Anda di halaman 1dari 44

KEMENTERIAN DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI RI

PANDUAN TEKNIS
FASILITASI PENGEMBANGAN KAPASITAS
LITERASI DESA

DIREKTORAT JENDERAL
PEMBANGUNAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA
2019

0
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................ i
DAFTAR ISI .......................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................... 2
C. Dasar Hukum ................................................................................ 4
D. Maksud, Tujuan dan Hasil yang Diharapkan ........................................ 6
E. Ruang Lingkup Panduan ................................................................. 7

BAB II SOSIALISASI KEBIJAKAN DAN PEMBEKALAN PENDAMPING


A. Sosialisasi Kebijakan Literasi Desa .................................................. 10
B. Pembekalan Pendamping .................................................................... 11

BAB III. PEMBENTUKAN SEKOLAH LAPANG


A. Gambaran Umum Sekolah Lapang .................................................. 12
B. Ciri-ciri Sekolah Lapang .................................................................. 14
C. Pengurus Sekolah Lapang..................................................................... 15
D. Penggerak dan Pengajar di Sekolah Lapang …….................................... 16
E. Advokasi Kebijakan Pendayagunaan Sumber Daya Desa ................. 19
F. Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran ...................................... 20
G. Penjajagan Kebutuhan Pembelajaran …................................................ 20
H. Penyusunan Kurikulum dan Bahan Ajar ......................................... 23

BAB IV. PENYELENGGARAAN PEMBELAJARAN


A. Persiapan dan Pelaksanaan Pembelajaran ....................................... 26
B. Konsultasi dan Evaluasi Pembelajaran ........................................... 28
C. Keberlanjutan Sekolah Lapang ....................................................... 28
D. Perbaikan dan Peningkatan Kinerja Pembelajaran .......................... 29

BAB V. PERPUSTAKAAN DESA


A. Pembentukan Perpustakaan Desa .................................................... 31
B. Pengelolaan Perpustakaan Desa ...................................................... 33
C. Pengembangan Perpustakaan Desa ................................................. 33
D. Akademi Desa 4.0 ........................................................................... 34

BAB VI. PERCONTOHAN LITERASI DESA


A. Pembentukan dan Penetapan Desa Percontohan ............................. 35
B. Replikasi Model Pengembangan Kapasitas Literasi Desa ................. 37

BAB VII. MONITORING, EVALUASI, PELAPORAN


A. Mekanisme Monitoring .................................................................... 39
B. Mekanisme Evaluasi ....................................................................... 40
C. Mekanisme Pelaporan ..................................................................... 40
D. Penutup .......................................................................................... 41

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Salah satu tujuan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang
Desa atau dikenal sebagai UU Desa adalah memperkuat masyarakat Desa
sebagai subjek pembangunan. Penjelasan paling sederhana dari istilah
masyarakat sebagai subyek pembangunan adalah masyarakat Desa
berkuasa atas dirinya sendiri dalam urusan pembangunan. Masyarakat
Desa, sekalipun miskin, tetap memiliki hak dan kewajiban terlibat dalam
pengambilan keputusan kegiatan pembangunan Desa.
Pembangunan Desa yang dikelola dengan memposisikan masyarakat
Desa sebagai subjek pembangunan disebut dengan istilah pembangunan
partisipatif. Pendekatan yang digunakan dalam pembangunan partisipatif
adalah pemberdayaan masyarakat. Undang- Undang Desa Pasal 112 ayat
(4) memandatkan pemberdayaan masyarakat Desa dilaksanakan dengan
pendampingan dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pemantauan
pembangunan Desa dan kawasan perdesaan.
Hal utama dalam pendampingan pembangunan Desa adalah
menciptakan kemudahan-kemudahan bagi setiap warga Desa untuk
mampu secara kreatif dan inovatif memenuhi kebutuhan maupun
menyelesaikan masalah secara mandiri dengan mendayagunakan
sumberdaya pembangunan yang ada di Desa. Manusia di Desa sebagai
mahluk multidimensional membutuhkan akses terhadap beragam
sumberdaya yang ada di Desa untuk meningkatkan kualitas hidupnya,
meningkatkan kesejahteraan diri, keluarga dan kelompoknya, maupun
untuk mengentaskan diri dari kemiskinan. Lebih-lebih, masyarakat Desa
sejatinya berpotensi untuk mudah jatuh ke dalam situasi kerentanan yang
diakibatkan oleh ketidakpastian ekonomi, gejolak pasar, konflik sosial,
konflik politik, bencana alam maupun perubahan iklim. Oleh sebab itu,
pendampingan masyarakat Desa difokuskan pada upaya mempermudah
akses setiap warga Desa terhadap sumberdaya manusia,

1
sumberdaya sosial, sumberdaya alam, sumberdaya infrastruktur maupun
sumberdaya finansial yang terbentang mulai dari lingkup keluarga,
tetangga, masyarakat, maupun Desa.
Titik tolak pemberdayaan masyarakat Desa adalah peningkatan
kapasitas, kompetensi dan kapabilitas setiap warga masyarakat Desa.
Tahap ini sangat dibutuhkan sebagai upaya untuk menjamin hadirnya
masyarakat Desa sebagai subjek pembangunan. Pembangunan manusia di
Desa ini mencakup peningkatan kualitas dan aksesibilitas pemenuhan
kebutuhan dasar, pengembangan keterbukaan informasi, serta
pengembangan ketrampilan, pengetahuan dan teknologi bagi masyarakat
Desa.
Pengembangan keterampilan, pengetahuan dan teknologi bagi
masyarakat Desa dilakukan dengan cara memfasilitasi masyarakat Desa
untuk mendayagunaan ketrampilan, pengetahuan dan teknologi dalam
perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan pembangunan Desa.
Pengembangan kapasitas masarakat Desa ini sangatlah penting.
Penggunaan Dana Desa pun diarahkan antara lain untuk membiayai
program dan kegiatan peningkatan kapasitas dan kapabilitas masyarakat
Desa dalam penerapan hasil pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi, teknologi tepat guna, dan temuan baru untuk kemajuan
ekonomi masyarakat Desa dengan mendayagunakan potensi dan
sumberdayanya sendiri. Namun demikian, dipersyaratkan pengembangan
kapasitas masyarakat Desa sebagaimana dimaksud wajib dilakukan
secara swakelola oleh Desa atau badan kerja sama antar-Desa dan
dilaksanakan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

B. RUMUSAN MASALAH
Ada beberapa masalah yang harus diperhatikan dalam
pengembangan kapasitas Literasi Desa, yaitu:

1. belum kuatnya komitmen kepala Desa, anggota Badan


Permusyawaratan Desa (BPD) dan masyarakat Desa untuk
mengutamakan pengembangan kapasitas masyarakat Desa sebagai

2
salah satu arah kebijakan perencanaan pembangunan Desa sehingga
kegiatan-kegiatan pengembangan kapasitas masyarakat Desa belum
menjadi kegiatan yang diprioritaskan untuk dibiayai dengan anggaran
Desa khususnya Dana Desa.
2. belum terkonsolidasikannya sumberdaya yang ada di Desa untuk
dimanfaatkan secara optimal dalam rangka pengembangan kapasitas
masyarakat Desa.
3. belum terpadunya program/kegiatan pengembangan kapasitas
masyarakat Desa yang dikelola dengan sumberdaya Desa dengan
program/kegiatan pengembangan kapasitas masyarakat Desa yang
dikelola dengan sumberdaya dari kementerian/lembaga non
kementerian, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah
kabupaten/kota.
4. belum terpadunya program/kegiatan pengembangan kapasitas
masyarakat Desa yang dikelola dengan sumberdaya Desa dengan
program/kegiatan pengembangan kapasitas masyarakat Desa yang
dikelola dengan sumberdaya dari lembaga swadaya masyarakat (LSM),
organisasi massa, perguruan tinggi, media massa, dan swasta.
5. belum terjadinya sinergi dan kerjasama antar pemangku kepentingan
yang terlibat dalam urusan pembangunan sumberdaya manusia di Desa
untuk memfasilitasi penyelenggaraan pengembangan kapasitas
masyarakat Desa yang dikelola secara mandiri, terpadu dan
berkelanjutan.
Masalah-masalah yang ada di dalam upaya peningkatan
pengembangan kapasitas masyarakat Desa harus dengan cepat diatasi agar
penyelenggaraan pembangunan Desa berjalan sesuai dengan mandat
Undang-Undang Desa. Untuk itu, Direktorat Jenderal Pembangunan dan
Pemberdayaan Masyarakat Desa (Ditjen PPMD), Kementerian Desa, PDT
dan Transmigrasi secara khusus melakukan peningkatan kinerja tenaga
pendamping masyarakat Desa agar mampu secara kreatif dan inovatif
mendampingi masyarakat Desa dalam mengelola secara mandiri kegiatan
pengembangan kapasitas Literasi Desa.

