Anda di halaman 1dari 85

SKRIPSI

HUBUNGAN PENGETAHUAN TATALAKSANA DIABETES MELITUS

DENGAN MODIFIKASI POLA HIDUP PASIEN

DIABETES MELITUS TIPE 2

LITERATURE REVIEW

Disusun oleh :

Nama : Florentina Narus

Nim : 1608.14201.484

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS

STIKES WIDYAGAMA HUSADA

MALANG

2020

i
SKRIPSI

HUBUNGAN PENGETAHUAN TATALAKSANA DIABETES MELITUS

DENGAN MODIFIKASI POLA HIDUP PASIEN

DIABETES MELITUS TIPE 2

LITERATURE REVIEW

Diajukan Sebagai Salah Satu Persyaratan Akademik Dalam Rangka

Menyelesaikan Kuliah di Program Pendidikan Ners Tahap Akademik di

STIKES Widyagama Husada

Malang

Disusun oleh :

Nama : Florentina Narus

Nim : 1608.14201.484

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS

STIKES WIDYAGAMA HUSADA

MALANG

2020

ii
LEMBAR PERSETUJUAN

Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Sekolah

Tinggi Ilmu Kesehatan Widyagama Husada:

HUBUNGAN PENGETAHUAN TATALAKSANA DIABETES MELITUS

DENGAN MODIFIKASI POLA HIDUP PASIEN

DIABETES MELITUS TIPE 2

LITERATURE REVIEW

Florentina Narus

NIM.1608.14201.484

Malang,….Agustus 2020

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

(Nurma Afiani.,S.Kep.,Ners.,M.Kep) (Abdul Qodir S.Kep.,Ners.,M.Kep)

iii
LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Widyagama Husada

Pada Tanggal : Agustus 2020

HUBUNGAN PENGETAHUAN TATALAKSANA DIABETES MELITUS


DENGAN MODIFIKASI POLA HIDUP PASIEN
DIABETES MELITUS TIPE 2
LITERATURE REVIEW

Florentina Narus
1608.14201.484

dr. Wira Daramatasia, M.Biomed ( )


Penguji I

Nurma Afiani.,S.Kep.,Ners.,M.Kep ( )
Penguji II

Abdul Qodir S.Kep.,Ners.,M.Kep ( )


Penguji III

Mengetahui

Ketua STIKES Widyagama Husada

dr. Rudy Joegijantoro,MMRS


NIP.197110152001121006

iv
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah

melimpahkan Rahmat dan Kasih karunianya sehingga penulis mampu

menyelesaikan Skripsi dengan judul “HUBUNGAN PENGETAHUAN

TATALAKSANA DIABETES MELITUS DENGAN MODIFIKASI POLA HIDUP

PASIEN DIABETES MILITUS TIPE 2 LITERATUR REVIEW.

Skirpsi ini dibuat untuk memenuhi syarat akhir dari program studi

pendidikan Ners STIKes Widyagama Husada Malang untuk mendapatkan gelar

S.Kep. Akan tetapi peneliti menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kata sempurna,

hal ini dikarenakan adanya keterbatasan peneliti terhadap pengetahuan,

pengalaman dan kemampuan penulis melihat fakta dan realita yang ada serta

bagaimana pemecahan masalah dari suatu phenomena yang terjadi disekitarnya.

Penulis banyak mendapatkan dukungan, bantuan, dan motivasi dari berbagai

pihak dalam proses penyelesaian skirpsi ini. Penulis ingin memberikan ucapan

terima kasih yang mungkin hanya bisa dituliskan dalam skirpsi kepada :

1. dr. Rudy Joegijantoro, MMRS selaku ketua STIKes Widyagama Husada

Malang.

2. dr. Wira Daramatasia, M.Biomed selaku penguji I

3. Abdul Qodir, S.Kep., Ners., M.Kep selaku kaprodi pendidikan Ners STIKes

Widyagama Husada Malang.

4. Nurma Afiani, S.Kep., Ners., M.Kep selaku pembimbing I

5. Abdul Qodir, S.Kep., Ners., M.Kep selaku pembimbing II

6. Para dosen pengajar program Studi Pendidikan Ners STIKES Widyagama

Husada, yang telah mengamalkan ilmu yang bermanfaat kepada penulis.

7. Keluarga besar NARUS yang telah membantu penulis berupa dana

pendidikan, semangat, do’a dan motivasi dalam mengerjakan skirpsi.

v
8. Teman-teman S1 Pendidikan Ners angakatan 2016 yang telah memberikan

masukan dan semangat serta doa, sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi ini.

Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan balasan yang setimpal

atas amal ibadah yang diberikan dan semoga skirpsi ini berguna, baik bagi

penulis maupun pihak lain yang memanfaatkan.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini, masih jauh dari kata

sempurna meskipun penulis telah berusaha semaksimal mungkin. Hal

tersebut disebabkan keterbatasan pengetahuan dan penalaran yang

terdapat pada diri penulis, oleh sebab itu kritik dan saran yang bersifat

membangun demi kesempurnaan skirpsi ini sangat penulis harapkan.

Malang, Agustus 2020

Florentina Narus

vi
ABSTRAK

Narus, Florentina. 2020. Studi Literatur Hubungan Pengetahuan Tatalaksana


Diabetes Melitus dengan Modifikasi Pola Hidup Pasien Diabetes Melitus Tipe
2. Skripsi. Program Studi S1 Pendidikan Ners Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Widyagama Husada Malang. Pembimbing: (1) Nurma Afiani., S.Kep.,
Ners.,M.Kep. (2) Abdul Qodir., S.Kep.,Ners.,M.Kep.

Latar Belakang: Diabetes melitus adalah penyakit kronis yang dapat


mempengaruhi kualitas hidup. Pengendalian diabetes mellitus tipe 2 sangat
dipengaruhi oleh kepatuhan penyandang diabetes mellitus dalam proses
kepatuhan diet, olahraga dan kepatuhan pengobatan. Tingkat kepatuhan
penyandang diabetes mellitus dalam proses diet, olahraga dan penggunaan obat
dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah persepsi penderita. Guna
meningkatkan kualitas hidup penderita diabetes melitus perlu adanya
pengetahuan manajemen diabetes mellitus.

Tujuan: Mengetahui hubungan pengetahuan tatalaksana diabetes mellitus


dengan modifikasi pola hidup pasien diabetes mellitus tipe 2 melalui kajian
literature berdasarkan studi empiris dalam lima tahun terakhir.

Metode: Penelitian ini menggunakan metode literature review berdasarkan studi


empiris lima tahun terakhir dengan 10 artikel berbahasa Indonesia dan berbahasa
Inggris sesuai kata kunci dalam pencarian yang sesuai dengan kriteria inklusi dan
eksklusi.

Hasil: Dari 10 artikel hasil pencarian yang sesuai didapatkan 8 artikel meneliti
mengenai pengetahun dan modifikasi gaya hidup dan 2 artikel meneliti mengenai
hubungan persepsi diet, self management dan kepatuhan pengobatan yang
dilakukan secara rutin dapat meningkatkan kualitas hidup pada pasien diabetes
mellitus terutama pada aspek pengetahuan tatalaksana diabetes mellitus.

Kesimpulan: Terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan tatalaksana


diabetes terhadap modifikasi gaya hidup pada pasien diabetes mellitus, artinya
dengan seseorang mengetahui tatalaksana atau manajemen diabetes mellitus
maka semakin baik dalam memperbaiki modifikasi gaya hidup pada pasien
diabetes mellitus.

Kepustakaan: 24 kepustakaan (2010 – 2019)

Kata kunci : pengetahuan tatalaksana, pengolahan diabetes, diabetes


mellitus tipe 2.

vii
ABSTRACT

Narus, Florentina. 2020. Literature Study of the Correlation between


Knowledge of Diabetes Mellitus Management and Lifestyle Modification of
Type 2 Diabetes Mellitus Patients. Thesis. S1 Nursing Study Program of
Widyagama Husada School of Health Malang. Advisors: (1) Nurma Afiani.,
S.Kep., Ners., M.Kep. (2) Abdul Qodir., S.Kep., Ners., M.Kep.

Background: Diabetes mellitus is a chronic disease that can affect quality of life.
Control of type 2 diabetes mellitus is strongly influenced by the compliance of
people with diabetes mellitus in the process of dietary adherence, exercise and
medication adherence. The level of compliance with diabetes mellitus in the
process of diet, exercise and drug use is influenced by several factors, one of which
is the patient's perception. To improve the quality of life of people with diabetes
mellitus, knowledge of diabetes mellitus management is needed.

Objectives: To find out the correlation between knowledge of diabetes mellitus


management and lifestyle modification of type 2 diabetes mellitus patients through
a literature review based on empirical studies in the last five years.

Method: This study used a literature review method based on an empirical study
of the last five years with 10 articles in Indonesian and English according to the
keywords in the search that match the inclusion and exclusion criteria.

Result: Out of 10 articles, it was obtained 8 articles that study knowledge and
lifestyle modification and 2 articles examining the correlation between perceptions
of diet, self management and medication adherence which is carried out routinely
can improve the quality of life in diabetes mellitus patients, especially in the
knowledge aspect of diabetes mellitus management. .

Conclusion: There is a significant correlation between knowledge of diabetes


management and lifestyle modification in diabetes mellitus patients, meaning that
if someone knows the management or management of diabetes mellitus, the better
it is to improve lifestyle modifications in diabetes mellitus patients.

References: 24 references (2010 - 2019)


Keywords : knowledge of management, diabetes management, diabetes
mellitus type 2.

viii
DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN ................................................................................ iii


LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................. iv
KATA PENGANTAR ...........................................................................................v
ABSTRAK ......................................................................................................... vii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xi
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN....................................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
A. Latar Belakang .......................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................................... 6
C. Tujuan Penelitian ...................................................................................... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 7
A. PENGETAHUAN ......................................................................................... 7
1. Pengertian Pengetahuan ......................................................................... 7
2. Tingkat Pengetahuan ............................................................................... 8
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan .................................. 10
4. Kriteria Tingkat Pengetahuan................................................................. 11
5. Instrumen Pengukuran Pengetahuan Pasien Diabetes Melitus ............ 11
B. Tatalaksana Diabetes Militus .................................................................... 12
1. Edukasi ................................................................................................... 12
2. Perencanaan makanan .......................................................................... 12
3. Latihan Jasmani ..................................................................................... 12
4. Intervensi Farmakologi ........................................................................... 13
C. Instrumen Tatalaksana Diabetes Melitus ................................................. 15
D. Modifikasi Pola Hidup Pasien Diabetes Militus ........................................ 16
E. Instrumen Pengukuran Modifikasi Pola Hidup pasien Diabetes Melitus 28
F. Diabetes Melitus (DM) ............................................................................. 28
1. Definisi DM ............................................................................................. 28
2. Manifestasi Klinis .................................................................................... 29
3. Klasifikasi Diabetes Melitus ................................................................... 29
4. Patofisiologi DM ...................................................................................... 31

ix
5. Komplikasi DM ........................................................................................ 32
6. Faktor Risiko Diabetes Melitus ............................................................... 34
G. Hubungan pengetahuan Tatalaksana Diabetes Melitus dengan modifikasi
pola hidup pasien Diabetes Melitus tipe 2 ................................................ 36
H. TATALAKSANA DIABETES MELITUS TIPE 2 ........................................ 37
I. KERANGKA TEORI ................................................................................... 43
BAB III METODE ............................................................................................. 44
A. Literature Review .................................................................................... 44
B. Strategi Pencarian Literature .................................................................. 44
2. Kata kunci ............................................................................................... 45
C. Kriteria Inklusi dan Ekslusi ...................................................................... 46
BAB IV HASIL DAN ANALISA JURNAL ...................................................... 47
A. Hasil Pencarian dan Seleksi Studi.......................................................... 47
B. Daftar Hasil Analisa Artikel ..................................................................... 49
BAB V PEMBAHASAN ................................................................................... 54
A. Karakteristik Studi ..................................................................................... 54
1. Desain penelitian ..................................................................................... 54
2. Teknik Sampling ...................................................................................... 55
4. Instrumen Penelitian ............................................................................... 57
5. Analisis Data ........................................................................................... 57
B. Hasil Penelitian ......................................................................................... 57
BAB V PENUTUP ........................................................................................... 60
A. Kesimpulan .............................................................................................. 60
B. Conflict Of Interest .................................................................................. 60
Daftar Pustaka……………………………………………………………………. 63
Lampirn………………………………………………………………………………64

x
DAFTAR TABEL

Nomor Judul Tabel Halaman


1 Tabel Nilai IMT 28
2 Contoh menu sehari 28
3 Pengaturan makanan 29
4 Kata kunci pencarian 57

5 Kriteria inklusi dan ekslusi 58


6 Sumber utama penelitian 59

7 Karateristik umum dala penyeleksian studi 60


8 Variabel yang diteliti 64

9 Daftar Hasil pencarian Artikel 65

xi
DAFTAR GAMBAR

No. Judul Gambar Halaman

1 Kerangka teori Hubungan pengetahuan 55

tatalaksana DM dengan modifikasi pola hidup

pasien DM tipe 2

2 Alur seleksi Jurnal 62

xii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Judul Lampiran

Lampiran 1 Studi Pendahuluan (RSUD Bangil, Kota Pasuruan)

Lampiran 2 Lembar balasan dari RSUD Bangil

Lampiran 3 Lembar Permohonan Informed Consent

Lampiran 4 Lembar persetujuan menjadi Responden

Lampiran 5 Lembar Kesediaan Pembimbing (Pembimbing I)

Lampiran 6 Lembar Kesedian Pembimbing (Pembimbing II)

Lampiran 7 Lembar Konsultasi Bimbingan Skripsi (Pembimbing I)

Lampiran 8 Lembar konsultasi bimbingan Skripsi (Pembimbing II)

Lampiran 9 Lembar Pengecekan Plagiat

xiii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Diabetes mellitus adalah penyakit metabolik yang memiliki

karakteristik hiperglikemia. Hal ini terjadi karena kelainan sekresi insulin,

kerja insulin, ataupun bisa kedua‐duanya. Diabetes melitus dapat

menyebabkan banyak komplikasi yang membahayakan. Komplikasi akut

dari Diabetes Melitus meliputi ketoasidosis diabetik (KAD) dan Status

Hiperglikemi Hiperosmolar (SHH) dapat menyebabkan kondisi koma.

komplikasi kronik dari Diabetes Melitus dapat menyebabkan kerusakan

pada pembuluh darah baik pembuluh darah besar (makroangiopati)

maupun pembuluh darah kecil (mikroangiopati) dan kerusakan saraf

(neuropati diabetik) (Marinda, Suwandi, & Karyus, 2016).

Diabetes Melitus merupakan penyakit kronis karena adanya

gangguan metabolisme yang tidak teratur ditandai dengan tingginya kadar

gula darah dan adanya gangguan metabolism seperti karbohidrat, lipid dan

protein. Hal ini terjadi karena insulfisiensi fungsi insulin, yang disebabkan

oleh gangguan produksi insulin oleh sel beta dan kelenjar pankreas bisa

juga disebabkan karena kurangnya responsifnya sel-sel tubuh terhadap

insulin World Health Organization (WHO).

Diabetes mellitus adalah suatu penyakit, di mana kondisi kadar

glukosa di dalam darah melebihi dari batas normal. Hal ini terjadi karena

tubuh tidak dapat melepaskan dan memproduksi insulin secara adekuat.

Insulin merupakan hormon yang dilepaskan oleh pankreas dan insulin

merupakan zat yang paling utama untuk bertanggung jawab dalam

mempertahankan kadar gula darah dalam tubuh agar tubuh tetap dalam

1
2

kondisi seimbang. Insulin berfungsi sebagai alat yang membantu gula

berpindah ke dalam sel sehingga bisa menghasilkan energi atau disimpan

sebagai cadangan energy.

