DESA INKLUSIF
DIREKTORAT JENDERAL
PEMBANGUNAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA
KEMENTERIAN DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPULIK INDONESIA
2019
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmatNya, Panduan
Fasilitasi Desa Inklusif dapat diselesaikan dengan baik. Kami mengucapkan
terima kasih kepada pihak-pihak yang terlibat dalam penyusunan panduan
ini, khususnya kepada Pusat Rehabilitasi Yakkum, The Asia Foundation dan
DFAT-Pemerintah Australia yang telah bekerjasama mendorong replikasi
pengalaman Program Peduli ke dalam implementasi Undang-Undang Desa.
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa mengamanatkan bahwa
dalam membangun Indonesia haruslah dimulai dari Desa. Salah satu dari
Nawacita Presiden Jokowi yaitu membangun Indonesia dari pinggiran
dengan memperkuat daerah dan desa pada dasarnya merupakan
perwujudan amanat Undang-Undang Desa tersebut.
Pemerintah memiliki harapan besar bahwa pembangunan Desa dapat
diselenggarakan dengan menerapkan nilai-nilai inklusi sosial.Untuk itu, perlu
dibentuk dan dikembangkan adanya Desa Inklusif. Yang dimaksud Desa
Inklusif adalah Desa sebagai ruang kehidupan dan penghidupan bagi semua
warga Desa yang diatur dan diurus secara terbuka, ramah dan meniadakan
hambatan untuk bisa berpartisipasi secara setara, saling menghargai serta
merangkul setiap perbedaan dalam pembangunan Desa.
Gambaran ideal Desa Inklusif, sebagai bagian dari mandat Undang-Undang
Desa yang bersifat normatif, difasilitasikan untuk menjadi tindakan konkret
dalam kehidupan sehari-hari di Desa. Fasilitasi diartikan sebagai cara
mempermudah atau membantu masyarakat Desa mengelola Desa Inklusif
berdasarkan aturan yang ditetapkan dalam Undang-Undang Desa.
Panduan Fasilitasi Desa Inklusif ini dibuat sebagai acuan bagi pemerintah
daerah provinsi, pemerintah daerah kabupaten/kota maupun para penggiat
pembangunan Desa. Fasilitasi Desa Inklusif pada dasarnya bersifat lintas
pemangku kepentingan. Panduan Fasilitasi Desa Inklusif memuat prosedur
kerja yang senantiasa bersifat sinergistik lintas pemangku kepentingan
sekaligus berfokus pada upaya menumbuhkan dalam diri warga Desa buah-
buah gagasan yang inovatif menuju terwujudnya Desa yang kuat, maju,
mandiri dan demokratis.
Jakarta, 18 November 2019
Direktur Jenderal
Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa
i
DAFTAR ISI
KATA PENGATAR ...................................................................................... i
ii
B. Fasilitasi Penegakan Kewenangan Desa .............................................. 34
1. Deklarasi Kewenangan Desa .......................................................... 35
2. Maklumat Pelayanan ..................................................................... 35
C. Fasilitasi Tata Kelola Pemerintahan Desa............................................ 36
1. Latihan Kepemimpinan.................................................................. 36
2. Kaderisasi Calon Pemimpin Desa ................................................... 37
3. Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) ................................................... 37
4. Pengisian BPD ............................................................................... 38
5. Penguatan Fungsi BPD sebagai Kanal Aspirasi Warga Desa ........... 39
6. Musyawarah Desa ......................................................................... 40
7. Pengisian perangkat Desa .............................................................. 41
8. Lembaga Kemasyarakatan dan Lembaga Adat Desa ....................... 42
D. Fasilitasi Penyusunan Produk Hukum di Desa ................................... 43
E. Fasilitasi Pembangunan Desa Inklusif ................................................ 45
1. Menggagas Masa Depan Desa Inklusif ........................................... 45
2. Pemutakhiran Data Desa yang Inklusif .......................................... 46
3. Pencermatan Aset dan Potensi Aset Desa yang Inklusif .................. 48
4. Perencanaan Pembangunan Desa Inklusif ..................................... 49
5. RPJM Desa Inklusif ....................................................................... 50
6. RKP Desa Inklusif .......................................................................... 53
7. APB Desa Inklusif .......................................................................... 55
8. Swakelola Kegitan Pembangunan Desa Inklusif ............................. 60
9. Pengawasan Pembangunan Desa Inklusif ...................................... 61
F. Fasilitasi Pelayanan Dasar di Desa Inklusif ......................................... 62
G. Fasilitasi Pengembangan Kapasitas Literasi Desa Inklusif ................... 63
H. Fasilitasi Penguatan Kelembagaan Sosial ............................................ 64
I. Fasilitasi Penguatan Adat dan Budaya Desa ....................................... 64
1. Penulisan Sejarah Desa ................................................................. 65
2. Musyawarah Kebudayaan Desa ..................................................... 66
