Anda di halaman 1dari 83

SKRIPSI

HUBUNGAN PENGETAHUAN TATALAKSANA DIABETES MELITUS

DENGAN MODIFIKASI POLA HIDUP PASIEN

DIABETES MELITUS TIPE 2

LITERATURE REVIEW

Disusun oleh :

Nama : Florentina Narus

Nim : 1608.14201.484

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS

STIKES WIDYAGAMA HUSADA

MALANG

2020

1
LEMBAR PERSETUJUAN

Skripsil ini disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Sekolah

Tinggi Ilmu Kesehatan Widyagama Husada:

HUBUNGAN PENGETAHUAN TATALAKSANA DIABETES MELITUS

DENGAN MODIFIKASI POLA HIDUP PASIEN

DIABETES MELITUS TIPE 2

LITERATURE REVIEW

Florentina Narus

NIM.1608.14201.484

Malang,….Agustus 2020

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

(Nurma Afiani.,S.Kep.,Ners.,M.Kep) (Abdul Qodir S.Kep.,Ners.,M.Kep)

2
LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Widyagama Husada

Pada Tanggal : Frebruari 2020

HUBUNGAN PENGETAHUAN TATALAKSANA DIABETES MELITUS

DENGAN MODIFIKASI POLA HIDUP PASIEN

DIABETES MELITUS TIPE 2

LITERATURE REVIEW

Florentina Narus

1608.14201.484

dr. Wira Daramatasia, M.Biomed ( )

Penguji I

Nurma Afiani.,S.Kep.,Ners.,M.Kep ( )

Penguji II

Abdul Qodir S.Kep.,Ners.,M.Kep ( )

Penguji III

Mengetahui

Ketua STIKES Widyagama Husada

dr. Rudy Joegijantoro,MMRS

NIP.197110152001121006

3
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan Rahmat dan Kasih karunianya sehingga penulis mampu
menyelesaikan Praproposal dengan judul “HUBUNGAN TATALAKSANA
DIABETES MELITUS DENGAN MODIFIKASI POLA HIDUP PASIEN DIABETES
MILITUS TIPE 2 di RSUD Bangil, kota pasuruan.
Praproposal ini dibuat untuk memenuhi syarat akhir dari program studi
pendidikan Ners STIKes Widyagama Husada Malang untuk mendapatkan gelar
S.Kep. Akan tetapi peneliti menyadari bahwa praproposal ini jauh dari kata
sempurna, hal ini dikarenakan adanya keterbatasan peneliti terhadap
pengetahuan, pengalaman dan kemampuan penulis melihat fakta dan realita
yang ada serta bagaimana pemecahan masalah dari suatu phenomena yang
terjadi disekitarnya. Penulis banyak mendapatkan dukungan, bantuan, dan
motivasi dari berbagai pihak dalam proses penyelesaian praproposal ini. Penulis
ingin memberikan ucapan terimakasih yang mungkin hanya bisa dituliskan dalam
praproposal kepada :
1. dr. Rudy Joegijantoro, MMRS selaku ketua STIKes Widyagama Husada
Malang.
2. dr. Wira Daramatasia, M.Biomed selaku penguji I
3. Nurma Afiani, S.Kep., Ners., M.Kep selaku kaprodi pendidikan ners STIKes
Widyagama Husada Malang.
4. Nurma Afiani, S.Kep., Ners., M.Kep selaku pembimbing I
5. Abdul Qodir, S.Kep., Ners., M.Kep elaku pembimbing II
6. Para dosen pengajar program Studi Pendidikan Ners STIKES Widyagama
Husada, yang telah mengamalkan ilmu yang bermanfaat kepada penulis.
7. Keluarga besar NARUS yang telah membantu penulis berupa dana
pendidikan, semangat, do’a dan motivasi dalam mengerjakan proposal.
8. Teman-teman S1 Pendidikan Ners angakatn 2016 yang telah memberikan
masukan an semangat sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal
skripsi ini.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan balasan yang setimpal
atas amal ibadah yang diberikan dan semoga proposal ini berguna, baik
bagi penulis maupun pihak lain yang memanfaatkan.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa praposal ini, masih jauh dari
kata sempurna meskupun penulis telah berusaha semaksimal mungkin.
Hal tersebut disebabkan keterbatasan pengetahuan dan penalaran yang
terdapat pada diri penulis, oleh sebab itu kritik dan saran yang bersifat
membangun demi kesempurnaan praproposal ini sangat penulis
harapkan.

Malang, Februari 2020

Florentina Narus

4
ABSTRAK

Narus, Florentina. 2020.Hubungan Pengetahuan Tatalaksana Diabetes


Melitus Dengan Modifikasi Pola Hidup Pasien Diabetes Melitus Tipe 2.
Skripsi. Program Studi Pendidikan Ners Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Widyagama Husada Malang. Pembimbing (1) Nurma
Afiani.,S.Kep.,Ners.,M.Kep. (2) Abdul Qodir S.Kep.,Ners.,M.Kep

Latarbelakang: Diabetes mellitus adalah penyakit metabolik yang memiliki


karakteristik hiperglikemia. Hal ini terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja
insulin, ataupun bisa kedua‐duanya. Diabetes melitus dapat menyebabkan
banyak komplikasi yang membahayakan. (Marinda, Suwandi, & Karyus, 2016).

Metode: Metode yang digunakan adalah metode systematic literature review,


pencarian jurnal menggunakan sumber data dari empat database yaitu Science
Direct, Sinta, Google Scholar, dan E-jurnal dengan kata kunci “Tatalaksana
Diabetes Melitus, pengetahuan Tatalaksana, modifiksi pola Hidup Pasien
Diabetes, diabetes mellitus tipe 2“ yang jumlahnya 40 jurnal, akan tetapi hanya
menggunakan 10 jurnal yang sesuai dengan kriteria inklusi untuk meningkatkan
pengetahuan tatalaksana diabetes mellitus. Jurnal yang digunakan mulai dari
tahun terbit 2010 – 2020 dengan desain menggunakan, cross-sectional dan
study kuantitatif.

Hasil: Yang saya temukan 10 jurnal yang memenuhi kriteria yang sesuai
dengan judul. Salah satu jurnal menjelaskan Berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan oleh peneliti menunjukan bahwa karakteristik berdasarkan umur
kategori yang paling dominan adalah 56 tahun. Umumnya manusia mengalami
perubahan fisiologi yang secara menurun dengan cepat setelah usia 40 tahun.
.

Kesimpulan: Berdasarkan jurnal yang telah ditelaah, ada pengaruh


pengetahuan tatalaksana diabetes mellitus dengan modifikasi pola hidup pasien
diabetes mellitus tipe 2.

Kepustakaan: 23 (2010 – 2019)

Kata kunci: Tatalaksana Diabetes Melitus, pengetahuan Tatalaksana, modifiksi


pola Hidup, diabetes mellitus tipe 2“ss

5
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Diabetes mellitus adalah penyakit metabolik yang memiliki
karakteristik hiperglikemia. Hal ini terjadi karena kelainan sekresi
insulin, kerja insulin, ataupun bisa kedua‐duanya. Diabetes melitus
dapat menyebabkan banyak komplikasi yang membahayakan.
Komplikasi akut dari Diabetes Melitus meliputi ketoasidosis diabetik
(KAD) dan Status Hiperglikemi Hiperosmolar (SHH) dapat
menyebabkan kondisi koma. komplikasi kronik dari Diabetes Melitus
dapat menyebabkan kerusakan pada pembuluh darah baik pembuluh
darah besar (makroangiopati) maupun    pembuluh darah kecil
(mikroangiopati) dan kerusakan saraf (neuropati diabetik) (Marinda,
Suwandi, & Karyus, 2016).
Diabetes Melitus merupakan penyakit kronis karena adanya
gangguan metabolisme yang tidak teratur ditandai dengan tingginya
kadar gula darah dan adanya gangguan metabolism seperti
karbohidrat, lipid dan protein. Hal ini terjadi karena insulfisiensi fungsi
insulin, yang disebabkan oleh gangguan produksi insulin oleh sel beta
dan kelenjar pankreas bisa juga disebabkan karena kurangnya
responsifnya sel-sel tubuh terhadap insulin World Health Organization
(WHO).
Diabetes mellitus adalah suatu penyakit, di mana kondisi kadar
glukosa di dalam darah melebihi dari batas normal. Hal ini terjadi
karena tubuh tidak dapat melepaskan dan memproduksi insulin secara
adekuat. Insulin merupakan hormon yang dilepaskan oleh pankreas
dan insulin merupakan zat yang paling utama untuk bertanggung
jawab dalam mempertahankan kadar gula darah dalam tubuh agar
tubuh tetap dalam kondisi seimbang. Insulin berfungsi sebagai alat
yang membantu gula berpindah ke dalam sel sehingga bisa
menghasilkan energi atau disimpan sebagai cadangan energy.

6
Penyakit diabetes setiap tahunnya meningkat (World Health
Organization, 2015).
Sekitar 382 juta penderita Diabetes Melitus diperkirakan akan
meningkat menjadi 592 juta orang pada tahun 2035 dan Indonesia
menempati urutan ke-7 di seluruh dunia. Dari 382 juta penderita tersebut
ada 175 juta penderita yang belum terdiagnosis, sehingga terancam
mengalami komplikasi tanpa disadari maupun tanpa ada pencegahan
(Menurut International Diabetes Federation (IDF).
Diabetes Melitus merupakan salah satu penyakit tidak menular dari
10 penyakit tidak menular lainnya. penyakit Diabetes Melitus adalah
penyebab kematian tertinggi di dunia. Di tahun 2015 tercatat sebanyak
415 juta orang dengan diabetes, terjadi peingkatan lebih tinggi yaitu 4 kali
lipat dari 108 juta di tahun 1980. Di perkirakan Pada tahun 2040 jumlah
orang yang mengidap penyakit Diabetes Melitus akan meningkat menjadi
642 juta. Didapatkan 80% orang dengan diabetes mellitus lebih banyak
di negara berpenghasilan rendah dan menengah. Salah satunya adalah
negara Indonesia. Indonesia menempati urutan ke tujuh dengan penderita
diabetes melitus di dunia di ikuti dengan Cina, India, Amerika Serikat,
Brazil, Rusia, dan Meksiko dengan jumlah penderita Diabetes Melitus
mencapai 10 juta orang. (PB.PERKENI, 2011)
Diperkirakan sekitar 50% orang dengan Diabetes Melitus yang belum
terdiagnosis di Indonesia. Diperkirakan hanya sebagian orang dari yang
terdiagnosis yang menjalani pengobatan, baik non farmakologis maupun
farmakologis. Penderita yang menjalani pengobatan hanya sebagian
yang terkendali dengan baik. Bukti sudah menunjukkan bahwa
komplikasi. Diabetes dapat dicegah dengan banyak cara yaitu kontrol
glikemik yang optimal dan secara rutin, diet yang teratur, olahraga sesuai
dengan aturan atau anjuran dokter dan minum obat secara rutin. Kontrol
glikemik yang optimal sangatlah penting, dalam mengendalikan gula
darah yang lebih dari batas normal. Indonesia sendiri mempunyai target
dalam pencapaian kontrol glikemik, tetapi belum tercapai. rerata HbA1c
masih 8%, dan masih di atas target yang diinginkan yaitu 7%. Oleh
karena itu diperlukan suatu pedoman pengelolaan yang dapat menjadi
acuan penatalaksanaan diabetes mellitus.(PB.PERKENI, 2011).

7
Diabetes Melitus Tipe 2 adalah penyakit dengan angka kesakitan,
kecacatan, dan kematian yang tinggi di seluruh dunia. Jumlah penderita
Diabetes Melitus di tahun 2000 dengan jumlah 171 juta orang dan
diperkirakan akan meningkat sampai 366 juta orang pada tahun 2030.
Prevalensi penduduk Indonesia yang didiagnosa menderita Diabetes
Melitus tipe 2 akan meningkat pada tahun 2013 yaitu sebesar 2,1%,
jumlah ini lebih tinggi dibanding tahun 2007 yaitu sebesar 1,1%. Provinsi
Jawa Timur pada tahun 2013, prevalensi Diabetes Melitus menempati
urutan ke 5 teratas di Indonesia yaitu sebesar 2,1%. Diabetes Melitus di
Kota Malang yaitu menempati urutan ke 11 tertinggi dari 38 kota dan
kabupaten se-jawa Timur yaitu sebesar 2,3%. (Nia Novita Wirawan,
2018).
Data dari Dinas Kesehatan Kota Malang tahun 2014, pasien dengan
Diabetes Melitus tipe 2 yang dirawat jalan tertinggi terdapat di
Puskesmas Dinoyo dan Janti. Pada pasien rawat jalan Diabetes Melitus,
asupan makan dan vitamin serta glukosa darah kurang terkontrol
dibandingkan pada pasien rawat inap. Pasien rawat jalan cenderung tidak
memperhatikan makanan yang mereka konsumsi sehingga glukosa darah
sulit terkendali sehingga kondisi hiperglikemia terus terjadi pada pasien
Diabetes Melitus Tipe 2 rawat jalan di kedua puskesmas tersebut (Nia
Novita Wirawan, 2018).
Jumlah penderita yang mampu memodifikasi pola hidup mencapai
8,6 % diperkirakan akan terus bertambah bila tidak dilakukan perubahan
gaya hidup dengan baik. Tingginya prevalensi Diabetes Militus berkaitan
erat dengan perilaku penderita diabetes dalam melakukan tindakan
pencegahan. Upaya pencegahan juga diharapkan juga mengurangi
komplikasi. Upaya modifikasi gaya hidup merupakan salah satu tindakan
pencegahan. .(Nia Novita Wirawan, 2018).
Penyakit diabetes melitus tidak dapat disembuhkan, namun dengan
pengendalian melalui pengelolaan diabetes melitus dapat mencegah
terjadinya kerusakan dan kegagalan organ dan jaringan. Diabetes
mellitus merupakan penyakit yang berhubungan dengan gaya hidup,
karena itu berhasil tidaknya pengelolaan diabetes melitus sangat
tergantung dari pasien itu sendiri dalam mengendalikan kondisi
penyakitnya dengan menjaga kadar glukosa darahnya tetep terkendali.

