Anda di halaman 1dari 41

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1

Latar belakang
Menurut American Diabetes Association (ADA), diabetes melitus (DM)

merupakan

suatu

kelompok

penyakit

metabolik

dengan

karakteristik

hiperglikemia karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya (ADA,
2015). Jumlah penyandang diabetes melitus cenderung meningkat dari tahun ke
tahun. Hal tersebut berkaitan dengan peningkatan jumlah populasi, perubahan
pola hidup, peningkatan prevalensi obesitas, dan kurangnya kegiatan fisik
(Brunner dan Suddarth, 2010). Laporan World Health Organization (WHO)
mengenai studi populasi DM di berbagai negara, jumlah penyandang DM pada
tahun 2000 di Indonesia menempati urutan ke-4 terbesar dengan prevalensi 8,4
juta jiwa. Urutan diatasnya adalah India (31,7 juta jiwa), China (20,8 juta jiwa),
dan Amerika Serikat (17,7 juta jiwa). Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar
2013 penyandang DM diatas usia 15 tahun mengalami peningkatan dua kali lipat
dari tahun 2007. Angka kesakitan dan kematian akibat DM di Indonesia
cenderung berfluktuasi setiap tahunnya sejalan dengan perubahan gaya hidup
masyarakat yang mengarah pada makanan siap saji dan sarat karbohidrat (Depkes
RI, 2013).
Gejala-gejala yang timbul pada DM disebabkan oleh kerja hormon insulin
yang tidak adekuat dalam menurunkan kadar glukosa darah (Guyton dan Hall, 2007).
Diabetes adalah penyakit kronik kompleks yang berhubungan dengan komplikasi

mikrovaskular dan makrovaskular yang menyebabkan morbiditas, mortalitas, dan


penurunan kualitas hidup (Chen, 2014).
Defisiensi hormon insulin mengakibatkan berkurangnya glukosa intrasel
sehingga nafsu makan penderita DM meningkat, namun berat badan menurun
karena peningkatan katabolisme lemak di hati (Sherwood, 2011). Penatalaksanaan
DM dibagi menjadi terapi non farmakologis dan farmakologis. Terapi
nonfarmakologis yaitu edukasi, terapi gizi medis, dan latihan jasmani. Jika
pengendalian glukosa darah dengan cara ini tidak berhasil maka dapat dilanjutkan
dengan terapi farmakologis (Perkeni, 2006).
Obat-obat hipoglikemik yang digunakan relatif lebih mahal dan memiliki
efek samping (Ryan et al., 2000). Terapi obat mencakup obat hipoglikemik
sintetis dan insulin yang biasanya menargetkan jalur metabolik tunggal dalam
mengatur hiperglikemia. Oleh karena itu, sangat penting mengembangkan
paradigma terapi baru yang dapat berperan pada lebih dari satu jalur metabolisme.
Ekstrak atau konstituen dari beberapa tanaman dapat bekerja pada tingkat yang
berbeda seperti menghambat penyerapan glukosa dari usus, meningkatkan sekresi
insulin dari pankreas, meningkatkan penyerapan glukosa oleh otot dan adiposa
jaringan, dan menghambat produksi glukosa dari hepatosit. Oleh sebab itu, ada
kemungkinan untuk mengeksploitasi phytochemical sebagai obat alternatif yang
efektif dengan efek samping yang terbatas atau tidak ada (Watal et al., 2014).
Salah satu tanaman tradisional yang dipercaya dapat menurunkan glukosa
darah adalah Cinnamomum burmanii atau kayu manis. Kayu manis memiliki
aktivitas yang mirip dengan insulin (insulin mimetic) yaitu meningkatkan
penyerapan glukosa dengan mengaktifkan kegiatan reseptor insulin kinase,

autofosforilasi dari insulin reseptor, dan aktivitas sintase glikogen. Selain itu
ekstrak kayu manis menghambat glikogen sintase kinase-3 dan defosforilasi
insulin reseptor sehingga meningkatkan sensitivitas insulin (Elisabeth et al., 2011;
Khan et al., 2003). Penelitian sebelumnya pada ekstrak kayu manis
(Cinnamomum sp.) dengan dosis 3 g selama 14 hari memberikan efek yang
signifikan terhadap penurunan kadar glukosa darah puasa (Solomon dan Blannin,
2009). Penelitian lain dengan dosis berbeda (1, 3, 6 gram) dalam waktu 40 hari
dapat menurunkan kadar glukosa darah pada subjek penyandang Diabetes Melitus
tipe 2 (Blevin et al., 2007).
Kayu manis mengandung Cinnamaldehyde sebagai senyawa fitokimia
yang paling dominan bertindak sebagai antioksidan dengan menghambat
pembentukan enzim aldose reduktase yang menimbulkan stress oksidatif, selain
juga bertindak sebagai antihyperglycemic dengan meningkatkan sensitivitas
insulin dan fungsi pankreas (Juane et al., 2012). Kandungan Cinnamaldehyde
pada batang dan daun kayu manis berbeda yaitu 35% pada daun dan 26% pada
batang kayu manis (Daswir, 2006). Penggunaan ekstrak batang kayu manis 1000
mg/kg BB pada mencit yang obesitas menunjukkan hasil yang signifikan terhadap
penurunan glukosa darah mencit (Afrianti et al., 2014). Penelitian ekstrak daun
kayu manis Cinnamomum macrocarpum 100 mg/kg pada mencit yang diinduksi
aloksan juga menunjukkan penurunan glukosa darah (Jothi et al., 2015).
Berdasarkan hal tersebut peneliti ingin mengetahui perbedaan pengaruh ekstrak
batang dosis 1000 mg/kg BB dan daun Cinnamomum burmanii dosis 100 mg/kg
BB selama 14 hari terhadap glukosa darah mencit yang diinduksi aloksan (Jothi et
al., 2015; Solomon dan Blannin, 2009).

1.2

Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas dirumuskan masalah penelitian yaitu

bagaimana pengaruh ekstrak batang kayu manis dosis 1000 mg/kg BB dan daun
kayu manis dosis 100 mg/hari selama 14 hari dalam menurunkan glukosa darah
mencit.

1.3

Tujuan Penelitian

1.3.1

Tujuan Umum
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh ekstrak batang

kayu manis dosis 1000 mg/kg BB dan daun kayu manis dosis 100 mg/kg BB
selama 14 hari dalam menurunkan glukosa darah mencit.

1.3.2

Tujuan Khusus
1. Mengetahui pengaruh ekstrak batang kayu manis dosis 1000 mg/kg BB
selama 14 hari terhadap glukosa darah mencit yang diinduksi aloksan.
2. Mengetahui pengaruh ekstrak daun kayu manis dosis 100 mg/kg BB
selama 14 hari terhadap glukosa darah mencit yang diinduksi aloksan.
3. Mengetahui perbedaan pengaruh esktrak batang kayu manis dosis 1000
mg/kg BB dan daun kayu manis dosis 100 mg/kg BB selama 14 hari
terhadap kadar glukosa darah mencit yang diinduksi aloksan.

