Anda di halaman 1dari 40

Uji Efektivitas Antidiabets Polymeric-lipid Nanoparticle Ekstrak Kayu Manis

(Cinnamomum burmanii) Terhadap Kadar Insulin Plasma Tikus Wistar

Jantan Model Diabetes

TUGAS AKHIR

Untuk Memenuhi Persyaratan

Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi

Oleh :

Sofy Indah Pratiwi

NIM 165070507111012

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2016
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Diabetes melitus adalah sebuah kelompok penyakit metabolik yang

ditandai oleh adanya hiperglikemia akibat dari kegagalan atau kelainan dalam

sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya . Diabetes merupakan penyakit

kronis yang kompleks sehingga memerlukan perawatan medis secara terus

menerus , berkelanjutan serta memerlukan strategi untuk mengurangi resiko

terjadinya komplikasi (ADA, 2016). Diabetes melitus sering disebut juga sebagai

the silent killer karena dapat merusak hampir semua organ dalam tubuh.

Penyakit ini diabetes sering tidak diketahui oleh penyandang dan saat diketahui

sudah terjadi komplikasi. Penyakit ini menjadi masalah kesehatan yang harus

ditangani secara tepat mengingat prevalensi angka terjadinya DM di Indonesia

yaitu sebesar 1,5% serta jumlah penderita DM menurut Riskesdas mengalami

peningkatan dari tahun 2007 sampai tahun 2013 sebesar 330.512 penderita

(Lathifah, 2017).

Diabetes Melitus dapat diklasifikasikan menjadi 4 goolongan yaitu

diabetes tipe 1 yang merupakan akibat dari adanya kerusakan seb β pancreas

sehingga insulin produksi insulin sedikit atau bahkan tidak sama sekali, diabetes

tipe 2 yang merupakan akibat karena adanya penurunan sekresi insulin oleh sel

beta pankreas atau karena resistensi insulin dimana tubuh tidak efektif

menggunakan insulin yang dihasilkan, diabetes gestasional yaitu diabetes yang

terjadi pada trimester kedua atau trimester ketiga kehamilan, serta golongan

yang keempat adalah diabetes tipe spesifik karena adanya penyebab lain seperti

sindrom diabetes monogenic, penyakit pankreatitis, serta penggunaan obat-


obatan penginduksi diabetes seperti glukokortikoid (Punthakee DKK, 2018).

Menurut Meidikayanti dan Chatarina , Diabetes melitus tipe 2 adalah golongan

diabetes dengan prevalensi tertinggi. Faktor yang dapat menyebabkan tingginya

prevalensi tersebut diantaranya faktor lingkungan dan faktor genetik. Faktor

lingkungan yaitu adanya perubahan pola hidup masyarakat akibat adanya

urbanisasi yang menyebabkan perubahan gaya hidup masyarakat yang pada

mulanya mengkonsumsi makanan sehat beralih mengkonsumsi makanan cepat

saji dimana hal tersebut beresiko menyebabkan obesitas yang merupakan faktor

resiko dari DM.

Insulin sangat berpengaruh dan berperan penting pada penyakit baik

diabetes tipe 1 maupun tipe 2. Insulin dapat menurunkan kadar glukosa darah

sehingga apabila kadar insulin menurun maka glukosa akan menjadi banyak di

dalam darah menyebabkan terjadinya hipeglikemi . Baik DM 1 maupun 2 memiliki

masalah yang sama yaitu keduanya membutuhkan insulin dari luar. Pasien

dengan diabetes mellitus pada umumnya akan mendapat terapi farmakoterapi

berupa pemberian insulin eksogen yang disuntikkan atau mendapat terapi obat

antidiabetes oral seperti obat obat sulfonylurea, , biguanides (metformin),

thiazolidinedione (TZD), inhibitor α -glukosidase, dan glucagon-like peptide-1

(GLP-1) inhibitor. Akan tetapi obat-obatan tesebut dapat menimbulkan efek

samping pada pasien sebagai contoh metformin dapat menyebabkan anorexia,

mual muntah. Obat golongan sulfonylurea juga diketahui dapat menyebabkan

peningkatan berat padan serta menyebabkan hipoglikemi pada pasien

(Sweetman, 2009).

Dengan adanya efek-efek yang tidak diinginkan tersebut maka dunia ilmu

pengetahuan mengembangkan produk untuk terapi DM menggunakan bahan-

bahan alami yaitu dari tanaman. Banyak penelitian yang telah dilakukan terkait
hal ini serta telah banyak tanaman yang ditemukan mempunyai efek

antidiabetes. Salah satunya adalah tanaman Cinnamomum burmanii atau yang

lebih sering dikenal sebagai kayu manis. Emilda (2018) menyebutkan bahwa

ekstrak kulit batang serta daun dari kayu manis mempunyai manfaat

untuk terapi DM tipe II dengan aktifitas antidiabetes yang ditunjukkannya

berbeda-beda yaitu dapat menurunkan kadar gula darah, menghambat

aktifitas enzim α-Glukosidase serta mengendalikan metabolisme glukosa

pada orang dewasa nondiabetes selama periode postprandial. Kandungan

utama dari kayu manis yang diketahui mempunyai efek antidiabetes yaitu

Methylhidroxy Calcone Polymer (MHCP), sinamaldehid, dan polimer

procyanidin type-A polymers atau proanthocyanidin. Berdasarkan hasil

beberapa penelitian, ekstraksi dari kulit batang Cinnamomum burmanii

mengandung senyawa berupa antioksidan berupa tannin dan flavonoid,

serta minyak atsiri dimana kandungan utama minyak atsiri kayu manis

yaitu senyawa sinamaldehida, transsinamaldehid (60,17%), eugenol

(17,62%) dan kumarin (13,39%). Meskipun masih belum bukti yang pasti,

namun ada dugaan kuat bahwa beberapa kandungan senyawa pada kayu

manis memiliki aktifitas antidiabetes seperti Methylhidroxy Calcone Polymer

(MHCP) yang merupakan golongan flavonoid yang memiliki efek seperti

insulin (insulin mimetic), sinamaldehid yang mempunyai memiliki sebagai

antioksidan, serta polimer procyanidin type-A polymers yang merupakan

jenis polifenol yang mampu mencegah terbentuknya advanced glycation-

end product (AGE) dimana seperti diketahui bahwa adanya AGE produk

dapat menginisiasi produksi gula darah tinggi yang berkaitan dengan

produksi reactive oxygen species (ROS).


Penelitian mengenai uji efektivitas antidiabetes ekstrak Cinnamomum

burmanii telah banyak dilakukan , salah satunya pada penelitian Hendarto et al. (2018)

yang melakukan uji klinik awal pada 24 sukarelawan dengan kegemukan normal yang

kemudian dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok perlakuan dan kontrol . Pada

kelompok perlakuan diberikan 2 gram ekstrak kayu manis dua kali sehari diberikan

selama 56 hari, sementara itu kelompok control hanya diberi placebo. Nilai yang

diukur dalam penelitian yaitu Indeks massa tubuh (IMT), kadar insulin

serum, kadar kolesterol dan trigliserit plasma yang menunjukkan hasil bahwa

dibandingkan dengan kelompok control, pada kelompok perlakuan terjadi

penurunan kadar insulin serum pada 63% sukarelawan namun tidak ada

perbedaan nyata kadar kolesterol dan trigliserida plasma antara kedua kelompok.

Namun, pada beberapa penelitian menunjukkan hasil yang berlawanan

dan menyatakan bahwa senyawa pada Cinnamomum burmanii masih diragukan

sebagai terapi DM karena tidak menunjukkan hasil yang diinginkan sehingga

memerlukan penelitian lebih lanjut (Baker et. al, 2008). Hal ini dapat terjadi

karena beberapa aktif dari Cinnamomum burmanii seperti sinamaldehid yang

bersifat hidrofobik. Menurut Alam et. al (2012) Penggunaan obat yang bersifat

hidrofobik secara oral akan bermasalah pada permeabilitas dan memiliki

bioavailability yang rendah untuk itu diperlukan modifikasi dari suatu sediaan

obat agar dapat mencapai efek terapi yang diharapkan. Salah satu bentuk

modifikasi system pengantaran obat yaitu dengan Polymeric-lipid nanoparticle.

Sistem pengantaran obat polymer-lipid hybrid nanoparticle (PLN) dapat

meningkatkan enkapsulasi dari obat yang bersifat hidrofobik sehingga dapat

meningkatkan bioavailabilitas obat (Wong et.al , 2006)

Oleh sebab itu, penelitian ini dilakukan untuk meneliti efektivitas terapi

pemanfaatan sediaan nanopartikel-lipid dosis ekstrak kayu manis 30 mg/kg

BB/hari, nanopartikel dosis ekstrak kayu manis 100 mg/kg BB/hari, serta
nanopartikel dosis ekstrak kayu manis 300 mg/kg BB/hari melalui pengukuran

kadar insulin plasma tikus model DM .

