Anda di halaman 1dari 22

1

BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang berlimpah yang digunakan
untuk macam-macam keperluan. Indonesia yang menduduki urutan kedua dengan
keanekaragaman hayati terkaya di dunia setelah Brazil telah mengenal lebih dari
35.000 tanaman yang berkhasiat obat dan lebih dari 3.000 jenis tanaman tersebut
telah diteliti kandungannya, namun baru 190 tanaman yang dapat dipakai dalam
pengobatan tradisional Indonesia, baik berbentuk jamu atau simplisia yang
dipakai untuk mengobati berbagai penyakit.
Indonesia telah lama mengenal dan menggunakan tanaman berkhasiat obat
sebagai salah satu upanya penanggulan kesehatan. Dimana pengetahuan tersebut
didapatkan pengalaman dan keterampilan secara turun temurun yang telah
diwariskan dari generasi ke generasi. Ini dibuktikan dari relief candi Borobudur
yang menggambarkan orang sedang meracik obat (jamu) dengan tumbuhan
dengan bahan bakunya.[1]
Menurut WHO, negara-negara di Afrika, Asia dan Amerika Latin telah
menggunakan obat herbal sebagai pelengkap pengobatan primer mereka. Bahkan
di Afrika, sebanyak 80% dari populasinya menggunakan obat herbal sebagai
pengobatan primer. [2] Faktor-faktor yang mendorong terjadinya peningkatan pada
negara maju dalam penggunaan tanaman herbal yaitu usia harapan hidup yang
lebih panjang pada saat prevalensi penyakit kronik meningkat dan adanya
kegagalan penggunaan obat modern untuk penyakit tertentu serta semakin luas
akses informasi mengenai obat herbal di seluruh dunia.[1]
Penggunaan obat tradisional secara umum dinilai lebih aman dari pada
penggunaan obat modern. Hal ini disebabkan karena obat tradisional memiliki
efek samping yang relatif lebih sedikit dari pada obat modern. WHO

merekomendasi penggunaan obat tradisional termasuk herbal dalam pemeliharaan


kesehatan masyarakat, pencegahan dan pengobatan penyakit, terutama untuk
penyakit kronis, penyakit degeneratif dan kanker. WHO juga mendukung upayaupaya dalam peningkatan keamanan dan khasiat dari obat tradisional. [2]
Salah satu penyakit yang tergolong sangat sulit untuk disembuhkan dan perlu
dilakukan penanganan secara serius melalui pengobatan yaitu penyakit diabetes
mellitus. Diabetes Mellitus (DM) merupakan gangguan yang terjadi pada tubuh
berupa kenaikan kadar glukosa di dalam darah (hiperglikemia). Keadaan ini
seringkali disertai dengan gejalagejala kehausan, banyak berkemih, penurunan
berat badan. Upaya untuk mencapai tingkat kesehatan yang maksimal manusia
mewarisi kebiasaan nenek moyangnya dengan melakukan pengobatan sendiri jika
mengalami sakit. Selain penggunaan obat sintesis kimia, tanaman obat juga
banyak digunakan untuk menurunkan kadar gula darah. Komponen bahan aktif
dari beberapa tanaman obat memiliki aktivitas biologis yang berguna untuk
pengobatan penyakit DM secara empiris. Efek hipoglikemik komponen bioaktif
pada tanaman tersebut berkontribusi dalam mengembalikan fungsi sel beta
pankreas sehingga menyebabkan peningkatan sekresi insulin.[3]
Indonesia memiliki berbagai macam tanaman obat yang dapat digunakan
secara empiris untuk menurunkan kadar gula darah diantaranya mengkudu,
brotowali, ciplukan, lidah buaya, mahkota dewa, sambiloto, dan salah satunya
ialah tapak dara. Sekitar 100 macam alkaloid telah diidentifikasi pada tanaman ini.
[4]

Dan diketahui juga bahwa alkaloid mempunyai efek sebagai antidiabetes. [5]

Sehingga diperlukanlah suatu kajian tentang tanaman herbal yang dapat


digunakan sebagai antidiabetes yang dalam hal ini adalah tanaman tapak dara
(Catharanthus roseus L).
I.2 Tujuan
Tujuan dari makalah ini yaitu :
a. Mengetahui aktivitas dari tanaman tapak dara (Catharanthus roseus L)
sebagai antidiabetes.

b. Mengetahui senyawa yang berperan dalam aktivitas antidiabetes pada


tanaman tapak dara (Catharanthus roseus L).
c. Mengetahui mekanisme senyawa tersebut dalam mengobati penyakit
diabetes?
I.3 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari makalah ini yaitu :
a. Apakah tanaman tapak dara (Catharanthus roseus L) memiliki aktifitas
sebagai antidiabetes?
b. Senyawa apa yang berperan dalam aktivitas antidiabetes pada tanaman
tapak dara (Catharanthus roseus L)?
c. Bagaimana mekanisme senyawa tersebut dalam mengobati penyakit
diabetes?