3
C. DASAR HUKUM
1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);
2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan
Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
3. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 7, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5495);
4. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2018 tentang Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2019, (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 223, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 6263);

5. Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2019 tentang Perubahan


Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 Tentang
Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2015
tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2019 No.
41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No. 6321);

6. Peraturan Presiden Nomor 165 Tahun 2014 tentang Penataan Tugas


dan Fungsi Kabinet Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2014 Nomor 339);

7. Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang


dan Jasa Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2018 Nomor 33);

8. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi


Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2015 Nomor 8);

9. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 190/PMK.05/2012 tentang Tata


cara Pembayaran Dalam Rangka Pelaksanaan Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012
Nomor 1191);

4
10. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 173/PMK.05/2016 tentang
Perubahan PMK Nomor 168/PMK.05/2015 tentang Mekanisme
Pelaksanaan Anggaran Bantuan Pemerintah Pada Kementerian
Negara/Lembaga (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016
Nomor 1745);

11. Peraturan Menteri Desa, PDT dan Transmigrasi Nomor 2 Tahun 2015
tentang Pedoman Tata Tertib dan Pengambilan Keputusan
Musyawarah Desa (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015
Nomor 159);

12. Peraturan Menteri Desa, PDT dan Transmigrasi Nomor 27 Tahun 2016
tentang Pedoman Umum Dalam Rangka Penyaluran Bantuan
Pemerintah di Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal,
dan Transmigrasi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017
Nomor 41);

13. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2018 Tentang


Pengelolaan Keuangan Desa (Berita Negara Republik Indonesia Tahun
2018 Nomor 611);

14. Keputusan Menteri Desa, PDT dan Transmigrasi Nomor 126 Tahun
2017 tentang Penetapan Prioritas Pembangunan Desa, Pembangunan
Daerah Tertinggal dan Transmigrasi;

15. Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah


Nomor 22 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Kepala
Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Nomor 13
Tahun 2013 Tentang Pedoman Tata Cara Pengadaan Barang/Jasa di
Desa;

16. Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah


Nomor 9 Tahun 2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan
Barang/Jasa Melalui Penyedia.

5
D. MAKSUD, TUJUAN DAN HASIL YANG DIHARAPKAN

1. Maksud
a. mengembangkan cara-cara pendampingan masyarakat Desa dalam
penyelenggaraan pengembangan kapasitas Literasi Desa yang
mengutamakan pendampingan mandiri oleh unsur-unsur Desa,
kerjasama antar pendamping masyarakat Desa dan bertumpu pada
pemanfaatan sumberdaya lokal;

b. memberikan acuan bagi para pendamping masyarakat Desa untuk


mendampingi masyarakat Desa menyelenggarakan kegiatan
pengembangan kapasitas Literasi Desa sesuai dengan kondisi dan
kebutuhan masyarakat Desa;

c. memberikan acuan bagi pemerintah daerah kabupaten/kota dalam


rangka mendampingi masyarakat Desa mengelola kegiatan
pengembangan kapasitas Literasi Desa;

d. memberikan acuan bagi pemerintah dan pemerintah daerah provinsi


dalam meningkatkan kapasitas pemerintah daerah kabupaten/kota
sebagai fasilitator dalam pengembangan kapasitas masyarakat Desa;

e. memberikan acuan bagi kementerian/lembaga non kementerian


dalam merumuskan kebijakan yang bersifat terpadu tentang
fasilitasi pengembangan kapasitas masyarakat Desa khususnya yang
berkaitan dengan kapasitas Literasi Desa; dan

f. memberikan acuan bagi seluruh pihak yang disebutkan dalam poin


c, d dan e dalam mengupayakan penyelenggaraan pengembangan
kapasitas masyarakat Desa tentang Literasi Desa secara mandiri dan
berkelanjutan.

2. Tujuan

a. meningkatkan pendampingan masyarakat Desa dalam


penyelenggaraan fasilitasi pengembangan kapasitas Literasi Desa
yang dikelola secara partisipatif, terpadu dan berkelanjutan dengan
berbasiskan pendayagunaan sumberdaya di Desa;

6
b. meningkatkan kapasitas aparat pemerintah daerah kabupaten/kota
dalam memfasilitasi kegiatan pengembangan kapasitas Literasi
Desa;

c. meningkatkan kapasitas aparat pemerintah daerah provinsi dalam


membina daerah kabupaten/kota untuk memfasilitasi kegiatan
pengembangan kapasitas Literasi Desa; dan

d. meningkatkan koordinasi dan kerjasama lintas pemangku


kepentingan dalam memfasilitasi kegiatan pengembangan kapasitas
Literasi Desa.

3. Hasil yang Diharapkan


a. masyarakat Desa mampu mengelola kegiatan pengembangan
kapasitas tentang Literasi Desa secara transparan, partisipatif,
akuntabel, terpadu dan berkelanjutan dengan berbasiskan
pendayagunaan sumberdaya di Desa;
b. aparatur sipil negara pemerintah daerah kabupaten/kota yang
memiliki pengetahuan, ketrampilan dan sikap yang dibutuhkan
dalam memfasilitasi kegiatan pengembangan kapasitas Literasi
Desa;
c. aparatur sipil negara pemerintah daerah provinsi yang memiliki
pengetahuan, ketrampilan dan sikap yang dibutuhkan dalam dalam
mengelola pembinaan terhadap daerah kabupaten/kota untuk
memfasilitasi kegiatan pengembangan kapasitas Literasi Desa; dan
d. terwujudnya koordinasi dan kerjasama lintas pemangku
kepentingan dalam memfasilitasi kegiatan pengembangan kapasitas
Literasi Desa.

E. RUANG LINGKUP PANDUAN


Yang dimaksud dengan Literasi Desa adalah kapasitas anggota
masyarakat Desa dalam mengolah dan memahami informasi saat
melakukan tindakan pembacaan, perbincangan maupun penulisan
tentang Desa yang diperoleh dari keterlibatan langsung setiap warga

7
masyarakat Desa dalam penyelenggaraan pemerintahan Desa,
pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan
pemberdayaan masyarakat Desa.
Kapasitas masyarakat Desa dalam berliterasi tentang Desa harus
ditingkatkan dan dikembangkan. Pengembangan kapasitas literasi Desa
dilakukan secara berkelanjutan agar Literasi Desa menjadi kebiasaan
atau pembawaan diri yang mendarah daging, dan menjadi kebiasaan
yang terlembagakan secara sosial. Peningkatan kapasitas Literasi Desa
akan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan
Desa. Sebab, anggota masyarakat yang berkemampuan untuk berliterasi
tentang Desa akan lebih mampu terlibat di dalam kegiatan rancang-
bangun tata kelola pemerintahan Desa dan tata kelola pembangunan
Desa yang inklusif, partisipatif dan berkeadilan sosial. Selain itu,
anggota masyarakat yang mampu berliterasi akan lebih mudah
meningkatkan kapasitas dirinya yang dibutuhkan di bidang kerja.
Pengembangan kapasitas Literasi Desa dapat dilakukan melalui
fasilitasi Sekolah Lapang dan Perpustakaan Desa yang dikelola secara
mandiri, terpadu dan berkelanjutan. Selain itu, pengembangan
kapasitas Literasi Desa juga dapat dilakukan dengan cara menerapkan
pendekatan tolok ukur (benchmarking). Gambaran umum
benchmarking pengembangan kapasitas Literasi Desa adalah sebuah
Desa yang ditetapkan sebagai lokasi percontohan pengembangan
kapasitas Literasi Desa sebagai tolok ukur bagi Desa lainnya dalam
pengembangan kapasitas Literasi Desa.
Ruang lingkup panduan fasilitasi pengembangan kapasitas Literasi
Desa secara garis besar meliputi langkah-langkah fasilitasi
pengembangan kapasitas Literasi Desa yang mencakup : pembentukan
dan pengelolaan sekolah lapang, pembentukan dan pengelolaan
perpustakaan Desa, pembentukan percontohan pengembangan
kapasitas Literasi Desa, dan replikasi pengembangan kapasitas Literasi
Desa.

8
1. sekolah Lapang dalam konteks pengembangan kapasitas Literasi
Desa memuat beragam kegiatan pengembangan kapasitas setiap
anggota masyarakat Desa tentang penyelenggaraan Desa.
Penyelenggaraan Sekolah Lapang akan dikelola secara mandiri oleh
Desa.
2. perpustakaan Desa merupakan sarana dan media informasi tentang
ilmu pengetahuan dan teknologi yang dibutuhkan oleh masyarakat
Desa untuk meningkatkan dan mendukung pengembangan kapasitas
Literasi Desa. Penyelenggaraan Perpustakaan Desa akan dikelola
secara mandiri oleh Desa.
3. percontohan pengembangan kapasitas Literasi Desa yang dilakukan
di Desa lokasi percontohan merupakan media tolok ukur
(benchmarking) bagi Desa-Desa lainnya yang akan
menyelenggarakan kegiatan pengembangan kapasitas Literasi Desa.
Penyelenggaraan percontohan pengembangan kapasitas Literasi
Desa akan dikelola oleh pemerintah daerah kabupaten/kota dengan
melibatkan Desa.
4. replikasi model pengembangan kapasitas Literasi Desa merupakan
upaya untuk memperluas kegiatan pengembangan kapasitas Literasi
Desa di Desa-Desa yang bukan merupakan lokasi percontohan.
Penyelenggaraan replikasi model pengembangan kapasitas Literasi
Desa akan dikelola oleh pemerintah daerah kabupaten/kota dengan
melibatkan Desa.