1.2. Rumusan Masalah

Bagaimana efek pemberian sediaan polymeric-lipid nanoparticle ekstrak

Cinnamomum burmanii terhadap kadar insulin plasma tikus jantan Wistar model DM ?

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Mengetahui efek pemberian polymeric-lipid nanoparticle ekstrak Cinnamomum

burmanii sebagai terapi diabetes pada tikus jantan Wistar model diabetes.

1.3.2. Tujuan Khusus

Membandingkan kadar insulin plasma tikus jantan Wistar , pada: kelompok

tanpa perlakuan model DM dan pakan diet normal (K1), tikus yang diinduksi

diabetes dengan STZ 35 mg/kg/bb disertai pemberian nanopartikel polimer-lipid

blanko tanpa ekstrak kayu manis (K2 kontrol positif) , tikus yang diinduksi

diabetes dengan STZ 35 mg/kg/bb disertai pemberian nanopartikel-lipid dosis

ekstrak kayu manis 30 mg/kg BB/hari (P1), tikus yang diinduksi diabetes dengan

STZ 35 mg/kg/bb disertai pemberian nanopartikel dosis ekstrak kayu manis 100

mg/kg BB/hari (P2), tikus yang diinduksi diabetes dengan STZ 35 mg/kg/bb

disertai pemberian nanopartikel dosis ekstrak kayu manis 300 mg/kg BB/hari

(P3), tikus yang diinduksi diabetes dengan STZ 35 mg/kg/bb disertai pemberian

ekstrak kayu manis 9mg/kgBB/hari tanpa diformulasikan dalam polimer lipid

(P1CE), tikus yang diinduksi diabetes dengan STZ 35 mg/kg/bb disertai

pemberian ekstrak kayu manis 18mg/kgBB/hari tanpa diformulasikan dalam

polimer lipid (P2CE), dan tikus yang diinduksi diabetes dengan STZ 35 mg/kg/bb
disertai pemberian ekstrak kayu manis 36mg/kgBB/hari tanpa diformulasikan

dalam polimer lipid (P3CE).

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Manfaat Akademik

Dapat dijadikan sebagai dasar teori serta bahan pembelajaran baru untuk

pengembangan sediaan polymeric-lipid nanoparticle ekstrak Cinnamomum burmanii

untuk manajemen terapi DM.

1.4.2. Manfaat Praktis

Dapat dijadikan sebagai dasar teori untuk memberikan informasi untuk industri

farmasi dan praktisi mengenai efektivitas terapi polymeric-lipid nanoparticle ekstrak

Cinnamomum burmanii dalam manajemen terapi dan pencegahan komplikasi DM

sehingga untuk perkembangan selanjutnya dapat diformulasikan menjadi sediaan

farmasi.
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Diabetes

2.1.1 Defenisi Diabetes

Diabetes Mellitus, menurut WHO (2012) adalah sebuah penyakit gangguan

kronis yang muncul ketika pankreas sudah tidak dapat memproduksi insulin

secara cukup atau ketika tubuh tidak dapat lagi menggunakan insulin yang

diproduksi secara efektif. Insulin merupakan suatu hormon yang meregulasi

glukosa dalam darah. Seseorang dikatakan mengalami diabetes ketika gula

darah puasanya >7,0 mmol/L.

Diabetes mellitus didefinisikan sebagai kelompok penyakit metabolik yang

ditandai dengan hiperglikemia sebagai akibat dari gangguan sekresi insulin,

aktivitas insulin atau keduanya. Hiperglikemia kronik merupakan efek umum

diabetes yang tidak terkontrol sehingga menyebabkan kerusakan jangka panjang

dan disfungsi organ tubuh khususnya mata, ginjal, sistem saraf, dan pembuluh

darah (ADA, 2011).

2.1.2 Klasifikasi Dibetes

a) Diabetes Mellitus tipe 1

Diabetes mellitus tipe 1 ditandai dengan defisiensi absolut fungsi

sel β pankreas, penyebabnya proses autoimun pengrusakan sel β pankreas

atau proses idiopatik sehingga terjadi defisiensi insulin absolut. Penanda

imunologi rusaknya sel β muncul pada 90 persen penderita meliputi antibodi

sel islet, antibodi asam glutamat dekarboksilase, dan antibodi insulin.

Prevalensi lebih banyak pada anak-anak dan remaja, namun tidak menutup

kemungkinan terjadi pada orang dewasa. Pada usia muda laju pengrusakan

sel β lebih cepat dari orang dewasa sehingga timbul manifestasi ketoasidosis
lebih cepat (Dipiro et al., 2008).

b) Diabetes Mellitus tipe 2

Nama lain diabetes mellitus tipe 2 adalah non-insulin dependent

diabetes merujuk pada individu yang memiliki resistensi insulin dan defisiensi

insulin relatif. Kebanyakan penderita adalah obesitas dan obesitas sendiri

menyebabkan resistensi insulin. Resistensi insulin dapat diperbaiki dengan

penurunan berat badan dan terapi farmakologi untuk hiperglikemia. Genetik

merupakan faktor predisposisi diabetes mellitus tipe 2 (ADA, 2011).

c) Gestational Diabetes

Gangguan metabolisme glukosa yang pertama kali ditemukan

atau berkembang selama masa kehamilan. Etiologi diduga berdasakan

mekanisme patogenesis DM tipe 1 dan 2 secara umum, dengan kehamilan

sebagai pemicu manifestasi dari gangguan metabolisme glukosa. Gangguan

ini seringkali kembali normal setelah wanita melahirkan, tetapi risiko terkena

diabetes di masa depan meningkat pada wanita yang memiliki gangguan

metabolisme glukosa selama kehamilan (Seino et al., 2010).

d) Diabetes tipe lain

Diabetes mellitus yang disebabkan kondisi khusus yaitu

abnormalitas genetik terkait fungsi sel β dan mekanisme aksi insulin

(kerusakan gen reseptor insulin). Abnormalitas genetik terkait fungsi sel β

pankreas meliputi cacat genetik insulin dan maturity onset diabetes of the

young (MODY). Tipe MODY 1 sampai 6 disebabkan oleh kerusakan gen

HNF-4a, glucokinase, HNF-1a, IPF-1 (PDX-1), HNF-1b dan NeuroD1/Beta 2

secara berurutan. Selain itu diabetes mellitus timbul karena penyakit atau

kondisi lainnya yang disebut sebagai diabetes sekunder, antara lain karena:

penyakit pankreatik, penyakit liver, penggunaan obat, paparan bahan kimia,

infeksi virus, dan berbagai sindrom genetik (Seino et al., 2010).


2.1.3 Patofisiologi

DM tipe 2 ditandai dengan ketidakpekaan insulin yaitu resistensi

insulin, menurunnya produksi insulin, dan akhirnya terjadi kegagalan sel-

beta pankreas. Hal ini menyebabkan penurunan transpor glukosa ke dalam

hati, sel-sel otot, dan sel-sel lemak. Selanjutnya terjadi pemecahan lemak

yang meningkat dalam keadaan hiperglikemia yang melibatkan gangguan

fungsi sel alfa yang baru-baru ini telah diakui berperan dalam patofisiologi

DM tipe 2. Sebagai hasil dari disfungsi insulin yaitu kadar glukagon dan

glukosa hepatik meningkat. Kadar insulin yang rendah dan peningkatan

resistensi insulin akan menjadikan hiperglikemia (Olokaba et al., 2012).

Pada kondisi DM tipe 2, insulin masih dapat digunakan untuk

mencegah terjadinya ketosis sehingga jarang dijumpai ketosis. DM tipe 2

biasanya terjadi pada individu dengan usia lanjut dan biasanya didahului

oleh keadaan sakit atau stres yang membutuhkan kadar insulin tinggi.

Secara patofisiologi, DM tipe 2 disebabkan karena dua hal yaitu (1)

resistensi insulin yaitu penurunan respon jaringan perifer terhadap insulin,

dan (2) penurunan kemampuan sel beta pankreas untuk mensekresi insulin

sebagai respon terhadap peningkatan glukosa darah. Sebagian besar DM

tipe 2 diawali dengan kegemukan. Sebagai timbal bailk, sel beta pankreas

merespon dengan mensekresi insulin lebih banyak sehingga kadar insulin

meningkat (hiperinsulinemia). Konsentrasi insulin yang tinggi

mengakibatkan reseptor insulin berupaya melakukan pengaturan sendiri

dengan menurunkan jumlah reseptornya. Dampak yang muncul pada

penurunan respon reseptornya serta lebih lanjut dapat mengakibatkan

terjadinya resistensi insulin. Di lain pihak, kondisi hiperinsulinemia juga

dapat mengakibatkan desensitisasi reseptor insulin pada tahap


postreseptor, yaitu penurunan aktivasi kinase reseptor, translokasi glucose

transporter dan aktivasi glycogen synthase. Kejadian ini mengakibatkan

terjadinya resistensi insulin. Dua kejadian tersebut terjadi pada permulaan

proses terjadinya DM tipe 2. Pada penderita DM tipe 2, pemberian obat-obat

oral antidiabetes sulfonilurea masih dapat merangsang kemampuan sel beta

pankreas untuk mensekresi insulin (Nugroho, 2006).