3. Penyusunan Peraturan Desa tentang Adat dan Budaya Desa ......... 67
4. Literasi Kebudayaan Desa ............................................................. 67
J. Fasilitasi Keberlanjutan Desa Inklusif ................................................. 68
BAB IV MONITORING, EVALUASI DAN PELAPORAN ................................... 74
A. Monitoring Penyelenggaraan Desa Inklusif .......................................... 74
B. Evaluasi Penyelenggaraan Desa Inklusif ............................................. 74
C. Pelaporan Penyelenggaraan Desa Inklusif ........................................... 75
BAB V PENUTUP ....................................................................................... 76
iii
DAFTAR TABEL
Tabel 1: Langkah-langkah penyusunan RPJMDesa Inklusif ............................. 51
Tabel 2. Tahapan Penyusunan RKP Desa Inklusif ........................................... 53
DAFTAR DIAGRAM
Diagram 1. Tiga jalan pemberdayaan masyarakat ....................................... 16
iv
DAFTAR KOTAK
Kotak 1. Populasi Penduduk Miskin, Rentan dan Marginal di Indonesia ........... 3
Kotak 2. Rintisan desa inklusi ......................................................................... 10
v
DAFTAR ISTILAH
vi
DAFTAR SINGKATAN
AIDS : Acquired Immunodeficiency Syndrome
APB Desa : AnggaranPendapatan&BelanjaDesa
APKM : AksesPartisipasiKontrolManfaat
ATAP : AdatTradisi Anak Putu
BDT : Basis Data Terpadu
BLSM : BantuanLangsungSiswa Miskin
BPD : Badan PerwakilanDesa
BPS : Badan Pusat Statistik
BSM : BantuanSiswa Miskin
CALISTUNG : Baca TulisHitung
CSR : Corporate Social Responsibility
DFAT : Department of Foreign & Trade
DIY : Daerah Istimewa Yogyakarta
FOPPERHAM : Forum Pendidikan &PerjuanganHakAsasiManusia
HIV : Human Immunodeficiency Virus
HPK : Hari PertamaKehidupan
ILO : International Labour Organization
JARIK ROGO : JaringanInklusiKulonprogo
KADES : KepalaDesa
KDD : KelompokDifabelDesa
KPA Kelompok Perempuan & Anak
LAD : Lembaga AdatDesa
LANSIA : LanjutUsia
LKD : Lembaga KemasyarakatanDesa
LKiS : Lembaga Kajian Islam &Sosial
LKS : Lembaga KesejahteraanSosial
LPKP : Lembaga PengkajianKemasyarakatan& Pembangunan
LSM : Lembaga Swadaya Masyarakat
MEBM : MajelisEklasting Budi Murko
MMDDI : Mengagas Masa DepanDesaInklusif
MUSRENBANGDES : MusyawarahPerencanaan Pembangunan Desa
ODHA : Orang dengan HIV/AIDS
OMS : Organisasi Masyarakat Sipil
PATBM : Pengasuhan Anak TerpaduBerbasis Masyarakat
PAUD : Pendidikan Anak Usia Dini
PEBM : PaguyubanEklasing Budi Murko
PERDES : PeraturanDesa
PILKADES : PemilihanKepalaDesa
PKH : Program KeluargaHarapan
PKK : PemberdayaanKesejahteraanKeluarga
PMD : Pemberdayaan Masyarakat Desa
PODES : PotensiDesa
POSYANDU : Pos PelayananTerpadu
PPKS : PemerluPelayananKesejahteraanSosial
PRA : Participatory Rural Appraisal
RAB : RencanaAnggaranBiaya
RAM : RencanaAksi Masyarakat
RASKIN : Beras Miskin
vii
RBM : RehabilitasiBersumberdaya Masyarakat
RKP Desa : RencanaKerjaPemerintahDesa
RPJM Desa : Rencana Pembangunan JangkaMenengahDesa
RT : RukunTetangga
SAKERNAS : SurveiKetenagakerjaan Nasional
SAD : Suku Anak Dalam
SAMIN : Serikat Anak Merdeka Indonesia
SATGAS PPA : SatuanTugasPerrlindungan Perempuan & Anak
SD : Sekolah Dasar
SDGs : Sustainable Development Goals
SEMAK : Solidaritas Masyarakat Anak
SHG : Self Help Group
SK : Surat Keputusan
SMU : SekolahMenengahUmum
SUPAS : SurveiPendudukAntarSensus
SUSENAS : SurveiSosialEkonomi Nasional
TAF : The Asia Foundation
UNICEF : United Nations Childrens Funds
YTB : Yayasan Tanpa Batas
viii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1. Rumusan Masalah
Lahirnya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 tahun 2014
tentang Desa (Undang-Undang Desa) merupakan babak baru bagi
masyarakat Desa untuk meningkatkan kualitas pembangunan di
Desa. Secara khusus Undang-Undang Desa memandatkan bahwa
tujuan pembangunan Desa adalah untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat Desa dan kualitas hidup manusia serta
penanggulangan kemiskinan melalui pemenuhan kebutuhan dasar,
pembangunan sarana-prasarana, pengembangan potensi ekonomi
lokal, pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan secara
berkelanjutan, serta berkontribusi terhadap perlindungan dan
pemenuhan hak terhadap kelompok yang terpinggirkan.
Undang-Undang Desa memandatkan bahwa penyelenggaraan
pembangunan Desa dikelola dengan pendekatan pemberdayaan
masyarakat. Dalam konteks pemberdayaan masyarakat, setiap warga
Desa diposisikan sebagai subjek pembangunan. Warga Desa yang
berada dalam posisi belum berdaya difasilitasi agar mampu hadir
sebagai subjek pembangunan yang sejajar dengan warga Desa
lainnya. Hal ini ditegaskan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43
Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor
6 Tahun 2014 tentang Desa pada Pasal 127 ayat 2 huruf d. yaitu
bahwa penyusunan perencanaan dan penganggaran pembangunan di
Desa wajib berpihak kepada kepentingan warga miskin, warga
disabilitas, perempuan, anak, dan kelompok marginal.