9
BAB II
SOSIALISASI KEBIJAKAN DAN PEMBEKALAN PENDAMPING

A. SOSIALISASI KEBIJAKAN LITERASI DESA


Informasi tentang kegiatan pengembangan kapasitas Literasi Desa
wajib disebarluaskan kepada pemerintah daerah provinsi dan pemerintah
daerah kabupaten/kota yang akan menjadi lokasi percontohan fasilitasi
pengembangan kapasitas Literasi Desa. Pemerintah daerah
kabupaten/kota berkewajiban untuk menyebarluaskan informasi kegiatan
fasilitasi pengembangan kapasitas Literasi Desa kepada pemerintah Desa
dan perwakilan masyarakat Desa. Selanjutnya, pemerintah Desa
berkewajiban menyebarluaskan kegiatan fasilitasi pengembangan
kapasitas Literasi Desa kepada seluruh unsur masyarakat Desa.
Materi sosialisasi kegiatan pengembangan kapasitas Literasi Desa
mencakup antara lain : gambaran umum kegiatan fasilitasi pengembangan
kapasitas Literasi Desa, pembentukan dan pengelolaan sekolah lapang,
pembentukan dan pengelolaan perpustakaan Desa, percontohan fasilitasi
pengembangan kapasitas Literasi Desa serta replikasi fasilitasi
pengembangan kapasitas Literasi Desa.
Agar kegiatan fasilitasi pengembangan kapasitas Literasi Desa dapat
berjalan secara optimal, maka perlu dilaksanakan sosialisasi yang
dilakukan secara bertingkat, mulai dari tingkat pusat sampai dengan Desa.
1. Sosialisasi di tingkat pusat dilaksanakan oleh Kementerian Desa PDT
dan Transmigrasi dengan peserta dari Dinas PMD Provinsi, Dinas PMD
Kabupaten/Kota dan pendamping professional terpilih.
2. Sosialisasi di tingkat kabupaten/kota dilaksanakan oleh Dinas PMD
kabupaten/kota dan dibantu oleh tenaga pendamping profesional
dengan peserta dari aparat kecamatan, kepala Desa, perangkat Desa,
BPD, dan unsur masyarakat Desa yang terlibat dalam kegiatan
pengembangan kapasitas Literasi Desa.

10
3. Sosialisasi di tingkat Desa dilaksanakan oleh pemerintah Desa dan
dibantu oleh Kader Literasi Desa dengan peserta meliputi perangkat
Desa, BPD dan unsur masyarakat Desa.
Selain sosialisasi yang diselenggarakan secara formal di pusat,
kabupaten/kota, maupun Desa para pelaku fasilitasi pengembangan
kapasitas Literasi Desa didorong untuk melakukan kegiatan sosialisasi
dalam bentuk lainnya, seperti membagikan/menyebarkan informasi
fasilitasi pengembangan kapasitas Literasi Desa, menyelipkan
penyampaian informasi dalam berbagai kegiatan, memberikan informasi
secara langsung kepada pihak-pihak yang membutuhkan, dan lain
sebagainya.

B. PEMBEKALAN PENDAMPING/FASILITATOR
Aparat dinas PMD provinsi, aparat dinas PMD kabupaten/kota, dan
tenaga pendamping professional yang akan menjadi fasilitator dalam
fasilitasi pengembangan kapasitas Literasi Desa harus mendapatkan
pembekalan terlebih dahulu. Sebab, aparat dinas PMD kabupaten/kota
dan tenaga pendamping profesional merupakan guru kader Literasi Desa
yang bertanggungjawab untuk mendidik dan melatih kader-kader
Literasi Desa.
Pembekalan pendamping dalam fasilitasi pengembangan kapasitas
Literasi Desa diselenggarakan di tingkat Pusat. Materi pembekalan
meliputi :
1. pokok-pokok kebijakan tentang fasilitasi pengembangan kapasitas
Literasi Desa yang mencakup :
a. gambaran umum fasilitasi pengembangan kapasitas Literasi
Desa,
b. pembentukan dan pengelolaan sekolah lapang,
c. pembentukan dan pengelolaan perpustakaan Desa,
d. percontohan kegiatan pengembangan kapasitas Literasi Desa,
dan
e. replikasi kegiatan pengembangan kapasitas Literasi Desa
2. modul pelatihan fasilitasi pengembangan kapasitas Literasi Desa

11
BAB III
PEMBENTUKAN DAN PENGELOLAAN SEKOLAH LAPANG

A. GAMBARAN UMUM SEKOLAH LAPANG


Sekolah Lapang dalam konteks pengembangan kapasitas Literasi
Desa memuat beragam kegiatan pengembangan kapasitas setiap anggota
masyarakat Desa tentang penyelenggaraan Desa. Pengembangan
kapasitas ini dilakukan melalui interaksi pembelajaran bersama berbagai
unsur masyarakat Desa dalam praktek langsung kegiatan-kegiatan
penyelenggaraan pemerintahan Desa, pelaksanaan pembangunan Desa,
penyelenggaraan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat
Desa. Proses pembelajaran melalui perbincangan publik tentang
pemecahan masalah-masalah konkrit dengan mendayagunakan sumber
daya yang ada di Desa akan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan
anggota masyarakat Desa dalam mengenali potensi sumber daya dan
permasalahan yang ada di Desa, serta mampu mendayagunakan ilmu
pengetahuan dan teknologi tepat guna untuk mendayagunakan potensi
sumber daya dan mengatasi masalah yang ada di Desa.
Manfaat yang diperoleh dari aktivitas belajar non formal adalah
warga masyarakat Desa akan berpeluang untuk meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan tentang tata kelola pemerintahan Desa,
tata kelola pembangunan Desa, maupun berbagai pengetahuan dan
keterampilan teknis yang dibutuhkan dalam meningkatkan keterampilan
diri di bidang kerja.
Setiap anggota masyarakat memiliki peluang untuk melakukan
pembelajaran dalam praktek-praktek langsung penyelenggaraan Desa
(learning by doing) yang diperkuat dengan perluasan dan pendalaman
kesadaran tentang ilmu pengetahuan dan teknologi yang diperoleh dengan
cara mempelajari buku-buku yang ada di perpustakaan Desa (learning by
capacity).
Materi pembelajaran yang wajib dipelajari oleh anggota masyarakat
Desa adalah tentang tata kelola pemerintahan Desa yang bersifat

12
inklusif, partisipatif, dan berkeadilan social (participatory village
governance) serta tata kelola pembangunan Desa yang bersifat inklusif,
partisipatif, dan berkeadilan social (participatory village development).
Selanjutnya, pembelajaran yang tidak kalah penting adalah beragam
masalah-masalah tematik yang ada di Desa khususnya tema-tema kegiatan
pembangunan Desa yang diprioritaskan untuk pemenuhan kepentingan
anak, perempuan, penyandang disabilitas, kelompok marginal dan kaum
miskin. Selain itu, materi pembelajaran tentang beragam pengetahuan dan
keterampilan praktis yang mendukung peningkatan kuantitas dan kualitas
kerja juga harus dipelajari oleh setiap anggota masyarakat Desa agar
mereka mampu lebih mudah mengakses sumber daya di bidang kerja.
Pembelajaran tentang isu-isu tematik maupun pengetahuan dan
keterampilan praktis ini menjadi materi pilihan yang dipilih dan
ditetapkan berdasarkan hasil penjajagan kebutuhan pelatihan.
Sekolah Lapang dirancang sedemikan rupa sehingga kesempatan
belajar terbuka luas dalam berinteraksi dengan realita mereka secara
langsung. Para peserta sekolah lapang diharapkan mampu menemukan
sendiri ilmu dan prinsip yang terkandung di dalam materi pembelajaran
dalam kaitannya realitas hidup sehari-harinya yang bersifat objektif dan
konkrit. Dengan demikian, peserta sekolah lapang mampu untuk
membangun dunia pembelajaran yang baru, yang dapat mendorong
munculnya lingkungan sosial (habitus) Desa yang baru.
Pola pembelajaran pada Sekolah Lapang bukan hanya sekedar
“belajar dari pengalaman”. Tetapi, pembelajaran ini lebih merupakan
proses “penemuan ilmu” yang dinamis yang dapat diterapkan dalam dalam
kehidupan sehari-hari di Desa. Hal ini penting, karena perubahan yang
terjadi terus menerus pada saat ini di Desa harus sejalan dengan
tantangan di masa depan.
Sekolah Lapang menjadi gerakan kolaboratif antara Pemerintah Desa
dan masyarakat Desa dalam menyelenggarakan participatory village
governance dan participatory village development sekaligus

13
meningkatkan kapasitas warga masyarakat Desa dalam hal peningkatan
pengetahuan dan keterampilan di bidang kerja.

B. CIRI-CIRI SEKOLAH LAPANG


Ciri-ciri nyata Sekolah Lapang dapat dikenali dari beberapa hal
yang khas berikut ini:
1. Sarana Belajar Ciptaan Sendiri. Sarana belajar tidak berupa 'buku
pintar', brosur, atau poster yang berisi informasi baku yang tinggal
disampaikan kepada peserta. Melainkan kegiatan pemerintahan Desa,
kegiatan pembangunan Desa, sawah, kebun, atau pekarangan, dan
ekologi setempat yang hidup dan dinamis di Desa. Proses belajar yang
dipelajari merupakan suatu proses yang bisa diterapkan dan
dikembangkan untuk berbagai hal dalam kehidupan sehari-hari secara
terus-menerus.
2. Peran Pemandu. Tidak dikembangkan pola seperti “guru-murid”,
dan pemandu sekolah lapang juga bukan mengajar peserta, melainkan
“mengajak” peserta terlibat dalam proses belajar.
3. Analisis dan Pengambilan Keputusan. Kegiatan utamanya adalah
analisis suatu tema. Metoda ini digunakan untuk menajamkan tema
tertentu dan memudahkan proses pengambilan keputusan. Upaya
peningkatan daya analisis peserta merupakan materi pokok dalam
sekolah lapang. Selain analisis tema tertentu, peserta juga belajar
teknik-teknik analisa sosial dalam rangka pengembangan kemampuan
kelompok dan memperkuat kelompok.
4. Latihan Berkesinambungan. Sekolah lapang dirancang dan
dikembangkan dalam kurun waktu tertentu sesuai situasi dan kondisi.
Sehingga, waktu demi waktu atau minggu demi minggu, peserta
bertambah yakin akan kemampuan mereka untuk menganalisa
keadaan dan mengambil keputusan yang tepat.
5. Dinamika Kelompok. Tujuan sekolah lapang adalah untuk
menciptakan suatu organisasi belajar yang berkelanjutan. Baik
pemandu maupun peserta dibekali metoda dan teknik untuk
meningkatkan kekuatan organisasi. Para peserta berlatih kerjasama,