2.1.4 Diagnosa DM

Kriteria diagnosis diabetes mellitus berdasarkan pemeriksaan A1c, FPG

(fasting plasma glucose), dan gula darah 2 jam postprandial dengan uji OGTT

(oral glucose tolerance test) menggunakan 75 gram glukosa anhidrat yang

dilarutkan dalam air. Seseorang dikatakan diabetes mellitus apabila hasil

pemeriksaan A1c ≥ 6,5%, atau gula darah puasa (fasting plasma glucose atau

FPG) ≥ 126 mg/dL (7,0 mmol/L), atau gula darah 2 jam postprandial ≥ 200

mg/dL. Diabetes juga terdiagnosa bila pasien memiliki gejala hiperglikemia klasik

dan gula darah plasma acak (Random Plasma Glucose atau RPG) ≥ 200 mg/dL

(11,1 mmol/L) (ADA, 2014). Keluhan yang dialami pasien dapat berupa keluhan

klasik (poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat

dijelaskan sebabnya) dan keluhan lainnya (lemah badan, kesemutan, gatal, mata

kabur dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita). Bila

pasien mengalami beberapa keluhan tersebut, patut dicurigai DM (Perkeni,

2011).

2.2 Terapi Diabetes Mellitus

Pilihan terapi diabetes mellitus tipe 2 terdiri dari modifikasi gaya hidup

(lifestyle) dan agen antidiabetes oral. Modifikasi gaya hidup diutamakan pada

peningkatan aktivitas fisik dan pola diet tinggi serat (sayuran, buah, gandum

utuh, kacang-kacangan), produk susu rendah lemak, dan ikan segar. Penurunan
berat badan 5-10% dapat mengontrol kadar gula darah dan menurunkan risiko

kardiovaskular (Inzucchi, 2012).

Terapi agen antidiabetes oral saat ini yaitu :

a) Sulfonilurea

Sulfonilurea terdiri dari generasi pertama (chlorpropamide,

tolazamide, dan tolbutamide) dan generasi kedua (glipizide, glyburide,

dan glimepiride). Obat golongan ini merangsang pelepasan insulin

dari sel β pankreas dengan cara menghambat kanal ion kalium-

sensitif ATP agar terjadi depolarisasi, akibatnya kanal kalsium terbuka

diikuti peningkatan kadar kalsium intrasel sehingga merangsang

sekresi insulin. Selain itu sulfonylurea mampu meningkatkan

sensitivitas sel β pankreas pada glukosa, menormalkan produksi

glukosa hepar, dan sebagian mengembalikan resistensi insulin pada

orang DM tipe 2. Efek samping utama sulfonylurea adalah hipoglikemi

dan peningkatan berat badan (Koda-kimble et al., 2009)

b) Biguanida

Biguanida (metformin) merupakan terapi lini pertama diabetes

mellitus. Mekanisme kerja metformin yaitu menurunkna produksi

glukosa oleh hepar melalui aktivasi enzim AMPK (AMP-activated

protein kinase), mengganggu glukoneogenesis di ginjal,

memperlambat absorbsi glukosa dari saluran cerna, merangsang

proses glikolisis langsung di jaringan, meningkatkan masuknya

glukosa dari darah ke dalam sel, dan menurunkan kadar plasma

glukagon. Metformin biasa dikombinasi dengan insulin dan tidak

menimbulkan peningkatan berat badan maupun efek hipogllikemi

(Katzung, 2012).
c) Thiazolidindion

Thiazolidindion (pioglitazon dan rosiglitazon) adalah ligan dari

peroxisome proliferator-activated receptor gamma (PPAR-ᵞ). Reseptor

PPAR-γ memodulasi ekspresi gen yang terlibat dalam metabolisme

lemak dan glukosa, transduksi sinyal insulin, serta diferensiasi

adiposit dan jaringan lain. Aksi utama thiazolidinedion pada orang

diabetes berada di jaringan adiposa untuk meningkatkan ambilan

glukosa dan mengatur sintesis hormon lipid, sitokin, atau protein lain

yang terlibat dalam regulasi energi. Obat ini juga mengatur apoptosis

dan diferinsiasi adiposit (Katzung, 2012).

d) Inhibitor α-glukosidase

Acarbose dan miglitol mampu menghambat enzim glukosidase

secara reversibel di mukosa usus halus, sehingga menunda proses

pencernaan karbohidrat dan absorbsi glukosa kemudian. Efek

konsumsi obat ini bersama dengan makanan adalah menurunkan

konsentrasi gula darah postprandial sampai 25-50 mg/dL pada pasien

DM tipe 2. Golongan inhibitor α-glukosidase sangat kecil diabsorbsi di

saluran cerna dan tidak menimbulkan efek pada berat badan maupun

profil lipid (Koda-kimble et al., 2009).

e) Nonsulfonylurea insulin secretagogues (Glinida)

Golongan glinida terdiri dari meglitinide (Repaglinid) dan turunan

asam amino (Nateglinid). Obat ini diberikan bersama makanan untuk

menurunkan kadar glukosa postprandial. Mekanisme kerja glinide

adalah menutup kanal kalium-sensitif ATP di sel β pankreas

mengakibatkan depolarisasi membran sel sehingga terjadi influks ion

kalsium dan sekresi insulin. Obat ini memiliki onset lebih cepat dan

durasi lebih pendek dari sulfonilurea. Kombinasi glinide bersama


metformin efektif menurunkan kadar HbA1c secara signifikan (Koda-

kimble et al., 2009).

f) Inhibitor DPP 4

Inhibitor DPP-4 menghambat proses degradasi GLP-1 dan GIP

(glucose-dependent insulinotropic popypeptide) oleh enzim DPP-4.

GLP-1 dan GIP bertanggungjawab dalam hal sekresi insulin yang

diransang adanya makanan. GLP-1 berfungsi menekan sekresi

glukagon, memperlambat pengosongan lambung, dan menjaga fungsi

sel β pankreas. Hasil akhir dari penggunaan inhibitor DPP-4 adalah

peningkatan kadar GLP-1, GIP, dan insulin tetapi menurunkan kadar

glukagon (Stein et al., 2013).

2.3 Streptozocin

Streptozotocin adalah antibiotik yang diperoleh dari Streptomyces

achromogenes dan secara struktural merupakan turunan glukosamin nitrosourea.

Mekanisme kerja streptozotocin menyebabkan hiperglikemia adalah dengan aksi

sitotoksik atau merusak sel beta pankreas secara langsung. Bagian nitrosourea

bertanggungjawab pada toksisitas sel beta, sementara itu bagian deoksiglukosa

memfasilitasi transpor melalui membran sel. Diabetogenicity atau sifat

diabetogenik pada streptozotocin juga melibatkan pembentukan radikal bebas

dan menghasilkan perubahan scavenger endogen. Streptozotocin juga

menyebabkan alkilasi atau rusaknya rantai DNA, sebagai konsekuensinya

aktivitas enzim poli-ADP-ribosa sintetase meningkat. Enzim tersebut mampu

menurunkan kadar NAD di dalam sel β pankreas sehingga energi tidak terbentuk

dan akhirnya sel akan mati. Streptozotocin lebih banyak disukai sebagai agen

untuk menginduksi diabetes dalam penelitian dibandingkan alloxan karena

memiliki beberapa keuntungan antara lain: waktu paruh relatif lebih panjang (15

menit), durasi hiperglikemia lebih lama, dan pembentukan komplikasi diabetes


yang terkarakterisasi baik dengan insiden ketosis dan mortalitas yang lebih

sedikit. Model hewan diabetes streptozotocin dan alloxan paling banyak

digunakan untuk mendeteksi senyawa-senyawa meliputi produk alami untuk

insulinomimetik, insulinotropik, dan aktivitas hipoglikemia atau antihiperglikemia

lainnya (Srinivasan dan Ramarao, 2007)

2.4 Pengukuran Plasma Insulin dengan ELISA

ELISA merupakan suatu metode pengukuran kuantitatif yang didasarkan pada

konsep reaksi antigen-antibodi, mewakili interaksi kimia antara antibodi yang

diproduksi oleh sel B leukosit dan antigen. ELISA merupakan metode

pengukuran yang sangat sensitif dan selektif untuk analisis antigen, termasuk

protein, peptida, nukleat asam, hormon, herbisida, dan metabolit sekunder

tanaman. Untuk mendeteksi molekul-molekul ini, sebuah antigen atau antibodi

akan diberi label menggunakan enzim, yang disebut enzim immunoassay, di

mana biasanya digunakan alkaline phosphatase (ALP) , horseradish peroxidase

(HRP), dan β-galactosidase. Antigen dalam fase fluida diimobilisasi pada fase

padat, seperti mikrotiter plate yang berisi polistiren kaku, polivinil klorida, dan

polipropilen. Selanjutnya, antigen dibiarkan bereaksi dengan antibodi specific

yang dideteksi oleh antibodi sekunder berlabel enzim. ELISA dapat digunakan

untuk mengukur berbagai macam molekul salah satunya adalah insulin. Insulin

adalah hormon utama yang bertanggung jawab untuk mengendalikan

metabolisme glukosa. Insulin disintesis dalam sel pulau Langerhans sebagai

prekursor, proinsulin, yang diproses untuk membentuk C-peptida dan insulin.