Penyakit diabetes setiap tahunnya meningkat (World Health

Organization, 2015).Sekitar 382 juta penderita Diabetes Melitus

diperkirakan akan meningkat menjadi 592 juta orang pada tahun 2035 dan

Indonesia menempati urutan ke-7 di seluruh dunia. Dari 382 juta penderita

tersebut ada 175 juta penderita yang belum terdiagnosis, sehingga

terancam mengalami komplikasi tanpa disadari maupun tanpa ada

pencegahan (Menurut International Diabetes Federation (IDF).

Diabetes Melitus merupakan salah satu penyakit tidak menular dari 10

penyakit tidak menular lainnya. penyakit Diabetes Melitus adalah penyebab

kematian tertinggi di dunia. Di tahun 2015 tercatat sebanyak 415 juta orang

dengan diabetes, terjadi peingkatan lebih tinggi yaitu 4 kali lipat dari 108

juta di tahun 1980. Di perkirakan Pada tahun 2040 jumlah orang yang

mengidap penyakit Diabetes Melitus akan meningkat menjadi 642 juta.

Didapatkan 80% orang dengan diabetes mellitus lebih banyak di negara

berpenghasilan rendah dan menengah. Salah satunya adalah negara

Indonesia. Indonesia menempati urutan ke tujuh dengan penderita

diabetes melitus di dunia di ikuti dengan Cina, India, Amerika Serikat,

Brazil, Rusia, dan Meksiko dengan jumlah penderita Diabetes Melitus

mencapai 10 juta orang. (PB.PERKENI, 2011)

Diperkirakan sekitar 50% orang dengan Diabetes Melitus yang belum

terdiagnosis di Indonesia. Diperkirakan hanya sebagian orang dari yang

terdiagnosis yang menjalani pengobatan, baik non farmakologis maupun

farmakologis. Penderita yang menjalani pengobatan hanya sebagian yang

terkendali dengan baik. Bukti sudah menunjukkan bahwa komplikasi.


3

Diabetes dapat dicegah dengan banyak cara yaitu kontrol glikemik yang

optimal dan secara rutin, diet yang teratur, olahraga sesuai dengan aturan

atau anjuran dokter dan minum obat secara rutin. Kontrol glikemik yang

optimal sangatlah penting, dalam mengendalikan gula darah yang lebih

dari batas normal. Indonesia sendiri mempunyai target dalam pencapaian

kontrol glikemik, tetapi belum tercapai. rerata HbA1c masih 8%, dan masih

di atas target yang diinginkan yaitu 7%. Oleh karena itu diperlukan suatu

pedoman pengelolaan yang dapat menjadi acuan penatalaksanaan

diabetes mellitus.(PB.PERKENI, 2011).

Diabetes Melitus Tipe 2 adalah penyakit dengan angka kesakitan,

kecacatan, dan kematian yang tinggi di seluruh dunia. Jumlah penderita

Diabetes Melitus di tahun 2000 dengan jumlah 171 juta orang dan

diperkirakan akan meningkat sampai 366 juta orang pada tahun 2030.

Prevalensi penduduk Indonesia yang didiagnosa menderita Diabetes

Melitus tipe 2 akan meningkat pada tahun 2013 yaitu sebesar 2,1%, jumlah

ini lebih tinggi dibanding tahun 2007 yaitu sebesar 1,1%. Provinsi Jawa

Timur pada tahun 2013, prevalensi Diabetes Melitus menempati urutan ke

5 teratas di Indonesia yaitu sebesar 2,1%. Diabetes Melitus di Kota Malang

yaitu menempati urutan ke 11 tertinggi dari 38 kota dan kabupaten se-jawa

Timur yaitu sebesar 2,3%. (Nia Novita Wirawan, 2018).

Data dari Dinas Kesehatan Kota Malang tahun 2014, pasien dengan

Diabetes Melitus tipe 2 yang dirawat jalan tertinggi terdapat di Puskesmas

Dinoyo dan Janti. Pada pasien rawat jalan Diabetes Melitus, asupan makan

dan vitamin serta glukosa darah kurang terkontrol dibandingkan pada

pasien rawat inap. Pasien rawat jalan cenderung tidak memperhatikan

makanan yang mereka konsumsi sehingga glukosa darah sulit terkendali

sehingga kondisi hiperglikemia terus terjadi pada pasien Diabetes Melitus


4

Tipe 2 rawat jalan di kedua puskesmas tersebut (Nia Novita Wirawan,

2018).

Jumlah penderita yang mampu memodifikasi pola hidup mencapai 8,6

% diperkirakan akan terus bertambah bila tidak dilakukan perubahan gaya

hidup dengan baik. Tingginya prevalensi Diabetes Militus berkaitan erat

dengan perilaku penderita diabetes dalam melakukan tindakan

pencegahan. Upaya pencegahan juga diharapkan juga mengurangi

komplikasi. Upaya modifikasi gaya hidup merupakan salah satu tindakan

pencegahan. .(Nia Novita Wirawan, 2018).

Penyakit diabetes melitus tidak dapat disembuhkan, namun dengan

pengendalian melalui pengelolaan diabetes melitus dapat mencegah

terjadinya kerusakan dan kegagalan organ dan jaringan. Diabetes mellitus

merupakan penyakit yang berhubungan dengan gaya hidup, karena itu

berhasil tidaknya pengelolaan diabetes melitus sangat tergantung dari

pasien itu sendiri dalam mengendalikan kondisi penyakitnya dengan

menjaga kadar glukosa darahnya tetep terkendali. Diabetes Melitus dapat

terkendali dengan beberapa cara yaitu edukasi, latihan jasmani, terapi

nutrisi medis atau Diet (TNM) dan Terapi farmakologi. (Berawi & Putra,

2015).

Tingginya jumlah penyandang diabetes mellitus antara lain disebabkan

karena faktor perubahan gaya hidup masyarakat, tingkat pengetahuan, dan

kesadaran untuk melakukan deteksi dini penyakit diabetes mellitus yang

kurang, minimnya aktivitas fisik, pengaturan pola makan tradisional yang

mengandung karbohidrat dan serat dari sayuran ke pola makan ke barat-

baratan dengan komposisi makanan yang terlalu banyak protein, lemak,

garam, dan gula (Departemen Kesehatan RI, 2011).


5

Gaya hidup adalah bagian dari pola hidup seseorang yang

diekspresikan dalam aktivitas, minat yang menggambarkan keseluruhan

diri seseorang yang berinteraksi dengan orang lain maupun lingkungannya.

Gaya hidup bisa di pengaruhi oleh beberapa faktor sosial. Faktor sosial

yang berpengaruh terhadap gaya hidup adalah tingkat pendapatan,

pengeluaran, pendidikan dan pengetahuan. (Sonyo, Hidayati, & Sari,

2016).

Pengetahuan terkait dengan diabetes melitus merupakan sarana yang

dapat membantu penderita dalam menjalankan penanganan diabetes

Melitus selama hidupnya, sehingga semakin banyak dan semakin baik

penderita mengerti tentang penyakitnya, maka semakin baik untuk

merubah perilaku dari penderita dan hal ini sangat diperlukan untuk

meningkatkan kualitas hidup dari penderita penyakit diabetes mellitus.

Pengetahuan pasien Diabetes Militus terhadap tatalaksana Diabetes

Militus perlu diketahui karena pengetahuan merupakan titik tolak ukur

perubahan sikap dan Gaya hidup pasien Diabetes Militus.(Sonyo et al.,

2016) .

Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti

didapatkan hasil bahwa pasien kunjungan lama dengan diagnosa Diabetes

Melitus dari bulan Desember hingga Januari sebanyak 105 orang,

sedangkan hasil wawancara terhadap kepala ruangan poli Diabetes

Melitus dikatakan bahwa banyak dari pasien kunjungan lama yang belum

mengetahui terkait Tatalaksana dari Diabetes Melitus.

Dilihat dari permasalahan-permasalahan diatas peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian terkait dengan “ Hubungan Tatalaksana Diabetes

Militus Terhadap Modifikasi Pola Hidup Pada Pasien Diabetes Militus Tipe

2” karena masih banyak orang yang terkena penyakit Diabetes Melitus.


6

B. Rumusan Masalah

Bagaimana Hubungan pengetahuan tatalaksana diabetes mellitus dengan

modifikasi pola hidup pasien diabetes mellitus tipe 2 berdasarkan studi

empiris dalam lima tahun terakhir?

C. Tujuan Penelitian

Mengetahui hubungan pengetahuan tatalaksana diabetes mellitus dengan

modifikasi pola hidup pasien diabetes mellitus tipe 2 berdasarkan studi

empiris dalam lima tahun terakhir?


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengetahuan

1. Pengertian Pengetahuan

Pengetahuan adalah suatu hasil dari rasa keingintahuan melalui proses

sensoris, terutama pada mata dan telinga terhadap objek tertentu. Pengetahuan

merupakan domain yang penting dalam terbentuknya perilaku terbuka atau open

behavior. Pengetahuan atau knowledge adalah hasil penginderaan manusia atau

hasil tahu seseorang terhadap suatu objek melalui pancaindra yang dimilikinya.

Panca indra manusia guna penginderaan terhadap objek yakni penglihatan

pendengaran, penciuman, rasa dan perabaan. Pada waktu penginderaan untuk

menghasilkan pengetahuan tersebut dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan

persepsi terhadap objek. Pengetahuan seseorang sebagian besar diperoleh

melalui indra pendengaran dan indra penglihatan (Sumiahadi et al., 2017).

Pengetahuan dipengaruhi oleh faktor pendidikan formal dan sangat erat

hubungannya. Diharapkan dengan pendidikan yang tinggi maka akan semakin

luas pengetahuannya. Tetapi orang yang berpendidikan rendah tidak mutlak

berpengetahuan rendah pula. Peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh

dari pendidikan formal saja, tetapi juga dapat diperoleh dari pendidikan non formal.

Pengetahuan akan suatu objek mengandung dua aspek yaitu aspek positif dan

aspek negatif. Kedua aspek ini akan menentukan sikap seseorang. Semakin

banyak aspek positif dan objek yang diketahui, maka akan menimbulkan sikap

semakin positif terhadap objek tertentu (Sumiahadi et al., 2017).

Menurut Notoatmodjo (2010) pengetahuan atau kognitif merupakan

domain sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Dari pengalaman

dan penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih

7
8

langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Sebelum orang

mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru didalam diri seseorang terjadi proses

yang berurutan), yakni :

a. Awareness (kesadaran)

Dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu

terhadap stimulus (objek).

b. Interest (merasa tertarik)

Terhadap stimulus atau objek tersebut. Disini sikap subjek sudah mulai timbul.

c. Evaluation (menimbang-nimbang)

Terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya.

d. Trial

Sikap dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan yang

dikehendaki oleh stimulus.

e. Adaption

Subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan

sikapnya terhadap stimulus.

2. Tingkat Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2010) pengetahuan seseorang terhadap suatu objek

mempunyai intensitas atau tingkatan yang berbeda. Secara garis besar dibagi

menjadi 6 tingkat pengetahuan, yaitu :

a. Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai recall atau memanggil memori yang telah ada

sebelumnya setelah mengamati sesuatu yang spesifik dan seluruh bahan yang

telah dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Tahu disisni merupakan

tingkatan yang paling rendah. Kata kerja yang digunakan untuk mengukur

orang yang tahu tentang apa yang dipelajari yaitu dapat menyebutkan,

menguraikan, mengidentifikasi, menyatakan dan sebagainya.


9

b. Memahami (Comprehention)

suatu objek bukan hanya sekedar tahu terhadap objek tersebut, dan juga

tidak sekedar menyebutkan, tetapi orang tersebut dapat

menginterpretasikan secara benar tentang objek yang diketahuinya. Orang

yang telah memahami objek dan materi harus dapat menjelaskan,

menyebutkan contoh, menarik kesimpulan, meramalkan terhadap suatu

objek yang dipelajari.

c. Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang dimaksud

dapat menggunakan ataupun mengaplikasikan prinsip yang diketahui

tersebut pada situasi atau kondisi yang lain. Aplikasi juga diartikan aplikasi

atau penggunaan hukum, rumus, metode, prinsip, rencana program dalam

situasi yang lain.

d. Analisis (Analysis)

Analisis adalah kemampuan seseorang dalam menjabarkan atau

memisahkan, lalu kemudian mencari hubungan antara komponenkomponen

dalam suatu objek atau masalah yang diketahui. Indikasi bahwa

pengetahuan seseorang telah sampai pada tingkatan ini adalah jika orang

tersebut dapat membedakan, memisahkan, mengelompokkan, membuat

bagan (diagram) terhadap pengetahuan objek tersebut.

e. Sintesis (Synthesis)

Sintesis merupakan kemampuan seseorang dalam merangkum atau

meletakkan dalam suatu hubungan yang logis dari komponen pengetahuan

yang sudah dimilikinya. Dengan kata lain suatu kemampuan untuk

menyusun formulasi baru dari formulasi yang sudah ada sebelumnya.


10

f. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi merupakan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian

terhadap suatu objek tertentu. Penilaian berdasarkan suatu kriteria yang

ditentukan sendiri atau norma-norma yang berlaku dimasyarakat.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan adalah sebagai berikut :

(Sumiahadi et al., 2017)

a. Pendidikan

Pendidikan merupakan bimbingan yang diberikan seseorang terhadap

perkembangan orang lain menuju impian atau cita-cita tertentu yang

menentukan manusia untuk berbuat dan mengisi kehidupan agar tercapai

keselamatan dan kebahagiaan. Pendidikan diperlukan untuk mendapatkan

informasi berupa halhal yang menunjang kesehatan sehingga dapat

meningkatkan kualitas hidup. pendidikan dapat mempengaruhi seseorang

termasuk juga perilaku akan pola hidup terutama dalam memotivasi untuk

sikap berpesan serta dalam pembangunan pada umumnya makin tinggi

pendidikan seseorang maka semakin mudah menerima informasi.

b. Pekerjaan

pekerjaan adalah suatu keburukan yang harus dilakukan demi menunjang

kehidupannya dan kehidupan keluarganya. Pekerjaan tidak diartikan sebagai

sumber kesenangan, akan tetapi merupakan cara mencari nafkah yang

membosankan, berulang, dan memiliki banyak tantangan. Sedangkan bekerja

merupakan kagiatan yang menyita waktu.

c. Umur

usia adalah umur individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai

berulang tahun. semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan

seseorang akan lebih matangdalam berfikir dan bekerja. Dari segi


11

kepercayaan masyarakat seseorang yang lebih dewasa dipercaya dari orang

yang belum tinggi kedewasaannya.

d. Faktor Lingkungan

Lingkungan adalah seluruh kondisi yang ada sekitar manusia dan

pengaruhnya dapat mempengaruhi perkembangan dan perilaku individu atau

kelompok.

e. Sosial Budaya

Sistem sosial budaya pada masyarakat dapat memberikan pengaruh dari

sikap dalam menerima informasi.

4. Kriteria Tingkat Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2010) pengetahuan seseorang dapat diinterpretasikan

dengan skala yang bersifat kualitatif, yaitu :

a. Pengetahuan baik, bila subjek menjawab pertanyaan 76 % - 100 % seluruh

pertanyaan terkait dengan penyakit Diabetes Melitus dan cara mengatasi

penyakit Diabetes Melitus.

b. Pengetahuan Cukup, bila subyek menjawab pertanyaan 56 % - 75 % seluruh

pertanyaan terkait dengan Faktor risiko Diabetes Melitus.

c. Apabila pasien tidak paham mengenai penyakit Diabetes Melitus dan tidak

patuh dalam melaksanakan pengobatan Diabetes Melitus Dikatakan

pengetahuan kurang bila menjawab benar < 56 % dari seluruh pertanyaan.

5. Instrumen Pengukuran Pengetahuan Pasien Diabetes Melitus

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini dibuat dalam bentuk kuesioner

yang terdiri dari kuesioner data diri pasien dan kuesioner pengetahuan.