Kepentingan warga miskin, warga disabilitas, perempuan, anak,
lansia, dan kelompok marginal (atau disebut dengan istilah kelompok
marginal dan kelompok rentan lainnya) akan lebih terjamin untuk
diprioritaskan dalam pembangunan Desa apabila sebagian besar
atau seluruh warga Desa yang sudah berdaya bersedia untuk secara
sukarela menerima keberadaan mereka, sekaligus mengutamakan
pemenuhan kepentingan kelompok marginal dan rentanyang ada di
Desanya. Kondisi kehidupan di Desa yang setiap warganya bersedia
secara sukarela untuk membuka ruang kehidupan dan penghidupan
bagi semua warga Desa yang diatur dan diurus secara terbuka,
ramah dan meniadakan hambatan untuk bisa berpartisipasi secara
setara, saling menghargai serta merangkul setiap perbedaan dalam
pembangunan ini disebut dengan istilah Desa Inklusif. Pembentukan
1
dan pengembangan Desa Inklusif tidak hanya berupa penyediaan
layanan dasar, tetapi juga mencakup peningkatan kualitas layanan
dasar maupun peningkatan partisipasi kelompok marginal dan
rentandalam penyelenggaraan Desa. Misalnya, pembentukan dan
pengembangan Desa Inklusif diselenggarakan secara partisipatif
dengan melibatkan kelompok perempuan, anak, lansia, suku dan
masyarakat adat terisolir, penghayat kepercayaan, disabilitas,
kelompok masyarakat miskin dan kelompok rentan lainnya.
Kualitas Desa Inklusif sangat beragam. Kesadaran dan tindakan
warga Desa untuk bersikap terbuka, ramah dan meniadakan
hambatan untuk bisa berpartisipasi secara setara, saling menghargai
serta merangkul setiap perbedaan sangat ditentukan oleh kualitas
adat dan budaya yang tumbuh secara menyejarah di setiap Desa.
Selain itu, kualitas penyelenggaraan tata kelola Desa dan
pembangunan Desa yang inklusif, terbuka, partisipatif,akuntabel dan
berkeadilan sosial juga menentukan kualitas Desa Inklusif.
Contohnya, pemerintahan Desa yang tertutup dan tidak membuka
ruang bagi partisipasi masyarakat akan cenderung meniadakan
kepentingan kelompok marginal dan kelompok rentan lainnya.
Fasilitasi Desa Inklusif harus dimulai dari kondisi yang senyatanya
ada di Desa, untuk selanjutnya dilakukan langkah-langkah
pemberdayaan bagi warga Desa.Beberapa permasalahan yang
berkaitan dengan fasilitasi Desa Inklusif di sepanjang tahapan
pelaksanaan Undang-Undang Desa antara lain sebagai berikut:
a. belum optimalnya pemberdayaan masyarakat Desa berbasis adat
dan budaya untuk penguatan nilai-nilai keterbukaan, keramahan,
kesetaraan, toleransi, sikap saling menghargai dan kesukarelaan
untuk merangkul setiap perbedaan;
b. belum optimalnya pengembangan kapasitas literasi bagi kelompok
marginal dan kelompok rentan ;
c. belum tegaknya tata kelola Desa dan pembangunan Desa yang
inklusif, terbuka, partisipatif, akuntabel dan berkeadilan sosial
sebagai “jalan politik” bagi kelompok marginal dan rentanuntuk
memperoleh keadilan sosial di Desa;
d. belum optimalnya kewenangan Desa yang menjamin pemenuhan
hak-hak kelompok marginal dan rentan;
e. belum optimalnya peraturan Desa yang menjamin pemenuhan
hak-hak kelompok marginal dan kelompok rentan ;
2
f. belum optimalnya partisipasi kelompok marginal dan rentan
dalam penyelenggaraan tata kelola pemerintahan Desa dan
Pembangunan Desa; dan
g. belum optimalnya kepastian akses kelompok marginal dan
rentanterhadap modal sumber daya manusia,modal sumberdaya
alam, modal sosial, modal fisik, dan modal keuangan yang ada di
Desa.
2. Pentingnya Menghadirkan Kelompok Marginal dan Rentan
Populasi penduduk Indonesia pada tahun 2019 diperkirakan
mencapai 266,91 juta jiwa (proyeksi Penduduk Antar Sensus 2015).
Populasi tersebut juga mencakup penduduk miskin sebesar 25,9 juta
jiwa, serta kelompok masyarakat yang dikategorikan sebagai
kelompok marginal dan rentan. Persoalan yang dialami kelompok
marginal dan rentanbukan hanya terkait dengan kemiskinan, tetapi
juga mencakup relasi yang tidak setara, stigma dan perlakuan
diskriminatif, serta belum terpenuhinya hak-hak dasar.
3
(ILO-BPS, 2010). Sedangkan jumlah lansia tahun 2018 dalam catatan
BPS adalah 24,49 juta orang atau 9,27% dari jumlah penduduk
Indonesia. Yang terdiri dari lansia muda (60-69 tahun) 63,39%, lansia
madya (70-79 tahun) 27,92% dan lansia tua (80+ tahun) 8,69%
sebagian besar belum mendapatkan layanan dasar (kesehatan) secara
memadai.
• HIV/AIDS. Data orang dengan HIV/AIDS sampai dengan Juni 2018,
telah dilaporkan keberadaannya oleh 433 (84,2%) dari 514
kabupaten/kota di 34 provinsi di Indonesia. Jumlah kumulatif infeksi
HIV yang dilaporkan sampai dengan Juni 2018 sebanyak 301.959 jiwa
(47% dari estimasi ODHA jumlah orang dengan HIV AIDS tahun 2018
sebanyak 640.443 jiwa) dan paling banyak ditemukan di kelompok
umur 25-49 tahun dan 20-24 tahun.
• Masyarakat Adat. Terdapat2.359 komunitas masyarakat hukum adat
di Indonesia,538 komunitassebagaimanadimaksud telah mendapat
ketetapan hukum dari pemerintah setempat. Jumlah tersebut
merupakan hasil penetapan 17 produk hukum daerah di 13
kabupaten/kota di 10 provinsi. Komunitas ini berada di Desa atau
kawasan Desa.