1.4
1.4.1

Manfaat Penelitian
Bagi Peneliti
1. Mendapatkan pengalaman dalam penelitian terutama dalam bidang
eksperimental.

2. Menambah pengetahuan tentang tanaman herbal terutama yang


mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah.

1.4.2

Bagi Masyarakat
Memberikan informasi kepada masyarakat bahwa ekstrak kayu manis

dapat menjadi pilihan alternatif dalam pengembangan obat-obatan alami baru


untuk mencegah atau terapi diabetes.

1.4.3

Bagi Ilmu Pengetahuan


1. Memberikan kontribusi bagi ilmu pengetahuan mengenai potensi kayu
manis sebagai alternatif dalam menurunkan kadar glukosa darah.
2. Memberikan referensi untuk penelitian lebih lanjut mengenai ekstrak
kayu dan daun manis terhadap glukosa darah.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Diabetes Melitus

2.1.1

Definisi Diabetes Melitus

Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik


dengan karakteristik hiperglikemia karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin
atau keduanya (ADA, 2015).

2.1.2

Klasifikasi Diabetes Melitus


Klasifikasi diabetes terdiri dari 4 kelompok yaitu (ADA, 2013):

1. Diabetes tipe 1(insulin dependent) / DMT 1


Pada tipe ini terjadi destruksi sel pada pankreas yang dapat dimediasi
oleh reaksi autoimun sehingga bisa ditemukan autoantibodi terhadap sel
pankreas ataupun pada hormon insulin. Selain itu didapatkan juga kerusakan sel
pankreas secara idiopatik atau tidak diketahui penyebabnya. Individu ini
mengalami insulinopenia secara permanen dan lebih sering timbul pada individu
dari Asia atau Afrika.
2. Diabetes tipe 2 (non-insulin-dependent) / DMT 2
Individu yang memiliki tipe ini mengalami resistensi insulin dan
biasanya juga memiliki defisiensi relatif insulin. Bentuk diabetes ini sering tidak
terdiagnosis karena hiperglikemia berkembang secara bertahap dan tidak
menimbulkan gejala pada tahap awal. DMT 2 berhubungan dengan faktor risiko
obesitas, peningkatan usia, dan kurangnya aktivitas fisik.
3. Diabetes tipe lain
- Defek genetik fungsi sel pankreas
- Defek genetik kerja insulin
- Penyakit eksokrin pankreas
- Endokrinopati
- Pengaruh obat-obatan
- Infeksi
- Imunologi
- Sindrom kelainan genetik lain yang berkaitan
4. Gestasional diabetes mellitus (GDM)
Kerusakan toleransi glukosa yang pertama kali diketahui pada saat
kehamilan dengan tidak mengesampingkan bahwa keadaan ini berlangsung

sebelum kehamilan atau ketika kehamilan. Faktor terjadinya GDM adalah


obesitas, usia tua, etnik, multiparitas, riwayat keluarga, dan riwayat GDM
terdahulu.
2.1.3

Patofisiologi Diabetes Melitus


Diabetes melitus merupakan suatu sindrom terganggunya metabolisme

karbohidrat, lemak dan protein yang disebabkan oleh berkurangnya sekresi insulin
atau penurunan sensitivitas jaringan terhadap insulin, terdapat 2 tipe utama
diabetes melitus (Sarah et al., 2004).

1. DMT 1 atau disebut juga insulin dependent diabetes mellitus (IDDM)


Kerusakan sel beta pankreas karena penyakit yang mengganggu produksi
insulin atau infeksi virus yang menyebabkan kerusakan pada sel beta pankreas
menyebabkan terjadinya DMT 1. Faktor herediter juga berperan penting untuk
menentukan kerentanan sel-sel beta terhadap gangguan tersebut. Onset DMT 1
biasanya dimulai pada umur 14 tahun di Amerika Serikat, dan oleh sebab itu
sering disebut diabetes mellitus juvenilis (Holl et al., 1998).
2. DMT 2 disebut juga non insulin dependent diabetes mellitus (NIDDM)
Diabetes melitus tipe 2 lebih sering ditemui dari pada diabetes melitus tipe
1 (90% dari keseluruhan kasus). Kebanyakan kasus onset diabetes melitus terjadi
diatas umur 30 tahun, sering kali diantara 50 dan 60 tahun, dan timbul secara
perlahan. Diabetes Melitus tipe 2 adalah penyakit progresif disebabkan oleh
kombinasi dari gangguan metabolisme yang kompleks, seperti resistensi insulin

pada otot dan jaringan adiposa, penurunan progresif dalam sekresi insulin
pankreas, produksi glukosa hepatik yang tak terkendali, sekresi glukagon yang tak
terkendali, dan penurunan produksi inkretin pada gastrointestinal (Muscelli et al.,
2008).
Kelainan utama yang terjadi pada penyandang DMT 2 adalah resistensi
insulin dan disfungsi sel- progresif. Otot, lemak, dan jaringan lain menjadi
kurang responsif terhadap insulin, sehingga sel mencoba untuk menjaga dengan
memproduksi insulin. Beberapa orang mungkin bahkan memiliki serangan
hipoglikemia ketika sirkulasi insulin yang berlebihan dalam aliran darah akibat
resistensi insulin. Hipoglikemia ini adalah penanda resistensi insulin dan
dipandang sebagai prekursor DMT 2. Keadaan resistensi insulin sel
memproduksi insulin lebih dari yang diperlukan untuk mengkontrol kadar glukosa
agar tetap optimal. Pola sekresi insulin yang abnormal juga disebabkan oleh
disfungsi sel dan menjadi semakin buruk dari waktu ke waktu. Penelitian telah
menunjukkan bahwa pada saat didiagnosis, setidaknya 50% dari fungsi sel- telah
hilang. Selain itu pada saat yang sama, hati memproduksi lebih banyak glukosa
dari tubuh agar dapat digunakan, menyebabkan peningkatan kadar glukosa
plasma. Insulin dibutuhkan untuk menghentikan produksi glukosa hati karena
dengan kurangnya insulin dan resistensi insulin, hati terus membuat glukosa
secara tak terkendali (Barr, 2008).

2.1.4

Manifestasi Klinis
Diagnosis DM umumnya akan dipikirkan jika ada keluhan khas DM

berupa poliuria, polidipsia, dan polifagia. Tingginya kadar glukosa darah

mengakibatkan dehidrasi sel yang berat karena glukosa darah tidak bisa berdifusi
dengan baik sehingga terjadi peningkatan tekanan osmotik pada ekstraseluler
yang menyebabkan cairan berpindah ke ekstraseluler. Selain efek dehidrasi sel
langsung akibat glukosa darah yang berlebihan, keluarnya glukosa kedalam urine
akan menimbulkan keadaan diuresis osmotik, yaitu berkurangnya reabsorbsi
ginjal karena adanya glukosa pada urine yang menyebabkan banyaknya urin yang
dikeluarkan (poliuria) sehingga terjadi dehidrasi dan timbul rasa haus berlebihan
yang menyebabkan banyak minum (polidipsia). Defisiensi glukosa intrasel
menyebabkankan peningkatan nafsu makan (polifagia) untuk meningkatkan
asupan energi bagi tubuh, namun tetap tidak terpenuhi sehingga terjadi penurunan
berat badan pada penyandang DM karena metabolisme lemak dan protein (Pasha
dan Suhail, 2014).