8
Diabetes Melitus dapat terkendali dengan beberapa cara yaitu edukasi,
latihan jasmani, terapi nutrisi medis atau Diet (TNM) dan Terapi
farmakologi. (Berawi & Putra, 2015).
Tingginya jumlah penyandang diabetes mellitus antara lain
disebabkan karena faktor perubahan gaya hidup masyarakat, tingkat
pengetahuan, dan kesadaran untuk melakukan deteksi dini penyakit
diabetes mellitus yang kurang, minimnya aktivitas fisik, pengaturan pola
makan tradisional yang mengandung karbohidrat dan serat dari sayuran
ke pola makan ke barat-baratan dengan komposisi makanan yang terlalu
banyak protein, lemak, garam, dan gula (Departemen Kesehatan RI,
2011).
Gaya hidup adalah bagian dari pola hidup seseorang yang
diekspresikan dalam aktivitas, minat yang menggambarkan keseluruhan
diri seseorang yang berinteraksi dengan orang lain maupun
lingkungannya. Gaya hidup bisa di pengaruhi oleh beberapa faktor sosial.
Faktor sosial yang berpengaruh terhadap gaya hidup adalah tingkat
pendapatan, pengeluaran, pendidikan dan pengetahuan. (Sonyo,
Hidayati, & Sari, 2016).
Pengetahuan terkait dengan diabetes melitus merupakan sarana
yang dapat membantu penderita dalam menjalankan penanganan
diabetes Melitus selama hidupnya, sehingga semakin banyak dan
semakin baik penderita mengerti tentang penyakitnya, maka semakin baik
untuk merubah perilaku dari penderita dan hal ini sangat diperlukan untuk
meningkatkan kualitas hidup dari penderita penyakit diabetes mellitus.
pengetahuan pasien Diabetes Militus terhadap tatalaksana Diabetes
Militus perlu diketahui karena pengetahuan merupakan titik tolak ukur
perubahan sikap dan Gaya hidup pasien Diabetes Militus.(Sonyo et al.,
2016) .
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti
didapatkan hasil bahwa pasien kunjungan lama dengan diagnosa
Diabetes Melitus dari bulan Desember hingga Januari sebanyak 105
orang, sedangkan hasil wawancara terhadap kepala ruangan poli
Diabetes Melitus dikatakan bahwa banyak dari pasien kunjungan lama
yang belum mengetahui terkait Tatalaksana dari Diabetes Melitus.

9
Dilihat dari permasalahan-permasalahan diatas peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian terkait dengan “ Hubungan Tatalaksana Diabetes
Militus Terhadap Modifikasi Pola Hidup Pada Pasien Diabetes Militus Tipe
2” karena masih banyak orang yang terkena penyakit Diabetes Melitus.

B. Rumusan Masalah

Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi hubungan tatalaksana diabetes


melitus dengan modifikasi pola hidup pasien diabetes melitus tipe 2
berdasarkan studi empiris dalam sepuluh tahun terakhir ?

C. Tujuan Penelitian
Mengetahui faktor – faktor yang mempengaruhi hubungan tatalaksana
diabetes melitus dengan modifikasi pola hidup pasien diabetes melitus
tipe 2 berdasarkan studi empiris dalam sepuluh tahun terakhir

10
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. PENGETAHUAN
1. Pengertian Pengetahuan
Pengetahuan adalah suatu hasil dari rasa keingintahuan melalui proses
sensoris, terutama pada mata dan telinga terhadap objek tertentu. Pengetahuan
merupakan domain yang penting dalam terbentuknya perilaku terbuka atau open
behavior. Pengetahuan atau knowledge adalah hasil penginderaan manusia atau
hasil tahu seseorang terhadap suatu objek melalui pancaindra yang dimilikinya.
Panca indra manusia guna penginderaan terhadap objek yakni penglihatan,
pendengaran, penciuman, rasa dan perabaan. Pada waktu penginderaan untuk
menghasilkan pengetahuan tersebut dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan
persepsi terhadap objek. Pengetahuan seseorang sebagian besar diperoleh
melalui indra pendengaran dan indra penglihatan (Sumiahadi et al., 2017).
Pengetahuan dipengaruhi oleh faktor pendidikan formal dan sangat erat
hubungannya. Diharapkan dengan pendidikan yang tinggi maka akan semakin
luas pengetahuannya. Tetapi orang yang berpendidikan rendah tidak mutlak
berpengetahuan rendah pula. Peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh
dari pendidikan formal saja, tetapi juga dapat diperoleh dari pendidikan non
formal. Pengetahuan akan suatu objek mengandung dua aspek yaitu aspek
positif dan aspek negatif. Kedua aspek ini akan menentukan sikap seseorang.
Semakin banyak aspek positif dan objek yang diketahui, maka akan
menimbulkan sikap semakin positif terhadap objek tertentu (Sumiahadi et al.,
2017).
Menurut Notoatmodjo (2010) pengetahuan atau kognitif merupakan
domain sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Dari
pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan
akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan.
Sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru didalam diri
seseorang terjadi proses yang berurutan), yakni :

11
a. Awareness (kesadaran)
Dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih
dahulu terhadap stimulus (objek).
b. Interest (merasa tertarik)
Terhadap stimulus atau objek tersebut. Disini sikap subjek sudah
mulai timbul.
c. Evaluation (menimbang-nimbang)
Terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya.
d. Trial
Sikap dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai
dengan yang dikehendaki oleh stimulus.
e. Adaption
Subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,
kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.

2. Tingkat Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2010) pengetahuan seseorang terhadap suatu objek
mempunyai intensitas atau tingkatan yang berbeda. Secara garis besar dibagi
menjadi 6 tingkat pengetahuan, yaitu :
a. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai recall atau memanggil memori yang telah ada
sebelumnya setelah mengamati sesuatu yang spesifik dan seluruh bahan
yang telah dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Tahu disisni
merupakan tingkatan yang paling rendah. Kata kerja yang digunakan untuk
mengukur orang yang tahu tentang apa yang dipelajari yaitu dapat
menyebutkan, menguraikan, mengidentifikasi, menyatakan dan sebagainya.
b. Memahami (Comprehention)
suatu objek bukan hanya sekedar tahu terhadap objek tersebut, dan juga
tidak sekedar menyebutkan, tetapi orang tersebut dapat
menginterpretasikan secara benar tentang objek yang diketahuinya.
Orang yang telah memahami objek dan materi harus dapat menjelaskan,
menyebutkan contoh, menarik kesimpulan, meramalkan terhadap suatu
objek yang dipelajari.

12
c. Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang
dimaksud dapat menggunakan ataupun mengaplikasikan prinsip yang
diketahui tersebut pada situasi atau kondisi yang lain. Aplikasi juga
diartikan aplikasi atau penggunaan hukum, rumus, metode, prinsip,
rencana program dalam situasi yang lain.
d. Analisis (Analysis)
Analisis adalah kemampuan seseorang dalam menjabarkan atau
memisahkan, lalu kemudian mencari hubungan antara
komponenkomponen dalam suatu objek atau masalah yang diketahui.
Indikasi bahwa pengetahuan seseorang telah sampai pada tingkatan ini
adalah jika orang tersebut dapat membedakan, memisahkan,
mengelompokkan, membuat bagan (diagram) terhadap pengetahuan objek
tersebut.
e. Sintesis (Synthesis)
Sintesis merupakan kemampuan seseorang dalam merangkum atau
meletakkan dalam suatu hubungan yang logis dari komponen pengetahuan
yang sudah dimilikinya. Dengan kata lain suatu kemampuan untuk
menyusun formulasi baru dari formulasi yang sudah ada sebelumnya.
f. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi merupakan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau
penilaian terhadap suatu objek tertentu. Penilaian berdasarkan suatu
kriteria yang ditentukan sendiri atau norma-norma yang berlaku
dimasyarakat.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan adalah sebagai berikut :


(Sumiahadi et al., 2017)
a. Pendidikan
Pendidikan merupakan bimbingan yang diberikan seseorang terhadap
perkembangan orang lain menuju impian atau cita-cita tertentu yang
menentukan manusia untuk berbuat dan mengisi kehidupan agar tercapai
keselamatan dan kebahagiaan. Pendidikan diperlukan untuk mendapatkan
informasi berupa halhal yang menunjang kesehatan sehingga dapat
meningkatkan kualitas hidup. pendidikan dapat mempengaruhi seseorang

13
termasuk juga perilaku akan pola hidup terutama dalam memotivasi untuk
sikap berpesan serta dalam pembangunan pada umumnya makin tinggi
pendidikan seseorang maka semakin mudah menerima informasi.
b. Pekerjaan
pekerjaan adalah suatu keburukan yang harus dilakukan demi menunjang
kehidupannya dan kehidupan keluarganya. Pekerjaan tidak diartikan sebagai
sumber kesenangan, akan tetapi merupakan cara mencari nafkah yang
membosankan, berulang, dan memiliki banyak tantangan. Sedangkan
bekerja merupakan kagiatan yang menyita waktu.
c. Umur
usia adalah umur individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai
berulang tahun. semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan
seseorang akan lebih matangdalam berfikir dan bekerja. Dari segi
kepercayaan masyarakat seseorang yang lebih dewasa dipercaya dari orang
yang belum tinggi kedewasaannya.
d. Faktor Lingkungan
Lingkungan adalah seluruh kondisi yang ada sekitar manusia dan
pengaruhnya dapat mempengaruhi perkembangan dan perilaku individu atau
kelompok.
e. Sosial Budaya
Sistem sosial budaya pada masyarakat dapat memberikan pengaruh dari
sikap dalam menerima informasi.

4. Kriteria Tingkat Pengetahuan


Menurut Notoatmodjo (2010) pengetahuan seseorang dapat
diinterpretasikan dengan skala yang bersifat kualitatif, yaitu :
a. Pengetahuan baik, bila subjek menjawab pertanyaan 76 % - 100 % seluruh
pertanyaan terkait dengan penyakit Diabetes Melitus dan cara mengatasi
penyakit Diabetes Melitus.
b. Pengetahuan Cukup, bila subyek menjawab pertanyaan 56 % - 75 % seluruh
pertanyaan terkait dengan Faktor risiko Diabetes Melitus.
c. Apabila pasien tidak paham mengenai penyakit Diabetes Melitus dan tidak
patuh dalam melaksanakan pengobatan Diabetes Melitus Dikatakan
pengetahuan kurang bila menjawab benar < 56 % dari seluruh pertanyaan.

14
5. Instrumen Pengukuran Pengetahuan Pasien Diabetes Melitus
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini dibuat dalam bentuk
kuesioner yang terdiri dari kuesioner data diri pasien dan kuesioner
pengetahuan. Kuesioner pengetahuan ini terdiri dari 20 pernyataan dengan
jawaban Benar dan Salah. Menjawab benar dengan skor 2, jika salah diberi
skor 1. Untuk jawaban benar dimulai dari 21-40 dan yang salah 1-20.

B. Tatalaksana Diabetes Militus


Penatalaksanaan pasien diabetes mellitus dikenal empat pilar penting dalam
mengontrol perjalanan penyakit dan komplikasi. Empat pilar tersebut adalah
edukasi, perencanan makan, latihan jasmani dan intervensi farmakologi. Diabetes
mellitus (DM) merupakan sekelompok gangguan metabolik dengan gejala umum
hiperglikemia. Terdapat beberapa tipe diabetes yang merupakan akibat dari
interaksi kompleks antara faktor genetik dan faktor lingkungan. Beberapa proses
patologis terlibat dalam terjadinya diabetes, mulai dari perusakan sel β pada
pankreas dengan konsekuensi defisiensi insulin, sampai abnormalitas yang
berujung pada resistensi insulin. seseorang sering bergantung pada keadaan pada
saat diagnosis ditegakkan, dan banyak penderita diabetes yang sulit untuk
dikelompokkan dalam satu tipe tertentu. Jadi, untuk menentukan terapi yang efektif,
pemahaman terhadap patogenesis dari hiperglikemia lebih penting daripada
pengelompokan tipe diabetes militus (Berawi & Putra, 2015).
1. Edukasi
Edukasi yang diberikan adalah pemahaman tentang perjalanan penyakit,
pentingnya pengendalian penyakit, komplikasi yang timbul dan resikonya
(Berawi & Putra, 2015).
2. Perencanaan makanan
Perencanaan makan yang baik merupakan bagian penting dari
penatalaksanaan diabetes secara total. Diet seimbang akan mengurangi
beban kerja insulin dengan meniadakan pekerjaan insulin mengubah gula
menjadi glikogen (Berawi & Putra, 2015).
3. Latihan Jasmani

15
Kegiatan jasmani bisa dilakukan pada pasien DM sehari-hari dan latihan
jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu selama kurang lebih 30 menit),
merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan DM tipe 2. Kegiatan sehari-
hari seperti berjalan kaki ke pasar, menggunakan tangga, berkebun harus
tetap dilakukan (Berawi & Putra, 2015).
4. Intervensi Farmakologi
Terapi farmakologi pada pasien DM dapat diberikan bersama dengan
pengaturan makan dan latihan jasmani (gaya hidup sehat).Terapi
farmakologis terdiri dari obat oral dan bentuk suntikan.Obat hipoglikemik
oral, Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 5 golongan:Pemicu
sekresi insulin sulfonylurea dan glinid. Peningkat sensitivitas terhadap insulin
metformin dan tiazolidindion. Penghambat glukoneogenesis. Penghambat
absorpsi glukosa: penghambat glukosidase alfa. DPP-IV inhibitor (Berawi &
Putra, 2015).
a. Obat Antihiperglikemia Oral
Berdasarkan cara kerjanya, obat antihiperglikemia oral dibagi menjadi 5
golongan: (Dan, Diabetes, & Tipe, 2015).
1) Pemacu Sekresi Insulin (Insulin Secretagogue)
a) Sulfonilurea
Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi
insulin oleh sel beta pankreas. Efek samping utama adalah
hipoglikemia dan peningkatan berat badan. Hati-hati
menggunakan sulfonilurea pada pasien dengan risiko tinggi
hipoglikemia (orang tua, gangguan faal hati, dan ginjal).
b) Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan
sulfonilurea, dengan penekanan pada peningkatan sekresi
insulin fase pertama. Golongan ini terdiri dari 2 macam obat yaitu
Repaglinid (derivat asam benzoat) dan Nateglinid (derivat
fenilalanin). Obat ini diabsorbsi dengan cepat setelah pemberian
secara oral dan diekskresi secara cepat melalui hati. Obat ini
dapat mengatasi hiperglikemia post prandial. Efek samping yang
mungkin terjadi adalah hipoglikemia.

16
2) Peningkat Sensitivitas terhadap Insulin
a) Metformin
Metformin Metformin mempunyai efek utama mengurangi
produksi glukosa hati (glukoneogenesis), dan memperbaiki
ambilan glukosa di jaringan perifer. Metformin merupakan pilihan
pertama pada sebagian besar kasus DMT2. Dosis Metformin
diturunkan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal (GFR 30-
60 ml/menit/1,73 m2 ). Metformin tidak boleh diberikan pada
beberapa keadaan sperti: GFR
b) Tiazolidindion (TZD).
Tiazolidindion merupakan agonis dari Peroxisome Proliferator
Activated Receptor Gamma (PPAR-gamma), suatu reseptor inti
yang terdapat antara lain di sel otot, lemak, dan hati. Golongan ini
mempunyai efek menurunkan resistensi insulin dengan
meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga
meningkatkan ambilan glukosa di jaringan perifer. Tiazolidindion
meningkatkan retensi cairan tubuh sehingga dikontraindikasikan
pada pasien dengan gagal jantung (NYHA FC III-IV) karena dapat
memperberat edema/retensi cairan. Hati-hati pada gangguan faal
hati, dan bila diberikan perlu pemantauan faal hati secara berkala.
Obat yang masuk dalam golongan ini adalah Pioglitazone.
3) Penghambat Absorpsi Glukosa di saluran pencernaan:
Penghambat Alfa Glukosidase. Obat ini bekerja dengan
memperlambat absorbsi glukosa dalam usus halus, sehingga
mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan.
Penghambat glukosidase alfa tidak digunakan pada keadaan:
GFR≤30ml/min/1,73 m2 , gangguan faal hati yang berat, irritable bowel
syndrome. Efek samping yang mungkin terjadi berupa bloating
(penumpukan gas dalam usus) sehingga sering menimbulkan flatus.
Guna mengurangi efek samping pada awalnya. diberikan dengan dosis
kecil. Contoh obat golongan ini adalah Acarbose.
4) Penghambat DPP-IV (Dipeptidyl Peptidase IV)
Obat golongan penghambat DPP-IV menghambat kerja enzim DPP-IV
sehingga GLP-1 (Glucose Like Peptide-1) tetap dalam konsentrasi
yang tinggi dalam bentuk aktif. Aktivitas GLP-1 untuk meningkatkan

17
sekresi insulin dan menekan sekresi glukagon bergantung kadar
glukosa darah (glucose dependent). Contoh obat golongan ini adalah
Sitagliptin dan Linagliptin.
5) Penghambat SGLT-2 (Sodium Glucose Cotransporter 2)
Obat golongan penghambat SGLT-2 merupakan obat antidiabetes
oral jenis baru yang menghambat penyerapan kembali glukosa di
tubuli distal ginjal dengan cara menghambat kinerja transporter
glukosa SGLT-2. Obat yang termasuk golongan ini antara lain:
Canagliflozin, Empagliflozin, Dapagliflozin, Ipragliflozin. Dapagliflozin
baru saja mendapat approvable letter dari Badan POM RI pada bulan
Mei 2015.