• Minoritas Agama/Kepercayaan. Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi
Nomor 97/2016 yang mengakui penghayat kepercayaan sebagai entitas
setara dengan pemeluk 6 agama yang diakui semakin mempertegas
wajah keberagaman di Indonesia. Keberagaman ini bahkan lebih
kompleks karena masing-masing agama juga meliputi kelompok tradisi
yang beragam di dalamnya. Saatini terdapat 188 komunitastelah
terdaftar di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
• Beserta kelompok marginal dan rentan lainnya: kelompok masyarakat
yang mendapatkan stigma, diskriminasi, pengucilan, peminggiran dari
masyarakat lainnya dan belum tercantum dalam kategori yang
disebutkan di atas.
4
B. Maksud, Tujuan dan Hasil yang Diharapkan
1. Maksud
a. mengembangkan cara-cara pendampingankelompok marginal dan
rentandalam penyelenggaraan Desa Inklusif;
b. memberikan acuan bagi para pendamping masyarakat Desa
untuk memfasilitasi penyelenggaraan Desa Inklusif;
c. memberikan acuan bagi pemerintah daerah kabupaten/kota
dalam memfasilitasi penyelenggaraan Desa Inklusif;
d. memberikan acuan bagi pemerintah daerah provinsi dalam
meningkatkan kapasitas pemerintah daerah kabupaten/kota agar
mampu memfasilitasi penyelenggaraan Desa Inklusif;
e. memberikan acuan bagi kementerian/lembaga non kementerian
dalam merumuskan kebijakan yang bersifat terpadu tentang
fasilitasi Desa Inklusif;
f. memberikan acuan bagi lembaga swadaya masyarakat, perguruan
tinggi, organisasi kemasyarakatan, atau perusahaan untuk
memfasilitasi Desa Inklusif; dan
g. memberikan acuan bagi seluruh pihak yang disebutkan dalam
poin c, d, e dan fdalam mengupayakan penguatan adat dan
budayaserta pengembangan kapasitas literasi Desa Inklusifyang
dikelola secara mandiri dan berkelanjutan.
2. Tujuan
a. memberdayakan masyarakat Desa berbasis adat dan budaya
untuk penguatan nilai-nilai keterbukaan, keramahan, kesetaraan,
toleransi, sikap saling menghargai dan kesukarelaan untuk
merangkul setiap perbedaan ;
b. mengembangkan kapasitas literasiDesa Inklusif bagi kelompok
marginal dan kelompok rentan;
c. menegakkan tata kelola pemerintahan Desa dan pembangunan
Desa yang bersifat terbuka, partisipatif, dan akuntabel sebagai
“jalan politik” bagi kelompok marginal dan rentanuntuk
memperoleh keadilan sosial di Desa;
d. memastikan kewenangan Desa yang menjamin pemenuhan hak-
hak kelompok marginal dan rentan;
e. memastikan peraturan Desa yang menjamin pemenuhan hak-hak
kelompok marginal dan rentan;
5
f. mengoptimalkan partisipasi kelompok marginal dan rentan dalam
penyelenggaraan tata kelola pemerintahan Desa dan
pembangunan Desa; dan
g. memastikan adanya akses kelompok marginal dan rentanterhadap
modal manusia, modal sumber daya alam, modal sosial, modal
fisik, dan modal keuangan yang ada di Desa.
C. Ruang Lingkup
Ruang lingkup panduan ini mencakup:
1. adat dan budaya di Desa yang memuat nilai-nilai keterbukaan,
keramahan, kesetaraan, toleransi, sikap saling menghargai dan
kesukarelaan untuk merangkul setiap perbedaan;
2. pengembangan kapasitas literasi Desa Inklusif bagi kelompok
marginal dan kelompok rentan;
3. tata kelola pemerintahan Desa dan pembangunan Desa yang inklusif,
terbuka, partisipatif, akuntabel dan berkeadilan sosial;
6
4. kewenangan Desa yang menjamin pemenuhan hak-hak kelompok
marginal dan kelompok rentan;
5. peraturan Desa yang menjamin pemenuhan hak-hak kelompok
marginal dan kelompok rentan;
6. partisipasi kelompok marginal dan rentan dalam penyelenggaraan
tata kelola pemerintahan Desa dan pembangunan Desa;
7. akses kelompok marginal dan rentanterhadap modal manusia, modal
sumber daya alam, modal sosial, modal fisik, dan modal keuangan
yang ada di Desa; dan
8. pendampingan masyarakat Desa khususnya kepada kelompok
marginal dan kelompok rentan.
D. Landasan Hukum
• Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
• Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1984 tentang
Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 29,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3277);
• Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang
Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3886);
• Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2004 tentang
Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4400);
• Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2004 tentang
Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4421);
• Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5234);
• Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 tentang
Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 7,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5495);
7
• Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5587);
• Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2002 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4168);
• Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2015 tentang
Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5679);
• Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2016 tentang
Penyandang Disabilitas (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2016 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5871);
• Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Tata Cara
Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 25, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4614);
• Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan
Pelaksanaan Undang- Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 123,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5539);
• Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2016 tentang Perubahan
kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang
Dana Desa yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 57);
• Keputusan Presiden Nomor 88 Tahun 2002 tentang Rencana Aksi
Nasional (RAN) Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak;
• Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan
Transmigrasi Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pedoman Kewenangan
Berdasarkan Hak Asal Usul dan Kewenangan Lokal Berskala Desa
(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 158);
• Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan
Transmigrasi Nomor 2 Tahun 2015 tentang Pedoman Tata Tertib dan
Mekanisme Pengambilan Keputusan dalam Musyawarah Desa (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 159);
8
• Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan
Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2019 tentang
Pedoman Umum Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa
( Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 1261);
• Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat Republik
Indonesia Nomor 14/PRT/M/2017 Tentang Persyaratan Kemudahan
Bangunan Gedung ( Berita Negara Republik Indonesia tahun 2017
nomor 1148);
• Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 111 Tahun 2014 tentang
Pedoman Teknis Peraturan di Desa (Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2014 Nomor 2091);
• Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 20 Tahun
2018 jo Permendagri Nomor 113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan
Keuangan Desa (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor
2093).
