Anda di halaman 1dari 36

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit gula atau Diabetes mellitus adalah penyakit yang disebabkan
oleh tingginya kadar glukosa darah (hiperglikemia). Masyarakat lebih
mengenal penyakit diabetes dengan sebutan kencing manis karena dalam
urin penderita kadar glukosa lebih tinggi daripada keadaan normal.
Penyebab lain timbulnya penyakit diabetes mellitus akibat adanya gangguan
hormonal seperti insulin yang. berperan dalam metabolisme glukosa dalam
sel tubuh. Penyakit ini tidak hanya menyerang orang tua saja bahkan dapat
menyerang anak-anak (Mahler 1991).
Jumlah penderita diabetes mellitus di dunia tiap tahunnya terus
meningkat. Menurut survei organisasi kesehatan dunia WHO, Indonesia
menempati urutan ke-4 terbesar dalam jumLah penderita diabetes melitus
dengan tingkat pertumbuhan sebesar 8,6% per tahun dari total penduduk,
sedangkan urutan diatasnya India, China dan Amerika Serikat (Departemen
Kesehatan 2005).
Berbagai usaha telah dilakukan untuk mengobati penyakit ini seperti
penyuntikan insulin ataupun penggunaan obat antidiabetes yang dijual
secara komersil. Mahalnya harga insulin dan obat-obat antidiabetes pada
saat ini menyebabkan sebagian besar masyarakat mulai beralih ke
penggunaan obat tradisional karena harganya yang lebih murah, mudah
2

didapat dan tidak menimbulkan efek samping. Obat tradisional adalah
tumbuhan yang digunakan sebagai obat. Menurut Widowati et al (1997), ada
46 jenis tanaman di Indonesia yang berfungsi sebagai obat antidiabetes.
Komplikasi yang disebabkan diabetes melitus berupa kerusakan organ
yang dapat memperberat kondisi pasien. Pengobatan untuk penderita, pada
umumnya seumur hidup sehingga seringkali menyebabkan penderita bosan
dan membutuhkan biaya yang cukup tinggi. Pengobatan dan pemeliharaan
kesehatan diabetes menyedot dana yang sangat besar setiap tahunnya, tidak
hanya bagi perorangan, melainkan juga dalam lingkup moneter (Kristiana
dan Suharmiati, 2006).
Salah satu obat diabetik oral yang banyak dipakai dalam terapi DM
adalah glibenklamid yang merupakan suatu derivat sulfonilurea.
Glibenklamid bekerja dengan merangsang sekresi insulin oleh sel beta
pankreas (Handoko dan Suharto, 2005). Sementara itu, beberapa negara
telah mulai mengembangkan pengobatan herbal.
Banyak tanaman yang diduga memiliki khasiat sebagai anti diabetes dan
telah digunakan oleh masyarakat secara turun temurun, akan tetapi
kebanyakan belum ada data ilmiahnya (Widowati et all., 1997). WHO
merekomendasi penggunaan obat tradisional termasuk herbal dalam
pemeliharaan masyarakat, pencegahan, dan pengobatan penyakit, terutama
untuk penyakit kronis, penyakit degenerative dan kanker. WHO juga
mendukung upaya-upaya dalam peningkatan keamanan dan khasiat dari obat
tradisional (WHO , 2003).
3

Menurut Purwandari et al , (2002), salah satu tanaman yang dijadikan
sebagai obat tradisional untuk penyakit DM adalah herbal pletekan (Ruellia
tuberose L.). Yang termasuk dalam family Aachantaceacae yang juga
berkhasiat sebagai antidiabetes adalah sambiloto (Andrographis paniculata.
Kandungan kimia dalam sambiloto yang diduga sebagai antidiabetes adalah
glikosida flavonoid (Yulinah et al., 2001). Secara taksonomi, golongan
tanaman dalam satu family kemungkinan memiliki kandungan kimia dan
khasiat yang hampir sama (Fransworth, 1996).
Hasil penelitian tersebut didukung dengan adanya jurnal penelitian yang
menyebutkan bahwa senyawa golongan flavonoida seperti flavanon, flavon,
flavonol, isoflavon dan antosianin berkhasiat untuk mengobati penyakit
diabetes (Anonimb, 2010).
Tanaman Kelor telah dikenal selama berabad-abad sebagai tanaman
multi guna, padat nutrisi dan berkhasiat obat. Mengandung senyawa alami
yang lebih banyak dan beragam dibanding jenis tanaman lainnya yang ada.
Tanaman Kelor mengandung 46 anti oksidan kuat yang melindungi tubuh
dari radikal bebas, mengandung 18 asam amino (8 diantaranya esensial)
yang dibutuhkan tubuh untuk membangun sel-sel baru, 36 senyawa anti
inflamasi, serta 90 nutrisi alami seperti vitamin dan mineral (Ruckmani et
al., 1998).
Seluruh bagian tanaman Kelor memiliki berbagai manfaat dan khasiat
penyembuhan yang mengesankan dengan nilai nutrisi yang tinggi. Bagian-
bagian yang berbeda dari tanaman Kelor, mengandung profil mineral
penting dan merupakan sumber protein yang baik, vitamin, -karoten,
4

fenolat dan berbagai asam amino. Kelor menyediakan kombinasi yang
langka dan berlimpah dari zeatin, quercetin, -sitosterol, asam
caffeoylquinic dan kaempferol. Kelor juga merupakan sumber yang kaya
asam askorbat yang membantu dalam sekresi insulin. Kelor menyediakan
kombinasi yang kaya dan langka dari zeatin, quercetin, - sitosterol, asam
caffeoylquinic dan kaempferol. Kandungan quercetin dapat digunakan untuk
menurunkan kadar glukosa darah (Faizi et al., 1994a, Siddhuraju dan
Becker, 2003).

