Anda di halaman 1dari 107

SKRIPSI

HUBUNGAN PENGETAHUAN TATALAKSANA DIABETES MELITUS

DENGAN MODIFIKASI POLA HIDUP PASIEN

DIABETES MELITUS TIPE 2

LITERATURE REVIEW

Disusun oleh :

Nama : Florentina Narus

Nim : 1608.14201.484

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS

STIKES WIDYAGAMA HUSADA

MALANG

2020

1
LEMBAR PERSETUJUAN

Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Sekolah

Tinggi Ilmu Kesehatan Widyagama Husada:

HUBUNGAN PENGETAHUAN TATALAKSANA DIABETES MELITUS

DENGAN MODIFIKASI POLA HIDUP PASIEN

DIABETES MELITUS TIPE 2

LITERATURE REVIEW

Florentina Narus

NIM.1608.14201.484

Malang,….Agustus 2020

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

(Nurma Afiani.,S.Kep.,Ners.,M.Kep) (Abdul Qodir S.Kep.,Ners.,M.Kep)

2
LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Widyagama Husada

Pada Tanggal : Agustus 2020

HUBUNGAN PENGETAHUAN TATALAKSANA DIABETES MELITUS

DENGAN MODIFIKASI POLA HIDUP PASIEN

DIABETES MELITUS TIPE 2

LITERATURE REVIEW

Florentina Narus

1608.14201.484

dr. Wira Daramatasia, M.Biomed ( )

Penguji I

Nurma Afiani.,S.Kep.,Ners.,M.Kep ( )

Penguji II

Abdul Qodir S.Kep.,Ners.,M.Kep ( )

Penguji III

Mengetahui

Ketua STIKES Widyagama Husada

dr. Rudy Joegijantoro,MMRS

NIP.197110152001121006

3
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah

melimpahkan Rahmat dan Kasih karunianya sehingga penulis mampu

menyelesaikan Skripsi dengan judul “HUBUNGAN PENGETAHUAN

TATALAKSANA DIABETES MELITUS DENGAN MODIFIKASI POLA HIDUP

PASIEN DIABETES MILITUS TIPE 2 di RSUD Bangil, kota pasuruan.

Skirpsi ini dibuat untuk memenuhi syarat akhir dari program studi

pendidikan Ners STIKes Widyagama Husada Malang untuk mendapatkan gelar

S.Kep. Akan tetapi peneliti menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kata sempurna,

hal ini dikarenakan adanya keterbatasan peneliti terhadap pengetahuan,

pengalaman dan kemampuan penulis melihat fakta dan realita yang ada serta

bagaimana pemecahan masalah dari suatu phenomena yang terjadi

disekitarnya. Penulis banyak mendapatkan dukungan, bantuan, dan motivasi dari

berbagai pihak dalam proses penyelesaian skirpsi ini. Penulis ingin memberikan

ucapan terima kasih yang mungkin hanya bisa dituliskan dalam skirpsi kepada :

1. dr. Rudy Joegijantoro, MMRS selaku ketua STIKes Widyagama Husada

Malang.

2. dr. Wira Daramatasia, M.Biomed selaku penguji I

3. Abdul Qodir, S.Kep., Ners., M.Kep selaku kaprodi pendidikan Ners STIKes

Widyagama Husada Malang.

4. Nurma Afiani, S.Kep., Ners., M.Kep selaku pembimbing I

5. Abdul Qodir, S.Kep., Ners., M.Kep selaku pembimbing II

6. Para dosen pengajar program Studi Pendidikan Ners STIKES Widyagama

Husada, yang telah mengamalkan ilmu yang bermanfaat kepada penulis.

7. Keluarga besar NARUS yang telah membantu penulis berupa dana

pendidikan, semangat, do’a dan motivasi dalam mengerjakan skirpsi.

4
8. Teman-teman S1 Pendidikan Ners angakatan 2016 yang telah memberikan

masukan dan semangat serta doa, sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi ini.

Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan balasan yang setimpal

atas amal ibadah yang diberikan dan semoga skirpsi ini berguna, baik

bagi penulis maupun pihak lain yang memanfaatkan.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini, masih jauh dari kata

sempurna meskipun penulis telah berusaha semaksimal mungkin. Hal

tersebut disebabkan keterbatasan pengetahuan dan penalaran yang

terdapat pada diri penulis, oleh sebab itu kritik dan saran yang bersifat

membangun demi kesempurnaan skirpsi ini sangat penulis harapkan.

Malang, Agustus 2020

Florentina Narus

5
ABSTRAK

Narus, Florentina. 2020.Hubungan Pengetahuan Tatalaksana Diabetes

Melitus Dengan Modifikasi Pola Hidup Pasien Diabetes Melitus Tipe 2.

Skripsi. Program Studi Pendidikan Ners Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan

Widyagama Husada Malang. Pembimbing (1) Nurma

Afiani.,S.Kep.,Ners.,M.Kep. (2) Abdul Qodir S.Kep.,Ners.,M.Kep

Latarbelakang: Diabetes mellitus adalah penyakit metabolik yang memiliki

karakteristik hiperglikemia. Hal ini terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja

insulin, ataupun bisa kedua‐duanya. Diabetes melitus dapat menyebabkan

banyak komplikasi yang membahayakan. (Marinda, Suwandi, & Karyus, 2016).

Metode: Metode yang digunakan adalah metode systematic literature review,

pencarian jurnal menggunakan sumber data dari empat database yaitu Science

Direct, pudmed, Google Scholar, dan Elsevier dengan kata kunci dalam bahasa

inggris “knowledge”, “lifestyle modification”,”diabetes mellitus”,”management of

diabetes “ dan adalam bahasa Indonesia “Tatalaksana Diabetes Melitus,

pengetahuan Tatalaksana, modifiksi pola Hidup Pasien Diabetes, diabetes

mellitus tipe 2“ yang jumlahnya 812 jurnal, akan tetapi hanya menggunakan 10

jurnal yang sesuai dengan kriteria inklusi untuk meningkatkan pengetahuan

tatalaksana diabetes mellitus. Jurnal yang digunakan mulai dari tahun terbit 2012

– 2020 dengan desain menggunakan, cross-sectional dan study kuantitatif.

Hasil: Berdasarkan hasil penelitian dari 10 jurnal yang didapatkan pada literature

review bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara pengetahuan

tatalaksana diabetes mellitus dengan modifikasi pola hidup pasien diabetes

mellitus tipe 2.

6
Kesimpulan: Berdasarkan jurnal yang telah ditelaah, ada pengaruh

pengetahuan tatalaksana diabetes mellitus dengan modifikasi pola hidup pasien

diabetes mellitus tipe 2.

Kepustakaan: 23 (2010 – 2019)

Kata kunci: Knowledge, life style modification, management of diabetes,

pengetahuan tatalaksana, pengolahan diabetes, diabetes mellitus tipe 2.

7
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Diabetes mellitus adalah penyakit metabolik yang memiliki

karakteristik hiperglikemia. Hal ini terjadi karena kelainan sekresi insulin,

kerja insulin, ataupun bisa kedua‐duanya. Diabetes melitus dapat

menyebabkan banyak komplikasi yang membahayakan. Komplikasi akut

dari Diabetes Melitus meliputi ketoasidosis diabetik (KAD) dan Status

Hiperglikemi Hiperosmolar (SHH) dapat menyebabkan kondisi koma.

komplikasi kronik dari Diabetes Melitus dapat menyebabkan kerusakan

pada pembuluh darah baik pembuluh darah besar (makroangiopati)

maupun    pembuluh darah kecil (mikroangiopati) dan kerusakan saraf

(neuropati diabetik) (Marinda, Suwandi, & Karyus, 2016).

Diabetes Melitus merupakan penyakit kronis karena adanya

gangguan metabolisme yang tidak teratur ditandai dengan tingginya

kadar gula darah dan adanya gangguan metabolism seperti karbohidrat,

lipid dan protein. Hal ini terjadi karena insulfisiensi fungsi insulin, yang

disebabkan oleh gangguan produksi insulin oleh sel beta dan kelenjar

pankreas bisa juga disebabkan karena kurangnya responsifnya sel-sel

tubuh terhadap insulin World Health Organization (WHO).

Diabetes mellitus adalah suatu penyakit, di mana kondisi kadar

glukosa di dalam darah melebihi dari batas normal. Hal ini terjadi karena

tubuh tidak dapat melepaskan dan memproduksi insulin secara adekuat.

Insulin merupakan hormon yang dilepaskan oleh pankreas dan insulin

merupakan zat yang paling utama untuk bertanggung jawab dalam

8
mempertahankan kadar gula darah dalam tubuh agar tubuh tetap dalam

kondisi seimbang. Insulin berfungsi sebagai alat yang membantu gula

berpindah ke dalam sel sehingga bisa menghasilkan energi atau disimpan

sebagai cadangan energy.

Penyakit diabetes setiap tahunnya meningkat (World Health

Organization, 2015).Sekitar 382 juta penderita Diabetes Melitus

diperkirakan akan meningkat menjadi 592 juta orang pada tahun 2035

dan Indonesia menempati urutan ke-7 di seluruh dunia. Dari 382 juta

penderita tersebut ada 175 juta penderita yang belum terdiagnosis,

sehingga terancam mengalami komplikasi tanpa disadari maupun tanpa

ada pencegahan (Menurut International Diabetes Federation (IDF).

Diabetes Melitus merupakan salah satu penyakit tidak menular dari

10 penyakit tidak menular lainnya. penyakit Diabetes Melitus adalah

penyebab kematian tertinggi di dunia. Di tahun 2015 tercatat sebanyak

415 juta orang dengan diabetes, terjadi peingkatan lebih tinggi yaitu 4 kali

lipat dari 108 juta di tahun 1980. Di perkirakan Pada tahun 2040 jumlah

orang yang mengidap penyakit Diabetes Melitus akan meningkat menjadi

642 juta. Didapatkan 80% orang dengan diabetes mellitus lebih banyak

di negara berpenghasilan rendah dan menengah. Salah satunya adalah

negara Indonesia. Indonesia menempati urutan ke tujuh dengan penderita

diabetes melitus di dunia di ikuti dengan Cina, India, Amerika Serikat,

Brazil, Rusia, dan Meksiko dengan jumlah penderita Diabetes Melitus

mencapai 10 juta orang. (PB.PERKENI, 2011)

Diperkirakan sekitar 50% orang dengan Diabetes Melitus yang belum

terdiagnosis di Indonesia. Diperkirakan hanya sebagian orang dari yang

terdiagnosis yang menjalani pengobatan, baik non farmakologis maupun

farmakologis. Penderita yang menjalani pengobatan hanya sebagian

9
yang terkendali dengan baik. Bukti sudah menunjukkan bahwa

komplikasi. Diabetes dapat dicegah dengan banyak cara yaitu kontrol

glikemik yang optimal dan secara rutin, diet yang teratur, olahraga sesuai

dengan aturan atau anjuran dokter dan minum obat secara rutin. Kontrol

glikemik yang optimal sangatlah penting, dalam mengendalikan gula

darah yang lebih dari batas normal. Indonesia sendiri mempunyai target

dalam pencapaian kontrol glikemik, tetapi belum tercapai. rerata HbA1c

masih 8%, dan masih di atas target yang diinginkan yaitu 7%. Oleh

karena itu diperlukan suatu pedoman pengelolaan yang dapat menjadi

acuan penatalaksanaan diabetes mellitus.(PB.PERKENI, 2011).

Diabetes Melitus Tipe 2 adalah penyakit dengan angka kesakitan,

kecacatan, dan kematian yang tinggi di seluruh dunia. Jumlah penderita

Diabetes Melitus di tahun 2000 dengan jumlah 171 juta orang dan

diperkirakan akan meningkat sampai 366 juta orang pada tahun 2030.

Prevalensi penduduk Indonesia yang didiagnosa menderita Diabetes

Melitus tipe 2 akan meningkat pada tahun 2013 yaitu sebesar 2,1%,

jumlah ini lebih tinggi dibanding tahun 2007 yaitu sebesar 1,1%. Provinsi

Jawa Timur pada tahun 2013, prevalensi Diabetes Melitus menempati

urutan ke 5 teratas di Indonesia yaitu sebesar 2,1%. Diabetes Melitus di

Kota Malang yaitu menempati urutan ke 11 tertinggi dari 38 kota dan

kabupaten se-jawa Timur yaitu sebesar 2,3%. (Nia Novita Wirawan,

2018).

Data dari Dinas Kesehatan Kota Malang tahun 2014, pasien dengan

Diabetes Melitus tipe 2 yang dirawat jalan tertinggi terdapat di

Puskesmas Dinoyo dan Janti. Pada pasien rawat jalan Diabetes Melitus,

asupan makan dan vitamin serta glukosa darah kurang terkontrol

dibandingkan pada pasien rawat inap. Pasien rawat jalan cenderung tidak

10
memperhatikan makanan yang mereka konsumsi sehingga glukosa darah

sulit terkendali sehingga kondisi hiperglikemia terus terjadi pada pasien

Diabetes Melitus Tipe 2 rawat jalan di kedua puskesmas tersebut (Nia

Novita Wirawan, 2018).

Jumlah penderita yang mampu memodifikasi pola hidup mencapai

8,6 % diperkirakan akan terus bertambah bila tidak dilakukan perubahan

gaya hidup dengan baik. Tingginya prevalensi Diabetes Militus berkaitan

erat dengan perilaku penderita diabetes dalam melakukan tindakan

pencegahan. Upaya pencegahan juga diharapkan juga mengurangi

komplikasi. Upaya modifikasi gaya hidup merupakan salah satu tindakan

pencegahan. .(Nia Novita Wirawan, 2018).

Penyakit diabetes melitus tidak dapat disembuhkan, namun dengan

pengendalian melalui pengelolaan diabetes melitus dapat mencegah

terjadinya kerusakan dan kegagalan organ dan jaringan. Diabetes

mellitus merupakan penyakit yang berhubungan dengan gaya hidup,

karena itu berhasil tidaknya pengelolaan diabetes melitus sangat

tergantung dari pasien itu sendiri dalam mengendalikan kondisi

penyakitnya dengan menjaga kadar glukosa darahnya tetep terkendali.

Diabetes Melitus dapat terkendali dengan beberapa cara yaitu edukasi,

latihan jasmani, terapi nutrisi medis atau Diet (TNM) dan Terapi

farmakologi. (Berawi & Putra, 2015).

Tingginya jumlah penyandang diabetes mellitus antara lain

disebabkan karena faktor perubahan gaya hidup masyarakat, tingkat

pengetahuan, dan kesadaran untuk melakukan deteksi dini penyakit

diabetes mellitus yang kurang, minimnya aktivitas fisik, pengaturan pola

makan tradisional yang mengandung karbohidrat dan serat dari sayuran

ke pola makan ke barat-baratan dengan komposisi makanan yang terlalu

11
banyak protein, lemak, garam, dan gula (Departemen Kesehatan RI,

2011).

Gaya hidup adalah bagian dari pola hidup seseorang yang

diekspresikan dalam aktivitas, minat yang menggambarkan keseluruhan

diri seseorang yang berinteraksi dengan orang lain maupun

lingkungannya. Gaya hidup bisa di pengaruhi oleh beberapa faktor sosial.

Faktor sosial yang berpengaruh terhadap gaya hidup adalah tingkat

pendapatan, pengeluaran, pendidikan dan pengetahuan. (Sonyo,

Hidayati, & Sari, 2016).

Pengetahuan terkait dengan diabetes melitus merupakan sarana

yang dapat membantu penderita dalam menjalankan penanganan

diabetes Melitus selama hidupnya, sehingga semakin banyak dan

semakin baik penderita mengerti tentang penyakitnya, maka semakin baik

untuk merubah perilaku dari penderita dan hal ini sangat diperlukan untuk

meningkatkan kualitas hidup dari penderita penyakit diabetes mellitus.

pengetahuan pasien Diabetes Militus terhadap tatalaksana Diabetes

Militus perlu diketahui karena pengetahuan merupakan titik tolak ukur

perubahan sikap dan Gaya hidup pasien Diabetes Militus.(Sonyo et al.,

2016) .

Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti

didapatkan hasil bahwa pasien kunjungan lama dengan diagnosa

Diabetes Melitus dari bulan Desember hingga Januari sebanyak 105

orang, sedangkan hasil wawancara terhadap kepala ruangan poli

Diabetes Melitus dikatakan bahwa banyak dari pasien kunjungan lama

yang belum mengetahui terkait Tatalaksana dari Diabetes Melitus.