14
komunikasi, pemecahan masalah, dan kepemimpinan melalui pola
pengalaman berstruktur, dimana hal-hal ini dapat dialami secara
langsung dan nyata. Semua peserta diberikan kesempatan seluas-
luasnya untuk memimpin kegiatan kelompok, mempresentasikan
analisisnya, melaksanakan eksperimen, dan memimpin diskusi.
6. Arti Partisipasi dalam Sekolah Lapang. Maksud partisipasi dalam
Sekolah Lapang adalah peran serta semua pihak untuk menuju pada
tujuan bersama, melalui “partisipasi untuk menguasai ilmu”,
“partisipasi untuk interaksi dan pengembangan kelompok”, dan
“partisipasi untuk kemandirian sosial”. Sekolah Lapang dirancang dan
dikembangkan agar peserta mampu menjadi subyek yang mampu
mengambil keputusan secara bersama-sama. Sekolah Lapang dapat
juga dimaknai sebagai wadah bagi peserta untuk saling belajar. Bukan
saja belajar hal-hal yang berlandaskan pada kerja ”otak” seperti
kemampuan menalar, merencanakan, memecahkan masalah, berpikir
abstrak, memahami gagasan, maupun menggunakan bahasa,
melainkan juga yang berkaitan dengan kerja ”hati”, seperti
kemampuan menerima, menilai, mengelola, maupun mengontrol
emosi. Sekolah Lapang hanyalah langkah awal dari suatu proses
pengembangan kelembagaan masyarakat yang dilakukan oleh
masyarakat sendiri secara mandiri. Hal ini akan membantu masyarakat
dalam meningkatkan perikehidupannya secara berkelanjutan sesuai
dengan perkembangan jaman.

C. PENGURUS PENGEMBANGAN KAPASITAS LITERASI DESA


Fasilitasi kegiatan pengembangan kapasitas Literasi Desa yang
dibiayai dengan keuangan Desa atau mendayagunakan aset Desa secara
administratif dikelola oleh Tim Pengelola Kegiatan (TPK). TPK dipilih
melalui Musyawarah Desa dan ditetapkan dengan Surat Keputusan Kepala
Desa. Salah satu dari pengurus TPK wajib berfungsi sebagai ketua TPK
yang bertanggung jawab untuk mengoordinasikan administrasi
pengembangan kapasitas Literasi Desa.

15
TPK yang akan mengelola kegiatan pengembangan kapasitas
Literasi Desa akan mendapatkan pembekalan tentang tugas dan tanggung
jawabnya yang meliputi antara lain :
1. penyusunan rencana pelaksanaan kegiatan dan anggaran.
2. penyusunan rencana pengadaan barang dan jasa.
3. penyiapan dokumen administrasi keuangan dan kegiatan.
4. pengelolaan kegiatan pengembangan kapasitas Literasi Desa (sekolah
lapang dan perpustakaan Desa).
5. pengawasan pelaksanaan kegiatan pengembangan kapasitas Literasi
Desa.
6. penyebarluasan informasi kegiatan pengembangan kapasitas Literasi
Desa.
7. pembuatan laporan bulanan.
8. penyusunan dan penyampaian laporan pertanggungjawaban melalui
mekanisme musyawarah Desa untuk pertanggungjawaban.

D. PENGGERAK DAN PENGAJAR KEGIATAN PENGEMBANGAN


KAPASITAS LITERASI DESA
Undang-Undang Desa memandatkan bahwa salah satu tujuan
pengaturan Desa adalah memperkuat masyarakat Desa sebagai subjek
pembangunan. Konsekuensi logis dari mandat ini adalah anggota
masyarakat Desa merupakan pusat gerakan dari dinamika hidup
keseharian yang ada di Desa. Setiap anggota masyarakat Desa merupakan
jangkar participatory village governance dan participatory village
development, maupun tata hubungan yang bersifat material antara subjek
yang bekerja dengan sumber daya ekonomi yang diolahnya. Dengan
demikian, setiap anggota masyarakat Desa bukan hanya subjek yang
otonom, tetapi juga “aktor” dari gerakan sosial di Desa. Masyarakat Desa
berdaulat untuk menentukan tujuannya sendiri menguasai sumberdaya
yang diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut, dan mengarahkan
beragam aktifitas hidup yang mempengaruhi hidupnya sendiri. Pada
pemahaman ini, anggota masyarakat Desa yang terlembagakan dalam
keluarga-keluarga

16
memiliki berapa akses terhadap beragam sumber daya yang diperlukan
untuk mempertahankan hidup. Sumber daya tersebut meliputi : modal
manusia, modal alam, modal fisik, modal finansial dan modal sosial.
Kegiatan peningkatan kapasitas Literasi Desa merupakan bagian
dari gerakan sosial masyarakat Desa dalam meningkatkan kualitas hidup
manusia di Desa. Sebagai bagian dari gerakan sosial, kegiatan peningkatan
kapasitas Literasi Desa memiliki ciri khas yaitu berasal dari prakarsa
masyarakat Desa, dikelola secara mandiri oleh masyarakat Desa dan
hasilnya sebesar-besarnya untuk kepentingan masyarakat Desa.
Semboyannya adalah kegiatan peningkatan kapasitas Literasi Desa dari,
oleh dan untuk masyarakat Desa (DOUM). Selain itu, kegiatan
peningkatan kapasitas Literasi Desa menjadi alat dari proses kaderisasi
masyarakat Desa.
Penggerak kegiatan pengembangan kapasitas Literasi Desa adalah
guru kader Literasi Desa dan kader Literasi Desa. Sedangkan, tenaga
pengajar dalam kegiatan pengembangan kapasitas Literasi Desa dapat
berasal dari unsur manapun yang memiliki kompetensi dalam
peningkatan kapasitas masyarakat Desa berdasarkan materi yang
dikembangkan dan merupakan hasil penjajagan kebutuhan.
Guru kader Literasi Desa merupakan seorang guru yang memiliki
kapasitas tentang pengetahuan dan keahlian serta kemampuan untuk
melakukan kaderisasi di Desa. Kaderisasi ini dilakukan dengan cara
mendidik dan melatih warga Desa menjadi kader-kader Desa. Buah karya
dan hasil kerja kaderisasi Desa adalah terwujudnya anggota masyarakat
Desa yang berdaulat, berdikari dan berjatidiri. Karenanya, kerja kaderisasi
Desa harus senantiasa menjauhkan diri dari munculnya watak dan sikap
berketergantungan dalam diri masyarakat Desa. Kerja kaderisasi Desa
melalui fasilitasi pengembangan kapasitas Literasi Desa harus berhasil
melahirkan kader-kader Desa yang akan berperan sebagai penggerak
kegiatan pengembangan kapasitas Literasi Desa. Kader Literasi Desa
tumbuh dan berkembang dari dalam diri masyarakat Desa itu sendiri atau
disebut kader organik Desa. Kader Literasi Desa ini ditumbuhkan dan
dikembangkan dengan cara

17
membentuk, mendidik dan melatih kepala Desa, perangkat Desa, anggota
BPD dan warga Desa untuk secara sukarela menjadi motor penggerak
kegiatan pengembangan kapasitas Literasi Desa. Oleh sebab itu, guru
kader Literasi Desa wajib memiliki pengetahuan, ketrampilan dan sikap
yang mencukupi tentang cara-cara mencari calon-calon kader,
membentuk dan melatih kader serta mengorganisasikan kader- kader dari
unsur masyarakat Desa sebagai motor penggerak kegiatan pengembangan
kapasitas Literasi Desa.
Dinas PMD kabupaten/kota memilih dan menetapkan guru kader
Literasi Desa yang jumlahnya disesuaikan dengan kebutuhan konkrit yang
ada di Desa percontohan maupun Desa-Desa yang mereplikasikan model
pengembangan kapasitas Literasi Desa. Guru kader Literasi Desa dipilih
berdasarkan kompetensi tertentu dan diseleksi dari aparat pemerintah
daerah kabupaten/kota, pendamping profesional, pihak ketiga, maupun
elemen masyarakat sipil lainnya.
Kepala Desa, BPD, dan masyarakat Desa di dalam musyawarah Desa
membahas dan menyepakati calon kader Literasi Desa yang akan dipilih
dan ditetapkan menjadi Kader Literasi Desa. Calon-calon kader Literasi
Desa dapat berasal dari unsur pemerintahan Desa maupun masyarakat
Desa. Jumlah Kader Literasi Desa disesuaikan dengan kebutuhan. Kader
Literasi Desa ditetapkan dengan keputusan kepala Desa.
Tugas guru kader Literasi Desa dan kader Literasi Desa adalah sebagai
berikut :
1. Tugas Guru Kader Literasi Desa
a. mendidik dan melatih kader Literasi Desa;
b. melakukan penjajagan kebutuhan pembelajaran di Sekolah
Lapang;
c. menyusun kurikulum dan materi pelatihan;
d. memfasilitasi penyediaan tenaga pengajar dan narasumber; dan
e. mengorganisir kader Literasi Desa;

18
2. Tugas Kader Literasi Desa
a. menggerakan anggota masyarakat Desa untuk terlibat aktif dalam
kegiatan pengembangan Literasi Desa;
b. mengelola penyelenggaraan kegiatan pengembangan kapasitas
masyarakat Desa melalui sekolah lapang;
c. mengelola perpustakaan Desa;
d. memfasilitasi pendayagunaan keuangan dan aset Desa untuk
kegiatan pengembangan kapasitas literasi Desa sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan.