C. Instrumen Tatalaksana Diabetes Melitus


Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar
kuesioner yang berisi pertanyaan-pertanyaan terkait dengan tatalaksana
Diabetes Melitus meliputi :perencanaan makanan/diet, latihan fisik dan
farmakologi. Jumlah pertanyaan dari variabel modifikasi berbeda. Jumlah
pernyataan 15 nomor dengan jawaban ya dan tidak. Jika Ya diberi nilai 2 dan
tidak diberi nilai 1.

D. Modifikasi Pola Hidup Pasien Diabetes Militus


Modifikasi adalah upaya atau proses atau tindakan untuk mengubah
perilaku. Modifikasi juga dapat diartikan untuk merubah perilaku tidak adaptif
menjadi adaptif (Sunardi, 2010). Gaya hidup adalah pola Hidup seseorang yang
diekspresikan dalam aktifitas dan minat dari orang itu sendiri. Gaya hidup
menggambarkan keseluruhan diri seseorang dengan berinteraksi dengan
lingkungannya. Mengubah gaya hidup dengan tidak merokok , menghindari
alcohol, tidur yang cukup, menurunkan berat badan yang berlebih, mengatur pola
makan, dan berolahraga yang teratur untuk membakar lemak dan kalori yang
berlebih adalah gaya hidup sehat wajib dijalani penderita DM. Modifikasi gaya
hidup sangat penting untuk dilakukan, tidak hanya untuk mengontrol kadar
glukosa darah namun bila diterapkan secara umum diharapkan dapat
menurunkan prevalensi DM baik di Indonesia. Modifikasi gaya hidup antara lain:
menurunkan berat badan, meningkatkan aktifitas fisik, mengatur pola makan
yang sehat, menghentikan konsumsi rokok dan alcohol, serta megurangi

18
konsumsi Garam. Konsumsi makan\an lebih baik dan peningkatan aktifitas fisik
adalah kunci penanganan DM (Nutbeam & Kickbusch, 1998).
Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas DM.
Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa darah,
tekanan darah, berat badan dan profil lipid,melalui pengelolaan pasien secara
holistik dengan mengajarkan perawatan mandiri dan perubahan perilaku (Bhatt,
Saklani, & Upadhayay, 2016).
1. Diet
Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes hampir sama
dengan anjuran makan untuk masyarakat umum yaitu makanan yang
seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-
masing individu. Pada penyandang diabetes perlu ditekankan pentingnya
keteraturan makan dalam hal jadwal makan, jenis dan jumlah makanan,
terutama pada mereka yang menggunakan obat penurun glukosa darah
atau insulin. Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi
yang seimbang dalam hal karbohidrat 60-70%, lemak 20-25% danprotein
10-15%. Untuk menentukan status gizi, dihitung dengan BMI (Body Mass
Indeks). Indeks Massa Tubuh (IMT) atau Body Mass Index (BMI)
merupupakan alat atau cara yang sederhana untuk memantau status gizi
orang dewasa, khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan
kelebihan berat badan. Untuk mengetahui nilai IMT ini, dapat dihitung
dengan rumus berikut:

Tabel 2.1 Rumus Nilai IMT

Berat Badan (Kg)

IMT =

Tinggi Badan (m) x Tinggi Badan (m)

Sumber : (Bhatt, Saklani, & Upadhayay, 2016).

Tabel 2.2 Contoh menu sehari


Pagi Siang Malam
Roti putih Nasi Nasi
Selai kacang Semur daging Pepes ikan
Telur rebus Tempe goring Cah tahu

19
Lalap daun Pecel Tumis kangkung
Siada/ tomat Jeruk Apel
Jam 10.00 ( selingan) Jam 16.00 ( selingan ) Jam 21.00( selingan)
Apel Puing pepaya Crackers atau buah

Tabel 2.3 Pengaturan Makanan


Bahan dianjurkan Dibatasi dihindari
makanan
Sumber Semua sumber karbohidrat
karbohidrat dibatasi: nasi,bubur, roti, mie,
kentang, singkong, ubi, sagu,
gandum, pasta, jagung, talas,
havermout, sereal, ketan,
makaroni
Sumber Ayam tanpa kulit, Hewani tinggi lemak jenuh Keju,abon,den
protein ikan, telur rendah (kornet,sosis,otak,jeroan,kunin deng,susus full
hewani kolesterol atau putih g telur cream
telur, daging tidak
berlemak
Sumber Tempe, tahu, kacang
protein hijau, kacang merah,
nabati kacang tanah,
kacang kedelai
Sayuran Sayur tinggi serat: Bayam, buncis,daun melinjo,
kangkung, daun labu siam, daun singkong,
kacang, ketimun, daun ketela, jagung muda,
tomat, labu air, kapri, kacang panjang, psre,
kembang kol, lobak, wortel, daun katuk.
sawi, selada seledri,
terong
Buah- Jeruk, apel, papaya, Nanas, anggur, manga, sirsak, Buah-buahan
buahan jambu air, salak, pisang, alpukat, sawo, yang manis
belimbing ( sesuai semangka, nangka masak. dan diawtkan :
kebutuhan ) durian, nangka
,alpukat
kurmah,
manisan buah
minuman Minuman yang

20
mengandung
alcohol, susu
kental manis,
soft drink, es
krim, yoghurt,
susu
Lain-lain Makanan yang digoreng dan Gula pasir,
yang menggunakan santan gula merah,
kental, kecap, saos tiram gula batu,
madu,
makanan/
minuman
manis : cake,
kue-kue
,manis, dodol,
tarcis, sirup,
selai manis,
coklat permen,
tape,
mayonnaise.

Tujuan diet:
1. Memberikan makanan sesuai kebutuhan
2. Mempertahankan kadar gula darah sampai normal/ mendekati
normal
3. Mempertahankan berat badan menjadi normal
4. Mencegah terjadinya kadar gula darah terlalu rendah yang dapat
menyebabkan pingsan
5. Mengurangi/ mencegah komplikasi

2. Exercise (latihan fisik/olahraga)


Dianjurkan latihan secara teratur (3-4 kali seminggu) selama kurang lebih
30 menit, yang sifatnya sesuai dengan Continous, Rhythmical, Interval,
Progresive, Endurance (CRIPE). Training sesuai dengan kemampuan
pasien. Sebagai contoh adalah olah raga ringan jalan kaki biasa selama

21
30 menit. Hindarkan kebiasaan hidup yang kurang gerak atau bermalas-
malasan.
Rekomendasi Latihan Aerobik pada DM Tipe 2
Rekomendasi untuk latihan kardiovaskular pada DMT2 menggunakan
prinsip FITT (Frequency Intensity Time Type).
1. Frekuensi Latihan aerobik dilakukan sedikitnya 3 hari dalam
seminggu dengan jarak antar latihan tidak lebih dari 2 hari yang
berturut-turut karena efek latihan yang bersifat sementara dalam
memperbaiki kerja insulin. Rekomendasi sekarang bagi orang
dewasa pada umumnya adalah 5 sesi latihan intensitas sedang
dalam seminggu.
2. Intensitas Latihan aerobik yang dilakukan sedikitnya intensitas
sedang, yaitu sekitar 64-76 % denyut jantung maksimal (HRmax).
Bagi sebagian besar pasien DMT2, latihan fisik seperti jalan cepat,
bersepeda dan renang, termasuk dalam latihan dengan intensitas
sedang.
3. Durasi Individu dengan DMT2 harus melakukan latihan aerobik
minimal 150 menit per minggu dengan intensitas sedang atau
berat. Aktivitas aerobik dapat dilakukan dalam sesi pendek dengan
durasi sedikitnya 10 menit per sesi dan sesi ini dapat dilakukan
sepanjang minggu. Latihan aerobik 150 menit per minggu dengan
intensitas sedang berhubungan dengan menurunnya angka
kesakitan dan angka kematian dalam penelitian observasional
pada berbagai jenis populasi. Beberapa manfaat bagi sistem
kardiovaskular dan kadar glukosa darah dapat dicapai dengan
volume latihan yang lebih rendah (namun dosis minimal belum
pernah ditetapkan), tapi dengan melakukan latihan dengan durasi
melebihi anjuran minimal, lebih banyak manfaat akan diperoleh.
4. Tipe Segala bentuk latihan aerobik (termasuk jalan cepat) yang
menggunakan kelompok-kelompok otot besar dan menyebabkan
peningkatan denyut jantung yang terus-menerus akan bermanfaat
dan dianjurkan agar melakukan berbagai jenis aktivitas fisik. Jadi,
individu dengan DMT2 harus melakukan latihan aerobik sedikitnya
150 menit per minggu dengan intensitas sedang hingga berat

22
selama minimal 3x seminggu dengan jarak antar latihan tidak lebih
dari 2 hari berturut-turut.

Latihan Kekuatan otot atau beban pada diabetes mellitus tipe 2


1. Frekuensi Latihan beban harus dilakukan setidaknya dua kali
seminggu pada hari yang tidak berturut-turut, tetapi lebih
idealnya tiga kali seminggu, sebagai bagian dari program
aktivitas fisik untuk individu dengan DMT2, bersamaan dengan
latihan aerobik yang teratur.
2. Intensitas Untuk memperoleh manfaat yang optimal dalam
meningkatkan kekuatan dan kerja insulin, intensitas latihan
yang dilakukan sebaiknya intensitas sedang (50% dari 1
repetisi maksimal, atau 1-RM) atau berat (75- 80% dari 1-RM).
Latihan sendiri di rumah tanpa didampingi tenaga profesional
mungkin kurang efektif untuk mempertahankan kontrol glukosa
darah tapi cukup untuk menjaga massa dan kekuatan otot.
3. Waktu Setiap sesi pelatihan setidaknya harus mencakup 5-10
latihan yang melibatkan kelompokkelompok otot utama (tubuh
bagian atas, tubuh bagian bawah, dan core/ inti) dan
melibatkan 10-15 repetisi per set di tahap awal pelatihan.
Seiring waktu, berat beban dapat semakin bertambah
sehingga hanya dapat diangkat sebanyak 8-10 kali. Untuk
meningkatkan kekuatan otot secara optimal, dianjurkan untuk
melakukan setidaknya satu set pengulangan hingga mendekati
kelelahan, ataupun hingga 3-4 set.
4. Tipe Latihan kekuatan menggunakan esin dan beban
(misalnya dumbbells dan barbel) dapat memberikan manfaat
atau efek yang cukup setara dalam hal peningkatan kekuatan
dan massa otot yang ditargetkan. Beban yang lebih berat
mungkin diperlukan untuk optimalisasi kerja insulin dan
pengendalian kadar glukosa darah.
Gabungan latihan aerobic dan beban
Penggabungan kedua latihan olahraga aerobik dan resistensi
dianjurkan. Kombinasi latihan yang dilakukan tiga kali seminggu pada individu

23
dengan DMT2 akan memberikan manfaat yang lebih besar bagi pengendalian
kadar glukosa darah dibandingkan dengan latihan aerobik atau resistensi
saja. Namun, hingga saat ini, berbagai penelitian menunjukkan bahwa total
durasi latihan dan pengeluaran kalori yang paling besar dapat dicapai dengan
mengkombinasikan latihan aerobik dan latihan beban, terutama bila keduanya
dilakukan pada hari yang sama. Belum ada penelitian yang melaporkan
bahwa latihan yang dilakukan setiap hari tapi berselangseling akan lebih
efektif, atau mempelajari efek dari kombinasi latihan isokalori pada glukosa
darah. Selain itu, tidak ada bukti yang nyata mengenai manfaat berbagai
bentuk latihan yang lebih ringan, seperti yoga dan tai chi, dalam mengontrol
kadar glukosa darah.
Latihan Kelenturan
Latihan kelenturan dapat dimasukkan sebagai bagian dari program
latihan, namun bukan untuk menggantikan latihan yang lainnya. Kelompok
individu usia lanjut juga disarankan untuk melakukan latihan yang
mempertahankan atau meningkatkan keseimbangan, yang mungkin akan
mencakup beberapa latihan kelenturan, dan hal ini penting terutama bagi
individu dengan DMT2 yang berusia lebih tua dan lebih berisiko untuk jatuh.
Latihan kelenturan perlu untuk dilakukan tapi bukan untuk menggantikan jenis
latihan lain yang direkomendasikan.
Efek Obat pada Respons Latihan
Untuk mencegah terjadinya hipoglikemia, individu dengan diabetes
mungkin perlu mengurangi dosis obat-obat atau insulin yang dikonsumsi
sebelum (dan mungkin setelah) latihan. Sangatlah penting untuk selalu
mewaspadai timbulnya gejala dan tanda-tanda hipoglikemia ataupun
peningkatan kadar glukosa darah (pra, selama dan pasca latihan). Pencatatan
atau dokumentasi terjadinya berbagai hal tersebut merupakan informasi yang
penting dalam membantu tenaga kesehatan menyesuaikan dosis pengobatan
klien. Klien penderita diabetes seringkali diberikan berbagai obat untuk kondisi
atau penyakit penyerta, antara lain obat diuretik, beta blocker, inhibitor
angiotensin-converting enzyme (ACE), aspirin, obat penurun kadar lemak dan
lain-lain. Obat-obat ini umumnya tidak mempengaruhi respon latihan, dengan
beberapa pengecualian:
(a) Beta-blocker diketahui akan menumpulkan respon denyut jantung saat
latihan dan menurunkan kapasitas latihan maksimal melalui efek inotropik

24
dan kronotropik negatif. Mereka juga dapat menghalangi timbulnya gejala
adrenergik dari hipoglikemia, sehingga meningkatkan risiko hipoglikemia
yang tidak terdeteksi selama latihan. Namun, beta-blocker dapat
meningkatkan kapasitas latihan pasien dengan penyakit kardiovaskular,
dengan mengurangi iskemia koroner selama aktivitas.
(b) Diuretik dapat menurunkan volume cairan dan darah secara
keseluruhan yang mengakibatkan dehidrasi dan ketidakseimbangan
elektrolit, terutama selama melakukan latihan di tempat yang panas.
(c) Dosis tinggi golongan statin berhubungan dengan terjadinya myalgia
(nyeri otot), terutama bila dikombinasikan dengan fibrat dan niasin.