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Teoritis Tentang Penyakit


II.1.1. Definisi
Diabetes Melitus (DM) adalah salah satu gangguan tubuh berupa
kenaikan kadar glukosa di dalam darah (hiperglikemia). Diabetes mellitus adalah
gangguan metabolisme kronis ditandai dengan hiperglikemia (gula darah tinggi)
yang disebabkan oleh kekurangan insulin, seringkali dikombinasikan dengan
resistensi insulin. Insulin merupakan hormon yang dilepaskan dari sel pankreas
dan mengubah glukosa (sumber energi dalam tubuh) menjadi glikogen dengan
demikian dapat mempertahankan kadar glukosa dalam tubuh. Hormon insulin
berperan untuk mengatur metabolisme glukosa, lemak dan asam amino. [2]
Kekurangan insulin menyebabkan peningkatan kadar glukosa dalam darah dan
urin. Diabetes juga bisa menimbulkan penyakit lain seperti katarak dan masalah
jantung. Ada juga terjadi perubahan parameter biokimia seperti kolesterol, urea,
kreatinin.[5]
Prevalensi DM sulit ditentukan karena standar penetapan diagnosisnya
berbeda-beda. Berdasarkan kriteria American Diabetes Association tahun 2012
(ADA 2012) sekitar 10,2 juta orang di Amerika Serikat menderita DM. Sementara
itu, di Indonesia prevalensi DM sebesar 1,5-2,3% penduduk usia >15 tahun,
bahkan di daerah Manado prevalensi DM sebesar 6,1%.[6]
Rata-rata penderita mengetahui adanya DM pada saat kontrol yang
kemudian ditemukan kadar glukosa yang tinggi pada diri mereka. Berikut
beberapa gambaran laboratorium yang menunjukan adanya tanda-tanda DM yaitu:
[6]

1. Gula darah sewaktu > = 200 mg/dl


2. Gula darah puasa > 126 mg/dl (puasa = tidak ada masukan makanan/kalori
sejak 10 jam terakhir)

3. Glukosa plasma dua jam > 200 mg/dl setelah beban glukosa 75 gram.
II.1.2 Epidemiologi Diabetes Melitus
Saat ini diperkirakan terdapat 285 juta penduduk dunia yang menderita
diabetes, meningkat dibandingkan tahun 2008 ketika penderita diabetes mencapai
246 juta penduduk. Jumlah ini diperkirakan akan meningkat menjadi 380 juta
penduduk pada tahun 2025, atau setara dengan 7,1% dari total penduduk dewasa
pada tahun tersebut, dan akan meningkat lagi menjadi 439 juta penduduk pada
tahun 2030. Prevalensi Diabetes mellitus sendiri mulai mengalami kenaikan pada
awal dekade 1990-an, seiring dengan meningkatnya pula prevalensi obesitas. [7]
Di berbagai belahan dunia, angka kejadian diabetes mellitus terus
meningkat, baik di negara berkembang seperti India, maupun di negara maju
seperti Amerika Serikat. Jumlah penderita DM di India meningkat tiga kali lipat
dalam jangka waktu 14 tahun dari tahun 1989-2003. Di Amerika Serikat (AS),
prevalensi DM diperkirakan akan meningkat menjadi 12% pada tahun 2050, dari
sebelumnya 5,6% pada tahun 2005, dan prevalensi pada penduduk usia 65 tahun
ke atas diprediksi akan meningkat menjadi 20,1% pada tahun 2050 dari
sebelumnya 12,9% pada tahun 2010. [7]
Diabetes Melitus yang merupakan penyebab kematian nomor 6 di Amerika
Serikat (AS), diderita oleh sekitar 23,6 juta penduduk usia dewasa di negara
tersebut. Jumlah tersebut merupakan 7,8% dari total populasi AS. Diabetes juga
merupakan salah satu penyebab kematian utama (nomor 4) di Taiwan. Insidens
DM Tipe-2 di Taiwan adalah 6,5 per 100.000 penduduk. Sementara itu, di Tokyo
Insidens Diabetes Melitua tergolong lebih rendah, yaitu mencapai 2,8 per 100.000
penduduk. Sedangkan di Inggris diperkirakan terdapat 2,8 juta penduduk yang
mengidap diabetes. [7]
Prevalensi diabetes mellitus di Asia Tenggara, khususnya di Indonesia
dapat dibilang cukup tinggi. Pasalnya, dari sekitar 100 juta penduduk dunia yang
menderita DM, 7 juta di antaranya tinggal di Asia Tenggara. Sementara dibanding
dengan negara-negara lainnya di dunia, Indonesia merupakan negara dengan
jumlah kasus diabetes mellitus terbesar keempat pada tahun 2000. [6]

Di Indonesia sendiri, ditemukan bahwa 7,5% penduduk Jawa dan Bali


menderita DM. Meskipun demikian, dalam satuan wilayah yang lebih kecil,
prevalensi diabetes lebih bervariasi. Berdasarkan penelitian mengenai diabetes
mellitus di Jakarta, Depok, dan Makassar, ditemukan angka kejadian diabetes
mellitus tipe-2 yang cukup tinggi, melebihi 10%. Penelitian yang dilakukan di
Kayu Putih Jakarta Timur (daerah urban) menunjukkan bahwa angka kejadian
diabetes mellitus adalah sebesar 39,1% terjadi pada responden laki-laki dan 52,3%
terjadi pada wanita. Tetapi penelitian terakhir antara tahun 2001 dan 2005 di
daerah Depok menunjukkan angka kejadian diabetes mellitus tipe-2 yang
mencapai 14,7%. Sedangkan di Makasar tahun 2005, prevalensi DM Tipe-2
mencapai 12,5%.[6]
II.1.3 Klasifikasi
DM adalah kelainan endokrin yang ditandai dengan tingginya
kadar glukosa darah. Secara etiologi DM dapat dibagi menjadi DM tipe 1, DM
tipe 2, DM dalam kehamilan, dan diabetes tipe lain. [6-9]
DM tipe 1 atau yang dulu dikenal dengan nama Insulin Dependent
Diabetes Mellitus (IDDM), terjadi karena kerusakan sel pankreas (reaksi
autoimun). Sel pankreas merupakan satu-satunya sel tubuh yang menghasilkan
insulin yang berfungsi untuk mengatur kadar glukosa dalam tubuh. Bila kerusakan
sel pankreas telah mencapai 80-90% maka gejala DM mulai muncul. Perusakan
sel ini lebih cepat terjadi pada anak-anak daripada dewasa. Sebagian besar
penderita DM tipe 1 disebabkan oleh proses autoimun dan sebagian kecil nonautoimun. DM tipe 1 yang tidak diketahui penyebabnya juga disebut sebagai type
1 idiopathic, pada mereka ini ditemukan insulinopenia tanpa adanya petanda imun
dan mudah sekali mengalami ketoasidosis. DM tipe 1 sebagian besar (75% kasus)
terjadi sebelum usia 30 tahun dan DM tipe ini diperkirakan terjadi sekitar 5-10 %
dari seluruh kasus DM yang ada. [6-8]
DM tipe 2 merupakan 90% dari kasus DM yang dulu dikenal sebagai noninsulin dependent Diabetes Mellitus (NIDDM). Bentuk DM ini bervariasi mulai
yang dominan resistensi insulin, defisiensi insulin relatif sampai defek sekresi

