
sesudah terinfeksi, baik melalui serangan seksual maupun terinfeksi
occupational. Dihubungankan dengan permulaan pengunaan dari PEP,
maka suatu pengujian HIV harus dijalani untuk menetapkan status orang
yang bersangkutan. Informasi dan bimbingan perlu diberikan untuk
memungkinkan orang tersebut mengerti obat–obatan, keperluan untuk
mentaati, kebutuhan untuk mempraktekan hubungan seks yang aman dan
memperbaharui pengujian HIV. Antiretrovirals direkomendasikan untuk
PEP termasuk AZT dan 3TC yang digunakan dalam kombinasi. CDC telah
memperingatkan mengenai pengunaan dari Nevirapine sebagai bagian dari
PEP yang berhutang pada bahaya akan kerusakan pada hati. Sesudah
terkena infeksi yang potensial ke HIV, pengobatan PEP perlu dimulai
sekurangnya selama 72 jam, sekalipun terdapat bukti untuk mengusulkan
bahwa lebih awal seseorang memulai pengobatan, maka keuntungannya
pun akan menjadi lebih besar. PEP tidak merekomen dasikan proses
terinfeksi secara biasa ke HIV/AIDS sebagaimana hal ini tidak efektif
100%; hal tersebut dapat memberikan efek samping yang hebat dan
mendorong perilaku seksual yang tidak aman.
2.9. Dampak AIDS pada Anak dalam Pemenuhan KDM
2.4.6. Oksigenasi
2.4.7. Nutrisi
2.4.8. Eliminasi

3
2.4.9. Pola Tidur
2.4.10. Aktivitas
2.4.11. Tumbuh Kembang Anak

4
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1. Pengkajian
3.1.1. Anamnesa
1) Biodata Klien
2) Riwayat Penyakit
Jenis infeksi sering memberikan petunjuk pertama karena
sifat kelainan imun. Umur kronologis pasien juga mempengaruhi
imunokompetens. Respon imun sangat tertekan pada orang yang
sangat muda karena belum berkembangnya kelenjar timus.
 Kerusakan respon imun seluler (Limfosit T )
Terapi radiasi, defisiensi nutrisi, penuaan, aplasia timik,
limfoma, kortikosteroid, globulin anti limfosit, disfungsi timik
congenital.
 Kerusakan imunitas humoral (Antibodi)
Limfositik leukemia kronis, mieloma, hipogamaglobulemia
congenital, protein liosing enteropati (peradangan usus)
3.1.2. Pemeriksaan Fisik (Objektif) dan Keluhan (Subyektif)
1) Aktifitas / Istirahat
- Gejala : Mudah lelah,intoleran activity,progresi
malaise,perubahan pola tidur.
- Tanda : Kelemahan otot, menurunnya massa otot, respon
fisiologi aktifitas ( Perubahan TD, frekuensi Jantun dan
pernafasan ).
2) Sirkulasi
- Gejala : Penyembuhan yang lambat (anemia), perdarahan lama
pada cedera.
- Tanda : Perubahan TD postural,menurunnya volume nadi
perifer, pucat / sianosis, perpanjangan pengisian kapiler.
3) Integritas dan Ego