Kuesioner pengetahuan ini terdiri dari 20 pernyataan dengan jawaban Benar dan

Salah. Menjawab benar dengan skor 2, jika salah diberi skor 1. Untuk jawaban

benar dimulai dari 21-40 dan yang salah 1-20.


12

B. Tatalaksana Diabetes Militus

Penatalaksanaan pasien diabetes mellitus dikenal empat pilar penting dalam

mengontrol perjalanan penyakit dan komplikasi. Empat pilar tersebut adalah edukasi,

perencanan makan, latihan jasmani dan intervensi farmakologi. Diabetes mellitus

(DM) merupakan sekelompok gangguan metabolik dengan gejala umum

hiperglikemia. Terdapat beberapa tipe diabetes yang merupakan akibat dari interaksi

kompleks antara faktor genetik dan faktor lingkungan. Beberapa proses patologis

terlibat dalam terjadinya diabetes, mulai dari perusakan sel β pada pankreas dengan

konsekuensi defisiensi insulin, sampai abnormalitas yang berujung pada resistensi

insulin. seseorang sering bergantung pada keadaan pada saat diagnosis ditegakkan,

dan banyak penderita diabetes yang sulit untuk dikelompokkan dalam satu tipe

tertentu. Jadi, untuk menentukan terapi yang efektif, pemahaman terhadap

patogenesis dari hiperglikemia lebih penting daripada pengelompokan tipe diabetes

militus (Berawi & Putra, 2015).

1. Edukasi

Edukasi yang diberikan adalah pemahaman tentang perjalanan penyakit,

pentingnya pengendalian penyakit, komplikasi yang timbul dan resikonya

(Berawi & Putra, 2015).

2. Perencanaan makanan

Perencanaan makan yang baik merupakan bagian penting dari

penatalaksanaan diabetes secara total. Diet seimbang akan mengurangi

beban kerja insulin dengan meniadakan pekerjaan insulin mengubah gula

menjadi glikogen (Berawi & Putra, 2015).

3. Latihan Jasmani

Kegiatan jasmani bisa dilakukan pada pasien DM sehari-hari dan latihan

jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu selama kurang lebih 30 menit),

merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan DM tipe 2. Kegiatan sehari-


13

hari seperti berjalan kaki ke pasar, menggunakan tangga, berkebun harus

tetap dilakukan (Berawi & Putra, 2015).

4. Intervensi Farmakologi

Terapi farmakologi pada pasien DM dapat diberikan bersama dengan

pengaturan makan dan latihan jasmani (gaya hidup sehat).Terapi

farmakologis terdiri dari obat oral dan bentuk suntikan.Obat hipoglikemik oral,

Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 5 golongan:Pemicu sekresi

insulin sulfonylurea dan glinid. Peningkat sensitivitas terhadap insulin

metformin dan tiazolidindion. Penghambat glukoneogenesis. Penghambat

absorpsi glukosa: penghambat glukosidase alfa. DPP-IV inhibitor (Berawi &

Putra, 2015).

a. Obat Antihiperglikemia Oral

Berdasarkan cara kerjanya, obat antihiperglikemia oral dibagi menjadi 5

golongan: (Dan, Diabetes, & Tipe, 2015).

1) Pemacu Sekresi Insulin (Insulin Secretagogue)

a) Sulfonilurea

Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi

insulin oleh sel beta pankreas. Efek samping utama adalah

hipoglikemia dan peningkatan berat badan. Hati-hati

menggunakan sulfonilurea pada pasien dengan risiko tinggi

hipoglikemia (orang tua, gangguan faal hati, dan ginjal).

b) Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan

sulfonilurea, dengan penekanan pada peningkatan sekresi insulin

fase pertama. Golongan ini terdiri dari 2 macam obat yaitu

Repaglinid (derivat asam benzoat) dan Nateglinid (derivat

fenilalanin). Obat ini diabsorbsi dengan cepat setelah pemberian

secara oral dan diekskresi secara cepat melalui hati. Obat ini
14

dapat mengatasi hiperglikemia post prandial. Efek samping yang

mungkin terjadi adalah hipoglikemia.

2) Peningkat Sensitivitas terhadap Insulin

a) Metformin

Metformin Metformin mempunyai efek utama mengurangi

produksi glukosa hati (glukoneogenesis), dan memperbaiki

ambilan glukosa di jaringan perifer. Metformin merupakan pilihan

pertama pada sebagian besar kasus DMT2. Dosis Metformin

diturunkan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal (GFR 30-

60 ml/menit/1,73 m2 ). Metformin tidak boleh diberikan pada

beberapa keadaan sperti: GFR

b) Tiazolidindion (TZD).

Tiazolidindion merupakan agonis dari Peroxisome Proliferator

Activated Receptor Gamma (PPAR-gamma), suatu reseptor inti

yang terdapat antara lain di sel otot, lemak, dan hati. Golongan ini

mempunyai efek menurunkan resistensi insulin dengan

meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga

meningkatkan ambilan glukosa di jaringan perifer. Tiazolidindion

meningkatkan retensi cairan tubuh sehingga dikontraindikasikan

pada pasien dengan gagal jantung (NYHA FC III-IV) karena dapat

memperberat edema/retensi cairan. Hati-hati pada gangguan faal

hati, dan bila diberikan perlu pemantauan faal hati secara berkala.

Obat yang masuk dalam golongan ini adalah Pioglitazone.

3) Penghambat Absorpsi Glukosa di saluran pencernaan:

Penghambat Alfa Glukosidase. Obat ini bekerja dengan memperlambat

absorbsi glukosa dalam usus halus, sehingga mempunyai efek

menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Penghambat


15

glukosidase alfa tidak digunakan pada keadaan: GFR≤30ml/min/1,73

m2 , gangguan faal hati yang berat, irritable bowel syndrome. Efek

samping yang mungkin terjadi berupa bloating (penumpukan gas dalam

usus) sehingga sering menimbulkan flatus. Guna mengurangi efek

samping pada awalnya. diberikan dengan dosis kecil. Contoh obat

golongan ini adalah Acarbose.

4) Penghambat DPP-IV (Dipeptidyl Peptidase IV)

Obat golongan penghambat DPP-IV menghambat kerja enzim DPP-IV

sehingga GLP-1 (Glucose Like Peptide-1) tetap dalam konsentrasi yang

tinggi dalam bentuk aktif. Aktivitas GLP-1 untuk meningkatkan sekresi

insulin dan menekan sekresi glukagon bergantung kadar glukosa darah

(glucose dependent). Contoh obat golongan ini adalah Sitagliptin dan

Linagliptin.

5) Penghambat SGLT-2 (Sodium Glucose Cotransporter 2)

Obat golongan penghambat SGLT-2 merupakan obat antidiabetes oral

jenis baru yang menghambat penyerapan kembali glukosa di tubuli

distal ginjal dengan cara menghambat kinerja transporter glukosa

SGLT-2. Obat yang termasuk golongan ini antara lain: Canagliflozin,

Empagliflozin, Dapagliflozin, Ipragliflozin. Dapagliflozin baru saja

mendapat approvable letter dari Badan POM RI pada bulan Mei 2015.

C. Instrumen Tatalaksana Diabetes Melitus

Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar

kuesioner yang berisi pertanyaan-pertanyaan terkait dengan tatalaksana

Diabetes Melitus meliputi :perencanaan makanan/diet, latihan fisik dan

farmakologi. Jumlah pertanyaan dari variabel modifikasi berbeda. Jumlah

pernyataan 15 nomor dengan jawaban ya dan tidak. Jika Ya diberi nilai 2 dan

tidak diberi nilai 1.


16

D. Modifikasi Pola Hidup Pasien Diabetes Militus

Modifikasi adalah upaya atau proses atau tindakan untuk mengubah

perilaku. Modifikasi juga dapat diartikan untuk merubah perilaku tidak adaptif

menjadi adaptif (Sunardi, 2010). Gaya hidup adalah pola Hidup seseorang yang

diekspresikan dalam aktifitas dan minat dari orang itu sendiri. Gaya hidup

menggambarkan keseluruhan diri seseorang dengan berinteraksi dengan

lingkungannya. Mengubah gaya hidup dengan tidak merokok , menghindari

alcohol, tidur yang cukup, menurunkan berat badan yang berlebih, mengatur

pola makan, dan berolahraga yang teratur untuk membakar lemak dan kalori

yang berlebih adalah gaya hidup sehat wajib dijalani penderita DM. Modifikasi

gaya hidup sangat penting untuk dilakukan, tidak hanya untuk mengontrol kadar

glukosa darah namun bila diterapkan secara umum diharapkan dapat

menurunkan prevalensi DM baik di Indonesia. Modifikasi gaya hidup antara lain:

menurunkan berat badan, meningkatkan aktifitas fisik, mengatur pola makan

yang sehat, menghentikan konsumsi rokok dan alcohol, serta megurangi

konsumsi Garam. Konsumsi makan\an lebih baik dan peningkatan aktifitas fisik

adalah kunci penanganan DM (Nutbeam & Kickbusch, 1998).

Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas DM.

Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa darah,

tekanan darah, berat badan dan profil lipid,melalui pengelolaan pasien secara

holistik dengan mengajarkan perawatan mandiri dan perubahan perilaku (Bhatt,

Saklani, & Upadhayay, 2016).

1. Diet

Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes hampir sama

dengan anjuran makan untuk masyarakat umum yaitu makanan yang

seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing

individu. Pada penyandang diabetes perlu ditekankan pentingnya


17

keteraturan makan dalam hal jadwal makan, jenis dan jumlah makanan,

terutama pada mereka yang menggunakan obat penurun glukosa darah

atau insulin. Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi

yang seimbang dalam hal karbohidrat 60-70%, lemak 20-25% danprotein

10-15%. Untuk menentukan status gizi, dihitung dengan BMI (Body Mass

Indeks). Indeks Massa Tubuh (IMT) atau Body Mass Index (BMI)

merupupakan alat atau cara yang sederhana untuk memantau status gizi

orang dewasa, khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan

kelebihan berat badan. Untuk mengetahui nilai IMT ini, dapat dihitung

dengan rumus berikut:

Tabel 2.1 Rumus Nilai IMT

Berat Badan (Kg)

IMT =

Tinggi Badan (m) x Tinggi Badan (m)

Sumber : (Bhatt, Saklani, & Upadhayay, 2016).

Tabel 2.2 Contoh menu sehari

Pagi Siang Malam


Roti putih Nasi Nasi
Selai kacang Semur daging Pepes ikan
Telur rebus Tempe goring Cah tahu
Lalap daun Pecel Tumis kangkung
Siada/ tomat Jeruk Apel
Jam 10.00 ( selingan) Jam 16.00 ( selingan ) Jam 21.00( selingan)
Apel Puing papaya Crackers atau buah
18

Tabel 2.3 Pengaturan Makanan

Bahan Dianjurkan Dibatasi Dihindari


makanan
Sumber Semua sumber karbohidrat dibatasi:
karbohidrat nasi,bubur, roti, mie, kentang,
singkong, ubi, sagu, gandum, pasta,
jagung, talas, havermout, sereal,
ketan, makaroni
Sumber protein Ayam tanpa kulit, ikan, Hewani tinggi lemak jenuh Keju,abon,denden
hewani telur rendah kolesterol atau (kornet,sosis,otak,jeroan,kuning telur g,susus full cream
putih telur, daging tidak
berlemak
Sumber protein Tempe, tahu, kacang hijau,
nabati kacang merah, kacang
tanah, kacang kedelai
Sayuran Sayur tinggi serat: Bayam, buncis,daun melinjo, labu
kangkung, daun kacang, siam, daun singkong, daun ketela,
ketimun, tomat, labu air, jagung muda, kapri, kacang panjang,
kembang kol, lobak, sawi, psre, wortel, daun katuk.
selada seledri, terong
Buah-buahan Jeruk, apel, papaya, jambu Nanas, anggur, manga, sirsak, pisang, Buah-buahan
air, salak, belimbing ( alpukat, sawo, semangka, nangka yang manis dan
sesuai kebutuhan ) masak. diawtkan : durian,
nangka ,alpukat
kurmah, manisan
buah
Minuman Minuman yang
mengandung
alcohol, susu
kental manis, soft
drink, es krim,
yoghurt, susu
Lain-lain Makanan yang digoreng dan yang Gula pasir, gula
menggunakan santan kental, kecap, merah, gula batu,
saos tiram madu, makanan/
minuman manis :
cake, kue-kue
,manis, dodol,
tarcis, sirup, selai
manis, coklat
permen, tape,
mayonnaise.

Tujuan diet:

1. Memberikan makanan sesuai kebutuhan

2. Mempertahankan kadar gula darah sampai normal/ mendekati

normal

3. Mempertahankan berat badan menjadi normal

4. Mencegah terjadinya kadar gula darah terlalu rendah yang dapat

menyebabkan pingsan

5. Mengurangi/ mencegah komplikasi


19

2. Exercise (latihan fisik/olahraga)

Dianjurkan latihan secara teratur (3-4 kali seminggu) selama kurang lebih

30 menit, yang sifatnya sesuai dengan Continous, Rhythmical, Interval,

Progresive, Endurance (CRIPE). Training sesuai dengan kemampuan

pasien. Sebagai contoh adalah olah raga ringan jalan kaki biasa selama

30 menit. Hindarkan kebiasaan hidup yang kurang gerak atau bermalas-

malasan.

Rekomendasi Latihan Aerobik pada DM Tipe 2

Rekomendasi untuk latihan kardiovaskular pada DMT2 menggunakan

prinsip FITT (Frequency Intensity Time Type).

1. Frekuensi Latihan aerobik dilakukan sedikitnya 3 hari dalam

seminggu dengan jarak antar latihan tidak lebih dari 2 hari yang

berturut-turut karena efek latihan yang bersifat sementara dalam

memperbaiki kerja insulin. Rekomendasi sekarang bagi orang

dewasa pada umumnya adalah 5 sesi latihan intensitas sedang

dalam seminggu.

2. Intensitas Latihan aerobik yang dilakukan sedikitnya intensitas

sedang, yaitu sekitar 64-76 % denyut jantung maksimal (HRmax).

Bagi sebagian besar pasien DMT2, latihan fisik seperti jalan cepat,

bersepeda dan renang, termasuk dalam latihan dengan intensitas

sedang.

3. Durasi Individu dengan DMT2 harus melakukan latihan aerobik

minimal 150 menit per minggu dengan intensitas sedang atau berat.

Aktivitas aerobik dapat dilakukan dalam sesi pendek dengan durasi

sedikitnya 10 menit per sesi dan sesi ini dapat dilakukan sepanjang

minggu. Latihan aerobik 150 menit per minggu dengan intensitas

sedang berhubungan dengan menurunnya angka kesakitan dan


20

angka kematian dalam penelitian observasional pada berbagai jenis

populasi. Beberapa manfaat bagi sistem kardiovaskular dan kadar

glukosa darah dapat dicapai dengan volume latihan yang lebih

rendah (namun dosis minimal belum pernah ditetapkan), tapi

dengan melakukan latihan dengan durasi melebihi anjuran minimal,

lebih banyak manfaat akan diperoleh.

4. Tipe Segala bentuk latihan aerobik (termasuk jalan cepat) yang

menggunakan kelompok-kelompok otot besar dan menyebabkan

peningkatan denyut jantung yang terus-menerus akan bermanfaat

dan dianjurkan agar melakukan berbagai jenis aktivitas fisik. Jadi,

individu dengan DMT2 harus melakukan latihan aerobik sedikitnya

150 menit per minggu dengan intensitas sedang hingga berat

selama minimal 3x seminggu dengan jarak antar latihan tidak lebih

dari 2 hari berturut-turut.

Latihan Kekuatan otot atau beban pada diabetes mellitus tipe 2

1. Frekuensi Latihan beban harus dilakukan setidaknya dua kali

seminggu pada hari yang tidak berturut-turut, tetapi lebih

idealnya tiga kali seminggu, sebagai bagian dari program

aktivitas fisik untuk individu dengan DMT2, bersamaan dengan

latihan aerobik yang teratur.