2.1.6

Kriteria Diagnosis
Untuk mendiagnosis DM diperlukan adanya gejala klasik yaitu poliuria,

polidipsia, dan polifagia, ditambah dengan kadar glukosa darah sewaktu 200
mg/dL atau gejala klasik dengan kadar glukosa darah puasa 126 mg/dL. Untuk
pasien DM tanpa gejala khas dan dilakukan pemeriksaan glukosa darah yang baru
satu kali abnormal masih belum cukup kuat untuk menjadi patokan diagnosis DM.
Oleh karena itu perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan untuk mendapatkan hasil
abnormal yaitu dengan hasil tes toleransi glukosa oral (TTGO) (Davidson et al.,
2000).

Gambar 2.1 Langkah diagnosis DM dan toleransi glukosa terganggu


(Reno, 2006).
2.2

Fisiologi Hormon Insulin

2.2.1

Proses Pembentukan Insulin


Insulin merupakan hormon yang dihasilkan oleh sel beta pankreas dan

tersusun dari rangkaian asam amino. Normalnya insulin disintesis dan


disekresikan kedalam darah disesuaikan dari rangsangan sel beta untuk keperluan
glukosa darah. Sintesis insulin dimulai dari preproinsulin sebagai prekursor di
retikulum endoplasma sel beta dan mengalami pemecahan dengan menggunakan
enzim peptidase sehingga terbentuk proinsulin yang dikumpulkan pada kantong
sel (secretory vesicles) tersebut. Proinsulin kemudian diubah lagi menjadi insulin
dan peptida-C (C-peptide) menggunakan enzim peptidase yang telah siap
disekresikan (Manaf, 2006).

10

Mekanisme tersebut merupakan proses metabolisme normal yang terjadi


pada pankreas. Komponen utama yang memengaruhi pankreas dalam peningkatan
rangsangan produksi insulin berasal dari tingginya kadar glukosa darah. Selain itu,
obat-obatan dan beberapa asam amino juga dapat memengaruhi rangsangan
terhadap pankreas dalam proses pembentukan insulin (Boirie et al., 2001).

2.2.2

Sekresi Insulin
Proses sekresi insulin terjadi beberapa tahap setelah adanya rangsangan

oleh molekul glukosa, pengangkutan glukosa menggunakan glucose transporter 2


(GLUT-2) pada pankreas untuk memungkinkan terjadinya ambilan glukosa agar
sebanding dengan kisaran nilai fisiologis pada glukosa darah. Glukosa akan
terfosforilasi menjadi glukosa-6-fosfat oleh glukokinase yang juga menentukan
dalam pembentukan adenosine trifosfat (ATP), yaitu dengan menghambat kanal
kalium yang peka terhadap ATP sehingga terjadi depolarisasi membran dan
terbukanya kanal natrium pada membran. Pada keadaan ini kalsium masuk dan
terjadi penggabungan vesikel yang berisi insulin kedalam cairan ekstrasel melalui
proses eksositosis (Ananda et al., 2009).

11

Gambar 2.2 Mekanisme sekresi insulin pada sel beta akibat stimulasi glukosa
(Manaf, 2006).
2.2.3

Dinamika Kerja Insulin


Insulin normal disekresikan oleh sel beta pankreas dan disesuaikan dengan

kebutuhan tubuh normal dalam bentuk dua fase (biphasic). Sekresi insulin normal
biphasic ini terjadi setelah adanya rangsangan seperti glukosa yang berasal dari
makanan atau minuman. Insulin yang dihasilkan ini berfungsi mengatur regulasi
glukosa darah agar selalu dalam batas-batas fisiologis yaitu 100-125 mg/dL saat
berpuasa dan 140-199 mg/dL pada pemeriksaan glukosa darah sewaktu (Fan et
al., 2015; Ananda et al., 2009) .
Sekresi fase 1 (acute insulin secretion responce = AIR) adalah sekresi
insulin yang terjadi segera beberapa menit setelah ada rangsangan terhadap sel
beta, muncul cepat dan berakhir juga cepat (pulsatile secretion). Terjadinya
peningkatan sekresi pada insulin menyebabkan insulin lebih efektif dalam
menurunkan kadar glukosa darah postprandial. Berakhirnya fase 1 diikuti

12

munculnya sekresi fase 2 (sustained phase), yaitu sekresi insulin kembali


meningkat secara perlahan dan bertahan dalam waktu relatif lebih lama. Sekresi
insulin fase 2 yang berlangsung relatif lebih lama tinggi puncaknya (secara
kuantitatif) akan ditentukan oleh seberapa besar kadar glukosa darah di akhir fase
1. Biasanya dengan kinerja fase 1 yang normal, disertai pula oleh aksi insulin
yang juga normal di jaringan (tanpa resistensi insulin), sekresi fase 2 juga akan
berlangsung normal. Sehingga tidak dibutuhkan tambahan sekresi insulin pada
fase 2 diatas normal untuk dapat mempertahankan keadaan normoglikemia (Seino
et al., 2011).

13

IGT
DM
Type 2DM
Basal

Second
Phase

Insulin Secretion

First-Phase
Intravenous glucose stimulation

Gambar 2.3 Dinamika kerja insulin setelah beban glukosa intravena pada
keadaan normal dan keadaan disfungsi sel beta (Manaf, 2006)

14

2.2.4

Aksi Insulin
Insulin mempunyai fungsi penting pada berbagai proses metabolisme

dalam tubuh terutama metabolisme karbohidrat dan utilisasi glukosa oleh hampir
seluruh jaringan tubuh. Pada jaringan perifer seperti jaringan otot dan lemak,
insulin berikatan dengan sejenis reseptor (insulin receptor substrate = IRS) yang
terdapat pada membran sel (Zhengpin et al., 2007).
Ikatan antara insulin dan reseptor akan menghasilkan semacam sinyal
yang berguna bagi proses regulasi atau metabolisme glukosa didalam sel otot dan
lemak. Setelah berikatan, transduksi sinyal berperan dalam meningkatkan
kuantitas GLUT-4 (glucose transporter-4) dan juga mendorong penempatannya di
membran sel. Proses sintesis dan translokasi GLUT-4 inilah yang bekerja
memasukkan glukosa dari ekstrasel ke intrasel untuk selanjutnya mengalami
metabolisme. Pada DMT 2 memiliki ciri khas yaitu menurunnya sensitivitas
insulin terhadap glukosa (Zeggini et al., 2014).
Baik atau buruknya regulasi glukosa darah tidak hanya berkaitan dengan
metabolisme glukosa di jaringan perifer, tapi juga di jaringan hepar dimana
GLUT-2 berfungsi mengangkut glukosa melewati membran sel untuk masuk
kedalam sel. Dalam hal inilah jaringan hepar ikut berperan dalam mengatur
homeostasis glukosa tubuh. Peninggian kadar glukosa darah puasa bisa terjadi
dengan peningkatan produksi glukosa secara endogen yang berasal dari proses
glukoneogenesis dan glikogenolisis di jaringan hepar yang dikontrol oleh hormon
insulin. Ketika jaringan hepar resisten terhadap insulin maka efek inhibisi hormon
tersebut menjadi tidak lagi optimal hingga makin tinggi tingkat resistensi insulin

15

maka semakin rendah kemampuan inhibisinya terhadap proses glikogenolisis dan


glukoneogenesis, sehingga makin tinggi tingkat produksi glukosa di hepar (Yakar
et al., 2001).