5
- Gejala : Stress berhubungan dengan
kehilangan,mengkuatirkan penampilan, mengingkari
doagnosa, putus asa,dan sebagainya.
- Tanda : Mengingkari,cemas,depresi,takut,menarik diri, marah.
4) Eliminasi
- Gejala : Diare intermitten, terus menerus, sering dengan atau
tanpa kram abdominal, nyeri panggul, rasa terbakar saat miksi
- Tanda : Feces encer dengan atau tanpa mucus atau darah, diare
pekat dan sering, nyeri tekan abdominal, lesi atau abses rectal,
perianal, perubahan jumlah, warna dan karakteristik urine.
5) Makanan / Cairan
- Gejala : Anoreksia, mual muntah, disfagia
- Tanda : Turgor kulit buruk, lesi rongga mulut, kesehatan gigi
dan gusi yang buruk, edema
6) Hygiene
- Gejala : Tidak dapat menyelesaikan AKS
- Tanda : Penampilan tidak rapi, kurang perawatan diri.
7) Neurosensoro
- Gejala : Pusing, sakit kepala, perubahan status
mental,kerusakan status indera,kelemahan
otot,tremor,perubahan penglihatan.
- Tanda : Perubahan status mental, ide paranoid, ansietas,
refleks tidak normal,tremor,kejang,hemiparesis,kejang.
8) Nyeri / Kenyamanan
- Gejala : Nyeri umum / local, rasa terbakar, sakit kepala,nyeri
dada pleuritis.
- Tanda : Bengkak sendi, nyeri kelenjar,nyeri tekan,penurunan
rentan gerak,pincang.
9) Pernafasan
- Gejala : ISK sering atau menetap, napas pendek progresif,
batuk, sesak pada dada.

6
- Tanda : Takipnea, distress pernapasan, perubahan bunyi
napas, adanya sputum.
10) Keamanan
- Gejala : Riwayat jatuh, terbakar,pingsan,luka,transfuse
darah,penyakit defisiensi imun, demam berulang,berkeringat
malam.
- Tanda : Perubahan integritas kulit,luka perianal / abses,
timbulnya nodul, pelebaran kelenjar limfe, menurunya
kekuatan umum, tekanan umum.
11) Interaksi Sosial
- Gejala : Masalah yang ditimbulkan oleh diagnosis, isolasi,
kesepian, adanya trauma AIDS.
- Tanda : Perubahan interaksi.
3.1.3. Pemeriksaan Diagnostik
1) Tes Laboratorium
Telah dikembangkan sejumlah tes diagnostic yang sebagian
masih bersifat penelitian. Tes dan pemeriksaan laboratorium
digunakan untuk mendiagnosis Human Immunodeficiency Virus
(HIV) dan memantau perkembangan penyakit serta responnya
terhadap terapi Human Immunodeficiency Virus (HIV)
a. Serologis
- Tes antibody serum
Skrining Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan
ELISA. Hasil tes positif, tapi bukan merupakan diagnosa
- Tes blot western
Mengkonfirmasi diagnosa Human Immunodeficiency Virus
(HIV)
- Sel T limfosit
Penurunan jumlah total
- Sel T4 helper
Indikator system imun (jumlah <200>
- T8 ( sel supresor sitopatik )

7
Rasio terbalik ( 2 : 1 ) atau lebih besar dari sel suppressor
pada sel helper ( T8 ke T4 ) mengindikasikan supresi imun.
- P24 ( Protein pembungkus HIV)
Peningkatan nilai kuantitatif protein mengidentifikasi
progresi infeksi
- Kadar Ig
Meningkat, terutama Ig A, Ig G, Ig M yang normal atau
mendekati normal
- Reaksi rantai polimerase
Mendeteksi DNA virus dalam jumlah sedikit pada infeksi
sel perifer monoseluler.
- Tes PHS
Kapsul hepatitis B dan antibody, sifilis, CMV mungkin
positif
b. Neurologis
- EEG, MRI, CT Scan otak, EMG (pemeriksaan saraf)
- Tes Lainnya
- Sinar X dada
- Menyatakan perkembangan filtrasi interstisial dari PCP
tahap lanjut atau adanya komplikasi lain
- Tes Fungsi Pulmonal
- Deteksi awal pneumonia interstisial
- Skan Gallium Ambilan difusi pulmonal terjadi pada PCP
dan bentuk pneumonia lainnya.
- Biopsis
- Diagnosa lain dari sarcoma Kaposi
- Bronkoskopi / pencucian trakeobronkial Dilakukan dengan
biopsy pada waktu PCP ataupun dugaan kerusakan paru-
paru
c. Tes Antibodi
Jika seseorang terinfeksi Human Immunodeficiency
Virus (HIV), maka system imun akan bereaksi dengan