2. Intensitas Untuk memperoleh manfaat yang optimal dalam

meningkatkan kekuatan dan kerja insulin, intensitas latihan yang

dilakukan sebaiknya intensitas sedang (50% dari 1 repetisi

maksimal, atau 1-RM) atau berat (75- 80% dari 1-RM). Latihan

sendiri di rumah tanpa didampingi tenaga profesional mungkin

kurang efektif untuk mempertahankan kontrol glukosa darah tapi

cukup untuk menjaga massa dan kekuatan otot.


21

3. Waktu Setiap sesi pelatihan setidaknya harus mencakup 5-10

latihan yang melibatkan kelompokkelompok otot utama (tubuh

bagian atas, tubuh bagian bawah, dan core/ inti) dan melibatkan

10-15 repetisi per set di tahap awal pelatihan. Seiring waktu,

berat beban dapat semakin bertambah sehingga hanya dapat

diangkat sebanyak 8-10 kali. Untuk meningkatkan kekuatan otot

secara optimal, dianjurkan untuk melakukan setidaknya satu set

pengulangan hingga mendekati kelelahan, ataupun hingga 3-4

set.

4. Tipe Latihan kekuatan menggunakan esin dan beban (misalnya

dumbbells dan barbel) dapat memberikan manfaat atau efek

yang cukup setara dalam hal peningkatan kekuatan dan massa

otot yang ditargetkan. Beban yang lebih berat mungkin

diperlukan untuk optimalisasi kerja insulin dan pengendalian

kadar glukosa darah.

Gabungan latihan aerobic dan beban

Penggabungan kedua latihan olahraga aerobik dan resistensi

dianjurkan. Kombinasi latihan yang dilakukan tiga kali seminggu pada individu

dengan DMT2 akan memberikan manfaat yang lebih besar bagi pengendalian

kadar glukosa darah dibandingkan dengan latihan aerobik atau resistensi

saja. Namun, hingga saat ini, berbagai penelitian menunjukkan bahwa total

durasi latihan dan pengeluaran kalori yang paling besar dapat dicapai dengan

mengkombinasikan latihan aerobik dan latihan beban, terutama bila keduanya

dilakukan pada hari yang sama. Belum ada penelitian yang melaporkan

bahwa latihan yang dilakukan setiap hari tapi berselangseling akan lebih

efektif, atau mempelajari efek dari kombinasi latihan isokalori pada glukosa

darah. Selain itu, tidak ada bukti yang nyata mengenai manfaat berbagai
22

bentuk latihan yang lebih ringan, seperti yoga dan tai chi, dalam mengontrol

kadar glukosa darah.

Latihan Kelenturan

Latihan kelenturan dapat dimasukkan sebagai bagian dari program

latihan, namun bukan untuk menggantikan latihan yang lainnya. Kelompok

individu usia lanjut juga disarankan untuk melakukan latihan yang

mempertahankan atau meningkatkan keseimbangan, yang mungkin akan

mencakup beberapa latihan kelenturan, dan hal ini penting terutama bagi

individu dengan DMT2 yang berusia lebih tua dan lebih berisiko untuk jatuh.

Latihan kelenturan perlu untuk dilakukan tapi bukan untuk menggantikan jenis

latihan lain yang direkomendasikan.

Efek Obat pada Respons Latihan

Untuk mencegah terjadinya hipoglikemia, individu dengan diabetes

mungkin perlu mengurangi dosis obat-obat atau insulin yang dikonsumsi

sebelum (dan mungkin setelah) latihan. Sangatlah penting untuk selalu

mewaspadai timbulnya gejala dan tanda-tanda hipoglikemia ataupun

peningkatan kadar glukosa darah (pra, selama dan pasca latihan). Pencatatan

atau dokumentasi terjadinya berbagai hal tersebut merupakan informasi yang

penting dalam membantu tenaga kesehatan menyesuaikan dosis pengobatan

klien. Klien penderita diabetes seringkali diberikan berbagai obat untuk kondisi

atau penyakit penyerta, antara lain obat diuretik, beta blocker, inhibitor

angiotensin-converting enzyme (ACE), aspirin, obat penurun kadar lemak dan

lain-lain. Obat-obat ini umumnya tidak mempengaruhi respon latihan, dengan

beberapa pengecualian:

(a) Beta-blocker diketahui akan menumpulkan respon denyut jantung saat

latihan dan menurunkan kapasitas latihan maksimal melalui efek inotropik

dan kronotropik negatif. Mereka juga dapat menghalangi timbulnya gejala


23

adrenergik dari hipoglikemia, sehingga meningkatkan risiko hipoglikemia

yang tidak terdeteksi selama latihan. Namun, beta-blocker dapat

meningkatkan kapasitas latihan pasien dengan penyakit kardiovaskular,

dengan mengurangi iskemia koroner selama aktivitas.

(b) Diuretik dapat menurunkan volume cairan dan darah secara

keseluruhan yang mengakibatkan dehidrasi dan ketidakseimbangan

elektrolit, terutama selama melakukan latihan di tempat yang panas.

(c) Dosis tinggi golongan statin berhubungan dengan terjadinya myalgia

(nyeri otot), terutama bila dikombinasikan dengan fibrat dan niasin.

3. Pendidikan Kesehatan

Pendidikan kesehatan sangat penting dalam pengelolaan. Pendidikan

kesehatan pencegahan primer harus diberikan kepada kelompok

masyarakat resiko tinggi. Pendidikan kesehatan sekunder diberikan

kepada kelompok pasien DM. Sedangkan pendidikan kesehatan untuk

pencegahan tersier diberikan kepada pasien yang sudah mengidap DM

dengan penyulit menahun.

4. Obat

oral hipoglikemik, insulin Jika pasien telah melakukan pengaturan makan

dan latihan fisik tetapi tidak berhasil mengendalikan kadar gula darah

maka dipertimbangkan pemakaian obat hipoglikemik.

Golongan Sulfonilurea

Sulfonilurea telah digunakan untuk pengobatan DMT2 sejak tahun

1950-an. Obat ini digunakan sebagai terapi farmakologis pada awal

pengobatan diabetes dimulai, terutama bila konsentrasi glukosa darah

tinggi. Obat yang tersedia meliputi sulfonilurea generasi pertama

(asetoheksimid, klorpropramid, tolbutamid, tolazamid), generasi kedua

(glipizid, glikazid, glibenklamid, glikuidon, gliklopiramid), dan generasi


24

ketiga (glimepiride). Namun sulfonilurea generasi pertama sudah sangat

jarang digunakan karena efek hipoglikemi yang terlalu hebat. Obat

golongan sulfonilurea mempunyai efek hipoglikemi yang tidak sama. Hal

ini tergantung pada kekuatan ikatan antara obat dengan reseptornya di

membran sel, contohnya glibenklamid.

Efek hipoglikemi dan ikatan antara glibenklamid dengan

reseptornya lebih kuat daripada golongan glimepiride oleh karena ikatan

glimepirid dengan reseptornya tidak sekuat ikatan glibenklamid.

Sebaiknya digunakan sulfonilurea generasi II dan generasi III yang

mempunyai waktu paruh pendek dan metabolisme lebih cepat. Meski

masa paruhnya pendek, yaitu 3-5 jam, efek hipoglikeminya berlangsung

12-24 jam. Sehingga cukup diberikan satu kali sehari. Karena hampir

semua sulfonilurea dimetabolisme di hepar dan diekskresi melalui ginjal,

sediaan ini tidak boleh diberikan pada pasien DMT2 dengan gangguan

fungsi hepar atau gangguan fungsi ginjal yang berat.

Glikuidon mempunyai efek hipoglikemi sedang dan jarang

menimbulkan serangan hipoglikemi. Glikuidon diekskresi melalui empedu

dan usus, maka dapat diberikan pada pasien DMT2 dengan ganguan

fungsi hati dan gangguan fungsi ginjal yang tidak terlalu berat. Pasien

pasien DMT2 usia lanjut, pada pemberian sulfonilurea harus diwaspadai

akan timbulnya hipoglikemia. Kecenderungan hipoglikemia pada lansia

disebabkan oleh karena metabolisme sulfonilurea lebih lambat.

Hipoglikemia pada lansia tidak mudah dikenali karena timbulnya perlahan

tanpa tanda akut dan dapat menimbulkan gangguan pada otak sampai

koma.
25

Meglitinid

Meglitinid memiliki mekanisme kerja yang sama dengan

sulfonilurea. Karena lama kerjanya pendek maka glinid digunakan sebagai

obat setelah makan (prandial). Karena strukturnya tanpa sulfur maka

dapat digunakan pada pasien yang alergi sulfur. Repaglinid dapat

menurunkan glukosa darah puasa walaupun mempunyai masa paruh

yang singkat karena lama menempel pada kompleks reseptor sulfonilurea.

Sedangkan nateglinide merupakan golongan terbaru, mempunyai masa

paruh yang lebih singkat diabandingkan repaglinid dan tidak menurunkan

glukosa darah puasa. Keduanya merupakan obat yang khusus

menurunkan glukosa darah setelah makan degan efek hipoglikemi yang

minimal. Glinid dapat digunakan pada pasien usia lanjut dengan

pengawasan. Glinid dimetabolisme dan dieksresikan melalui kandung

empedu, sehingga relatif aman digunakan pada lansia yang menderita

gangguan fungsi ginjal ringan sampai sedang.

Penghambat Alfa Glukosidase

Acarbose hampir tidak diabsorbsi dan bekerja lokal pada saluran

pencernaan. Acarbose mengalami metabolisme pada saluran pencernaan

oleh flora mikrobiologis, hidrolisis intestinal, dan aktifitas enzim

pencernaan. Inhibisi kerja enzim ini secara efektif dapat mengurangi

peningkatan kadar glukosa setelah makan pada pasien DMT2.

Penggunaan acarbose pada lansia relatif aman karena tidak akan

merangsang sekresi insulin sehingga tidak dapat menyebabkan

hipoglikemi. Efek sampingnya berupa gejala gastroinstestinal, seperti

meteorismus, flatulence dan diare. Acarbose dikontraindikasikan pada

penyakit irritable bowel syndrome, obstruksi saluran cerna, sirosis hati,


26

dan gangguan fungsi ginjal yang lanjut dengan laju filtrasi glomerulus ≤ 30

mL/min/1.73 m.

Biguanid

Dikenal 3 jenis golongan biguanid, yaitu fenformin, buformin dan

metformin. Fenformin telah ditarik dari peredaran karena sering

menyebabkan asidosis laktat. Metformin merupakan obat

antihiperglikemik yang banyak digunakan saat ini. Metformin tidak

menyebabkan rangsangan sekresi insulin dan umumnya tidak

menyebabkan hipoglikemia. Metformin menurunkan produksi glukosa di

hepar dan meningkatkan sensitivitas insulin pada jaringan otot dan

adiposa. Pada pasien diabetes yang gemuk, metformin dapat menurunkan

BB. Metformin akan diabsorbsi di usus kemudian masuk ke dalam

sirkulasi, di dalam sirkulasi metformin tidak terikat protein plasma,

ekskresinya melalui urin dalam keadaan utuh. Masa paruhnya adalah

sekitar 2 jam. Penggunaan metformin aman pada lansia karena tidak

mempunyai efek hipoglikemi. Namun metformin dikontraindikasikan pada

pasien dengan gangguan fungsi ginjal dengan LFG ≤ 30 mL/min/1.73 m.

Golongan Tiazolidinedion

Tiazolidinedion menurunkan produksi glukosa di hepar dan

menurunkan kadar asam lemak bebas di plasma. Tiazolidinedion dapat

menurunkan kadar HbA1c (1-1.5 %), meningkatkan HDL, efeknya pada

trigliserida dan LDL bervariasi. Pada pemberian oral, absorbsi tidak

dipengaruhi oleh makanan. Efek samping tiazolidinedion antara lain

peningkatan berat badan, edema, menambah volume plasma, dan

memperburuk gagal jantung kongestif. Edema sering terjadi pada

pengguanaan kombinasi tiazolidinedion bersama insulin. Selain pada

pasien dengan penyakit hepar, penggunaan tiazolidinedion tidak


27

dianjurkan pada pasien dengan gagal jantung kongestif kelas 3 dan 4

menurut kliasifikasi New York Heart Association. Hipoglikemia pada

penggunaan monoterapi jarang terjadi. Terapi glitazone dikaitkan dengan

peningkatan resiko fraktur baik pada wanita maupun pria. Insiden fraktur

ekstremitas bawah pada wanita yang telah menopause dilaporkan

meningkat dengan penggunaan glitazone ini. Pemakaian glitazone juga

dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan hati berat, sehingga

penggunaannya dihentikan apabila terdapat kenaikan enzim hati lebih dari

tiga kali nilai normal. Penggunaannya pada lansia tidak dianjurkan.

Inisiasi terapi insulin

Insulin dapat diberikan pada semua pasien DMT2 dengan kontrol

glikemik yang buruk. Insulin juga dapat diberikan pada kasus-kasus DMT2

yang baru dikenal dengan penurunan berat badan yang hebat dan dalam

keadaan ketosis. Contoh regimen insulin sekali sehari:

1. Mulai dengan dosis 8–10unit long acting insulin (insulin kerja panjang)

2. Teruskan pemakaian OAD (metformin)

3. Lakukan pemeriksaan glukosa darah sebelum makan pagi

4. Lakukan titrasi dosis untuk mengendalikan kadar glukosa darah

sebelum makan pagi Dalam menggunakan insulin, dosis dinaikan secara

bertahap. Apabila kadar glukosa darah belum terkontrol, titrasi dosis dapat

dilakukan setiap 2- 3 hari. Cara mentitrasi dosis insulin basal :

1. Naikan dosis 2 unit bila glukosa darah puasanya di atas 126 mg/dl

2. Naikan dosis 4 unit bila glukosa darah puasanya di atas 144 mg/dl

Titrasi dosis ini dapat dilakukan selama 2-3 bulan pertama sampai kadar

glukosa darah puasa mencapai kadar yang diinginkan.


28

E. Instrumen Pengukuran Modifikasi Pola Hidup pasien Diabetes Melitus

Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar

kuesioner yang berisi pertanyaan-pertanyaan terkait dengan modifikasi pola

hidup pasien DM (perencanaan makanan/diet, latihan fisik dan farmakologi).

Jumlah pernyataan berjumlah 15 dengan jawaban Ya dan Tidak. Jika jawaban

benar maka diberi nilai 2, jika salah diberi nilai 1.

F. Diabetes Melitus (DM)

1. Definisi DM

Diabetes melitus atau kencing manis adalah suatu gangguan

kesehatan berupa kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang

disebabkan oleh peningkatan kadar gula dalam darah akibat kekurangan

insulin ataupun resistensi insulin dan gangguan metabolik pada umumnya.

Pada perjalanannya, penyakit diabetes akan menimbulkan berbagai

komplikasi baik yang akut maupun yang kronis atau menahun apabila tidak

dikendalikan dengan baik. Diabetes merupakan salah satu penyakit

degeneratif yang tidak dapat disembuhkan tetapi dapat dikendalikan atau

dikelola, artinya apabila seseorang sudah didiagnosis DM, maka seumur

hidupnya akan bergaul dengannya. (Diabetes, Tipe, Rs, & Batang, 2015).

Menurut PERKENI (2015) seseorang dapat didiagnosa diabetes melitus

apabila mempunyai gejala klasik diabetes melitus seperti poliuria, polidipsi

dan polifagi disertai dengan kadar gula darah sewaktu ≥200 mg/dl dan gula

darah puasa ≥126 mg/dl.