Dilihat dari permasalahan-permasalahan diatas peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian terkait dengan “ Hubungan Tatalaksana Diabetes

12
Militus Terhadap Modifikasi Pola Hidup Pada Pasien Diabetes Militus Tipe

2” karena masih banyak orang yang terkena penyakit Diabetes Melitus.

B. Rumusan Masalah

Apakah terdapat hubungan kajian literature Review tentang pengetahuan

tatalaksana diabetes melitus dengan modifikasi pola hidup pasien diabetes

melitus tipe 2 berdasarkan studi empiris dalam lima tahun terakhir ?

C. Tujuan Penelitian

Mengetahui hubungan kajian literature Review tentang pengetahuan

tatalaksana diabetes melitus dengan modifikasi pola hidup pasien

diabetes melitus tipe 2 berdasarkan studi empiris dalam lima tahun

terakhir

13
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. PENGETAHUAN

1. Pengertian Pengetahuan

Pengetahuan adalah suatu hasil dari rasa keingintahuan melalui proses

sensoris, terutama pada mata dan telinga terhadap objek tertentu. Pengetahuan

merupakan domain yang penting dalam terbentuknya perilaku terbuka atau open

behavior. Pengetahuan atau knowledge adalah hasil penginderaan manusia atau

hasil tahu seseorang terhadap suatu objek melalui pancaindra yang dimilikinya.

Panca indra manusia guna penginderaan terhadap objek yakni penglihatan

pendengaran, penciuman, rasa dan perabaan. Pada waktu penginderaan untuk

menghasilkan pengetahuan tersebut dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan

persepsi terhadap objek. Pengetahuan seseorang sebagian besar diperoleh

melalui indra pendengaran dan indra penglihatan (Sumiahadi et al., 2017).

Pengetahuan dipengaruhi oleh faktor pendidikan formal dan sangat erat

hubungannya. Diharapkan dengan pendidikan yang tinggi maka akan semakin

luas pengetahuannya. Tetapi orang yang berpendidikan rendah tidak mutlak

berpengetahuan rendah pula. Peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh

dari pendidikan formal saja, tetapi juga dapat diperoleh dari pendidikan non

formal. Pengetahuan akan suatu objek mengandung dua aspek yaitu aspek

positif dan aspek negatif. Kedua aspek ini akan menentukan sikap seseorang.

Semakin banyak aspek positif dan objek yang diketahui, maka akan

14
menimbulkan sikap semakin positif terhadap objek tertentu (Sumiahadi et al.,

2017).

Menurut Notoatmodjo (2010) pengetahuan atau kognitif merupakan

domain sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Dari

pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan

akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan.

Sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru didalam diri

seseorang terjadi proses yang berurutan), yakni :

a. Awareness (kesadaran)

Dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu

terhadap stimulus (objek).

b. Interest (merasa tertarik)

Terhadap stimulus atau objek tersebut. Disini sikap subjek sudah mulai

timbul.

c. Evaluation (menimbang-nimbang)

Terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya.

d. Trial

Sikap dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan yang

dikehendaki oleh stimulus.

e. Adaption

Subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan

sikapnya terhadap stimulus.

2. Tingkat Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2010) pengetahuan seseorang terhadap suatu objek

mempunyai intensitas atau tingkatan yang berbeda. Secara garis besar dibagi

menjadi 6 tingkat pengetahuan, yaitu :

15
a. Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai recall atau memanggil memori yang telah ada

sebelumnya setelah mengamati sesuatu yang spesifik dan seluruh bahan

yang telah dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Tahu disisni

merupakan tingkatan yang paling rendah. Kata kerja yang digunakan untuk

mengukur orang yang tahu tentang apa yang dipelajari yaitu dapat

menyebutkan, menguraikan, mengidentifikasi, menyatakan dan sebagainya.

b. Memahami (Comprehention)

suatu objek bukan hanya sekedar tahu terhadap objek tersebut, dan juga

tidak sekedar menyebutkan, tetapi orang tersebut dapat

menginterpretasikan secara benar tentang objek yang diketahuinya.

Orang yang telah memahami objek dan materi harus dapat menjelaskan,

menyebutkan contoh, menarik kesimpulan, meramalkan terhadap suatu

objek yang dipelajari.

c. Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang

dimaksud dapat menggunakan ataupun mengaplikasikan prinsip yang

diketahui tersebut pada situasi atau kondisi yang lain. Aplikasi juga

diartikan aplikasi atau penggunaan hukum, rumus, metode, prinsip,

rencana program dalam situasi yang lain.

d. Analisis (Analysis)

Analisis adalah kemampuan seseorang dalam menjabarkan atau

memisahkan, lalu kemudian mencari hubungan antara

komponenkomponen dalam suatu objek atau masalah yang diketahui.

Indikasi bahwa pengetahuan seseorang telah sampai pada tingkatan ini

adalah jika orang tersebut dapat membedakan, memisahkan,

16
mengelompokkan, membuat bagan (diagram) terhadap pengetahuan objek

tersebut.

e. Sintesis (Synthesis)

Sintesis merupakan kemampuan seseorang dalam merangkum atau

meletakkan dalam suatu hubungan yang logis dari komponen pengetahuan

yang sudah dimilikinya. Dengan kata lain suatu kemampuan untuk

menyusun formulasi baru dari formulasi yang sudah ada sebelumnya.

f. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi merupakan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau

penilaian terhadap suatu objek tertentu. Penilaian berdasarkan suatu

kriteria yang ditentukan sendiri atau norma-norma yang berlaku

dimasyarakat.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan adalah sebagai berikut :

(Sumiahadi et al., 2017)

a. Pendidikan

Pendidikan merupakan bimbingan yang diberikan seseorang terhadap

perkembangan orang lain menuju impian atau cita-cita tertentu yang

menentukan manusia untuk berbuat dan mengisi kehidupan agar tercapai

keselamatan dan kebahagiaan. Pendidikan diperlukan untuk mendapatkan

informasi berupa halhal yang menunjang kesehatan sehingga dapat

meningkatkan kualitas hidup. pendidikan dapat mempengaruhi seseorang

termasuk juga perilaku akan pola hidup terutama dalam memotivasi untuk

sikap berpesan serta dalam pembangunan pada umumnya makin tinggi

pendidikan seseorang maka semakin mudah menerima informasi.

b. Pekerjaan

17
pekerjaan adalah suatu keburukan yang harus dilakukan demi menunjang

kehidupannya dan kehidupan keluarganya. Pekerjaan tidak diartikan sebagai

sumber kesenangan, akan tetapi merupakan cara mencari nafkah yang

membosankan, berulang, dan memiliki banyak tantangan. Sedangkan

bekerja merupakan kagiatan yang menyita waktu.

c. Umur

usia adalah umur individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai

berulang tahun. semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan

seseorang akan lebih matangdalam berfikir dan bekerja. Dari segi

kepercayaan masyarakat seseorang yang lebih dewasa dipercaya dari orang

yang belum tinggi kedewasaannya.

d. Faktor Lingkungan

Lingkungan adalah seluruh kondisi yang ada sekitar manusia dan

pengaruhnya dapat mempengaruhi perkembangan dan perilaku individu atau

kelompok.

e. Sosial Budaya

Sistem sosial budaya pada masyarakat dapat memberikan pengaruh dari

sikap dalam menerima informasi.

4. Kriteria Tingkat Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2010) pengetahuan seseorang dapat

diinterpretasikan dengan skala yang bersifat kualitatif, yaitu :

a. Pengetahuan baik, bila subjek menjawab pertanyaan 76 % - 100 % seluruh

pertanyaan terkait dengan penyakit Diabetes Melitus dan cara mengatasi

penyakit Diabetes Melitus.

b. Pengetahuan Cukup, bila subyek menjawab pertanyaan 56 % - 75 % seluruh

pertanyaan terkait dengan Faktor risiko Diabetes Melitus.

18
c. Apabila pasien tidak paham mengenai penyakit Diabetes Melitus dan tidak

patuh dalam melaksanakan pengobatan Diabetes Melitus Dikatakan

pengetahuan kurang bila menjawab benar < 56 % dari seluruh pertanyaan.

5. Instrumen Pengukuran Pengetahuan Pasien Diabetes Melitus

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini dibuat dalam bentuk

kuesioner yang terdiri dari kuesioner data diri pasien dan kuesioner

pengetahuan. Kuesioner pengetahuan ini terdiri dari 20 pernyataan dengan

jawaban Benar dan Salah. Menjawab benar dengan skor 2, jika salah diberi

skor 1. Untuk jawaban benar dimulai dari 21-40 dan yang salah 1-20.

B. Tatalaksana Diabetes Militus

Penatalaksanaan pasien diabetes mellitus dikenal empat pilar penting dalam

mengontrol perjalanan penyakit dan komplikasi. Empat pilar tersebut adalah

edukasi, perencanan makan, latihan jasmani dan intervensi farmakologi. Diabetes

mellitus (DM) merupakan sekelompok gangguan metabolik dengan gejala umum

hiperglikemia. Terdapat beberapa tipe diabetes yang merupakan akibat dari

interaksi kompleks antara faktor genetik dan faktor lingkungan. Beberapa proses

patologis terlibat dalam terjadinya diabetes, mulai dari perusakan sel β pada

pankreas dengan konsekuensi defisiensi insulin, sampai abnormalitas yang

berujung pada resistensi insulin. seseorang sering bergantung pada keadaan pada

saat diagnosis ditegakkan, dan banyak penderita diabetes yang sulit untuk

dikelompokkan dalam satu tipe tertentu. Jadi, untuk menentukan terapi yang efektif,

pemahaman terhadap patogenesis dari hiperglikemia lebih penting daripada

pengelompokan tipe diabetes militus (Berawi & Putra, 2015).

1. Edukasi

19
Edukasi yang diberikan adalah pemahaman tentang perjalanan penyakit,

pentingnya pengendalian penyakit, komplikasi yang timbul dan resikonya

(Berawi & Putra, 2015).

2. Perencanaan makanan

Perencanaan makan yang baik merupakan bagian penting dari

penatalaksanaan diabetes secara total. Diet seimbang akan mengurangi

beban kerja insulin dengan meniadakan pekerjaan insulin mengubah gula

menjadi glikogen (Berawi & Putra, 2015).

3. Latihan Jasmani

Kegiatan jasmani bisa dilakukan pada pasien DM sehari-hari dan latihan

jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu selama kurang lebih 30 menit),

merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan DM tipe 2. Kegiatan sehari-

hari seperti berjalan kaki ke pasar, menggunakan tangga, berkebun harus

tetap dilakukan (Berawi & Putra, 2015).

4. Intervensi Farmakologi

Terapi farmakologi pada pasien DM dapat diberikan bersama dengan

pengaturan makan dan latihan jasmani (gaya hidup sehat).Terapi

farmakologis terdiri dari obat oral dan bentuk suntikan.Obat hipoglikemik

oral, Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 5 golongan:Pemicu

sekresi insulin sulfonylurea dan glinid. Peningkat sensitivitas terhadap insulin

metformin dan tiazolidindion. Penghambat glukoneogenesis. Penghambat

absorpsi glukosa: penghambat glukosidase alfa. DPP-IV inhibitor (Berawi &

Putra, 2015).

a. Obat Antihiperglikemia Oral

Berdasarkan cara kerjanya, obat antihiperglikemia oral dibagi menjadi 5

golongan: (Dan, Diabetes, & Tipe, 2015).

20
1) Pemacu Sekresi Insulin (Insulin Secretagogue)

a) Sulfonilurea

Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi

insulin oleh sel beta pankreas. Efek samping utama adalah

hipoglikemia dan peningkatan berat badan. Hati-hati

menggunakan sulfonilurea pada pasien dengan risiko tinggi

hipoglikemia (orang tua, gangguan faal hati, dan ginjal).

b) Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan

sulfonilurea, dengan penekanan pada peningkatan sekresi

insulin fase pertama. Golongan ini terdiri dari 2 macam obat yaitu

Repaglinid (derivat asam benzoat) dan Nateglinid (derivat

fenilalanin). Obat ini diabsorbsi dengan cepat setelah pemberian

secara oral dan diekskresi secara cepat melalui hati. Obat ini

dapat mengatasi hiperglikemia post prandial. Efek samping yang

mungkin terjadi adalah hipoglikemia.

2) Peningkat Sensitivitas terhadap Insulin

a) Metformin

Metformin Metformin mempunyai efek utama mengurangi

produksi glukosa hati (glukoneogenesis), dan memperbaiki

ambilan glukosa di jaringan perifer. Metformin merupakan pilihan

pertama pada sebagian besar kasus DMT2. Dosis Metformin

diturunkan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal (GFR 30-

60 ml/menit/1,73 m2 ). Metformin tidak boleh diberikan pada

beberapa keadaan sperti: GFR

b) Tiazolidindion (TZD).

Tiazolidindion merupakan agonis dari Peroxisome Proliferator

Activated Receptor Gamma (PPAR-gamma), suatu reseptor inti

21
yang terdapat antara lain di sel otot, lemak, dan hati. Golongan ini

mempunyai efek menurunkan resistensi insulin dengan

meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga

meningkatkan ambilan glukosa di jaringan perifer. Tiazolidindion

meningkatkan retensi cairan tubuh sehingga dikontraindikasikan

pada pasien dengan gagal jantung (NYHA FC III-IV) karena dapat

memperberat edema/retensi cairan. Hati-hati pada gangguan faal

hati, dan bila diberikan perlu pemantauan faal hati secara berkala.

Obat yang masuk dalam golongan ini adalah Pioglitazone.

3) Penghambat Absorpsi Glukosa di saluran pencernaan:

Penghambat Alfa Glukosidase. Obat ini bekerja dengan

memperlambat absorbsi glukosa dalam usus halus, sehingga

mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan.

Penghambat glukosidase alfa tidak digunakan pada keadaan:

GFR≤30ml/min/1,73 m2 , gangguan faal hati yang berat, irritable bowel

syndrome. Efek samping yang mungkin terjadi berupa bloating

(penumpukan gas dalam usus) sehingga sering menimbulkan flatus.

Guna mengurangi efek samping pada awalnya. diberikan dengan dosis

kecil. Contoh obat golongan ini adalah Acarbose.

4) Penghambat DPP-IV (Dipeptidyl Peptidase IV)

Obat golongan penghambat DPP-IV menghambat kerja enzim DPP-IV

sehingga GLP-1 (Glucose Like Peptide-1) tetap dalam konsentrasi

yang tinggi dalam bentuk aktif. Aktivitas GLP-1 untuk meningkatkan

sekresi insulin dan menekan sekresi glukagon bergantung kadar

glukosa darah (glucose dependent). Contoh obat golongan ini adalah

Sitagliptin dan Linagliptin.

5) Penghambat SGLT-2 (Sodium Glucose Cotransporter 2)

22
Obat golongan penghambat SGLT-2 merupakan obat antidiabetes

oral jenis baru yang menghambat penyerapan kembali glukosa di

tubuli distal ginjal dengan cara menghambat kinerja transporter

glukosa SGLT-2. Obat yang termasuk golongan ini antara lain:

Canagliflozin, Empagliflozin, Dapagliflozin, Ipragliflozin. Dapagliflozin

baru saja mendapat approvable letter dari Badan POM RI pada bulan

Mei 2015.

C. Instrumen Tatalaksana Diabetes Melitus

Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar

kuesioner yang berisi pertanyaan-pertanyaan terkait dengan tatalaksana

Diabetes Melitus meliputi :perencanaan makanan/diet, latihan fisik dan

farmakologi. Jumlah pertanyaan dari variabel modifikasi berbeda. Jumlah

pernyataan 15 nomor dengan jawaban ya dan tidak. Jika Ya diberi nilai 2 dan

tidak diberi nilai 1.