E. ADVOKASI KEBIJAKAN PENDAYAGUNAAN SUMBER DAYA DESA


Kader Literasi Desa memfasilitasi advokasi kebijakan
pendayagunaan sumberdaya Desa melalui rembuk Literasi Desa. Rembuk
Literasi Desa diselenggarakan sebelum dilaksanakannya musyawarah
Desa untuk perencanaan pembangunan Desa.
Sebelum diadakan rembuk Literasi Desa, Kader Literasi Desa
terlebih dahulu memfasilitasi berbagai diskusi kelompok terpumpun
(focus group discussion). Topik bahasan diskusi kelompok terpumpun ini
meliputi: pemetaan sosial dan penggalian gagasan tentang kegiatan
pengembangan kapasitas literasi Desa yang akan diusulkan untuk dibiayai
dengan keuangan Desa dan/atau diselenggarakan dengan
mendayagunakan aset Desa.
Hasil pembahasan dalam diskusi kelompok terpumpun menjadi
bahan masukan untuk dibahas dan disepakati dalam rembuk Literasi
Desa. Hasil rembuk Literasi Desa adalah usulan masyarakat Desa tentang
kegiatan-kegiatan pengembangan kapasitas Literasi Desa yang
direncanakan akan dibiayai dan atau mendayagunakan aset Desa. Usulan
masyarakat Desa ini ditulis dalam satu dokumen yang menyertakan profil
desa, hasil analisa strategi, dan matrik kegiatan yang direncanakan.
Dokumentasi usulan masyarakat Desa ini dapat berbentuk proposal
kegiatan yang akan dibahas dan disepakati dalam musyawarah Desa sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.

19
F. PENYUSUNAN RENCANA PELAKSANAAN KEGIATAN DAN ANGGARAN
TPK bertanggung jawab untuk melakukan penyusunan rencana
pelaksanaan kegiatan dan anggaran pengembangan kapasitas Literasi
Desa. Rencana pelaksanaan kegiatan dan anggaran ini disusun
berdasarkan peraturan Desa tentang APBD Desa yang didalamnya telah
memuat kegiatan pengembangan kapasitas Literasi Desa beserta dengan
anggarannya.

G. PENJAJAGAN KEBUTUHAN SEKOLAH LAPANG


Guru kader Literasi Desa bersama-sama dengan kader Literasi Desa
dan anggota masyarakat Desa melakukan penjajagan kebutuhan sekolah
lapang. Penjajagan kebutuhan ini dilakukan untuk memastikan materi
pembelajaran tematik disusun berdasarkan kondisi objektif yang ada di
Desa. Metode yang dipakai dalam penjajagan kebutuhan sekolah lapang
ditentukan secara mandiri oleh guru kader Literasi Desa. Namun
demikian, dikarenakan penjajagan kebutuhan sekolah lapang berkaitan
langsung dengan pemenuhan kepentingan masyarakat Desa terhadap
pelayanan sosial dasar di Desa, maka metode yang diutamakan adalah
kajian partisipatif Sustainable Livelihoods Assessment (SLA) atau
Pengkajian Perikehidupan Berkelanjutan. Metode ini dilakukan secara
partisipatif sebagai alat bagi masyarakat Desa untuk melakukan analisa
terhadap potensi (kapasitas) dan permasalahan (kerentanan) yang ada di
wilayahnya. Dengan metode ini, masyarakat Desa melakukan proses
mengamati, mengungkapkan, menganalisa, dan memahami berbagai
permasalahan yang ada di Desa agar mampu menentukan sendiri
bagaimana pengelolaannya untuk memperbaiki perikehidupannya.
Masyarakat Desa memperoleh kesempatan untuk lebih berperan
aktif dalam menentukan pengelolaan potensi yang ada dan memecahkan
permasalahan di Desa secara lebih tepat, transparan, demokratis, dan
bertanggung jawab. Selanjutnya, para pemangku kepentingan seperti
pemerintah Desa, pemerintah daerah, swasta, pendamping masyarakat
Desa dan pihak lainnya mengambil peran

20
mendukung yang lebih responsif dan tepat sesuai apa yang sudah
berkembang di tingkat masyarakat Desa.
Berikut ini langkah-langkah dalam melakukan penjajagan
kebutuhan melalui kajian partisipatif :
1. Pemahaman Kondisi Desa
Masyarakat Desa belajar memahami kondisi Desa atau kawasan
perdesaan untuk memperluas cakrawala berpikir tentang sumber daya
yang ada di wilayahnya, beserta peran serta fungsinya.
2. Pemetaan Kondisi Desa
Masyarakat Desa menggambarkan keadaan nyata di Desa dan kawasan
perdesaan, beserta tata letak berbagai ekosistem di Desa dan kawasan
perdesaan ke dalam bentuk peta sosial. Dalam pembuatan peta sosial
terdapat 2 (dua) aspek : yaitu teknis dan substansi. Aspek teknis berupa
simbol, arah, dan lagenda. Sedangkan aspek substansi berupa data
dan informasi yang akan ditampilkan. Dengan membuat peta ini
masyarakat lebih memahami kondisi wilayahnya dan dapat
menentukan di mana mereka berada dan di mana akan melakukan
sesuatu kegiatan.
3. Penelusuran Kawasan Perdesaan (Transek)
Masyarakat Desa melakukan observasi untuk mengetahui dan
memahami kondisi nyata yang ada di wilayah Desa dan kawasan
perdesaan melalui fakta dan informasi dari masyarakat setempat. Data
dan informasi yang diperolehnya selanjutnya didiskusikan dan
dianalisa bersama.
4. Analisa Kecenderungan (Tren)
Masyarakat Desa belajar memahami kecenderungan perubahan
lingkungan dan perilaku terkait dengan sumber daya yang ada di
wilayahnya. Melalui analisa kecenderungan ini masyarakat Desa dapat
memahami perubahan-perubahan yang terjadi di wilayahnya serta
mampu memperkirakan kecenderungan yang akan terjadi di masa
mendatang.

21
5. Analisa Kalender Musim
Masyarakat Desa mempelajari dan menganalisa pola kebiasaan yang
terjadi di wilayahnya. Tujuan melakukan analisa kalender musim ini
adalah untuk melihat kesibukan-kesibukan masyarakat dan pola yang
terjadi setiap musimnya. Hasil analisanya dibuat dalam bentuk gambar
beserta catatan keterangannya.
6. Analisa Kelembagaan (Pola Hubungan Antar Lembaga)
Masyarakat Desa mempelajari dan menganalisa hubungan antara
masyarakat dengan lembaga-lembaga yang ada di sekelilingnya.
Mereka membahas dimana letak masyarakat dan seberapa besar
pengaruh lembaga yang ada terhadap perikehidupannya
7. Strategi Pengembangan Program
Berdasarkan hasil-hasil analisa yang dilakukan dalam rangkaian
kegiatan sebelumnya, selanjutnya masyarakat Desa menyusun strategi
pengembangan program di wilayahnya. Strategi ini menggambar
kondisi saat ini dan kondisi yang diidam-idamkan (diimpikan).
Kemudian peserta menyusun program untuk menuju ke kondisi yang
diidam-idamkan dari kondisi Desa saat ini.
8. Analisa Lima Modal Perikehidupan
Masyarakat Desa belajar mengenal modal yang dimilikinya. Yang
dimaksud modal bukan terbatas pada modal uang atau finansial saja,
tetapi terdapat modal-modal lain yang dimiliki masyarakat, yaitu:
a. modal alam seperti hutan, air, tanah, perkebunan, matahari,
hujan, sungai, ladang, dan sawah;
b. modal manusia meliputi pendidikan, keterampilan, ilmu
pengetahuan, dan keahlian;
c. modal sosial berupa arisan, pengajian, gotong royong, dan lain-
lain;
d. modal finasial diantaranya uang, bank, KUD, rentenir, dan lain-
lain; dan
e. modal fisik diantaranya jembatan, jalan raya, kantor desa,
sekolah, listrik dan lain-lain.

22
Setelah memahami aset yang ada di setiap modal yang dimiliki
masyarakat Desa secara pribadi atau dimiliki oleh Desa sebagai sumber
daya publik, selanjutnya dilakukan pembahasan untuk memastikan
bahwa aset-aset tersebut secara objektif mengandung manfaat bagi
masyarakat Desa atau manfaatnya kurang dirasakan oleh masyarakat
Desa.

H. PENYUSUNAN KURIKULUM DAN BAHAN AJAR


1. Penyusunan Kurikulum
Kurikulum sekolah lapang disusun berdasarkan kondisi objektif yang
ada di Desa sebagai hasil penjajagan kebutuhan sekolah lapang. Hasil
penjajagan kebutuhan ini difokuskan untuk menyusun bahan ajar
yang bersifat tematik. Sedangkan materi wajib ditetapkan di dalam
panduan ini. Guru kader Literasi Desa, dalam menyusun kurikulum,
dapat bekerja sama dengan OPD kabupaten/kota, tenaga
pendamping profesional maupun pihak ketiga yang memiliki
kompetensi di bidang pengembangan kapasitas masyarakat.
2. Penyusunan Bahan Ajar
Bahan ajar sekolah lapang meliputi materi pembelajaran wajib dan
materi pembelajaran tematik sesuai hasil penjajagan kebutuhan.
a. Materi Pembelajaran Wajib meliputi :
1) Pancasila sebagai Nilai dan Identitas Masyarakat Desa;
2) Tata Kelola Pemerintahan Desa;
3) Pendalaman Demokrasi Desa;
4) Latihan Kepemimpinan Desa;
5) Akuntabilitas Sosial di Desa;
6) Pendekatan Perikehidupan Berkelanjutan (Sustainable
Livelihood Approach)
7) Pembangunan Desa Terpadu;
8) Anggaran Desa yang Partisipatif; dan
9) Kerjasama, Kemitraan dan Pengembangan Jaringan.