9
BAB II
GAMBARAN UMUMDESA INKLUSIF
10
Pengaturan tentang Desa yang diamanatkan oleh Undang-Undang Desa
menjadi landasan penyelenggaraan Desa Inklusif. Pertama, Undang-
Undang Desa memandatkanbahwa masyarakat Desa merupakan subjek
pembangunan. Setiap warga Desa, termasuk mereka yang menjadi
bagian dari kelompok marginal dan kelompok rentan, berdaulat atas
dirinya sendiri untuk berpartisipasi dalam pembangunan Desa.
Syaratnya, setiap warga Desa harus memiliki kapasitas dan kapabilitas
yang setara agar mampu bersama-sama bermusyawarah untuk
mencapai mufakat dalam merumuskan kebijakan pembangunan Desa.
Untuk itu, kelompok marginal dan rentanharus diprioritaskan untuk
memperoleh kesempatan ditingkatkan kapasitas dan kapabilitasnya
agar terjadi kesetaraan di Desa.
Kedua, Undang-Undang Desa memandatkan bahwa Desa berwenang
untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan
masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal-usul,
dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem
pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kewenangan Desa
untuk mengatur dan mengurus dirinya sendiri yang dikelola secara
partisipatif memungkinkan kelompok marginal dan
rentanmemperjuangkan hak-haknya maupun kepentingannya untuk
dipenuhi dengan menggunakan sumber daya Desa.
Ketiga, Undang-Undang Desa memandatkan bahwa musyawarah Desa
merupakan forum permusyawaratan yang diikuti oleh Badan
Permusyawaratan Desa, Pemerintah Desa, dan unsur masyarakat Desa
untuk memusyawarahkan hal yang bersifat strategis dalam
penyelenggaraan Pemerintahan Desa. Mandat Undang-Undang Desa ini
membuka peluang seluas-luasnya bagi kelompok marginal dan
rentanuntuk ikut serta dalam musyawarah Desa dalam membahas dan
menyepakati hal-hal strategis di Desa, khususnya kebijakan-kebijakan
di Desa yang bermanfaat langsung untuk pemenuhan hak-hak dan
kepentingankelompok marginal dan kelompok rentan.
Keempat, Undang-Undang Desa memandatkan bahwa pembangunan
Desa bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa dan
kualitas hidup manusia serta penanggulangan kemiskinan melalui
pemenuhan kebutuhan dasar, pembangunan sarana dan prasarana
Desa, pengembangan potensi ekonomi lokal, serta pemanfaatan sumber
daya alam dan lingkungan secara berkelanjutan. Pembangunan Desa
meliputi tahap perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan.
Pembangunan Desa mengedepankan kebersamaan, kekeluargaan, dan
kegotongroyongan guna mewujudkan pengarusutamaan perdamaian
dan keadilan sosial. Mandat Undang-Undang Desa ini membuka
peluang seluas-luasnya bagi kelompok marginal dan rentanuntuk
11
berpartisipasi dalam pembangunan Desa.
Pembentukan dan pengembangan Desa Inklusif ini selaras dengan
agenda Pembangunan Berkelanjutan atau disebut juga Sustainable
Development Goals (SDGs) yang memiliki prinsip pelaksanaan no-
oneleftbehind(tidak ada seorang pun yang ditinggalkan). Dengan
demikian, pelaksanaan pembangunan Desa dalam tata kelola Desa
Inklusif harus membuka akses/peluang, mendorong partisipasi,
menciptakan ruang kontrol dan memberi manfaat untuk semua orang
tanpa kecuali. PenyelenggaraanDesa Inklusif secara tidak langsung
berkontribusi pada pencapaian tujuan pembangunan nasional yang
sejalan dengan tujuan pembangunan global untuk beberapa dekade
yang akan datang.
12
Jalan Demokrasi dimaknai sebagai upaya perluasan ruang-ruang
partisipasi warga Desa khususnya kelompok marginal dan rentanagar
mampu secara terus-menerus berpartisipasi secara aktif di dalam
penyelenggaraan Desa. Kualitas partisipasi kelompok marginal dan
rentanyang ada di Desa sangat ditentukan oleh adanya tata kelola
pemerintahan yang terbuka bagi peran serta warga Desa.
Pemerintahan Desa yang terbuka bagi partisipasi masyarakat
membuka peluang bagi kelompok marginal dan rentanmenjangkau
pendayagunaan sumber daya pembangunan yang ada di Desa untuk
memenuhi hak dan kepentingannya.Untuk itu, penyelenggaraan Desa
Inklusif harus ditopang oleh upaya pendalaman demokrasi yang
secara teknis operasional meliputi langkah-langkah sebagai berikut :
a. menyelenggarakan kegiatan pembelajaran/pelatihan inklusi sosial
bagi warga Desa khususnya kelompok marginal dan kelompok
rentan;
b. mengorganisir kelompok marginal dan kelompok rentan;
c. memfungsikan musyawarah Desa sebagai forum demokrasi bagi
kelompok marginal dan rentandalam menyampaikan aspirasi;
d. memfungsikan Badan Permusyawaratan Desa sebagai unsur
pemerintahan Desa yang dituju oleh kelompok marginal dan
rentandalam menyampaikan aspirasi;
e. memastikan adanya kewenangan Desa memuat urusan-urusan
yang dibutuhkan oleh kelompok marginal dan rentandalam
memenuhi hak dan kepentingannya;
f. memastikan adanya peraturan Desa yang memberikan kepastian
hukum di Desa bagi kelompok marginal dan rentandalam
memenuhi hak dan kepentingannya;
g. memastikan warga Desa mampu memilih kepala Desa dan/atau
anggota BPD yang berpihak kepada kelompok marginal dan
kelompok rentan; dan
h. menyelenggarakan kaderisasi Desa bagi warga Desa termasuk
kepala Desa dan anggota BPD menjadi bagian aktif darikader
Desa Inklusif.
