Anda di halaman 1dari 37

METODE PELAKSANAAN PEMBONGKARAN PADA PEKERJAAN

JALAN RAYA

ARMAT

11160100

PROGRAM STDUI S1 TEKNIK SIPIL


JURUSAN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BUTON
2019
METODE PELAKSANAAN PEMBONGKARAN PADA PEKERJAAN
JALAN RAYA

SUHARNO

111601094

PROGRAM STDUI S1 TEKNIK SIPIL


JURUSAN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BUTON
2019
METODE PELAKSANAAN PEMBONGKARAN PADA PEKERJAAN
JALAN RAYA

RASMIN B

111601091

PROGRAM STDUI S1 TEKNIK SIPIL


JURUSAN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BUTON
2019
METODE PELAKSANAAN PEMBONGKARAN PADA PEKERJAAN
JALAN RAYA

SUDIRMAN

111601086

PROGRAM STDUI S1 TEKNIK SIPIL


JURUSAN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BUTON
2019
METODE PELAKSANAAN PEMBONGKARAN PADA PEKERJAAN
JALAN RAYA

LA ODE SYAMSIR SUHA

111601096

PROGRAM STDUI S1 TEKNIK SIPIL


JURUSAN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BUTON
2019
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Infrastruktur secara umum merupakan suatu kebutuhan dasar fisik dalam


pengorganisasian sistem struktur yang diperlukan untuk jaminan ekonomi sektor publik dan
sektor privat, dan sebagai layanan dan fasilitas yang diperlukan agar perekonomian dapat
berfungsi dengan baik. Infrastruktur teknis atau fisik berupa infrastruktur yang mendukung
jaringan struktur seperti fasilitas antara lain dapat berupa jalan, kereta api, air bersih, bandara,
kanal, waduk, tanggul, pengelolahan limbah, perlistrikan, telekomunikasi, dan pelabuhan.

Infrastruktur secara khusus merupakan sarana dan prasarana transportasi dalam


menunjuang distribusi dan pemerataan kemajuan antar daerah. Transportasi memegang
peranan penting untuk memajukan di berbagai sektor strategis suatu daerah. Transportasi
secara umum merupakan perpindahan sesuatu dari tempat asal ke tempat tujuan. Untuk
menyelenggarakan suatu transportasi maka diperlukan sarana dan prasarana yang baik.

Jaringan Jalan Raya yang merupakan prasarana transportasi darat yang memegang
peranan penting dalam sektor perhubungan terutama untuk kesinambungan distribusi barang
dan jasa. Jalan Raya adalah suatu lintasan yang bertujuan melewatkan lalu lintas dari suatu
tempat ke tempat lain. Arti Lintasan disini dapat diartikan sebagai tanah yang diperkeras atau
jalan tanah tanpa perkerasan, sedangkan lalu-lintas adalah semua benda dan makhluk hidup
yang melewati jalan tersebut baik kendaraan bermotor, tidak bermotor, manusia, ataupun
hewan.

Jalan raya sebagai prasarana transportasi harus memenuhi tingkat kelayakan yang baik
guna memberikan tingkat layan kepada pengguna jalan. Namun pada kenyataanya banyak
kondisi jalan yang tidak memenuhi tingkat layan kepada para pengguna jalan. Hal ini
menimbulkan gangguan terhadap transportasi, dengan adanya gangguan ini maka akan
berpengaruh terhadap sektor lain, baik secara langsung maupun tidak langsung. Dampak
langsung akan terasa pada sektor ekonomi terutama pada distribusi barang dan jasa. Dengan
adanya hambatan ini maka akan menimbulkan ketidakseimbangan pada ketersediaan barang
dan jasa di suatu daerah sehingga akan berpengaruh pada keadaan harga barang dan jasa
sehingga akan mengakibatkan kemerosotan ekonomi pada suatu daerah.

Gangguan transportasi yang diakibatkan oleh keadaan jalan yang tidak memberikan
tingkat layan yang baik salah satunya adalah karena adanya kerusakan jalan. Kerusakan jalan
ditimbulkan karena berbagai faktor, baik dari faktor internal maupun eksternal. Faktor
internal bisa terjadi karena kondisi jalan itu sendiri, seperti struktur jalan yang tidak mampu
menahan beban kendaraan yang melintas, kondisi drainase jalan yang buruk, hingga keadaan
jalan yang telah melewati masa layan jalan itu sendiri. Adapun faktor eksternal berupa faktor-
faktor diluar struktur jalan itu sendiri seperti bencana alam.