23
b. Materi Pembelajaran Pilihan
Materi pembelajaran pilihan secara garis besar meliputi bahan
ajar tematik pelayanan sosial dasar dan bahan ajar bidang kerja
(sektor ekonomi). Rincian bahan ajar pilihan adalah sebagai
berikut:
1) bahan ajar pelayanan sosial dasar meliputi beragam ilmu
pengetahuan dan teknologi tepat guna tentang kegiatan
pembangunan Desa untuk pemenuhan kepentingan anak,
perempuan, penyandang disabilitas, kelompok marginal dan
kaum miskin.
2) bahan ajar bidang kerja (sektor ekonomi) meliputi beragam
ilmu pengetahuan dan teknologi tepat guna tentang kegiatan
pembangunan Desa untuk peningkatan kapasitas anggota
masyarakat yang dibutuhkan di bidang kerja dan/atau bidang
usaha ekonomi produktif. Bahan ajar bidang kerja difokuskan
pada pembelajaran tentang ilmu pengetahuan dan teknologi
tepat guna yang secara praktis dibutuhkan oleh masyarakat
Desa untuk peningkatak kapasitas tenaga kerja dan/atau
pengembangan usaha ekonomi. Sektor kerja dimaksud
misalnya : pertanian, peternakan, perikanan kolam, bahasa
Inggris (untuk calon TKI), perbengkelan (untuk pemuda desa)
dan lain-lainnya.

24
Alur Penjajagan Kebutuhan masyarakat Desa dapat digambarkan
sebagai berikut :
Gambar 1
Alur Penjajagan Kebutuhan

Pemahaman Pemetaan Penelusuran


Kondisi Desa Kondisi Desa Kawasan

Analisa Analisa Analisa


Kelembagaan Kalender Musim Kecenderungan

25
BAB IV
PENYELENGGARAAN PEMBELAJARAN SEKOLAH LAPANG

A. PERSIAPAN DAN PELAKSANAAN PEMBELAJARAN DI SEKOLAH


LAPANG
Sekolah lapang merupakan kegiatan penguatan komunitas belajar
anggota masyarakat Desa agar mampu berpartisipasi dalam
penyelenggaraan Desa. Tema sekolah lapang digali secara partisipatif agar
sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Tema tersebut juga menjadi dasar
dalam penyediaan kebutuhan pengadaan buku-buku Perpustakaan Desa.
Bentuk kegiatan yang dilakukan dalam rangka persiapan dan
pelaksanaan pembelajaran di sekolah lapang berupa:
1. Promosi dan Identifikasi kepada Calon Peserta
Sebelum kegiatan sekolah lapang dilaksanakan, kader Literasi Desa
memfasilitasi pertemuan warga masyarakat Desa untuk
mempromosikan sekolah lapang. Selain itu, kader Literasi Desa juga
memberikan tawaran kepada warga masyarakat Desa untuk bersedia
menjadi calon peserta sekolah lapang sesuai dengan kebutuhannya
masing-masing. Kader Literasi Desa memfasilitasi calon peserta
sekolah lapang untuk memilih materi pembelajaran sesuai dengan
masalah yang dihadapi, serta penyesuaian minat belajar dengan tema
pembelajaran yang dibutuhkan. Adanya peluang bagi calon peserta
untuk menentukan pilihan terhadap tema-tema pembelajaran di
sekolah lapang merupakan upaya menumbuhkan energi kreatif dan
inovatif di dalam diri peserta pembelajaran.
2. Pembentukan Komunitas Belajar Lokal
Kader Literasi Desa melakukan pertemuan dengan calon peserta
sekolah lapang dan mengelompokkannya berdasarkan kesamaan dari
permasalahan yang dihadapi, minat dan tema yang akan
diselenggarakan pada sekolah lapang sehingga terbentuk komunitas
belajar lokal. Pada pertemuan ini, kader Literasi Desa bersama

26
komunitas belajar lokal menentukan lokasi belajar, menyusun
kesepakatan belajar, dan menentukan jadwal pertemuan rutin yang
akan dilaksanakan di sekolah lapang.
3. Pengajaran Materi Wajib dan Materi Pilihan
Guru kader Literasi Desa, kader Literasi Desa dan pengajar lainnya
menyampaikan materi wajib dan pilihan sesuai dengan kurikulum dan
bahan ajar. Bahan ajar materi wajib sesuai dengan modul pelatihan
Literasi Desa yang berlaku secara nasional. Sedangkan, bahan ajar
materi pilihan disesuaikan dengan kurikulum yang telah disusun
berdasarkan hasil penjajagan kebutuhan. Karenanya, bahan ajar
materi pilihan bersifat lokal dan disusun sendiri oleh guru kader
Literasi Desa dan pengajar lainnya.
4. Pembimbingan dalam Pembacaan Buku di Perpustakaan
Selama proses pembelajaran sekolah lapang, guru kader Literasi Desa
dan tenaga pengajar membimbing peserta untuk dapat membaca
buku/bahan bacaan lainnya yang sesuai dengan bahan ajar yang
dipelajari oleh peserta pembelajaran. Pada proses ini, guru kader
Literasi Desa dan tenaga pengajar mendorong minat baca peserta
pembelajaran untuk dapat menganalisis masalah yang dihadapi,
merumuskan langkah-langkah yang harus dilaksanakan dan mencari
jawaban dari permasalahan yang dihadapi berdasarkan buku/bahan
bacaan lainnya yang dipelajari.
5. Pembimbingan dalam Penulisan dan Diskusi Publik
Guru kader Literasi Desa dan tenaga pengajar membimbing peserta
pembelajaran untuk dapat menuangkan buah pemikirannya secara
tertulis dan lisan. Proses pembimbingan ini misalnya dilakukan
dengan cara peserta menuliskan gagasan dalam bentuk makalah
singkat, dan selanjutnya secara bersama-sama dengan peserta
pembelajaran yang lainnya mendiskusikan isi makalah sebagaimana
dimaksud. Sebagai bentuk penghargaan terhadap jerih payah peserta,
makalah maupun hasil diskusi dapat ditayangkan di media informasi
Desa.

27
6. Pembimbingan dalam Praktik Penyelenggaraan Desa
Peserta pembelajaran harus mampu menerapkan beragam ilmu
pengetahuan dan teknologi yang dilakukan dengan cara
mempraktekkan hasil-hasil pembelajaran di sekolah lapang dalam
beragam kegiatan penyelenggaraan pemerintahan Desa maupun
pembangunan Desa. Pada tahapan ini media pembelajarannya berupa
kegiatan pemilihan kepala Desa, penyampaian aspirasi kepada BPD,
perencanaan pembangunan Desa, dan beragam kegiatan di sawah,
kebun, hutan, pantai, laut, sungai dan lainnya. Beragam aktivitas
penyelenggaraan Desa beserta kondisi objektif wilayah Desa atau
wilayah kawasan perdesaan dimanfaatkan oleh peserta pembelajaran
untuk mempermudah mereka menganalisis masalah dan didorong
untuk melakukan penemuan-penemuan baru berdasarkan kondisi
nyata yang terjadi di Desa. Pada tahap ini, peserta pembelajaran dapat
meningkatkan kapasitasnya sehingga mampu terlibat aktif dalam
beragam aktivitas di dalam penyelenggaraan pemerintahan
Desa, Penyelenggaraan
pembangunan Desa, penyelenggaraan kemasyarakatan Desa dan
pemberdayaan masyarakat Desa
7. Pembimbingan Pengembangan Usaha Ekonomi
Guru kader Literasi Desa dan tenaga pengajar membimbing peserta
untuk mampu menerapkan hasil pembelajarannya di dalam
mengakses lapangan pekerjaan. Selain itu, para peserta juga
menerapkan hasil pembelajaran dalam pengelolaan usaha ekonomi
produktif yang dikelola secara pribadi, kelompok maupun secara
publik melalui Badan Usaha Milik Desa (BUMDES).

B. KONSULTASI DAN EVALUASI AKHIR PEMBELAJARAN


Selama proses pembelajaran akan muncul pengetahuan dan hal- hal
baru terkait dengan tema tertentu sehingga peserta sekolah lapang perlu
mengkonsultasikannya kepada guru kader Literasi Desa atau tenaga
pengajar. Konsultasi ini dilakukan jika terdapat kendala di lapangan dan
peserta merasa perlu untuk mendiskusikannya kembali.

28
Pada tahap ini, guru kader Literasi Desa dan tenaga pengajar memperoleh
informasi mengenai kendala yang dihadapi peserta, melakukan analisis,
dan memberikan rekomendasi solusi yang dibutuhkan oleh peserta sekolah
lapang.
Ketika proses pembelajaran telah selesai, maka seluruh peserta, guru
kader Literasi Desa dan tenaga pengajar melakukan evaluasi akhir
pembelajaran. Evaluasi dilakukan untuk melihat apa yang sudah baik, apa
yang perlu diperbaiki, dan bagaimana cara memperbaikinya selama proses
sekolah lapang. Evaluasi ini bukan untuk melihat kekurangan atau
kelemahan, melainkan justru untuk melihat apa yang sudah dicapai dan
sejauh mana penguasaan materi serta keterampilan apa yang sudah
muncul pada peserta sekolah lapang. Evaluasi ini dipergunakan sebagai
dasar melakukan proses pembelajaran pada pertemuan yang akan datang.