D. Modifikasi Pola Hidup Pasien Diabetes Militus

Modifikasi adalah upaya atau proses atau tindakan untuk mengubah

perilaku. Modifikasi juga dapat diartikan untuk merubah perilaku tidak adaptif

menjadi adaptif (Sunardi, 2010). Gaya hidup adalah pola Hidup seseorang yang

diekspresikan dalam aktifitas dan minat dari orang itu sendiri. Gaya hidup

menggambarkan keseluruhan diri seseorang dengan berinteraksi dengan

lingkungannya. Mengubah gaya hidup dengan tidak merokok , menghindari

alcohol, tidur yang cukup, menurunkan berat badan yang berlebih, mengatur pola

makan, dan berolahraga yang teratur untuk membakar lemak dan kalori yang

berlebih adalah gaya hidup sehat wajib dijalani penderita DM. Modifikasi gaya

hidup sangat penting untuk dilakukan, tidak hanya untuk mengontrol kadar

glukosa darah namun bila diterapkan secara umum diharapkan dapat

23
menurunkan prevalensi DM baik di Indonesia. Modifikasi gaya hidup antara lain:

menurunkan berat badan, meningkatkan aktifitas fisik, mengatur pola makan

yang sehat, menghentikan konsumsi rokok dan alcohol, serta megurangi

konsumsi Garam. Konsumsi makan\an lebih baik dan peningkatan aktifitas fisik

adalah kunci penanganan DM (Nutbeam & Kickbusch, 1998).

Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas DM.

Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa darah,

tekanan darah, berat badan dan profil lipid,melalui pengelolaan pasien secara

holistik dengan mengajarkan perawatan mandiri dan perubahan perilaku (Bhatt,

Saklani, & Upadhayay, 2016).

1. Diet

Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes hampir sama

dengan anjuran makan untuk masyarakat umum yaitu makanan yang

seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-

masing individu. Pada penyandang diabetes perlu ditekankan pentingnya

keteraturan makan dalam hal jadwal makan, jenis dan jumlah makanan,

terutama pada mereka yang menggunakan obat penurun glukosa darah

atau insulin. Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi

yang seimbang dalam hal karbohidrat 60-70%, lemak 20-25% danprotein

10-15%. Untuk menentukan status gizi, dihitung dengan BMI (Body Mass

Indeks). Indeks Massa Tubuh (IMT) atau Body Mass Index (BMI)

merupupakan alat atau cara yang sederhana untuk memantau status gizi

orang dewasa, khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan

kelebihan berat badan. Untuk mengetahui nilai IMT ini, dapat dihitung

dengan rumus berikut:

Tabel 2.1 Rumus Nilai IMT

24
Berat Badan (Kg)

IMT =

Tinggi Badan (m) x Tinggi Badan (m)

Sumber : (Bhatt, Saklani, & Upadhayay, 2016).

Tabel 2.2 Contoh menu sehari

Pagi Siang Malam


Roti putih Nasi Nasi
Selai kacang Semur daging Pepes ikan
Telur rebus Tempe goring Cah tahu
Lalap daun Pecel Tumis kangkung
Siada/ tomat Jeruk Apel
Jam 10.00 ( selingan) Jam 16.00 ( selingan ) Jam 21.00( selingan)
Apel Puing papaya Crackers atau buah

Tabel 2.3 Pengaturan Makanan

Bahan dianjurkan Dibatasi dihindari

makanan
Sumber Semua sumber karbohidrat dibatasi:

karbohidrat nasi,bubur, roti, mie, kentang,

singkong, ubi, sagu, gandum, pasta,

jagung, talas, havermout, sereal,

ketan, makaroni
Sumber protein Ayam tanpa kulit, ikan, Hewani tinggi lemak jenuh Keju,abon,denden

hewani telur rendah kolesterol (kornet,sosis,otak,jeroan,kuning telur g,susus full cream

atau putih telur, daging

tidak berlemak
Sumber protein Tempe, tahu, kacang

nabati hijau, kacang merah,

kacang tanah, kacang

kedelai
Sayuran Sayur tinggi serat: Bayam, buncis,daun melinjo, labu

kangkung, daun kacang, siam, daun singkong, daun ketela,

ketimun, tomat, labu air, jagung muda, kapri, kacang panjang,

25
kembang kol, lobak, sawi, psre, wortel, daun katuk.

selada seledri, terong


Buah-buahan Jeruk, apel, papaya, Nanas, anggur, manga, sirsak, Buah-buahan

jambu air, salak, belimbing pisang, alpukat, sawo, semangka, yang manis dan

( sesuai kebutuhan ) nangka masak. diawtkan : durian,

nangka ,alpukat

kurmah, manisan

buah
Minuman Minuman yang

mengandung

alcohol, susu

kental manis, soft

drink, es krim,

yoghurt, susu
Lain-lain Makanan yang digoreng dan yang Gula pasir, gula

menggunakan santan kental, kecap, merah, gula batu,

saos tiram madu, makanan/

minuman manis :

cake, kue-kue

,manis, dodol,

tarcis, sirup, selai

manis, coklat

permen, tape,

mayonnaise.

Tujuan diet:

1. Memberikan makanan sesuai kebutuhan

2. Mempertahankan kadar gula darah sampai normal/ mendekati

normal

3. Mempertahankan berat badan menjadi normal

4. Mencegah terjadinya kadar gula darah terlalu rendah yang dapat

menyebabkan pingsan

26
5. Mengurangi/ mencegah komplikasi

2. Exercise (latihan fisik/olahraga)

Dianjurkan latihan secara teratur (3-4 kali seminggu) selama kurang lebih

30 menit, yang sifatnya sesuai dengan Continous, Rhythmical, Interval,

Progresive, Endurance (CRIPE). Training sesuai dengan kemampuan

pasien. Sebagai contoh adalah olah raga ringan jalan kaki biasa selama

30 menit. Hindarkan kebiasaan hidup yang kurang gerak atau bermalas-

malasan.

Rekomendasi Latihan Aerobik pada DM Tipe 2

Rekomendasi untuk latihan kardiovaskular pada DMT2 menggunakan

prinsip FITT (Frequency Intensity Time Type).

1. Frekuensi Latihan aerobik dilakukan sedikitnya 3 hari dalam

seminggu dengan jarak antar latihan tidak lebih dari 2 hari yang

berturut-turut karena efek latihan yang bersifat sementara dalam

memperbaiki kerja insulin. Rekomendasi sekarang bagi orang

dewasa pada umumnya adalah 5 sesi latihan intensitas sedang

dalam seminggu.

2. Intensitas Latihan aerobik yang dilakukan sedikitnya intensitas

sedang, yaitu sekitar 64-76 % denyut jantung maksimal (HRmax).

Bagi sebagian besar pasien DMT2, latihan fisik seperti jalan cepat,

bersepeda dan renang, termasuk dalam latihan dengan intensitas

sedang.

3. Durasi Individu dengan DMT2 harus melakukan latihan aerobik

minimal 150 menit per minggu dengan intensitas sedang atau

berat. Aktivitas aerobik dapat dilakukan dalam sesi pendek dengan

27
durasi sedikitnya 10 menit per sesi dan sesi ini dapat dilakukan

sepanjang minggu. Latihan aerobik 150 menit per minggu dengan

intensitas sedang berhubungan dengan menurunnya angka

kesakitan dan angka kematian dalam penelitian observasional

pada berbagai jenis populasi. Beberapa manfaat bagi sistem

kardiovaskular dan kadar glukosa darah dapat dicapai dengan

volume latihan yang lebih rendah (namun dosis minimal belum

pernah ditetapkan), tapi dengan melakukan latihan dengan durasi

melebihi anjuran minimal, lebih banyak manfaat akan diperoleh.

4. Tipe Segala bentuk latihan aerobik (termasuk jalan cepat) yang

menggunakan kelompok-kelompok otot besar dan menyebabkan

peningkatan denyut jantung yang terus-menerus akan bermanfaat

dan dianjurkan agar melakukan berbagai jenis aktivitas fisik. Jadi,

individu dengan DMT2 harus melakukan latihan aerobik sedikitnya

150 menit per minggu dengan intensitas sedang hingga berat

selama minimal 3x seminggu dengan jarak antar latihan tidak lebih

dari 2 hari berturut-turut.

Latihan Kekuatan otot atau beban pada diabetes mellitus tipe 2

1. Frekuensi Latihan beban harus dilakukan setidaknya dua kali

seminggu pada hari yang tidak berturut-turut, tetapi lebih

idealnya tiga kali seminggu, sebagai bagian dari program

aktivitas fisik untuk individu dengan DMT2, bersamaan dengan

latihan aerobik yang teratur.

2. Intensitas Untuk memperoleh manfaat yang optimal dalam

meningkatkan kekuatan dan kerja insulin, intensitas latihan

yang dilakukan sebaiknya intensitas sedang (50% dari 1

repetisi maksimal, atau 1-RM) atau berat (75- 80% dari 1-RM).

28
Latihan sendiri di rumah tanpa didampingi tenaga profesional

mungkin kurang efektif untuk mempertahankan kontrol glukosa

darah tapi cukup untuk menjaga massa dan kekuatan otot.

3. Waktu Setiap sesi pelatihan setidaknya harus mencakup 5-10

latihan yang melibatkan kelompokkelompok otot utama (tubuh

bagian atas, tubuh bagian bawah, dan core/ inti) dan

melibatkan 10-15 repetisi per set di tahap awal pelatihan.

Seiring waktu, berat beban dapat semakin bertambah

sehingga hanya dapat diangkat sebanyak 8-10 kali. Untuk

meningkatkan kekuatan otot secara optimal, dianjurkan untuk

melakukan setidaknya satu set pengulangan hingga mendekati

kelelahan, ataupun hingga 3-4 set.

4. Tipe Latihan kekuatan menggunakan esin dan beban

(misalnya dumbbells dan barbel) dapat memberikan manfaat

atau efek yang cukup setara dalam hal peningkatan kekuatan

dan massa otot yang ditargetkan. Beban yang lebih berat

mungkin diperlukan untuk optimalisasi kerja insulin dan

pengendalian kadar glukosa darah.

Gabungan latihan aerobic dan beban

Penggabungan kedua latihan olahraga aerobik dan resistensi

dianjurkan. Kombinasi latihan yang dilakukan tiga kali seminggu pada individu

dengan DMT2 akan memberikan manfaat yang lebih besar bagi pengendalian

kadar glukosa darah dibandingkan dengan latihan aerobik atau resistensi

saja. Namun, hingga saat ini, berbagai penelitian menunjukkan bahwa total

durasi latihan dan pengeluaran kalori yang paling besar dapat dicapai dengan

mengkombinasikan latihan aerobik dan latihan beban, terutama bila keduanya

dilakukan pada hari yang sama. Belum ada penelitian yang melaporkan

29
bahwa latihan yang dilakukan setiap hari tapi berselangseling akan lebih

efektif, atau mempelajari efek dari kombinasi latihan isokalori pada glukosa

darah. Selain itu, tidak ada bukti yang nyata mengenai manfaat berbagai

bentuk latihan yang lebih ringan, seperti yoga dan tai chi, dalam mengontrol

kadar glukosa darah.

Latihan Kelenturan

Latihan kelenturan dapat dimasukkan sebagai bagian dari program

latihan, namun bukan untuk menggantikan latihan yang lainnya. Kelompok

individu usia lanjut juga disarankan untuk melakukan latihan yang

mempertahankan atau meningkatkan keseimbangan, yang mungkin akan

mencakup beberapa latihan kelenturan, dan hal ini penting terutama bagi

individu dengan DMT2 yang berusia lebih tua dan lebih berisiko untuk jatuh.

Latihan kelenturan perlu untuk dilakukan tapi bukan untuk menggantikan jenis

latihan lain yang direkomendasikan.

Efek Obat pada Respons Latihan

Untuk mencegah terjadinya hipoglikemia, individu dengan diabetes

mungkin perlu mengurangi dosis obat-obat atau insulin yang dikonsumsi

sebelum (dan mungkin setelah) latihan. Sangatlah penting untuk selalu

mewaspadai timbulnya gejala dan tanda-tanda hipoglikemia ataupun

peningkatan kadar glukosa darah (pra, selama dan pasca latihan). Pencatatan

atau dokumentasi terjadinya berbagai hal tersebut merupakan informasi yang

penting dalam membantu tenaga kesehatan menyesuaikan dosis pengobatan

klien. Klien penderita diabetes seringkali diberikan berbagai obat untuk kondisi

atau penyakit penyerta, antara lain obat diuretik, beta blocker, inhibitor

angiotensin-converting enzyme (ACE), aspirin, obat penurun kadar lemak dan

lain-lain. Obat-obat ini umumnya tidak mempengaruhi respon latihan, dengan

beberapa pengecualian:

30
(a) Beta-blocker diketahui akan menumpulkan respon denyut jantung saat

latihan dan menurunkan kapasitas latihan maksimal melalui efek inotropik

dan kronotropik negatif. Mereka juga dapat menghalangi timbulnya gejala

adrenergik dari hipoglikemia, sehingga meningkatkan risiko hipoglikemia

yang tidak terdeteksi selama latihan. Namun, beta-blocker dapat

meningkatkan kapasitas latihan pasien dengan penyakit kardiovaskular,

dengan mengurangi iskemia koroner selama aktivitas.

(b) Diuretik dapat menurunkan volume cairan dan darah secara

keseluruhan yang mengakibatkan dehidrasi dan ketidakseimbangan

elektrolit, terutama selama melakukan latihan di tempat yang panas.

(c) Dosis tinggi golongan statin berhubungan dengan terjadinya myalgia

(nyeri otot), terutama bila dikombinasikan dengan fibrat dan niasin.

3. Pendidikan Kesehatan

Pendidikan kesehatan sangat penting dalam pengelolaan. Pendidikan

kesehatan pencegahan primer harus diberikan kepada kelompok

masyarakat resiko tinggi. Pendidikan kesehatan sekunder diberikan

kepada kelompok pasien DM. Sedangkan pendidikan kesehatan untuk

pencegahan tersier diberikan kepada pasien yang sudah mengidap DM

dengan penyulit menahun.

4. Obat

oral hipoglikemik, insulin Jika pasien telah melakukan pengaturan makan

dan latihan fisik tetapi tidak berhasil mengendalikan kadar gula darah

maka dipertimbangkan pemakaian obat hipoglikemik.

Golongan Sulfonilurea

Sulfonilurea telah digunakan untuk pengobatan DMT2 sejak tahun

1950-an. Obat ini digunakan sebagai terapi farmakologis pada awal

pengobatan diabetes dimulai, terutama bila konsentrasi glukosa darah

31
tinggi. Obat yang tersedia meliputi sulfonilurea generasi pertama

(asetoheksimid, klorpropramid, tolbutamid, tolazamid), generasi kedua

(glipizid, glikazid, glibenklamid, glikuidon, gliklopiramid), dan generasi

ketiga (glimepiride). Namun sulfonilurea generasi pertama sudah sangat

jarang digunakan karena efek hipoglikemi yang terlalu hebat. Obat

golongan sulfonilurea mempunyai efek hipoglikemi yang tidak sama. Hal

ini tergantung pada kekuatan ikatan antara obat dengan reseptornya di

membran sel, contohnya glibenklamid.

Efek hipoglikemi dan ikatan antara glibenklamid dengan

reseptornya lebih kuat daripada golongan glimepiride oleh karena ikatan

glimepirid dengan reseptornya tidak sekuat ikatan glibenklamid.

Sebaiknya digunakan sulfonilurea generasi II dan generasi III yang

mempunyai waktu paruh pendek dan metabolisme lebih cepat. Meski

masa paruhnya pendek, yaitu 3-5 jam, efek hipoglikeminya berlangsung

12-24 jam. Sehingga cukup diberikan satu kali sehari. Karena hampir

semua sulfonilurea dimetabolisme di hepar dan diekskresi melalui ginjal,

sediaan ini tidak boleh diberikan pada pasien DMT2 dengan gangguan

fungsi hepar atau gangguan fungsi ginjal yang berat.

Glikuidon mempunyai efek hipoglikemi sedang dan jarang

menimbulkan serangan hipoglikemi. Glikuidon diekskresi melalui empedu

dan usus, maka dapat diberikan pada pasien DMT2 dengan ganguan

fungsi hati dan gangguan fungsi ginjal yang tidak terlalu berat. Pasien

pasien DMT2 usia lanjut, pada pemberian sulfonilurea harus diwaspadai

akan timbulnya hipoglikemia. Kecenderungan hipoglikemia pada lansia

disebabkan oleh karena metabolisme sulfonilurea lebih lambat.

Hipoglikemia pada lansia tidak mudah dikenali karena timbulnya

32
perlahan tanpa tanda akut dan dapat menimbulkan gangguan pada otak

sampai koma.