Untuk mengatasi keruskan jalan tersebut maka diperlukan analisia pada kerusakan jalan
dan menemukan solusi dari permasalahan yang ada. Adapun dalam laporan ini akan
dilakukan tinjauan secara umum pada kerusakan jalan yang berlokasi di Jalan Otto
Iskandardinata, Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur.

1.2 Tujuan
Adapun dari kajian ini adalah melakukan analisa kerusakan pada Jalan Otto
Iskandardinata kemudian menemukan pemecahan permasalahan pada kerusakan jalan
tersebut.

1.3 Rumusan Masalah


Untuk menghindari kesalahan dalam penafsiran maka penulis merumuskan permasalahan
adalah titik dua Kerusakan apa yang ada pada existing Jalan Otto Iskandardinata dan
bagaimana cara mengatasinya.

1.4 Batasan Masalah


Pada kajian ini diperlukan suatu batasan masalah agar terfokus pada pembahasan yang
ada, adapun batasan masalah pada kajian ini adalah analisa jenis kerusakan jalan existing dan
metode perbaikan pada kerusakan jalan tersebut.
BAB II

DASAR TEORI

2.1. Klasifikasi Jalan


Jalan adalah sarana yang biasa dilalui oleh mahluk hidup dan kendaraan atau barang.
Secara teknis pengertian jalan adalah sarana yang digunakan kendaraan untuk
menghubungkan dari suatu daerah ke daerah lainnya. Jalan diklasifikasikan berdasarkan
fungsi jalan, berdasarkan administrasi pemerintahan dan berdasarkan muatan sumbu yang
menyangkut dimensi dan berat kendaraan. Penentuan klasifikasi jalan terkait dengan
besarnya volume lalu lintas yang menggunakan jalan tersebut, besarnya kapasitas jalan,
keekonomian dari jalan tersebut serta pembiayaan pembangunan dan perawatan jalan.
1. Klasifikasi berdasarkan fungsi jalan
Jalan umum menurut fungsinya di Indonesia dikelompokkan ke dalam jalan arteri, jalan
kolektor, jalan lokal, dan jalan lingkungan.
Klasifikasi jalan fungsional di Indonesia berdasarkan peraturan perundangan yang
berlaku adalah:
1) Jalan arteri, merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan utama
dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan
masuk (akses) dibatasi secara berdaya guna.
2) Jalan kolektor, merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan
pengumpul atau pembagi dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata
sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi.
3) Jalan lokal, merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan setempat
dengan ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan
masuk tidak dibatasi.
4) Jalan lingkungan, merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan
lingkungan dengan ciri perjalanan jarak dekat, dan kecepatan rata-rata rendah.
Gambar 2.1 Jalan Lingkungan

2. Klasifikasi berdasarkan administrasi pemerintahan


Pengelompokan jalan dimaksudkan untuk mewujudkan kepastian hukum penyelenggaraan
jalan sesuai dengan kewenangan Pemerintah dan pemerintah daerah. Jalan umum menurut
statusnya dikelompokkan ke dalam jalan nasional, jalan provinsi, jalan kabupaten, jalan
kota, dan jalan desa.

1) Jalan nasional, merupakan jalan arteri dan jalan kolektor dalam sistem jaringan
jalan primer yang menghubungkan antaribukota provinsi, dan jalan strategis
nasional, serta jalan tol.

Gambar 2.2 Jalan Nasional

2) Jalan provinsi, merupakan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang
menghubungkan ibukota provinsi dengan ibukota kabupaten/kota, atau
antaribukota kabupaten/kota, dan jalan strategis provinsi.
Gambar 2.3 Jalan Provinsi

3) Jalan kabupaten, merupakan jalan lokal dalam sistem jaringan jalan primer yang
tidak termasuk jalan yang menghubungkan ibukota kabupaten dengan ibukota
kecamatan, antaribukota kecamatan, ibukota kabupaten dengan pusat kegiatan
lokal, antarpusat kegiatan lokal, serta jalan umum dalam sistem jaringan jalan
sekunder dalam wilayah kabupaten, dan jalan strategis kabupaten.

Gambar 2.4 Jalan Kabupaten

4) Jalan kota, adalah jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder yang
menghubungkan antarpusat pelayanan dalam kota, menghubungkan pusat
pelayanan dengan persil, menghubungkan antarpersil, serta menghubungkan
antarpusat permukiman yang berada di dalam kota.
Gambar 2.5 Jalan dalam Kota

5) Jalan desa, merupakan jalan umum yang menghubungkan kawasan dan/atau


antarpermukiman di dalam desa, serta jalan lingkungan.