29

2. Manifestasi Klinis

Beberapa gejala umum yang dapat ditimbulkan oleh penyakit Diabets

Melitus diantaranya:

a. Pengeluaran urin (Poliuria)

Poliuria adalah keadaan dimana volume air kemih dalam 24 jam

meningkat melebihi batas normal. Poliuria timbul sebagai gejala DM

dikarenakan kadar gula dalam tubuh relatif tinggi sehingga tubuh tidak

sanggup untuk mengurainya dan berusaha untuk mengeluarkannya

melalui urin. Gejala pengeluaran urin ini lebih sering terjadi pada malam

hari dan urin yang dikeluarkan mengandung glukosa (PERKENI, 2015).

b. Timbul rasa haus (Polidipsia)

Poidipsia adalah rasa haus berlebihan yang timbul karena kadar

glukosa terbawa oleh urin sehingga tubuh merespon untuk

meningkatkan asupan cairan (PERKENI, 2015).

c. Timbul rasa lapar (Polifagia)

Pasien DM akan merasa cepat lapar dan lemas, hal tersebut

disebabkan karena glukosa dalam tubuh semakin habis sedangkan

kadar glukosa dalam darah cukup tinggi (PERKENI, 2011).

d. Peyusutan berat badan

Penyusutan berat badan pada pasien DM disebabkan karena tubuh

terpaksa mengambil dan membakar lemak sebagai cadangan energi

(PERKENI, 2015).

3. Klasifikasi Diabetes Melitus

a. Diabetes tipe 1

Diabetes tipe 1 biasanya terjadi pada remaja atau anak, dan terjadi karena

kerusakan sel β (beta) (WHO, 2014). Canadian Diabetes Association (CDA)


30

2013 juga menambahkan bahwa rusaknya sel β pankreas diduga karena

proses autoimun, namun hal ini juga tidak diketahui secara pasti. Diabetes tipe

1 rentan terhadap ketoasidosis, memiliki insidensi lebih sedikit dibandingkan

diabetes tipe 2, akan meningkat setiap tahun baik di negara maju maupun di

negara berkembang (IDF, 2014).

b. Diabetes tipe 2

Diabetes tipe 2 biasanya terjadi pada usia dewasa (WHO,2014). Seringkali

diabetes tipe 2 didiagnosis beberapa tahun setelah onset, yaitu setelah

komplikasi muncul sehingga tinggi insidensiny sekitar 90% dari penderita DM

di seluruh dunia dan sebagian besar merupakan akibat dari memburuknya

faktor risiko seperti kelebihan berat badan dan kurangnya aktivitas fisik (WHO,

2014).

c. Diabetes gestational

Gestational diabetes mellitus (GDM) adalah diabetes yang didiagnosis

selama kehamilan (ADA, 2014) dengan ditandai dengan hiperglikemia (kadar

glukosa darah di atas normal) (CDA, 2013 dan WHO, 2014). Wanita dengan

diabetes gestational memiliki peningkatan risiko komplikasi selama kehamilan

dan saat melahirkan, serta memiliki risiko diabetes tipe 2 yang lebih tinggi di

masa depan (IDF, 2014).

d. Tipe diabetes lainnya

Diabetes melitus tipe khusus merupakan diabetes yang terjadi karena

adanya kerusakan pada pankreas yang memproduksi insulin dan mutasi gen

serta mengganggu sel beta pankreas, sehingga mengakibatkan kegagalan

dalam menghasilkan insulin secara teratur sesuai dengan kebutuhan tubuh.

Sindrom hormonal yang dapat mengganggu sekresi dan menghambat kerja

insulin yaitu sindrom chusing, akromegali dan sindrom genetik (ADA, 2015).
31

4. Patofisiologi DM

a. Patofisiologi diabetes tipe 1

Pada DM tipe 1, sistem imunitas menyerang dan menghancurkan

sel yang memproduksi insulin beta pancreas (ADA, 2014). Kondisi tersebut

merupakan penyakit autoimun yang ditandai dengan ditemukannya anti

insulin atau antibodi sel antiislet dalam darah (WHO, 2014). National Institute

of Diabetes and Digestive and Kidney Diseases (NIDDK) tahun 2014

menyatakan bahwa autoimun menyebabkan infiltrasi limfositik dan

kehancuran islet pankreas. Kehancuran memakan waktu tetapi timbulnya

penyakit ini cepat dan dapat terjadi selama beberapa hari sampai minggu.

Akhirnya, insulin yang dibutuhkan tubuh tidak dapat terpenuhi karena

adanya kekurangan sel beta pankreas yang berfungsi memproduksi insulin.

Oleh karena itu, diabetes tipe 1 membutuhkan terapi insulin, dan tidak akan

merespon insulin yang menggunakan obat oral.

b. Patofisiologi diabetes tipe 2

Kondisi ini disebabkan oleh kekurangan insulin namun tidak mutlak.

Ini berarti bahwa tubuh tidak mampu memproduksi insulin yang cukup

untuk memenuhi kebutuhan yang ditandai dengan kurangnya sel beta atau

defisiensi insulin resistensi insulin perifer (ADA, 2014). Resistensi insulin

perifer berarti terjadi kerusakan pada reseptor-reseptor insulin sehingga

menyebabkan insulin menjadi kurang efektif mengantar pesan-pesan

biokimia menuju sel-sel (CDA, 2013). Dalam kebanyakan kasus diabetes

tipe 2 ini, ketika obat oral gagal untuk merangsang pelepasan insulin yang

memadai, maka pemberian obat melalui suntikan dapat menjadi alternatif.

c. Patofisiologi diabetes gestasional

Gestational diabetes terjadi ketika ada hormon antagonis insulin

yang berlebihan saat kehamilan. Hal ini menyebabkan keadaan resistensi


32

insulin dan glukosa tinggi pada ibu yang terkait dengan kemungkinan

adanya reseptor insulin yang rusak (NIDDK,2014 dan ADA, 2014).

5. Komplikasi DM

Diabetes melitus merupakan salah satu penyakit yang dapat menimbulkan

berbagai macam komplikasi, antara lain :

a. Komplikasi metabolik akut

Kompikasi metabolik akut pada penyakit diabetes mellitus terdapat tiga

macam yang berhubungan dengan gangguan keseimbangan kadar

glukosa darah jangka pendek, diantaranya:

1) Hipoglikemia

Hipoglikemia (kekurangan glukosa dalam darah) timbul

sebagai komplikasi diabetes yang disebabkan karena pengobatan

yang kurang tepat (Smeltzer & Bare, 2008).

2) Ketoasidosis diabetic

Ketoasidosis diabetik (KAD) disebabkan karena kelebihan

kadar glukosa dalam darah sedangkan kadar insulin dalam tubuh

sangat menurun sehingga mengakibatkan kekacauan metabolik

yang ditandai oleh trias hiperglikemia, asidosis dan ketosis

(Soewondo, 2006).

3) Sindrom HHNK (koma hiperglikemia hiperosmoler nonketotik)

Sindrom HHNK adalah komplikasi diabetes melitus yang ditandai

dengan hiperglikemia berat dengan kadar glukosa serum lebih dari

600 mg/dl (Price & Wilson, 2006).

b. Komplikasi metabolik kronik

Komplikasi metabolik kronik pada pasien DM menurut Price & Wilson

(2006) dapat berupa kerusakan pada pembuluh darah kecil


33

(mikrovaskuler) dan komplikasi pada pembuluh darah besar

(makrovaskuler) diantaranya:

a) Komplikasi pembuluh darah kecil (mikrovaskuler)

Komplikasi pada pembuluh darah kecil (mikrovaskuler) yaitu :

1) Kerusakan retina mata (Retinopati)

Kerusakan retina mata (Retinopati) adalah suatu

mikroangiopati ditandai dengan kerusakan dan sumbatan

pembuluh darah kecil (Pandelaki, 2009).

2) Kerusakan ginjal (Nefropati diabetik)

Kerusakan ginjal pada pasien DM ditandai dengan

albuminuria menetap (>300 mg/24jam atau >200

ih/menit) minimal 2 kali pemeriksaan dalam kurun waktu

3-6 bulan. Nefropati diabetik merupakan penyebab

utama terjadinya gagal ginjal terminal.

3) Kerusakan syaraf (Neuropati diabetik)

Neuropati diabetik merupakan komplikasi yang

paling sering ditemukan pada pasien DM. Neuropati

pada DM mengacau pada sekelompok penyakit yang

menyerang semua tipe saraf (Subekti, 2009).

b) Komplikasi pembuluh darah besar (makrovaskuler)

Komplikasi pada pembuluh darah besar pada pasien diabetes yaitu

stroke dan risiko jantung koroner.

1) Penyakit jantung koroner

Komplikasi penyakit jantung koroner pada pasien

DM disebabkan karena adanya iskemia atau infark miokard

yang terkadang tidak disertai dengan nyeri dada atau


34

disebut dengan SMI (Silent Myocardial Infarction)

(Widiastuti, 2012).

2) Penyakit serebrovaskuler

Pasien DM berisiko 2 kali lipat dibandingkan dengan

pasien non-DM untuk terkena penyakit serebrovaskuler. Gejala

yang ditimbulkan menyerupai gejala pada komplikasi akut DM,

seperti adanya keluhan pusing atau vertigo, gangguan

penglihatan, kelemahan dan bicara pelo (Smeltzer & Bare,

2008).

6. Faktor Risiko Diabetes Melitus

1) Faktor risiko yang dapat diubah

a) Gaya hidup

Gaya hidup merupakan perilaku seseorang yang ditunjukkan dalam

aktivitas sehari-hari. Makanan cepat saji, olahraga tidak teratur dan

minuman bersoda adalah salah satu gaya hidup yang dapat memicu

terjadinya DM tipe 2 (ADA,2009). Gaya hidup yang baik dapat

memperkecil terjadinya DM tipe 2.

b) Diet yang tidak sehat

Perilaku diet yang tidak sehat yaitu kurang olahraga, menekan nafsu

makan, sering mengkonsumsi makan siap saji dapat menyebabkan

terjadinya DM tipe 2. Pasien DM tipe 2 harus mengetahui perilku diet yang

baik untuk mengatasi terjadinya DM (Abdurrahman, 2014).

c) Obesitas

Obesitas merupakan salah satu faktor risiko utama untuk terjadinya

penyakit DM. Menurut Kariadi (2009) dalam Fathmi (2012), obesitas

dapat membuat sel tidak sensitif terhadap insulin (resisten insulin).


35

Semakin banyak jaringan lemak pada tubuh, maka tubuh semakin

resisten terhadap kerja insulin, terutama bila lemak tubuh terkumpul

didaerah sentral atau perut (central obesity).

d) Tekanan darah tinggi

Menurut Kurniawan dalam Jafar (2010) tekanan darah tinggi merupakan

peningkatan kecepatan denyut jantung, peningkatan resistensi (tahanan)

dari pembuluh darah dari tepi dan peningkatan volume aliran darah.

Hipertensi akan menyebabkan insulin resisten sehingga terjadi

hiperinsulinemia, terjadi mekanisme kompensasi tubuh agar lukosa darah

normal. Bila tidak dapat diatasi maka akan trjadi gangguan Toleransi

Glukosa Terganggu (TGT) yang mengakibatkan kerusakan sel beta dan

terjadilah DM tipe 2 (Kemenkes, 2010).

2) Faktor risiko yang tidak dapat diubah

a) Usia

Semakin bertambahnya usia maka semakin tinggi risiko terkena diabetes

tipe 2. DM tipe 2 terjadi pada orang dewasa setengah baya, paling sering

setelah usia 45 tahun (American Heart Association [AHA], 2012).

Meningkatnya risiko DM seiring dengan bertambahnya usia dikaitkan

dengan terjadinya penurunan fungsi fisiologis tubuh.

b) Riwayat keluarga diabetes melitus

Seorang anak dapat diwarisi gen penyebab DM orang tua. Biasanya

seseorang yang menderita DM mempunyai anggota keluarga yang juga

terkena penyakit tersebut (Ehsa, 2010). Fakta menunjukkan bahwa mereka

yang memiliki ibu penderita DM tingkat risiko terkena DM sebesar 3,4 kali

lipat lebih tinggi dan 3,5 kali lipat lebih tinggi jika memiliki ayah penderita

DM. Apabila kedua orangtua menderita DM, maka akan memiliki risiko

terkena DM sebesar 6,1 kali lipat lebih tinggi (Sahlasaida, 2015).


36

c) Ras atau latar belakang etnis

Risiko DM tipe 2 lebih besar terjadi pada hispanik, kulit hitam, penduduk

asli Amerika, dan Asia. Etnis merupakan faktor penting dalam

perkembangan diabetes mellitus tipe II pada orang dewasa dan anak-anak.

Peningkatan tertinggi dilaporkan terjadi pada etnis Asia, Hispanics, orang

pribumi (USA, Kanada, Australia) dan African Americans, dengan

beberapa yang tertinggi di dunia baru saja ditemukan pada etni Indian pima

(ADA, 2009).

d) Riwayat diabetes pada kehamilan

Mendapatkan diabetes selama kehamilan atau melahirkan bayi lebih dari

4,5 kg dapat meningkatkan risiko DM tipe 2 (Ehsa, 2010). Faktor resiko

pada DM pada kehamilan adalah wanita yang hamil dengan umur lebih dari

25 tahun disertai dengan riwayat keluarga dengan diabetes melitus, infeksi

yang berulang, melahirkan dengan berat badan bayi lebih dari 4 kg (ADA,

2012).

G. Hubungan pengetahuan Tatalaksana Diabetes Melitus dengan modifikasi pola

hidup pasien Diabetes Melitus tipe 2

Pengetahuan penderita tentang diabetes melitus merupakan sarana yang dapat

membantu penderita menjalankan penanganan diabetes selama hidupnya sehingga

semakin banyak dan semakin baik penderita mengerti tentang penyakitnya semakin

mengerti bagaimana harus mengubah perilakunya. (Ariani, 2012) Upaya untuk

memperbaiki kehidupan pasien DM, pasien DM harus mengetahui empat pilar

penatalaksanaan DM seperti edukasi, perencanaan makan, latihan jasmani dan

terapi farmakologi (Ariani, 2012). Pengetahuan adalah segala sesuatu yang harus

diketahui. Pengetahuan diabetes melitus sangatlah berpengaruh pada gaya hidup

pasien diabetes melitus. Pengetahuan merupakan salah satu faktor penting yang
37

menentukan gaya hidup pasien diabetes mellitus (Alfiani, Yulifah, & Sutriningsih,

2017).

Dalam penatalaksanaan diabetes melitus terdiri dari terapi farmakologi dan non

farmakologis. Terpi farmakologi terdiri dari obat oral dan suntikan. Terapi non

farmakologi yang meliputi perubahan gaya hidup dengan melakukan pengaturan pola

makan yang dikenal sebagai terapi gizi medis, meningkakan aktivitas jasmani, dan

edukasi berbagai masalah yang berkaitan dengan penyakit diabetes mellitus yang

dilakukan secara terus menerus. Terapi gizi medis merupakan salah satu terapi non

farmakologi yang sangat direkomendasikan bagi penyandang diabetes. Terapi gizi

medis ini pada prinsipnya adalah melakukan pengaturan pola makan yang

didasarkan pada status gizi diabetisi dan melakukan modifikasi diet berdasarkan

pada kebutuhan individual (Alfiani et al., 2017).

Pentingnya penderita diabetes melitus mengetahui cara mencegah komplikasi yakni

pertama guna mencegah munculnya komplikasi diabetes, atau menunda datangnya

komplikasi antara lain dengan cara rutin memeriksakan diri, seperti guna mencegah

agar tidak terjadi retinopati diabetik, penderita dengan rutin memeriksakan kesehatan

matanya minimal satu tahun sekali. Penderita diabetes juga harus rajin merawat dan

memerikan kaki, guna menghindari terjadinya kaki diabetik dan kecacatan yang

mungkin akan muncul. Kedua Peningkatan pengetahuan penderita mengenai cara

mencegah komplikasi juga dapat meningkatkan kualitas hidup penderita

diabetes.(Alfiani et al., 2017).