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana efek potensi anthiperglikemik antara ekstrak etanol daun
kelor dan daun pletekan ?
2. Bagaimana cara mengkombinasi tanaman daun kelor dan daun pletekan
sebagai antihiperglikemik ?

C. Tujuan
1. Mengetahui efek potensi antihiperglikemik ekstrak etanol daun kelor dan
daun pletekan.
2. Mengetahui cara mengkombinasi tanaman daun kelor dan daun pletekan
sebagai antihiperglikemik.




5


D. Manfaat
Manfaat dari praktikum ini adalah sebagai berikut:
1. Pertimbangan untuk memilih obat antihiperglikemik yang terdapat di
pasaran.
2. Bahan informasi dan referensi bagi pihak-pihak yang membutuhkan,
khususnya praktikum herbal.






















6

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Hiperglikemia
1. Definisi
Hiperglikemia adalah kondisi dimana kadar gula darah yang tinggi.
Pada keadaan tersebut hal yang mendasarinya adalah defisiensi insulin.
Hiperglikemik menurut WHO adalah kadar gula darah > 126 mg/dl, kadar
gl, kadar glukosa darah antara 100-126 mg/dl dianggap suatu keadaan
toleransi abnormal glukosa. Hiperlikemik berbeda dengan diabetes
mellitus, pada umumnya hiperglikemia akan terjadi setelah makan terutama
yang mengandung glukosa tinggi, namun keadaan glukosa darah tinggi
(hiperglikemia) itu bukanlah diabet mellitus karena tubuh tentu akan
merespon dengan mekanisme umpan balik untuk menurunkan kadar
glukosa melalui pensekresian insulin oleh pankreas sehingga glukosa darah
menjadi dalam ambang normal. Namun, jika keadaaan hiperglikemia
terjadi secara terus-menerus dan berlangsung menahun, maka
mengakibatkan diabetes mellitus (Setia, 2008).
Hiperglikemia merupakan keadaan saat konsentrasi kadar gula dalam
darah melewati batas normal. Keadaan ini dapat terjadi akibat adanya
defisiensi insulin sehingga penyerapan glukosa ke dalam sel menjadi
terhambat (Ohta, 2002). Kadar gula dalam darah normal kurang dari 100
mg/dL, sesaat setelah makan kadar gula dalam darah dapat meningkat
7

hingga 120 mg/ dL dan dapat kembali normal 2 jam setelah makan
(Soegondo, 2004).
Diabetes melitus atau DM, didefinisikan sebagai suatu kelainan
metabolik kronis yang memiliki dampak signifikan terhadap kesehatan
yang ditandai dengan tingginya kadar gula dalam darah. Salah satu
penyebab diabetes melitus yaitu ditandai dengan menurunnya hormon
insulin yang diproduksi oleh sel beta pulau Langerhans dalam kelenjar
pankreas. Insulin merupakan hormon yang berperan dalam metabolisme
glukosa khususnya sebagai perantara masuknya glukosa di dalam darah ke
sel-sel jaringan tubuh lainnya seperti otot dan jaringan lemak (Garret &
Grisham, 2002).
Kriteria diagnose Diabetes Mellitus:
1. Kadar glukosa puasa > 126 mg/dl
2. Kadar glukosa 2 jam setelah makan > 200 mg/dl
3. Kadar glukosa sewaktu > 200 mg/dl

2. Patofisiologi
a. Diabetes mellitus Tipe I (IDDM), jenis remaja.
1. Terjadi pada 10% dari semua kasus diabetes
2. DM tipe ini berkembang pada anak-anak atau awal dewasa.
3. Penyebabnya adalah adanya kerusakan pada sel pankreas akibat
autoimun sehingga terjadi defisiensi insulin absolut. Reaksi
autoimun umumnya trjadi setelah waktu yang panjang (9-13 tahun)
8

yang ditandai oleh adanya parameter-parametersistem imun ketika
terjadi kerusakan sel . Hiperglikemik teerjadi bila 80-90% dari sel
pankreas.
4. Factor yang menyebabkan terjadinya autoimun tidak diketahui,
tetapi proses itu diperantai oleh matrofag dan limfosit T dengan
autoantibodi yang ke berbagai antigen sel (antibody islet dan
antibodi insulin) (Murray 2003).
b. Diabetes mellitus Tipe II ( NIDDM), jenis dewasa.
1. Terjadi pada 90% dari semua kasus diabetes dan biasanya ditandai
dengan resistensi insulin dan defistensi insulin relatif.
2. Akibat proses menua, banyak pasien jenis ini mengalamai
penyusutan sel-sel beta yang progresif serta penumpukan amiloid
sekitar sel-sel . Sel yang tersisa pada umumnya masih aktif,
tetapi sekresi insulinnya semaking berkurang. Selain itu kepekaan
reseptornya menurun. Hipofungsi sel-sel ini bersama resistensi
insulin yang meningkat mengakibatkan gula darah meningkat
(hiperglikemia).
3. DM tipe II lebih disebabkan karena gaya hidup penderita
(kelebihan kalori, kurangnya olahraga, dan obesitas) dibandingkan
pengaruh genetic.
9

c. Diabetes yang disebabkan oleh factor lain (1-2%), termasuk gangguan
endokrin (misalnya akromegali, sindrom chusing(, diabetes mellitus
gestational (DMG), penyakit pankreas eksokrim (pancreatitis), dan
karenaobat (glukokortikoid, pentamidin,niasin,dan -interferon).
Komplikasi mikrovaskuler berupa retinopti, neuropati dan nefropati,
komplikasi makrovaskuler berupa penyakit jantung koroner, stroke, dan
penyakit vascular periferat (Matsumoto, 2002).