Gambar 2.6 Jalan Desa

3. Klasifikasi berdasarkan muatan sumbu


Untuk keperluan pengaturan penggunaan dan pemenuhan kebutuhan angkutan, jalan
dibagi dalam beberapa kelas yang didasarkan pada kebutuhan transportasi, pemilihan
moda secara tepat dengan mempertimbangkan keunggulan karakteristik masing-masing
moda, perkembangan teknologi kendaraan bermotor, muatan sumbu terberat kendaraan
bermotor serta konstruksi jalan. Pengelompokkan jalan menurut muatan sumbu yang
disebut juga kelas jalan, terdiri dari:
1) Jalan Kelas I, yaitu jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk
muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 milimeter, ukuran panjang tidak
melebihi 18.000 milimeter, dan muatan sumbu terberat yang diizinkan lebih besar
dari 10 ton, yang saat ini masih belum digunakan di Indonesia, namun sudah mulai
dikembangkan diberbagai negara maju seperti di Prancis telah mencapai muatan
sumbu terberat sebesar 13 ton.
2) Jalan Kelas II, yaitu jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk
muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 milimeter, ukuran panjang tidak
melebihi 18.000 milimeter, dan muatan sumbu terberat yang diizinkan 10 ton, jalan
kelas ini merupakan jalan yang sesuai untuk angkutan peti kemas.
3) Jalan Kelas III A, yaitu jalan arteri atau kolektor yang dapat dilalui kendaraan
bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 milimeter,
ukuran panjang tidak melebihi 18.000 milimeter, dan muatan sumbu terberat yang
diizinkan 8 ton.
4) Jalan Kelas III B, yaitu jalan kolektor yang dapat dilalui kendaraan bermotor
termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 milimeter, ukuran
panjang tidak melebihi 12.000 milimeter, dan muatan sumbu terberat yang
diizinkan 8 ton.
5) Jalan Kelas III C, yaitu jalan lokal dan jalan lingkungan yang dapat dilalui
kendaraan bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.100
milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 9.000 milimeter, dan muatan sumbu
terberat yang diizinkan 8 ton.

2.2 Perkerasan Jalan


Perkerasan jalan adalah konstruksi yang diperuntukan bagi jalan lalu lintas yang terletak
diatas tanah dasar, dan pada umumnya terdiri dari lapis pondasi bawah, pondasi atas, dan
lapis permukaan.

2.2.1 Perkerasan Lentur (Flexible Pavement)


Perkerasan lentur adalah perkerasan yang umumnya menggunakan bahan campuran beraspal sebagai lapis
permukaan serta bahan berbutir sebagai lapisan dibawahnya (lapisan pondasi atas, bawah,
tanah dasar).
Gambar 2.7. Susunan lapisan perkerasan lentur (flexible pavement)

a. Tanah Dasar (sub grade)


Tanah dasar adalah permukaan tanah semula atau permukaan galian atau permukaan
tanah timbunan, yang dipadatkan dan merupakan permukaan dasar untuk perletakan
bagian-bagian perkerasan lainnya.

b. Lapis Pondasi Bawah (sub base course)


Lapis pondasi bawah adalah bagian perkerasan yang terletak antara lapis pondasi atas dan
tanah dasar. Fungsi lapis pondasi bawah antara lain :
1) Sebagai bagian dari konstruksi perkerasan untuk mendukung dan menyebarkan
beban roda.
2) Mencapai efisiensi penggunaan material yang relatif murah agar lapisan lainnya
dapat dikurangi ketebalannya.
3) Untuk mencegah tanah dasar masuk ke dalam lapis pondasi atas.
4) Sebagai lapisan pertama agar pelaksanaan dapat berjalan lancar.
Macam-macam tipe tanah setempat (CBR≥20%, PI≤10%) yang relatif lebih baik dari
tanah dasar dapat digunakan sebagai bahan lapis pondasi bawah.

c. Lapis Pondasi Atas (base course)


Lapis pondasi atas adalah bagian perkerasan yang terletak antara lapis permukaan dengan
lapis pondasi bawah (atau dengan tanah dasar bila tidak menggunakan lapis pondasi
bawah).
Fungsi lapis pondasi atas antara lain :
1) Sebagai bagian perkerasan yang menahan beban roda,
2) Sebagai perletakan terhadap lapis permukaan.
Bermacam-macam bahan alam/bahan setempat (CBR≥50%, PI≤4%) dapat digunakan
sebagai bahan lapis pondasi, antara lain : batu pecah, kerikil pecah dan stabilisasi tanah
dengan semen atau kapur.

d. Lapis Permukaan (surface course)


Adalah bagian perkerasan yang paling atas.
Fungsi lapis permukaan antara lain :
1) Sebagai bahan perkerasan untuk menahan beban roda.
2) Sebagai lapisan rapat air untuk melindungi badan jalan dari kerusakan akibat
cuaca.
3) Sebagai lapisan aus (wearing course).