insulin.

[6,7]

Pada diabetes ini terjadi penurunan kemampuan insulin bekerja di

jaringan perifer (insulin resistance)dan disfungsi sel . Akibatnya, pankreas tidak


mampu memproduksi insulin yang cukup untuk mengkompensasi insulin
resistance. Kedua hal ini menyebabkan terjadinya defisiensi insulin relatif.
Kegemukan sering berhubungan dengan kondisi ini. DM tipe 2 umumnya terjadi
pada usia > 40 tahun. Pada DM tipe 2 terjadi gangguan pengikatan glukosa oleh
reseptornya tetapi produksi insulin masih dalam batas normal sehingga penderita
tidak tergantung pada pemberian insulin..[6] Walaupun demikian pada kelompok
diabetes melitus tipe-2 sering ditemukan komplikasi mikrovaskuler dan
makrovaskuler. [7]
DM dalam kehamilan (Gestational Diabetes Mellitus - GDM) adalah
kehamilan yang disertai dengan peningkatan insulin resistance (ibu hamil gagal
mempertahankan euglycemia) trimester kedua atau ketiga kegemukan dan
glikosuria.[7] Pada umumnya mulai ditemukan pada kehamilan. Faktor risiko
GDM yakni riwayat keluarga DM. GDM meningkatkan morbiditas neonatus,
misalnya hipoglikemia, ikterus, polisitemia dan makrosomia. Hal ini terjadi
karena bayi dari ibu GDM mensekresi insulin lebih besar sehingga merangsang
pertumbuhan bayi dan makrosomia. Kasus GDM kira-kira 3-5% dari ibu hamil
dan para ibu tersebut meningkat risikonya untuk menjadi DM di kehamilan
berikutnya.[6]
Subkelas DM lainnya yakni individu mengalami hiperglikemia akibat
kelainan spesifik (kelainan genetik fungsi sel beta), endokrinopati (penyakit
Cushings, akromegali), penggunaan obat yang mengganggu fungsi sel beta
(dilantin), penggunaan obat yang mengganggu kerja insulin (b-adrenergik)dan
infeksi atau sindroma genetik (Downs, Klinefelters). [6]
II.1.4 Gejala
Gejalagejala yang muncul pada penderita DM yaitu kehausan, banyak
berkemih, penurunan berat badan dan pada kasus yang berat penderita dapat
mengalami penurunan kesadaran dan stupor, bahkan koma sampai kematian bila

tidak segara diobati.

[2]

Gejala klinis yang khas pada DM

yaitu Triaspoli

polidipsi (banyak minum), poliphagia (banyak makan) &

poliuri (banyak

kencing), disamping disertai dengan keluhan sering kesemutan terutama pada


jari-jari tangan, badan terasa lemas, berat badan menurun drastis, gatal-gatal dan
bila ada luka sukar sembuh, terjadi gangguan mata, dan disfungsi ereksi, yang
merupakan gejala-gejala klasik yang umumnya terjadi pada penderita. [10]
II.1.5 Obat Antidiabetes Oral
Terdapat 4 kategori agen diabetes oral yaitu : [11]
II.1.5.1 Insulin Sekretagogues
Insulin sekretagogues yang terdiri daripada 3 jenis yaitu:
a. Sulfonilurea
Mekanisme kerja utamanya adalah untuk meningkatkan pengeluaran
insulin daripada pankreas. Obat ini akan berikatan dengan reseptor sulfonilurea
yang akan menginhibisi efluks ion kalium melalui kanalnya sehingga
menyebabkan depolarisasi. Depolarisasi akan membuka kanal kalsium yang
menyebabkan influx kalsium dan pelepasan insulin.
b. Meglitinid
Obat ini memodulasi pelepasan insulin oleh sel beta pankreas dengan
meregulasi efluks kalium melalui kanal kalium seperti yang dibincangkan di atas.
Jadi, ada tumpang tindih dengan sulfonilurea dalam menempati tempat kerja dari
obat- obat tersebut karena megtilinid mempunyai dua tempat berikatan yaitu sama
seperti sulfonilurea dan tempat berikatan yang unik.
c. Derivat D-Fenilalanin
Nateglinid yang merupakan derivat D-Fenilalanin memstimulasi sel beta
melalui penutupan kanal kalium yang sensitive terhadap ATP dengan cepat dan
transien. Ia juga menyebabkan pelepasan insulin sebagai respons inisial terhadap
tes glukosa toleransi intravena. Ini merupakan kelebihan utamanya karena
diabetes tipe 2 ini tiada respons insulin inisial. Pelepasan insulin yang melebihi
normal ini akan mensuppresi pelepasan glukagon pada awal waktu saat makan
dan menyebabkan berkurangnya produksi glukosa dari hepar. Nateglinid sangat

efektif apabila diberikan sebagai monoterapi atau dikominasikan dengan agen lain
seperti metformin. Obat ini meningkatkan pelepasan insulin hanya apabila
tingginya kadar insulin namun tidak pada normoglikemi. Jadi insidensi
hipoglikemi sangat rendah berbanding dengan insulin sekretagogue lain.
II.1.5.2 Biguanida
Biguanida yaitu metformin yang cara kerjanya tidak bergantung kepada sel
beta namun bekerja dengan:
a. Menurunkan glukoneogenesis renal dan hepar
b. Memperlahankan absorpsi glukosa dari gastrointestinal dengan meningkatkan
konversi glukosa pada laktat oleh enterosit
c. Stimulasi glikolisis secara direk dengan meningkatkan pembuangan glukosa
dari darah
d. Menurunkan kadar glukagon dalam plasma.
II.1.5.3