2.2.5

Efek Metabolisme Insulin


Gangguan insulin baik dari produksi maupun aksi menyebabkan gangguan

pada

metabolisme

terutama

glukosa

sehingga

banyak

dampak

yang

ditimbulkannya. Pada dasarnya ini bermula dari hambatan dalam utilisasi glukosa
yang kemudian diikuti oleh peningkatan kadar glukosa darah yang dikenal sebagai
gejala diabetes melitus secara klinis. Pada (DMT2) yaitu jenis diabetes yang
paling sering ditemukan, gangguan metabolisme glukosa disebabkan oleh dua
faktor utama yakni tidak adekuatnya sekresi insulin (defisiensi insulin) dan kurang
sensitifnya jaringan tubuh terhadap insulin (resistensi insulin), disertai oleh faktor
lingkungan (environment). Sedangkan pada (DMT1) gangguan tersebut murni
disebabkan oleh defisiensi insulin secara absolut (Manaf, 2006).

2.3

Kayu Manis (Cinnamomum burmanii)


Menurut

Direktorat

Jendral

Perkebunan

Cinnamomum

burmanii

merupakan tanaman kayu manis asli Indonesia. Banyak ditanam di Sumatera


Barat, Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jambi. Di pasar dunia,
Indonesia merupakan salah satu penghasil kayu manis yang memasok 45%
produksi kayu manis dunia. Negara tujuan ekspor kayu manis meliputi Amerika
Serikat (46%), Belanda (11%), Jerman (4%), Singapura (4%) (Ditjenbun, 2013).

16

17

2.3.1

Taksonomi
Berdasarkan Integrated Taxonomic Information System (ITIS) kayu manis

memiliki tingkatan taksonomi sebagai berikut:


Kingdom

Plantae

Subkingdom

Viridiplantae

Infrakingdom
Superdivision
Division
Subdivision
Class
Superorder
Order
Family

Streptophyta
Embryophyta
Tracheophyta
Spermatophytina
Magnoliopsida
Magnolianae
Laurales
Lauraceae

Genus
Species

Cinnamomum Schaeff.
Cinnamomum burmannii

2.3.2 Kandungan Tanaman


Berdasarkan Handbook of Herbs and Spices (HERBS) 2006, kayu manis
memiliki kandungan gizi yaitu protein (4,65%), lemak (2,2%), karbohidrat
(59,55%), serat (20,3%), (abu 3,55%) dan memiliki nilai kalori 355/100 g. Selain
itu pada pemeriksaan fitokimia kayu manis juga ditemukan senyawa polifenol
pada larutan yang mengandung flavanoid, yang terdiri dari procyanidins dan
komponen phenolic (Anderson et al., 2004). Ekstrak batang kayu manis terdapat
senyawa antioksidan spesifik yang dapat ditemukan yaitu cinnamaldehyde,
epicatechin, camphene, eugenol, -terpinene, phenol, dan tannins yang berguna
untuk melawan oksidan dan juga meningkatkan potensi aktivitas insulin, serta
juga meningkatkan metabolisme glukosa dan lipid (Sumru et al., 2014).

18

Senyawa bioaktif yang ditemukan pada batang kayu manis memiliki sifat
insulin-mimetic yaitu meningkatkan uptake glukosa dengan mengaktifkan reseptor
insulin, autofosforilasi reseptor insulin, dan aktivitas sintesis glukosa (Baker et
al., 2008). Pada daun kayu manis juga terdapat antioksidan yang dapat digunakan
untuk melawan oksidan bagi tubuh yaitu -terpineol, phenol, camphene, pinene, -pinene yang juga dapat membantu dalam meningkatkan potensi aktifitas
insulin dan metabolisme tubuh (Cinnamon and Cassia, 2004). Pada kayu manis
juga terdapat eugenol dan cinnamaldehyde yang secara signifikan menurunkan
kadar glukosa darah dan meningkatkan plasma insulin terhadap tikus yang
diinduksi streptozotocin (Babu et al., 2007; Srinivasan et al., 2014).

2.3.3

Manfaat Tanaman
Tanaman kayu manis telah digunakan sejak lama oleh bangsa Mesir (1500

SM) sebagai bahan rempah-rempah dan diperdagangkan hingga ke Roma. Selain


digunakan sebagai bahan rempah-rempah kayu manis juga banyak digunakan
untuk pengobatan di Cina dan India. Banyak manfaat kayu manis yang telah
diteliti hingga saat ini seperti antioksidan, antiinflamasi, hipokolesterolemia,
analgetik, obat kardiovaskular, dan obat hipoglikemia (Ravindran et al., 2004).
Penelitian tentang kayu manis terhadap glukosa darah telah banyak dilakukan, dan
didapatkan bahwa kayu manis merupakan rempah yang sangat bermanfaat untuk
digunakan sebagai pengatur kadar glukosa darah, namun belum ada yang
membandingkan perbedaan efek ekstrak batang dan daun kayu manis terhadap
mencit yang di induksi aloksan secara langsung. Berdasarkan penelitian invivo
terhadap hewan coba, didapatkan komponen bioaktif pada kayu manis yang

19

diidentifikasikan sebagai methyl hyolroxy chalcone polymers (MHCP) yang


meningkatkan sensitivitas reseptor insulin pada otot melalui fosforilasi tirosin di
insulin reseptor substrat 1 (IRS-1) (Vanschoonbeek et al., 2006).

2.4

Aloksan
Aloksan adalah agen yang digunakan untuk penatalaksanaan insulinoma

pada manusia dan untuk mereduksi hewan percobaan menjadi diabetes dengan
merusak sel beta pankreas yang menghasilkan insulin (Sohrabi et al., 2006).
Ankhur dan Ali (2012) mengatakan bahwa mekanisme kerja aloksan
dibagi menjadi 4 fase yaitu:
1. Hipoglikemia, maksimal selama 30 menit setelah penginduksian karena
peningkatan stimulasi sekresi insulin sehingga terjadi hiperinsulinemia.
2. Fase kedua terjadi setelah satu jam yang menyebabkan hiperglikemia
pada mencit karena aloksan telah sampai pada sel beta pankreas mencit
dan menghambat sekresi insulin.
3. Hipoglikemia yang terjadi karena induksi aloksan pada sekretori granul
dan ruptur membran menyebabkan hipoglikemia sementara.
4. Merupakan respon terakhir dari induksi aloksan setelah 48 jam yang
menyebabkan kerusakan permanen sel beta pankreas sehingga menjadi
diabetes.
Penggunaan

aloksan

dapat

diinduksikan

pada

mencit

secara

intraperitoneal, subkutan, dan intravena dengan dosis 50 mg/kg BB sampai 200


mg/kg BB dan tergantung jenis strain yang digunakan serta penginduksian secara
subkutan dan intraperitoneal membutuhkan dosis yang lebih banyak dibandingkan
intravena (Aileen, 2012). Namun yang paling sering dipakai adalah induksi
aloksan dosis tunggal intraperitoneal 150 mg/kg BB yang dilarutkan dalam salin

20

normal (NaCl 0,9%) dan dapat dilihat perkembangan mencit menjadi DM selama
beberapa hari ( Etuk, 2010). Dosis minimal yang dapat diberi pada mencit adalah
65 mg/kg BB yang masih bisa ditolerir tikus liar dan jika lebih dari 140 mg/kg BB
akan menyebabkan kematian pada mencit (Yoko et al., 2010; Etuk, 2010).