Bahan untuk lapis permukaan umumnya adalah sama dengan bahan untuk lapis pondasi,
dengan persyaratan yang lebih tinggi. Penggunaan bahan aspal diperlukan agar lapisan
dapat bersifat kedap air, disamping itu bahan aspal sendiri memberikan bantuan
tegangan tarik, yang berarti mempertinggi daya dukung lapisan terhadap beban roda lalu
lintas.
Bahan-bahan yang umum digunakan sebagai lapisan permukaan :
1) Aspal campuran panas (Hot Mix) dengan jenis A TB, A TS8, HRS, HRSS I AC
2) Aspal campuran dingin (Cold Mix) dengan jenis slurry seal, DGEM, OGEM, dan
macadam emulsion
3) Lapis Penetrasi Macadam (LAPEN)
4) Laburan Batu Satu Lapis (BURTU)
5) Laburan Batu Dua Lapis (BURDA)
6) Laburan Aspal (BURAS)
7) Lapis Tipis Aspal Pasir (LATASIR)
8) Lapis Asbuton Campuran Dingin (LASBUTAG)

2.3. Kerusakan Perkerasan Jalan


2.3.1. Pengertian
Suatu keadaaan pada permukaan maupun struktur lapisan perkerasan jalan dengan kondisi
tidak seperti kondisi pada saat jalan tersebut mulai digunakan sehingga pengguna jalan
mengalami ketidaknyamanan perjalanan hingga sulit untuk dilalui kendaraan.
Kerusakan mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
 Permukaan tidak rata, bergelombang
 Permukaan terkelupas
 Berlubang kecil hingga besar dan dalam
 Amblas, longsor hingga terputus

2.3.2. Karakteristik perkerasan jalan


Kondisi jalan secara umum dikelompokkan menjadi 3, yaitu :
 Baik (good) yaitu kondisi perkerasan jalan yang bebas dari kerusakan atau cacat dan
hanya membutuhkan pemeliharaan rutin untuk mempertahankan kondisi jalan.
 Sedang (fair) yaitu kondisi perkerasan jalan yang memiliki kerusakan cukup signifikan
dan membutuhkan pelapisan ulang dan perkuatan.
 Buruk (poor) yaitu kondisi perkerasan jalan yang memiliki kerusakan yang sudah meluas
dan membutuhkan rehabilitasi dan pembangunan kembali dengan segera.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kerusakan jalan, diantaranya :


1) Topografi dan lapisan tanah dasar
2) Material dan ketebalan lapisan perkerasan
3) Drainase (permukaan dan bawah perkerasan)
4) Kualitas pekerjaan konstruksi dan program pemeliharaan jalan
5) Lingkungan (curah hujan, temperatur)
6) Lalu Lintas (volume, berat sumbu, konfigurasi)

2.3.3. Jenis-jenis kerusakan


Menurut Manual Pemeliharaan Jalan Nomor : 03/MN/B/1983 yang dikeluarkan oleh
Direktorat Jenderal Bina Marga, kerusakan jalan dapat dibedakan atas:
A. Retak (cracking), beberapa diantarnya :
1) Retak halus (hair cracking)
2) Retak kulit buaya (alligator crack)
3) Retak pinggir (edge crack)
4) Retak sambungan bahu dan perkerasan (edge joint crack)
5) Retak sambungan pelebaran jalan (widening crack)
6) Retak susut (shrinkage crack)
7) Retak selip (slippage crack)
8) Retak sambungan jalan (lane joint crack) yaitu retak memanjang yang terjadi pada
sambungan 2 jalur lalu lintas. Penyebabnya yaitu tidak baiknya ikatan sambungan
kedua jalur.

Gambar 2.8 Retak sambungan jalan (lane joit crack)

9) Retak refleksi (reflection crack) yaitu retak memanjang, melintang, diagonal, atau
membentuk kotak. Terjadi pada lapis tambahan (overlay) yang menggambarkan pola
retakan di bawahnya. Retak refleksi dapat terjadi jika retak pada perkerasan lama tidak
diperbaiki secara baik sebelum pekerjaan overlay dilakukan.