H. Tatalaksana Diabetes mellitus tipe 2

Dalam mengobati pasien DMT2 tujuan yang harus dicapai adalah meningkatkan

kualitas hidup pasien. Tujuan penatalaksanaan meliputi tujuan penatalaksanaan

jangka pendek dan jangka panjang. Tujuan penatalaksanaan jangka pendek adalah

menghilangkan keluhan dan tanda DM, mempertahankan rasa nyaman, dan mencapai
38

target pengendalian glukosa darah. Tujuan penatalaksanaan jangka panjang adalah

untuk mencegah dan menghambat progresivitas komplikasi makrovaskuler dan

mikrovaskuler, serta neuropati diabetikum. Tujuan akhir pengelolaan DMT2 adalah

menurunkan morbiditas dan mortalitas DM. Untuk mencapai tujuan tersebut, perlu

penatalaksanaan diabetes secara lebih dini dan lebih cepat sehingga kadar glukosa

darah puasa, glukosa darah setelah makan, variabilitas glukosa darah, HbA1c, tekanan

darah, berat badan dan profil lipid dapat dikendalikan. Hal ini dapat tercapai melalui

pengelolanpasien secara holistic dengan mengajarkan perawatan mandiri dan

perubahan pola hidup,disamping terapi farmakologis.

1) Terapi non farmakologis

Dari awal, pada pengelolaan pasien DMT2 harus direncanakan terapi

non farmakologis dan pertimbangan terapi farmakologis. Hal yang paling

penting pada terapi non farmakologis adalah monitor sendiri kadar glukosa

darah dan pendidikan berkelanjutan tentang penatalaksanaan diabetes pada

pasien. Latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu selama 30 menit/

kali), merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan DM tipe 2. Kegiatan sehari-

hari seperti berjalan kaki ke pasar, menggunakan tangga, dan berkebun harus

tetap dilakukan. Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat

menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin sehingga akan

memperbaiki kendali glukosa darah.

Latihan jasmani yang dianjurkan adalah berupa latihan jasmani yang

bersifat aerobik seperti jalan kaki, bersepeda santai, joging, dan berenang.

Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status kesegaran

jasmani. Untuk mereka yang relatif sehat, intensitas latihan jasmani bisa

ditingkatkan. Sementara bagi mereka yang sudah mengalami komplikasi DM,

intensitas latihan jasmani dapat dikurangi. Terapi nutrisi medis dilaksanakan

dalam beberapa tahap. Pengenalan sumber dan jenis karbohidrat, pencegahan


39

dan penatalaksanaan hipoglikemia harus dilakukan terhadap pasien. Terapi

nutrisi medis ini bersifat bersifat individu. Secara umum, terapi nutrisi medis

meliputi upaya-upaya untuk mendorong pola hidup sehat, membantu kontrol

gula darah, dan membantu pengaturan berat badan.

2) Diet Diabetes

Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang

dibutuhkan penyandang diabetes. Cara yang paling umum digunakan

adalah dengan memperhitungkan kebutuhan kalori basal yang besarnya

25-30 kalori/kgBB ideal (BBI), ditambah atau dikurangi dengan beberapa

faktor koreksi. Faktor koreksi ini meliputi jenis kelamin, umur, aktivitas, dan

berat badan. Perhitungan berat badan Ideal (BBI) dilakukan dengan

menggunakan rumus Brocca yang dimodifikasi yaitu:

Berat badan ideal = 90% x (TB dalam cm - 100) x 1 kg.

Bagi pria dengan tinggi badan di bawah 160 cm dan wanita di bawah 150

cm, rumus dimodifikasi menjadi :

Berat badan ideal (BBI) = (TB dalam cm - 100) x 1 kg.

Faktor-faktor yang menentukan kebutuhan antara lain :

1. Jenis Kelamin

Kebutuhan kalori pada wanita lebih kecil dibandingkan kebutuhan

kalori pada pria. Kebutuhan kalori wanita sebesar 25 kal/kg BBI dan

pria sebesar 30 kal/kg BBI.

2. Umur

Untuk pasien usia di atas 40 tahun: kebutuhan kalori dikurangi 5%

(untuk dekade antara 40 dan 59 tahun), dikurangi 10% (untuk usia 60

s/d 69 tahun), dan dikurangi 20% (untuk usia di atas 70 tahun).


40

3. Aktivitas Fisik

Kebutuhan kalori dapat ditambah sesuai dengan intensitas aktivitas

fisik. Penambahan 10% dari kebutuhan kalori basal diberikan pada

pasien dalam keaadaan istirahat total, penambahan 20% dari

kebutuhan kalori basal diberikan pada pasien dengan aktivitas fisik

ringan, penambahan 30% dari kebutuhan kalori basal diberikan pada

pasien dengan aktivitas fisik sedang, dan penambahan 50% dari

kebutuhan kalori basal diberikan pada pasien dengan aktivitas fisik

sangat berat.

4. Berat Badan

Pada pasien dengan obesitas, kebutuhan kalori dikurangi sekitar 20-

30% dari kebutuhan kalori basal (tergantung pada derajat obesitas

yaitu apakah obes I atau obes II). Pada pasien dengan underweight,

kebutuhan kalori ditambah sekitar 20-30% dari kebutuhan kalori basal

(sesuai dengan kebutuhan untuk meningkatkan BB).

3) Komposisi Makanan

Persentase asupan karbohidrat yang dianjurkan untuk pasien

DMT2 adalah sebesar 45-65% dari kebutuhan kalori total. Persentase

asupan lemak yang dianjurkan adalah sekitar 20-25% dari kebutuhan kalori

total. Asupan lemak ini tidak diperkenankan melebihi 30% dari kebutuhan

kalori total. Persentase asupan lemak jenuh yang dianjurkan adalah kurang

7 % dari kebutuhan kalori total. Persentase asupan lemak tidak jenuh

ganda yang dianjurkan adalah kurang 10 % dari kebutuhan kalori total.

Bahan makanan yang perlu dibatasi adalah bahan makanan yang banyak

mengandung lemak jenuh dan lemak trans antara lain : daging berlemak

dan susu penuh (whole milk).


41

Anjuran konsumsi kolesterol adalah kurang 300 mg/hari.

Persentase asupan protein yang dianjurkan adalah sebesar 10 – 20% dari

kebutuhan kalori total. Sumber protein yang baik adalah seafood (ikan,

udang, cumi, dll), daging tanpa lemak, ayam tanpa kulit, produk susu

rendah lemak, kacang-kacangan, tahu, dan tempe. Pada pasien dengan

PGD perlu penurunan asupan protein menjadi 0,8 g/kgBB perhari atau

sekitar 10% dari dari kebutuhan kalori total. Anjuran asupan natrium untuk

penyandang diabetes sama dengan anjuran asupan natrium untuk

masyarakat umum yaitu tidak lebih dari 3000 mg atau sama dengan 6-7 g

(1 sendok teh) garam dapur.

Pada pasien DMT2 dengan hipertensi, pembatasan asupan natrium

diperlukan yaitu tidak lebih dari 2,4g garam dapur. Sumber natrium antara

lain adalah garam dapur, vetsin, soda, dan bahan pengawet seperti natrium

benzoat dan natrium nitrit. Seperti halnya masyarakat umum penderita

diabetes dianjurkan mengonsumsi cukup serat dari kacang-kacangan,

buah dan sayuran serta sumber karbohidrat yang tinggi serat, karena

mengandung vitamin, mineral, serat, dan bahan lain yang baik untuk

kesehatan. Anjuran konsumsi serat adalah sekitar 25 g/1000 kkal/hari.

Pemanis dikelompokkan menjadi pemanis bergizi dan pemanis tak bergizi.

Pemanis bergizi meliputi gula alkohol dan fruktosa. Gula alkohol antara lain

isomalt, lactitol, maltitol, mannitol, sorbitol, dan xylitol. Dalam

penggunaannya, pemanis bergizi perlu diperhitungkan kandungan

kalorinya. Fruktosa tidak dianjurkan digunakan pada penyandang diabetes

karena dapat mempengaruhi kadar lemak darah. Pemanis tak bergizi

seperti aspartam, sakarin, acesulfame potassium, sukralose, dan neotame.


42

4) Obat Hipoglikemik Oral (OHO)

Pengelolaan DMT2 dimulai dengan pengaturan makan dan latihan

jasmani selama beberapa waktu. Apabila kadar glukosa darah belum

mencapai sasaran, dilakukan intervensi farmakologis dengan obat

hipoglikemik oral (OHO) dan atau suntikan insulin. Pemilihan obat untuk

pasien DMT2 memerlukan pertimbangan yang banyak agar sesuai dengan

kebutuhan pasien. Pertimbangan itu meliputi, lamanya menderita diabetes,

adanya komorbid dan jenis komorbidnya, riwayat pengobatan sebelumnya,

riwayat hipoglikemia sebelumnya, dan kadar HbA Dengan 1c.

pertimbangan tertentu, OHO dapat segera diberikan secara tunggal atau

langsung kombinasi, sesuai indikasi. Pada keadaan dekompensasi

metabolik berat, misalnya ketoasidosis, stres berat, berat badan yang

menurun dengan cepat, adanya ketonuria, insulin dapat segera diberikan.

Pengetahuan tentang pemantauan mandiri, tanda dan gejala hipoglikemia

dan cara mengatasinya harus dijelaskan kepada pasien.


43

I. KERANGKA TEORI Komplikasi dari DM:

Faktor risiko DM
1. Komplikasi metabolic akut : Hipoglikemia,
1. Faktor resiko yang dapat diubah : Gaya hidup, Ketoasidosis diabetic dan Sindrom HHNK
Diet yang tidak sehat, Obesitas dan Tekanan
Darah Tinggi (Hiperglikemik Hiperlosmolar Non Ketotik)
2. Komplikasi metabolic Kronik : Komplikasi pembuluh
2. Faktor resiko yang tidak dapat diubah ( Usia,
Riwayat Keluarga DM,Ras,riwayat DM pada darah kecil ( Mikrovaskuler) dan Komplikasi pembuluh
kehamilan
darah besar(makrovaskuler)

Diabetes
Militus

Klasifikasi DM yaitu:
Manifestasi Klinis DM yaitu: Poliuria,
polydipsia,polifagia dan penyusutan - DM TIPE 1
berat badan - DM TIPE 2
- DM TIPE LAIN
DM TIPE 2 - DM TIPE GESTIONAL

Faktor yang
mempengaruhi 4 Pilar Tatalaksana Diabetes
pengetahuan: Militus:
1. Pendidikan 1. Edukasi
2. Pekerjaan 2. Diet/perencanaan
3. Umur makanan
4. Factor lingkungan 3. Latihan jasmani
5. Sosial budaya 4. Intervensi
Farmakologi

Modifikasi
pola Hidup
Pengetahuan

Edukasi
Obat oral dalam bentuk
suntikan

Diet/perencanaan
makanan
1. Pemacu sekresi insulin
2. Peningkat sensitivitas
terhadap insulin Latihan jasmani
3. Penghambat absorpsi
Glukosa disaluran Intervensi Farmakologi
pencernaan
4. Penghambat DPP-IV
5. Penghambat SHL

Skema 2.2 Kerangka Teori Hubungan Pengetahuan Tatalaksana Diabetes


Melitus Dengan Modifikasi Pola Hidup Pasien Diabetes Melitus Tipe 2
BAB III
METODE

A. Literature Review

Penelitian literature review merupakan penelitian yang dilakukan untuk

topik tertentu yang dipilih oleh peneliti dan menggunakan data sekunder dari

penelitian terdahulu (Aziz & Arofiati, 2019). Desain yang digunakan dalam

literature review adalah croos sectional. Desain croos sectional adalah desain

penelitian yang digunakan untuk pengumpulan data variable resiko atau

sebab (variable independen) maupun variable akibat (variable dependen) dan

dilakukan pengukuran dalam satu kali waktu.

B. Strategi Pencarian Literature

1. Framework yang digunakan

Strategi yang digunakan untuk mencari artikel menggunakan PICOS

framework.

1) Population/problem , populasi atau masalah yang akan di analisis

2) Intervention , suatu tindakan penatalaksanan terhadap kasus

perorangan atau masyarakat serta pemaparan tentang

penatalaksanaan

3) Comparation , penatalaksanaan lain yang digunakan sebagai

pembanding

4) Outcome, hasil atau luaran yang diperolah pada penelitian

5) Study design, desain penelitian yang digunakan oleh jurnal yang

akan di review.

44
45

2. Kata kunci

Pencarian artikel atau jurnal menggunakan keyword dan boolean

operator (AND, OR NOT or AND NOT) yang digunakan untuk memperluas

atau menspesifikkan pencarian, sehingga mempermudah dalam penentuan

artikel atau jurnal yang digunakan. Kata kunci yang digunakan dalam

penelitian ini yaitu : “Knowledge”,”diabetes mellitus management”,“diabetes

processing”,“diabetes management”, “lifestyle modification”,” modification”,

“life style”, “diabetes mellitus”. Sedangkan dalam bahasa Indonesia kata kunci

yang digunakan yaitu “pengetahuan”,”tatalaksana diabetes

melitus”,”pengolahan diabetes”,“manajemen diabetes”, “modifikasi pola

hidup”, “diabetes melitus”.

Tabel 3.1 Kata Kunci Pencarian

Pengetahuan Tatalaksana diabetes Modifikasi pola hidup Diabetes melitus


mellitus
Knowledge Management diabet Life style DM
Penguasaan Pengelolaan diabetes Perubahaan Diabetes type 2
Insight variation Diabet

3. Database atau Search engine

Data yang digunakan dalam peelitian ini adalah data sekunder yang

diperoleh bukan dari pengamatan langsung, akan tetapi diperoleh dari

hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti-peneliti terdahulu.

Sumber data sekunder yang didapat berupa artikel atau jurnal yang

relevan dengan topik dilakukan menggunakan database melalui google

scholar, Elsevier,Scient Direct dan pubmed central.


46

C. Kriteria Inklusi dan Ekslusi

Tabel 3.2 Kriteria inklusi dan ekslusi

Kriteria Inklusi Ekslusi


Population / Jurnal international yang Jurnal international yang tidak
Problem berhubungan dengan topik penelitian berhubungan dengan topik
yakni hubungan tatalaksana diabetes penelitian yakni hubungan
mellitus dengan modifikasi pola hidup tatalaksana diabetes mellitus
pasien diabetes mellitus tipe 2 dengan modifikasi pola hidup
pasien diabetes mellitus tipe 2
Intervention Faktor tatalaksana diabetes mellitus Selain Faktor emosional
dengan modifikasi pola hidup pasien faktor kebutuhan, faktor
diabetes mellitus tipe 2 tindakan keperawatan dan
faktor perhatian.
Comparation Tidak ada faktor pembanding Tidak ada faktor pembanding
Outcome Adanya hubungan factor-faktor Tidak ada hubungan Faktor
pengetahuan tatalaksana diabetes emosional faktor kebutuhan,
mellitus dengan modifikasi pola hidup faktor tindakan keperawatan
pasien diabetes mellitus tipe 2 dan faktor perhatian
Study design Mix methods study, experimental study, Systematic / literature review
survey study, cross-sectional, analisis
korelasi, komparasi dan studi kualitatif
Tahun terbit Artikel atau jurnal yang terbit mulai dari Artikel atau jurnal yang terbit
lima tahun terakhir sampai dengan 2020 sebelum tahun 2010
Bahasa Bahasa inggris dan bahasa indonesia Selain bahasa inggris dan
bahasa indonesia
BAB IV
HASIL DAN ANALISA JURNAL

A. Hasil Pencarian dan Seleksi Studi

Berdasarkan hasil pencarian literature melalui publikasi Science

Direct, Elsevier, pudmed dan Google Scholar menggunakan kata kunci dalam

bahasa inggris “Knowledge”,”diabetes mellitus management”,“diabetes

processing”,“diabetes management”, “lifestyle modification”,” modification”,

“life style”, “diabetes mellitus”.”. Sedangkan dalam bahasa Indonesia kata

kunci yang digunakan yaitu ““pengetahuan”,”tatalaksana diabetes

melitus”,”pengolahan diabetes”,“manajemen diabetes”, “modifikasi pola

hidup”, “diabetes melitus”. Hasil pencarian yang sudah didapatkan kemudian

diperiksa,ditemukan terdapat 217 jurnal terbitan 5-10 tahun terakhir.