Keduanya disekresikan dalam jumlah yang sama ke dalam sirkulasi portal.

Molekul insulin terdiri dari dua rantai polipeptida, rantai A dan rantai B (masing-

masing 21 dan 30 asam amino). Kedua rantai dihubungkan oleh dua jembatan

disulfida antar-rantai. Ada juga jembatan disulfida intra-rantai di rantai A.

(Sakamoto dkk, 2018)


2.5 Cinnamomum burmanii (Kayu Manis)

2.5.1 Klasifikasi

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Anak Kelas : Magnolidae

Bangsa : Laurales

Suku : Lauraceae

Marga : Cinnamomum

Jenis : Cinnamomum burmanni Ness ex

Tumbuhan kayu manis merupakan spesies dari genus Cinnamomum

dengan famili Lauraceae, berupa tumbuhan berkayu yang umumnya dikenal

sebagai rempah-. Tumbuhan ini tersebar di Asia Tenggara, Cina dan Australia.

Terdapat sekitar 250 spesies yang termasuk genus Cinnamomum. Empat

spesies yang utama adalah Cinnamomum zeylanicum (C. verum: ‘True

cinnamon’, Sri Lanka atau Ceylon cinnamon), C. loureirii (Saigon atau

Vietnamese cinnamon), C. burmanni (Korintje atau Indonesian cinnamon) dan

Cinnamomum aromaticum (Cassia or Chinese cinnamon) . Dalam perdagangan

Cinnamomum burmanii diberi nama Padang Kaneel atau cassiavera . Kulit kayu

manis memiliki bau yang khas, banyak digunakan untuk berbagai keperluan,

seperti penyedap rasa makanan atau kue . Kayumanis berbau wangi dan berasa

manis sehingga dapat dijadikan bahan pembuat sirup dan rasa pedas sebagai

penghangat tubuh. Kayu dari batang kayumanis dapat digunakan untuk berbagai

keperluan seperti bahan bangunan, meubelair, dan kayu bakar (Emilda, 2018)

2.5.2 Senyawa Aktif

Komponen kimia terbesar pada kayumanis adalah alkohol sinamat, kumarin,

asam sinamat, sinamaldehid, antosinin dan minyak atsiri dengan kandungan

gula, protein, lemak sederhana, pektin dan lainnya. Ervina dkk (2016) dalam
Emilda (2018) menyatakan bahwa hasil ekstraksi kulit batang Cinnamomum

burmanii mengandung senyawa antioksidan utama berupa polifenol (tanin,

flavonoid) dan minyak atsiri golongan fenol. Kandungan utama minyak atsiri kayu

manis adalah senyawa Methylhidroxy Calcone Polymer (MHCP), sinamaldehid,

dan polimer procyanidin type-A polymers atau proanthocyanidin Komponen

mayor minyak atsiri yang terkandung pada daun Cinnamomum burmanii adalah

transsinamaldehid (60,17%), eugenol (17,62%) dan kumarin (13,39%).

Identifikasi minyak atsiri batang C. burmannii dengan GC-MS dan LC-MS

menemukan adanya senyawa utama sinamaldehid dan beberapa polifenol

terutama proanthocyanidin dan epi-catechin . Chen et al (2014) dalam Emilda

(2018) menemukan diantara 4 spesies cinnamon yaitu C. burmannii, C. verum,

C. aromaticum, dan C. Loureiroi semua ekstraknya memiliki manfaat kesehatan

yang sama. Yang membedakannya C. burmannii memiliki rasa yang tidak terlalu

pahit seperti C. cassia and C. loureiroi. Tingkat kandungan senyawa aktif pada

tumbuhan bisa berubah tergantung metode yang digunakan dalam proses

ekstraksinya (Emilda, 2018).

2.5.3 Kegunaan Kayu Manis

Bandara et.al (2011) dalam Emilda (2018) menyebutkan bahwwa cinnamon

memiliki kemampuan antimikroba, antifungi, antivirus, antioksidan, antitumor,

penurun tekanan darah, kolesterol dan memiliki senyawa rendah lemak.

Senyawa eugenol dan sinamaldehid memiliki potensi sebagai antibakteri dan

antibiofilm. Kemampuan ekstrak kulit batang cinnamon melawan 5 jenis bakteri

patogen yaitu Bacillus cereus, Listeria monocytogenes, Staphylococcus aureus,

Escherichia coli, dan Salmonella anatum. Ekstrak kayu manis juga dapat

memiliki efek antibakteri terhadap terhadap E. coli dan S. aureus. Senyawa

utama kayu manis yaitu cinnamaldehid mempunyai aktifitas antidiabetes dan

senyawa trans-cinnamaldehyde (TCA) yang memiliki kemampuan menghambat


proliferasi human NPC cell. aktifitas α glucosidase, pengaruh pada

glukoneogenesis, dan pengosongan lambung.

2.5.4 Kayu Manis Sebagai Terapi Diabetes Mellitus

Kayu manis mengandung senyawa yang disebut sebagai insulin mimetic yaitu

senyawa yang mempunyai kerja seperti insulin. Efek antihipertensi dalam kayu

manis dihasilkan oleh senyawa yang disebut cinnamaldehid yang mampu

menghasilkan potensiasi insulin dari sel beta pancreas pulau Langerhans.

Beberapa studi terkait efek dari pemberian esensial oil kayu manis menunjukkan

adanya penurunan kadar gula darah pada tikus model diabetes dimana hal ini

disebabkan karena adanya peningkatan sekresi insulin dengan meregenerasi sel

β pankreas yang rusak pada tikus diabetes yang diinduksi oleh alloxan. Senyawa

lain dari kayu manis seperti flavonoid, steroid, terpenoid dan asam fenol juga

mempunyai peran sebagai antidiabetes. Efek dapat menurunkan kadar gula

darah dari kayu manis dapat dikaitkan dengan mekanisme pancreas

(meningkatkan sekresi insulin) dan ektra pancreas. Penurunan kadar glukosa ini

disebabkan oleh adanya senyawa utama pada kayu manis yaitu cinnamaldehid

(Plumeriastuti dkk, 2019) Mekanisme aktifitas antidiabetes dari cinnamon masih

diperdebatkan, namun diduga aktifitas cinnamon berpebgaruh pada beberapa

jalur sinyal insulin yaitu pada reseptor insulin, glucose transporter 4 (GLUT 4),

glucose transporter-1 (GLUT-1), glucagon-like peptide-1 (GLP-1),

Peroxisomeproliferator activator receptor (PPAR), aktifitas α glucosidase, dan

pengaruh pada glukoneogenesis.


Gambar 2. Mekanisme molekul cinnamon mendesak aktifitas hipoglikemia

(Keterangan: PK: Pyruvate Kinase, PEPCK: Phosphoenol Carboxy Kinase,

PPAR-gamma: Peroxisome Proloferator Activated-Receptor gamma, WAT: White

Adipose Tissue, ACO: Acyl-CoA Oxidase, GLUT-4: Glucose transporting protein

4, LPL: Lipoprotein lipase, CD36:Fatty Acid Transporter)


BAB III

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangkan Konsep

Diabetes Mellitus Cinnamaldehid Cinnamomum burmanii


(Kayu Manis)

Glukosa banyak di luar sel Efek antidiabetes


diluarsel
Insulin mimetic Ekstrak Kayu Manis

Kerusakan sel B pankreas

Insulin Sediaan Polymeriric-


lipid Nanoparticle

Defisiensi insulin Resistensi Insulin

Gambar 1. Kerangka Konsep

Keterangan

= Perlakuan

= Menghambat

= Petunjuk akhir yang terjadi

= Jalur
Diabetes Mellitus merupakan suatu kondisi dimana glukosa tidak
dapat masuk ke dalam sel akibat dari kegagaln insulin untuk mengangkut
glukosa masuk ke dalam sel sehingga kadar glukosa diluar sel atau di
plasma meningkat. Diabetes tipe 2 ditandai dengan gangguan sekresi
insulin maupun resistensi insulin. Ketika terjadi resistensi insulin,
penggunaan insulin oleh jaringan terganggu , produksi glukosa hepatic
meningkat dan menyebabkan terjadinya akumulsi berlebih glukosa dalam
sirkulasi darah (hiperglikemia). Kondisi hiperglikemia menstimulasi
pancreas untuk memproduksi insulin sebagai upaya untuk mengatasi
resistensi insulin. Keadaan tersebut memicu terjadinya resistensi insulin.
Pankreas yang terus menerus dipicu untuk mengeluarkan insulin lama
kelamaan akan mengalami kerusakan sehingga berkurangnya sekresi
insulin yang ditandai dengan kadar plasma insulin rendah.