B. Pembentukan dan Metabolisme Glukosa
Glukosa darah berasal dari makanan, glukoneogenesis, dan glikogenolisis.
Makanan ketika dikunyah akan bercampur dengan saliva yang terdiri atas enzim
pencernaan ptialin yang terutama diekskresi oleh kelenjar parotis. Enzim ini
menghidrolisis karbohidrat menjadi disakarida dan polimer glukosa kecil lainnya.
Selanjutnya, pencernaan karbohidrat dilakukan oleh amylase pankreas yang
mengandung sejumlah besar alpha amilase. Enterosit pada vili usus halus
mengandung enzim laktase, sukrase, maltase, alpha dekstrinase. Enzimenzim ini
mampu memecah disakarida dan unsur polimer glukosa kecil menjadi
monosakarida, galaktosa, fruktosa, dan glukosa (Guyton, 2007). Glukosa dan
galaktosa diserap oleh transpor aktif sekunder sementara fruktosa diserap ke dalam
darah melalui difusi terfasilitasi (Sherwood, 2001).
Glukosa dibentuk melalui proses glukoneogenesis dari berbagai senyawa
glukogenik. Senyawa ini terdiri dari dua golongan, yaitu senyawa yang meliputi
konversi netto langsung menjadi glukosa tanpa daur ulang yang berarti seperti
beberapa asam amino dan propionat. Serta senyawa yang merupakan hasil
10

metabolisme parsial glukosa dalam jaringan tertentu yang diangkut ke dalam hati
dan ginjal untuk disintesis kembali menjadi glukosa, seperti senyawa laktat dan
gliserol bebas (Murray, 2003).
Glikogenolisis berarti pemecahan glikogen yang disimpan sel untuk
membentuk kembali glukosa di dalam sel. Setiap molekul glukosa yang
berurutan pada masing masing cabang polimer glikogen dilepaskan melalui
proses fosforilasi yang dikatalis oleh enzim fosforilase (Guyton and Hall,
2007).

C. Pengaturan Kadar Glukosa Darah
Konsentrasi glukosa darah diatur dalam batas batas yang sempit. Keadaan
setelah penyerapan makanan, kadar glukosa darah pada manusia dan banyak
mamalia akan berkisar antara 4,5-5,5 mmol/L. Mengkonsumsi makanan yang
mengandung karbohidrat kadar tersebut dapat naik menjadi 6,5- 7,2 mmol/L.
Proses mempertahankan kadar glukosa yang stabil dalam darah merupakan
salah satu mekanisme homeostatis (Guyton and Hall, 2007).
Faktor interna dalam tubuh diantaranya dipengaruhi oleh enzim
glukokinase, insulin, glukagon, hormon pertumbuhan, glukokortikoid, tiroksin,
sistem gastrointestinal. Sedangkan faktor eksterna berupa penurunan dan
peningkatan asupan karbohidrat (pati) mempengaruhi kadar gula dalam darah
(Price and Wilson, 1995).
Hormon insulin memiliki peranan pokok dalam pengaturan konsentrasi
glukosa darah. Hormon ini dihasilkan oleh sel sel pada pulau Langerhans
pankreas dan disekresikan ke dalam darah secara langsung pada hiperglikemia.
11

Mekanisme penurunan gula darah oleh insulin meliputi peningkatan laju
penggunaan glukosa melalui oksidasi, glikogenesis dan lipogenesis. Difusi
fasilitatif glukosa ke dalam sel sel otot dan sel lemak meningkat, penyimpanan
glukosa dalam hati dan otot dalam bentuk glikogen, serta pengambilan glukosa
untuk diubah menjadi lemak oleh sel lemak dan sel hati meningkat. Glukagon
yang diproduksi oleh sel sel alfa pulau Langerhans pankreas mempunyai
pengaruh berkebalikan dengan insulin. Glukagon meningkatkan gula darah
melalui peningkatan glikogenolisis dan glukoneogenesis (Almatsier, 2001).

D. Pengukuran Kadar Glukosa Darah
Terdapat dua metode utama yang digunakan untuk mengukur glukosa.
Metode lama dengan metode kimiawi yang memanfaatkan sifat mereduksi
glukosa nonspesifik dalam reaksi dengan bahan indikator yang dapat berubah
warna bila tereduksi. Adanya senyawa lain dalam darah seperti urea, metode ini
dapat lebih tinggi 5-15 mg/dl. Metode kedua menggunakan metode enzimatik
yang umumnya menggunakan glukosa oksidase atau heksokinase. Enzim ini
bekerja spesifik pada glukosa dan tidak pada bahan pereduksi yang lain (Sacher,
2004).
Kadar gula darah puasa memberikan petunjuk terbaik mengenai
homeostatis glukosa keseluruhan. Respon metabolik terhadap pemberian
karbohidrat dapat dinilai dengan pengukuran kadar glukosa postprandial yang
diambil 2 jam setelah makan atau pemberian glukosa. Pengukuran konsentrasi
glukosa darah postprandial memberikan informasi mengenai homeostatis
glukosa sesaat. Evaluasi pengendalian glukosa jangka panjang dilakukan
12

dengan mengukur hemoglobin terglikolisasi dalam eritrosit (Sacher and Mc
Pherson, 2004).