2. Jalan Pembangunan
Jalan Pembangunan dimaknai sebagai perluasan ruang-ruang
perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pembangunan Desa
yang terbuka bagi partisipasi warga Desa khususnya kelompok
marginal dan kelompok rentan. Untuk itu, penyelenggaraan Desa
Inklusif harus ditopang oleh upaya pendalaman pembangunan
13
partisipatif yang secara teknis operasional meliputi langkah-langkah
sebagai berikut :
a. memastikan setiap warga Desa, khususnya kelompok marginal
dan kelompok rentan, untuk mampu hidup dan berpenghidupan
secara berkelanjutan dengan mendayagunakan secara mandiri
beragam sumber daya pembangunan yang ada di keluarganya,
kelompoknya, komunitasnya, maupun Desanya;
b. memastikan sumber daya pembangunan yang ada di Desa yaitu
sumber daya manusia, sumber daya alam, sumber daya sosial-
budaya, sumber daya fisik/infrastruktur, dan sumber daya
finansial dimanfaatkan untuk sebesar-besarnya mewujudkan
kesejahteraan warga Desa khususnya kesejahteraan kelompok
marginal dan kelompok rentan;
c. memastikan warga Desa khususnya kelompok marginal dan
rentanmampu berpartisipasi aktif di dalam tahapan perencanaan,
pelaksanaan, dan pengawasan pembangunan Desa;
d. memastikan adanya satu peta dan satu data tentang sumber daya
pembangunan Desa, masalah pembangunan Desa maupun hasil-
hasil pembangunan Desa yang berkaitan Desa pemenuhan hak
dan kepentingan kelompok marginal dan kelompok rentan;
e. memastikan warga Desa agar memiliki arah kebijakan
perencanaan pembangunan Desa;
f. memastikan adanya arah kebijakan perencanaan pembangunan
Desa yang difokuskan kepada upaya pemenuhan hak dan
kepentingan kelompok marginal dan kelompok rentan;
g. memastikan adanya perlindungan terhadap upaya pemenuhan
hak dan kepentingan kelompok marginal dan rentanmelalui
penerapan akuntabilitas sosial yang mencakup langkah-langkah
sebagai berikut :
1) pembentukan dan pengembangan sistem informasi Desa yang
dikelola secara partisipatoris;
2) pemantauan perencanaan dan pembangunan Desa yang
dilakukan secara aktif oleh warga Desa;
3) penanganan masalah pembangunan Desa terkait pemenuhan
hak dan kepentingan kelompok marginal dan rentanyang
dilakukan secara mandiri oleh Desa;
4) pendayagunaan paralegal dan/atau kader Desa untuk
mengadvokasi pemenuhan hak-hak warga Desa yang menjadi
bagian dari kelompok marginal dan kelompok rentan;
14
3. Jalan Kebudayaan
Jalan Kebudayaan dimaknai sebagai penguatan nilai-nilai inklusi
sosial sebagai pedoman perilaku bagi warga Desa agar mampu
bersikap saling menghargai dan bertoleransi di tengah perbedaan.
Nilai-nilai inklusi sosial seperti: keterbukaan,keramahan, kesetaraan,
toleransi, sikap saling menghargai dan kesukarelaan untuk
merangkul setiap perbedaan dihadirkan secara terus menerus dalam
kehidupan sehari-hari warga Desa sehingga menjadi adat dan budaya
Desa. Jalan Kebudayaan ini akan menjamin keberlanjutan Desa
Inklusif. Sebab, nilai-nilai inklusi sosial menyatu dengan cipta, rasa
dan karsa seluruh warga Desa. Untuk itu, penyelenggaraan Desa
Inklusif harus ditopang oleh upaya pendalaman kemajuan
kebudayaan di Desa yang secara teknis operasional meliputi langkah-
langkah sebagai berikut :
a. menggali dan mengenali adat dan budaya Desa yang memuat nilai-
nilai inklusi sosial;
b. menyelenggarakan kegiatan adat dan budaya Desa yang memuat
nilai-nilai inklusi sosial;
c. melatih dan mengajarkan kepada warga Desa tentang nilai-nilai
inklusi sosial yang terkandung dalam adat dan budaya Desa;
d. membiasakan warga Desa dalam kesehariannya bertindak sesuai
dengan nilai-nilai inklusi sosial yang terkandung di dalam adat
dan budaya Desa; dan
e. mempromosikan adat dan budaya Desa yang mengandung nilai-
nilai inklusi sosial sebagai sumber kemajuan kebudayaan daerah
dan kebudayaan nasional dengan cara: forum kebudayaan, pekan
kebudayaan, festival seni tradisional dll.
Gerak dan dinamika tiga jalan utama pemberdayaan masyarakat
sebagai landasan penyelenggaraan Desa Inklusif sangat ditentukan oleh
kapasitas dan kapabilitas warga Desa untuk mampu berpartisipasi.
Pemberdayaan masyarakat menekankan keutamaan politik.