Meglitinid

Meglitinid memiliki mekanisme kerja yang sama dengan

sulfonilurea. Karena lama kerjanya pendek maka glinid digunakan

sebagai obat setelah makan (prandial). Karena strukturnya tanpa sulfur

maka dapat digunakan pada pasien yang alergi sulfur. Repaglinid dapat

menurunkan glukosa darah puasa walaupun mempunyai masa paruh

yang singkat karena lama menempel pada kompleks reseptor

sulfonilurea. Sedangkan nateglinide merupakan golongan terbaru,

mempunyai masa paruh yang lebih singkat diabandingkan repaglinid dan

tidak menurunkan glukosa darah puasa. Keduanya merupakan obat

yang khusus menurunkan glukosa darah setelah makan degan efek

hipoglikemi yang minimal. Glinid dapat digunakan pada pasien usia lanjut

dengan pengawasan. Glinid dimetabolisme dan dieksresikan melalui

kandung empedu, sehingga relatif aman digunakan pada lansia yang

menderita gangguan fungsi ginjal ringan sampai sedang.

Penghambat Alfa Glukosidase

Acarbose hampir tidak diabsorbsi dan bekerja lokal pada saluran

pencernaan. Acarbose mengalami metabolisme pada saluran

pencernaan oleh flora mikrobiologis, hidrolisis intestinal, dan aktifitas

enzim pencernaan. Inhibisi kerja enzim ini secara efektif dapat

mengurangi peningkatan kadar glukosa setelah makan pada pasien

DMT2. Penggunaan acarbose pada lansia relatif aman karena tidak akan

merangsang sekresi insulin sehingga tidak dapat menyebabkan

hipoglikemi. Efek sampingnya berupa gejala gastroinstestinal, seperti

meteorismus, flatulence dan diare. Acarbose dikontraindikasikan pada

33
penyakit irritable bowel syndrome, obstruksi saluran cerna, sirosis hati,

dan gangguan fungsi ginjal yang lanjut dengan laju filtrasi glomerulus ≤

30 mL/min/1.73 m.

Biguanid

Dikenal 3 jenis golongan biguanid, yaitu fenformin, buformin dan

metformin. Fenformin telah ditarik dari peredaran karena sering

menyebabkan asidosis laktat. Metformin merupakan obat

antihiperglikemik yang banyak digunakan saat ini. Metformin tidak

menyebabkan rangsangan sekresi insulin dan umumnya tidak

menyebabkan hipoglikemia. Metformin menurunkan produksi glukosa di

hepar dan meningkatkan sensitivitas insulin pada jaringan otot dan

adiposa. Pada pasien diabetes yang gemuk, metformin dapat

menurunkan BB. Metformin akan diabsorbsi di usus kemudian masuk ke

dalam sirkulasi, di dalam sirkulasi metformin tidak terikat protein plasma,

ekskresinya melalui urin dalam keadaan utuh. Masa paruhnya adalah

sekitar 2 jam. Penggunaan metformin aman pada lansia karena tidak

mempunyai efek hipoglikemi. Namun metformin dikontraindikasikan pada

pasien dengan gangguan fungsi ginjal dengan LFG ≤ 30 mL/min/1.73 m.

Golongan Tiazolidinedion

Tiazolidinedion menurunkan produksi glukosa di hepar dan

menurunkan kadar asam lemak bebas di plasma. Tiazolidinedion dapat

menurunkan kadar HbA1c (1-1.5 %), meningkatkan HDL, efeknya pada

trigliserida dan LDL bervariasi. Pada pemberian oral, absorbsi tidak

dipengaruhi oleh makanan. Efek samping tiazolidinedion antara lain

peningkatan berat badan, edema, menambah volume plasma, dan

memperburuk gagal jantung kongestif. Edema sering terjadi pada

pengguanaan kombinasi tiazolidinedion bersama insulin. Selain pada

34
pasien dengan penyakit hepar, penggunaan tiazolidinedion tidak

dianjurkan pada pasien dengan gagal jantung kongestif kelas 3 dan 4

menurut kliasifikasi New York Heart Association. Hipoglikemia pada

penggunaan monoterapi jarang terjadi. Terapi glitazone dikaitkan dengan

peningkatan resiko fraktur baik pada wanita maupun pria. Insiden fraktur

ekstremitas bawah pada wanita yang telah menopause dilaporkan

meningkat dengan penggunaan glitazone ini. Pemakaian glitazone juga

dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan hati berat, sehingga

penggunaannya dihentikan apabila terdapat kenaikan enzim hati lebih

dari tiga kali nilai normal. Penggunaannya pada lansia tidak dianjurkan.

Inisiasi terapi insulin

Insulin dapat diberikan pada semua pasien DMT2 dengan kontrol

glikemik yang buruk. Insulin juga dapat diberikan pada kasus-kasus

DMT2 yang baru dikenal dengan penurunan berat badan yang hebat dan

dalam keadaan ketosis. Contoh regimen insulin sekali sehari:

1. Mulai dengan dosis 8–10unit long acting insulin (insulin kerja panjang)

2. Teruskan pemakaian OAD (metformin)

3. Lakukan pemeriksaan glukosa darah sebelum makan pagi

4. Lakukan titrasi dosis untuk mengendalikan kadar glukosa darah

sebelum makan pagi Dalam menggunakan insulin, dosis dinaikan secara

bertahap. Apabila kadar glukosa darah belum terkontrol, titrasi dosis

dapat dilakukan setiap 2- 3 hari. Cara mentitrasi dosis insulin basal :

1. Naikan dosis 2 unit bila glukosa darah puasanya di atas 126 mg/dl

2. Naikan dosis 4 unit bila glukosa darah puasanya di atas 144 mg/dl

Titrasi dosis ini dapat dilakukan selama 2-3 bulan pertama sampai kadar

glukosa darah puasa mencapai kadar yang diinginkan.

E. Instrumen Pengukuran Modifikasi Pola Hidup pasien Diabetes Melitus

35
Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

lembar kuesioner yang berisi pertanyaan-pertanyaan terkait dengan modifikasi

pola hidup pasien DM (perencanaan makanan/diet, latihan fisik dan

farmakologi). Jumlah pernyataan berjumlah 15 dengan jawaban Ya dan Tidak.

Jika jawaban benar maka diberi nilai 2, jika salah diberi nilai 1.

F. Diabetes Melitus (DM)

1. Definisi DM

Diabetes melitus atau kencing manis adalah suatu gangguan kesehatan

berupa kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh

peningkatan kadar gula dalam darah akibat kekurangan insulin ataupun

resistensi insulin dan gangguan metabolik pada umumnya. Pada

perjalanannya, penyakit diabetes akan menimbulkan berbagai komplikasi

baik yang akut maupun yang kronis atau menahun apabila tidak dikendalikan

dengan baik. Diabetes merupakan salah satu penyakit degeneratif yang

tidak dapat disembuhkan tetapi dapat dikendalikan atau dikelola, artinya

apabila seseorang sudah didiagnosis DM, maka seumur hidupnya akan

bergaul dengannya. (Diabetes, Tipe, Rs, & Batang, 2015).

Menurut PERKENI (2015) seseorang dapat didiagnosa diabetes melitus

apabila mempunyai gejala klasik diabetes melitus seperti poliuria, polidipsi

dan polifagi disertai dengan kadar gula darah sewaktu ≥200 mg/dl dan gula

darah puasa ≥126 mg/dl.

2. Manifestasi Klinis

Beberapa gejala umum yang dapat ditimbulkan oleh penyakit Diabets

Melitus diantaranya:

a. Pengeluaran urin (Poliuria)

36
Poliuria adalah keadaan dimana volume air kemih dalam 24 jam

meningkat melebihi batas normal. Poliuria timbul sebagai gejala DM

dikarenakan kadar gula dalam tubuh relatif tinggi sehingga tubuh tidak

sanggup untuk mengurainya dan berusaha untuk mengeluarkannya

melalui urin. Gejala pengeluaran urin ini lebih sering terjadi pada

malam hari dan urin yang dikeluarkan mengandung glukosa

(PERKENI, 2015).

b. Timbul rasa haus (Polidipsia)

Poidipsia adalah rasa haus berlebihan yang timbul karena kadar

glukosa terbawa oleh urin sehingga tubuh merespon untuk

meningkatkan asupan cairan (PERKENI, 2015).

c. Timbul rasa lapar (Polifagia)

Pasien DM akan merasa cepat lapar dan lemas, hal tersebut

disebabkan karena glukosa dalam tubuh semakin habis sedangkan

kadar glukosa dalam darah cukup tinggi (PERKENI, 2011).

d. Peyusutan berat badan

Penyusutan berat badan pada pasien DM disebabkan karena tubuh

terpaksa mengambil dan membakar lemak sebagai cadangan energi

(PERKENI, 2015).

3. Klasifikasi Diabetes Melitus

a. Diabetes tipe 1

Diabetes tipe 1 biasanya terjadi pada remaja atau anak, dan terjadi

karena kerusakan sel β (beta) (WHO, 2014). Canadian Diabetes Association

(CDA) 2013 juga menambahkan bahwa rusaknya sel β pankreas diduga

karena proses autoimun, namun hal ini juga tidak diketahui secara pasti.

37
Diabetes tipe 1 rentan terhadap ketoasidosis, memiliki insidensi lebih sedikit

dibandingkan diabetes tipe 2, akan meningkat setiap tahun baik di negara

maju maupun di negara berkembang (IDF, 2014).

b. Diabetes tipe 2

Diabetes tipe 2 biasanya terjadi pada usia dewasa (WHO,2014).

Seringkali diabetes tipe 2 didiagnosis beberapa tahun setelah onset, yaitu

setelah komplikasi muncul sehingga tinggi insidensiny sekitar 90% dari

penderita DM di seluruh dunia dan sebagian besar merupakan akibat dari

memburuknya faktor risiko seperti kelebihan berat badan dan kurangnya

aktivitas fisik (WHO, 2014).

c. Diabetes gestational

Gestational diabetes mellitus (GDM) adalah diabetes yang didiagnosis

selama kehamilan (ADA, 2014) dengan ditandai dengan hiperglikemia (kadar

glukosa darah di atas normal) (CDA, 2013 dan WHO, 2014). Wanita dengan

diabetes gestational memiliki peningkatan risiko komplikasi selama kehamilan

dan saat melahirkan, serta memiliki risiko diabetes tipe 2 yang lebih tinggi di

masa depan (IDF, 2014).

d. Tipe diabetes lainnya

Diabetes melitus tipe khusus merupakan diabetes yang terjadi karena

adanya kerusakan pada pankreas yang memproduksi insulin dan mutasi gen

serta mengganggu sel beta pankreas, sehingga mengakibatkan kegagalan

dalam menghasilkan insulin secara teratur sesuai dengan kebutuhan tubuh.

Sindrom hormonal yang dapat mengganggu sekresi dan menghambat kerja

insulin yaitu sindrom chusing, akromegali dan sindrom genetik (ADA, 2015).

38
4. Patofisiologi DM

a. Patofisiologi diabetes tipe 1

Pada DM tipe 1, sistem imunitas menyerang dan menghancurkan

sel yang memproduksi insulin beta pancreas (ADA, 2014). Kondisi tersebut

merupakan penyakit autoimun yang ditandai dengan ditemukannya anti

insulin atau antibodi sel antiislet dalam darah (WHO, 2014). National

Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Diseases (NIDDK) tahun

2014 menyatakan bahwa autoimun menyebabkan infiltrasi limfositik dan

kehancuran islet pankreas. Kehancuran memakan waktu tetapi timbulnya

penyakit ini cepat dan dapat terjadi selama beberapa hari sampai minggu.

Akhirnya, insulin yang dibutuhkan tubuh tidak dapat terpenuhi karena

adanya kekurangan sel beta pankreas yang berfungsi memproduksi insulin.

Oleh karena itu, diabetes tipe 1 membutuhkan terapi insulin, dan tidak akan

merespon insulin yang menggunakan obat oral.

b. Patofisiologi diabetes tipe 2

Kondisi ini disebabkan oleh kekurangan insulin namun tidak

mutlak. Ini berarti bahwa tubuh tidak mampu memproduksi insulin yang

cukup untuk memenuhi kebutuhan yang ditandai dengan kurangnya sel

beta atau defisiensi insulin resistensi insulin perifer (ADA, 2014).

Resistensi insulin perifer berarti terjadi kerusakan pada reseptor-reseptor

insulin sehingga menyebabkan insulin menjadi kurang efektif mengantar

pesan-pesan biokimia menuju sel-sel (CDA, 2013). Dalam kebanyakan

kasus diabetes tipe 2 ini, ketika obat oral gagal untuk merangsang

pelepasan insulin yang memadai, maka pemberian obat melalui suntikan

dapat menjadi alternatif.

c. Patofisiologi diabetes gestasional

39
Gestational diabetes terjadi ketika ada hormon antagonis insulin

yang berlebihan saat kehamilan. Hal ini menyebabkan keadaan resistensi

insulin dan glukosa tinggi pada ibu yang terkait dengan kemungkinan

adanya reseptor insulin yang rusak (NIDDK,2014 dan ADA, 2014).

5. Komplikasi DM

Diabetes melitus merupakan salah satu penyakit yang dapat menimbulkan

berbagai macam komplikasi, antara lain :

a. Komplikasi metabolik akut

Kompikasi metabolik akut pada penyakit diabetes mellitus terdapat tiga

macam yang berhubungan dengan gangguan keseimbangan kadar

glukosa darah jangka pendek, diantaranya:

1) Hipoglikemia

Hipoglikemia (kekurangan glukosa dalam darah) timbul

sebagai komplikasi diabetes yang disebabkan karena pengobatan

yang kurang tepat (Smeltzer & Bare, 2008).

2) Ketoasidosis diabetic

Ketoasidosis diabetik (KAD) disebabkan karena kelebihan

kadar glukosa dalam darah sedangkan kadar insulin dalam tubuh

sangat menurun sehingga mengakibatkan kekacauan metabolik

yang ditandai oleh trias hiperglikemia, asidosis dan ketosis

(Soewondo, 2006).

3) Sindrom HHNK (koma hiperglikemia hiperosmoler nonketotik)

40
Sindrom HHNK adalah komplikasi diabetes melitus yang

ditandai dengan hiperglikemia berat dengan kadar glukosa serum

lebih dari 600 mg/dl (Price & Wilson, 2006).

b. Komplikasi metabolik kronik

Komplikasi metabolik kronik pada pasien DM menurut Price & Wilson

(2006) dapat berupa kerusakan pada pembuluh darah kecil

(mikrovaskuler) dan komplikasi pada pembuluh darah besar

(makrovaskuler) diantaranya:

a) Komplikasi pembuluh darah kecil (mikrovaskuler)

Komplikasi pada pembuluh darah kecil (mikrovaskuler) yaitu :

1) Kerusakan retina mata (Retinopati)

Kerusakan retina mata (Retinopati) adalah suatu

mikroangiopati ditandai dengan kerusakan dan

sumbatan pembuluh darah kecil (Pandelaki, 2009).

2) Kerusakan ginjal (Nefropati diabetik)

Kerusakan ginjal pada pasien DM ditandai dengan

albuminuria menetap (>300 mg/24jam atau >200

ih/menit) minimal 2 kali pemeriksaan dalam kurun

waktu 3-6 bulan. Nefropati diabetik merupakan

penyebab utama terjadinya gagal ginjal terminal.

3) Kerusakan syaraf (Neuropati diabetik)

Neuropati diabetik merupakan komplikasi yang

paling sering ditemukan pada pasien DM. Neuropati

pada DM mengacau pada sekelompok penyakit yang

menyerang semua tipe saraf (Subekti, 2009).

41
b) Komplikasi pembuluh darah besar (makrovaskuler)

Komplikasi pada pembuluh darah besar pada pasien diabetes yaitu

stroke dan risiko jantung koroner.

1) Penyakit jantung koroner

Komplikasi penyakit jantung koroner pada pasien

DM disebabkan karena adanya iskemia atau infark miokard

yang terkadang tidak disertai dengan nyeri dada atau

disebut dengan SMI (Silent Myocardial Infarction)

(Widiastuti, 2012).

2) Penyakit serebrovaskuler

Pasien DM berisiko 2 kali lipat dibandingkan

dengan pasien non-DM untuk terkena penyakit

serebrovaskuler. Gejala yang ditimbulkan menyerupai gejala

pada komplikasi akut DM, seperti adanya keluhan pusing atau

vertigo, gangguan penglihatan, kelemahan dan bicara pelo

(Smeltzer & Bare, 2008).