Thiazolidinedion

Thiazolidinedion bekerja dengan menurunkan resistensi insulin. Kerja


primer obat ini adalah meregulasi gen yang terlibat dalam metabolism glukosa dan
lipid serta diferensiasi adiposa. Ia merupakan ligan pada peroxisome proliferatoractivated receptor-gamma (PPAR-). PPAR- dijumpai pada otot, lemak dan
hepar dan bertindak metabolisme glukosa dan lemak, transduksi signal insulin dan
diferensiasi adiposa. Obat ini meningkatkan pengambilan dan utilisasi glukosa
serta memodulasi sintesa hormone lipid atau sitokin.
II.1.5.4 Inhibitor alpha-glukosidase
Kanji kompleks, oligosakarida dan disakarida harus di pecahkan menjadi
monosakarida untuk diabsorpsi di duodenum dan jejunum. Proses ini difasilitasi
oleh enzim enterik termasuklah -amilase dan -glukosidase yang berlengketan
dengan sel intestinal. Akarbose dan miglitol merupakan kompetitif inhibitor pada
-glukosidase dan menurunkan absorpsi post prandial. Ini akan menurunkan kadar
glukosa darah post prandial.
II.2 Teoritis Tentang Tanaman

10

II.2.1 Tinjauan Tanaman


Catharanthus roseus(L.) adalah tumbuhan obat penting yang berasal dari
family Apocynaceae yang mengandung alkaloid yang digunakan untuk mengobati
diabetes, tekanan darah, asma, konstipasi, kanker, dan masalah menstruasi.
Sinonim Vinca rosea L., Lochnera rosea Reich. ex Steud., Ammocallis rosea
Small. Tanaman tapak dara mempunyai sistematika sebagai berikut :[12]
Kingdom

: Plantae

Divisio

: Spermatophyta

Class

: Dicotyledoneae

Ordo

: Apocynales

Familia

: Apocynaceae

Genus

: Catharanthus

Spesies

: Catharanthus roseus [L.] G. Don

II.2.2 Deskripsi Tumbuhan


Tapak dara adalah perdu tahunan yang berasal dari Madagaskar, namun
telah menyebar ke berbagai daerah tropika lainnya. Tumbuh baik mulai dari
dataran rendah sampai ketinggian 800 meter di atas permukaan laut. Tumbuhan
ini menyukai tempat-tempat yang terbuka. Di Indonesia tumbuhan hias
pekarangan ini dikenal dengan bermacam-macam nama, seperti di disebut
sindapor (Sulawesi), kembang tembaga (bahasa Sunda), dan kembang tapak dara
(bahasa Jawa). Orang Malaysia mengenalnya pula sebagai kemunting cina, pokok
rumput jalang, pokok kembang sari cina, atau pokok ros pantai. Di Filipina ia
dikenal sebagai tsitsirika, di Vietnam sebagai hoa hai dang, di Cina dikenal
sebagai chang chun hua, di Inggris sebagai rose periwinkle, dan di Belanda
sebagai soldaten bloem. Nama inggris: Periwinkle, red periwinkle, pink
periwinkle, madagaskar, cape periwinkle, church flower, ram-goat rose, myrtle,
magdalena, white tulip, old maid; Cina: Chang chun hua; Malaysia: Kemiting
Cina, rumput jalang.[12-14]
Tumbuhan berhabitus terna menahun, tumbuh tegak, bercabang banyak,
tinggi mencapai 120 cm. Batangnya berkayu pada bagian pangkal, sering bergetah

11

putih, bentuk batang bulat. Helaian daun tunggal, terletak berhadapan dengan
pertulangan daun menyirip, bentuk helaian daun memanjang, bulat telur terbalik
sampai oval, pangkal runcing, ujung runcing, tepi daun rata, ibu tulang daun agak
tebal dan berdaging, pertulangan daun sedikit melengkung, warna hijau, tangkai
daun 5-6 mm, ukuran helaian daun 2-9 cm, berbulu pada kedua permukaannya.
Perbungaan berupa bunga majemuk menggarpu, di ketiak daun yang biasanya
dipadati oleh beberapa pasang daun, panjang ibu tangkai bunga 1-2 mm, tegak.
Kelopak bunga berukuran 6 mm, terbagi menjadi 5 helaian yang saling
berlekatan, berambut. Mahkota bunga bersama tabung mahkota berukuran 2-3 cm,
bagian dalam tabung berambut sampai di ujung tabung termasuk di sekitar kepala
sari, bagian ujung mahkota terbagi menjadi 5 bagian daun mahkota (limbus)
dengan ukuran diameter 3-4 cm, letak limbus saling terputar satu dengan yang
lain, tidak berambut, warna limbus merah, putih atau merah muda. Kelenjar di
bagian pangkal bakal buah lebih panjang daripada ruang ovarium tetapi kurang
dari ukuran daun-daun pembentuk bakal buah (karpela). Buah berbentuk kapsul,
ukuran panjang 2-2,5 cm, berisi lebih dari 45 biji, berwarna hitam. Berbunga
sepanjang tahun.[13-15]
II.2.3 Simplisia
Helaian daun berwarna hijau, bentuk memanjang atau bundar telur,
panjang 2,5-9 cm, lebar 1,5-2,5 cm, ujung daun terdapat bagian meruncing kecil,
pangkal daun runcing ada juga yang tumpul atau membulat, tepi daun rata,
permukaan atas agak mengkilat, pada kedua permukaan terutama permukaan
bawah terdapat rambut-rambut halus. Tulang daun menyirip, tulang daun utama
menonjol ke bagian permukaan bawah daun. Tangkai daun pendek.[13]
II.2.4 Kandungan Kimia
Tumbuhan mengandung lebih dari 70 macam alkaloid, termasuk 28
biindol alkaloid. Kandungan yang berkhasiat menurunkan kadar glukosa darah
(hipoglikemik) antara lain leurosin, katarantin, lochnerin, tetrahidroalstonin,
vindolin dan vindolinin. Dan yang berkhasiat antikanker antara lain vinblastin dan
vinkristin.[16]