Pemberdayaan masyarakat ini merupakan transformasi politik ke dalam
tindakan nyata. Masing-masing warga Desa berpartisipasi sesuai
lingkungan dan kenyataan hidupnya. Desa Inklusif merupakan ruang
politik bagi warga Desa dalam melindungi dan memperjuangkan
kepentingan mereka secara nyata. Dengan demikian, kekuatan utama
penyelenggaraan Desa Inklusif adalah partisipasi warga Desa, utamanya
partisipasi kelompok marginal dan kelompok rentan.
15
Diagram di bawah ini memberikan gambaran bahwa kekuatan
partisipasi warga Desa khususnya kelompok marginal dan
rentanmerupakan sebuah kekuatan sosial-budaya yang menjadi motor
penggerak dalam menciptakan tata kelola Desa dan pembangunan Desa
yang inklusif, terbuka, partisipatif, akuntabeldan berkeadilan sosial.
Diagram 1. Tiga jalan pemberdayaan masyarakat
JALAN
KEBUDAYAAN
PARTISIPASI
WARGA DESA
JALAN
JALAN
PEMBANGUNAN
DEMOKRASI
16
pembangunan Desa berdasarkan keragaman hak dan kepentingan
setiap warga Desa dengan tetap mengutamakan swadaya dan gotong
royong dalam pengelolaan sumber daya pembangunan Desa.Prasyarat
penerapan cara/metode pembangunan Desa berbasis hak adalah
adanya pemerintahan Desa yang demokratis. Dengan demikian,
partisipasi warga Desa dalam pembangunan Desa mensyaratkan adanya
pemerintahan Desa yang demokratis, sekaligus partisipasi masyarakat
dalam pemerintahan Desa mensyaratkan adanya pembangunan
partisipatif. Diagram berikut menggambarkan pola hubungan timbal
balik antara partisipasi masyarakat dengan tata kelola pemerintahan
Desa dan tata kelola pembangunan Desa.
Diagram2. Hubungan Timbal Balik Tata Kelola Pemerintahan dan
Pembangunan Desa
17
Penyelenggaraan Desa Inklusif yang digerakkan oleh partisipasi
masyarakat pada hakikatnya berada pada wilayah lokal Desa. Akan
tetapi, jikalau ketidakberdayaankelompok marginal dan rentan
disebabkan terhambatnya akses terhadap beragam sumberdaya
pembangunan, maka penyelenggaraan Desa Inklusif akan menghadapi
kendala yang cukup berarti. Misalnya, warga Desa yang sangat miskin,
perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga, buruh tani tanpa
lahan, anggota masyarakat adat mungkin saja tidak mampu menolong
diri mereka sendiri. Mereka membutuhkan dukungandari para
pemangku kepentingan lainnya yang berasal dari luar Desapenggerak
Desa Inklusif.Misalnya: lembaga swadaya masyarakat (LSM), perguruan
tinggi, organisasi keagamaan, organisasi kemasyarakatan, dan/atau
perusahaan/CSR.
Penyelenggaraan Desa Inklusif merupakan perwujudan kerja-kerja
bersama seluruh warga Desa. Kerja bersama atau gotong royong di Desa
jarang terjadi sebagai tindakan pribadi yang bersifat langsung,
terserpih-serpih, dan hanya untuk memenuhi kepentingan dirinya
dan/atau kelompoknya. Desa Inklusif sebagai organisasi sosial maupun
jaringan kerja sosial yang digerakkan oleh warga Desa membutuhkan
keterlibatan para pemangku kepentingan lainnya yang peduli dan
bersedia untuk berjuang bersama kelompok marginal dan rentanyang
ada di Desa.Keterlibatan para pemangku kepentingan lainnya ini akan
mempercepat tumbuhnya kehendak bersama di kalangan warga Desa
untuk membentuk Desa Inklusif. Sebab, para pemangku kepentingan
lainnya ini akan mendorong atau memotivasi masyarakat baik sebagai
individu-individu maupun sebagai komunitas agar lebih mempunyai
kemampuan atau keberdayaan untuk menentukan apa yang menjadi
pilihan hidupnya melalui proses dialog.
D. KADERISASI DESA
Partisipasi warga Desa, khususnya kelompok marginal dan kelompok
rentan, mensyaratkan adanya kader-kader Desa. Yang dimaksud
dengan Kader Desa adalah pemimpin Desa dan/atau warga Desa yang
memiliki kepedulian dan keberpihakan serta dukungan dan keterlibatan
diri secara langsung untuk menjadi motor penggerak penyelenggaraan
Desa. Kader Desa ini ditumbuhkan dan dikembangkan dengan cara
membentuk, mendidik dan melatih kepala Desa, perangkat Desa,
anggota BPD dan warga Desa untuk secara sukarela menjadi motor
penggerak penyelenggaraan Desa Inklusif. Kader Desa tumbuh dan
berkembang dari sumber daya manusia yang ada Desa atau disebut
kader organik Desa.
18
Kader-kader Desa dilahirkan melalui proses kaderisasi Desa. Kaderisasi
Desa yang diadakan dalam penyelenggaraan Desa Inklusif difokuskan
pada proses pembentukan dan pengembangan kader-kader Desa yang
mampu memahami ketidakberdayaan kelompok marginal dan kelompok
rentan, sekaligusmampu menjadi motor penggerak perubahansosial
menuju terbentuknya Desa Inklusif.
Penggerak kaderisasi Desa adalah guru kader Desa. Guru Kader Desa
merupakan seorang guru yang memiliki kapasitas tentang pengetahuan
dan keahlian serta kemampuan untuk melakukan kaderisasi di Desa.
Guru Kader Desadapat berasal dari warga Desa maupun para pihak
atau pemangku kepentingan yang peduli dengan upaya pemberdayaan
kelompok marginal dan rentan.