6. Faktor Risiko Diabetes Melitus

1) Faktor risiko yang dapat diubah

a) Gaya hidup

Gaya hidup merupakan perilaku seseorang yang ditunjukkan dalam

aktivitas sehari-hari. Makanan cepat saji, olahraga tidak teratur dan

minuman bersoda adalah salah satu gaya hidup yang dapat memicu

terjadinya DM tipe 2 (ADA,2009). Gaya hidup yang baik dapat

memperkecil terjadinya DM tipe 2.

b) Diet yang tidak sehat

42
Perilaku diet yang tidak sehat yaitu kurang olahraga, menekan nafsu

makan, sering mengkonsumsi makan siap saji dapat menyebabkan

terjadinya DM tipe 2. Pasien DM tipe 2 harus mengetahui perilku diet

yang baik untuk mengatasi terjadinya DM (Abdurrahman, 2014).

c) Obesitas

Obesitas merupakan salah satu faktor risiko utama untuk terjadinya

penyakit DM. Menurut Kariadi (2009) dalam Fathmi (2012), obesitas

dapat membuat sel tidak sensitif terhadap insulin (resisten insulin).

Semakin banyak jaringan lemak pada tubuh, maka tubuh semakin

resisten terhadap kerja insulin, terutama bila lemak tubuh terkumpul

didaerah sentral atau perut (central obesity).

d) Tekanan darah tinggi

Menurut Kurniawan dalam Jafar (2010) tekanan darah tinggi merupakan

peningkatan kecepatan denyut jantung, peningkatan resistensi (tahanan)

dari pembuluh darah dari tepi dan peningkatan volume aliran darah.

Hipertensi akan menyebabkan insulin resisten sehingga terjadi

hiperinsulinemia, terjadi mekanisme kompensasi tubuh agar lukosa darah

normal. Bila tidak dapat diatasi maka akan trjadi gangguan Toleransi

Glukosa Terganggu (TGT) yang mengakibatkan kerusakan sel beta dan

terjadilah DM tipe 2 (Kemenkes, 2010).

2) Faktor risiko yang tidak dapat diubah

a) Usia

Semakin bertambahnya usia maka semakin tinggi risiko terkena diabetes

tipe 2. DM tipe 2 terjadi pada orang dewasa setengah baya, paling sering

setelah usia 45 tahun (American Heart Association [AHA], 2012).

Meningkatnya risiko DM seiring dengan bertambahnya usia dikaitkan

dengan terjadinya penurunan fungsi fisiologis tubuh.

43
b) Riwayat keluarga diabetes melitus

Seorang anak dapat diwarisi gen penyebab DM orang tua. Biasanya

seseorang yang menderita DM mempunyai anggota keluarga yang juga

terkena penyakit tersebut (Ehsa, 2010). Fakta menunjukkan bahwa

mereka yang memiliki ibu penderita DM tingkat risiko terkena DM sebesar

3,4 kali lipat lebih tinggi dan 3,5 kali lipat lebih tinggi jika memiliki ayah

penderita DM. Apabila kedua orangtua menderita DM, maka akan

memiliki risiko terkena DM sebesar 6,1 kali lipat lebih tinggi (Sahlasaida,

2015).

c) Ras atau latar belakang etnis

Risiko DM tipe 2 lebih besar terjadi pada hispanik, kulit hitam, penduduk

asli Amerika, dan Asia. Etnis merupakan faktor penting dalam

perkembangan diabetes mellitus tipe II pada orang dewasa dan anak-

anak. Peningkatan tertinggi dilaporkan terjadi pada etnis Asia, Hispanics,

orang pribumi (USA, Kanada, Australia) dan African Americans, dengan

beberapa yang tertinggi di dunia baru saja ditemukan pada etni Indian

pima (ADA, 2009).

d) Riwayat diabetes pada kehamilan

Mendapatkan diabetes selama kehamilan atau melahirkan bayi lebih dari

4,5 kg dapat meningkatkan risiko DM tipe 2 (Ehsa, 2010). Faktor resiko

pada DM pada kehamilan adalah wanita yang hamil dengan umur lebih

dari 25 tahun disertai dengan riwayat keluarga dengan diabetes melitus,

infeksi yang berulang, melahirkan dengan berat badan bayi lebih dari 4 kg

(ADA, 2012).

44
G. Hubungan pengetahuan Tatalaksana Diabetes Melitus dengan modifikasi pola

hidup pasien Diabetes Melitus tipe 2

Pengetahuan penderita tentang diabetes melitus merupakan sarana yang dapat

membantu penderita menjalankan penanganan diabetes selama hidupnya sehingga

semakin banyak dan semakin baik penderita mengerti tentang penyakitnya semakin

mengerti bagaimana harus mengubah perilakunya. (Ariani, 2012) Upaya untuk

memperbaiki kehidupan pasien DM, pasien DM harus mengetahui empat pilar

penatalaksanaan DM seperti edukasi, perencanaan makan, latihan jasmani dan

terapi farmakologi (Ariani, 2012). Pengetahuan adalah segala sesuatu yang harus

diketahui. Pengetahuan diabetes melitus sangatlah berpengaruh pada gaya hidup

pasien diabetes melitus. Pengetahuan merupakan salah satu faktor penting yang

menentukan gaya hidup pasien diabetes mellitus (Alfiani, Yulifah, & Sutriningsih,

2017).

Dalam penatalaksanaan diabetes melitus terdiri dari terapi farmakologi dan non

farmakologis. Terpi farmakologi terdiri dari obat oral dan suntikan. Terapi non

farmakologi yang meliputi perubahan gaya hidup dengan melakukan pengaturan pola

makan yang dikenal sebagai terapi gizi medis, meningkakan aktivitas jasmani, dan

edukasi berbagai masalah yang berkaitan dengan penyakit diabetes mellitus yang

dilakukan secara terus menerus. Terapi gizi medis merupakan salah satu terapi non

farmakologi yang sangat direkomendasikan bagi penyandang diabetes. Terapi gizi

medis ini pada prinsipnya adalah melakukan pengaturan pola makan yang

didasarkan pada status gizi diabetisi dan melakukan modifikasi diet berdasarkan

pada kebutuhan individual (Alfiani et al., 2017).

Pentingnya penderita diabetes melitus mengetahui cara mencegah komplikasi

yakni pertama guna mencegah munculnya komplikasi diabetes, atau menunda

datangnya komplikasi antara lain dengan cara rutin memeriksakan diri, seperti guna

45
mencegah agar tidak terjadi retinopati diabetik, penderita dengan rutin memeriksakan

kesehatan matanya minimal satu tahun sekali. Penderita diabetes juga harus rajin

merawat dan memerikan kaki, guna menghindari terjadinya kaki diabetik dan

kecacatan yang mungkin akan muncul. Kedua Peningkatan pengetahuan penderita

mengenai cara mencegah komplikasi juga dapat meningkatkan kualitas hidup

penderita diabetes.(Alfiani et al., 2017).

H. TATALAKSANA DIABETES MELITUS TIPE 2

Dalam mengobati pasien DMT2 tujuan yang harus dicapai adalah meningkatkan

kualitas hidup pasien. Tujuan penatalaksanaan meliputi tujuan penatalaksanaan

jangka pendek dan jangka panjang. Tujuan penatalaksanaan jangka pendek adalah

menghilangkan keluhan dan tanda DM, mempertahankan rasa nyaman, dan

mencapai target pengendalian glukosa darah. Tujuan penatalaksanaan jangka

panjang adalah untuk mencegah dan menghambat progresivitas komplikasi

makrovaskuler dan mikrovaskuler, serta neuropati diabetikum. Tujuan akhir

pengelolaan DMT2 adalah menurunkan morbiditas dan mortalitas DM. Untuk

mencapai tujuan tersebut, perlu penatalaksanaan diabetes secara lebih dini dan lebih

cepat sehingga kadar glukosa darah puasa, glukosa darah setelah makan,

variabilitas glukosa darah, HbA1c, tekanan darah, berat badan dan profil lipid dapat

dikendalikan. Hal ini dapat tercapai melalui pengelolanpasien secara holistic dengan

mengajarkan perawatan mandiri dan perubahan pola hidup,disamping terapi

farmakologis.

1) Terapi non farmakologis

Dari awal, pada pengelolaan pasien DMT2 harus direncanakan terapi

non farmakologis dan pertimbangan terapi farmakologis. Hal yang paling

penting pada terapi non farmakologis adalah monitor sendiri kadar glukosa

46
darah dan pendidikan berkelanjutan tentang penatalaksanaan diabetes pada

pasien. Latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu selama 30 menit/

kali), merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan DM tipe 2. Kegiatan

sehari-hari seperti berjalan kaki ke pasar, menggunakan tangga, dan

berkebun harus tetap dilakukan. Latihan jasmani selain untuk menjaga

kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas

insulin sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah.

Latihan jasmani yang dianjurkan adalah berupa latihan jasmani yang

bersifat aerobik seperti jalan kaki, bersepeda santai, joging, dan berenang.

Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status kesegaran

jasmani. Untuk mereka yang relatif sehat, intensitas latihan jasmani bisa

ditingkatkan. Sementara bagi mereka yang sudah mengalami komplikasi DM,

intensitas latihan jasmani dapat dikurangi. Terapi nutrisi medis dilaksanakan

dalam beberapa tahap. Pengenalan sumber dan jenis karbohidrat,

pencegahan dan penatalaksanaan hipoglikemia harus dilakukan terhadap

pasien. Terapi nutrisi medis ini bersifat bersifat individu. Secara umum, terapi

nutrisi medis meliputi upaya-upaya untuk mendorong pola hidup sehat,

membantu kontrol gula darah, dan membantu pengaturan berat badan.

2) Diet Diabetes

Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang

dibutuhkan penyandang diabetes. Cara yang paling umum digunakan

adalah dengan memperhitungkan kebutuhan kalori basal yang besarnya

25-30 kalori/kgBB ideal (BBI), ditambah atau dikurangi dengan beberapa

faktor koreksi. Faktor koreksi ini meliputi jenis kelamin, umur, aktivitas,

dan berat badan. Perhitungan berat badan Ideal (BBI) dilakukan dengan

menggunakan rumus Brocca yang dimodifikasi yaitu:

Berat badan ideal = 90% x (TB dalam cm - 100) x 1 kg.


47
Bagi pria dengan tinggi badan di bawah 160 cm dan wanita di bawah 150

cm, rumus dimodifikasi menjadi :

Berat badan ideal (BBI) = (TB dalam cm - 100) x 1 kg.

Faktor-faktor yang menentukan kebutuhan antara lain :

1. Jenis Kelamin

Kebutuhan kalori pada wanita lebih kecil dibandingkan kebutuhan

kalori pada pria. Kebutuhan kalori wanita sebesar 25 kal/kg BBI dan

pria sebesar 30 kal/kg BBI.

2. Umur

Untuk pasien usia di atas 40 tahun: kebutuhan kalori dikurangi 5%

(untuk dekade antara 40 dan 59 tahun), dikurangi 10% (untuk usia 60

s/d 69 tahun), dan dikurangi 20% (untuk usia di atas 70 tahun).

3. Aktivitas Fisik

Kebutuhan kalori dapat ditambah sesuai dengan intensitas aktivitas

fisik. Penambahan 10% dari kebutuhan kalori basal diberikan pada

pasien dalam keaadaan istirahat total, penambahan 20% dari

kebutuhan kalori basal diberikan pada pasien dengan aktivitas fisik

ringan, penambahan 30% dari kebutuhan kalori basal diberikan pada

pasien dengan aktivitas fisik sedang, dan penambahan 50% dari

kebutuhan kalori basal diberikan pada pasien dengan aktivitas fisik

sangat berat.

4. Berat Badan

Pada pasien dengan obesitas, kebutuhan kalori dikurangi sekitar 20-

30% dari kebutuhan kalori basal (tergantung pada derajat obesitas

yaitu apakah obes I atau obes II). Pada pasien dengan underweight,

48
kebutuhan kalori ditambah sekitar 20-30% dari kebutuhan kalori

basal (sesuai dengan kebutuhan untuk meningkatkan BB).

3) Komposisi Makanan

Persentase asupan karbohidrat yang dianjurkan untuk pasien

DMT2 adalah sebesar 45-65% dari kebutuhan kalori total. Persentase

asupan lemak yang dianjurkan adalah sekitar 20-25% dari kebutuhan

kalori total. Asupan lemak ini tidak diperkenankan melebihi 30% dari

kebutuhan kalori total. Persentase asupan lemak jenuh yang dianjurkan

adalah kurang 7 % dari kebutuhan kalori total. Persentase asupan lemak

tidak jenuh ganda yang dianjurkan adalah kurang 10 % dari kebutuhan

kalori total. Bahan makanan yang perlu dibatasi adalah bahan makanan

yang banyak mengandung lemak jenuh dan lemak trans antara lain :

daging berlemak dan susu penuh (whole milk).

Anjuran konsumsi kolesterol adalah kurang 300 mg/hari.

Persentase asupan protein yang dianjurkan adalah sebesar 10 – 20%

dari kebutuhan kalori total. Sumber protein yang baik adalah seafood

(ikan, udang, cumi, dll), daging tanpa lemak, ayam tanpa kulit, produk

susu rendah lemak, kacang-kacangan, tahu, dan tempe. Pada pasien

dengan PGD perlu penurunan asupan protein menjadi 0,8 g/kgBB perhari

atau sekitar 10% dari dari kebutuhan kalori total. Anjuran asupan natrium

untuk penyandang diabetes sama dengan anjuran asupan natrium untuk

masyarakat umum yaitu tidak lebih dari 3000 mg atau sama dengan 6-7 g

(1 sendok teh) garam dapur.

Pada pasien DMT2 dengan hipertensi, pembatasan asupan

natrium diperlukan yaitu tidak lebih dari 2,4g garam dapur. Sumber

natrium antara lain adalah garam dapur, vetsin, soda, dan bahan

pengawet seperti natrium benzoat dan natrium nitrit. Seperti halnya

49
masyarakat umum penderita diabetes dianjurkan mengonsumsi cukup

serat dari kacang-kacangan, buah dan sayuran serta sumber karbohidrat

yang tinggi serat, karena mengandung vitamin, mineral, serat, dan bahan

lain yang baik untuk kesehatan. Anjuran konsumsi serat adalah sekitar 25

g/1000 kkal/hari. Pemanis dikelompokkan menjadi pemanis bergizi dan

pemanis tak bergizi. Pemanis bergizi meliputi gula alkohol dan fruktosa.

Gula alkohol antara lain isomalt, lactitol, maltitol, mannitol, sorbitol, dan

xylitol. Dalam penggunaannya, pemanis bergizi perlu diperhitungkan

kandungan kalorinya. Fruktosa tidak dianjurkan digunakan pada

penyandang diabetes karena dapat mempengaruhi kadar lemak darah.

Pemanis tak bergizi seperti aspartam, sakarin, acesulfame potassium,

sukralose, dan neotame.

4) Obat Hipoglikemik Oral (OHO)

Pengelolaan DMT2 dimulai dengan pengaturan makan dan latihan

jasmani selama beberapa waktu. Apabila kadar glukosa darah belum

mencapai sasaran, dilakukan intervensi farmakologis dengan obat

hipoglikemik oral (OHO) dan atau suntikan insulin. Pemilihan obat untuk

pasien DMT2 memerlukan pertimbangan yang banyak agar sesuai

dengan kebutuhan pasien. Pertimbangan itu meliputi, lamanya menderita

diabetes, adanya komorbid dan jenis komorbidnya, riwayat pengobatan

sebelumnya, riwayat hipoglikemia sebelumnya, dan kadar HbA Dengan

1c. pertimbangan tertentu, OHO dapat segera diberikan secara tunggal

atau langsung kombinasi, sesuai indikasi. Pada keadaan dekompensasi

metabolik berat, misalnya ketoasidosis, stres berat, berat badan yang

menurun dengan cepat, adanya ketonuria, insulin dapat segera diberikan.

Pengetahuan tentang pemantauan mandiri, tanda dan gejala hipoglikemia

dan cara mengatasinya harus dijelaskan kepada pasien.