21

BAB 3
KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Konseptual Penelitian

Diteliti
Tidak diteliti

Gambar 3.1 kerangka konseptual penelitian

3.2 Hipotesis Penelitian

22

1. Terdapat perbedaan pengaruh pemberian ekstrak batang dan daun kayu


manis terhadap glukosa darah mencit.

BAB 4

23

METODE PENELITIAN
4.1

Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimental

4.2

Waktu dan Tempat


Penelitian ini dilakukan di laboratorium hewan Fakultas Farmasi

Universitas Andalas untuk perawatan, penginduksian aloksan, pemberian ekstrak


batang dan daun kayu manis serta penghitungan glukosa darah pada subjek
penelitian. Pelaksanaan penelitian ini berlangsung selama 26 hari dengan rincian
waktu aklimatisasi selama 7 hari, 5 hari untuk waktu menunggu mencit menjadi
DM setelah induksi aloksan, dan pemberian ekstrak batang dan daun kayu manis
selama 14 hari beserta pengukuran glukosa darah (Jothi et al., 2015; Solomon dan
Blannin, 2009).
4.3

Populasi dan sampel


Populasi penelitian ini adalah mencit putih jantan (Mus musculus) galur

balb/c yang disediakan dari Laboratorium Farmakologi Fakultas Farmasi Unand


Padang.
Sampel adalah bagian dari populasi yang memenuhi kriteria inklusi dan
eksklusi. Untuk menentukan jumlah sampel pada setiap kelompok penelitian
digunakan rumus Federer: {(t-1) (n-1)} 15
Keterangan

: n = jumlah hewan coba tiap kelompok


t = jumlah kelompok

Sehingga banyak sampel yang dibutuhkan dalam kelompok:


{(4-1) (n-1)} 15

24

3n 18
n6
Akan tetapi, untuk mencegah terjadinya drop-out karena mencit mati atau
sakit, maka dilakukan koreksi besar sampel dengan menggunakan rumus:
n
'
n=
( 1f )
dengan

dihitung,

'

n =

besar sampel yang dikoreksi,

= besar sampel yang

= perkiraan proporsi drop-out. Proporsi drop-out sampel

diperkirakan 10%, sehingga didapat :


n
6
6
n' =
=
=
=6,6 dibulatkan jadi 7 ekor
( 1f ) ( 10,1 ) 0,9
Jadi, dalam penelitian ini didapatkan besar sampel tiap perlakuan minimal
7 ekor mencit, sehingga jumlah total mencit yang dibutuhkan sebanyak 28 ekor
mencit.
Mencit akan dirandomisasi ke dalam 4 kelompok yaitu:
1.
2.
3.
4.
4.3.1

Kelompok kontrol negatif


Kelompok kontrol positif
Kelompok perlakuan ekstrak batang kayu manis 1000 mg/kg BB
Kelompok perlakuan ekstrak daun kayu manis 100 mg/kg BB

Kriteria Inklusi

- Mencit bergerak aktif


- Aktifitas dan prilaku normal
- Berumur 4-5 bulan
- Berat 20-35 gram

4.3.2

Kriteria Eksklusi
- Berat badan mencit turun 10% selama aklimatisasi
- Mencit mati selama penelitian

25

4.4 Variabel Penelitian


-

Variabel Bebas : Pemberian ekstrak batang kayu


manis terhadap

subjek penelitian kelompok III,

ekstrak daun kayu manis pada subjek penelitian


kelompok IV.
- Variabel Kendali

Induksi

aloksan

terhadap subjek penelitian


kelompok II, III, dan IV.
-Variabel Terikat :
Pengukuran glukosa darah
pada seluruh subjek penelitian.

4.5

Definisi Operasional
1. Ekstrak Kayu Manis (Cinnamomum burmanii)
Definisi

Hasil ekstraksi batang dan daun kayu manis


menggunakan pelarut etanol.

Alat ukur

Timbangan

Hasil ukur

1000 mg/kg BB ekstrak batang kayu manis


100 mg/kg BB ekstrak daun kayu manis

Skala ukur
2. Glukosa Darah
Definisi
Alat ukur
Hasil ukur
Skala ukur

Nominal

Glukosa yang diukur dari whole blood yang

:
:
:

diperoleh dari ekor mencit


Glukometer
mg/dL
Rasio

4.6 Bahan dan Instrumen Penelitian


4.6.1. Hewan Coba dan Bahan Pemeliharaan Hewan Coba

26

4.6.2

28 ekor mencit yang memenuhi kriteria inklusi.


Alkohol 70%
Sekam
NaCl 0,9%
Aloksan

Bahan Eksperimen
Batang dan daun kayu manis yang telah di ekstrak di laboratorium Kimia
UNAND

4.6.3

Instrumen untuk Pemeliharaan Hewan Coba


- Kandang hewan coba.
- Tempat makan dan minum hewan coba.

4.6.4 Instrumen untuk Induksi Aloksan


Spuit 1 mL.
Jarum suntik 24 G.
Aloksan Monoksida
NaCl 0,9%
4.6.5

Glukometer Easy Touch GCU


Strip pengukur glukosa darah
Gunting/pisau

4.6.6
-

Instrumen Sanitasi dan Higiene

Sarung tangan (hand gloves).


- Sabun cuci tangan antiseptik.
Masker .
- Alkohol.

4.6.7
-

Instrumen untuk Mengukur Kadar Glukosa Darah

Instrumen Pengumpulan data

Buku catatan perlakuan hewan coba

27

Alat-alat tulis.
4.7

Prosedur Penelitian

4.7.1

Pemeliharaan dan Perlakuan Hewan Percobaan


Semua mencit yang akan diberikan perlakuan sebelumnya diaklimatisasi

selama 7 hari dengan lingkungannya. Selama aklimatisasi mencit diberi makanan


dan minuman sesuai kebutuhan setiap harinya.
Mencit dibagi kedalam 4 kelompok, dengan masing-masing kelompok
terdiri dari 7 ekor tikus. Setiap Kelompok memiliki perlakuan yang berbeda,
dengan rincian:
Kelompok 1 : Tidak diinduksi aloksan dan tanpa ekstrak kayu manis
(kontrol negatif).
Kelompok 2 : Diinduksi aloksan tanpa diberi ekstrak kayu manis.
Kelompok 3 : Diinduksi aloksan dan diberi ekstrak batang kayu manis
1000 mg/kg BB.
Kelompok 4 : Diinduksi aloksan dan diberi ekstrak daun kayu manis
100 mg/kg BB.