Kemudian di seleksi kembali berdasarkan judul (n=53), abstrak (n=20),dan full

text (n=10) yang sesuai dengan judul literature review. Assessment kelayakan

terdapat 10 jurnal yang bisa sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi

didapatkan sebanyak 10 jurnal yang bisa dipergunakan dalam literature

review.

47
48

Skema 4.1 Alur Seleksi Jurnal

Pencarian menggunakan database


science direct, Elsevier, pudmed dan
google scholar.

N = 217

Sciene Direct : 2

Scholar : 5

Pudmed: 2

Elsevier: 1

Excluded (N = 27)
Seleksi jurnal 5 tahun terakhir
menggunakan bahasa inggris dan Problem atau tidak sesuai topik (n = 10)
bahasa Indonesia
Intervention: diluar pengetahuan tatalaksana
N = 120 (n = 8)

Outcome : tidak ada hubungan dengan


pengetahuan tatalaksana diabetes melitus
(n=8)
Seleksi judul dan duplikat Study design: literature review (n = 1 )
N = 53

Identifikasi abstrak

N = 20

Excluded (N = 10)

Jurnal yang dapat dianalisis sesuai


rumusan dan tujuan penelitian

N = 10
49

Tabel 4.1 Sumber utama penelitian

Tipe Buku Ordinari Review Disertation


Sumber paper Artikel
Review Systematic Meta
review analysis
Indonesia - 8 - - - -
English - 2 - - - -
Sum 0 10 0 0 0 0

Tabel 4.2 Karateristik Umum dalam penyeleksian Studi

Kategori N %
Tahun Publikasi
2020 2 20
2019 2 20
2018 3 30
2017 1 10
2016 1 10
2015 1 10
Total 10 100
Desain Penelitian
Croosectional 9
Deskriptif 1 10
Total 10 100

Tabel 4.3 Variabel yang diteliti


Variabel yang diteliti Sumber Empiris utama
Pengetahuan diabetes mellitus dan gaya hidup pasien Yulifah,N.A.R.,Sutriningsih,A. ( 2017 )
diabetes mellitus
Tingkat pengetahuan dan gaya hidup pasien diabetes Hasanah, D.Nur (2018)
mellitus
Modifikasi gaya hidup, kepatuhan konsumsi obat Toharin, S.N.R.,
antidiabetik dan kadar gula darah penderita diabetes Cahyat, W.Hary., (2015)
mellitus
Tingkat pengetahuan keluarga tentang modifikasi diet Yanto, N.A.J., (2018)
bagi penderita Diabetes
Persepsi diet, aktivitas fisik, keteraturan berobat Rahma, Siti., (2016)
dengan upaya pengendalian penyakit diabetes
Gambaran pengetahuan dan perilaku tentang Ciptarni, I.F.Dyah 2019)
penatalaksanaan DM pada pasien diabetes mellitus
tipe 2
Modifikasi gaya hidup dan kualitas hidup pasien Laksmi, P.S., Gihmir., (2012)
diabetes
Perilaku gaya hidup sehat antara pasien diabetes Bagus, Maylan., et al.,(2018)
dengan diabetes tipe 2
Effect of diet on type 2 diabetes mellitus Waqas Sami et, al (2017)

B. Daftar Hasil Analisa Artikel

Analisa jurnal menggunakan tabel yang dikelompokkan berdasarkan

karakteristik inklusi yang ditentukan peneliti. Dalam menganalisa jurnal

peneliti mengumpulkan ringkasan jurnal berdasarkan nama peneliti, tahun,


50

volume jurnal, judul, metode, hasil penelitian dan database. Studi literatur

dimulai dengan materi hasil penulisan yang secara sekuensi diperhatikan dari

yang paling relevan, relevan, dan cukup relevan. Kemudian membaca

abstrak, setiap jurnal terlebih dahulu untuk memberikan penilaian apakah

permasalahan yang dibahas sesuai dengan yang hendak dipecahkan dalam

suatu jurnal. Mencatat poin-poin penting dan relevansinya dengan

permasalahan penelitian, untuk menjaga tidak terjebak dalam unsur plagiat,

penulis hendaknya juga mencatat sumber informasi dan mencantumkan

daftar pustaka. Jika memang informasi berasal dari ide atau hasil penulisan

orang lain. Membuat catatan, kutipan, atau informasi yang disusun secara

sistematis sehingga penulisan dengan mudah dapat mencari kembali jika

sewaktu-waktu diperlukan (Nursalam, 2016). Studi literatur dimulai dengan

materi hasil penulisan yang secara sekuensi diperhatikan dari yang paling

relevan, relevan, dan cukup relevan. Kemudian membaca abstrak, setiap

jurnal terlebih dahulu untuk memberikan penilaian apakah permasalahan

yang dibahas sesuai dengan yang hendak dipecahkan dalam suatu jurnal.

Mencatat poin-poin penting dan relevansinya dengan permasalahan

penelitian, untuk menjaga tidak terjebak dalam unsur plagiat, penulis

hendaknya juga mencatat sumber informasi dan mencantumkan daftar

pustaka. Jika memang informasi berasal dari ide atau hasil penulisan orang

lain. Membuat catatan, kutipan, atau informasi yang disusun secara sistematis

sehingga penulisan dengan mudah dapat mencari kembali jika sewaktu-waktu

diperlukan (Nursalam, 2016).


Tabel 4.4 Daftar Hasil Pencarian Artikel
51

NO Author Tahun Volume Judul Metode (Desain, Hasil Database


,angka Sampel,Variabel, penelitian
Instrumen, Analisis)
1. Waode 2020 Volume Hubungan u: cross sectional Hasil Scholar
Azfari 2 antara tingkat study. penelitian
Azis nomor pengetahuan S: non probability dari 26
1 dengan gaya sampling dengan responden
Laode hidup pada pendekatan memiliki
Yusman penderita purposive sampling, pengetahuan
Muriman diabetes V: Hubungan antara kategori
mellitus pola gaya hidup dan kurang
parameter
http://jurnal.glo kardio-renal-metabolik
balhealthscien pada pasien dengan
cegroup.com/i diabetes mellitus tipe 2
ndex.php/JPP I: kuesioner MMAS
P A: Uji Chi-Square
2. Dita 2017 Volume Faktor-faktor D: kuantitatif Hasil Science
Wahyu 2 yang dengan pendekatan penelitian
Hestiana nomor berhubungan observasional analitik menunjukka direct
2 dengan dengan desain cross n terdapat
kepatuhan sectional study. hubungan
dalam S: non probability antara umur
pengelolaan sampling dengan dan peran
diet pada pendekatan keluarga
pasien rawat purposive sampling, dengan
jalan diabetes V: pengetahuan dan kepatuhan
melitus tipe 2 perilaku tentang
penatalaksanaan DM
http://journal.u pada pasien diabetes
nnes.ac.id/sju/i mellitus tipe 2
ndex.php/jheal I: kuesioner MMAS
thedu/ A: Uji Chi-Square

3. Maylani 2019 Vol.13 Predicting D: cross sectional Data dari pudmed


Asril yang nomor Healty study. penelitian ini
bagus 1 Lifestyle S: non probability enunjukan
Keiji Behaviours sampling dengan ada
Tabuchi Among pendekatan pengaruh
Miwako Patients with purposive sampling, hubungan
Tsunema Type 2 V: memprediksi modifikasi
tsu Diabetes in perilaku gaya hidup dengan
Toshio Rural Bali, sehat diantara pasien tingkat
Kobayas Indonesia dengan diabetes pengethauan
hi dan melitus pasien
Masayuki https://doi.org/ I: kuesioner MMAS diabetes.
Kakehas 10.1177/11795 A: Uji Chi-Square .
hi 51420915856
4. Limsah 2018 Volume HUBUNGA D: Deskriptif Hasil Scholar
Silalahi 7 N S:Total Sampling penelitian ini
nomor PENGETA V: Modifikasi gaya hubungan
2 HUAN DAN hidup dan kepatuhan yang
TINDAKAN konsumsi obat signifikan
PENCEGA antidiabetik dengan antara
HAN kadar gula darah pada pengetahuan
52

DIABETES penderita diabetes tentang


MELLITUS mellitus tipe 2 Diabetes
TIPE 2 I:kuesioner MMAS Mellitus tipe
A: Uji Chi-Square 2 dengan
http://dx.doi.or tindakan
g/10.20473/jpk pencegahan
.V7.I2.2019.22 Diabetes
3-232 Mellitus tipe
2
5. Citra 2018 Volume Gambaran self D: kuantitatif Hasil Scholar
Windani 15 management dengan pendekatan penelitian ini
Et all., nomor pada pasien observasional analitik menunjukan
1 diabetes dengan desain cross responden
mellitus tipe 2 sectional study. yang
S: non probability melakukan
citra.windani@ sampling dengan selfmanage
unpad.ac.id pendekatan men sedang
purposive sampling, (97%) dan
V: Hubungan persepsi baik (2,9%).
diet, aktivitas fisik dan baik.darah
keteraturan berobat (p=0,028).
terhadap upaya
pengendalian penyakit
diabetes mellitus tipe 2
I:kuesioner MMAS
A: Uji Chi-Square
6. Ferina 2016 Volume Tatalaksana D:Deskriptif Korelatif Tatalaksana Scholar
dwi 5 farmakologi menggunakan pasien DM
marinda nomor diabetes pendekatan pada lansia
2 mellitus tipe 2 crooscetional yang gula
pada wanita S: Total Sampling darahnya
lansia dengan V:pengetahuan dengan tidak
kadar gula gaya hidup pasien terkendali
tidak terkontrol diabetes melitus tipe dengan
email: 2 kombinasi
ferinadwimarin I: kuesioner MMAS modifikasi
da@yahoo.co A: Uji Chi-Square gaya hidup
m memiliki
pengaruh
yang
signifikan
7. Nurul 2017 Volume Hubungan D:coreelation Hasil uji scholar
Alfiani 2 pengetahuan menggunakan statistik
Rita nomor diabetes pendekatan cross penelitian
Yulifah 2 mellitus sectional sebagian
dengan gaya S:Total Sampling besar
Ani hidup pasien V:pengetahuan pengetahuan
Sutrining diabetes diabetes melitus diabetes
sih melitus tipe 2 dengan gaya hidup melitus
pasien diabetes responden
jurnalpsik.unitri melitus masuk
@gmail.com I: Kuesioner tertutup kategori
A: Uji chi-square cukup (60%),
dan hampir
setengahnya
dari
responden
memiliki
gaya hidup
baik sebayak
14 orang
(47%).
8. Moch. 2020 Volume HUBUNGAN D: cross sectional Secara Elsevier
Rizki 17 PENGETAHU study. keseluruhan
53

Ramadha nomor AN DIET S: non probability sampel,


n et, al 2 PASIEN sampling dengan kriteria
DIABETES pendekatan tingkat
MELLITUS purposive sampling, pengetahuan
TIPE II V: Effect of diet on type kurang
TERHADAP 2 diabetes mellitus sebanyak 18
KONTROL I: kuesioner MMAS orang (60%)
GULA DARAH A: Uji Chi-Square dan tingkat
SEWAKTU pengetahuan
https://ojs.unu baik 12
d.ac.id/index.p orang (40%).
hp/essential/in GDS
dex

9. Syamsi Nur2015 Volume Hubungan D: explanatory Hasil Elsavier


Rahman 4 modifikasi research menggunakan penelitian
Toharin nomor gaya hidup metode survey dengan dengan uji
2 dan kepatuhan pendekatan cross chi-square
konsumsi obat sectional dan fisher
Widya Hary antidiabetik S:purposiveSampling (alpha=0,05)
Cahyati dengan kadar V:Modfikasi gaya hidup menunjukka
gula darah dan kepatuhan n bahwa
pada konsumsi obat variabel yang
pendferita antidiabetik dengan mempunyai
Intan diabetes kadar gula darah pada hubungan
Zainafree mellitus tipe 2 penderita diabetes bermakna
melitus dengan
I: kuesioner MMAS
http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/ujp kadar gula
h A: Uji Chi-Square darah adalah
kepatuhan
diit (p=0,019)
dan
kepatuhan
konsumsi
obat
antidiabetik
(p=0,012),
10 Prabha 2020 Vol.4 A Review D: kuantitatif Hasil pudmed
Shrestha nomor about the dengan pendekatan penelitian
Laxmi 6 Effect of life observasional analitik menyatakan
Ghimire style dengan desain cross ada
modification on sectional study. pengaruh
diabetes and S: non probability signifikan
Quality of life sampling dengan tentang effek
pendekatan dari diabetes
URL: purposive sampling, dengan gaya
http://dx.doi.or V: Tinjauan tentang hidup pasien
g/10.5539/gjhs Pengaruh Modifikasi diabetes
.v4n6p185 gaya hidup elitus tipe 2
tentang Diabetes dan
Kualitas Hidup
I: kuesioner MMAS
A: Uji Chi-Square
BAB V
PEMBAHASAN

A. Karakteristik Studi

Dari hasil pencarian di dapatkan jurnal sebanyak 10 jurnal yang

memenuhi kriteria inklusi penelitian. Aktivitas fisik merupakan salah satu

bentuk modifikasi gaya hidup. Setiap pasien DM perlu mendapatkan informasi

minimal yang diberikan setelah diagnosis ditegakan, mencakup pengetahuan

dasar tentang DM, pemantauan mandiri, sebab-sebab tingginya kadar

glukosa darah, obat hipoglikemiaoral, perencanaan makan, pemeliharaan

kaki, kegiatan jasmani, pengaturan pada saat sakit, dan komplikasi , apabila

derajat kesehatan meningkat maka kualitas hidup juga akan meningkat seiring

meningkatnya derajat kesehatan. Dari hasil pencarian didapatkan 10 jurnal

yang didapatkan dalam kurun waktu 5 tahun terakhir.

1. Desain penelitian

Berdasarkan 10 jurnal yang sudah dianalisa 9 jurnal memiliki desain

cross sectional yaitu penelitian yang dilakukan oleh (Nurul & Ani 2017), (Dita

wahyu hestina, 2017), ( Syamsi & Widya, 2015), ( Maylani Asri, 2018) (

Ferina dewi, 2016), ( Moch.Rizki,2020), (Waode Dkk, 2019) (Limsah Silalahi

et al,2018) (Citra Windani et, al.,2018) (1 kuantitatif yaitu penelitian yang

dilakukan oleh (Prabha & Ghimir, 2012). Desain penelitian pada jurnal yang

dianalisa memiliki desain yang berbeda-beda pada setiap penelitian

diantaranya adalah desain cross sectional. Desain cross sectional yaitu

desain penelitian yang digunakan untuk pengumpulan data variabel resiko

atau sebab (variabel independen) maupun variabel akibat (variabel

dependen) dan dilakukan pengukuran dalam satu kali waktu. Sedangkan

penelitian deskriptif memusatkan perhatian kepada pemecahan masalah-

54
55

masalah aktual sebagaimana adanya pada saat penelitian dilaksanakan •

Dalam pendidikan, penelitian deskriptif lebih berfungsi untuk pemecahan

praktis dari pada pengembangan ilmu pengetahuan.

Peneliti berusaha memotret peristiwa dan kejadian yang menjadi

pusat perhatiannya, kemudian menggambarkan atau melukiskannya

sebagaimana adanya, sehingga pemanfaatan temuan penelitian ini berlaku

pada saat itu pula yang belum tentu relevan bila digunakan untuk waktu,

Karena itu tidak selalu menuntut adanya hipotesis. Tidak menuntut adanya

perlakuan atau manipulasi variabel, karena gejala dan peristiwanya telah

ada dan peneliti tinggal mendeskripsikannya. Variabel yang diteiliti bisa

tunggal, atau lebih dari satu variabel, bahkan dapat juga mendeskripsikan

hubungan beberapa variabel

2. Teknik Sampling

Berdasarkan 10 jurnal dari hasil penelitian didapatkan 8 jurnal hasil

analisa menggunakan teknik sampling Total sampling yaitu penelitian yang

dilakukan oleh (Nurul & Ani 2017), (Citra Windani, 2018), (Syamsi dan

Widya, 2015), (Ferina Dewi, 2016), (SMaylani Asri, 2019), (Moch. rizki,

2020), dan (Syamsi dkk, 2015). 2 jurnal hasil analisa menggunakan

purposive sampling yaitu penelitian yang dilakukan oleh (Waode & Laode,

2019).