Melalui fraksinasi yang diikuti dengan kromatografi elusi,

didapatkan 3 kelompok alkaloid. Kelompok pertama meliputi senyawa dimerik,

12

sangat aktif dan bersifat onkolitik, yaitu vinblastin dan vinkristin. Senyawa
tersebut mengandung vindolin atau turunannya yang terikat pada indol tetrasiklik,
karbometoksivelbanamida, yang merupakan turunan alkaloid utama lainnya pada
daun tapak dara, katarantin. Alkaloid lainnya dalam kelompok ini adalah leurosin
dan leurosidin.[17]
Alkaloid adalah senyawa kimia aktif yang memiliki potensi penting. Lebih
dari 400 alkaloid terkandung dalam tanaman ini yang digunakan dalam bidang
farmasi, pertanian, perasa dan pengaroma, ramuan, zat tambahan makanan dan
pestisida. Alkaloid-alkaloid yang terkandung contohnya aktineoplasdimerik,
vinblastine,vinkristin, vindesin, vindelin tabersonin dan lain-lain adalah
kandungan yang umum ditemukan di semua bagian tanaman. Ajmalisin , vinsein,
vineamin, raubasin, reserpine, catharanthin ditemukan pada akar dan bagian dasar
batang. Rosindin adalah pigmen antosianin yang ditemukan di bunga catharanthus
roseus.[18]
II.2.5 Khasiat
Ada beberapa khasiat yang dimiliki oleh tapak dara:[18]
II.2.5.1 Anti kanker
Alkaloid antikanker seperti vinblastine dan vinkristin ditemukan di batang
dan daun catharanthus roseus. Alkaloid-alkaloid ini memiliki efek menghambat
beberapa tumor manusia. Vinblastine digunakan secara eksperimental untuk
mengobati

neoplasma

dan

direkomendasikan

unuk

penyakit

hodgkins,

choriokarsinoma. Vinkristin digunakan untuk leukemia pada anak-anak.


Vinblastine dipasarkan dengan nama Velban dan Vinkristin dijual dengan nama
Oncovin.
II.2.5.2 Antidiabetes
Ekstrak etanol dari daun dan bunga catharnathus roseus menunjukkan
penurunan gula darah yang lebih berarti jika dibandingkan obat standar.
Penurunan gula darah apabila dibandingkan dengan obat standar yaitu gliben
klamid. Efek hipoglikemik menunjukkan hasil kenaikan penggunaan glukosa di
hati.
II.2.5.3 Antibakteri

13

Ekstrak kasar dari bagian tanaman yang berbeda sudah diteliti aktivitas
antibakterinya. Ekstrak dari daun menunjukkan efikasi lebih tinggi yang
signifikan. Aktivitas antibakteri dari ekstrak daun tanaman ini telah diuji terhadap
microorganism seperti Pseudomonas aeruginosa NCIM 2036, Salmonella
typhimuruim NCIM 2501, Staphylococcus aureus NCIM 5021 dan diketahui
bahwa ekstrak tersebut dapat digunakan sebagai agen propilaktat dalam
pengobatan berbagai macam penyakit.
II.2.5.4 Antioksidan
Potensi antioksidan dari ekstrak etanol akar dari dua varietas
Catharanthus roseus yaitu rosea ( bunga pink) dan alba (bunga putih) sering
digunakan dalam pengujian yang berbeda.
II.2.5.5 Antihelminthik
Infeksi cacing adalah infeksi kronik yang menginfeksi manusia dan ternak.
Catharanthus roseus digunakan dalam pengobatan tradisional sebagai anti cacing.
Senyawa anticacing dari ctharanthus roseus telah di evaluasi menggunakan
Pherithema postuma sebagai model eksperimental dengan Piperazin sitrat sebagai
standar. Ekstrak etanol dengan konsentrasi 250mg/ml menunjukkan aktivitas
antihelmintik yang signifikan.
II.2.5.6 Antibisul
Alkaloid Vinkamin dan Vindolin dari tanaman ini menunjukkan ativitas
antibisul.
II.2.5.7 Hipotensi
Ekstrak daun tanaman membuat perubahan hipotensi secara signifikan.
II.2.5.8 Antidiare
Aktivitas antidiare dari ekstrak etanol daun telah diujikan pada tikus galur
Wistar secara eksperimental dengan minyak jarak sebagai agen penginduksi diare
yang diberikan sebelum pemberian ekstrak. Efek anti diare dari ekstrak etanol
catharanthus roseus menunjukkan penghambatan diare yang diinduksi oleh
minyak jarak.
II.2.6 Efek Farmakologi
Pemberian ekstrak daun tapak dara dosis tunggal 150 mg/kgBB secara i.p
pada tikus puasa diabetes yang diinduksi aloksan dapat menurunkan kadar