8
memproduksi antibody terhadap virus tersebut. Antibody
terbentuk dalam 3 – 12 minggu setelah infeksi, atau bisa
sampai 6 – 12 bulan. Hal ini menjelaskan mengapa orang yang
terinfeksi awalnya tidak memperlihatkan hasil tes positif. Tapi
antibody ternyata tidak efektif, kemampuan mendeteksi
antibody Human Immunodeficiency Virus (HIV) dalam darah
memungkinkan skrining produk darah dan memudahkan
evaluasi diagnostic. Pada tahun 1985 Food and Drug
Administration (FDA) memberi lisensi tentang uji kadar
Human Immunodeficiency Virus (HIV) bagi semua pendonor
darah atau plasma. Tes tersebut, yaitu :
- Tes Enzym - Linked Immunosorbent Assay ( ELISA)
Mengidentifikasi antibody yang secara spesifik
ditujukan kepada virus Human Immunodeficiency Virus
(HIV). ELISA tidak menegakan diagnosa AIDS tapi hanya
menunjukkan bahwa seseorang terinfeksi atau pernah
terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV). Orang
yang dalam darahnya terdapat antibody Human
Immunodeficiency Virus (HIV) disebut seropositif.
- Western Blot Assay
Mengenali antibody Human Immunodeficiency
Virus (HIV) dan memastikan seropositifitas Human
Immunodeficiency Virus (HIV)
- Indirect Immunoflouresence
Pengganti pemeriksaan western blot untuk
memastikan seropositifitas.
- Radio Immuno Precipitation Assay ( RIPA )
Mendeteksi protein dari pada antibody.

3.2. Diagnosa Keperawatan


1) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunosupresi, malnutrisi
dan pola hidup yang beresiko.

9
2) Resiko tinggi penularan infeksi pada bayi berhubungan dengan
adanya kontak darah dengan bayi sekunder terhadap proses
melahirkan.
3) Resiko tinggi defisit volume cairan berhubungan dengan output cairan
berlebih sekunder terhadap diare

3.3. Intervensi
Diagnosa Tujuan dan Kriteria
No Intervensi Rasional
Keperawatan hasil
1 Resiko tinggi infeksi Pasien akan bebas 1. Monitor tanda- 1. Untuk
berhubungan dengan infeksi setelah tanda infeksi baru. pengobatan dini
imunosupresi, dilakukan tindakan
malnutrisi dan pola keperawatan selama
hidup yang beresiko. 3×24 jam dengan
kriteria hasil:
- Tidak ada luka 2. gunakan teknik 2. Mencegah
atau eksudat. aseptik pada setiap pasien terpapar
tindakan invasif. oleh kuman
Cuci tangan sebelum patogen yang
meberikan tindakan. diperoleh di
rumah sakit.
- Tanda vital dalam 3. Anjurkan 3. Mencegah
batas normal pasien metoda bertambahnya
(TD=110/70, RR=16- mencegah terpapar infeksi
24, N=60-100, S=36- terhadap lingkungan
37) yang patogen.
- Pemeriksaan 4. Kumpulkan 4.
leukosit normal spesimen untuk tes Meyakinkan
(6000-10000) lab sesuai order. diagnosis akurat
dan pengobatan