Sampel yang digunakan dalam 10 jurnal yang diambil adalah semua

penderita diabetes mellitus tipe 2. Responden yang digunakan dalam 10

jurnal tersebut yang > 50 sejumlah 3 jurnal sedangkan < 50 adalah 7 jurnal.

Teknik penelitian pada jurnal yang dianalisa memiliki jenis yang

berbeda diantaranya yaitu teknik purposive sampling. Teknik purposive

sampling merupakan teknik yang menggunakan kriteria inklusi dan eksklusi


56

pada penelitiannya sesuai dengan kriteria yang diinginkan oleh peneliti.

Teknik ini sangat cocok untuk mengadakan studi kasus (case study), dimana

banyak aspek dari kasus tunggal yang representative untuk diamati dan

dianalisis. Sedangkan teknik total sampling yaitu teknik yang menetapkan

sejumlah anggota sample secara quotum kemudian jumlah itu yang

digunakan sebagai dasar untuk menentukan sampel yang diperlukan.

Sedangkan teknik double blinded merupakan teknik baik peneliti maupun

penderita sama-sama tidak mengetahui, atau tidak dapat membedakan

perlakuan ataupun obat yang di selidiki pada kedua kelompok tersebut.

Berdasarkan teori diatas peneliti menyimpulkan bahwa teknik yang

baik digunakan adalah purposive sampling pada teknik ini peneliti dapat

menentukan sampel penelitian sesuai dengan kriteria yang ditentukan

peneliti sehingga sampel yang ada lebih spesifik dan sesuai kriteria yang

sudah di seleksi oleh peneliti.

3. Variabel penelitian

Berdasarkan 10 jurnal hasil analisa didapatkan hasil bahwa 7 jurnal

memiliki variabel (Dependent Variable) Variabel terkait atau dependent

adalah variabel yang keberadaannya menjadi suatu akibat dikarenakan

adanya variabel bebas. Disebut variabel terkait karena kondisi atau

variasinya terkait dan dipengaruhi oleh variasi variabel lain. Selain itu ada

juga sebutan lain yaitu variabel tergantung, karena variasinya tergantung

pada variasi variabel lain. Kemudian ada juga yang menyebut variabel

output, kriteria, respon, dan indogen.


57

yaitu penelitian yang dilakukan (Nurul & Ani 2017), (Limsah Silalahi, 2018),

Syamsi dan Widya, 2015), (citra windani, 2018), (Ferina Dwi, 2016), (dita wahyu

hestina, 2017), dan (prabha dkk, 2020). 2 jurnal hasil analisa menggunakan

purposive sampling yaitu penelitian yang dilakukan oleh (Waode & Laode,

2019).

4. Instrumen Penelitian

Berdasarkan 10 jurnal hasil analisa di dapatkan hasil 10 jurnal tersebut

untuk menilai pengetahuan tatalaksana diabetes dan modifikasi pola hidup

pasien diabetes mellitus tipe 2 adalah kuesioner terbuka. kuesioner terbuka

adalah serangkaian pertanyaan yang diberikan kepada informan dengan

terbuka. Kuesioner dengan jenis pertanyaan terbuka ini mengandung arti

bahwa peneliti memberikan kebebasan pada setiap jawaban yang hendak

diberikan oleh responden tanpa batasan apapun yang masih sejalan dengan

permasalahan penelitian, terutama disesuikan dengan rumusan masalahnya.

5. Analisis Data

Berdasarkan 10 jurnal yang didapatkan bahwa semua 10 jurnal

menggunakan analisis data dengan uji chi square. Uji chi square merupakan

uji yang digunakan untuk mengukur hubungan variabel bivariate antara

variabel independen dengan variabel dependen dengan ketentuan uji

hipotesis komparatif kategorik tidak berpasangan 2 x 2 dengan jumlah

pengukuran satu kali.

B. Hasil Penelitian

1. Hubungan pengetahuan tatalaksana diabetes mellitus dengan modifikasi

pola hidup pasien diabetes mellitus tipe 2

Berdasarkan 10 jurnal yang didapatkan 10 jurnal tersebut meneliti

bahwa diabetes adalah factor utama untuk keseliruhan status kesehatan,


58

morbiditas, mortalitas, dan kualitas hidup. Diabetes yang tidak terkontrol

meningkatkan jumlah masalah kesehatan serius seperti serangan jantung,

stroke, kebutaan, ginjal dan penyakit ginjal. Kematian yang lebih tinggi

terjadi pada pasien diabetes dibandingkan pasien non-diabetes.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh (Nurul & Ani, 2017) penelitian

sebagian besar pengetahuan diabetes mellitus responden masuk kategori

cukup(60%) dan hampir setengahnya dari responden memiliki gaya hidup

baik sebanyak 14 orang (47%). Hasil analisis bivariate menunjukan p-value

menunjukan 0,00 artinya p-value < 0,05. Menurut penelitian (Noor dede,

2018 ) memperoleh hasil hubungan tingkat pengethauan dengan

hubungan gaya hidup penderita diabetesmelitus diperoleh nilai x2 sebesar

10,713 dengan nilai signifikan (p-value sebesar 0,005. Hasil penelitian

(Samsi,2015) menunjukan abhwa variabel yang mempunyai hubungan

bermakna dengan kadar gula gula darah adalah kepatuhan diet (p=0,019)

dan kepatuhan konsumsi obat anti diabetic (p=0,012), sedangkan variabel

yang tidak berhubngan adalah kepatuhan melakukan jasmani (p=1,000)

dan kepatuhan berhenti merokok (p=0,083).

Menurut penelitian (Noor Ali, 2018) responden yang memiliki

tingkat pengetahuan baik tentang modifikasi diet sebanyak 23 responden

(66%) cukup sebanyak 10 responden (28%) kurang sebanyak 2 responden

(6%). Menurut penelitian (Siti Rahmah, 2016) terdapat hubungan antara

persepi diet terhadap upaya pengendalian penyakit diabetes mellitus tipe

2 (p=0,012 dan terdapat hubungan persepsi keteraturan berobat terhadap

upaya pengendalian diabetes mellitus tipe 2 (p=0,006), persepsi aktivitas

fisik tidak memiliki hubungan terhadap upaya pengendalian diaberes

mellitus tipe 2 (p=0,225) dan auapaya pengendalian adiabetes mellitus tipe

2 memliki hubungan terhadap kadar gula darah (p=0,028). Menurut


59

(Prabah, Laksmi, 2012), diabetes adalah factor utama untuk keseluruhan

status kesehanatan. Diabebtes yang tidak terkontor dapat meningkatkan

jumlah masalah kesehaan serius seperti jantung dan stroke.

Hasil lain didapatkan bahwa sekitar 50% pasien dilaporkan

menderita diabetes atau pra-diabetes. Semua kondisi kesehatan ini

menghasilakn penurunan kualitas hidup. Menurut (Maylan, et all, 2019)

mengidentifikasi korelasi antara karakteristik demografi, faktor klinis dan

gaya hidup, pengetahuan diabetes, dan perilaku gaya hidup sehat.

menurut (Waode dan Laode, 2020), hasil penelitian menunjukkan

bahwa ada Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Diabetes Melitus

dengan Gaya Hidup Penderita Diabetes Melitus. Kesimpulan penelitian ini

adalah tingkat pengetahuan penderita diabetes melitus sebagian besar

adalah kurang, sedangkan gaya hidup pada penderita diabetes melitus

sebagian besar adalah tidak sehat, dan terdapat hubungan antara tingkat

pengetahuan dengan gaya hidup pada penderita diabetes mellitus tipe 2.


BAB VI
PENUTUP

A. Kesimpulan

Kemampuan pengetahuan pasien terkait dengan pengetahuan tatalaksana

diabetes mellitus dapat mempengaruhi seseorang dalam melaksanakan

modifikasi gaya hidup pasien diabetes mellitus itu sendiri. Semakin baik tingkat

pengetahuan terkait dengan pengetahuan tatalaksana atau manajemen diabetes

mellitus, maka semakin baik juga seseorang dalam memodifikasi pola hidup

pasien diabetes mellitus. Modifikasi gaya hidup sangat penting utntuk dilakukan,

tidak hanya untuk mengontrol kadar glukosa dalam darah, namun bila diterapkan

secara umum diharapakan dapat menurunkan prevalensi Diabetes mellitus.

Berdasarkan hasil penelitian dari 10 jurnal literature review ditemukan bahwa

terdapat pengaruh yang signifikan antara pengetahuan tatalaksana diabetes

mellitus dengan modifikasi pola hidup pasien diabetes mellitus tipe 2, artinya

dengan seseorang mengetahui tatalaksana atau manajemen diabetes mellitus

maka semakin baik juga orang dalam memperbaiki modifikasi gaya hidup atau life

style pada pasien diabetes mellitus.

B. Conflict Of Interest

Rangkuman menyeluruh atau literature riview ini adalah penulis secara

mandiri, sehingga tidak terdapat konflik kepentingan dalam penulisannya.

60
61

DAFTAR PUSTAKA

Ariani, M. Y. (2012). Pengetahuan Diabetes Melitus Dengan Kadar Gula Darah


Pada Pasien Dm Tipe 2. Jurnal Keperawatan Klinis, 2(1), 1–5.

Asril, N. Maylani., et, all. (2020). Prediciting Healty life stile behaviours among
patiens with tipe 2 diabetes in rural bali, Indonesia. Jurnal Clinical Medicine
insights endocrinology and Diabetes vol.13 ; 1-13

Aziz, W. Azfahri., Dkk. (2020). hubungan antara tingkat pengetahuan dengan gaya
hidup pada penderita diabetes melitus. Jurnal Peneltian Perawat Profesional.
vol 2., No. 1 From http://jurnal.globalhealtsciencegroup.com/index.php/jppp

Berawi, K. N., & Putra, I. W. A. (2015). Four Pillars of Management of Type 2


Diabetes Mellitus. Majority, 4(9), 8–12.

Bhatt, H., Saklani, S., & Upadhayay, K. (2016). Anti-oxidant and anti-diabetic
activities of ethanolic extract of Primula Denticulata Flowers. Indonesian
Journal of Pharmacy, 27(2), 74–79.

American Diabetes Association. 2014. Classification and Diagnosis of Diabetes.

Diabetes, P., Tipe, M., Rs, D. I., & Batang, Q. I. M. (2015). Hubungan Modifikasi
Gaya Hidup Dan Kepatuhan Konsumsi Obat Antidiabetik Dengan Kadar Gula
Darah Pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 Di Rs Qim Batang Tahun
2013. Unnes Journal of Public Health, 4(2), 153–161.
https://doi.org/10.15294/ujph.v4i2.5193

Nutbeam, D., & Kickbusch, I. (1998). Health promotion glossary. Health Promotion
International, 13(4), 349–364. https://doi.org/10.1093/heapro/13.4.349

Perilaku, M. (2010). Makalah: MODIFIKASI PERILAKU, Sunardi, PLB FIP UPI,


2010. 1–9.
62

Soelistijo Soebagio,dkk. 2015.Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Militus


Tipe 2 di Indonesia.Jakarta: PERKENI.

World Health Organization. 2014. Penanganan Diabetes Militus Tipe 2.

International Diabetes Federation. 2014. Diabetes Militus Tipe 2.

Canada Diabetes Association. 2013. Definition, Classification and Diagnosis of


Diabetes, Prediabetes and Metabolic Syndrome.

Berawi, K. N., & Putra, I. W. A. (2015). Four Pillars of Management of Type 2


Diabetes Mellitus. Majority, 4(9), 8–12.

Diabetes, P., Tipe, M., Rs, D. I., & Batang, Q. I. M. (2015). Hubungan Modifikasi
Gaya Hidup Dan Kepatuhan Konsumsi Obat Antidiabetik Dengan Kadar Gula
Darah Pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 Di Rs Qim Batang Tahun
2013. Unnes Journal of Public Health, 4(2), 153–161.
https://doi.org/10.15294/ujph.v4i2.5193

Hestiana, D. Wahyu. (2017) Faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan


dalam pengelolahan diet pada pasien rawat jalan diabetes melitus tipe 2 di
kota semarang. Jurnal Of Health Education 2 (2).

Marinda, F. D., Suwandi, J. F., & Karyus, A. (2016). Tatalaksana Farmakologi


Diabetes Melitus Tipe 2 pada Wanita Lansia dengan Kadar Gula Tidak
Terkontrol Pharmacologic Management of Diabetes Melitus Type 2 in Elderly
Woman with Uncontrolled Blood Glucose. J Medula Unila, 5(2), 7. Retrieved
from www.unila.ac

Nia Novita Wirawan. (2018). Indonesian Journal of Human Nutrition. Indonesian


Journal of Human Nutrition, 1(1), 14–22.
https://doi.org/10.21776/ub.ijhn.2016.003.Suplemen.5

Prawirasatra, W. A., Wahyudi, F., & Nugraheni, A. (2017). Hubungan Dukungan


Keluarga Terhadap Kepatuhan Pasien Dalam Menjalankan 4 Pilar
63

Pengelolaan Diabetes Melitus Tipe 2 Di Puskesmas Rowosari. Jurnal


Kedokteran Diponegoro, 6(2), 1341–1360.
Sheresta, Prabha., & Laxmi Gihmire. (2012). A review about the effect of life style
modification on diabetes and Quality of life. Global Journal of Health Science;
vol 4 no.6

Silalahi, Limsah. (2016) Hubungan pengetahuan dan tindakan pencegahan


Diabetes Melitus tipe 2. Jurnal Promkes :The Indonesian Journal Of Health
Promotion ad health Education vol 7 .No.2

Sonyo, S., Hidayati, T., & Sari, N. (2016). Gambaran Pengetahuan Dan Sikap
Pengaturan Makan Penderita DM Tipe 2 Di Wilayah Kerja Puskesmas Kendal
02. Jurnal Care, 4(3), 38–49.

yoga setyo utomo, A. (2016). Hubungan Antara 4 Pilar Pengelolaan Diabetes


Melitus dengan Keberhasilan Pengelolaan Diabetes Melitus Tipe 2.
Biochemistry, 500.

Windani,C., Mohamat, A., & Udin Rosidin. (2019) Gambaran self manajemen pada
pasien diabetes melitus tipe 2 di puskesmas Tarogong Kabupaten Garut.
Jurnal Kesehatan Komunitas indonesia Vol. 15 No.1
64

LAMPIRAN
65

Lampiran:1 :
66

Lampiran 2 : Lembar kesedian Bimbingan Skripsi 1


67

Lampiran 3: Lembar Kesediaan Bimbingan Skripsi 2


68

Lampiran 4 : Lembar Konsultasi Pembimbing 1


69

Lampiran 5 : Lembar Konsultasi Bimbingan 2


70

Lampiran 6: Lembar Plagiat


71
72

Lampiran 7:

CURRICULUM VITAE

Florentina Narus
Ruteng, 28 September 1997

“Motto”
“Dimana ada persiapan disitu selalu ada kesempatan untuk selalu
mempersiapkan kesuksesanmu dengan memberimu semangat dalam berjuang”

Riwayat Studi :
SDI INPRES MEROMBOK LULUS 2009
SMP ST. ARNOLDUS YANSEN LULUS 2012
SMAK ST. IGNATIUS LOYOLA LULUS 2015
S1 KEPERAWATAN PENDIDIKAN NERS STIKES WIDYAGAMA HUSADA
MALANG 2020

Anda mungkin juga menyukai