Kayu manis diketahui memiliki efek sebagai antidiabetes dari


senyawa utama yang dimilikinya yaitu Methylhidroxy Calcone Polymer
(MHCP), sinamaldehid, dan polimer procyanidin type-A polymers
atau proanthocyanidin. Methylhidroxy Calcone Polymer (MHCP) yang
merupakan golongan flavonoid yang memiliki efek seperti insulin
(insulin mimetic), sinamaldehid yang mempunyai memiliki sebagai
antioksidan, serta polimer procyanidin type-A polymers yang
merupakan jenis polifenol yang mampu mencegah terbentuknya
advanced glycation-end product (AGE) dimana seperti diketahui
bahwa adanya AGE produk dapat menginisiasi produksi gula
darah tinggi yang berkaitan dengan produksi reactive oxygen species
(ROS).

Namun, diketahui bahwa kandungan yang dimiliki oleh kayu manis


bersifat hidrofobik sehingga susah untuk diabsorbsi secara sempurna
oleh sistem pencernaan dan berpengarih pada bioavailabilitas obat di
dalam tubuh. Oleh karena itu diperlukan adanya modifikasi sistem
pengantaran sediaan untuk memperbaiki profil farmakokinetik dari ekstrak
kayu manis sehingga efek yang diiingin bisa maksimal sebagai
antidiabetes. Salah satu bentuk modifikasi system pengantaran obat yaitu
dengan Polymeric-lipid nanoparticle. Sistem pengantaran obat polymer-
lipid hybrid nanoparticle (PLN) dapat meningkatkan enkapsulasi dari obat
yang bersifat hidrofobik sehingga dapat meningkatkan bioavailabilitas
obat .

3.2 Hipotesis penelitian

Ekstrak kayu manis yang diformulasi menjadi Polymeric-lipid

Nanoparticle sebagai sistem penghantaran obat dapat memberikan pengaruh

peningkatan kadar insulin plasma pada tikus wistar jantan model diabetes melitus

yang diinduksi diet tinggi lemak dan streptozotocin.


BAB 4
METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian


Penelitian ini dilakukan dengan rancangan eksperimen sebenarnya (True
Experimental Design) menggunakan jenis pre-post test dengan kelompok kontrol.
Subjek dipilih secara acak untuk pengelompokan dan pemberian perlakuan karena
hewan coba, tempat percobaan, dan bahan yang digunakan dianggap sama. Metode
pemilihan sampel dilakukan secara acak sederhana (Simple Random Sampling),
karena setiap populasi memiliki kesempatan yang sama untuk dijadikan sampel.
Teknik pengambilan sampel secara acak sederhana ini menggunakan angka acak
(random number).

4.2 Subjek Penelitian


Subjek penelitian adalah tikus wistar jantan model diabetes mellitus

4.2.1 Kriteria Inklusi dan Eksklusi

4.2.1.1 Kriteria Inklusi


Tikus yang digunakan sebagai subjek penelitian harus memiliki
ciri-ciri:
 Tikus putih (Rattus novergicus) wistar
 Jenis kelamin jantan
 Umur 8-10 minggu
 Berat badan 150-200 gram
 Tikus aktif , sehat, dan mau makan

4.2.1.2 Kriteria Eksklusi


Tikus yang digunakan sebagai subjek penelitian tidak boleh
memiliki ciri-ciri:
 Tikus dengan perubahan kondisi, seperti sakit
 Tikus dengan cacat fisik
 Tikus mati
 Tikus mengalami diabetes mellitus sebelum diinduksi STZ

4.2.2 Pembagian Kelompok Perlakuan


Sampel tikus sebanyak 40 ekor diletakkan dalam satu wadah besar.
Kemudian dilakukan pembagian kelompok dengan menggunakan teknik simple
random sampling. Sampel dibagi menjadi 8 kelompok dan masing-masing
kelompok terdiri atas 5 ekor tikus yang ditempatkan dalam wadah kecil.
Pembagian kelompok ialah sebagai berikut:
- K1, yaitu tikus yang tidak diinduksi diabetes dan diberi diet normal
(kelompok kontrol negatif).
- K2, yaitu tikus yang diinduksi diabetes dengan STZ 35 mg/kg/bb disertai
pemberian nanopartikel polimer-lipid blanko tanpa ekstrak kayu manis
(kelompok kontrol positif).
- P1, yaitu tikus yang diinduksi diabetes dengan STZ 35 mg/kg/bb disertai
pemberian nanopartikel-lipid dosis ekstrak kayu manis 30 mg/kg BB/hari
- P2, yaitu tikus yang diinduksi diabetes dengan STZ 35 mg/kg/bb disertai
pemberian nanopartikel dosis ekstrak kayu manis 100 mg/kg BB/hari
- P3, yaitu tikus yang diinduksi diabetes dengan STZ 35 mg/kg/bb disertai
pemberian nanopartikel dosis ekstrak kayu manis 300 mg/kg BB/hari
- P1CE, yaitu tikus yang diinduksi diabetes dengan STZ 35 mg/kg/bb disertai
pemberian ekstrak kayu manis 9mg/kgBB/hari tanpa diformulasikan dalam
polimer lipid
- P2CE, yaitu tikus yang diinduksi diabetes dengan STZ 35 mg/kg/bb
disertai pemberian ekstrak kayu manis 18mg/kgBB/hari tanpa
diformulasikan dalam polimer lipid
- P3CE, yaitu tikus yang diinduksi diabetes dengan STZ 35 mg/kg/bb
disertai pemberian ekstrak kayu manis 36mg/kgBB/hari tanpa
diformulasikan dalam polimer lipid

4.2.3 Estimasi Jumlah Sampel Penelitian


Penelitian menggunakan tiga macam perlakuan dengan dua kelompok
sebagai kontrol, jumlah hewan coba untuk masing-masing perlakuan dapat
dihitung dengan rumus Federer (Federer, 1991):

(𝑛 − 1)(𝑡 − 1) ≥ 15

Keterangan :
n = jumlah sampel tiap kelompok
t = jumlah kelompok
15 = nilai deviasi

Perhitungan dapat dilakukan :


{(n – 1) (t – 1)} 15
{(n – 1) 7 15
7n – 7 15
7n 22
n = 3,1
Perhitungan jumlah tikus untuk setiap kelompok adalah sebagai berikut:
(t-1) (r-1) ≥ 15, dimana t adalah jumlah perlakuan dan r adalah jumlah
pengulangan. Dalam penelitian ini ada 8 perlakuan, maka setiap kelompok ada
sekitar 3,1 ~ 4 ekor tikus. Namun untuk antisipasi adanya tikus mati selama
penelitian maka setiap kelompok dilebihkan menjadi 5 ekor. Penambahan
sampel tikus bertujuan untuk mencegah terjadinya loss of sample pada
penelitian ini.

4.3 Variabel Penelitian


Variabel bebas yang terdapat pada penelitian ini adalah nanoparticle lipid
ekstrak kayu manis dan ekstrak kayu manis dengan dosis pemberian 9
mg/kgBB, 18 mg/kgBB, dan 36 mg/kgBB yang diberikan setiap hari selama 28
hari secara per oral (sonde). Variabel terikat pada penelitian ini adalah kadar
insulin plasma.