14

glukosa darah pada hari ke 7 sebesar 37,1% sedang pada hari ke 14 sebesar 48,5%
dengan pembanding metformin HCl dan glibenklamid (pada hari ke 7 adalah
62,7% dan 65,5% ; pada hari ke 14 adalah 75,9 % dan 71,4%). [19] Jus daun tapak
dara segar 0,5; 0,75 dan 1,0 ml/kgBB dapat menurunkan kadar glukosa darah
pada kelinci normal 16,7 % (pada jam ke 6, p<0.05), 28,6% (pada jam ke 18,
p<0.05) dan 31,9% ( pada jam ke 20, p<0.01) dengan pembanding glibenklamid
40 g/kg adalah 31,9 % (pada jam 8, p<0.01). Juga dapat menurunkan kadar
glukosa darah pada kelinci diabetes yang diinduksi aloksan yaitu 19,6% (pada jam
ke 8), 31,4% (pada jam ke 18) dan 36,5 % (pada jam ke 20) dengan pembanding
glibenklamid 40 g/kg adalah 34,9 % (pada jam 8) dengan p<0.001. Dekokta
daun tapak dara yang diberikan secara p.o pada tikus putih jantan dapat
menurunkan kadar glukosa darah pada menit ke 210, 240, dan 270 (kadar 15%)
serta pada menit ke 240 dan 270 (kadar 30%).[15,20,21] . Kontraindikasi yaitu
terhadap wanita hamil dan menyusui. Penggunaan tumbuhan ini harus atas
petunjuk dokter. Hanya untuk penderita kencing manis yang telah ditetapkan
dokter. Tanaman ini pernah dilaporkan adanya efek halusinogenik pada pasien
yang menghisap daun tapak dara sebagai pengganti marijuana.[22]
Ekstrak air daun tapak dara terbukti berpotensi menghambat metabolisme
enzim CYP2D6 (IC50= 11 mg/mL). Hasil tersebut mengindikasikan bahwa
ekstrak air daun tapak dara memiliki potensi interaksi dengan obat yang
dimetabolisme oleh enzim CYP2D6, antara lain amitriptilin, imipramin,
haloperidol, propranolol dan dekstrometorfan.[23] Ekstrak etanol (95%) daun tapak
dara yang diberikan dosis 75 mg/ kgBB setiap hari selama 24 hari secara p.o pada
tikus jantan mengurangi bobot badan, juga bobot testis dan prostat yang diautopsi
pada hari ke 25. Fraksi alkaloid herba tanaman yang diberikan secara i.p pada
mencit diperoleh LD50= 4,0 mL/kgBB. [15] Dekokta daun tapak dara 4-8 g per hari.
[24]

15

BAB III
PEMBAHASAN

Diabetes mellitus (DM) didefinisikan sebagai suatu penyakit atau


gangguan metabolisme

kronis dengan multi etiologi yang ditandai dengan

tingginya kadar gula darah disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat,


lipid dan protein sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin. Insufisiensi fungsi
insulin dapat disebabkan oleh gangguan atau defisiensi produksi insulin oleh selsel beta Langerhans kelenjar pankreas, atau disebabkan oleh kurang responsifnya
sel-sel tubuh terhadap insulin.[2]

16

Tingginya kadar glukosa dalam darah menyebabkan terjadinya penebalan


membran basal pembuluh-pembuluh kecil. Hal tersebut menyebabkan penurunan
penyaluran oksigen dan zat gizi ke jaringan-jaringan. Selain itu, terjadi pula
kerusakan pada sel endotel arteri yang menyebabkan meningkatnya permeabilitas
sel endotel, sehingga molekul yang mengandung lemak masuk ke arteri, serta
terjadinya pengendapan trombosit, makrofag, dan jaringan fibrosis. Penebalan
dinding arteri menyebabkan hipertensi, yang semakin merusak lapisan endotel
arteri yang menimbulkan gaya sehingga merobek sel-sel endotel. Efek vaskular
dari diabetes yang lain adalah penyakit arteri koroner dan stroke. Aterosklerosis
juga menyebabkan penyakit vascular perifer yang sering dijumpai pada penderita
DM kronis, dan ini menimbulkan amputasi. Kurangnya aliran oksigen (hipoksia)
ke retina yang diakibatkan oleh hiperglikemia, menyebabkan terjadinya retinopati.
[25]

Tingginya kadar gula dalam darah menyebabkan pelebaran glomerulus.


Hal ini menyebabkan penderita DM mengalami kebocoran protein ke urin.
Kebocoran protein yang menembus glomerulus secara lebih lanjut akan merusak
nefron, sehingga lebih banyak protein yang keluar bersama urin. Proteinuria
dikaitkan dengan penurunan fungsi ginjal. Penurunan fungsi ginjal menyebabkan
kemampuan mensekresi ion hidrogen ke dalam urin menurun. Penurunan
pembentukan vitamin D oleh ginjal menyebkan penguraian tulang. Selian itu,
penurunan pembentukan eritropoietin dapat menyebabkan defisiensi sel darah
merah dan anemia. Filtrasi glomerulus yang menurun drastic juga dapat
menyebabkan gagal ginjal. [25]
Upaya untuk mencapai tingkat kesehatan yang maksimal dilakukan
dengan mengikuti kebiasaan nenek moyang dengan melakukan pengobatan
sendiri jika mengalami sakit. Selain penggunaan obat sintesis kimia, tanaman obat
juga banyak digunakan untuk menurunkan kadar gula darah. Komponen bahan
aktif dari beberapa tanaman obat memiliki aktivitas biologis yang berguna untuk
pengobatan penyakit DM secara empiris. Efek hipoglikemik komponen bioaktif
pada tanaman tersebut berkontribusi dalam mengembalikan fungsi sel beta
pankreas sehingga menyebabkan peningkatan sekresi insulin. Dilaporkan pula,