Gambar 2.9 Retak relfeksi (reflection crack)

Pada umumnya perbaikan kerusakan jenis retak dilakukan dengan mengisi celah retak
dengan campuran pasir dan aspal. Bila retak telah meluas dan kondisinya cukup parah
maka dilakukan pembongkaran lapisan yang retak tersebut untuk kemudian diganti
dengan lapisan yang lebih baik.

B. Distorsi (distortion)
Distorsi adalah perubahan bentuk yang dapat terjadi akibat lemahnya tanah dasar,
pemadatan yang kurang pada lapis pondasi, sehingga terjadi tambahan pemadatan akibat
beban lalu lintas. Distorsi beberapa diantaranya :

1) Alur (ruts)
2) Keriting (corrugation)
3) Sungkur (shoving)
4) Jembul (upheaval)
5) Amblas (grade depressions), terjadi setempat, dengan atau tanpa retak. Amblas dapat
terdeteksi dengan adanya air yang tergenang. Air tergenang ini dapat meresap ke dalam
lapisan perkerasan yang akhirnya menimbulkan lubang. Penyebab amblas adalah beban
kendaraan yang melebihi apa yang di rencanakan, pelaksanaan yang kurang baik, atau
penurunan bagian perkerasan dikarenakan tanah dasar mengalami settlement.

Perbaikan dapat dilakukan dengan :


- Untuk amblas ≤ 5 cm, bagian yang rendah diisi dengan bahan sesuai seperti lapen,
laston, lataston.
- Untuk amblas ≥ 5 cm, bagian yang amblas dibongkat dan dilapisi kembali dengan
lapis yang sesuai.

Gambar 2.10 Amblas (grade depression)

C. Cacat Permukaan (disintegration)


Yang termasuk dalam cacat permukaan ini adalah :
1. Lubang (potholes)
2. Pengelupasan lapisan permukaan (stripping), dapat disebabkan oleh kurangnya ikatan
antara lapis permukaan dan lapis di bawahnya, atau terlalu tipisnya lapis permukaan.
Perbaikan dilakukan dengan cara diratakan kemudian dipadatkan dengan lapisan baru.
3. Pelepasan butir (raveling), memiliki akibat yang sama dengan yang terjadi pada jalan
berlubang. Perbaikan dilakukan dengan memberikan lapisan tambahan di atas lapisan
yang mengalami pelepasan butir setelah lapisan tersebut dibersihkan dan dikeringkan.

Gambar 2.11 Pelepasan butiran (potholes)

D. Pengausan (polished aggregate)


E. Kegemukan (bleeding or flushing)
F. Penurunan pada bekas penanaman utilitas
BAB III
TINJAUAN UMUM

3.1. Data Umum


Lokasi : Jl. Otto Iskandardinata, Cawang Kec.Jatinegara Jakarta Timur

Gambar 3.1. Peta lokasi kerusakan perkerasan lentur

Jenis : Perkerasan Lentur (Flexible Pavement)


Kepemilikan : Jalan Kota
Fungsi : Jalan Kolektor (menghubungkan antar kota/kota-kota
disekitar)
Kondisi Lingkungan : - Memiliki saluran drainase (lebar 1 m)
1) Memiliki trotoar untuk pejalan kaki
2) Memiliki median (lebar ± 60 cm)
3) Memliki kanstin lubang untuk pembuangan dari
permukaan perkerasan ke dalam saluran drainase
Lebar jalan : 10 meter
Jumlah lajur : 2 lajur 2 arah
Rincian lajur : 2 lajur kendaraan

3.2 Data kerusakan yang terjadi


Berdasarkan hasil pengamatan secara visual dan survey langsung dilapangan dapat di
simpulkan beberapa kerusakan yang terjadi pada lapisan permukaan perkerasan lentur Jalan
Otto Iskandar Dinata, diantanya yaitu :
a. Pelepasan butir (raveling) pada permukaan perkerasan jalan
b. Lubang (potholes) pada permukaan perkerasan jalan

c. Amblas (grade depressions) pada permukaan perkerasan jalan


d. Ketidakrataan permukaan perekerasan jalan akibat lubang (potholes) & pelepasan butir
(raveling)
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Analisa Penyebab Kerusakan