C. KEBERLANJUTAN SEKOLAH LAPANG


Perbaikan dan peningkatan kinerja pembelajaran di sekolah lapang
sangat ditentukan adanya keberlanjutan penyelenggaraan sekolah lapang
yang dikelola secara mandiri oleh Desa. Pemerintah Desa, BPD, guru kader
Literasi Desa, kader Literasi Desa bersama-sama dengan kelompok
pembelajar lokal menerapkan, menyebarkan pengetahuan dan
keterampilan yang telah dimiliki sebagai sebuah upaya melembagakan
secara sosial ilmu pengetahuan dan teknologi di tingkat individu, keluarga,
kelompok masyarakat, dan di tingkat Desa.

29
Gambar 2
Tahapan Pelaksanaan Sekolah Lapang

Perencanaan Pelaksanaan Evaluasi

Identifikasi &
pilihan
calon
Membentuk buku di
perpustakaan
lokal Penulisan & diskusi publik
Praktik penyelenggaraan Desa

usaha ekonomi

Keberlanjutan Sekolah Lapang

Keberlanjutan sekolah lapang ditentukan oleh

(RKTL)

30
BAB V
PERPUSTAKAAN DESA

A. PEMBENTUKAN PERPUSTAKAAN DESA


Pengadaan perpustakaan oleh Desa dapat dilaksanakan apabila ada
kepastian sumber pembiayaan di APBDesa. Langkah-langkah
pembentukan perpustakaan Desa adalah sebagai berikut :
1. Kepala Desa mengoordinasikan TPK untuk menyusun rencana kerja
pembentukan perpustakaan Desa sesuai dengan ketersediaan anggaran
yang ada di APBDesa.
2. TPK memastikan pengadaan sarana prasarana perpustakaan untuk
memenuhi standar perpustakaan. Standar perpustakaan sebagaimana
dimaksud meliputi antara lain :
a. ruang/gedung perpustakaan mudah didatangi oleh warga
masyarakat Desa;
b. ruangan memenuhi aspek kenyamanan, pencahayaan, dan
keamanan;
c. koleksi buku sesuai bidang kebutuhan masyarakat Desa;
d. terdapat surat kabar, majalah, atau media lainnya yang
mendukung pemenuhan kebutuhan masyarakat Desa;
e. terdapat sarana perangkat komputer dan jaringan internet;
f. terdapat komputer jinjing (laptop), proyektor infocus, dan layar
proyektor;
g. terdapat rak buku serta meja dan kursi baca; dan
h. terdapat papan informasi serta papan nama perpustakaan Desa.
3. Kepala Desa menetapkan kader Literasi Desa sebagai pengelola
perpustakaan Desa dengan surat keputusan kepala Desa.
4. Guru kader Literasi Desa melakukan pembekalan pada kader Literasi
Desa berkaitan dengan standar pengelolaan perpustakaan yang meliputi
antara lain :
a. proses pengelolaan secara sederhana dengan adanya daftar
pustaka dan klasifikasi bahan bacaan;

31
b. pengaturan jam/waktu kegiatan perpustakaan dan layanan yang
ditetapkan dengan jelas;
c. adanya penyusunan rencana kegiatan bulanan yang dibiayai
dengan keuangan Desa maupun sumber lainnya; dan
d. adanya pengembangan kerjasama dengan pihak lain untuk
peningkatan mutu layanan perpustakaan.

B. PENGELOLAAN PERPUSTAKAAN DESA


Kader Literasi Desa mengelola perpustakaan Desa dengan cara
antara lain sebagai berikut :
1. Pendataan Buku Perpustakaan
Pendataan buku dilakukan dengan cara melakukan penomoran pada
setiap buku dan ditempelkan pada buku yang terdata tersebut. Data
buku tersebut dimasukkan ke dalam data dasar yang disimpan dalam
komputer agar mudah dicari pada saat dibutuhkan.
2. Pengelompokan Buku Bacaan
Kader Literasi Desa mengelompokkan buku sesuai dengan pokok-
pokok bahasan. Pokok bahasan sebagai dasar pengelompokkan meliputi
antara lain : ilmu pemerintahan Desa, pembangunan Desa, budidaya
pertanian, budidaya perkebunan, budidaya peternakan, budidaya
perikanan, pengembangan sumberdaya manusia, kesehatan
masyarakat, pemberdayaan masyarakat, dan berbagai pokok bahasan
lainnya sesuai kebutuhan konkrit yang ada di Desa. Kader Literasi Desa
akan lebih mudah melakukan pendataan ulang dan pengecekkan buku-
buku yang ada di perpustakaaan berdasarkan daftar kelompok buku
bacaaan.
3. Penataan Tampilan Lemari Buku
Kader Literasi Desa akan lebih mudah mengelola perpustakaan Desa
jika perangkat komputer, rak buku serta meja dan kursi baca tertata
rapih. Pengunjung perpustakaan pun akan lebih nyaman membaca atau
menulis di ruang perpustakaan apabila sarana prasarana perpustakaan
tertata dengan rapih.
4. Prosedur Peminjaman Buku

32
Kader Literasi Desa membuat prosedur peminjaman buku yang mudah
dan jelas. Setiap anggota warga masyarakat Desa yang meminjam buku
wajib memiliki kartu anggota perpustakaan. Selain itu, peminjaman
buku dibatasi dengan masa peminjaman yang diatur di dalam tata tertib
perpustakaan Desa.
5. Kegiatan Layanan Tambahan
Kader Literasi Desa menyusun kegiatan layanan tambahan selain
penyediaan bahan bacaan. Layanan tambahan tersebut dikhususkan
bagi para peserta sekolah lapang, misalnya tempat konsultasi setelah
selesai kegiatan sekolah lapang, atau kegiatan lainnya yang dibutuhkan
oleh peserta pembelajaran di sekolah lapang. Kader Literasi Desa juga
menyediakan kegiatan layanan tambahan untuk masyarakat yang tidak
ikut serta di sekolah lapang misalnya kegiatan mendongeng, lomba
membaca puisi, lomba menulis cerpen, lomba pidato, atau nonton
bersama/layar tancap.

C. PENGEMBANGAN PERPUSTAKAAN DESA.


Perpustakaan Desa harus dikelola secara berkelanjutan agar generasi
muda yang ada di Desa mudah mempelajari ilmu pengetahuan dan
teknologi tepat guna. Untuk itu, harus dilakukan pengembangan
perpustakaan dengan cara-cara sebagai berikut :
1. Desa menyediakan anggaran untuk peningkatan perpustakaan Desa
secara bertahap agar sarana prasarana perpustakaan memenuhi standar
perpustakaan yang dipersyaratkan.
2. kader Literasi Desa mendapatkan pelatihan-pelatihan tentang
pengelolaan perpustakaan.
3. kampanye secara berkelanjutan tentang Literasi Desa agar masyarakat
Desa gemar membaca, menulis dan berdiskusi.
4. perpustakaan Desa berfungsi sebagai pusat kemasyarakatan
(community center).

33
D. AKADEMI DESA 4.0
Perpustakaan Desa wajib menyediakan perangkat komputer dan
jaringan internet untuk memudahkan masyarakat Desa menjangkau situs
internet yang disediakan oleh Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi.
Situs internet sebagaimana dimaksud adalah Akademi Desa 4.0 dengan
alamat website: akademidesa.kemendesa.go.id.
Akademi Desa 4.0 berfungsi sebagai perpustakaan online tentang
Desa, dan juga berfungsi sebagai media pembelajaran jarak jauh dengan
media internet (pembelajaran daring). Akademi Desa 4.0 sebagai media
pembelajaran daring bersifat interaktif. Karenanya, materi-materi
pembelajaran dan/atau kisah-kisah sukses kegiatan pengembangan
kapasitas Literasi Desa dapat diunggah pada situs Akademi Desa 4.0.

34
BAB VI
PERCONTOHAN DAN REPLIKASI PENGEMBANGAN KAPASITAS
LITERASI DESA

A. PEMBENTUKAN DAN PENETAPAN DESA PERCONTOHAN


Percontohan pengembangan kapasitas Literasi Desa yang dilakukan
di Desa lokasi percontohan merupakan media tolok ukur (benchmarking)
bagi Desa-Desa lainnya yang akan menyelenggarakan kegiatan
pengembangan kapasitas Literasi Desa. Penyelenggaraan percontohan
pengembangan kapasitas Literasi Desa akan dikelola oleh pemerintah
daerah kabupaten/kota dengan melibatkan Desa.
Kegiatan pengembangan kapasitas Literasi Desa di sebuah Desa akan
dinyatakan layak oleh pemerintah daerah kabupaten/kota sebagai
percontohan bagi Desa-Desa lainnya jika kegiatan pengembangan
kapasitas sebagaimana dimaksud memenuhi ketentuan indikator
penetapan lokasi percontohan. Indikator penetapan Desa Percontohan
Kegiatan Pengembangan Kapasitas Literasi Desa diuraikan pada tabel di
bawah ini:
Tabel 1.
Indikator Penetapan Desa Percontohan Kegiatan Pengembangan
Kapasitas Literasi Desa

Penilaian
No Indikator Dasar Penilaian
Ya Tdk Ket.
1. Pengelolaan Perpustakaan Desa
Terjadi peningkatan
jumlah pengunjung
Pengunjung
1.1. perpustakaan setiap 3
Perpustakaan
bulan.

Koleksi bacaan sesuai


Koleksi Bacaan dengan kebutuhan
1.2.
Masyarakat masyarakat Desa.

Terdapat
pencatatan/register
buku masuk/keluar di
Administrasi
1.3 Perpustakaan/Taman
perpustakaan
Baca, dsb.