E. Farmakoterapi Diabetes Melitus
1. Definisi dan Diagnosis
Diabetes merupakan suatu sindrom dengan terganggunya metabolism
karbohidrat, lemak dan protein yang disebabkan oleh berkurangnya sekresi
insulin atau penurunan sensitivitas jaringan terhadap insulin (Guyton and
Hall, 2007).
Diagnosis diabetes melitus dilihat dari ada tidaknya keluhan khas
diabetes antara lain poliuri, polidipsi, polifagi, penurunan berat badan,
kesemutan, mata kabur, dan disfungsi ereksi pada pria Kriteria Diagnostik
Diabetes Melitus berupa : kadar glukosa darah sewaktu 200 mg/dl, kadar
glukosa darah puasa 126 mg/dl, kadar glukosa plasma 2 jam setelah beban
glukosa 75 gram 200 mg/dl (PERKENI, 2006).
Peningkatan kadar glukosa dalam darah ini dapat menimbulkan suatu
keadaan stress oksidatif dimana terjadi peningkatan kuantitas radikal bebas
dan penurunan antioksidan tubuh. Pada hiperglikemia, terbentuknya suatu
radikal bebas, ROS (Reaktive Oxygen Species) berasal dari oksidasi glukosa,
glikolisasi non enzimatik protein, dan degradasi oksidatif dari protein
terglikolisasi (Maritim et al, 2003).
ROS dapat meningkatkan pembentukan TNF yang mengakibatkan
resistensi insulin melalui penurunan autofosforilisasi reseptor insulin,
perubahan reseptor insulin dan penurunan GLUT 4 (Widowati, 2008).
13

Selain itu, ROS dapat memicu kerusakan sel-sel tubuh, termasuk sel beta
pancreas yang akan mengalami degranulasi sehingga jumlah sel beta
berkurang. Hal ini dapat menyebabkan berkurangnya sel beta pankreas yang
mempengaruhi produksi insulin (Kaneto et al, 1999).
2. Tipe dan Karakteristik
a. DM tipe 1, disebabkan destruksi sel beta pankreas yang umumnya
menjurus ke defisiensi insulin absolut melalui proses imunologik dan
idiopatik.
b. DM tipe 2, bervariasi mulai dari yang predominan resistensi insulin
disertai defisiensiinsulin relatif sampai yang predominan gangguan
sekresi insulin bersama resistensi insulin.
c. DM tipe lain, disebabkan oleh defek genetik fungsi sel beta, defek
genetik kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas, endokrinopati, karena
obat/ zat kimia, infeksi, sebab imunologi (jarang), sindrom genetik lain.
d. Diabetes Kehamilan/ Gestasional, suatu intoleransi glukosa yang terjadi
atau pertama kali ditemukan pada saat hamil.(Gustaviani, 2007).
3. Pengobatan dan Terapi
Langkah pertama dalam mengelola diabetes melitus selalu dimulai
dengan pendekatan non farmakologis berupa terapi nutrisi medik, kegiatan
jasmani, dan penurunan berat badan bila didapat obesitas. Bila dengan
langkahlangkah tersebut, sasaran pengendalian diabetes belum tercapai
maka dilanjutkan dengan penggunaan obat atau intervensi farmakologis
(Soegondo, 2007).
14

Terapi nutrisi medik berupa pengaturan pola makan yang didasarkan
pada gaya hidup dan pola kebiasaan makan, status nutrisi dan faktor khusus
lain. Karbohidrat yang diberikan tidak lebih dari 55-65%, protein sekitar
10-15%, sedangkan lemak dibatasi dengan jumlah maksimal 10% dari total
kebutuhan kalori perhari. Makanan tersebut dibagi dalam 3 porsi besar,
untuk makan pagi (20%), makan siang (30%), makan malam (25%), serta
2-3 porsi ringan (10-15%) diantara makan besar. Kegiatan jasmani akan
mengurangi resiko kejadian kardiovaskuler, meningkatkan harapan hidup
serta memberikan rasa nyaman (Yunir dan Subardi, 2007).
Terapi farmakologis dengan obat anti diabetik oral berupa derivate
sulfonilurea, derivat biguanid dan alfa glukosidase inhibitor (acarbose)
Acarbose merupakan inhibitor kompetitif enzim alfa glukosidase sehingga
dapat menurunkan penyerapan glukosa. Sulfonilurea seperti tolbutamid,
tolazamid, glibenklamid, glipizid bekerja dengan merangsang sekresi
insulin di pankreas. Sedangkan derivat biguanid seperti metformin
merangsang glikolisis anaerob sehingga glukosa yang memasuki sel otot
lebih banyak (PERKENI, 2006).







15

F. Klasifikasi Tanaman Kelor


Gambar 1. Moringa oleifera lamk
Sumber: Plantamor, 2010
Klasifikasi tanaman kelor menurut Syamsuhidayat dan Hutapea (1991)
adalah:
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua/dikotil)
Sub Kelas : Dilleniidae
Ordo : Capparales
Famili : Moringaceae
Genus : Moringa
Spesies : Moringa oleifera Lam

16

Di Indonesia, tanaman kelor mempunyai nama lokal yaitu kelor (Jawa,
Sunda, Bali,Lampung), Kerol (Buru), Marangghi (Madura), Maltong (Flores),
Kelo (Gorontalo), Keloro (Bugis), Kawano (Sumba), Ongge (Bima), Hau fo
(Timor). Di daerah pedesaan, tanaman kelor sering ditemukan sebagai tanaman
pagar hidup, pembatasan tanah atau penjalar tanaman lain. Penanaman kelor
yang paling umum dilakukan adalah dengan cara stek batang tua atau cukup tua.
Caranya dengan langsung tancapkan ke dalam tanah. Persemaian biji kelor yang
tua dapat juga dijadikan bibit tanaman, namun jarang digunakan (Aliya, 2006).
1. Kandungan tanaman Kelor
Daun Kelor menjadi sumber antioksidan alami yang baik karena
kandungan dari berbagai jenis senyawa antioksidan seperti asam askorbat,
flavonoid, phenolic dan karotenoid (Anwar et al, 2005;. Makkar dan Becker,
1996).
Kandungan Antioksidan dalam Kelor seperti Vitamin A, Vitamin C,
Vitamin E, Vitamin K, Vitamin B (Kolin), Vitamin B1 (Thiamin), Vitamin
B2 (Riboflavin), Vitamin B3 (Niacin), Vitamin B6, Alanin, Alpha-carotene,
Arginine, Beta-carotene , Beta-sitosterol, Caffeoylquinic Asam,
Campesterol, Karotenoid, Klorofil, Chromium, Delta-5-Avenasterol, Delta-
7-Avenasterol, Glutathione, Histidine, Asam Indole Acetic,
Indoleacetonitrile, Kaempferal, Leusin, Lutein, Metionin, miristat-Asam,
palmitat-Asam, Prolamine, Proline, Quercetin, Rutin, Selenium, Treonin,
Triptofan, Xanthins, Xanthophyll, Zeatin, zeaxanthin, Zinc. (Makkar dan
Becker, 1996).
2. Khasiat Kelor
17