4.4 Lokasi dan Waktu Penelitian

Waktu penelitian dilakukan pada bulan Maret hingga April 2019. Lokasi
yang digunakan untuk penelitian ini tercantum pada tabel 4.1:

Tabel 4.1 Lokasi Penelitian

No. Perlakuan Lokasi

1. - Pembuatan ekstrak kayu manis dan Laboratorium


nanopartikel polymeric-lipid ekstrak kayu Farmasetika Prodi
manis Farmasi FKUB
- Uji Karakterisasi nanopartikel polymeric-
lipid ekstrak kayu manis
2. - Pemeliharaan hewan coba Institute Biosains
- Penginduksian streptozotocin dosis Universitas Brawijaya
tunggal 35 mg/kgBB
- pemberian ekstrak kayu manis dan
nanopatikel polymeric-lipid ekstrak kayu
manis dosis 9 mg/kgBB ; 18 mg/kgBB;
36mg/kgBB.
- Pengambilan sampel darah
- Penimbangan berat badan tikus
- Pengambilan organ hati dan pancreas

3 Pengukuran kadar GDP dan GD2PP Institute Biosains


Universitas Brawijaya

4. -Pengukuran kadar insulin Laboratorium Sentral


- Pengukuran kadar glikogen hati Ilmu Hayati Universitas
Brawijaya
5. Pengukuran kadar serum kreatinin Laboratorium Kimia
Farmasi FKUB

6. Pengamatan preparat histopatologi sel Laboratorium Biomedik


pancreas dan sel hepar FKUB

7. Pengukuran kadar kolesterol total

4.5 Bahan dan Alat Penelitian


4.5.1 Bahan Penelitian
Tabel 4.2 Bahan-bahan Penelitian

Tahap Penelitian Bahan

Ekstraksi Ekstrak Serbuk kayu manis (Cinnamomum burmanii) ,


Kayumanis air dengan perbandingan 10:1

Pembuatan nanopartikel Poly(D,L-lactide-co


polymeric-lipid ekstrak glycolide)(PLGA,lactide:glycolide 50:50 Mw 5-10
kayu manis kDa), Egg phosphatidylcholine (Egg PC),
Lecitin, Linear polyethylenimine (PEI, Mw 25
kDa), Chitosan, Pectin, Poloxamer 188 (F68),
Aceton, Methanol, Acetonitril, DMSO, simplisia
kulit kayu manis (Cinnamomum burmanii)

Pakan normal hewan campuran bahan corn starch (60%), 20%


coba (25 gram/ekor/hari) casein, 0.7% methionine, 5% groundnut oil,
10.5% wheat bran, dan 3.5% campuran garam
serta air minum ad libitum

Induksi streptozotocin 312 gram streptozotocin, 50 mM sodium citrate


buffer (enzyme grade; Fisher) pH 4.5

Pengukuran Kadar 75 µL Working Strength Conjugate, 350 μL


Insulin Wash Buffer, 100 µL TMB substrat, 100 µL Stop
Solution, sampel darah

4.5.2 Alat Penelitian


Tabel 4.3 Peralatan Penelitian
Tahap Penelitian Alat
Kandang + tutup anyaman kawat, botol
Pemeliharaan hewan coba
air, rak tempat kendang

1-ml syringes 23-G needles


Induksi diabetes mellitus
Oven, kain flannel, vakum , Kromatografi
Ekstraksi Ekstrak Kayu
Lapis Tipis
manis
Ultrasonic, homogenizer (Ultraturax, IKA),
Pembuatan Pembuatan
magnetic stirrer, sentrifuge, beaker glass,
nanopartikel polymeric-
gelas ukur, pipet tetes.
lipid ekstrak kayu manis
Beaker glass, batang pengaduk, sonde
Pemberian ekstrak kayu
manis
1-ml syringes 23-G needles, heparin, tris
Pengambilan organ tikus
buffer Timbangan berat manual SF-400.
dan penimbangan

Lemari es, labu ukur, pipet ukur, vial,


Pengukuran kadar insulin
microplate strip, mikroplate shaker ,
ELISA KIT

4.6 Definisi Operasional


a) Cinnamon merupakan tumbuhan tropis berkayu dan bagian yang
digunakan untuk penggunaan sebagai makanan maupun obat
tradisional adalah kulit kayu yang dikeringkan. Penggunaannya
sebagai bahan tambahan pada makanan adalah karena kulit kayu
manis menghasilkan aroma dan perasa pada makanan. Penamaan C.
burmanii disebut juga sebagai Indonesian cassia, Batavia cassia, atau
Padang cassia
b) Nanopartikel hibrida-lipid polimer (PLN) adalah sistem pengantaran
obat berbasis nanopartikel yang terbuat dari polimer dan lipid. PLN
terdiri dari inti polimer hidrofobik atau hidrofilik yang kelarutannya
rendah dalam air atau sangat larut dalam air . Lapisan lipid yang
mengelilingi inti bertindak sebagai kulit dengan biokompatibel yang
sangat tinggi yang dapat menyebabkan terjadinya retensi obat di
dalam inti polimer dengan bertindak sebagai pagar molekul . Inti
polimer dan kulit lipid dikaitkan dengan Van der Waal dan interaksi
hidrofobik (Momin dkk, 2018)
c) Streptozotocin (STZ) adalah obat yang bekerja pada sel beta pankreas
dengan cara merusak DNA (DNA Alkylating) yang ditandai adanya
perubahan pada insulin darah dan konsentrasi glukosa.
d) Glukosa darah puasa ……..
e) Glukosa Darah 2 jam Post prandial adalah Kadar glukosa dalam darah
di dapat dari hasil pemeriksaan GD2PP (Gula Darah 2 Jam
setelahmakan) menggunakan alat glukotest
f) Kreatinin adalah produk akhir dari metabolisme protein otot.
Konsentrasinya dalam plasma relative konstan dari hari ke hari.
Peningkatan kadar serum kreatinin mengindikasikan adanya
penurunan fungsi ginjal.
g) Kadar serum kreatinin adalah kadar kreatinin dalam serum yang
dianalisis menggunakan metode Jaffe yaitu berdasarkan reaksi antara
kreatinin dengan pikrat dalam suasana basa dan diukur menggunakan
spektofotometri dengan mengukur serapan absorbansi pada panjang
gelombang tertentu dengan skala data numerik
h) Kolesterol adalah lipid amfipatik dan merupakan komponen structural
essensial pada membrane dan lapisan luar lipoprotein serum. Di dalam
serum, kolesterol diangkut di dalam lipoprotein dan pada manusia
proporsi tertinggi terdapat pada LDL. Sebagian kolesterol disekresikan
oleh hati dalam bentuk VLDL, dipertahankan selama pembentukan
LDL dan akhirnya LDL yang diserap oleh reseptor LDL yang ada di hati
dan jaringan ekstrahepatik
i) Kadar kolesterol serum adalah kadar kolesterol total yang diambil dari
serum darah tikus wistar jantan yang telah diberikan perlakuan selama
13 minggu dengan metode enzimatik fotometrikCHOD-PAP satuan
ukuran berupa mg/dl dan skala Rasi. Tikus dinyatakan
hiperkolesterolemia jika kadar serum kolesterolnya 54 mg/dl
j) Insulin adalah hormon peptida asam amino 53 yang diproduksi oleh β-
sel pulau pankreas Langerhans. Produk terjemahan utama dari gen
adalah peptida yang lebih besar yang disebut preproinsulin. Ini terdiri
dari dua rantai terpisah, rantai A dan rantai B, dihubungkan oleh dua
disulfida obligasi. Baik proinsulin dan insulin dikeluarkan ke dalam
sirkulasi plasma yang disebut dengan insulin plasma tetapi proinsulin
hanya memiliki sekitar 1% dari aktivitas biologis insulin. Hormon insulin
berperan dalam pengambilan glukosa darah ke dalam sel. Oleh karena
itu apabila kadar insulin plasma menurun atau berkurang maka akan
semakin banyak glukosa darah yang menyebabkan kondisi yang
disebut diabetess mellitus
k) Kadar insulin plasma adalah Pengukuran sampel darah plasma
menggunakan ELISA KIT dengan satuan ukuran µu/mld dan skala
data numerik.
l) Analisis histopatologi merupakan analisis mikroskopis dimana blok
jaringan didapatkan dengan memotong bagian hewan untuk dilakukan
pemeriksaan struktural pada sel, jaringan, dan organ. Unsur tersebut
tidak terlihat jelas secara makroskopik sehingga harus ditinjau secara
mikroskopis dalam hal ini menggunakan Light Microscopy.
m) Pengamatan Histopatologi dari sel hati dan sel pancreas adalah profil
pankreas yang diukur dari kerusakan pada islet pankreas (sel beta)
secara histopatologi dan profil hepar yang diukur dari adanya inflamasi
pada sel liver secara histopatologi.
n) Glikogen adalah polimer molekul glukosa yang berperan sebagai
cadangan energi. Kadar glikogen mempunyai peran dalampemantauan
pemberian terapi pada DM
o) Kadar glikogen hati adalah kadar gula yang tersimpan dalam hati yang
terukur dalam satuan mg/100gr dan diukur dengan menggunakan
colorimeter pada panjang gelombang 612mu.
4.7 Prosedur Penelitian dan Pengumpulan Data
4.7.1 Prosedur Penelitian
4.7.1.1 Ekstraksi Cinnamon Extract (CE)
1. Serbuk kayu manis (Cinnamomum burmanii) didispersikan
dalam air dengan perbandingan 10:1 pada suhu 40 0C.
2. Maserasi dilakukan selama 24 jam dan dipertahankan suhunya
sambil dilakukan pengadukan.
3. Supernatan kemudian difilter menggunakan kain flanel dan
dipindahkan kedalam wadah lain lalu dilakukan evaporasi
pelarut menggunakan vakum.
4. Ekstrak kental yang diperoleh kemudian dievaluasi
karakteristiknya, yaitu rendemen ekstrak, viskositas, identifikasi
kandungan golongan fitokimia ekstrak menggunakan
Kromatografi Lapis Tipis