10
5. Atur pemberian 5.
antiinfeksi sesuai Mempertahankan
order kadar darah yang
terapeutik
2 Resiko tinggi infeksi Infeksi HIV tidak 1. Anjurkan 1. Pasien dan
(kontak pasien) ditransmisikan setelah pasien atau orang keluarga mau
berhubungan dengan dilakukan tindakan penting lainnya dan memerlukan
infeksi HIV, adanya keperawatan selama metode mencegah informasikan ini
infeksi 3×24 jam dengan transmisi HIV dan
nonopportunisitik kriteria hasil: kuman patogen
yang dapat lainnya.
ditransmisikan.
- kontak pasien dan 2. Gunakan darah 2. Mencegah
tim kesehatan tidak dan cairan tubuh transimisi infeksi
terpapar HIV precaution bial HIV ke orang
merawat pasien. lain
Gunakan masker bila
perlu.
- Tidak terinfeksi
patogen lain seperti
TBC.
3 Resiko tinggi defisit Defisit volume cairan 1. Kaji 1. Mendeteksi
volume cairan dapat teratasi setelah konsistensi dan adanya darah
berhubungan dengan dilakukan tindakan frekuensi feses dan dalam feses
output cairan berlebih keperawatan selama adanya darah.
sekunder terhadap 1×24 jam dengan
diare criteria hasil:
- perut lunak 2. Auskultasi 2.
bunyi usus Hipermotiliti
mumnya dengan
diare

11
- tidak tegang 3. Atur agen 3.
antimotilitas dan Mengurangi
psilium (Metamucil) motilitas usus,
sesuai order yang pelan,
emperburuk
perforasi pada
intestinal
- feses lunak, warna 4. Berikan 4. Untuk
normal ointment A dan D, menghilangkan
vaselin atau zinc distensi
oside

12
BAB IV
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
HIV ( Human immunodeficiency Virus ) adalah virus pada
manusia yang menyerang system kekebalan tubuh manusia yang dalam
jangka waktu yang relatif lama dapat menyebabkan AIDS. Penyebab
infeksi adalah golongan virus retro yang disebut human immunodeficiency
virus (HIV). Cara penularan HIVmelakukan penetrasi seks, melalui darah
yang terinfeksi, dengan mengunakan bersama jarum untuk menyuntik obat
bius dengan seseorang yang telah terinfeksi, wanita hamil. Penularan
secara perinatal terjadi terutama pada saat proses melahirkan, karena pada
saat itu terjadi kontak secara lansung antara darah ibu dengan bayi
sehingga virus dari ibu dapat menular pada bayi.
Kelompok resiko tinggi: lelaki homoseksual atau biseks, orang
yang ketagian obat intravena, partner seks dari penderita AIDS, penerima
darah atau produk darah (transfusi), bayi dari ibu/bapak terinfeksi. Gejala
mayor infeksi HIV adalah BB menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan,
diare kronik yang berlangsung lebih dari 1 bulan, penurunan kesadaran
dan adanya gangguan neurologis, demensia / HIV ensefalopati. Gejala
minor: batuk menetap lebih dari 1 bulan, dermatitis generalist, adanya
herpes zoster yang berulang, kandidiasis orofaringeal, herpes simplex
kronik progresif, limfadenopati generalist, infeksi jamur berulang pada
kelamin wanita, retinitis cytomegalovirus.
3.2 Saran
Dengan dibuatnya makalah HIV pada ibu hamil ini, diharapkan
nantinya akan memberikan manfaat bagi para pembaca terutama
pemahaman yang berhubungan dengan bagaimana melakukan sebuah
proses asuhan keperawatan maternitas terutama pada ibu hamil yang juga
menderita HIV.

13
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. 2006. Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC


Doengoes, Marilynn, dkk, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan ; Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, edisi 3, alih
bahasa : I Made Kariasa dan Ni Made S, EGC, Jakarta
Kuswayan. 2009. Apa itu HIV/AIDS?.
http://www.kswann.com/WhatisHIVAIDS.pdf. 10 November 2018.
13.00 WIB (access online)
Yati, Ida. 2010. AIDS pada ibu hamil. http://www.docstoc.com/docs/. 10
November 2018. 13.10 WIB (access online).
Administrator. 2010. Pencegahan dan Penatalaksanaan Infeksi HIV (AIDS) pada
kehamilan. http://www.mkb-online.org/. Lamongan, 10 Desember 2010.
13.30 WIB (access online).

14

Anda mungkin juga menyukai