3. Pendidikan Kesehatan
Pendidikan kesehatan sangat penting dalam pengelolaan. Pendidikan
kesehatan pencegahan primer harus diberikan kepada kelompok
masyarakat resiko tinggi. Pendidikan kesehatan sekunder diberikan
kepada kelompok pasien DM. Sedangkan pendidikan kesehatan untuk
pencegahan tersier diberikan kepada pasien yang sudah mengidap DM
dengan penyulit menahun.

4. Obat
oral hipoglikemik, insulin Jika pasien telah melakukan pengaturan makan
dan latihan fisik tetapi tidak berhasil mengendalikan kadar gula darah
maka dipertimbangkan pemakaian obat hipoglikemik.
Golongan Sulfonilurea
Sulfonilurea telah digunakan untuk pengobatan DMT2 sejak tahun
1950-an. Obat ini digunakan sebagai terapi farmakologis pada awal
pengobatan diabetes dimulai, terutama bila konsentrasi glukosa darah
tinggi. Obat yang tersedia meliputi sulfonilurea generasi pertama
(asetoheksimid, klorpropramid, tolbutamid, tolazamid), generasi kedua
(glipizid, glikazid, glibenklamid, glikuidon, gliklopiramid), dan generasi
ketiga (glimepiride). Namun sulfonilurea generasi pertama sudah sangat
jarang digunakan karena efek hipoglikemi yang terlalu hebat. Obat
golongan sulfonilurea mempunyai efek hipoglikemi yang tidak sama. Hal
ini tergantung pada kekuatan ikatan antara obat dengan reseptornya di
membran sel, contohnya glibenklamid.

25
Efek hipoglikemi dan ikatan antara glibenklamid dengan
reseptornya lebih kuat daripada golongan glimepiride oleh karena ikatan
glimepirid dengan reseptornya tidak sekuat ikatan glibenklamid.
Sebaiknya digunakan sulfonilurea generasi II dan generasi III yang
mempunyai waktu paruh pendek dan metabolisme lebih cepat. Meski
masa paruhnya pendek, yaitu 3-5 jam, efek hipoglikeminya berlangsung
12-24 jam. Sehingga cukup diberikan satu kali sehari. Karena hampir
semua sulfonilurea dimetabolisme di hepar dan diekskresi melalui ginjal,
sediaan ini tidak boleh diberikan pada pasien DMT2 dengan gangguan
fungsi hepar atau gangguan fungsi ginjal yang berat.
Glikuidon mempunyai efek hipoglikemi sedang dan jarang
menimbulkan serangan hipoglikemi. Glikuidon diekskresi melalui empedu
dan usus, maka dapat diberikan pada pasien DMT2 dengan ganguan
fungsi hati dan gangguan fungsi ginjal yang tidak terlalu berat. Pasien
pasien DMT2 usia lanjut, pada pemberian sulfonilurea harus diwaspadai
akan timbulnya hipoglikemia. Kecenderungan hipoglikemia pada lansia
disebabkan oleh karena metabolisme sulfonilurea lebih lambat.
Hipoglikemia pada lansia tidak mudah dikenali karena timbulnya
perlahan tanpa tanda akut dan dapat menimbulkan gangguan pada otak
sampai koma.
Meglitinid
Meglitinid memiliki mekanisme kerja yang sama dengan
sulfonilurea. Karena lama kerjanya pendek maka glinid digunakan
sebagai obat setelah makan (prandial). Karena strukturnya tanpa sulfur
maka dapat digunakan pada pasien yang alergi sulfur. Repaglinid dapat
menurunkan glukosa darah puasa walaupun mempunyai masa paruh
yang singkat karena lama menempel pada kompleks reseptor
sulfonilurea. Sedangkan nateglinide merupakan golongan terbaru,
mempunyai masa paruh yang lebih singkat diabandingkan repaglinid dan
tidak menurunkan glukosa darah puasa. Keduanya merupakan obat
yang khusus menurunkan glukosa darah setelah makan degan efek
hipoglikemi yang minimal. Glinid dapat digunakan pada pasien usia lanjut
dengan pengawasan. Glinid dimetabolisme dan dieksresikan melalui
kandung empedu, sehingga relatif aman digunakan pada lansia yang
menderita gangguan fungsi ginjal ringan sampai sedang.

26
Penghambat Alfa Glukosidase
Acarbose hampir tidak diabsorbsi dan bekerja lokal pada saluran
pencernaan. Acarbose mengalami metabolisme pada saluran
pencernaan oleh flora mikrobiologis, hidrolisis intestinal, dan aktifitas
enzim pencernaan. Inhibisi kerja enzim ini secara efektif dapat
mengurangi peningkatan kadar glukosa setelah makan pada pasien
DMT2. Penggunaan acarbose pada lansia relatif aman karena tidak akan
merangsang sekresi insulin sehingga tidak dapat menyebabkan
hipoglikemi. Efek sampingnya berupa gejala gastroinstestinal, seperti
meteorismus, flatulence dan diare. Acarbose dikontraindikasikan pada
penyakit irritable bowel syndrome, obstruksi saluran cerna, sirosis hati,
dan gangguan fungsi ginjal yang lanjut dengan laju filtrasi glomerulus ≤
30 mL/min/1.73 m.
Biguanid
Dikenal 3 jenis golongan biguanid, yaitu fenformin, buformin dan
metformin. Fenformin telah ditarik dari peredaran karena sering
menyebabkan asidosis laktat. Metformin merupakan obat
antihiperglikemik yang banyak digunakan saat ini. Metformin tidak
menyebabkan rangsangan sekresi insulin dan umumnya tidak
menyebabkan hipoglikemia. Metformin menurunkan produksi glukosa di
hepar dan meningkatkan sensitivitas insulin pada jaringan otot dan
adiposa. Pada pasien diabetes yang gemuk, metformin dapat
menurunkan BB. Metformin akan diabsorbsi di usus kemudian masuk ke
dalam sirkulasi, di dalam sirkulasi metformin tidak terikat protein plasma,
ekskresinya melalui urin dalam keadaan utuh. Masa paruhnya adalah
sekitar 2 jam. Penggunaan metformin aman pada lansia karena tidak
mempunyai efek hipoglikemi. Namun metformin dikontraindikasikan pada
pasien dengan gangguan fungsi ginjal dengan LFG ≤ 30 mL/min/1.73 m.
Golongan Tiazolidinedion
Tiazolidinedion menurunkan produksi glukosa di hepar dan
menurunkan kadar asam lemak bebas di plasma. Tiazolidinedion dapat
menurunkan kadar HbA1c (1-1.5 %), meningkatkan HDL, efeknya pada
trigliserida dan LDL bervariasi. Pada pemberian oral, absorbsi tidak
dipengaruhi oleh makanan. Efek samping tiazolidinedion antara lain
peningkatan berat badan, edema, menambah volume plasma, dan

27
memperburuk gagal jantung kongestif. Edema sering terjadi pada
pengguanaan kombinasi tiazolidinedion bersama insulin. Selain pada
pasien dengan penyakit hepar, penggunaan tiazolidinedion tidak
dianjurkan pada pasien dengan gagal jantung kongestif kelas 3 dan 4
menurut kliasifikasi New York Heart Association. Hipoglikemia pada
penggunaan monoterapi jarang terjadi. Terapi glitazone dikaitkan dengan
peningkatan resiko fraktur baik pada wanita maupun pria. Insiden fraktur
ekstremitas bawah pada wanita yang telah menopause dilaporkan
meningkat dengan penggunaan glitazone ini. Pemakaian glitazone juga
dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan hati berat, sehingga
penggunaannya dihentikan apabila terdapat kenaikan enzim hati lebih
dari tiga kali nilai normal. Penggunaannya pada lansia tidak dianjurkan.
Inisiasi terapi insulin
Insulin dapat diberikan pada semua pasien DMT2 dengan kontrol
glikemik yang buruk. Insulin juga dapat diberikan pada kasus-kasus
DMT2 yang baru dikenal dengan penurunan berat badan yang hebat dan
dalam keadaan ketosis. Contoh regimen insulin sekali sehari:
1. Mulai dengan dosis 8–10unit long acting insulin (insulin kerja panjang)
2. Teruskan pemakaian OAD (metformin)
3. Lakukan pemeriksaan glukosa darah sebelum makan pagi
4. Lakukan titrasi dosis untuk mengendalikan kadar glukosa darah
sebelum makan pagi Dalam menggunakan insulin, dosis dinaikan secara
bertahap. Apabila kadar glukosa darah belum terkontrol, titrasi dosis
dapat dilakukan setiap 2- 3 hari. Cara mentitrasi dosis insulin basal :
1. Naikan dosis 2 unit bila glukosa darah puasanya di atas 126 mg/dl
2. Naikan dosis 4 unit bila glukosa darah puasanya di atas 144 mg/dl
Titrasi dosis ini dapat dilakukan selama 2-3 bulan pertama sampai kadar
glukosa darah puasa mencapai kadar yang diinginkan.

E. Instrumen Pengukuran Modifikasi Pola Hidup pasien Diabetes Melitus


Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar
kuesioner yang berisi pertanyaan-pertanyaan terkait dengan modifikasi pola
hidup pasien DM (perencanaan makanan/diet, latihan fisik dan farmakologi).
Jumlah pernyataan berjumlah 15 dengan jawaban Ya dan Tidak. Jika jawaban
benar maka diberi nilai 2, jika salah diberi nilai 1.

28
F. Diabetes Melitus (DM)
1. Definisi DM
Diabetes melitus atau kencing manis adalah suatu gangguan kesehatan
berupa kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh
peningkatan kadar gula dalam darah akibat kekurangan insulin ataupun
resistensi insulin dan gangguan metabolik pada umumnya. Pada
perjalanannya, penyakit diabetes akan menimbulkan berbagai komplikasi
baik yang akut maupun yang kronis atau menahun apabila tidak dikendalikan
dengan baik. Diabetes merupakan salah satu penyakit degeneratif yang
tidak dapat disembuhkan tetapi dapat dikendalikan atau dikelola, artinya
apabila seseorang sudah didiagnosis DM, maka seumur hidupnya akan
bergaul dengannya. (Diabetes, Tipe, Rs, & Batang, 2015).
Menurut PERKENI (2015) seseorang dapat didiagnosa diabetes melitus
apabila mempunyai gejala klasik diabetes melitus seperti poliuria, polidipsi
dan polifagi disertai dengan kadar gula darah sewaktu ≥200 mg/dl dan gula
darah puasa ≥126 mg/dl.

2. Manifestasi Klinis
Beberapa gejala umum yang dapat ditimbulkan oleh penyakit Diabets
Melitus diantaranya:
a. Pengeluaran urin (Poliuria)
Poliuria adalah keadaan dimana volume air kemih dalam 24 jam
meningkat melebihi batas normal. Poliuria timbul sebagai gejala DM
dikarenakan kadar gula dalam tubuh relatif tinggi sehingga tubuh tidak
sanggup untuk mengurainya dan berusaha untuk mengeluarkannya
melalui urin. Gejala pengeluaran urin ini lebih sering terjadi pada
malam hari dan urin yang dikeluarkan mengandung glukosa
(PERKENI, 2015).
b. Timbul rasa haus (Polidipsia)
Poidipsia adalah rasa haus berlebihan yang timbul karena kadar
glukosa terbawa oleh urin sehingga tubuh merespon untuk
meningkatkan asupan cairan (PERKENI, 2015).
c. Timbul rasa lapar (Polifagia)

29
Pasien DM akan merasa cepat lapar dan lemas, hal tersebut
disebabkan karena glukosa dalam tubuh semakin habis sedangkan
kadar glukosa dalam darah cukup tinggi (PERKENI, 2011).
d. Peyusutan berat badan
Penyusutan berat badan pada pasien DM disebabkan karena tubuh
terpaksa mengambil dan membakar lemak sebagai cadangan energi
(PERKENI, 2015).

3. Klasifikasi Diabetes Melitus


a. Diabetes tipe 1
Diabetes tipe 1 biasanya terjadi pada remaja atau anak, dan terjadi
karena kerusakan sel β (beta) (WHO, 2014). Canadian Diabetes Association
(CDA) 2013 juga menambahkan bahwa rusaknya sel β pankreas diduga
karena proses autoimun, namun hal ini juga tidak diketahui secara pasti.
Diabetes tipe 1 rentan terhadap ketoasidosis, memiliki insidensi lebih sedikit
dibandingkan diabetes tipe 2, akan meningkat setiap tahun baik di negara
maju maupun di negara berkembang (IDF, 2014).
b. Diabetes tipe 2
Diabetes tipe 2 biasanya terjadi pada usia dewasa (WHO,2014).
Seringkali diabetes tipe 2 didiagnosis beberapa tahun setelah onset, yaitu
setelah komplikasi muncul sehingga tinggi insidensiny sekitar 90% dari
penderita DM di seluruh dunia dan sebagian besar merupakan akibat dari
memburuknya faktor risiko seperti kelebihan berat badan dan kurangnya
aktivitas fisik (WHO, 2014).
c. Diabetes gestational
Gestational diabetes mellitus (GDM) adalah diabetes yang didiagnosis
selama kehamilan (ADA, 2014) dengan ditandai dengan hiperglikemia (kadar
glukosa darah di atas normal) (CDA, 2013 dan WHO, 2014). Wanita dengan
diabetes gestational memiliki peningkatan risiko komplikasi selama kehamilan
dan saat melahirkan, serta memiliki risiko diabetes tipe 2 yang lebih tinggi di
masa depan (IDF, 2014).
d. Tipe diabetes lainnya
Diabetes melitus tipe khusus merupakan diabetes yang terjadi karena
adanya kerusakan pada pankreas yang memproduksi insulin dan mutasi gen
serta mengganggu sel beta pankreas, sehingga mengakibatkan kegagalan

30
dalam menghasilkan insulin secara teratur sesuai dengan kebutuhan tubuh.
Sindrom hormonal yang dapat mengganggu sekresi dan menghambat kerja
insulin yaitu sindrom chusing, akromegali dan sindrom genetik (ADA, 2015).
4. Patofisiologi DM
a. Patofisiologi diabetes tipe 1
Pada DM tipe 1, sistem imunitas menyerang dan menghancurkan
sel yang memproduksi insulin beta pancreas (ADA, 2014). Kondisi tersebut
merupakan penyakit autoimun yang ditandai dengan ditemukannya anti
insulin atau antibodi sel antiislet dalam darah (WHO, 2014). National
Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Diseases (NIDDK) tahun
2014 menyatakan bahwa autoimun menyebabkan infiltrasi limfositik dan
kehancuran islet pankreas. Kehancuran memakan waktu tetapi timbulnya
penyakit ini cepat dan dapat terjadi selama beberapa hari sampai minggu.
Akhirnya, insulin yang dibutuhkan tubuh tidak dapat terpenuhi karena
adanya kekurangan sel beta pankreas yang berfungsi memproduksi insulin.
Oleh karena itu, diabetes tipe 1 membutuhkan terapi insulin, dan tidak akan
merespon insulin yang menggunakan obat oral.
b. Patofisiologi diabetes tipe 2
Kondisi ini disebabkan oleh kekurangan insulin namun tidak
mutlak. Ini berarti bahwa tubuh tidak mampu memproduksi insulin yang
cukup untuk memenuhi kebutuhan yang ditandai dengan kurangnya sel
beta atau defisiensi insulin resistensi insulin perifer (ADA, 2014).
Resistensi insulin perifer berarti terjadi kerusakan pada reseptor-reseptor
insulin sehingga menyebabkan insulin menjadi kurang efektif mengantar
pesan-pesan biokimia menuju sel-sel (CDA, 2013). Dalam kebanyakan
kasus diabetes tipe 2 ini, ketika obat oral gagal untuk merangsang
pelepasan insulin yang memadai, maka pemberian obat melalui suntikan
dapat menjadi alternatif.
c. Patofisiologi diabetes gestasional
Gestational diabetes terjadi ketika ada hormon antagonis insulin
yang berlebihan saat kehamilan. Hal ini menyebabkan keadaan resistensi
insulin dan glukosa tinggi pada ibu yang terkait dengan kemungkinan
adanya reseptor insulin yang rusak (NIDDK,2014 dan ADA, 2014).