4.7.1.2 Preparasi Nanopartikel Polimer-Lipid Ekstrak Kayu


Manis (NP-CE)
1. Preparasi NP-CE dilakukan dengan menggunakan teknik nano-
precipitation (Kumar, dkk., 2015; Govender, dkk., 1999). PLGA,
Egg PC dan CE dilarutkan dalam acetone-methanol (3:2, v/v)
yang selanjutnya disebut sebagai fase organik.
2. Linear polyethylenimine (PEI) dilarutkan dalam larutan aqueous
F68 (1%, w/v) menggunakan bantuan ultrasonik dan hasilnya
disebut sebagai fase aqueous.
3. Fase organik kemudian ditambahkan tetes demi tetes ke dalam
fase aqueous dengan rasio minyak-air 1:15 (v/v) lalu
dihomogenkan menggunakan homogenizer (Ultraturax, IKA)
pada kecepatan 22,000 rpm selama 30 detik.
4. Campuran tersebut dilanjutkan pengadukannya menggunakan
magnetic stirrer pada suhu ruangan selama 24 jam untuk
menguapkan komponen pelarut organik.
5. Berikutnya dilakukan sentrifugasi untuk memisahkan agregat
berukuran besar pada 5.000 rpm selama 10 menit.
6. Selanjutnya dilakukan sentrifugasi pada 15.000 rpm selama
15 menit. Supernatan yang dihasilkan diambil dan ini
merupakan bagian yang mengandung NP-CE.
7. Selanjutnya dibilas menggunakan larutan Tween-80 (0.1%,
w/v) untuk menghilangkan CE yang tidak terenkapsulasi atau
polimer bebas. Dalam penelitian ini akan dilakukan optimasi
jenis polimer-lipid yang paling optimal dalam menghasilkan
polimeric lipid nanoparticle berdasarkan ukuran partikel dan
entrapment efficiency. Variabel jenis polimernya adalah PEI,
chitosan, dan pektin, sedangkan variabel jenis lipidnya adalah
egg phosphatidylcholine (Egg PC) dan lesitin

4.7.1.3 Persiapan Hewan Coba


1. Seleksi hewan yang digunakan sebagai model sesuai dengan
kriteria yang telah ditetapkan yaitu tikus putih strain wistar.
2. Lima hari sebelum eksperimen, tikus dikondisikan dalam
kandang pada kondisi suhu 24°C ± 1°C dengan kelembapan
relatif dalam ruangan 55% ± 5%. Siklus terang-gelap dalam
ruangan adalah 12 jam. Setiap kandang berisi 1 tikus. Pada
saat pengkondisian ini tikus diberi minum dan makan diet
normal.
3. Tikus ditimbang lalu di kelompokkan secara acak ke dalam
kelompok kontrol dan eksperimen. Jumlah tikus sama untuk
masing-masing kelompok.
4. Rancangan kelompok kontrol dan eksperimen dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
- K1, yaitu tikus yang tidak diinduksi diabetes dan diberi diet
normal (kelompok kontrol negatif).
- K2, yaitu tikus yang diinduksi diabetes dengan STZ 35
mg/kg/bb disertai pemberian nanopartikel polimer-lipid blanko
tanpa ekstrak kayu manis (kelompok kontrol positif).
- P1, yaitu tikus yang diinduksi diabetes dengan STZ 35 mg/kg/bb
disertai pemberian nanopartikel-lipid dosis ekstrak kayu manis 9
mg/kg BB/hari
- P2, yaitu tikus yang diinduksi diabetes dengan STZ 35 mg/kg/bb
disertai pemberian nanopartikel dosis ekstrak kayu manis 18
mg/kg BB/hari
- P3, yaitu tikus yang diinduksi diabetes dengan STZ 35 mg/kg/bb
disertai pemberian nanopartikel dosis ekstrak kayu manis 36
mg/kg BB/hari
- P1CE, yaitu tikus yang diinduksi diabetes dengan STZ 35
mg/kg/bb disertai pemberian ekstrak kayu manis 9mg/kg BB/hari
tanpa diformulasikan dalam polimer lipid
- P2CE, yaitu tikus yang diinduksi diabetes dengan STZ 35
mg/kg/bb disertai pemberian ekstrak kayu manis 18mg/kg BB/hari
tanpa diformulasikan dalam polimer lipid
- P3CE, yaitu tikus yang diinduksi diabetes dengan STZ 35
mg/kg/bb disertai pemberian ekstrak kayu manis 36mg/kg BB/hari
tanpa diformulasikan dalam polimer lipid
4.7.1.4 Menginduksi tikus dengan streptozotocin
1. Induksi diabetes pada tikus dilakukan dengan cara pemberian
injeksi STZ secara intraperitonial. Semua kelompok tikus
dikondisikan dengan tidak diberi makan dan hanya diberi
minum selama 12 jam dan dilanjutkan dengan pemberian
injeksi tunggal intraperitonial (i.p) STZ dengan dosis 35
mg/kgBB. Diabetes dikonfirmasikan pada tikus yang diinduksi
dengan STZ dengan mengukur kadar glukosa darah puasa
setelah 48 jam induksi. Setelah 24 jam, tikus yang diinduksi
STZ diberikan larutan glukosa 5% dengan dosis 2 mL/kgBB
untuk mencegah kematian tikus akibat hipoglikemia. Tikus
dengan gula darah > 200 mg/dL dinyatakan sebagai tikus
diabetes dan dilanjutkan dengan pembagian kelompok secara
acak. Tikus yang telah dipastikan diabetes dikondisikan selama
5 hari sebelum perlakuan diberikan.
2. Setelah tikus mencapai kondisi diabetes, kemudian diberikan
formula NP-CE atau ekstrak kayu manis sesuai dosis yang
ditetapkan pada masing-masing kelompok perlakuan. Untuk
kelompok kontrol normal hanya diberikan nanopartikel tanpa
ekstrak kayu manis. Hari pertama saat tikus mendapatkan
perlakuan ditetapkan sebagai H0.
3. Kadar glukosa darah tikus dicek pada H1, H7, H14, H21 dan
H28 Kadar glukosa yang dicek adalah fasting blood glucose
dan 2 jam postload glucose. Untuk postload glucose, tikus tidak
diberi makan selama 12 jam (semalam) dengan tetap diberi
minum. Setelah dilakukan pengambilan sampel fasting blood,
berikutnya tikus diberi larutan glukosa 2 g/kg BB secara oral.
Dua jam setelah pemberian glukosa tersebut, darah tikus dicek
kadar glukosanya. Bobot tikus dicatat tiap minggu.
4. Pada akhir perlakuan tikus dibius dengan cara menggunakan
ketamin 40 mg/kgBB secara i.m. Sampel darah diambil di
bagian jantung sebanyak 3 mL untuk mengevaluasi kadar
insulin, triglycerides, total cholesterol, high density lipoprotein,
low density lipoprotein, dan serum kreatinin. Kemudian tikus
yang telah mati dikuburkan.
5. Tikus dibedah lalu diambil organnya, yaitu liver dan pankreas.
Masing-masing organ/jaringan tersebut dihomogenkan dalam
0.1M Tris-Hcl bufer, pH 7.4 dan diuji kadar hexokinase, glucose
6-phosphatase, fructose-1,6-bisphosphatase, glucose-6-
phosphate dehydrogenasedan glycogen. Kemudian diamati
histologinya (Xiang dan Jiu, 2010). Preparasi dan pengamatan
histologi dilakukan Laboratorium Patologi Anatomi Fakultas
Kedokteran Universitas Brawijaya.