4.7.2

Perencanaan Dosis
A. Dosis Aloksan
Aloksan 150 mg/kg BB secara intraperitoneal dosis tunggal yang

sebelumnya dilarutkan dalam NaCl 0,9% (Nabil dan Haytam, 2013).

28

B. Dosis Larutan Uji


Dosis ekstrak kayu manis yang di gunakan 1000 mg/kg BB untuk batang
kayu manis (Afrianti et al., 2014), dan 100 mg/kg BB untuk daun kayu manis
yang diberikan setiap hari selama 14 hari (Jothi et al., 2015).

4.7.3

Uji Reaksi Ekstrak Kayu Manis pada Induksi Aloksan.


A. Induksi Aloksan
Setelah proses aklimatisasi selama 7 hari mencit di induksi aloksan 150

mg/kg BB secara intraperitonial dosis tunggal dan setelah itu diberikan makan
tambahan untuk mencegah drop-out mencit karena kekurangan glukosa (Federiuk
et al., 2004; Maroo et al., 2003).
B. Ekstrak Kayu Manis
Ekstrak kayu manis didapatkan dengan metode maserasi etanol
(Gabriella et al., 2014). Ekstrak kayu manis diberikan setelah 5 hari
penginduksian aloksan untuk menstabilkan aloksan dan mencit menjadi DM
(Waguri et al., 1997).
C. Pengukuran Glukosa Darah
Kadar glukosa darah mencit setelah diinduksi diukur dengan metode
enzimatis menggunakan alat cek glukosa Easy Touch dengan sampel dari vena ekor
mencit. Glukometer memudahkan pengukuran kadar glukosa darah, dengan sampel
darah yang dibutuhkan hanya 1 L dan hasil pengukuran akan keluar dalam

beberapa detik, serta diaplikasikan dalam strip satu kali pakai (Hones et al., 2008).

29

Sebagai kontrol kualitas dari hasil pengukuran kadar glukosa darah,


penulis melakukan validasi alat yang digunakan. Uji validasi dilakukan dengan
membandingkan hasil pengukuran dengan alat yang digunakan dengan hasil
pengukuran spektrofotometri. dengan simpangan kurang dari 5% (Harmita, 2004).
Pengukuran pertama dilakukan setelah aklimatisasi mencit, kemudian 5
hari perlakuan mencit terhadap aloksan setelah dianggap mencit menjadi DM dan
sebelum pemberian ekstrak kayu manis. Pengukuran selanjutnya dilakukan pada
hari ke-7 dan 14 untuk melihat pengaruh efek ekstrak kayu manis terhadap
glukosa darah mencit (Jothi et al., 2015).

4.7.4

Pengolahan dan Analisis Data


Hasil pengukuran kadar glukosa darah mencit dicatat, ditabulasi, dan

dianalisis secara statistik menggunakan program pengolahan data sebagai berikut:


a. editing, yaitu mengevaluasi kelengkapan dan kesesuaian antara kriteria data
yang diperlukan untuk menguji hipotesis atau menjawab tujuan penelitian,
b. coding, yaitu proses pemberian kode pada setiap variabel yang telah
dikumpulkan, untuk mempermudah pengolahan data selanjutnya,
c. entry, yaitu memasukkan data ke dalam program pengolahan data,
d. cleaning, yaitu tahap pembersihan terhadap data yang telah dientry, diperiksa
kembali data untuk memastikan data tersebut bersih dari kesalahan
(Notoatmodjo, 2012).
Glukosa yang didapatkan akan diuji normalitasnya terlebih dahulu
menggunakan metode Saphiro Wilk. Jika distribusi data bersifat normal dan
mempunyai varians yang sama, maka akan dilakukan uji Anova. Data dengan
variable bersifat acak dan berdistribusi kontinyu, digunakan uji Kruskal-Wallis
(Sunyoto dan Ari, 2013). Data yang didapatkan kemudian akan dilakukan uji

30

Post-hoc untuk melihat kelompok dengan perbedaan data yang signifikan. Semua
proses analisa data akan diproses menggunakan aplikasi komputer.

4.8

Etika Penelitian
Pemeliharaan mencit akan dilakukan didalam kandang khusus untuk

masing-masing kelompok perlakuan dengan keadaan ventilasi dan pencahayaan


yang memadai dan tidak terkena cahaya matahari langsung. Kemudian kandang
dibersihkan minimal 3 kali dalam seminggu untuk menghindari kotoran dan risiko
infeksi terhadap mencit. Pemberian makanan terhadap mencit dilakukan secara ad
libitum dan jenis pakan yang digunakan adalah pellet.
Kelompok mencit perlakuan akan diberikan peminuman ekstrak kayu
manis dengan sampel darah mencit dilakukan dengan cara memotong ekor mencit
untuk mengambil sampel dari vena ekor. Sebelum dilakukan pemotongan, ekor
dibersihkan dulu dengan alkohol 70%, kemudian kadar glukosa darah diukur
menggunakan Alat Easy Touch GCU. Setelah pengambilan darah dilakukan
ekor dibersihkan lagi dengan alkohol 70% dan diberi betadin untuk mencegah
infeksi dan mempercepat penyembuhan luka.

4.9 Alur Penelitian

31

Gambar 4.1 Alur Penelitian

32

DAFTAR PUSTAKA
Afrianti Ria, M Husni Mukhtar, Allen Baksir. 2014. Uji Aktivitas Diabetes Tipe II
Ekstrak Etanol Sisa Penyulingan Kulit Batang Kayu Manis Dengan
Induksi Lemak Terhadap Mencit Putih Jantan. Jurnal Scientia Farmasi
dan Kesehatan, Vol. 4, No. 2 p. 51-54
Aileen JF King. 2012. The use of animal models in diabetes research. British
Journals of Pharmacology, Vol. 166, No. 3, p. 877894
American Diabetes Association. 2015. Diagnosis and Classification of Diabetes.
http://care.diabetesjournals.org diakses pada 20 November 2015
American Diabetes Association. 2015. Standards Of Medical Care In Diabetes.
http://www.diabetes.teithe.gr diakses pada 20 November 2015
Ananda MD Basu, Rita MD Basu, Cobelli PHD Claudio. 2009. Effects of Type 2
Diabetes on Insulin Secretion, Insulin Action, Glucose Effectiveness, and
Postprandial Glucose Metabolism. Journal Diabetes Care, Vol. 32, No. 5, p.