17

kebanyakan tumbuhan yang mengandung alkaloid mempunyai efek sebagai


antidiabetes.[27]
Tapak dara merupakan tanaman dengan berbagai kandungan kimia dan
khasiat. Tumbuhan mengandung lebih dari 70 macam alkaloid, termasuk 28
biindol alkaloid. Kandungan yang berkhasiat menurunkan kadar glukosa darah
(hipoglikemik) antara lain leurosin, katarantin, lochnerin, tetrahidroalstonin,
vindolin dan vindolinin. Menurut Dalimarta[28], senyawa alkaloid seperti leurosin,
katarantin, lochnerine, tetrahydroalstonin, vindolin dan vindolinin yang terdapat
pada daun tapak dara dapat memberikan efek hipoglikemik. Cara kerja zat
bioaktif ini yaitu dengan menstimulasi pelepasan hormon insulin pada pankreas
atau menghambat kerja enzim -glukosidase pemecahan karbohidrat yang dapat
diserap oleh usus. Tiong dkk[29] meneliti aktivitas hipoglikemik dari vindoline,
vindolidine, vindolicine dan vindolinine yang diperoleh dari daun C. roseus (L.)
G. Don . Para penulis ini menunjukkan bahwa senyawa ini memicu kenaikan
penyerapan glukosa di pankreas atau sel myoblast, vindolicine menjadi senyawa
yang menunjukkan aktivitas tertinggi. Sebagai tambahan, vindolidine, vindolicine
dan vindolinine memiliki aktivitas penghambatan tinggi terhadap aktivitas
inhibitor tirosin protein fosfatase-1B, menunjukkan bahwa senyawa ini dapat
digunakan untuk diabetes.
Pengujian ekstrak methanol daun Catharantus roseus diujikan terhadap
gula darah dan enzim hepatik terhadap tikus diabetes. Ekstrak menunjukkan
peningkatan yang signifikan terhadap massa tubuh dan pengurangan terhadap gula
darah, urea, dan kolesterol. [23] Studi menggunakan hewan uji menunjukkan bahwa
ekstrak etanol dari daun dan bungan tapak dara dapat menurunkan gula darah.
Ekstrak tersebut dapat menurunkan hingga 49-58%. Efek hipoglikemik ini muncul
akibat peningkatan utilisasi glukosa di hati. [29]
Aktivitas hipoglikemik dideteksi menggunakan diklorometan : ekstrak
methanol (1:1) dari daun dan ranting Catharanthus roseus, diinduksi terhadap
tikus diabetes dengan dosis 500mg/kg yang diberikan secara oral selama 7-15
hari. Ekstrak menunjukkan aktivitas hipoglikemik sebesar 48.6% dan 57.6%.
aktivitas enzimatik dari sintesis glikogen, glucose 6-phosphatedehydrogenase,

18

succinate dehydrogenase dan malate dehydrogenase menunjukkan penurunan.


Hasil ini menunjukkan peningkatan metabolisme glukosa terhadap tikus uji
dengan peningkatan peroksidase lipid. [30]

BAB IV
PENUTUP
IV.1. Kesimpulan
1. Tanaman tapak dara dapat mengobati diabetes melitus dimana ekstrak
daun tapak dara dosis tunggal 150 mg/kgBB secara i.p pada tikus puasa
diabetes yang diinduksi aloksan dapat menurunkan kadar glukosa darah
pada hari ke 7 sebesar 37,1% dan pada hari ke 14 sebesar 48,5% dengan
pembanding metformin HCl dan glibenklamid.

19

2. Kandungan daun tapak dara yang berkhasiat menurunkan kadar glukosa


darah

(hipoglikemik)

antara

lain

leurosin,

katarantin,

lochnerin,

tetrahidroalstonin, vindolin dan vindolinin, vindolidine, vindolicine dan


vindolinine.
3. Efek hipoglikemik komponen bioaktif pada tanaman tapak dara
berkontribusi dalam mengembalikan fungsi sel beta pankreas sehingga
menyebabkan peningkatan sekresi insulin dengan menstimulasi pelepasan
hormon insulin pada pankreas atau menghambat kerja enzim glukosidase pemecahan karbohidrat yang dapat diserap oleh usus.
Aktivitas hipoglikemik dari vindoline, vindolidine, vindolicine dan
vindolinine memicu kenaikan penyerapan glukosa di pankreas atau sel
myoblast.
IV.2. Saran
Sebaiknya dilakukan pengembangan produk herbal sebagai alternatif
pengobatan diabetes mellitus dimana produk herbal ini dapat di produksi di
industry rumahan maupun industry obat.

DAFTAR PUSTAKA
1. Sukandar E Y. Tren dan Paradigma Dunia Farmasi. ITB : Dies Natalis
ITB. 2006
2. WHO. Traditional medicine. United Nation : WHO. 2003
3. De Padua LS, Bunyapraphatsara N, Lemmens RHMJ. Medical and
Poisonous Plants 1. Bogor: PROSEA. 1999
4. Soriton H, Yamlean PVY, Lolo WA. Uji efektivitas ekstrak etanol daun
tapak dara (Catharantus roseus (L.) G.Don) terhadap penurunan kadar

20

gula darah tikus putih jantan galur wistar (Rattus norvegicus L.) yang
diinduksi sukrosa. Pharmacon. 2014. 3(3)
5. Ibrahim M, Mehjabeen SS, Narsu ML. Pharmacological Evaluation Of
Catharanthus

Roseus.