4.7.1.5 Pengukuran Plasma Insulin


1. Preparasi sampel
a. Spesimen darah dikumpulkan dan disimpan dalam lemari es suhu
2-8ºC.
b. Jauhi siklus multiple freeze-thaw cycles
Sampel plasma digunakan pada uji ini dan tidak dibutuhkan pelarutan
sampel. Namun apabila sampel memiliki konsentrasi insulin yang lebih
tinggi dari standard yang tertinggi, sampel harus diencerkan dengan
standard Zero dan analisis harus diulangi
2. Preparasi reagen
a. Conjugate Stock
- Conjugate stock harus diencerkan dengan 10 bagian
Buffer Konjugat.
b. Wash Buffer Concentrate
- Diencerkn dengan 20 bagian air suling
c. Control
- Tersedia dalam bentuk terliofilisasi.
- Tutup vial dengan sumbat karet dan tutupnya, aduk perlahan vial
vial tersebut, dan tunggu sampai 30 menit sebelum digunakan.
- Isi vial harus dalam larutan tanpa partikulat yang terlihat.
- Kontrol yang dilarutkan stabil selama 7 hari dan disimpan
pada 2-8ºC.
- Jika diinginkan, kontrol dapat disimpan pada ≤ -20 ºC dalam
alikuot hingga 6 bulan.
- Kontrol tidak boleh dibekukan berulang kali dan dicairkan
3. Prosedur Uji
Semua reagendan microplate strip harus berada pada suhu ruang
(18 – 25ºC)
a. Masing-masing standard, control dan sampel diambil 10µL
diletakkan dalam sumur mikroplate
b. Dipipet 75 µL Working Strength Conjugate pada masing-masing
sumur, campurkan
c. Mikroplate ditutup dengan plate sealer dan diinkubasi selama 2
jam pada suhu ruang, diaduk dengan mikroplate shaker
kecepatan 700 – 900 rpm
d. Tuang isi sumur dan cuci mikroplate 6 kali dengan 350 μL Wash
Buffer di tiap sumur menggunakan mesin cuci pelat mikro
e. Ditambahkan 100 µL TMB substrat kedalam masing-masing sumur
f. Mikroplate ditutup dengan plate sealer dan diinkubasi selama 15
pada suhu ruang, diaduk dengan mikroplate shaker kecepatan
700 – 900 rpm
g. Ditambahkan 100 µL Stop Solution pada masin-masing sumur dan
goyangkan mikroplate secara perlahan untuk mencampur semua
larutan. Hilangkan gelembung yang terbentuk sebelum
melanjutkan ke tahap berikutnya.
e. Letakkan mikroplate pada microplate reader (ELISA Reader) pada
absorbansi 450 nm.
1.7 Alur Penelitian

Persiapan alat bahan dan hewan coba

40 ekor tikus putih Jantan Strain Wistar (@5 Ekor tiap kelompok)

Randomisasi

Kelompok I Kelompok II Kelompok III Kelompok IV Kelompok V Kelompok VI Kelompok VII Kelompok VIII
Kontrol Negatif Kontrol Positif Perlakuan I Perlakuan II Perlakuan III Perlakuan IV Perlakuan V Perlakuan VI
(K1) (K2) (P1) (P2) (P3) (P1CE) (P2CE) (P3CE)

Induksi STZ 2 kali dengan dosis 35 mg/kg BB, intraperitonial, dikondisikan selama 5 hari

Mengukur kadar glukosa darah puasa

Kelompok I Kelompok II Kelompok III Kelompok IV Kelompok V Kelompok VI Kelompok VII Kelompok VIII
K1 K+ P3CE P3CE P3CE P3CE P3CE P3CE
STZ (-) STZ (+) STZ (+) STZ (+) STZ (+) STZ (+) STZ (+) STZ (+)
Placebo E.Kayu Manis E.Kayu Manis E.Kayu Manis E.Kayu Manis E.Kayu Manis E.Kayu Manis
Dosis Dosis Dosis Dosis Dosis Dosis
mg/kgBB/hari mg/kgBB/hari mg/kgBB/hari mg/kgBB/hari mg/kgBB/hari mg/kgBB/hari

Pengukuran profil glukosa darah setelah pemberian ekstrak tiap 2 jam (H1,H7, H14, H21, dan H28)

Terapi dilanjutkan hingga H28

Tes glukosa darah puasa dan 2 jam setelah makan akhir pada H28

Pada hari ke-28 dilakukan pengambilan darah lewat jantung, pembedahan,dan diambil organ hati dan pankreas

Pengukuran kadar glikogen hati, kadar serum kreatinin, kadar insulin, kadar kolestrol total dan preparasi untuk
analisa histopatologi sel hati dan pancreas

Analisis Data

Gambar 4.1 Alur Penelitian


4.9 Pengolahan dan Analisis Data
Semua data yang diperoleh disajikan dalam rerata ± SD. Analisis statistik
untuk mengetahui tingkat signifikansi antar kelompok menggunakan uji yang
digunakan One-Way Annova dan dilanjutkan dengan analisis Post Hoc
(Dunnett’s t‑test). Apabila diperoleh p > 0,05 artinya tidak ada perbedaan yang
nyata, sebaliknya bila p < 0,05 menunjukkan ada perbedaan yang bermakna.
DAFTAR PUSTAKA

American Diabetes Association (ADA). 2011. Position Statement: Diagnosis and

Classification of Diabetes Mellitus. Diabetes Care, Volume 34,

Supplement 1, Januari 2011.

American Diabetes Association. 2016. Diabetes Care. The Journal of Clinical and

Applied Research and Education. Vol. 39 : 1 – 20.

Dipiro, JT, Talbert, RL, Yee, GC, Matzke, GR, Wells, BG, Posey, LM 2008,

Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach, 7th edn, The McGraw-Hill

Companies, USA.

Emilda, 2018. EFEK SENYAWA BIOAKTIF KAYU MANIS Cinnamomum

burmanii NEES EX.BL.) TERHADAP DIABETES MELITUS: KAJIAN

PUSTAKA. Jurnal Fitofarmaka Indonesia. 5(1) 246-252.

Inzucchi, SE et al. 2012. Management of Hyperglycemia in Type 2 Diabetes: A

Patient-Centered Approach; Position Statement of the American

Diabetes Association (ADA) and the European Association for the

Study of Diabetes (EASD). Diabetes Care, Volume 35, June 2012.

Katzung, BG, Susan BM, and Anthony JT. 2012. Basic and Clinical

Pharmacology 12th edition; Chapter 41: Pancreatic Hormones and

Antidiabetic Drugs. The McGraw-Hill Companies, Inc., USA, p. 743-768.

Koda-Kimble, M.A., Lloyd Y.Y., Brian K.A., Robin L.C., B. Joseph G., Wayne

A.K., and Bradley R. W. 2009. Applied Therapeutics: The Clinical Use Of

Drugs, 9th Edition. Lippincott Williams & Wilkins.


Lathifah, Nur Lailatul. 2017. HUBUNGAN DURASI PENYAKIT DAN KADAR

GULA DARAH DENGAN KELUHAN SUBYEKTIF PENDERITA

DIABETES MELITUS. Jurnal Berkala Epidemiologi. Vol.5 (2) : 231-

239.

Meidikayanti1, Wulan., Chatarina Umbul Wahyuni. 2017. HUBUNGAN

DUKUNGAN KELUARGA DENGAN KUALITAS HIDUP

DIABETES MELITUS TIPE 2 DI PUSKESMAS PADEMAWU. Jurnal

Berkala Epidemiologi. Volume 5 (2):240-252 .

Olokoba, A, Obateru, OA & Olokoba LB 2012, ‘Type 2 Diabetes Mellitus: A

Review of Current Trends,’ Oman Medical Journal, vol. 27, no. 4, pp. 269-

273.

Olokoba, A, Obateru, OA & Olokoba LB 2012, ‘Type 2 Diabetes Mellitus: A

Review of Current Trends,’ Oman Medical Journal, vol. 27, no. 4, pp. 269-

273.

Perkeni. 2011. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe

2 di Indonesia. Jakarta: Perkumpulan Endokrinologi Indonesia.

Plumeriastuti1, Hani., Budiastuti., Mustofa Helmi Effendi3., Budiarto. 2019.

Identification of bioactive compound of the essential oils of

Cinnamomum burmannii from several areas in Indonesia by gas

chromatography–mass spectrometry method for antidiabetic potential.

National Journal of Physiology, Pharmacy and Pharmacology. Vol 9

(3) : 279 – 282.


Punthakee, Zubin., Ronald Goldenberg MD., Pamela Katz . 2018. Definition,

Classification and Diagnosis of Diabetes, Prediabetes and

Metabolic Syndrome. Canadian Journal of Diabetes. Vol. 42 : 10–15.

Seino, Y et al. 2010. Report of the Committee on the Classification and

Diagnostic Criteria of Diabetes Mellitus; The Committee of The Japan

Diabetes Society on the Diagnostic Criteria of Diabetes Mellitus. Diabetol

Int (2010) 1:2-20

Stein, SA, Elizabeth ML, dan Stephen ND. 2013. A Review of the Efficacy and

Safety of Oral Antidiabetic Drugs. National Institute of Health, Expert Opin

Drug Saf. 12(2): 153-175.

Srinivasan B, Viswanad B, Asrat L, Kaul CL, and Ramarao P. Combination of

High-Fat Diet-Fed and Low-Dose Streptozocin-Treated Rat: A Model for

Type 2 Diabetes and Pharmacological Screening. Pharmacological

Research, 2005; 52: 313–320.

Sakamoto, Seiichi · Waraporn Putalun· Sornkanok Vimolmangkang · Waranyoo

Phoolcharoen ·

Yukihiro Shoyama · Hiroyuki Tanaka · Satoshi Morimoto. 2018.

Enzyme-linked immunosorbent assay for the quantitative/qualitative

analysis of plant secondary metabolites. Journal of Natural Medicines

72:32–42.

World Health Organization 2012. Diabetes fact and sheet No. 132, diakses

tanggal 25 November 2012

<http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs312/en/index.html>

Anda mungkin juga menyukai