Setalah melakukan tinjauan langsung di lapangan maka dilakukan analisa penyebab dari
kerusakan tersebut. Adapun penyebab dari kerusakan tersebut terdiri dari berbagai faktor,
yaitu sebagai berikut :
1) Faktor lalu lintas
Berdasarkan pengamatan di lapangan faktor lalu lintas diindikasi menjadi salah satu
penyebab terjadinya kerusakan pada jalan tersebut. Pada jalan tersebut dilewati oleh
kendaraan pribadi angkutan umum serta kendaraan dengan muatan besardengan jumlah
volume yang cukup banyak. Kendaraan-kendaraan tersebut terdiri dari bis, truck,
kontainer dan beberapa jenis mobil penumpang, serta motor. Begitu pula dengan
kendaraan yang melakukan parking on the street di ruas Jalan Otto Iskandardinata
tersebut.
2) Berdasarkan tinjauan pelaksanaan dan pemeliharaan
Berdasarkan tinjauan pelaksanaan, diindikasi pada pelaksanaan pemadatan dilakukan
kurang sempurna sehingga menyebabkan ikatan aspal tidak terjadi dengan baik,
berhubungan dengan aspek material tadi, terjadi penurunan ikatan dan penurunan
kekuatan tarik dari aspal lapisan permukaan. Hal ini terlihat pada keretakan memanjang
pada pemukaan jalan yang ditemui banyak keretakan.
Adapun pemeliharan pada jalan existing agak sulit dilakukan mengingat arus lalu lintas
yang melewati jalan tersebut cukup besar. Faktor curah hujan yang cukup tinggi pada
awal tahun 2015 di kota Jakarta mempengaruhi keadaan perkerasan pada jalan tersebut,
banyak air yang menggenang di ruas-ruas Jalan Otto Iskandardinata.
3) Berdasarkan faktor drainase
Pada hasil tinjauan di lapangan ditemui beberapa drainase jalan yang tidak berfungsi
sebagaimana mestinya, hal ini menimbulkan hambatan dalam buangan air yang berada
di existing jalan sehingga faktor terhambatnya drainase menjadi salah satu penyebab
kerusakan jalan.
4.2 Metode Perbaikan Jalan
Berdasarkan pengamatan dan analisa secara visual pada kerusakan yang terjadi, maka kondisi
perkerasan berada pada level (fair). Pada level kondisi perkerasan ini maka diperlukan
pelapisan ulang (overlay) pada lapis perkerasan. Adapun dalam penyelesaian permasalahan
kerusakan jalan ini dilakukan dengan tindakan perbaikan dan pencegahan guna
meminimalisir terjadinya kerusakan.

4.2.1 Teknis Perbaikan


Adapun untuk teknis perbaikan overlay pada ruas jalan ini adalah dengan metode setengah
ruas jalan, metode ini dilakukan agar ruas jalan ini tidak sampai ditutup sehingga akses jalan
tersebut tetap dapat digunakan. Resikonya adalah terjadinya kemacetan yang sangat padat
pada ruas jalan tersebut. Untuk meningkatkan efisiensi dalam perbaikan jalan maka dilakukan
overlay metode recycling dengan alasan sebagai berikut
1) Mengembalikan kekuatan perkerasan lama tanpa meninggikan elevasi permukaan
jalan
2) Memanfaatkan kembali bahan eks perkerasan
3) Mempertahankan geometrik jalan
4) Penghematan material agregat, aspal, energi
5) Mengurangi kerusakan lingkungan
6) Perbaikan kualitas lapis pondasi bisa dilaksanakan dengan cepat apabila ternyata
terjadi kerusakan pula
7) Pengerjaan dengan metode ini tidak sampai melakukan penutupan ruas jalan yang
bersangkutan
8) Tidak menambah beban mati dari lantai jalan terhadap lapisan tanah dasar

Rekomendasi metode penambahan lapisan (overlay) dengan metode recycling adalah


sebagai berikut :
WBS metode penambahan lapisan (overlay) dengan metode recycling :
A. Pekerjaan Pengujian Awal Sebelum Recycling
1. Pekerjaan Survei
2. Pekerjaan Uji Lendutan
3. Pekerjaan Penyelidikan Tanah
B. Pekerjaan Recycling
4. Pekerjaan Galian Lapisan Aspal
5. Pekerjaan Pemindahan Hasil Galian
6. Pencampuran Asbuton
7. Penghamparan hasil galian aspal dan asbuton
8. Pemadatan overlay dengan Vibratory Roller sesuai dengan ketebalan
C. Daur ulang perkerasan jalan dengan metode CTRSB
9. Penghamparan semen dengan menggunakan Cement Spreader diatas lapisan overlay.
10. Persiapan pengaspalan
D. Pekerjaan Penghamparan Dan Pemadatan Overlay Recycling
11. Pemadatan overlay recycling dan semen
12. Pembentukan elevasi dan kemiringan overlay recycling
13. Pemadatan ualang overlay recycling dan semen
Penyelidi Galian
Uji
Survei -kan lapisan
Start Lendu-
Tanah aspal
tan

Peminda
-han
hasil
galian

Pengham Pemadat- Pengham


-paran an -paran
semen Overlay Overlay

Pencamp
Persiapan -uran
aspal Asbuton

Pemadat-
Elevasi Pemada-
an overlay
dan tan Finish
dan
kemiring- Ulang
semen
an

Grafik 4.1 AOA Overlay Dengan Metode Recycling


Untuk pengerjaan penambahan lapisan (overlay) dengan metode recycling cukup dilakukan
dalam 1 hari diluar dari pengadaan alat dan material serta pengaturan arus lalu lintas dari
jalan yang akan diperbaiki.