31
5. Komplikasi DM
Diabetes melitus merupakan salah satu penyakit yang dapat menimbulkan
berbagai macam komplikasi, antara lain :
a. Komplikasi metabolik akut
Kompikasi metabolik akut pada penyakit diabetes mellitus terdapat tiga
macam yang berhubungan dengan gangguan keseimbangan kadar
glukosa darah jangka pendek, diantaranya:
1) Hipoglikemia
Hipoglikemia (kekurangan glukosa dalam darah) timbul
sebagai komplikasi diabetes yang disebabkan karena pengobatan
yang kurang tepat (Smeltzer & Bare, 2008).
2) Ketoasidosis diabetic
Ketoasidosis diabetik (KAD) disebabkan karena kelebihan
kadar glukosa dalam darah sedangkan kadar insulin dalam tubuh
sangat menurun sehingga mengakibatkan kekacauan metabolik
yang ditandai oleh trias hiperglikemia, asidosis dan ketosis
(Soewondo, 2006).
3) Sindrom HHNK (koma hiperglikemia hiperosmoler nonketotik)
Sindrom HHNK adalah komplikasi diabetes melitus yang
ditandai dengan hiperglikemia berat dengan kadar glukosa serum
lebih dari 600 mg/dl (Price & Wilson, 2006).

b. Komplikasi metabolik kronik


Komplikasi metabolik kronik pada pasien DM menurut Price & Wilson
(2006) dapat berupa kerusakan pada pembuluh darah kecil
(mikrovaskuler) dan komplikasi pada pembuluh darah besar
(makrovaskuler) diantaranya:
a) Komplikasi pembuluh darah kecil (mikrovaskuler)
Komplikasi pada pembuluh darah kecil (mikrovaskuler) yaitu :
1) Kerusakan retina mata (Retinopati)
Kerusakan retina mata (Retinopati) adalah suatu
mikroangiopati ditandai dengan kerusakan dan
sumbatan pembuluh darah kecil (Pandelaki, 2009).

32
2) Kerusakan ginjal (Nefropati diabetik)
Kerusakan ginjal pada pasien DM ditandai dengan
albuminuria menetap (>300 mg/24jam atau >200
ih/menit) minimal 2 kali pemeriksaan dalam kurun
waktu 3-6 bulan. Nefropati diabetik merupakan
penyebab utama terjadinya gagal ginjal terminal.
3) Kerusakan syaraf (Neuropati diabetik)
Neuropati diabetik merupakan komplikasi yang
paling sering ditemukan pada pasien DM. Neuropati
pada DM mengacau pada sekelompok penyakit yang
menyerang semua tipe saraf (Subekti, 2009).
b) Komplikasi pembuluh darah besar (makrovaskuler)
Komplikasi pada pembuluh darah besar pada pasien diabetes yaitu
stroke dan risiko jantung koroner.
1) Penyakit jantung koroner
Komplikasi penyakit jantung koroner pada pasien
DM disebabkan karena adanya iskemia atau infark miokard
yang terkadang tidak disertai dengan nyeri dada atau
disebut dengan SMI (Silent Myocardial Infarction)
(Widiastuti, 2012).
2) Penyakit serebrovaskuler
Pasien DM berisiko 2 kali lipat dibandingkan
dengan pasien non-DM untuk terkena penyakit
serebrovaskuler. Gejala yang ditimbulkan menyerupai gejala
pada komplikasi akut DM, seperti adanya keluhan pusing atau
vertigo, gangguan penglihatan, kelemahan dan bicara pelo
(Smeltzer & Bare, 2008).

6. Faktor Risiko Diabetes Melitus


1) Faktor risiko yang dapat diubah
a) Gaya hidup
Gaya hidup merupakan perilaku seseorang yang ditunjukkan dalam
aktivitas sehari-hari. Makanan cepat saji, olahraga tidak teratur dan
minuman bersoda adalah salah satu gaya hidup yang dapat memicu

33
terjadinya DM tipe 2 (ADA,2009). Gaya hidup yang baik dapat
memperkecil terjadinya DM tipe 2.
b) Diet yang tidak sehat
Perilaku diet yang tidak sehat yaitu kurang olahraga, menekan nafsu
makan, sering mengkonsumsi makan siap saji dapat menyebabkan
terjadinya DM tipe 2. Pasien DM tipe 2 harus mengetahui perilku diet
yang baik untuk mengatasi terjadinya DM (Abdurrahman, 2014).
c) Obesitas
Obesitas merupakan salah satu faktor risiko utama untuk terjadinya
penyakit DM. Menurut Kariadi (2009) dalam Fathmi (2012), obesitas
dapat membuat sel tidak sensitif terhadap insulin (resisten insulin).
Semakin banyak jaringan lemak pada tubuh, maka tubuh semakin
resisten terhadap kerja insulin, terutama bila lemak tubuh terkumpul
didaerah sentral atau perut (central obesity).
d) Tekanan darah tinggi
Menurut Kurniawan dalam Jafar (2010) tekanan darah tinggi merupakan
peningkatan kecepatan denyut jantung, peningkatan resistensi (tahanan)
dari pembuluh darah dari tepi dan peningkatan volume aliran darah.
Hipertensi akan menyebabkan insulin resisten sehingga terjadi
hiperinsulinemia, terjadi mekanisme kompensasi tubuh agar lukosa darah
normal. Bila tidak dapat diatasi maka akan trjadi gangguan Toleransi
Glukosa Terganggu (TGT) yang mengakibatkan kerusakan sel beta dan
terjadilah DM tipe 2 (Kemenkes, 2010).

2) Faktor risiko yang tidak dapat diubah


a) Usia
Semakin bertambahnya usia maka semakin tinggi risiko terkena diabetes
tipe 2. DM tipe 2 terjadi pada orang dewasa setengah baya, paling sering
setelah usia 45 tahun (American Heart Association [AHA], 2012).
Meningkatnya risiko DM seiring dengan bertambahnya usia dikaitkan
dengan terjadinya penurunan fungsi fisiologis tubuh.
b) Riwayat keluarga diabetes melitus
Seorang anak dapat diwarisi gen penyebab DM orang tua. Biasanya
seseorang yang menderita DM mempunyai anggota keluarga yang juga
terkena penyakit tersebut (Ehsa, 2010). Fakta menunjukkan bahwa

34
mereka yang memiliki ibu penderita DM tingkat risiko terkena DM sebesar
3,4 kali lipat lebih tinggi dan 3,5 kali lipat lebih tinggi jika memiliki ayah
penderita DM. Apabila kedua orangtua menderita DM, maka akan
memiliki risiko terkena DM sebesar 6,1 kali lipat lebih tinggi (Sahlasaida,
2015).
c) Ras atau latar belakang etnis
Risiko DM tipe 2 lebih besar terjadi pada hispanik, kulit hitam, penduduk
asli Amerika, dan Asia. Etnis merupakan faktor penting dalam
perkembangan diabetes mellitus tipe II pada orang dewasa dan anak-
anak. Peningkatan tertinggi dilaporkan terjadi pada etnis Asia, Hispanics,
orang pribumi (USA, Kanada, Australia) dan African Americans, dengan
beberapa yang tertinggi di dunia baru saja ditemukan pada etni Indian
pima (ADA, 2009).
d) Riwayat diabetes pada kehamilan
Mendapatkan diabetes selama kehamilan atau melahirkan bayi lebih dari
4,5 kg dapat meningkatkan risiko DM tipe 2 (Ehsa, 2010). Faktor resiko
pada DM pada kehamilan adalah wanita yang hamil dengan umur lebih
dari 25 tahun disertai dengan riwayat keluarga dengan diabetes melitus,
infeksi yang berulang, melahirkan dengan berat badan bayi lebih dari 4 kg
(ADA, 2012).
G. Hubungan pengetahuan Tatalaksana Diabetes Melitus dengan modifikasi pola
hidup pasien Diabetes Melitus tipe 2
Pengetahuan penderita tentang diabetes melitus merupakan sarana yang dapat
membantu penderita menjalankan penanganan diabetes selama hidupnya sehingga
semakin banyak dan semakin baik penderita mengerti tentang penyakitnya semakin
mengerti bagaimana harus mengubah perilakunya. (Ariani, 2012) Upaya untuk
memperbaiki kehidupan pasien DM, pasien DM harus mengetahui empat pilar
penatalaksanaan DM seperti edukasi, perencanaan makan, latihan jasmani dan
terapi farmakologi (Ariani, 2012). Pengetahuan adalah segala sesuatu yang harus
diketahui. Pengetahuan diabetes melitus sangatlah berpengaruh pada gaya hidup
pasien diabetes melitus. Pengetahuan merupakan salah satu faktor penting yang
menentukan gaya hidup pasien diabetes mellitus (Alfiani, Yulifah, & Sutriningsih,
2017).
Dalam penatalaksanaan diabetes melitus terdiri dari terapi farmakologi dan non
farmakologis. Terpi farmakologi terdiri dari obat oral dan suntikan. Terapi non

35
farmakologi yang meliputi perubahan gaya hidup dengan melakukan pengaturan pola
makan yang dikenal sebagai terapi gizi medis, meningkakan aktivitas jasmani, dan
edukasi berbagai masalah yang berkaitan dengan penyakit diabetes mellitus yang
dilakukan secara terus menerus. Terapi gizi medis merupakan salah satu terapi non
farmakologi yang sangat direkomendasikan bagi penyandang diabetes. Terapi gizi
medis ini pada prinsipnya adalah melakukan pengaturan pola makan yang
didasarkan pada status gizi diabetisi dan melakukan modifikasi diet berdasarkan
pada kebutuhan individual (Alfiani et al., 2017).
Pentingnya penderita diabetes melitus mengetahui cara mencegah komplikasi
yakni pertama guna mencegah munculnya komplikasi diabetes, atau menunda
datangnya komplikasi antara lain dengan cara rutin memeriksakan diri, seperti guna
mencegah agar tidak terjadi retinopati diabetik, penderita dengan rutin memeriksakan
kesehatan matanya minimal satu tahun sekali. Penderita diabetes juga harus rajin
merawat dan memerikan kaki, guna menghindari terjadinya kaki diabetik dan
kecacatan yang mungkin akan muncul. Kedua Peningkatan pengetahuan penderita
mengenai cara mencegah komplikasi juga dapat meningkatkan kualitas hidup
penderita diabetes.(Alfiani et al., 2017).

H. TATALAKSANA DIABETES MELITUS TIPE 2


Dalam mengobati pasien DMT2 tujuan yang harus dicapai adalah meningkatkan
kualitas hidup pasien. Tujuan penatalaksanaan meliputi tujuan penatalaksanaan
jangka pendek dan jangka panjang. Tujuan penatalaksanaan jangka pendek adalah
menghilangkan keluhan dan tanda DM, mempertahankan rasa nyaman, dan
mencapai target pengendalian glukosa darah. Tujuan penatalaksanaan jangka
panjang adalah untuk mencegah dan menghambat progresivitas komplikasi
makrovaskuler dan mikrovaskuler, serta neuropati diabetikum. Tujuan akhir
pengelolaan DMT2 adalah menurunkan morbiditas dan mortalitas DM. Untuk
mencapai tujuan tersebut, perlu penatalaksanaan diabetes secara lebih dini dan lebih
cepat sehingga kadar glukosa darah puasa, glukosa darah setelah makan,
variabilitas glukosa darah, HbA1c, tekanan darah, berat badan dan profil lipid dapat
dikendalikan. Hal ini dapat tercapai melalui pengelolanpasien secara holistic dengan
mengajarkan perawatan mandiri dan perubahan pola hidup,disamping terapi
farmakologis.

36
1) Terapi non farmakologis
Dari awal, pada pengelolaan pasien DMT2 harus direncanakan terapi
non farmakologis dan pertimbangan terapi farmakologis. Hal yang paling
penting pada terapi non farmakologis adalah monitor sendiri kadar glukosa
darah dan pendidikan berkelanjutan tentang penatalaksanaan diabetes pada
pasien. Latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu selama 30 menit/
kali), merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan DM tipe 2. Kegiatan
sehari-hari seperti berjalan kaki ke pasar, menggunakan tangga, dan
berkebun harus tetap dilakukan. Latihan jasmani selain untuk menjaga
kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas
insulin sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah.
Latihan jasmani yang dianjurkan adalah berupa latihan jasmani yang
bersifat aerobik seperti jalan kaki, bersepeda santai, joging, dan berenang.
Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status kesegaran
jasmani. Untuk mereka yang relatif sehat, intensitas latihan jasmani bisa
ditingkatkan. Sementara bagi mereka yang sudah mengalami komplikasi DM,
intensitas latihan jasmani dapat dikurangi. Terapi nutrisi medis dilaksanakan
dalam beberapa tahap. Pengenalan sumber dan jenis karbohidrat,
pencegahan dan penatalaksanaan hipoglikemia harus dilakukan terhadap
pasien. Terapi nutrisi medis ini bersifat bersifat individu. Secara umum, terapi
nutrisi medis meliputi upaya-upaya untuk mendorong pola hidup sehat,
membantu kontrol gula darah, dan membantu pengaturan berat badan.
2) Diet Diabetes
Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang
dibutuhkan penyandang diabetes. Cara yang paling umum digunakan
adalah dengan memperhitungkan kebutuhan kalori basal yang besarnya
25-30 kalori/kgBB ideal (BBI), ditambah atau dikurangi dengan beberapa
faktor koreksi. Faktor koreksi ini meliputi jenis kelamin, umur, aktivitas,
dan berat badan. Perhitungan berat badan Ideal (BBI) dilakukan dengan
menggunakan rumus Brocca yang dimodifikasi yaitu:

Berat badan ideal = 90% x (TB dalam cm - 100) x 1 kg.