72
Anderson RA, Broadhurst L, Polansky MM, Schmidt WF, Khan A., Flanagan VP,
Schoene NW, dan Graves D. 2004. Isolation and Characterization of
Polyphenol Type-A Polymers from Cinnamon with Insulin-Like
Biological Activity. Journals Agricultural Food and Chemical, Vol. 52,
No. 1, p. 65-70
Ankur Rohilla dan Shahjad Ali. 2012. Alloxan Induced Diabetes: Mechanisms
and Effects. International Journal of Research in Pharmaceutical and
Biomedical Sciences, Vol. 3, No. 2 p. 819-823
Babu P Subash, Prabuseenivasan S, Ignacimuthu S. 2007. Cinnamaldehyde a
potential antidiabetic agent. Phytomedicine journals, Vol. 14, No. 1, p.
15-22
Baker L William, Gutierrez Williams, Gabriela, Michael. 2008. Effect of
Cinnamon on Glucose Control and Lipid Parameters. Care Diabetes
Journal, Vol. 31, No. 1, p. 41
Barr Rhonda, Myslinski, M Jane, Scarborough Pamela. 2008. Understanding Type
2 Diabetes: Pathophysiology and Resulting Complications. Magazine of
Physical Therapy. 16 februari. halaman 34. USA
Blevins M Steve, Leyva J Misti, Brown Joshua, Wright Jonelle. 2007. Effect of
Cinnamon on Glucose and Lipid Levels in Non-Insulin-Dependent Type
2 Diabetes. Care Diabetes Journal, Vol. 30, No. 9, p. 2236-2237

33

Boirie Yves, Broyer Michel, Marie France Gagnadoux, Niaudet Patrick, Bresson
Jean-Louis. 2000. Alterations of protein metabolism by metabolic
acidosis in children with chronic renal failure. Journal Kidney
International, Vol. 58, No.1 p. 236.
Brunner and Suddarth's. 2010. Textbook of Medical-Surgical Nursing (edisi 12).
Philadelphia: Wolters Kluwers Health
Chen Jian-Xiong. 2008. Regulation of Vascular Maturation Regression In
Diabetes. Research open journal, Vol. 10, No. 13, p. 116-117
Daswir. 2011. Profil Tanaman Kayu Manis di Indonesia (Cinnamomum spp.).
balittro.litbang.pertanian.go.id/ diakses pada 5 Januari 2016
Davidson Mayer B MD, Schriger David L MD MPH, Peters Anne L MD, Lorber,
Brett MPH, 2000. Revisiting the oral glucose tolerance test criterion for
the diagnosis of diabetes. Journal of General Internal Medicine, Vol. 15,
No. 8, p.1
Direktorat Jendral Perkebunan. 2013. Buku Tanaman Rempah dan Penyegar.
http://ditjenbun.pertanian.go.id diakses pada 20 November 2015
Elisabeth Fabian, Sabine Tscher, Ibrahim Elmadfa, Thomas R. Pieber. 2011.
Use of Complementary and Alternative MedicineSupplements in Patients
with Diabetes Mellitus. Ann Nutrition and Metabolism Journal, Vol. 10,
No. 1007, p. 101108
Engelgau, Michael M. 2004. Diabetes Diagnostic Criteria and Impaired
Glycemic States: Evolving Evidence Base. Clinical Diabetes nursing and
allied health, Vol. 22, No. 2, p. 69
Etuk E. 2010. Animals models for studying diabetes mellitus. Agriculture and
Biology Journal of North America Vol. 1, No. 2, p. 131-134
Fan Fan, Ji, Chen, Wu Yumei, Ferguson Shawn M, Tamarina Natalia. 2015.
Dynamic 2 regulates biphasic insulin secretion and plasma glucose
homeostasis. Journal of clinical investigation, Vol. 125. No. 11, p. 4026
Federiuk IF, Casey HM, Quinn MJ, Wood MD, Ward WK. 2004. Induction of
type-1 diabetes mellitus in laboratory rats by use of alloxan: route of
administration, pitfalls, and insulin treatment. Comp medicine, Vol. 54,
No. 3, p. 252
Gabriella Alusinsing, Widdhi Bodhi, dan Sri Sudewi1. 2014. Uji Efektifitas Kulit
Batang Kayu Manis (Cinnamomum burmanii) Terhadap Penurunan
Kadar Gula Darah Tikus Putih Jantan Galur Wistar (Rattus norvegicus)
Yang Diinduksi Sukrosa. Jurnal Ilmiah Farmasi UNSRAT Vol. 3, No.
3, p. 273

34

Guyton AC dan JE Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran (edisi 11). Jakarta:
EGC
Holl RW. Grabert E. Heinze W, Sorgo K, M Debatin. 1998. Age at onset and
long-term metabolic control affect height in type-1 diabetes mellitus. Eur
J Pediatr, Vol. 157, No. 43, p. 972
Hnes J., Mller P., Surridge N. 2008. The technology behind glucose meters: test
strips. Diabetes Technol Ther, Vol. 10, No. 10, p. 26
Integrated Taxonomy Information System. 2015. Taxonomy Serial of
Cinnamomum Burmanii. http://www.itis.gov diakses 20 November 2015
Jothi M. Arul A, Benno Susai Vijayakumar, C.S. Parameswari, S.Vincent, S.
Sivasubramanian. 2015. Antidiabetic Activity Of Cinnamomum
Macrocarpum Hoo F Leaves On Alloksan- Induced Diabetic Swiss
Albino Mice International Journal of Plant, Animal and Environmental
Sciences, Vol. 5, No. 3, p. 16-21
Juane Li, Tonghua Liu, Lei Wang, Xiangyu Guo, Tunhai Xu, Lili Wu, Lingling
Qin, Wen Sun. 2012. Antihyperglycemic and antihyperlipidemic action of
cinnamaldehydein C57blks/j Db/db mice. Journal tradisional china
medicine, Vol. 323 No. 3, p. 446
Khan Alam, Safdar, M Khan, MM Khattak, K and Anderson R. 2003. Cinnamon
Improves Glucose and Lipids of People With Type 2 Diabetes. Care
Diabetes Journal, Vol. 26, No. 12, p. 3215-3218
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Pusat Data dan Informasi
Kesehatan Kementrian RI. www.depkes.go.id
diakses pada 20
November 2015
Maroo J, Vasu VT, Gupta S. 2003. Dose dependent hypoglycemic effect of
aqueous extract of Enicostemma littorale Blume in alloxan induced
diabetic rats. Phytomedicine Journal, Vol. 10, No. 2, p. 196
Muscelli Elza, Mari Andrea, Casolaro Arturo, Camastra Stefania, Seghieri
Giuseppe. 2008. Separate Impact of Obesity and Glucose Tolerance on
the Incretin Effect in Normal Subjects and Type 2 Diabetic Patients.
Diabetes Care Journal, Vol. 57, No. 5, p. 1340
Nabil A. Khouri & Haytham Daradka. 2013. Antidiabetic effect of Orchis
anatolica root extracts on alloxan-induced diabetic rats. Journal of
clinical pathology, Vo. 22, No. 10, p. 347
Notoadmojo Soekidjo. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka
Cipta.