Penjabaram metode penambahan lapisan (Overlay) dengan metode recycling :


1) Pengujian awal sebelum memulai recycling
• Survei kondisi perkerasan secara visual untuk melihat kondisi kerusakan perkerasan
yang ada.
• Pengujian lendutan setiap interval 50 meter dengan alat FWD (Falling Weight
Deflectometer). Pengujian lendutan dimaksudkan untuk mengetahui tingkat
kelenturan / keelastisan perkerasan lama.

Gambar 4.1 Alat FWD (Falling Weight Deflectometer).

Spesifikasi mesin FWD:


Nama merek : Eray
Model : Eray-FWD20MT
Daya: hidrolik dan Listrik
Penggunaan : Trotoar Pengujian

• Penyelidikan lapangan boring, coring, test pit untuk mengetahui ketebalan jalan aspal
(melintang dan membujur), mengetahui kondisi material existing, memeriksa daya
dukung.
2) Pelaksanaan recycling
• Galian Lapisan Beraspal dengan Cold Milling Machine (CMM)
Lapisan aspal yang sudah mengalami kerusakan digali secara mekanis dengan
menggunakan Cold Milling Machine dan material RAP hasil galian di stok di suatu
tempat yang kemudian digunakan untuk campuran dengan Asbuton (MS.744) yang
baru.

Pengaturan :
Kecepatan alat CMM dalam pelaksanaan pengupasan lapisan eksisting harus diatur
dengan baik agar menghasilkan gradasi baik untuk digunakan dengan Asbuton yang
baru.
Peralatan :
a. Cold Milling Machine
b. Dump truck

Gambar 4.2.Cara Kerja Cold milling machine


Gambar 4.3 Alat Cold Milling Machine
Spesifikasi Cold Milling Machine:
Merk/Type : Wirtgen/W100
Kapasitas Tangki : 120 LITER

Gambar 4.4 Proses penghancuran permukaan eksisisting


 Penghamparan hasil galian aspal dan asbuton dengan Motor Garder

Gambar 4.5 Motor Garder


Merk : Komatsu
Seri : S6D95L

 Pemadatan overlay dengan Vibratory Roller sesuai dengan ketebalan overlay yang
direncanakan.

3) Daur ulang perkerasan jalan dengan metode CTRSB


Lapisan tambah yang akan dibuat di perkuat dengan menambahkan semen dengan
proporsi tertentu untuk mencapai kekuatan 25 kg/cm2 (kuat tekan bebas umur 7 hari).
Penebaran semen dilakukan secara mekanis dengan menggunakan alat penerbar
semen (Cement Spreader) yang memiliki akurasi penebaran yang baik.
Proses daur ulang dilakukan secara mekanis dengan alat pendaur ulang (recycling
machine 600 HP) yang dapat melakukan proses daur ulang secara langsung dilokasi
(in situ).
Peralatan :
a. Cement Spreader
b. Recycling Machine (WR.2500S)
Gambar 4.6 Recycling Machine

Spesifikasi Recycling Machine:


Merk : WIRTGEN
Type : WR 2500S
Tenaga Kuda : 670
 Penghamparan semen dengan menggunakan Cement Spreader diatas lapisan overlay.
 Persiapan pengaspalan

4) Penghamparan dan pemadatan lapisan tambah dari recycling


Suhu penghamparan harus sesuai dengan spesifikasi pada umumnya yaitu ± 120˚C, lalu
kemudian setelah itu dilakukan pemadatan dengan jumlah lintasan yang sesuai dengan
spesifikasi rencana

 Pemadatan overlay recycling dan semen dengan Vibratory Roller sesuai dengan ketebalan
overlay yang direncanakan.
 Pembentukan elevasi dan kemiringan overlay recycling dengan alat Motor Grader.
 Pemadatan ualang overlay recycling dan semen dengan Pneumatic Tire Roller.
Gambar 4.7 Pneumatic Tire Roller
Merk : Volvo
Seri : PT125
Rolling Width : 1.727 mm
Operating Weight : 4.125-12.424 kg
.