Bagi pria dengan tinggi badan di bawah 160 cm dan wanita di bawah 150
cm, rumus dimodifikasi menjadi :

37
Berat badan ideal (BBI) = (TB dalam cm - 100) x 1 kg.

Faktor-faktor yang menentukan kebutuhan antara lain :


1. Jenis Kelamin
Kebutuhan kalori pada wanita lebih kecil dibandingkan kebutuhan
kalori pada pria. Kebutuhan kalori wanita sebesar 25 kal/kg BBI dan
pria sebesar 30 kal/kg BBI.
2. Umur
Untuk pasien usia di atas 40 tahun: kebutuhan kalori dikurangi 5%
(untuk dekade antara 40 dan 59 tahun), dikurangi 10% (untuk usia 60
s/d 69 tahun), dan dikurangi 20% (untuk usia di atas 70 tahun).
3. Aktivitas Fisik
Kebutuhan kalori dapat ditambah sesuai dengan intensitas aktivitas
fisik. Penambahan 10% dari kebutuhan kalori basal diberikan pada
pasien dalam keaadaan istirahat total, penambahan 20% dari
kebutuhan kalori basal diberikan pada pasien dengan aktivitas fisik
ringan, penambahan 30% dari kebutuhan kalori basal diberikan pada
pasien dengan aktivitas fisik sedang, dan penambahan 50% dari
kebutuhan kalori basal diberikan pada pasien dengan aktivitas fisik
sangat berat.
4. Berat Badan
Pada pasien dengan obesitas, kebutuhan kalori dikurangi sekitar 20-
30% dari kebutuhan kalori basal (tergantung pada derajat obesitas
yaitu apakah obes I atau obes II). Pada pasien dengan underweight,
kebutuhan kalori ditambah sekitar 20-30% dari kebutuhan kalori
basal (sesuai dengan kebutuhan untuk meningkatkan BB).

3) Komposisi Makanan
Persentase asupan karbohidrat yang dianjurkan untuk pasien
DMT2 adalah sebesar 45-65% dari kebutuhan kalori total. Persentase
asupan lemak yang dianjurkan adalah sekitar 20-25% dari kebutuhan
kalori total. Asupan lemak ini tidak diperkenankan melebihi 30% dari
kebutuhan kalori total. Persentase asupan lemak jenuh yang dianjurkan
adalah kurang 7 % dari kebutuhan kalori total. Persentase asupan lemak

38
tidak jenuh ganda yang dianjurkan adalah kurang 10 % dari kebutuhan
kalori total. Bahan makanan yang perlu dibatasi adalah bahan makanan
yang banyak mengandung lemak jenuh dan lemak trans antara lain :
daging berlemak dan susu penuh (whole milk).
Anjuran konsumsi kolesterol adalah kurang 300 mg/hari.
Persentase asupan protein yang dianjurkan adalah sebesar 10 – 20%
dari kebutuhan kalori total. Sumber protein yang baik adalah seafood
(ikan, udang, cumi, dll), daging tanpa lemak, ayam tanpa kulit, produk
susu rendah lemak, kacang-kacangan, tahu, dan tempe. Pada pasien
dengan PGD perlu penurunan asupan protein menjadi 0,8 g/kgBB perhari
atau sekitar 10% dari dari kebutuhan kalori total. Anjuran asupan natrium
untuk penyandang diabetes sama dengan anjuran asupan natrium untuk
masyarakat umum yaitu tidak lebih dari 3000 mg atau sama dengan 6-7 g
(1 sendok teh) garam dapur.
Pada pasien DMT2 dengan hipertensi, pembatasan asupan
natrium diperlukan yaitu tidak lebih dari 2,4g garam dapur. Sumber
natrium antara lain adalah garam dapur, vetsin, soda, dan bahan
pengawet seperti natrium benzoat dan natrium nitrit. Seperti halnya
masyarakat umum penderita diabetes dianjurkan mengonsumsi cukup
serat dari kacang-kacangan, buah dan sayuran serta sumber karbohidrat
yang tinggi serat, karena mengandung vitamin, mineral, serat, dan bahan
lain yang baik untuk kesehatan. Anjuran konsumsi serat adalah sekitar 25
g/1000 kkal/hari. Pemanis dikelompokkan menjadi pemanis bergizi dan
pemanis tak bergizi. Pemanis bergizi meliputi gula alkohol dan fruktosa.
Gula alkohol antara lain isomalt, lactitol, maltitol, mannitol, sorbitol, dan
xylitol. Dalam penggunaannya, pemanis bergizi perlu diperhitungkan
kandungan kalorinya. Fruktosa tidak dianjurkan digunakan pada
penyandang diabetes karena dapat mempengaruhi kadar lemak darah.
Pemanis tak bergizi seperti aspartam, sakarin, acesulfame potassium,
sukralose, dan neotame.
4) Obat Hipoglikemik Oral (OHO)
Pengelolaan DMT2 dimulai dengan pengaturan makan dan latihan
jasmani selama beberapa waktu. Apabila kadar glukosa darah belum
mencapai sasaran, dilakukan intervensi farmakologis dengan obat
hipoglikemik oral (OHO) dan atau suntikan insulin. Pemilihan obat untuk

39
pasien DMT2 memerlukan pertimbangan yang banyak agar sesuai
dengan kebutuhan pasien. Pertimbangan itu meliputi, lamanya menderita
diabetes, adanya komorbid dan jenis komorbidnya, riwayat pengobatan
sebelumnya, riwayat hipoglikemia sebelumnya, dan kadar HbA Dengan
1c. pertimbangan tertentu, OHO dapat segera diberikan secara tunggal
atau langsung kombinasi, sesuai indikasi. Pada keadaan dekompensasi
metabolik berat, misalnya ketoasidosis, stres berat, berat badan yang
menurun dengan cepat, adanya ketonuria, insulin dapat segera diberikan.
Pengetahuan tentang pemantauan mandiri, tanda dan gejala hipoglikemia
dan cara mengatasinya harus dijelaskan kepada pasien.

I. KERANGKA TEORI
Faktor risiko DM Komplikasi dari DM:

1. Faktor resiko yang dapat diubah : Gaya 1. Komplikasi metabolic akut : Hipoglikemia,
hidup, Diet yang tidak sehat, Obesitas dan
Ketoasidosis diabetic dan Sindrom HHNK
Tekanan Darah Tinggi
(Hiperglikemik Hiperlosmolar Non Ketotik)
2. Faktor resiko yang tidak dapat diubah ( Usia,
Riwayat Keluarga DM,Ras,riwayat DM pada 2. Komplikasi metabolic Kronik : Komplikasi pembuluh
kehamilan darah kecil ( Mikrovaskuler) dan Komplikasi
pembuluh darah besar(makrovaskuler)

40
Diabetes
Militus

Klasifikasi DM yaitu:
Manifestasi Klinis DM yaitu: Poliuria,
polydipsia,polifagia dan penyusutan - DM TIPE 1
berat badan - DM TIPE 2
- DM TIPE LAIN
DM TIPE 2 - DM TIPE GESTIONAL

Faktor yang
mempengaruhi 4 Pilar Tatalaksana Diabetes
pengetahuan: Militus:
1. Pendidikan 1. Edukasi
2. Pekerjaan 2. Diet/perencanaan
3. Umur makanan
4. Factor lingkungan 3. Latihan jasmani
5. Sosial budaya 4. Intervensi
Farmakologi

Modifikasi
pola Hidup
Pengetahuan

Edukasi
Obat oral dalam bentuk
suntikan

Diet/perencanaan
makanan
1. Pemacu sekresi insulin
2. Peningkat sensitivitas
terhadap insulin Latihan jasmani
3. Penghambat absorpsi
Glukosa disaluran Intervensi Farmakologi
pencernaan
4. Penghambat DPP-IV
5. Penghambat SHL

Skema 2.2 Kerangka Teori Hubungan Pengetahuan Tatalaksana Diabetes


Melitus Dengan Modifikasi Pola Hidup Pasien Diabetes Melitus Tipe

BAB III

METODE

A. Strategi Pencarian Literature


1. Framework yang digunakan

41
Strategi yang digunakan untuk mencari artikel menggunakan PICOS
framework.
1) Population/problem , populasi atau masalah yang akan di analisis
2) Intervention , suatu tindakan penatalaksanan terhadap kasus
perorangan atau masyarakat serta pemaparan tentang
penatalaksanaan
3) Comparation , penatalaksanaan lain yang digunakan sebagai
pembanding
4) Outcome, hasil atau luaran yang diperolah pada penelitian 5) Study
design, desain penelitian yang digunakan oleh jurnal yang akan di
review.

2. Kata kunci
Pencarian artikel atau jurnal menggunakan keyword dan boolean
operator (AND, OR NOT or AND NOT) yang digunakan untuk
memperluas atau menspesifikkan pencarian, sehingga mempermudah
dalam penentuan artikel atau jurnal yang digunakan. Kata kunci yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu, Tatalaksana Diabetes Melitus,
modifikasi gaya hidup, dan diabetes mellitus.

3. Database atau Search engine


Data yang digunakan dalam peelitian ini adalah data sekunder
yang diperoleh bukan dari pengamatan langsung, akan tetapi
diperoleh dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti-
peneliti terdahulu. Sumber data sekunder yang didapat berupa artikel
atau jurnal yang relevan dengan topik dilakukan menggunakan
database melalui google scholar, Elsevier,Scient Direct dan pubmed
central.

B. Kriteria Inklusi dan Ekslusi

Tabel 3.1 Kriteria inklusi dan ekslusi dengan format PICOS

Kriteria Inklusi Ekslusi


Population / Jurnal international yang Jurnal international yang
Problem berhubungan dengan topik tidak berhubungan dengan

42
penelitian yakni hubungan topik penelitian yakni
tatalaksana diabetes mellitus hubungan tatalaksana
dengan modifikasi pola hidup diabetes mellitus dengan
pasien diabetes mellitus tipe 2 modifikasi pola hidup
pasien diabetes mellitus
tipe 2
Intervention Faktor tatalaksana diabetes selain Faktor emosional
mellitus dengan modifikasi pola faktor kebutuhan, faktor
hidup pasien diabetes mellitus tindakan keperawatan
tipe 2 dan faktor perhatian.
Comparation Tidak ada faktor pembanding Tidak ada faktor
pembanding
Outcome Adanya hubungan factor-faktor Tidak ada hubungan
tatalaksana diabetes mellitus Faktor emosionalf aktor
dengan modifikasi pola hidup kebutuhan, faktor
pasien diabetes mellitus tipe 2 tindakan keperawatan
dan faktor perhatian
Study design Mix methods study, experimental Systematic / literature
study, survey study, cross- review
sectional, analisis korelasi,
komparasi dan studi kualitatif
Tahun terbit Artikel atau jurnal yang terbit Artikel atau jurnal yang
mulai dari tahun 2010 sampai terbit sebelum tahun
dengan 2020 2010
Bahasa Bahasa inggris dan bahasa Selain bahasa inggris
indonesia dan bahasa indonesia

C. Diagram Alir Penelitian Artikel

1.650 jurnal penelitian ditemukan

1.080 jurnal penelitian


non-eksperimen 570 jurnal eksperimen

43
(Kehl, Todt, Veronez, & Cazella, 2015)

BAB IV

HASIL DAN ANALISIS

N Author Tahun Volume, Judul Metode (Desain, Hasil penelitian Database


O angka Sampel,Variabel,

Instrumen,
Analisis)
1. Nurul 2017 Volume HUBUNGAN D:coreelation Hasil uji statistik scholar
Alfiani 2 nomor PENGETAHU menggunakan penelitian sebagian

44
Rita 2 AN DIABETES pendekatan cross besar pengetahuan
Yulifah MELITUS sectional diabetes melitus
DENGAN S:Total Sampling responden masuk
Ani GAYA HIDUP V:pengetahuan kategori cukup (60%),
Sutrini PASIEN diabetes dan hampir
ngsih DIABETES melitus dengan setengahnya dari
MELITUS DI gaya hidup responden memiliki
RUMAH pasien gaya hidup baik
SAKIT diabetes sebayak 14 orang
TINGKAT II dr. melitus (47%). Hasil analisis
SOEPRAOEN I: Kuesioner bivariat menunjukan
MALANG p-value= 0,00 artinya
A: spearman
p-value < 0,05.
rank
2. DEDE 2018 - HUBUNGAN D:Deskriptif Hasil uji chi square Scholar
NUR TINGKAT Korelatif hubungan
HASA PENGETAHU menggunakan tingkat pengetahuan
NAH AN DENGAN pendekatan dengan hubungan
GAYA HIDUP crooscetional gaya hidup penderita
PENYANDAN S: Total Sampling diabetes mellitus
G DIABETES V:pengetahuan diperoleh nilai
MELLITUS dengan gaya χ2hitung sebesar
TIPE 2 DI hidup pasien 10,713 dengan nilai
WILAYAH diabetes signifikansi (p-value)
KERJA melitus tipe 2 sebesar
PUSKESMAS I: kuesioner 0,005.
PURWOSARI
A: Uji Chi-Square
KOTA
SURAKARTA
3. Syamsi 2015 Volume HUBUNGAN D: explanatory Hasil penelitian scholar
Nur 4 nomor MODIFIKASI research dengan uji chi-square
Rahman 2 GAYA HIDUP menggunakan dan fisher
Toharin DAN metode survey (alpha=0,05)
KEPATUHAN dengan menunjukkan bahwa
KONSUMSI pendekatan cross variabel yang
Widya
OBAT sectional mempunyai hubungan
Hary

45
Cahyati ANTIDIABETI S:purposiveSamp bermakna dengan
K DENGAN ling kadar gula darah
KADAR GULA V:MODIFIKASI adalah kepatuhan diit
DARAH PADA GAYA HIDUP (p=0,019) dan
Intan
PENDERITA DAN kepatuhan konsumsi
Zainafree
DIABETES KEPATUHAN obat antidiabetik
MELITUS KONSUMSI (p=0,012), sedangkan
TIPE 2 DI RS OBAT variabel yang tidak
QIM BATANG ANTIDIABETIK berhubungan adalah
TAHUN 2013 DENGAN KADAR kepatuhan melakukan
GULA DARAH latihan jasmani
PADA (p=1,000), dan
PENDERITA kepatuhan berhenti
DIABETES merokok (p=0,083).
MELITUS TIPE 2
I: kuesioner

A: Uji Chi-Square
4. NOOR 2018 - GAMBARAN D: Deskriptif Hasil Scholar
ALI TINGKAT S:Total Sampling penelitiannya adalah
JUFRI PENGETAHU V:MODIFIKASI responden yang
YANT AN GAYA HIDUP memiliki tingkat
O KELUARGA DAN pengetahuan baik
TENTANG KEPATUHAN tentang Modifikasi diet
MODIFIKASI KONSUMSI sebanyak 23
DIET BAGI OBAT responden (66%),
PENDERITA ANTIDIABETIK cukup sebanyak 10
DM TIPE II DI DENGAN KADAR responden (28%),
WILAYAH GULA DARAH kurang sebanyak 2
KERJA PADA responden (6%)
PUSKESMAS PENDERITA
WONOROJO DIABETES
SAMARINDA MELITUS TIPE 2
I: kuesioner