Kelor sangat penting untuk penyembuhan berbagai penyakit. Berbagai
bagian dari tanaman seperti daun, akar, biji, kulit kayu, buah, bunga dan
polong matang, bertindak sebagai stimulan jantung dan peredaran darah,
memiliki antitumor, antipiretik, antiepilepsi, antiinflamasi, antiulcer,
antispasmodic, diuretik, antihipertensi, penurun kolesterol, antioksidan,
antidiabetik, aktivitas hepatoprotektif, antibakteri dan antijamur, dan saat
ini sedang digunakan untuk pengobatan penyakit yang berbeda dalam sistem
dunia kedokteran, khususnya di Asia Selatan (Anwar, 2006).
Daun kelor dapat digunakan sebagai pencahar, diterapkan sebagai tapal
untuk luka, dioleskan pada pelipis untuk sakit kepala, digunakan untuk
demam, sakit tenggorokan, bronchitis, infeksi telinga dan mata, kudis dan
penyakit selesema, jus daun diyakini untuk mengontrol kadar glukosa,
diterapkan untuk mengurangi bengkak pada kelenjar. (Morton, 1991; Fuglie,
2001; Makonnen et al.,1997; The Wealth of India, 1962; Dahot, 1988).
3. Mekanisme Kerja Quercetin (Flavonoid)
Quercertin adalah salah satu antioksidan kuat dan merupakan
bioflavonoid utama yang terdapat dalam diet sehari-hari. Quercetin dapat
memperbaiki uptake glukosa melalui stimulasi 3T3-L1 pada sel adiposit
matur oleh insulin. Quercetin juga dapat mensensitasi kerja insulin dengan
cara meningkatkan fosforilasi tirosin pada reseptor insulin dan
memperpanjang proses signaling. Kedua mekanisme ini mengindikasikan
bahwa quercetin dapat memperbaiki resistensi insulin pada jaringan perifer.
Selain itu, senyawa ini memiliki efek penghambatan terhadap degradasi
glikogen di hati. Hambatan degradasi glikogen secara langsung akan
18

mengurangi pelepasan glukosa oleh hati sehingga menurunkan kadar
glukosa darah ( Life Sci, 2008).
Mekanisme antioksidan yang dapat melindungi diri dari kerusakan sel
yang disebabkan oleh radikal bebas. Enzim antioksidan glutathione
peroksidase, katalase dan superoksida dismutase (SOD) adalah enzim yang
memiliki aktivitas kerja menangkal radikal bebas. Namun, untuk dapat bekerja
sempurna mereka membutuhkan mikronutrien kofaktor seperti selenium, besi,
tembaga, seng, dan mangan, dan kelor mengandung semua mikronutrien
kofaktor yang dibutuhkan tersebut. (Dillard dan Jerman, 2000; Siddhuraju dan
Becker, 2003).

Struktur Quercetin









19

G. Klasifikasi Tanaman Pletekan

Gambar 2.2 Tanaman Pletekan
W. Medina y R. Salas (2001)

Tanaman Ruellia tuberosa Linn. Secara taksonomi mempunyai
klasifikasi sebagai berikut (Ditjen POM, 2009) :
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Divisi : Spermatophyta
Sub Divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Ordo : Lamiales
Family : Acanthaceae
Genus : Ruellia
Spesies : Ruelllia tuberosa L.



20

1. Kandungan Tanaman Pletekan
Ruelllia tuberosa L. salah satu jenis yang banyak ditemukan di
Indonesia. Flavonoid merupakan senyawa mayor pada Ruelllia tuberosa L.
(Long, 1976).
Penelitian sebelumnya telah mengisolasi beberapa senyawa flavonoid
yaitu kirsimaritin, kirsimarin, kirsilil 4-glukosida, sorbifolin, dan pendalitin
(Chen, 2006). Beberapa hasil penelitian melaporkan bahwa senyawa alam
seperti senyawa golongan fenol dapat menurunkan aktivitas enzim xantin
oksidase dan dihasilkan di alam.(Cos, 1998).

Struktur flavonoid


2. Khasiat Tanaman Pletekan
Ruelllia tuberosa L. secara tradisional digunakan untuk pengobatan
sebagai diuresis, antidiabetes, antipiretik, antihipertensi dan bahan antidot.
Ruelllia tuberosa L.
Termasuk simplisia yang ditambahkan dalam minuman kesehatan (Chen,
2006). Berdasarkan penggunaan dan pemanfaatan sebagai bahan obat bagian
tanaman yang sering digunakan adalah daun Ruelllia tuberosa L.
21

3. Mekanisme Kerja Flavonoid
Flavonoid memiliki efek utama sebagai inhibitor xantin oksidase dan
aktivitas antioksidan. Jumlah dan posisi gugus gula pada flavonoid juga
dapat mengurangi efek inhibisi, karena dapat menyebabkan molekul
menjadi besar dan bersifat hidrofilik, hasilnya akan mengurangi kontak
antara glikosida flavonoid sengan enzim (Jhons, 1999).