50
I. KERANGKA TEORI
Faktor risiko DM Komplikasi dari DM:

1. Faktor resiko yang dapat diubah : Gaya 1. Komplikasi metabolic akut : Hipoglikemia,
hidup, Diet yang tidak sehat, Obesitas dan
Ketoasidosis diabetic dan Sindrom HHNK
Tekanan Darah Tinggi
(Hiperglikemik Hiperlosmolar Non Ketotik)
2. Faktor resiko yang tidak dapat diubah ( Usia,
Riwayat Keluarga DM,Ras,riwayat DM pada51 2. Komplikasi metabolic Kronik : Komplikasi pembuluh
kehamilan darah kecil ( Mikrovaskuler) dan Komplikasi
pembuluh darah besar(makrovaskuler)
Diabetes
Militus

Klasifikasi DM yaitu:
Manifestasi Klinis DM yaitu: Poliuria,
polydipsia,polifagia dan penyusutan - DM TIPE 1
berat badan - DM TIPE 2
- DM TIPE LAIN
DM TIPE 2 - DM TIPE GESTIONAL

Faktor yang
mempengaruhi 4 Pilar Tatalaksana Diabetes
pengetahuan: Militus:
1. Pendidikan 1. Edukasi
2. Pekerjaan 2. Diet/perencanaan
3. Umur makanan
4. Factor lingkungan 3. Latihan jasmani
5. Sosial budaya 4. Intervensi
Farmakologi

Modifikasi
pola Hidup
Pengetahuan

Edukasi
Obat oral dalam bentuk
suntikan

Diet/perencanaan
makanan
1. Pemacu sekresi insulin
2. Peningkat sensitivitas
terhadap insulin Latihan jasmani
3. Penghambat absorpsi
Glukosa disaluran Intervensi Farmakologi
pencernaan
4. Penghambat DPP-IV
5. Penghambat SHL

Skema 2.2 Kerangka Teori Hubungan Pengetahuan Tatalaksana Diabetes


Melitus Dengan Modifikasi Pola Hidup Pasien Diabetes Melitus Tipe 2

BAB III

METODE

52
A. Literature Review

Penelitian literature review merupakan penelitian yang dilakukan

untuk topik tertentu yang dipilih oleh peneliti dan menggunakan data

sekunder dari penelitian terdahulu (Aziz & Arofiati, 2019).

B. Strategi Pencarian Literature

1. Framework yang digunakan

Strategi yang digunakan untuk mencari artikel menggunakan PICOS

framework.

1) Population/problem , populasi atau masalah yang akan di analisis

2) Intervention , suatu tindakan penatalaksanan terhadap kasus

perorangan atau masyarakat serta pemaparan tentang

penatalaksanaan

3) Comparation , penatalaksanaan lain yang digunakan sebagai

pembanding

4) Outcome, hasil atau luaran yang diperolah pada penelitian 5) Study

design, desain penelitian yang digunakan oleh jurnal yang akan di

review.

2. Kata kunci

Pencarian artikel atau jurnal menggunakan keyword dan boolean

operator (AND, OR NOT or AND NOT) yang digunakan untuk memperluas

atau menspesifikkan pencarian, sehingga mempermudah dalam penentuan

artikel atau jurnal yang digunakan. Kata kunci yang digunakan dalam

penelitian ini yaitu : “Knowledge”,”diabetes mellitus management”,“diabetes

processing”,“diabetes management”, “lifestyle modification”,” modification”,

“life style”, “diabetes mellitus”. Sedangkan dalam bahasa Indonesia kata

53
kunci yang digunakan yaitu “pengetahuan”,”tatalaksana diabetes

melitus”,”pengolahan diabetes”,“manajemen diabetes”, “modifikasi pola

hidup”, “diabetes melitus”.

Tabel 3.1 Kata Kunci Pencarian

Pengetahuan Tatalaksana Modifikasi pola Diabetes melitus

diabetes melitus hidup


Knowledge Management Life style DM

diabet
Penguasaan Pengelolaan Perubahaan Diabetes type 2

diabetes
insight variation Diabet

3. Database atau Search engine

Data yang digunakan dalam peelitian ini adalah data sekunder

yang diperoleh bukan dari pengamatan langsung, akan tetapi

diperoleh dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti-

peneliti terdahulu. Sumber data sekunder yang didapat berupa artikel

atau jurnal yang relevan dengan topik dilakukan menggunakan

database melalui google scholar, Elsevier,Scient Direct dan pubmed

central.

C. Kriteria Inklusi dan Ekslusi

Tabel 3.2 Kriteria inklusi dan ekslusi

Kriteria Inklusi Ekslusi


Population / Jurnal international yang Jurnal international yang

Problem berhubungan dengan topik tidak berhubungan dengan

54
penelitian yakni hubungan topik penelitian yakni

tatalaksana diabetes mellitus hubungan tatalaksana

dengan modifikasi pola hidup diabetes mellitus dengan

pasien diabetes mellitus tipe 2 modifikasi pola hidup

pasien diabetes mellitus

tipe 2
Intervention Faktor tatalaksana diabetes Selain Faktor emosional

mellitus dengan modifikasi pola faktor kebutuhan, faktor

hidup pasien diabetes mellitus tindakan keperawatan

tipe 2 dan faktor perhatian.


Comparation Tidak ada faktor pembanding Tidak ada faktor

pembanding
Outcome Adanya hubungan factor-faktor Tidak ada hubungan

pengetahuan tatalaksana Faktor emosional faktor

diabetes mellitus dengan kebutuhan, faktor

modifikasi pola hidup pasien tindakan keperawatan

diabetes mellitus tipe 2 dan faktor perhatian


Study design Mix methods study, experimental Systematic / literature

study, survey study, cross- review

sectional, analisis korelasi,

komparasi dan studi kualitatif


Tahun terbit Artikel atau jurnal yang terbit Artikel atau jurnal yang

mulai dari lima tahun terakhir terbit sebelum tahun

sampai dengan 2020 2010


Bahasa Bahasa inggris dan bahasa Selain bahasa inggris

indonesia dan bahasa indonesia

55
BAB IV

HASIL DAN ANALISA JURNAL

A. Hasil Pencarian dan Seleksi Studi

Berdasarkan hasil pencarian literature melalui publikasi Science

Direct, Elsevier, pudmed dan Google Scholar menggunakan kata kunci

dalam bahasa inggris “Knowledge”,”diabetes mellitus

management”,“diabetes processing”,“diabetes management”, “lifestyle

56
modification”,” modification”, “life style”, “diabetes mellitus”.”. Sedangkan

dalam bahasa Indonesia kata kunci yang digunakan yaitu

““pengetahuan”,”tatalaksana diabetes melitus”,”pengolahan

diabetes”,“manajemen diabetes”, “modifikasi pola hidup”, “diabetes

melitus”.Peneliti menemukan 812 jurnal yang kemudian di seleksi

berdasarkan 5 tahun terakhir menjadi 342. Kemudian di seleksi kembali

berdasarkan masalah yang tidak sesuai topik yaitu berjumlah 112 jurnal.

Kriteria dalam seleksi jurnal sebagai berikut : Intervensi yang

diberikan diluar pengetahuan tatalaksana sebanyak 84 jurnal, outcome yang

ada tidak ada hubungannya dengan pengetahuan tatalaksana sebanyak 41

jurnal dan desain penelitian systematic review atau literature review

sebanyak 57 jurnal. Sehingga jurnal yang terseleksi menjadi 134 jurnal.

Kemudian diadakan seleksi kembali berdasarkan identifikasi abstrak

sehingga jurnal terseleksi menjadi 50 jurnal. Dari 50 jurnal di seleksi

berdasarkan tujuan penelitian yang tidak sesuai penelitian berjumlah 16

jurnal dan pemberian intervensi diluar pengetahuan tatalaksana sejumlah 23

jurnal sehingga jurnal terseleksi menjadi 10 jurnal.

Skema 4.1 Alur Seleksi Jurnal

Pencarian menggunakan database


science direct, Elsevier, pudmed dan
google scholar.

N = 812

Seleksi jurnal 5 tahun terakhir


menggunakan bahasa inggris dan
bahasa Indonesia

N = 342 Excluded (N = 295)

Problem atau tidak sesuai topik (n = 112)

Intervention: diluar aktivitas fisik (n = 84)


Seleksi judul dan duplikat 57 Outcome : tidak ada hubungan dengan
N = 121 kualitas hidup (n=41)

Study design: systematic review (n = 1),


literature review (n = 57 )
Tabel 4.1 Sumber utama penelitian

Tipe Buku Ordinari Review Disertation

Sumber paper Artikel


Review Systematic Meta

review analysis
Indonesia - 8 - - - -
English - 2 - - - -
Sum 0 10 0 0 0 0

Tabel 4.2 Karateristik Umum dalam penyeleksian Studi

58
Kategori N %
Tahun Publikasi
2020 2 20
2019 2 20
2018 3 30
2017 1 10
2016 1 10
2015 1 10
Total 10 100
Desain Penelitian
Croosectional 9
Deskriptif 1 10
Total 10 100

Tabel 4.3 Variabel yang diteliti

Variabel yang diteliti Sumber Empiris utama


Pengetahuan diabetes mellitus dan Yulifah,N.A.R.,Sutriningsih,A. ( 2017 )

gaya hidup pasien diabetes melitus


Tingkat pengetahuan dan gaya hidup Hasanah, D.Nur (2018)

pasien diabetes mellitus


Modifikasi gaya hidup, kepatuhan Toharin, S.N.R.,

konsumsi obat antidiabetik dan kadar Cahyat, W.Hary., (2015)

gula darah penderita diabetes melitus


Tingkat pengetahuan keluarga Yanto, N.A.J., (2018)

tentang modifikasi diet bagi penderita

Diabetes
Persepsi diet, aktivitas fisik, Rahma, Siti., (2016)

keteraturan berobat dengan upaya

pengendalian penyakit diabetes


Pola gaya hidup dan parameter Ahmat, S.,(2019)

metabolic dan pasien diabetes


Modifikasi gaya hidup dan kualitas Laksmi, P.S., Gihmir., (2012)

hidup pasien diabetes


Perilaku gaya hidup sehat antara Bagus, Maylan., et al.,(2018)

pasien diabetes dengan diabetes tipe

59
2
Pola gaya hidup dengan modifikasi Takesh et al., (2017)

gaya hidup

B. Daftar Hasil Analisa Artikel

Analisa jurnal menggunakan tabel yang dikelompokkan

berdasarkan karakteristik inklusi yang ditentukan peneliti. Dalam

menganalisa jurnal peneliti mengumpulkan ringkasan jurnal berdasarkan

nama peneliti, tahun, volume jurnal, judul, metode, hasil penelitian dan

database. Studi literatur dimulai dengan materi hasil penulisan yang

secara sekuensi diperhatikan dari yang paling relevan, relevan, dan

cukup relevan. Kemudian membaca abstrak, setiap jurnal terlebih

dahulu untuk memberikan penilaian apakah permasalahan yang dibahas

sesuai dengan yang hendak dipecahkan dalam suatu jurnal. Mencatat

poin-poin penting dan relevansinya dengan permasalahan penelitian,

untuk menjaga tidak terjebak dalam unsur plagiat, penulis hendaknya

juga mencatat sumber informasi dan mencantumkan daftar pustaka. Jika

memang informasi berasal dari ide atau hasil penulisan orang lain.

Membuat catatan, kutipan, atau informasi yang disusun secara

sistematis sehingga penulisan dengan mudah dapat mencari kembali jika

sewaktu-waktu diperlukan (Nursalam, 2016). Studi literatur dimulai

dengan materi hasil penulisan yang secara sekuensi diperhatikan dari

yang paling relevan, relevan, dan cukup relevan. Kemudian membaca

abstrak, setiap jurnal terlebih dahulu untuk memberikan penilaian

apakah permasalahan yang dibahas sesuai dengan yang hendak

dipecahkan dalam suatu jurnal. Mencatat poin-poin penting dan

relevansinya dengan permasalahan penelitian, untuk menjaga tidak

60
terjebak dalam unsur plagiat, penulis hendaknya juga mencatat sumber

informasi dan mencantumkan daftar pustaka. Jika memang informasi

berasal dari ide atau hasil penulisan orang lain. Membuat catatan,

kutipan, atau informasi yang disusun secara sistematis sehingga

penulisan dengan mudah dapat mencari kembali jika sewaktu-waktu

diperlukan (Nursalam, 2016).

61
Tabel 4.4 Daftar Hasil Pencarian Artikel

NO Author Tahun Volume,an Judul Metode (Desain, Hasil penelitian Database

gka Sampel,Variabel,

Instrumen, Analisis)
1. Waode Azfari 2020 Hubungan antara tingkat u: cross sectional study. Hasil penelitian dari 26 responden Scholar

Azis pengetahuan dengan gaya S: non probability sampling yang

Laode Yusman hidup pada penderita dengan pendekatan memiliki pengetahuan kategori

Muriman diabetes mellitus purposive sampling, kurang

V: Hubungan antara pola gaya terdapat 4 responden (15,4%)

hidup dan parameter dengan

kardio-renal-metabolik pada gaya hidup yang sehat.

pasien dengan diabetes mellitus Berdasarkan

tipe 2 wawancara dengan responden

I: kuesioner terbuka DM,

A: Uji Chi-Square responden mengatakan bahwa

mereka

tidak mengetahui tanda-tanda DM

62
seperti mudah lapar, mudah haus,

dan

sering kencing manis akan tetapi

gaya

hidup responden sehat, hal ini

dikarenakan responden memiliki

kadar

gula yang normal dan

dikategorikan

sehat dan tidak memiliki tanda-

tanda

bahwa mereka mudah haus,

mudah

lapar, dan sering kencing manis.

Faktor

lain seperti dukungan keluarga

yang

selalu mengontrol dan

mengingatkan

sehingga responden tidak lagi

63
memiliki

kebiasaan mengomsumsi

makanan dan

minuman yang terlalu manis.

Selain itu

faktor usia yang mempengaruhi

tingkat

pengetahuan responden yang

kurang

tentang diabetes melitus,

sedangkan dari

26 responden yang memiliki

pengetahuan kurang dengan gaya

hidup

tidak sehat sebanyak 22

responden

(84,6%). Hal ini di sebabkan

karena

responden tidak mengetahui

komplikasi

64
yang ditimbulkan akibat dari

penyakit

diabetes mellitus Misalnya

kebutaan,

kerusakan pada ginjal, penyakit

jantung

dan stroke.
2. Ahmad 2019 Hubungan antara pola gaya D: kuantitatif Analisis faktor mengidentifikasi Science direct

Suhardi hidup dan parameter dengan pendekatan tiga pola gaya hidup. Subjek yang

kardio-renal-metabolik pada observasional analitik dengan dicirikan oleh tipe malam, kualitas

pasien dengan diabetes desain cross sectional study. tidur yang buruk dan status

mellitus tipe 2 S: non probability sampling depresi (pola tipe 1) memiliki

dengan pendekatan kadar HbA1c, alanine

purposive sampling, aminotransferase dan albuminuria

yang tinggi. Subjek yang ditandai


V: Hubungan antara pola gaya
dengan
hidup dan parameter
konsumsi tinggi makanan, alkohol
kardio-renal-metabolik pada
dan rokok (pola tipe 2) memiliki
pasien dengan diabetes mellitus
kadar tinggi γ- glutamyl
tipe 2
transpeptidase, trigliserida,
I: kuesioner terbuka
kolesterol

65
A: Uji Chi-Square HDL, tekanan darah, dan

kecepatan gelombang denyut nadi

brakhial-pergelangan kaki. Subjek

yang ditandai oleh aktivitas fisik

yang tinggi (pola tipe 3) memiliki

asam urat rendah dan

peningkatan ringan dari alanine

aminotransferase dan aspartate

aminotransferase. Dalam analisis

regresi multivariat disesuaikan

dengan usia, jenis kelamin dan

BMI, pola tipe 1 dikaitkan

dengan tingkat HbA1c yang lebih

tinggi, tekanan darah sistolik dan

kecepatan gelombang denyut nadi

brachial-pergelangan

kaki. Pola tipe 2 dikaitkan dengan

kadar kolesterol HDL yang lebih

tinggi, trigliserida, aspartat

aminotransferase, ɤ- kadar

66
glutamil

transpeptidase, dan TD diastolik.