Gambar 4.8 Pelaksanaan penghamparan dan pemadatan


Alat yang dipakai :

Gambar 4.9 Vibratory Roller

Spesifikasi Vibratory Roller :


Tandem Roller merk Cat CB44B dengan roller 8 ton srta drum getaran tandem 1500mm
Frekuensi Getaran : 53,3 Hz
Kapasitas tangka bahan bakar : 208 ltr
kapasitas tangka air (semprot) : 742 liter
Lebar pemadatan maksimum : 1670 mm

4.2.2 Metode Pencegahan


Untuk meminimalisir kerusakan jalan tersebut maka diperlukan pemeliharaan, regulasi, dan
pengawasan yang berkesinambungan dari semua pihak.
1) Pemeliharaan jalan dilakukan secara berkala pada waktu yang telah ditentukan.
2) Regulasi diberlakukan pada pembatasan berat sumbu kendaraan yang melintasi ruas
jalan tersebut.
3) Pemberlakuan regulasi ini harus disertai dengan pengawasan yang berkesinambungan
dari berbagai pihak guna mengawasi dan menumbuhkan rasa memiliki terhadap sarana
transportasi yang digunakan bersama-sama.
Selebihnya adalah kesadaran dari setiap individu sebagai pengguna jalan dalam
memanfaatkan prasarana transportasi agar terciptanya kenyamanan dan keamanan dalam
bertransportasi.
BAB V
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
1) Kerusakan jalan khususnya di daerah DKI Jakarta disebabkan oleh beberapa faktor
utama seperti faktor lalu lintas , sistem drainase, dan pelaksanaa serta pemeliharaan
jalan.
2) Metode perbaikan jalan dilakukan dengan pelapisan ulang (overlay) pada lapis
perkerasan. Adapun dilakukan dengan tindakan perbaikan dan pencegahan guna
meminimalisir terjadinya kerusakan.
3) Adapun untuk teknis perbaikan overlay pada ruas jalan ini adalah dengan metode
setengah ruas jalan, metode ini dilakukan agar ruas jalan ini tidak sampai ditutup
sehingga akses jalan tersebut tetap dapat digunakan. Resikonya adalah terjadinya
kemacetan yang sangat padat pada ruas jalan tersebut. Untuk meningkatkan efisiensi
dalam perbaikan jalan maka dilakukan overlay metode recycling.
5) Tahap metode recycling dilakukan dengan pengujian awal sebelum memulai
recycling, pelaksanaan recycling, penghamparan dan pemadatan lapisan tambah dari
recycling.
6) Adapun pencegahan dilakukan seperti pemeliharaan secara berkala pada waktu yang
telah ditentukan, regulasi diberlakukan pada pembatasan berat sumbu kendaraan yang
melintasi ruas jalan tersebut, pemberlakuan regulasi ini harus disertai dengan
pengawasan yang berkesinambungan dari berbagai pihak guna mengawasi dan
menumbuhkan rasa memiliki terhadap sarana transportasi yang digunakan bersama-
sama.

4.2 Saran
1) Sistem drainase Jakarta harus diperhatikan, dipelihara serta diperbaiki bila ada sistem
drainase yang tidak terawat. Karena dari sistem drainase yang tidak terawat akan
membuat air masuk ke area jalan dan akan menggenag dipermukaan jalan. Hal ini
akan membuat lapisan jalan menjadi mudah berlubang.
2) Untuk perbaikan jalan yang dilakukan haruslah diperhatikan standar kualitas dari
pekerjaan overlay. Karena jika hanya asal memperbaiki tanpa ada standar kualitas dari
pekerjaan overlay, maka perbaikan overlay yang dihasilkan akan kurang baik dan
tidak akan bertahan lama hasil pekerjaan overlay.
DAFTAR PUSTAKA

Marketbook,http://www.marketbook.web.id/listingsdetail/detail.aspx?OHID=120671
05&LP=MAT
Academia.edu Asri Maharani, Identifikasi Informasi Alat Berat
Cat, Produk http://www.cat.com/id_ID/products/new/equipment/compactors/tandem-
vibratory-rollers/18502194.html
Ritchiespecs
http://www.ritchiespecs.com/specification?type=Co&category=Motor+Grader&make=Koma
tsu&model=GD511A-1&modelid=91837
CMW Equipment, http://cmw-equip.com/rentals/volvo-pt125-pneumatic-tire-roller/

Anda mungkin juga menyukai