A: Uji Chi-Square
5. SITI 2016 - HUBUNGAN D: kuantitatif Hasil penelitian scholar

46
RAHM PERSEPSI dengan menunjukkan bahwa
AH DIET, pendekatan terdapat hubungan
AKTIVITAS observasional antara persepsi diet
FISIK DAN analitik dengan terhadap upaya
KETERATURA desain cross pengendalian
N sectional study. penyakit diabetes
BEROBAT S: non probability mellitus tipe 2
TERHADAP sampling dengan (p=0,012) dan
UPAYA pendekatan terdapat
PENGENDALI purposive hubungan antara
AN PENYAKIT sampling, persepsi keteraturan
DIABETES berobat terhadap
V: HUBUNGAN
MELITUS upaya pengendalian
PERSEPSI DIET,
TIPE 2 DI diabetes
AKTIVITAS FISIK
PUSKESMAS mellitus tipe 2
DAN
SUDIANG (p=0,006), persepsi
KETERATURAN
TAHUN 2016 aktivitas fisik tidak
BEROBAT
memiliki hubungan
TERHADAP
terhadap
UPAYA
upaya pengendalian
PENGENDALIAN
diabetes mellitus tipe
PENYAKIT
2 (p=0,225) dan
DIABETES
upaya pengendalian
MELITUS TIPE 2
diabetes mellitus tipe
2 memiliki hubungan
I: kuesioner
terhadap kadar gula
A: Uji Chi-Square darah (p=0,028).
6. 2019 Hubungan D: kuantitatif Analisis faktor pudmed
antara pola dengan mengidentifikasi tiga
gaya hidup pendekatan pola gaya hidup.
dan parameter observasional Subjek yang dicirikan
kardio-renal- analitik dengan oleh tipe malam,
metabolik desain cross kualitas tidur yang
pada pasien sectional study. buruk dan status
dengan S: non probability depresi (pola tipe 1)
diabetes sampling dengan memiliki kadar HbA1c,

47
mellitus tipe 2 pendekatan alanine
purposive aminotransferase dan
sampling, albuminuria yang
tinggi. Subjek yang
V: Hubungan
ditandai dengan
antara pola gaya
konsumsi tinggi
hidup dan
makanan, alkohol dan
parameter
rokok (pola tipe 2)
kardio-renal-
memiliki kadar tinggi
metabolik pada
γ- glutamyl
pasien dengan
transpeptidase,
diabetes mellitus
trigliserida, kolesterol
tipe 2
HDL, tekanan darah,
I: kuesioner
dan kecepatan
A: Uji Chi-Square gelombang denyut
nadi brakhial-
pergelangan kaki.
Subjek yang ditandai
oleh aktivitas fisik
yang tinggi (pola tipe
3) memiliki asam urat
rendah dan
peningkatan ringan
dari alanine
aminotransferase dan
aspartate
aminotransferase.
Dalam analisis regresi
multivariat
disesuaikan dengan
usia, jenis kelamin
dan BMI, pola tipe 1
dikaitkan
dengan tingkat HbA1c
yang lebih tinggi,

48
tekanan darah sistolik
dan kecepatan
gelombang denyut
nadi brachial-
pergelangan
kaki. Pola tipe 2
dikaitkan dengan
kadar kolesterol HDL
yang lebih tinggi,
trigliserida, aspartat
aminotransferase, ɤ-
kadar glutamil
transpeptidase, dan
TD diastolik.
7. Prabha 2012 Vol.4 Tinjauan D: kuantitatif Diabetes adalah pudmed
Shrest nomor 6 tentang dengan faktor utama untuk
ha Pengaruh pendekatan keseluruhan status
Laxmi Modifikasi observasional kesehatan,
Ghimir gaya hidup analitik dengan morbiditas, mortalitas
e tentang desain cross dan kualitas hidup.
Diabetes dan sectional study. Diabetes yang tidak
Kualitas Hidup S: non probability terkontrol
sampling dengan meningkatkan jumlah
pendekatan masalah kesehatan
purposive serius seperti
sampling, serangan jantung,
stroke, kebutaan,
V: Tinjauan
ginjal dan penyakit
tentang Pengaruh
pembuluh darah
Modifikasi gaya
perifer. Diabetes
hidup
menyebabkan risiko
tentang Diabetes
tinggi penyakit ginjal
dan Kualitas
(Mittal et al., 2010),
Hidup
pneumonia (Lepper et
I: kuesioner
al., 2012), penyakit
A: Uji Chi-Square jantung, tekanan

49
darah tinggi dan
tingkat
kematian yang lebih
tinggi terjadi pada
pasien diabetes
dibandingkan pasien
non-diabetes. Hasil
lain yang menarik
adalah bahwa sekitar
50% pasien
tuberkulosis
dilaporkan menderita
diabetes atau pra-
diabetes
(Viswanathan et al.,
2012). Semua kondisi
kesehatan ini
menghasilkan
penurunan kualitas
hidup.
8. Maylan 2019 Vol.13 Memprediksi D: cross sectional Data dari penelitian ini pudmed
i Asril Perilaku Gaya study. dianalisis
yang Hidup Sehat Di S: non probability menggunakan
bagus antara Pasien sampling dengan perangkat lunak
Keiji Dengan pendekatan SPSS
Tabuch Diabetes Tipe purposive (versi 24.0). Berarti,
i 2 di Pedesaan sampling, persentase dan
Miwako Bali, Indonesia standar deviasi (SD)
V: memprediksi
Tsune ditentukan untuk
perilaku gaya
matsu statistik deskriptif.
hidup sehat
Toshio Koefisien korelasi
diantara pasien
Kobaya Pearson digunakan
dengan diabetes
shi dan untuk
melitus
Masay mengidentifikasi
I: kuesioner
uki korelasi antara
Kakeha A: Uji Chi-Square karakteristik

50
shi demografi, faktor
klinis dan
gaya hidup,
pengetahuan
diabetes, faktor
EHBM dan perilaku
gaya hidup
sehat. Prediktor
perilaku gaya hidup
sehat diidentifikasi
dengan analisis
regresi hirarkis.
Tingkat alpha 0,05
digunakan untuk
menentukan
signifikansi statistik
dalam semua tes
statistik. Estimasi
koefisien korelasi
intraclass (ICC) dan
interval kepercayaan
95% dihitung dengan
menggunakan SPSS
versi 24.0
berdasarkan model
pengukuran tunggal,
perjanjian absolut,
dan efek campuran 2
arah.
9. Takesh 2017 Hubungan D: cross sectional Analisis faktor pudmed
i, dkk antara pola study. mengidentifikasi tiga
gaya hidup S: non probability pola gaya hidup.
dan parameter sampling dengan Subjek yang dicirikan
kardio-renal- pendekatan oleh tipe malam,
metabolik purposive kualitas tidur yang
pada pasien buruk dan status

51
dengan sampling, depresi (pola tipe 1)
diabetes memiliki kadar HbA1c,
V: Hubungan
mellitus tipe 2: alanine
antara pola gaya
Sebuah studi aminotransferase dan
hidup dan
crosssectional albuminuria yang
parameter
tinggi. Subjek yang
kardio-renal-
ditandai dengan
metabolik pada
konsumsi tinggi
pasien dengan
makanan, alkohol dan
diabetes mellitus
rokok (pola tipe 2)
tipe 2
memiliki kadar tinggi
I: kuesioner
γ- glutamyl
A: Uji Chi-Square transpeptidase,
trigliserida, kolesterol
HDL, tekanan darah,
dan kecepatan
gelombang denyut
nadi brakhial-
pergelangan kaki.
Subjek yang ditandai
oleh aktivitas fisik
yang tinggi (pola tipe
3) memiliki asam urat
rendah dan
peningkatan ringan
dari alanine
aminotransferase dan
aspartate
aminotransferase.
Dalam analisis regresi
multivariat
disesuaikan dengan
usia, jenis kelamin
dan BMI, pola tipe 1
dikaitkan dengan

52
tingkat HbA1c yang
lebih tinggi, tekanan
darah sistolik dan
kecepatan gelombang
denyut nadi brachial-
pergelangan kaki.
Pola tipe 2 dikaitkan
dengan kadar
kolesterol HDL yang
lebih tinggi,
trigliserida, aspartat
aminotransferase, ɤ-
kadar glutamil
transpeptidase, dan
TD diastolik.

A. Analisa

Studi literatur dimulai dengan materi hasil penulisan yang secara

sekuensi diperhatikan dari yang paling relevan, relevan, dan cukup

relevan. Kemudian membaca abstrak, setiap jurnal terlebih dahulu

untuk memberikan penilaian apakah permasalahan yang dibahas sesuai

dengan yang hendak dipecahkan dalam suatu jurnal. Mencatat poin-poin

penting dan relevansinya dengan permasalahan penelitian, untuk

menjaga tidak terjebak dalam unsur plagiat, penulis hendaknya juga

mencatat sumber informasi dan mencantumkan daftar pustaka. Jika

memang informasi berasal dari ide atau hasil penulisan orang lain.

53
Membuat catatan, kutipan, atau informasi yang disusun secara

sistematis sehingga penulisan dengan mudah dapat mencari kembali jika

sewaktu-waktu diperlukan (Nursalam, 2016).

BAB V

PEMBAHASAAN

Penatalaksanaan pasien diabetes mellitus dikenal empat pilar penting dalam


mengontrol perjalanan penyakit dan komplikasi. Empat pilar tersebut adalah
edukasi, perencanan makan, latihan jasmani dan intervensi farmakologi. Diabetes
mellitus (DM) merupakan sekelompok gangguan metabolik dengan gejala umum
hiperglikemia. Terdapat beberapa tipe diabetes yang merupakan akibat dari
interaksi kompleks antara faktor genetik dan faktor lingkungan. Beberapa proses
patologis terlibat dalam terjadinya diabetes, mulai dari perusakan sel β pada
pankreas dengan konsekuensi defisiensi insulin, sampai abnormalitas yang
berujung pada resistensi insulin. seseorang sering bergantung pada keadaan pada
saat diagnosis ditegakkan, dan banyak penderita diabetes yang sulit untuk

54
dikelompokkan dalam satu tipe tertentu. Jadi, untuk menentukan terapi yang efektif,
pemahaman terhadap patogenesis dari hiperglikemia lebih penting daripada
pengelompokan tipe diabetes militus (Berawi & Putra, 2015).
Modifikasi adalah upaya atau proses atau tindakan untuk mengubah
perilaku. Modifikasi juga dapat diartikan untuk merubah perilaku tidak adaptif
menjadi adaptif (Sunardi, 2010). Gaya hidup adalah pola Hidup seseorang yang
diekspresikan dalam aktifitas dan minat dari orang itu sendiri. Gaya hidup
menggambarkan keseluruhan diri seseorang dengan berinteraksi dengan
lingkungannya. Mengubah gaya hidup dengan tidak merokok , menghindari
alcohol, tidur yang cukup, menurunkan berat badan yang berlebih, mengatur pola
makan, dan berolahraga yang teratur untuk membakar lemak dan kalori yang
berlebih adalah gaya hidup sehat wajib dijalani penderita DM. Modifikasi gaya
hidup sangat penting untuk dilakukan, tidak hanya untuk mengontrol kadar
glukosa darah namun bila diterapkan secara umum diharapkan dapat
menurunkan prevalensi DM baik di Indonesia. Modifikasi gaya hidup antara lain:
menurunkan berat badan, meningkatkan aktifitas fisik, mengatur pola makan
yang sehat, menghentikan konsumsi rokok dan alcohol, serta megurangi
konsumsi Garam. Konsumsi makan\an lebih baik dan peningkatan aktifitas fisik
adalah kunci penanganan DM (Nutbeam & Kickbusch, 1998).
Diabetes melitus atau kencing manis adalah suatu gangguan kesehatan
berupa kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh
peningkatan kadar gula dalam darah akibat kekurangan insulin ataupun
resistensi insulin dan gangguan metabolik pada umumnya. Pada
perjalanannya, penyakit diabetes akan menimbulkan berbagai komplikasi
baik yang akut maupun yang kronis atau menahun apabila tidak dikendalikan
dengan baik. Diabetes merupakan salah satu penyakit degeneratif yang
tidak dapat disembuhkan tetapi dapat dikendalikan atau dikelola, artinya
apabila seseorang sudah didiagnosis DM, maka seumur hidupnya akan
bergaul dengannya. (Diabetes, Tipe, Rs, & Batang, 2015).
Menurut PERKENI (2015) seseorang dapat didiagnosa diabetes melitus
apabila mempunyai gejala klasik diabetes melitus seperti poliuria, polidipsi
dan polifagi disertai dengan kadar gula darah sewaktu ≥200 mg/dl dan gula
darah puasa ≥126 mg/dl.
Dari beberapa jurnal yang peneliti dapat judul penelitian

55
1. “HUBUNGAN PENGETAHUAN DIABETES MELITUS DENGAN GAYA
HIDUP PASIEN DIABETES MELITUS “ yang di tuliskan oleh Nurul Afiani,
Rita Yulifah, Ani Sutriningsih” Pengetahuan adalah segala sesuatu
yang diketahui karena mempelajarinya, yang diketahui karena
mengalami, melihat, mendengar. Pengetahuan diabetes melitus
sangatlah berpengaruh pada gaya hidup pasien diabetes melitus.
Pengetahuan merupakan salah satu faktor penting yang
menentukan gaya hidup pasien diabetes melitus. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan pengetahuan
diabetes melitus dengan gaya hidup diabetes mellitus. Berdasarkan
hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti menunjukan bahwa
karakteristik berdasarkan umur kategori yang paling dominan adalah 56
tahun. Umumnya manusia mengalami perubahan fisiologi yang secara
menurun dengan cepat setelah usia 40 tahun.
Diabetes sering muncul setelah seseorang memasuki usia rawan
tersebut. Masa dimana fungsi tubuh yang dimiliki oleh manusia semakin
menurun terutama fungsi pankres sebagai penghasil hormoninsulin.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada 30 responden
menunjukan bahwa hampir setengahnya dari responden memiliki gaya
hidup baik sebanyak 14 orang (47%) dan hampir setengahnya dari
responden memiliki gaya hidup cukup sebanyak 13 orang (43%). Gaya
hidup sekarang ini merupakan salah satu faktor penting yang
mempengaruhi kesehatan, penyakit ataupun masalah kesehatan lainnya
dapat ditimbulkan oleh gaya hidup yang salah. Gaya hidup dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor misalnya factor sosial.
Pengetahuan diabetes sangat berpengaruh gaya hidup
responden. Hal ini dibenarkan oleh Notoadmojo (2007), pengetahuan
atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya
tindakan atau perilaku seseorang. Perilaku yang di dasari oleh
pengetahuan dan sikap positif, akan berlangsung langgeng. Pengetahuan
penderita mengenai diabetes mellitus merupakan sarana yang membantu
penderita menjalankan penanganan diabetes selama hidupnya. Dengan
demikian semakin banyak dan semakin baik penderita mengerti
mengenai penyakitnya, maka semakin mengerti bagaimana harus
mengubah perilakunya dan mengapa hal itu di perlukan.