3. Maylani Asril 2019 Vol.13 Memprediksi Perilaku Gaya D: cross sectional study. Data dari penelitian ini dianalisis pudmed

yang bagus Hidup Sehat Di antara S: non probability sampling menggunakan perangkat lunak

Keiji Tabuchi Pasien Dengan dengan pendekatan SPSS

Miwako Diabetes Tipe 2 di Pedesaan purposive sampling, (versi 24.0). Berarti, persentase

Tsunematsu Bali, Indonesia dan standar deviasi (SD)


V: memprediksi perilaku gaya
Toshio ditentukan untuk
hidup sehat diantara pasien
Kobayashi dan statistik deskriptif. Koefisien
dengan diabetes melitus
Masayuki korelasi Pearson digunakan untuk
I: kuesioner tertutup
Kakehashi mengidentifikasi korelasi antara
A: Uji Chi-Square
karakteristik demografi, faktor

klinis dan

gaya hidup, pengetahuan

diabetes, faktor EHBM dan

perilaku gaya hidup

sehat. Prediktor perilaku gaya

hidup sehat diidentifikasi dengan

analisis

regresi hirarkis. Tingkat alpha

0,05 digunakan untuk

67
menentukan

signifikansi statistik dalam semua

tes statistik. Estimasi koefisien

korelasi

intraclass (ICC) dan interval

kepercayaan 95% dihitung

dengan

menggunakan SPSS versi 24.0

berdasarkan model pengukuran

tunggal,

perjanjian absolut, dan efek

campuran 2 arah.
4. Noor Ali 2018 - Gambaran tingkat D: Deskriptif Hasil Scholar

Jufriyanto pengetahuan keluarga S:Total Sampling penelitiannya adalah responden

tentang modifikasi diet bagi V: Modifikasi gaya hidup dan yang memiliki tingkat

penderita diabetes mellitus kepatuhan konsumsi obat pengetahuan baik

tipe 2 diwilayah kerja antidiabetik dengan kadar gula tentang Modifikasi diet sebanyak

puskesmas Wonorojo darah pada penderita diabetes 23 responden (66%), cukup

Samarinda mellitus tipe 2 sebanyak 10

I:kuesioner tertutup responden (28%), kurang

sebanyak 2 responden (6%)


A: Uji Chi-Square

68
5. Siti Rahmah 2018 - Hubungan persepsi diet, D: kuantitatif Hasil penelitian menunjukkan Scholar

aktivitas fisik dan keteraturan dengan pendekatan bahwa terdapat hubungan antara

berobat terhadap upaya observasional analitik dengan persepsi diet

pengendalian penyakit desain cross sectional study. terhadap upaya pengendalian

diabetes mellitus tipe 2 S: non probability sampling penyakit diabetes mellitus tipe 2

dipuskesmas Sudiang tahun dengan pendekatan (p=0,012) dan terdapat

2016 purposive sampling, hubungan antara persepsi

keteraturan berobat terhadap


V: Hubungan persepsi diet,
upaya pengendalian diabetes
aktivitas fisik dan keteraturan
mellitus tipe 2 (p=0,006), persepsi
berobat terhadap upaya
aktivitas fisik tidak memiliki
pengendalian penyakit diabetes
hubungan terhadap
mellitus tipe 2
upaya pengendalian diabetes
I:kuesioner terbuka
mellitus tipe 2 (p=0,225) dan
A: Uji Chi-Square
upaya pengendalian

diabetes mellitus tipe 2 memiliki

hubungan terhadap kadar gula

darah (p=0,028).
6. Dede nur 2018 - Hubungan tingkat D:Deskriptif Korelatif Hasil uji chi square hubungan Scholar

Hasanah pengetahuan dengan gaya menggunakan pendekatan tingkat pengetahuan dengan

hidup penyandang diabetes crooscetional hubungan gaya hidup penderita

69
mellitus tipe 2 S: Total Sampling diabetes mellitus

V:pengetahuan dengan gaya diperoleh nilai χ2hitung sebesar

hidup pasien diabetes 10,713 dengan nilai signifikansi

melitus tipe 2 (p-value) sebesar

I: kuesioner terbuka 0,005.

A: Uji Chi-Square
7. Nurul Alfiani 2017 Volume 2 Hubungan pengetahuan D:coreelation menggunakan Hasil uji statistik penelitian scholar

Rita Yulifah nomor 2 diabetes mellitus dengan pendekatan cross sectional sebagian besar pengetahuan

gaya hidup pasien diabetes S:Total Sampling diabetes melitus responden

Ani melitus V:pengetahuan diabetes melitus masuk kategori cukup (60%), dan

Sutriningsih dengan gaya hidup pasien hampir setengahnya dari

diabetes melitus responden memiliki gaya hidup

I: Kuesioner tertutup baik sebayak 14 orang (47%).

Hasil analisis bivariat menunjukan


A: Uji chi-square
p-value= 0,00 artinya p-value <

0,05.
8. Takeshi, dkk 2017 Hubungan antara pola gaya D: cross sectional study. Analisis faktor mengidentifikasi Elsevier

hidup dan parameter kardio- S: non probability sampling tiga pola gaya hidup. Subjek yang

renal-metabolik pada pasien dengan pendekatan dicirikan oleh tipe malam, kualitas

dengan diabetes mellitus tipe purposive sampling, tidur yang buruk dan status

2: Sebuah studi depresi (pola tipe 1) memiliki


V: Hubungan antara pola gaya

70
crosssectional hidup dan parameter kadar HbA1c, alanine

kardio-renal-metabolik pada aminotransferase dan albuminuria

pasien dengan diabetes mellitus yang tinggi. Subjek yang ditandai

tipe 2 dengan konsumsi tinggi makanan,

I: kuesioner terbuka alkohol dan rokok (pola tipe 2)

memiliki kadar tinggi γ- glutamyl


A: Uji Chi-Square
transpeptidase, trigliserida,

kolesterol HDL, tekanan darah,

dan kecepatan gelombang denyut

nadi brakhial-pergelangan kaki.

Subjek yang ditandai oleh

aktivitas fisik yang tinggi (pola tipe

3) memiliki asam urat rendah dan

peningkatan ringan dari alanine

aminotransferase dan aspartate

aminotransferase. Dalam analisis

regresi multivariat disesuaikan

dengan usia, jenis kelamin dan

BMI, pola tipe 1 dikaitkan dengan

tingkat HbA1c yang lebih tinggi,

71
tekanan darah sistolik dan

kecepatan gelombang denyut nadi

brachial-pergelangan kaki. Pola

tipe 2 dikaitkan dengan kadar

kolesterol HDL yang lebih tinggi,

trigliserida,aspartate

aminotransferase, kadar glutamil

transpeptidase, dan TD diastolik.


9. Syamsi Nur 2015 Volume 4 Hubungan modifikasi gaya D: explanatory research Hasil penelitian dengan uji chi- Elsavier

Rahman nomor 2 hidup dan kepatuhan menggunakan metode survey square dan fisher (alpha=0,05)

Toharin konsumsi obat antidiabetik dengan pendekatan cross menunjukkan bahwa variabel

dengan kadar gula darah sectional yang mempunyai hubungan

pada pendferita diabetes S:purposiveSampling bermakna dengan kadar gula


Widya Hary
mellitus tipe 2 V:Modfikasi gaya hidup dan darah adalah kepatuhan diit
Cahyati
kepatuhan konsumsi obat (p=0,019) dan kepatuhan

antidiabetik dengan kadar gula konsumsi obat antidiabetik

darah pada penderita diabetes (p=0,012), sedangkan variabel

Intan melitus yang tidak berhubungan adalah

Zainafree I: kuesioner terbuka kepatuhan melakukan latihan

jasmani (p=1,000), dan kepatuhan


A: Uji Chi-Square
berhenti merokok (p=0,083).

72
10 Prabha 2020 Vol.4 Tinjauan tentang Pengaruh D: kuantitatif Diabetes adalah faktor utama pudmed

Shrestha nomor 6 Modifikasi gaya hidup dengan pendekatan untuk keseluruhan status

Laxmi Ghimire tentang Diabetes dan observasional analitik dengan kesehatan, morbiditas, mortalitas

Kualitas Hidup desain cross sectional study. dan kualitas hidup. Diabetes yang

S: non probability sampling tidak terkontrol

dengan pendekatan meningkatkan jumlah masalah

purposive sampling, kesehatan serius seperti serangan

jantung, stroke, kebutaan, ginjal


V: Tinjauan tentang Pengaruh
dan penyakit pembuluh darah
Modifikasi gaya hidup
perifer. Diabetes
tentang Diabetes dan Kualitas
menyebabkan risiko tinggi
Hidup
penyakit ginjal (Mittal et al., 2010),
I: kuesioner tertutup
pneumonia (Lepper et al., 2012),
A: Uji Chi-Square
penyakit jantung, tekanan darah

tinggi dan tingkat

kematian yang lebih tinggi terjadi

pada pasien diabetes

dibandingkan pasien non-

diabetes. Hasil lain yang menarik

adalah bahwa sekitar 50% pasien

73
tuberkulosis dilaporkan menderita

diabetes atau pra-diabetes

(Viswanathan et al., 2012).

Semua kondisi kesehatan ini

menghasilkan penurunan kualitas

hidup.

74
BAB V

PEMBAHASAN

A. Karakteristik Studi

Dari hasil pencarian di dapatkan jurnal sebanyak 10 jurnal yang

memenuhi kriteria inklusi penelitian. Aktivitas fisik merupakan salah satu

bentuk modifikasi gaya hidup. Setiap pasien DM perlu mendapatkan

informasi minimal yang diberikan setelah diagnosis ditegakan, mencakup

pengetahuan dasar tentang DM, pemantauan mandiri, sebab-sebab

tingginya kadar glukosa darah, obat hipoglikemiaoral, perencanaan makan,

pemeliharaan kaki, kegiatan jasmani, pengaturan pada saat sakit, dan

komplikasi , apabila derajat kesehatan meningkat maka kualitas hidup juga

akan meningkat seiring meningkatnya derajat kesehatan. Dari hasil

pencarian didapatkan 10 jurnal yang didapatkan dalam kurun waktu 5 tahun

terakhir.

1. Desain penelitian

Berdasarkan 10 jurnal yang sudah dianalisa 9 jurnal memiliki desain

cross sectional yaitu penelitian yang dilakukan oleh (Nurul & Ani 2017),

(Dede N. Hasanah, 2018), ( Syamsi & Widya, 2015), ( Noor Ali, 2018) ( Siti

Rahmah, 2016), ( Ahmad, 2019), (Waode Dkk, 2019) (Maylan et al,2019)

(Takesh et al.,2018) (1 kuantitatif yaitu penelitian yang dilakukan oleh

(Prabha & Ghimir, 2012). Desain penelitian pada jurnal yang dianalisa

memiliki desain yang berbeda-beda pada setiap penelitian diantaranya

adalah desain cross sectional. Desain cross sectional yaitu desain

penelitian yang digunakan untuk pengumpulan data variabel resiko atau

75
sebab (variabel independen) maupun variabel akibat (variabel dependen)

dan dilakukan pengukuran dalam satu kali waktu. Sedangkan penelitian

deskriptif memusatkan perhatian kepada pemecahan masalah-masalah

aktual sebagaimana adanya pada saat penelitian dilaksanakan • Dalam

pendidikan, penelitian deskriptif lebih berfungsi untuk pemecahan praktis

dari pada pengembangan ilmu pengetahuan.

Peneliti berusaha memotret peristiwa dan kejadian yang menjadi

pusat perhatiannya, kemudian menggambarkan atau melukiskannya

sebagaimana adanya, sehingga pemanfaatan temuan penelitian ini berlaku

pada saat itu pula yang belum tentu relevan bila digunakan untuk waktu,

Karena itu tidak selalu menuntut adanya hipotesis. Tidak menuntut adanya

perlakuan atau manipulasi variabel, karena gejala dan peristiwanya telah

ada dan peneliti tinggal mendeskripsikannya. Variabel yang diteiliti bisa

tunggal, atau lebih dari satu variabel, bahkan dapat juga mendeskripsikan

hubungan beberapa variabel

2. Teknik Sampling

Berdasarkan 10 jurnal dari hasil penelitian didapatkan 8 jurnal hasil

analisa menggunakan teknik sampling Total sampling yaitu penelitian yang

dilakukan oleh (Nurul & Ani 2017), (Dede Hasanah, 2018), Syamsi dan

Widya, 2015), (Noor, 2018), (Siti Rahmah, 2016), (Ahmad, 2018), dan

(Maylan dkk, 2019). 2 jurnal hasil analisa menggunakan purposive

sampling yaitu penelitian yang dilakukan oleh (Waode & Laode, 2019).

Sampel yang digunakan dalam 10 jurnal yang diambil adalah

semua penderita diabetes mellitus tipe 2. Responden yang digunakan

dalam 10 jurnal tersebut yang > 50 sejumlah 3 jurnal sedangkan < 50

adalah 7 jurnal.

76
Teknik penelitian pada jurnal yang dianalisa memiliki jenis yang

berbeda diantaranya yaitu teknik purposive sampling. Teknik purposive

sampling merupakan teknik yang menggunakan kriteria inklusi dan eksklusi

pada penelitiannya sesuai dengan kriteria yang diinginkan oleh peneliti.

Teknik ini sangat cocok untuk mengadakan studi kasus (case study),

dimana banyak aspek dari kasus tunggal yang representative untuk diamati

dan dianalisis. Sedangkan teknik total sampling yaitu teknik yang

menetapkan sejumlah anggota sample secara quotum kemudian jumlah itu

yang digunakan sebagai dasar untuk menentukan sampel yang diperlukan.

Sedangkan teknik double blinded merupakan teknik baik peneliti maupun

penderita sama-sama tidak mengetahui, atau tidak dapat membedakan

perlakuan ataupun obat yang di selidiki pada kedua kelompok tersebut.

Berdasarkan teori diatas peneliti menyimpulkan bahwa teknik yang

baik digunakan adalah purposive sampling pada teknik ini peneliti dapat

menentukan sampel penelitian sesuai dengan kriteria yang ditentukan

peneliti sehingga sampel yang ada lebih spesifik dan sesuai kriteria yang

sudah di seleksi oleh peneliti.

77
3. Variabel penelitian

Berdasarkan 10 jurnal hasil analisa didapatkan hasil bahwa 7 jurnal

memiliki variabel (Dependent Variable) Variabel terkait atau dependent adalah

variabel yang keberadaannya menjadi suatu akibat dikarenakan adanya

variabel bebas. Disebut variabel terkait karena kondisi atau variasinya terkait

dan dipengaruhi oleh variasi variabel lain. Selain itu ada juga sebutan lain

yaitu variabel tergantung, karena variasinya tergantung pada variasi variabel

lain. Kemudian ada juga yang menyebut variabel output, kriteria, respon, dan

indogen.

yaitu penelitian yang dilakukan (Nurul & Ani 2017), (Dede Hasanah, 2018),

Syamsi dan Widya, 2015), (Noor, 2018), (Siti Rahmah, 2016), (Ahmad, 2018),

dan (Maylan dkk, 2019). 2 jurnal hasil analisa menggunakan purposive

sampling yaitu penelitian yang dilakukan oleh (Waode & Laode, 2019).

4. Instrumen Penelitian

Berdasarkan 10 jurnal hasil analisa di dapatkan hasil 10 jurnal tersebut

untuk menilai pengetahuan tatalaksana diabetes dan modifikasi pola hidup

pasien diabetes mellitus tipe 2 adalah kuesioner terbuka. kuesioner terbuka

adalah serangkaian pertanyaan yang diberikan kepada informan dengan

terbuka. Kuesioner dengan jenis pertanyaan terbuka ini mengandung arti

bahwa peneliti memberikan kebebasan pada setiap jawaban yang hendak

diberikan oleh responden tanpa batasan apapun yang masih sejalan dengan

permasalahan penelitian, terutama disesuikan dengan rumusan masalahnya.

6. Analisis Data

Berdasarkan 10 jurnal yang didapatkan bahwa semua 10 jurnal

menggunakan analisis data dengan uji chi square. Uji chi square

merupakan uji yang digunakan untuk mengukur hubungan variabel

78
bivariate antara variabel independen dengan variabel dependen dengan

ketentuan uji hipotesis komparatif kategorik tidak berpasangan 2 x 2

dengan jumlah pengukuran satu kali.