35

Pasha Alter dan Suhail Bin Ahmed. 2014. Acute Retention of Urine a Rare
Presentation of Type 2 Diabetes Mellitus (DM). International journal
Pharmcy Medicine & Biology Sciene, Vol. 3, No. 3 p. 83
Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. 2006. Konsensus Pengelolaan dan
Pencegahan
Bagi
Penyandang
Diabetes.
Diunduh
pada
www.pbpapdi.org diakses pada 20 November 2015
Peter KV. 2006. Handbook of herbs and spices (volume 3). Florida. CRC Press
LLC
Ravindran PN, Arya Vaidya Sala, M Shylaja. 2004. Cinnamon and Cassia the
genus Cinnamomum. Edisi 36. Florida: CRC Press LLC
Robert K Murray, Daryl K Granner, Victor W Rodwell. 2006. Biokimia Harper
(edisi 27). Jakarta: EGC
Ryan EA, Pick ME, Marceau C, 2000. Use of alternative medicines in diabetes
mellitus. Care Diabetes Journal. Vol. 18, No. 3, p. 242-5
Sarah Wild, Gojka Roglic, Anders Green, Richard Sichree, Hillary King. 2004.
Global Prevalence of Diabetes Estimates for the year 2000 and
projections for 2030. Journal Diabetic Care, Vol. 27, No. 1, p. 1047
Seino Susumu, Shibasaki Tadao, Minami Kohtaro. 2011. Dynamics of insulin
secretion and the clinical implications for obesity and diabetes. Journal
of Clinical Investigation, Vol. 121, No. 6, p. 2118
Sherwood, Lauralee. 2011. Fisiologi manusia: dari sel ke sistem. Edisi 7. Jakarta:
EGC
Sisko Kondoy, Adeanne Wullur, Widdhi Bodhi. 2013. Potensi Ekstrak Etanol
Daun Kayu Manis (Cinnamomum burmanii) Terhadap Penurunan Kadar
Glukosa Darah Dari Tikus Putih Jantan (Rattus norvegicus) Yang
DIinduksi Sukrosa. Jurnal Ilmiah Farmasi, Vol. 2, No.3, p. 2302
Sohrabi

Haghdoost, A Jamshidian Ghaleshahi dan S Safi. 2006.


Clinicopathological findings of diabetes mellitus induced by alloxan in
goats. Compilation Clinical Pathology Journals, Vol. 10, No. 1 p. 53-58

Solomon PJ Thomas, dan Blannin K Andrew. 2009. Changes in Glucose


Tolerance and Insulin Sensitivity Following 2 Weeks of Daily Cinnamon
Ingestion in Healthy Humans. Europe Journal Apply Physiology Vol. 10,
no. 1007, p. 969976

36

Srinivasan S, Sathish G, Jayanthi M, Muthukumaran J, Muruganathan U,


Ramachandran V. 2014. Ameliorating effect of eugenol on
hyperglycemia by attenuating the key enzymes of glucose metabolism in
streptozotocin-induced diabetic rats. Moll cell Biochemical Journals,
Vol. 385, No. 2 p. 159-68
Suduyo Aru W, Setiyohadi Bambang, Idrus Alu, Marcellus SK, Siti Setiati. 2006.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (Edisi IV). Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia
Sumru Sozer Karadagli, Borte Agrap, Ferzan Lermioglu Erciya. 2014.
Investigation of Cytotoxic and Genotoxic Potential of Cinnamomum
Cassia Bark Water Extract. Journal of Marmara University Institute of
Health Sciences, Vol. 4, No. 1, p. 17-23
Sunyoto Danang dan Ari setiawan. 2013. Buku Ajar Statistik Kesehatan. Jakarta:
Nuha Medika
Vanschoonbeek Kristof, Thomassen, Bregje JW, Senden. Joan M, Will KWH
Wodzig, Luc JC van Loon. 2006. Lipid profile is not improved by
cinnamon supplementation in women with type 2 diabetes. The Journal
Of Nutrition, Vol. 136, No. 4, p. 177-180
Waguri Masako, Yamamoto Koji, Miyagawa Jun-ichiro, Tochino Yoshihiro. 1997.
Demonstration of two different processes of beta-cell regeneration in a
new diabetic mouse model induced by selective perfusion of alloxan.
Diabetes Care Journal, Vol. 46, No. 8, p. 1281
Watal Geeta, Dhar Preeti, Sharad Kr Srivastava, Sharma Bechan. 2014. Herbal
Medicine as an Alternative Medicine for Treating Diabetes. The Global J
Hindawi Publishing Corporation, Vol. 2014, No. 1, p. 2
World Health Organization. 2014. Global Prevalence of Diabetes. Diunduh dari
www.who.int/diabetes/diabcare0504.pdf. diakses tanggal 20 November
2015
Yakar Shoshana, Jun-Li, Liu, Fernandez Ana M, Wu, Yiping. 2001. Liver-specific
igf-1 gene deletion leads to muscle insulin insensitivity. Care Diabetes
Journal, Vol. 50, No. 5, p. 1110
Yoko Kikumoto, Hitoshi Sugiyama , Tatsuyuki Inoue, Hiroshi Morinaga, Keiichi
Takiue, Masashi Kitagawa. 2010. Sensitization to alloxan-induced
diabetes and pancreatic cell apoptosis in acatalasemic mic. Journal
Biochimica et Biophysica Acta, Vol. 1802, No. 1, p. 240246
Zeggini Eleftheria, Parkinson James, Halford Stephanie, Owen Katharine R.
2004. Association Studies of Insulin Receptor Substrate 1 Gene (IRS1)

37

Variants in Type 2 Diabetes Samples Enriched for Family History and


Early Age of Onset. Care Diabetes Journal, Vol. 53, No. 12, p. 3319

38

LAMPIRAN

Lampiran 1. Dummy Tabel

Tabel 1. Perbedaan rerata glukosa darah mencit sebelum induksi aloksan

Kelompok
Perlakuan
Kelompok 1
Kelompok 2
Kelompok 3
Kelompok 4

Kadar Glukosa Darah


Hari 1

Table 2. Perbedaan rerata glukosa darah mencit hari ke-5 setelah induksi aloksan

Kelompok
Perlakuan
Kelompok 1
Kelompok 2
Kelompok 3
Kelompok 4

Kadar Glukosa Darah


Hari ke-5

Tabel 3. Perbedaan rerata glukosa darah mencit hari ke-12 setelah induksi aloksan

Kelompok
Perlakuan
Kelompok 1
Kelompok 2
Kelompok 3
Kelompok 4

Kadar Glukosa Darah


Hari ke-12

Tabel 4. Perbedaan rerata glukosa darah mencit hari ke-19 setelah induksi
aloksan

39

Kelompok
Perlakuan
Kelompok 1
Kelompok 2
Kelompok 3
Kelompok 4

Kadar Glukosa Darah


Hari ke-12

Tabel 5. Perbedaan rerata glukosa darah mencit dari hasil pengukuran glukosa
darah mencit
Kelompok
perlakuan
Kelompok 1
Kelompok 2
Kelompok 3
Kelompok 4

Kadar Glukosa Darah


Hari 1 Hari 5 Hari 12 Hari 19

40

Lampiran 2. Perkiraan Biaya Penelitian


Nama
Mencit
Aloksan
Pakan
Kandang
Spuit
Glukometer
Strip glukometer

Harga
15.000
1000/ml
100.000/bungkus
30.000
3000
371.000
80.000

Jumlah
30
150 ml
3
2
10
1
5

Total perkiraan biaya: Rp. 1.506.000,00

41

Total
450.000
150.000
100.000
30.000
5.000
371.000
400.000

Anda mungkin juga menyukai