International

Journal

of

Pharmaceutical

Applications.2011;2(3)
6. Widjayanti, A., Ratulangi, B.T. Pemeriksaan Laboratorium Penderita
Diabetes.
Available
from
:http://www.tempo.co.id/medika/online/tmp.online.old/pus-1.htm. Access :
8 Desember 2015
7. World Health Organisation. Diabetes mellitus : Report of a WHO Study
Group. World Health Organisation. Geneva-Switzerland. 2006. S5-36.
8. John. MF Adam. Klasifikasi dan Kriteria Diagnosis Diabetes Melitus yang
Baru. Cermin Dunia Kedokteran. 2006; 127:37-40.
9. Publlication and Product National Diabetes facts Sheet. Available :
http://www.cdc.gov/diabetes/pubs/general05.htm#what. Access : 8
Desember 2015
10. Price, A. S dan Wilson, M. L. 1995. Patofisiologi Konsep Klinik Prosesproses Penyakit Edisi IV. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
11. Katzung, B.G., 2007, Vasodilator & Terapi Angina Pektoris, dalam
Katzung, B.G., Farmakologi Dasar & Klinik (Basic & Clinical
Pharmacology), edisi 10, Penerbit Buku Kedokteran, EGC, Jakarta.
12. Arsi TA. Uji Potensiasi Efek Hipnotik Natrium Tiopental Oleh Ekstrak
Toluena Herba Tapak Dara(Catharanthus roseus [L.] G. Don) pada Mencit
Putih Jantan Galur Swiss Webstar [skripsi]. Surakarta : Fakultas Farmasi
Universitas Muhammadiyah Surakarta ; 2008
13. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Materia Medika Indonesia.
Jilid VI. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia ; 1995 .6771
14. Backer CA, Bakhuizen VDB.

Flora of Java (Spermatophytes Only).

Wolters-Noordhoff N.V.P.,Groningen.1965: 2; 228.


15. Ross IA. Medicinal Plants of the World : Chemical Constituents,
Tradisional and Modern Medicinal Uses. New Jersey : Humana Press
Inc ; 1999.109-118.
16. Winarto WP. Tanaman Obat Indonesia: Untuk Pengobat Herbal. Jilid 2.
Jakarta : Karyasari Herba Media ; 2007.165-168.
17. Brossi A, Helmunth R , Manske F. The Alkaloids: Chemistry and
Pharmacological. Academic Press ; 1990.

21

18. Sain M, Sharma V. Catharanthus roseus (An anti-cancerous drug yielding


plant) - A Review of Potential Therapeutic Properties. Int. J. Pure App.
Biosci. 2013 ; 1 (6): 139-142.
19. Akhtar AM, Rashid M, Wahed I, Islam R., Shaheen MS ,Islam A et al.
Comparison of long-term antihyperglycemic and hypolipidemic effects
between Coccinia cordifolia and Catharanthus roseus (Linn) in alloxaninduce diabetic rats. Res. J. Medicine & Med. Sci : 2007 ; 2(1). 29-34.
20. Chang, H.M., But, P.P.H., 1986, Pharmacology and Applications of
Chinese Materia Medica,Translated : Yao. S.C.,Wang. L.L., Yeung. S.C.S.,
World Scientific Publishing Co. Pte.Ltd., Philadelphia, 240-245.
21. Iweala, E.E.J., m, C.U., 2005, Comparative study of the hypoglycemic and
biochemical effects of Catharanthus roseus (Linn.) C. apocynaceae
(Madagascar periwinkle) and clorpropamid (diabenese) on alloxaninduced diabetic rats,Biochem., 17(2):149-156.
22. Dermaderosin A, Beutler JA. The Review of Natural Products: The Most
Complete Source of Natural Product Information. 5th Edition. Wolters
Kluwer Health ; 2008. 997-998.
23. Jayanthi M, Sowbala1 N, Rajalakshmi G, Kanagavalli U, Sivakumar V,
Study Of Anti Hyperglycemic Effect Of Catharanthus Roseus In Alloxan
Induced

Diabetic

Rats,

International

Journal

of

Pharmacy

and

Pharmaceutical Sciences, 2009; 4: 19-25.


24. Usia T, Iwata H, Hiratsuka A, Watabea T, Kadota S, Tezuka Y. CYP3A4
and CYP2D6 inhibitory activities of Indonesian medicinal plants,
Phytomed. 2005.13:6773.
25. Corwin, Elizabeth J. Patofisiologi. Jakarta : Buku Kedokteran EGC; 2007.
26. Koh, H.L., Chua, T.K., Tan., C.H., 2009, A Guide to Medicinal Plants,
World Scientific Publishing, Singapore, 40-41.
27. Soriton H, Yamlean PVY. Lolo WA. Uji Efektivitas Ekstrak Etanol Daun
Tapak Dara (Catharantus roseus (L.) G.Don) terhadap Penurunan Kadar
Gula Darah Tikus Putih Jantan Galur Wistar (Rattus norvegicus L.) yang
Diinduksi Sukrosa). Jurnal Ilmiah Farmasi. 2014: 3(3) ; 2302-2493.
28. Dalimartha S. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia. Jakarta : Agro Media
Pustaka ; 2007.

22

29. Singh SN, Vats P, Suri S. Effect of an antidiabetic extract of Catharanthus


roseus on enzymic activities in streptozotocin induced diabetic rats.
Journal of Ethnopharmacology. 2001; 76: 269-77.
30. Som Nath Singh,PraveenVats, Shoba Suri, Radhey Shyam, Kumria MML,
Ranganathan S Sridharan K. Effect of an antidiabetic extract of
Catharanthus roseus on enzymic activities in streptozotocin induced
diabetic rats. Journal of Ethnopharmacology, 2001;76:269277.

Anda mungkin juga menyukai