A. Hasil Penelitian

1. Hubungan pengetahuan tatalaksana diabetes mellitus dengan modifikasi

pola hidup pasien diabetes mellitus tipe 2

Berdasarkan 10 jurnal yang didapatkan 10 jurnal tersebut meneliti

bahwa diabetes adalah factor utama untuk keseliruhan status kesehatan,

morbiditas, mortalitas, dan kualitas hidup. Diabetes yang tidak terkontrol

meningkatkan jumlah masalah kesehatan serius seperti serangan

jantung, stroke, kebutaan, ginjal dan penyakit ginjal. Kematian yang lebih

tinggi terjadi pada pasien diabetes dibandingkan pasien non-diabetes.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh (Nurul & Ani, 2017) penelitian

sebagian besar pengetahuan diabetes mellitus responden masuk kategori

cukup(60%) dan hampir setengahnya dari responden memiliki gaya hidup

baik sebanyak 14 orang (47%). Hasil analisis bivariate menunjukan p-

value menunjukan 0,00 artinya p-value < 0,05. Menurut penelitian (Noor

dede, 2018 ) memperoleh hasil hubungan tingkat pengethauan dengan

hubungan gaya hidup penderita diabetesmelitus diperoleh nilai x2

sebesar 10,713 dengan nilai signifikan (p-value sebesar 0,005. Hasil

penelitian (Samsi,2015) menunjukan abhwa variabel yang mempunyai

hubungan bermakna dengan kadar gula gula darah adalah kepatuhan

diet (p=0,019) dan kepatuhan konsumsi obat anti diabetic (p=0,012),

sedangkan variabel yang tidak berhubngan adalah kepatuhan melakukan

jasmani (p=1,000) dan kepatuhan berhenti merokok (p=0,083).

79
Menurut penelitian (Noor Ali, 2018) responden yang memiliki

tingkat pengetahuan baik tentang modifikasi diet sebanyak 23 responden

(66%) cukup sebanyak 10 responden (28%) kurang sebanyak 2

responden (6%). Menurut penelitian (Siti Rahmah, 2016) terdapat

hubungan antara persepi diet terhadap upaya pengendalian penyakit

diabetes mellitus tipe 2 (p=0,012 dan terdapat hubungan persepsi

keteraturan berobat terhadap upaya pengendalian diabetes mellitus tipe 2

(p=0,006), persepsi aktivitas fisik tidak memiliki hubungan terhadap upaya

pengendalian diaberes mellitus tipe 2 (p=0,225) dan auapaya

pengendalian adiabetes mellitus tipe 2 memliki hubungan terhadap kadar

gula darah (p=0,028). Menurut (Prabah, Laksmi, 2012), diabetes adalah

factor utama untuk keseluruhan status kesehanatan. Diabebtes yang

tidak terkontor dapat meningkatkan jumlah masalah kesehaan serius

seperti jantung dan stroke.

Hasil lain didapatkan bahwa sekitar 50% pasien dilaporkan

menderita diabetes atau pra-diabetes. Semua kondisi kesehatan ini

menghasilakn penurunan kualitas hidup. Menurut (Maylan, et all, 2019)

mengidentifikasi korelasi antara karakteristik demografi, faktor klinis dan

gaya hidup, pengetahuan diabetes, dan perilaku gaya hidup sehat.

menurut (Waode dan Laode, 2020), hasil penelitian menunjukkan

bahwa ada Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Diabetes Melitus

dengan Gaya Hidup Penderita Diabetes Melitus. Kesimpulan penelitian ini

adalah tingkat pengetahuan penderita diabetes melitus sebagian besar

adalah kurang, sedangkan gaya hidup pada penderita diabetes melitus

sebagian besar adalah tidak sehat, dan terdapat hubungan antara tingkat

pengetahuan dengan gaya hidup pada penderita diabetes mellitus tipe 2.

80
BAB VI

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kemampuan pengetahuan pasien terkait dengan pengetahuan

tatalaksana diabetes mellitus dapat mempengaruhi seseorang dalam

melaksanakan modifikasi gaya hidup pasien diabetes mellitus itu

sendiri. Semakin baik tingkat pengetahuan terkait dengan

pengetahuan tatalaksana atau manajemen diabetes mellitus, maka

semakin baik juga seseorang dalam memodifikasi pola hidup pasien

diabetes mellitus. Modifikasi gaya hidup sangat penting utntuk

dilakukan, tidak hanya untuk mengontrol kadar glukosa dalam darah,

namun bila diterapkan secara umum diharapakan dapat menurunkan

prevalensi Diabetes mellitus.

Berdasarkan hasil penelitian dari 10 jurnal literature review

ditemukan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara

pengetahuan tatalaksana diabetes mellitus dengan modifikasi pola

hidup pasien diabetes mellitus tipe 2, artinya dengan seseorang

mengetahui tatalaksana atau manajemen diabetes mellitus maka

semakin baik juga orang dalam memperbaiki modifikasi gaya hidup

atau life style pada pasien diabetes mellitus.

B. Conflict Interest

81
Rangkuman menyeluruh atau literature riview ini adalah penulis

secara mandiri, sehingga tidak terdapat konflik kepentingan dalam

penulisannya.

DAFTAR PUSTAKA

Alfiani, N., Yulifah, R., & Sutriningsih, A. (2017). Hubungan Pengetahuan

Diabetes Mellitus dengan Gaya Hidup Pasien Diabetes Mellitus di Rumah

Sakit tingkat II dr.Soepraoen Malang. Nursing News, 2(2), 524–532.

Ariani, M. Y. (2012). Pengetahuan Diabetes Melitus Dengan Kadar Gula Darah

Pada Pasien Dm Tipe 2. Jurnal Keperawatan Klinis, 2(1), 1–5.

Berawi, K. N., & Putra, I. W. A. (2015). Four Pillars of Management of Type 2

Diabetes Mellitus. Majority, 4(9), 8–12.

Bhatt, H., Saklani, S., & Upadhayay, K. (2016). Anti-oxidant and anti-diabetic

activities of ethanolic extract of Primula Denticulata Flowers. Indonesian

Journal of Pharmacy, 27(2), 74–79.

https://doi.org/10.14499/indonesianjpharm27iss2pp74

Dan, P., Diabetes, P., & Tipe, M. (2015). Perkumpulan Endokrinologi I N D O N E

S I a P E R K E N I P E R K E N I P E R K E N I Konsensus.

American Diabetes Association. 2014. Classification and Diagnosis of Diabetes.

Diabetes, P., Tipe, M., Rs, D. I., & Batang, Q. I. M. (2015). Hubungan Modifikasi

Gaya Hidup Dan Kepatuhan Konsumsi Obat Antidiabetik Dengan Kadar

Gula Darah Pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 Di Rs Qim Batang

Tahun 2013. Unnes Journal of Public Health, 4(2), 153–161.

https://doi.org/10.15294/ujph.v4i2.5193

Nutbeam, D., & Kickbusch, I. (1998). Health promotion glossary. Health

82
Promotion International, 13(4), 349–364.

https://doi.org/10.1093/heapro/13.4.349

Perilaku, M. (2010). Makalah: MODIFIKASI PERILAKU, Sunardi, PLB FIP UPI,

2010. 1–9.

Sumiahadi, A., Acar, R., Odoh, C. K., Martins, P. E., Akpi, U. K., Okekeaji, U., …

Glick, B. R. (2017). Chemosphere, 7(1), 13–19.

https://doi.org/10.1016/j.jenvman.2018.01.013

Soelistijo Soebagio,dkk. 2015.Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Militus

Tipe 2 di Indonesia.Jakarta: PERKENI.

World Health Organization. 2014. Penanganan Diabetes Militus Tipe 2.

International Diabetes Federation. 2014. Diabetes Militus Tipe 2.

Canada Diabetes Association. 2013. Definition, Classification and Diagnosis of

Diabetes, Prediabetes and Metabolic Syndrome.

Smeltzer & Bare. 2008. Komplikasi Diabetes Militus.

Berawi, K. N., & Putra, I. W. A. (2015). Four Pillars of Management of Type 2

Diabetes Mellitus. Majority, 4(9), 8–12.

Diabetes, P., Tipe, M., Rs, D. I., & Batang, Q. I. M. (2015). Hubungan Modifikasi

Gaya Hidup Dan Kepatuhan Konsumsi Obat Antidiabetik Dengan Kadar

Gula Darah Pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 Di Rs Qim Batang

Tahun 2013. Unnes Journal of Public Health, 4(2), 153–161.

https://doi.org/10.15294/ujph.v4i2.5193

Marinda, F. D., Suwandi, J. F., & Karyus, A. (2016). Tatalaksana Farmakologi

Diabetes Melitus Tipe 2 pada Wanita Lansia dengan Kadar Gula Tidak

Terkontrol Pharmacologic Management of Diabetes Melitus Type 2 in

Elderly Woman with Uncontrolled Blood Glucose. J Medula Unila, 5(2), 7.

Retrieved from www.unila.ac

83
Nia Novita Wirawan. (2018). Indonesian Journal of Human Nutrition. Indonesian

Journal of Human Nutrition, 1(1), 14–22.

https://doi.org/10.21776/ub.ijhn.2016.003.Suplemen.5

PB.PERKENI. (2011). Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. 18.

Prawirasatra, W. A., Wahyudi, F., & Nugraheni, A. (2017). Hubungan Dukungan

Keluarga Terhadap Kepatuhan Pasien Dalam Menjalankan 4 Pilar

Pengelolaan Diabetes Melitus Tipe 2 Di Puskesmas Rowosari. Jurnal

Kedokteran Diponegoro, 6(2), 1341–1360.

Sonyo, S., Hidayati, T., & Sari, N. (2016). Gambaran Pengetahuan Dan Sikap

Pengaturan Makan Penderita DM Tipe 2 Di Wilayah Kerja Puskesmas

Kendal 02. Jurnal Care, 4(3), 38–49.

yoga setyo utomo, A. (2016). Hubungan Antara 4 Pilar Pengelolaan Diabetes

Melitus dengan Keberhasilan Pengelolaan Diabetes Melitus Tipe 2.

Biochemistry, 500.

84
LAMPIRAN

85
86
Lampiran:1 :

87
Lampiran 2 :

88
Lampiran 3: Informed Consent

89
Lampiran 4: Lembar persetujuan Menjadi Responden

90
Lampiran 5 : Lembar kesedian Bimbingan Skripsi 1

91
Lampiran 6: Lembar Kesediaan Bimbingan Skripsi 2

92
Lampiran 7 : Lembar Konsultasi Pembimbing 1

93
94
Lampiran 8 : Lembar Konsultasi Bimbingan 2

95
Lampiran 9 : Lembar Plagiat

96
97
Kuesioner Responden
Kode Responden :…………

98
A. KARAKTERISTIK RESPONDEN

Tanggal Pengambilan Data :

Kuesioner A : Data Demografi Responden

Petunjuk Pengisian : Pililah jawaban sesuai dengan yang anda rasakan

dengan memberi tanda () pada kolom yang telah

disediakan dan semua pertanyaan harus dijawab

dengan satu pilihan.

1. Data Demografi

Nama Inisial :

Umur :………………………Tahun

Alamat :

No Tlp / HP :

Jenis Kelamin :

Perempuan Laki-laki

Penyakit Penyerta :

Tidak Ada Ada, sebutkan:…..

Lama Menderita DM:…………………………….Tahun

Obat Yang dikonsumsi :

Tidak Ada Ada, sebutkan:….

99
Pendidikan Terakhir:

Tidak tamat SD/ Tidak Sekolah

SD

SMP/SLTP

SMA/SLTA Perguruan Tinggi

Perguruan Tinggi

Pekerjaan :

PNS

SWASTA

PETANI

PEDAGANG

LAIN-LAIN, Sebutkan:…..

B. Kuesioner pengetahuan Tatalaksana Diabetes Melitus

Petunjuk pengisian: Pililah jawaban sesuai yang Bapak/Ibu ketahui, dengan memberi

tanda ( ) pada kolom yang telah disediakan dan semua pertanyaan dijawab dengan

satu pilihan.

Ket:

Benar : skor 2 skor total 1-20

Salah : skor 1

NO Pertanyaan Benar Salah


1 Diet diabetes harus mengonsumsi sayur dan buah
2 makanan yang diberikan kepada penderita diabetes

mellitus disesuaikan dengan tinggi rendahnya kadar

100
gula darah seperti : daging tidak berlemak,ayam dan

telur
3 Makanan bagi penderita Diabetes adalah makanan

yang mempunyai nilai gizi yang seimbang seperti:

tahu, tepe dan lain-lain


4 Sayur yang dianjurkan untuk penderita diabetes

sayur yang tinggi serat seperti: kangkung, labu air,

kol dan seledri


5 Buah durian, nangka, alpukat baik untuk penderita

diabetes
6 Diet yang baik bagi penderita diabetes harus

memperbanyak konsumsi ikan laut seperti

tuna,sarden dan salmon


7 Mengonsumsi susu bagi penderita diabetes adalah

salah satu bagian dari diet diabetes


8 Mengonsumsi protein hewani yang tinggi lemak

seperti : sosis, otak dan kung telur salah satu dari

diet diabetes
9 Latihan fisik secara teratur 3-4 kali seminggu adalah

salah satu bagian dari tatalaksana yang baik bagi

penderita diabetes melitus


10 Akitivitas fisik merupakan salah satu cara

menurunkan gula darah tanpa obat


11 Ola raga yang baik untuk penderita diabetes militus

dilakukan selama kurang lebih 30 menit


12 Untuk mengendalikan gula darah, obat lebih penting

dari pada diet dan olahraga


13 Terapi insulin diberikan apabila terapi jenis lain tidak

dapat megontrol kadar gula darah


14 lari atau jooging merupakan salah satu bentuk dari

aktifitas fisik
15 Pekerjaan rumah sehari-hari merupakan satu bentuk

dari aktivitas fisik

101
16 Berenang adalah olahraga yang dianjurkan bagi

pasien diabetes mellitus


17 Penderita diabetes mellitus memerlukan obat agar

tidak terjadi komplikasi


18 Metrofin dan simvastin adalah obat diabetes
19 Penderita diabetes mellitus tipe 2 dianjurkan untuk

selalu menyuntik insulin


20 Penderita diabetes tipe 2 diwajibkan untuk

mengetahui cara menyuntik insulin dengan tepat


TOTAL

Kuesioner C : Modifikasi Pola Hidup pasien DM

Petunjuk pengisian: Isilah dengan tanda () pada kolom yang tersedia dari

pernyataan yang sesuai dengan Bapak/Ibu lakukan dalam satu bulan terakhir.

No Pernyataan serin Tidak Kadang pernah Tidak

g sering -kadang pernah


1. Saya mengkonsumsi sayur atau

makanan yang direbus, dipanggang

atau dikukus
2. Saya mengkonsumsi makanan yang

banyak mengandung gula ( permen,

teh manis, coklat, kue manis, cake )


3. Saya makan nasi sebanyak

seperempat porsi piring setiap hari


4. Saya mengkonsumsi makanan yang

banyak mengandung gula ( permen,

teh manis, coklat, kue manis, cake )


5. Saya melakukan diet makan yang

teratur
6. Saya mengkonsumsi makanan yang

102
tinggi akan karbohidrat dan protein
7. Saya mengkonsumsi ikan laut

seperti tuna,sarden, dan salmon


8. Saya mengkonsumsi susu sesuai

yang dianjurkan
9. Saya mengkonsumsi buah yang

dianjurkan untuk penderita diabetes


10. Saya melakukan olahraga 3-4 kali

dalam seminggu
11. Saya melakukan olahraga 30 menit

setiap kali olahraga


12. Saya melakukan pekerjaan rumah

seperti ( mencuci, mengepel,

menyapu dan membaca Koran


13. Saya meminum obat sesuai dosis

obat yang ditentukan dokter


14. Saya melakukan control ke dokter

apabila obat habis


15. Saya minum obat atau suntik insulin

mandiri secara teratur sesuai jadwal

dari dokter
16. Saya tidak terbiasa mengkonsumsi

buah-buahan yang dianjurkan


17. Saya tidak pernah mengatur pola

makan saya ( makan sesuai

keinginan )
18. saya melakukan olahraga tidak

sampai 30 menit
19. Saya malas melakukan pekerjaan

rumah ( mencuci, menyapu, dan

membaca Koran )
20. Saya lupa meminum obat yang

dianjurkan
Total

103
Lampiran 10: Jadwal Kegiatan

JADWAL KEGIATAN

Nama Oktober November Desember Januari Februari Maret April


1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
No Kegiatan

.
1 Pengajuan

judul
2 Konsultasi

Praproposal
3 Ujian

Praproposal
4 Studi

Pendahuluan
5 Ujian

Proposal
6 Penelitian
7 Ujian Skripsi

104
Table 4.5 Master sheet

N Nama Umur Jenis Pendidik Pekerjaan Lama Pengetah Modifikasi

o Kelami an menderit uan pola Hidup

n a DM tatalaksan

105
106
107

Anda mungkin juga menyukai