H. Metode Ekstraksi
Ekstrak adalah kegiatan penarik kandungan kimia yang dapat larut sehingga
terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair (Depkes RI,
2000). Ekstraksi dengan menggunakan pelarut dapat dilakukan dengan beberapa
cara (Depkes RI,2000) yaitu :
1. Cara dingin
a. Maserasi
Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan
pelarut dengan beberapa kali pengadukan pada temperature ruangan
(Depkes RI, 2000).
b. Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut sampai sempurna
(exhaustive extraction) yang umumnya dilakukan pada temperatur
ruangan. Proses terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap
maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan
ekstrak) (Depkes RI, 2000).

22

2. Cara Panas
a. Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya,
selama waktu tertentu dan jumlah pelarut yang ralatif konstan dengan
adanya pendingin balik (Depkes RI, 2000).
b. Soxhlet
Soxhlet adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang umumnya
dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu
dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik
(Depkes RI, 2000).
c. Infus
Infus adalah sediaan cair yang dibuat dengan menyari simplisia nabati
dengan air pada suhu 90C selama 15 menit (depkes RI, 2000).











23

I. Kerangka Konsep
Kerangka konsep penelitian adalah sebagai berikut :






















: Diteliti
: Tidak diteliti
Gambar 2.4 Skema Kerangka konsep
Obat Sintetis
Biguanida
Kalium-channel
blockers
Glukosidase
-inhibitors
Thiazolidindion
n
Penhambat DPP-
4 blockers

Ekstrak
daun kelor
Ekstrak daun
pletekan
Obat Tradisional
gliklazid
sulfonilurea
Uji kadar glukosa
Pengukuran kadar glukosa
Kombinasi daun kelor (Moringa oleifera lamk) dan daun pletekan
(Ruelllia tuberosa L) mempunyai pengaruh terhadap penurunan kadar
Diabetes Melitus
Hiperglikemik
Radikal bebas
Abnormalitas metabolism glukosa
Terapi
24

J. Penelitian Terkait
1. Jurnal 1
Judul : Efek Quercetin untuk menurunkan kadar trigliserida dan
glukosa darah pada tikus model diet-induced obesity.
Penulis : Frida Lorita Hafidasari pitoyo dan Heni fatimawati.
Tahun : 2012
Hasil : analisis terhadap kadar glukosa darah menunjukkan bahwa
penurunan kadar glukosa darah bermakna didapatkan pada
semua kelompok tikus yang diterapi quercetin, berturut-turut
2 mg/kgbb (145.5 13.102), 10 mg/kgbb (122.75 4.787),
dan 50 mg/kgbb (116.75 12.816), dibandingkan dengan
kelompok kontrol obes (226.75 13.914). Meskipun
demikian, tidak didapatkan perbedaan kadar glukosa yang
bermakna pada masing-masing dosis quercetin. Pemberian
quercetin dosis 10 mg/kgbb dan 50 mg/kgbb menghasilkan
terapi yang baik sehingga menunjukkan perbedaan yang tidak
bermakna bila dibandingkan kontrol normal (113.75
18.554). Namun demikian, kelompok yang memperlihatkan
penurunan glukosa paling besar adalah pada dosis quercetin
50 mg/kgbb.

2. Jurnal 2
Judul : Study of antioxidant activity with reduction of DPPH radical
and xanthine oxidase inhibitor of the extract of Ruellia
tuberosa Linn Leaf.
Penulis : Aktsar Roskiana Ahmad, Abdul Munim dab Berna Elya
Tahun : 2012
25

Hasil : Ekstrak etanol daun Suji (Dracaena angustifolia Roxb.) 100
mg/KgBB memiliki daya antiinflamasi sebesar 33,19 %,
ekstrak etanol daun suji mg/KgBB sebesar 14,04 % dan ekstrak
etanol daun suji 1000 mg/KgBB sebesar 5,80 % Hal ini
menunjukkan bahwa daun Suji memiliki efek antiinflamasi.
Berdasarkan uji LSD dengan taraf kepercayaan 95%, ekstrak
etanol daun Suji 100 mg/KgBB memiliki efek antiinflamasi
yang paling besar dengan nilai signifikan 0,51 yang
menyatakan bahwa ekstrak etanol daun suji memiliki efek
antiinflamasi yang mirip dengan Natrium diklofenak dengan
daya antiinflamasi sebesar 33,19 %.

3. Jurnal 3
Judul : Efek antihiperlipidemia dan antidiabetes kombinasi ekstrak
bawang putih dan kunyit pada tikus
Penulis : Elin Yulinah Sukandar, Joseph I. Sigit, Riva Deviana.
Tahun : 2010
Hasil : Penelitian ini menunjukkan bahwa kombinasi ekstrak bawang
putih dan kunyit pada tikus dengan dosis masing-masing 100 mg/kgBB
dapat menunjukan efek antidiabetes yang lebih tinggi dari efek masing-
masing ekstrak.





26

BAB III
METODE PENILITIAN


A. Desain Penelitian
Penelitian ini termasuk jenis penelitian non-eksperimen (penilitian
korelasional) yaitu untuk mendeteksi variasi-variasi pada suatu faktor berkaitan
dengan variasi-variasi satu atau lebih faktor lain berdasarkan koefisien korelasi,
mengamati kemungkinan kombinasi antara bawang putih dengan kunyit untuk
menurukan kadar glukosa darah pada berbagai kondisi perlakuan.

B. Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi Penelitian
Populasi penelitian adalah mencit (Mus musculus).
2. Sampel Penelitian
Sampel penelitian adalah mencit putih betina dengan berat badan 20-30
gram, umur 2-3 bulan yang diinduksi dengan aloksan secara oral.

C. Variabel Penelitian
1. Variabel Independent
Variabel independent adalah variabel yang mempengaruhi variabel
dependen. Variabel independent dalam penelitian ini adalah kombinasi
ekstrak daun kelor dan ekstrak daun pletekan.