35
Penilaian
No Indikator Dasar Penilaian
Ya Tdk Ket.
Peningkatan Terdapat peningkatan
aktivitas kegiatan layanan
1.4 layanan tambahan selain
perpustakaan layanan sirkulasi
Desa keluar-masuk buku
Terdapat dukungan
anggaran untuk
Pengadaan pengadaan dan
1.5
buku penambahan koleksi
buku bacaan di
perpustakaan Desa.
2. Pengelolaan Sekolah Lapang
Terbentuk komunitas
belajar lokal yang
Komunitas mengikuti proses
2.1.
belajar lokal peningkatan kapasitas
pada sekolah lapang

Kurikulum dan bahan


ajar dikembangkan
Kurikulum dan sesuai dengan
2.2
bahan ajar kebutuhan peserta
sekolah lapang

Terjadi peningkatan
Partisipasi
partisipasi pada
2.3 masyarakat
kegiatan sekolah lapang
Desa
Peserta menerapkan
hasil dan praktik yang
Penerapan hasil
diperoleh di sekolah
belajar dan
2.4 lapang sehingga dapat
praktik pada
meningkatkan kualitas
sekolah lapang
hidupnya

Munculnya inovasi dari


masyarakat Desa yang
merupakan hasil
2.5 Inovasi belajar pada proses
pengembangan
kapasitas Literasi Desa.

Kader Literasi Desa


aktif dalam mengelola
Kader Literasi
2.6 kegiatan
Desa
pengembangan
kapasitas Literasi Desa
Guru kader Literasi
Guru kader Desa melatih dan
2.7
Literasi Desa mengorganisir kader
Literasi Desa

36
Penilaian
No Indikator Dasar Penilaian
Ya Tdk Ket.
Tenaga pengajar pada
sekolah lapang memiliki
Tenaga kompetensi yang sesuai
2.8
pengajar dengan kebutuhan
masyarakat Desa

3. Advokasi Kebijakan dan Kerjasama


Dilaksanakannya
Rembuk kegiatan Rembuk
3.1.
Literasi Desa Literasi Desa yang
partisipatif
Terdapat SK,BA,Perdes,
atau lainnya tentang
Dukungan
3.2. kegiatan
Kebijakan
pengembangan
kapasitas Literasi Desa.
Terdapat dukungan
dana yang bersumber
dari keuangan Desa
maupun sumber dana
Dukungan
3.6. lainnya yang
Dana
dialokasikan untuk
kegiatan
pengembangan
kapasitas Literasi Desa.
Pengembangan Terdapat kerjasama
Jaringan dan dengan pihak ketiga,
3.5.
Kerjasama dalam pengembangan
Literasi kapasitas Literasi Desa.

Hasil Penilaian :
Baik ; Jika jawaban “Iya” 80%-100%
Sedang ; Jika jawaban “Iya” 60%-79%
Kurang : Jika jawaban “Iya” ≤ 59%
Kegiatan pengembangan kapasitas Literasi Desa yang akan
ditetapkan menjadi percontohan adalah kegiatan pengembangan kapasitas
Literasi Desa yang berkategori baik dengan nilai 80%-100%.

B. REPLIKASI MODEL PENGEMBANGAN KAPASITAS LITERASI DESA


Replikasi model pengembangan kapasitas Literasi Desa merupakan
upaya untuk memperluas kegiatan pengembangan kapasitas Literasi Desa
di Desa-Desa yang bukan merupakan lokasi percontohan. Penyelenggaraan
replikasi model ini dikelola oleh pemerintah daerah kabupaten/kota
dengan melibatkan Desa.

37
Pemerintah daerah kabupaten/kota berkewajiban untuk
mereplikasikan model pengembangan kapasitas Literasi Desa antar
kecamatan. Pemerintah daerah provinsi berkewajiban mereplikasikan
model pengembangan kapasitas Literasi Desa antar kabupaten/kota.
Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi melalui Direktorat Jenderal
Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa memfasilitasi replikasi
model pengembangan kapasitas Literasi Desa secara nasional.
Proses replikasi model pengembangan kapasitas Literasi Desa dapat
digambarkan sebagai berikut :
Gambar 3
Replikasi Model Pengembangan Kapasitas Literasi Desa

Kec. X1 dst

Daerah Kabupaten/Kota

Kab. X1 dst

Pemerintah Daerah Provinsi

38
BAB VII
MONITORING, EVALUASI DAN PELAPORAN

Monitoring pengembangan kapasitas Literasi Desa dilakukan dalam


rangka memantau proses dan progres atas pelaksanaan kegiatan yang sedang
berjalan. Evaluasi merupakan serangkaian pencermatan dan penilaian
terhadap beberapa kegiatan yang menjadi tolok ukur terjadinya kegiatan
pengembangan kapasitas Literasi Desa. Pelaksanaan monitoring dilakukan
setiap 3 (tiga) bulanan sedangkan untuk evaluasi dilakukan pada setiap akhir
tahun terhadap keseluruhan kegiatan pengembangan kapasitas Literasi
Desa.

A. MEKANISME MONITORING
Monitoring dilaksanakan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota
yang dibantu tenaga pendamping profesional bersama pemerintah Desa.
Urutan langkah pelaksanaan monitoring sebagai berikut :
1. Dinas PMD kabupaten/kota mengawali kegiatan monitoring dengan
melakukan pembahasan tentang Indikator Penetapan Desa
Percontohan Kegiatan Pengembangan Kapasitas Literasi Desa.
2. Dinas PMD kabupaten/kota dibantu oleh tenaga pendamping
profesional bersama pemerintah Desa mengidentifikasi dan mengisi
formulir indikator Desa percontohan pengembangan kapasitas Literasi
Desa dan menghitung persentase capaian kegiatan yang telah
dilaksanakan.
3. Dinas PMD kabupaten/kota dibantu oleh tenaga pendamping
profesional membuat catatan tindak lanjut sebagai rekomendasi bagi
pemerintah Desa untuk meningkatkan kinerja pengembangan
kapasitas Literasi Desa.
4. Pemerintah Desa menyelenggarakan rapat koordinasi untuk
menindaklanjuti rekomendasi hasil monitoring.

39
5. Dinas PMD kabupaten/kota dibantu oleh tenaga pendamping
profesional melakukan pendampingan pemerintah Desa, sesuai
rencana tindaklanjut yang telah disepakati.
6. Dinas PMD kabupaten/kota memonitor kembali perkembangan
progres kegiatan pengembangan kapasitas Literasi Desa

B. MEKANISME EVALUASI
Evaluasi dilaksanakan oleh Pemerintah kabupaten/kota yang
dibantu tenaga pendamping professional. Langkah-langkah kegiatan
evaluasi dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:
1. Dinas PMD kabupaten/kota dibantu oleh tanaga pendamping
profesional mengidentifikasi Desa yang telah selesai melakukan
kegiatan.
2. Dinas PMD kabupaten/kota dengan dibantu tanaga pendamping
profesional melakukan evaluasi kegiatan pengembangan kapasitas
Literasi Desa melalui pengambilan data lapangan dengan cara
wawancara dan pengamatan lapangan.
3. Dinas PMD kabupaten/kota menyampaikan hasil evaluasi kepada
Dinas PMD provinsi, untuk selanjutnya Dinas PMD provinsi
menyampaikan hasil evaluasi kepada Direktorat Jenderal
Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa. Hasil evaluasi
tersebut disampaikan oleh Dinas PMD provinsi paling lambat akhir
Pebruari tahun berikutnya.

C. PELAPORAN
1. Substansi Laporan
Laporan kegiatan pengembangan kapasitas Literasi Desa disajikan
secara lengkap dan informatif. Laporan ini mencakup 6 (enam) hal
penting di dalam kegiatan pengembangan kapasitas Literasi Desa,
yaitu :
a. kegiatan-kegiatan yang sedang dilaksanakan;
b. pencapaian sasaran dan atau target dari kegiatan yang sedang
dilaksanakan;

40
c. gambaran kemajuan dari pelaksanaan kegiatan pada saat
laporan dibuat;
d. target dan realisasi biaya dari kegiatan yang sedang
dilaksanakan;
e. kendala dan permasalahan yang dihadapi, termasuk tindak
lanjutnya; dan
f. gambaran partisipasi masyarakat Desa dalam pelaksanaan
kegiatan pengembangan kapasitas Literasi Desa.
2. Mekanisme Pelaporan
Dinas PMD kabupaten/kota menyampaikan kepada Dinas PMD
provinsi tentang laporan Kegiatan Pengembangan Kapasitas Literasi
Desa setiap 3 (tiga) bulan sekali atau laporan triwulanan. Dinas PMD
provinsi menyampaikan kepada Direktorat Jenderal Pembangunan
dan Pemberdayaan Masyarakat Desa tentang laporan Kegiatan
Pengembangan Kapasitas Literasi Desa setiap 6 (enam) bulan sekali
atau laporan semesteran. Alamat surat Direktorat Jenderal
Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa adalah Jalan
Taman Makam Pahlawan No. 17 Kalibata, Jakarta Selatan atau
website www.kemendesa.go.id

D. PENUTUP
Panduan Fasilitasi Pengembangan Literasi Desa ini digunakan
sebagai acuan bagi pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah
kabupaten/kota maupun para pegiat pemberdayaan masyarakat Desa
dalam memfasilitasi pengembangan kapasitas Literasi Desa yang dikelola
secara mandiri oleh Desa. Seiring dengan perkembangan kebijakan
Pemerintah, maka terhadap panduan ini dapat dilakukan pengkayaan dan
penyempurnaan apabila diperlukan demi kesempurnaan perwujudan
Literasi Desa dalam diri masyarakat Desa.

41

Anda mungkin juga menyukai