56
2. HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN GAYA HIDUP
PENYANDANG DIABETES MELLITUS TIPE 2 oleh Dedeh Nur Hasanah
Karakteristik umur responden menunjukkan sebagian besar berumur 56-
75 tahun. Kondisi ini sesuai dengan hasil beberapa penelitian yang menunjukkan
bahwa resiko kejadian DM meningkat pada usia 30 tahun keatas. Penyakit Tipe 2
bisa terjadi pada lansia dan orang dewasa yang umumnya mulai terjadi setelah
usia 30 tahun. Masyarakat pada kelumpok berisiko tinggi menderita DM adalah
mereka yang berusia lebih dari 45 tahun (Adib, 2011). Bustan (2007)
menjelaskan bahwa prevalensi DM akan semakin meningkat seiring dengan
makin meningkatnya umur, hingga kelompok usia lanjut. Dalam penelitian ini
tingkat pendidikan responden menunjukkan sebagian besar adalah SMA.
Menurut Notoatmodjo (2010) semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka
pengetahuannya tentang kesehatan juga semakin baik. Hal ini didukung oleh
penelitian Galveia, Cruz & Deep (2012) yang menyimpulkan bahwa faktor
pendidikan merupakan salah satu variabel yang memiliki hubungan secara
signifikan dengan pengetahuan klien diabetes dalam pengelolaan penyakitnya.
Penelitian ini menunjukkan adanya hubungan tingkat pengetahuan pasien DM
dengan gaya hidup pasien DM, dimana semakin baik pengetahuan pasien DM
maka gaya hidupnya semakin baik. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian
terdahulu yaitu penelitian Febriyanti, (2007) dalam penelitiannya menyatakan
bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan dengan
sikap kepatuhan pasien dalam menjalani terapi diet diabetes melitus. Penelitian
selanjutnya dilakukan oleh Alfiani, Yulifah dan Sutriningsih (2017) yang meneliti
hubungan pengetahuan diabetes mellitus dengan gaya hidup pasien di rumah
sakit. Penelitian ini menyimpulkan bahwa ada hubungan pengetahuan diabetes
mellitus dengan gaya hidup pasien DM di rumah sakit.

57
BAB VI

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kemampuan pengetahuan pasien terkait dengan tatalaksana

diabetes mellitus dapat mempengaruhi seseorang dalam

melaksanakan modifikasi gaya hidup pasien diabetes mellitus itu

sendiri. Semakin baik tingkat pengetahuan terkait dengan

tatalaksana maka semakin baik juga seseorang dalam memodifikasi

pola hidup pasien diabetes mellitus. Modifikasi gaya hidup sangat

58
penting utnuk dilakukan, tidak hanya untuk mengontrol kadar glukosa

dala darah namun bila diterapkan secara umum diharapakan dapat

menurunkan prevalensi Diabetes mellitus.

Berdasarkan hasil penelitian dari beberapa jurnal literature riview

ditemukan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara

pengetahuan tatalaksana diabetes mellitus terhadap modifikasi pola

hidup pasien diabetes melitus. Artinya dengan seseorang

mengetahuai tatalaksana diabetes mellitus maka semakin baik juga

orang dalam memperbaiki modifikasi gaya hidup pasien diabetes

mellitus.

B. Conflict Interest

Rangkuman menyeluruh atau literature riview ini adalah penulis

secara mandiri, sehingga tidak terdapat konflik kepentingan dalam

penulisannya.

DAFTAR PUSTAKA

Alfiani, N., Yulifah, R., & Sutriningsih, A. (2017). Hubungan Pengetahuan


Diabetes Mellitus dengan Gaya Hidup Pasien Diabetes Mellitus di Rumah
Sakit tingkat II dr.Soepraoen Malang. Nursing News, 2(2), 524–532.
Ariani, M. Y. (2012). Pengetahuan Diabetes Melitus Dengan Kadar Gula Darah
Pada Pasien Dm Tipe 2. Jurnal Keperawatan Klinis, 2(1), 1–5.
Berawi, K. N., & Putra, I. W. A. (2015). Four Pillars of Management of Type 2
Diabetes Mellitus. Majority, 4(9), 8–12.
Bhatt, H., Saklani, S., & Upadhayay, K. (2016). Anti-oxidant and anti-diabetic
activities of ethanolic extract of Primula Denticulata Flowers. Indonesian
Journal of Pharmacy, 27(2), 74–79.

59
https://doi.org/10.14499/indonesianjpharm27iss2pp74
Dan, P., Diabetes, P., & Tipe, M. (2015). Perkumpulan Endokrinologi I N D O N E
S I a P E R K E N I P E R K E N I P E R K E N I Konsensus.
American Diabetes Association. 2014. Classification and Diagnosis of Diabetes.
Diabetes, P., Tipe, M., Rs, D. I., & Batang, Q. I. M. (2015). Hubungan Modifikasi
Gaya Hidup Dan Kepatuhan Konsumsi Obat Antidiabetik Dengan Kadar
Gula Darah Pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 Di Rs Qim Batang
Tahun 2013. Unnes Journal of Public Health, 4(2), 153–161.
https://doi.org/10.15294/ujph.v4i2.5193
Nutbeam, D., & Kickbusch, I. (1998). Health promotion glossary. Health
Promotion International, 13(4), 349–364.
https://doi.org/10.1093/heapro/13.4.349
Perilaku, M. (2010). Makalah: MODIFIKASI PERILAKU, Sunardi, PLB FIP UPI,
2010. 1–9.
Sumiahadi, A., Acar, R., Odoh, C. K., Martins, P. E., Akpi, U. K., Okekeaji, U., …
Glick, B. R. (2017). Chemosphere, 7(1), 13–19.
https://doi.org/10.1016/j.jenvman.2018.01.013
Soelistijo Soebagio,dkk. 2015.Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Militus
Tipe 2 di Indonesia.Jakarta: PERKENI.
World Health Organization. 2014. Penanganan Diabetes Militus Tipe 2.
International Diabetes Federation. 2014. Diabetes Militus Tipe 2.
Canada Diabetes Association. 2013. Definition, Classification and Diagnosis of
Diabetes, Prediabetes and Metabolic Syndrome.
Smeltzer & Bare. 2008. Komplikasi Diabetes Militus.
Berawi, K. N., & Putra, I. W. A. (2015). Four Pillars of Management of Type 2
Diabetes Mellitus. Majority, 4(9), 8–12.

Diabetes, P., Tipe, M., Rs, D. I., & Batang, Q. I. M. (2015). Hubungan Modifikasi
Gaya Hidup Dan Kepatuhan Konsumsi Obat Antidiabetik Dengan Kadar
Gula Darah Pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 Di Rs Qim Batang
Tahun 2013. Unnes Journal of Public Health, 4(2), 153–161.
https://doi.org/10.15294/ujph.v4i2.5193

Marinda, F. D., Suwandi, J. F., & Karyus, A. (2016). Tatalaksana Farmakologi


Diabetes Melitus Tipe 2 pada Wanita Lansia dengan Kadar Gula Tidak
Terkontrol Pharmacologic Management of Diabetes Melitus Type 2 in

60
Elderly Woman with Uncontrolled Blood Glucose. J Medula Unila, 5(2), 7.
Retrieved from www.unila.ac

Nia Novita Wirawan. (2018). Indonesian Journal of Human Nutrition. Indonesian


Journal of Human Nutrition, 1(1), 14–22.
https://doi.org/10.21776/ub.ijhn.2016.003.Suplemen.5

PB.PERKENI. (2011). Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. 18.

Prawirasatra, W. A., Wahyudi, F., & Nugraheni, A. (2017). Hubungan Dukungan


Keluarga Terhadap Kepatuhan Pasien Dalam Menjalankan 4 Pilar
Pengelolaan Diabetes Melitus Tipe 2 Di Puskesmas Rowosari. Jurnal
Kedokteran Diponegoro, 6(2), 1341–1360.

Sonyo, S., Hidayati, T., & Sari, N. (2016). Gambaran Pengetahuan Dan Sikap
Pengaturan Makan Penderita DM Tipe 2 Di Wilayah Kerja Puskesmas
Kendal 02. Jurnal Care, 4(3), 38–49.

yoga setyo utomo, A. (2016). Hubungan Antara 4 Pilar Pengelolaan Diabetes


Melitus dengan Keberhasilan Pengelolaan Diabetes Melitus Tipe 2.
Biochemistry, 500.

61
LAMPIRAN

62
Lampiran:1 :

63
Lampiran 2 :

64
Lampiran 3: Informed Consent

65
Lampiran 4: Lembar persetujuan Menjadi Responden

66
Lampiran 5 : Lembar kesedian Bimbingan Skripsi 1

67
Lampiran 6: Lembar Kesediaan Bimbingan Skripsi 2

68
Lampiran 7 : Lembar Konsultasi Pembimbing 1

69
70
71
Lampiran 8 : Lembar Konsultasi Bimbingan 2

72
Lampiran 9 : Lembar Plagiat

73
74
75
Kuesioner Responden
Kode Responden :…………

A. KARAKTERISTIK RESPONDEN

Tanggal Pengambilan Data :

Kuesioner A : Data Demografi Responden

Petunjuk Pengisian : Pililah jawaban sesuai dengan yang anda rasakan


dengan memberi tanda () pada kolom yang telah
disediakan dan semua pertanyaan harus dijawab
dengan satu pilihan.

1. Data Demografi
Nama Inisial :
Umur :………………………Tahun
Alamat :
No Tlp / HP :
Jenis Kelamin :

Perempuan Laki-laki

Penyakit Penyerta :

Tidak Ada Ada, sebutkan:…..

Lama Menderita DM:…………………………….Tahun

Obat Yang dikonsumsi :

Tidak Ada Ada, sebutkan:….

Pendidikan Terakhir:

Tidak tamat SD/ Tidak Sekolah

SD

SMP/SLTP

76
SMA/SLTA Perguruan Tinggi

Perguruan Tinggi

Pekerjaan :

PNS

SWASTA

PETANI

PEDAGANG

LAIN-LAIN, Sebutkan:…..

B. Kuesioner pengetahuan Tatalaksana Diabetes Melitus


Petunjuk pengisian: Pililah jawaban sesuai yang Bapak/Ibu ketahui, dengan memberi
tanda ( ) pada kolom yang telah disediakan dan semua pertanyaan dijawab dengan
satu pilihan.
Ket:
Benar : skor 2 skor total 1-20
Salah : skor 1

NO Pertanyaan Benar Salah


1 Diet diabetes harus mengonsumsi sayur dan buah
2 makanan yang diberikan kepada penderita diabetes
mellitus disesuaikan dengan tinggi rendahnya kadar
gula darah seperti : daging tidak berlemak,ayam dan
telur
3 Makanan bagi penderita Diabetes adalah makanan
yang mempunyai nilai gizi yang seimbang seperti:
tahu, tepe dan lain-lain
4 Sayur yang dianjurkan untuk penderita diabetes
sayur yang tinggi serat seperti: kangkung, labu air,
kol dan seledri
5 Buah durian, nangka, alpukat baik untuk penderita
diabetes
6 Diet yang baik bagi penderita diabetes harus
memperbanyak konsumsi ikan laut seperti
tuna,sarden dan salmon

77
7 Mengonsumsi susu bagi penderita diabetes adalah
salah satu bagian dari diet diabetes
8 Mengonsumsi protein hewani yang tinggi lemak
seperti : sosis, otak dan kung telur salah satu dari
diet diabetes
9 Latihan fisik secara teratur 3-4 kali seminggu adalah
salah satu bagian dari tatalaksana yang baik bagi
penderita diabetes melitus
10 Akitivitas fisik merupakan salah satu cara
menurunkan gula darah tanpa obat
11 Ola raga yang baik untuk penderita diabetes militus
dilakukan selama kurang lebih 30 menit
12 Untuk mengendalikan gula darah, obat lebih penting
dari pada diet dan olahraga
13 Terapi insulin diberikan apabila terapi jenis lain tidak
dapat megontrol kadar gula darah
14 lari atau jooging merupakan salah satu bentuk dari
aktifitas fisik
15 Pekerjaan rumah sehari-hari merupakan satu bentuk
dari aktivitas fisik
16 Berenang adalah olahraga yang dianjurkan bagi
pasien diabetes mellitus
17 Penderita diabetes mellitus memerlukan obat agar
tidak terjadi komplikasi
18 Metrofin dan simvastin adalah obat diabetes
19 Penderita diabetes mellitus tipe 2 dianjurkan untuk
selalu menyuntik insulin
20 Penderita diabetes tipe 2 diwajibkan untuk
mengetahui cara menyuntik insulin dengan tepat
TOTAL

Kuesioner C : Modifikasi Pola Hidup pasien DM

78
Petunjuk pengisian: Isilah dengan tanda () pada kolom yang tersedia dari
pernyataan yang sesuai dengan Bapak/Ibu lakukan dalam satu bulan terakhir.

No Pernyataan serin Tidak Kadang pernah Tidak


g sering -kadang pernah
1. Saya mengkonsumsi sayur atau
makanan yang direbus, dipanggang
atau dikukus
2. Saya mengkonsumsi makanan yang
banyak mengandung gula ( permen,
teh manis, coklat, kue manis, cake )
3. Saya makan nasi sebanyak
seperempat porsi piring setiap hari
4. Saya mengkonsumsi makanan yang
banyak mengandung gula ( permen,
teh manis, coklat, kue manis, cake )
5. Saya melakukan diet makan yang
teratur
6. Saya mengkonsumsi makanan yang
tinggi akan karbohidrat dan protein
7. Saya mengkonsumsi ikan laut
seperti tuna,sarden, dan salmon
8. Saya mengkonsumsi susu sesuai
yang dianjurkan
9. Saya mengkonsumsi buah yang
dianjurkan untuk penderita diabetes
10. Saya melakukan olahraga 3-4 kali
dalam seminggu
11. Saya melakukan olahraga 30 menit
setiap kali olahraga
12. Saya melakukan pekerjaan rumah
seperti ( mencuci, mengepel,
menyapu dan membaca Koran
13. Saya meminum obat sesuai dosis
obat yang ditentukan dokter
14. Saya melakukan control ke dokter
apabila obat habis
15. Saya minum obat atau suntik insulin
mandiri secara teratur sesuai jadwal
dari dokter
16. Saya tidak terbiasa mengkonsumsi

79
buah-buahan yang dianjurkan
17. Saya tidak pernah mengatur pola
makan saya ( makan sesuai
keinginan )
18. saya melakukan olahraga tidak
sampai 30 menit
19. Saya malas melakukan pekerjaan
rumah ( mencuci, menyapu, dan
membaca Koran )
20. Saya lupa meminum obat yang
dianjurkan
Total

Lampiran 10: Jadwal Kegiatan

JADWAL KEGIATAN
Nama Oktober Novembe Desembe Januari Februari Maret April
No Kegiatan r r
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
.
1 Pengajuan
judul
2 Konsultasi
Praproposa
l
3 Ujian
Praproposa
l
4 Studi
Pendahulua
n
5 Ujian
Proposal
6 Penelitian
7 Ujian
Skripsi

80
Table 4.5 Master sheet

N Nama Umur Jenis Pendidik Pekerjaan Lama Pengetah Modifikasi


o Kelami an menderit uan pola Hidup
n a DM tatalaksan
a

81
82
83

Anda mungkin juga menyukai