27

2. Variabel dependent
Variable dependent adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel
independent. Variabel dependent dalam penelitian ini adalah kadar
glukosa darah dalam darah.
3. Variabel Terkendali
Variabel terkendali adalah variabel yang dianggap berpengaruh
selain variabel independent, sehingga kualifikasinya perlu ditentukan
agar hasil yang didapatkan dapat diulang dalam penelitian lain. Dalam
penelitian ini variabel terkendali adalah kondisi mencit dan konsentrasi
ekstrak daun kelor dan daun pletekan.
D. Definisi Operasional Variabel
No
Variabel Definisi Operasional Alat ukur
Skala
Ukur
Hasil
Ukur
1 Ekstrak
daun kelor
Diberikan secara sonde
lambung dengan dosis
1,8mg/gBB dicampur
dengan aquadest 1 ml.
Timbangan
digital
Rasio Satuan
ukuran
mg
2 Ekstrak
daun
pletekan
Diberikan secara per oral
(sonde) dengan dosis
0,5096 mg/kgBB.
Timbangan
digital
Rasio Satuan
ukuran
mg
3 Kombinasi
ekstrak daun
kelor dan
ekstrak daun
pletekan
Diberikan secara oral dalam
bentuk larutan masing-
masing berupa ekstrak daun
kelor 1,8 mg/gBB dan
ekstrak daun pletekan
0,5096mg/gBB. kombinasi
antara ekstrak daun kelor
1,8 mg/kgBB dengan ekstak
daun pletekan 0,5096
mg/gBB.
Timbangan
digital
Rasio Satuan
ukuran
mg
4 gliklazid Diberikan secara oral
dengan dosis 3,64 mg/kgBB
dalam bentuk larutan
dengan volume pemberian
Timbangan
digital
Rasio Satuan
ukuran
mg
28

Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel

E. Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Obat Tradisional Fakultas Farmasi
Institut Ilmu Kesehatan Bhakti Wiyata Kediri.
F. Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan mulai bulan Juni-Juli 2014.
G. Instrumen Penelitian
1. Alat penelitian
Timbangan mencit, alat suntik oral, kertas saring, labu Erlenmeyer, gelas
ukur, gelas kimia, spatula, batang pengaduk, gunting, sarung tangan,
blender kering merk Electrolux, rotary evaporator vakum merk IKA,
fotometer 4020.

2. Bahan
Aquadest, ekstrak daun kelor, ekstrak daun pletekan, gliklazid , dan mencit.




1ml/20mgBB
5 Kadar
glukosa
darah
Hasil pengukuran kadar
glukosa
Easytouch Rasio Satuan
ukuran
mg/dl
6 Mencit Mencit putih jantan dengan
berat 20-30 gram dan
berumur 2-3bulan, dibagi 5
kelompok, tiap kelompok
terdiri dari 2 ekor mencit
Timbangan
digital
Rasio Satuan
ukuran
gram
29

H. Prosedur Pengumpulan Data
1. Perhitungan dosis
a. Daun kelor
Dosis yang digunakan yaitu 50 mg/kg BB Tikus
Dosis untuk tikus = 50mg/1000 mg
= 10 mg/200 gram BB
Konversi dosis dari tikus ke dosis mencit:
= 10/200mg x 0,14
= 1,4 mg /20 gram BB
b. Daun pletekan
Dosis yang digunakan yaitu 600 mg/kgBB
Dosis untuk tikus = 600 mg / 1000 gramBB
= 120 mg / 200 gram
Konversi dosis dari tikus ke dosis mencit:
= 120 mg / 200 gram Tikus x 0,14
= 1,26 mg / 20 gram
c. Perhitungan dosis indometasin 3,64 mg/200 g BB
Dosis untuk tikus 3,64 mg/200 g BB
Konversi dosis dari tikus ke dosis mencit:
= dosis tikus factor konfersi
30

= 3,64 mg/200 g BB x 0,14
= 0,5096 mg /20 gram BB

2. Proses pembuatan ekstrak daun kelor dan daun pletekan
a. Daun kelor









Gambar 3.1. Skema kerja pembua
tan ekstrak etanol daun suji











Di timbang serbuk daun
kelor sebanyak mg
Dimaserasi dengan methanol
90%
Disaring dan dipekatkan
dengan evaporator vacum
Didapatkan ekstrak kentar daun
kelor
31

b. Daun pletekan














Gambar 3.2. Skema kerja pembuatan ekstrak etanol rimpang kencur









Daun pletekan yang telah dikeringkan
dihaluskan dengan blender hingga menjadi
bubuk daun pletekan
Diayak dengan pengayak ukuran 40 mesh
sehingga diperoleh bubuk daun pletekan
Ekstraksi dilakukan dengan cara merendam
12,50 gram bubuk daun pletekan dengan 100
ml aquadest selama 3 hari
Selama proses ekstraksi dilakukan
pengadukan dengan shaker selama 3-4 jam
per hari dan pengantian cairan penyari
dengan jumlah yang sama dengan yang
pertama.
Dilakukan penyaringan hingga didapatkan
filtrat dan dipekatkan dengan rotary vacuum
evaporator pada suhu 40C.
Didapatkan ekstrak daun
pletekan
32

3. Proses penginduksian hewan uji (mencit)






Gambar 3.3. Skema kerja penginduksian mencit

4. Skema kerja pembuatan kombinasi ekstrak daun kelor 1,8
mg/20gramBB dan 0,5096 mg/20gramBB
Kombinasi ekstrak daun kelor 1,8 mg /20 gramBB dan ekstrak daun
pletekan 0,5096 mg / 20 gramBB.








Gambar 3.4. Skema kerja pembuatan kombinasi ekstrak daun kelor dan
daun pletekan.


Ekstrak daun kelor
1,8 mg/gramBB
Ekstrak daun
pletekan 0,5096
mg/gram BB
Dibuat dalam bentuk larutan
degan pengental tragakan 1%
Volume pemberian
1ml/20gramBB
Diinduksi dengan aloksan
Pemberian secaral oral
dengan cara disonde
Terjadi peningkatan glukosa
dalam darah
33

5. Proses pengujian efek ekstrak etanol daun kelor dan daun pletekan
untuk menurunkan kadar glukosa dalam darah.
a. Skema kerja perlakuan hewan coba




















Gambar 3.5. Skema kerja perlakuan pada hewan coba

mencit
Diinduksi dengan aloksan
selama 14 hari
perlakuan
Kontrol
Gliklasid
3,64
mg/kgBB
Ekstrak daun
kelor 1,8 mg
/20 gram BB
Ekstrak daun
pletekan0,5096mg/20
gramBB
kombinasi
Tragakan
1%
dibuat dalam
bentuk larutan
dengan
menggunakan
aquadest
Esktrak daun
kelor 1,8
mg/20gramBB
dan ekstrak
daun pletekan
0,5096
mg/20gramBB
Pengukuran kadar glukosa darah dengan fotometer
Hitachi 4020
aquadest
dibuat dalam
bentuk larutan
dengan
menggunakan
aquadest
34

b. Tabel kelompok perlakuan
Tabel 3.2. Kelompok Perlakuan
Kelompok Perlakuan
I Kontrol, mencit diberikan tragakan 1%
II gliklazid, mencit diberi gliklazid dosis 3,64
mg/kgBB
III Mencit DM di beri larutan ekstrak daun kelor
dosis 1,8 mg /20 gramBB
IV Mencit DM di beri larutan ekstrak daun pletekan
dosis 0,5096 mg / 20 gramBB.
V Mencit DM diberi kombinasi ekstrak daun kelor
1,8 mg /20 gramBB dan ekstrak daun pletekan
0,5096 mg / 20 gramBB

6. Pengukuran kadar glukosa dalam darah
Pengukuran kadar glukosa dalam darah menggunakan alat fotometer
Hitachi 4020. Pengukuran kadar glukosa ddalam darah tersebut dilakukan
pada hari ke 7 setelah pemberian sediaan uji.
I. Analisa Data
Data yang diperoleh diolah dan dianalisis secara statistik dengan
menggunakan uji Analysis of Variance (ANOVA) dan t-student, untuk
menginformasikan ada tidaknya perbedaan antar rata-rata dari keseluruhan
perlakuan dan nilai parameter-parameter yang diukur untuk mengetahui ada
tidaknya perbedaan antara rerata parameter yang diukur.

35

DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1979, Farmakope Indonesia, Edisi III, Departamen Kesehatan Republika
Indonesia, Jakarta, XXX, 7.
Anwar F, Latir S, Ashraf M, Gilan A (2007). Moringa oleifera a food plant with
multiple medicinal uses. Phytother. Res. 21: 17-25.
Depkes RI. (2005). Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Diabetes Mellitus.
Jakarta: Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Halaman.
1, 7, 11-12, 25-27, 32.
Departemen Kesehatan Indonesia. Informatorium Obat Nasional Indonesia.
Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia; 2000.
Ditjen POM. (1974). Ektra Farmakope Indonesia. Departemen Kesehatan RI.
Jakarta. Hal. 831
Ditjen POM. (1995). Material Medika Indonesia. Jilid VI. Cetakan Keenam.
Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Halaman. 321-325, 333-337.
Foidl N, Makkar H, Becker K (2001). In The Miracle Tree: The Multiple Uses of
Moringa(Ed, J, F.) Wageningen, Netherlands. pp. 45-76.
Guyton AC and Hall JE. 2006. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran . Alih Bahasa :
Irawati setiawan, LMA Ken Ariata Tengadi, Alex Santoso. Jakarta : EGC
Handoko, T. dan Suharto, B. (1995). Insulin, Glukagon dan Antidiabetik Oral.
Dalam: Farmakologi dan Terapi. Editor: Sulistia G. Ganiswara. Edisi IV.
Jakarta: Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Halaman. 476-477, 479.
36

Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2 di Indonesia
2006. PB PERKENI. Jakarta. 2006.
Lin, C., Huang, Y., Cheng, L., Sheu,. S., Chen,. Bioactive flavonoid from ruellia
tuberosa. Journal Chinese Medicine 2006; 17(3);103-109.
Lans, C.A., and diabetes Mellitus. Journal of Ethnobiology and Ethnomedicine
2006; 2 (45); 1-11.
Sherwood L. (2001). Human Physiology: From Cells to System. Virginia: Virginia
University
Soewondo, P. (2004). Pemantauan Pengendalian Diabetes Mellitus. Dalam:
Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Terpadu. Editor: Sidartawan Soegondo,
dkk. Cetakan Keempat. Jakarta: Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Halaman. 154-155.
Suharmiati. (2006). Pengujian Bioaktivitas Anti Diabetes Mellitus Tumbuhan Obat.
Cermin Dunia Kedokteran. No. 140. Surabaya: Departemen Kesehatan RI.
Halaman 10.
Widowati, L., Dzulkarnain, B., dan Saroni. (1997). Tanaman Obat Untuk Diabetes
Mellitus. Cermin Dunia Kedokteran. No. 116. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI. Halaman. 54.
Winarsih, H. Antioksidan Alami dan Radikal Bebas. Yogyakarta : Kanisius ; (2007)
World Health Organization (WHO). (2012). About Diabetes.
Yunir E, Soebardi S. Terapi non farmakologis pada diabetes mellitus.
Sudoyo AW, dkk (eds), Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid III, edisi IV. Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, Jakarta, 2009.

Anda mungkin juga menyukai