Kaderisasi ini dilakukan dengan cara mendidik dan melatih warga Desa
menjadi kader-kader Desa. Dalam lingkup pembentukan dan
pengembangan Desa Inklusif, kaderisasi difokuskan kepada
pemahaman yang utuh tentang inklusi sosial, sekaligus keterampilan
untuk memfasilitasi pengorganisasian kelompok marginal dan
rentanagar mampu berperan sebagai motor penggerak perubahan sosial
menuju terwujudnya Desa Inklusif.Oleh sebab itu, guru kader Desa
wajib memiliki pengetahuan, keterampilan dan sikap yang mencukupi
tentang cara-cara mencari calon-calon kader, membentuk dan melatih
kader serta mengorganisasikan kader-kader dari unsur masyarakat
Desa.
E. KEPEMIMPINAN DESA
Desa Inklusif akan lebih mudah diwujudkan jikalau para pemimpin di
Desa memiliki kepedulian untuk memprioritaskan pemenuhan hak dan
kepentingan kelompok marginal dan kelompok rentan lainnya. Para
pemimpin formal di Desa yaitu kepala Desa dan anggota BPD maupun
para pemimpin informal seperti tokoh masyarakat, ketua adat atau
ketua paguyuban tidak hanya mendukung, tetapi juga menghadirkan
keteladanan atau contoh-contoh tindakan yang memuat nilai-nilai
inklusi sosial. Para pemimpin Desa harus memiliki keterampilan dan
rekam jejak yang terbukti terlibat aktif dalam upaya penerapan nilai-
nilai inklusi sosial serta terbukti bersih, andal, dan kapabel dalam
bekerja melayani kepentingan masyarakat Desa.
19
pengembangannya yang disebabkan kondisi-kondisi sosial-ekonomi
lainnya yang menjadikan kelompok marginal dan rentantetap berada
dalam posisi ketidakberdayaan, maka dibutuhkan adanya ruang
pemberdayaan masyarakat yang lebih luas, yaitu di wilayah kerja sama
antar Desa maupun wilayah kerja sama Desa dengan pihak ketiga.
Kerja sama antar Desa dan kerja sama Desa dengan pihak ketiga
menjadi penting untuk dikembangkan. Yang dibutuhkan dalam kerja
sama Desa ini adalah adanya kebijakan tentang Desa Inklusif sebagai
hasil kesepakatan antar pihak yang melakukan kerja sama. Kesamaan
pemikiran dan cara pandangini menjadi dasar pijak yang
memungkinkan para pihak membangun kerja sama dalam memfasilitasi
pemberdayaan kelompok marginal dan kelompok rentan.
20
Diagram 3.Replikasi Desa Inklusif
Desapercontohan di DesaPercontohan di
Kec. X Kec. X1 dst
Desapercontohan di DesaPercontohan di
Kab. X Kab. X1 dst
H. PENDAMPINGANDESA INKLUSIF
Intisari kerja-kerja pemberdayaan masyarakat Desa adalah
penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan bagi warga Desa dalam
bentuk pembelajaran tentang ilmu pengetahuan dan teknologi, serta
pembelajaran tentang sikap dan keterampilan yang menyatu dengan
beragam kegiatan pembangunan Desa. Langkah strategis pembelajaran
masyarakat Desa ini untuk kepentingan pembentukan dan
pengembangan Desa Inklusif adalah mempertemukan kelompok
marginal dan rentandengan dunia nyatanya dalam kehidupan sehari-
hari. Proses pembelajaran ini akan menumbuhkan kesadaran diri
anggotakelompok marginal dan kelompok rentan. Kesadaran diri ini
penting sebagai kekuatan penggerak bagi anggotakelompok marginal
dan rentanuntuk secara sukarela terlibat dalam upaya memberdayakan
dirinya bersama warga Desa lainnya. Warga Desa yang memiliki
kepentingan yang sama akan lebih mudah mengorganisasikan dirinya
dalammemperjuangkan kepentingan diri dan
kelompoknyauntukmenjadikepentinganbersama di Desa.
Pembelajaran tentang Desa Inklusifharus difasilitasi pendamping
masyarakat Desa. Secara legal formal, Peraturan Pemerintah No. 43
Tahun 2014 memandatkan bahwapendampingan masyarakat Desa
secara teknis dilaksanakan oleh satuan kerja perangkat daerah
kabupaten/kota dan dapat dibantu oleh tenaga pendamping profesional,
kader pemberdayaan masyarakat Desa, dan/atau pihak ketiga.
21
Yang dimaksud pihak ketiga adalah antara lain, adalah lembaga
swadaya masyarakat, perguruan tinggi, organisasi kemasyarakatan,
atau dunia usaha, yang sumber keuangan dan kegiatannya tidak
berasal dari anggaran pemerintah, pemerintah daerah provinsi,
pemerintah daerah kabupaten/kota, dan/atau Desa.
Mandat Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 2014 tersebut secara jelas
menuntut adanya sebuah proses pendampingan masyarakat Desa yang
berkelanjutan. Karenanya, arah gerak pendampingan masyarakat Desa
harus tertuju pada terwujudnya pendampingan masyarakat yang
mampu dikelola sendiri oleh Desa. Ciri khas dari sebuah Desa yang
telah mandiri dari aspek pendampingan masyarakat Desa adalah
adanya pendampingan organik di Desa. Pendampingan organik ini
ditandai oleh adanya Kader Desa yang secara sukarela menjadi
penggerak penyelenggaraan Desa Inklusif.
Beragam fasilitasi yang diberikan pendamping masyarakat Desa ini
diharapkan mempercepat pendalaman nilai-nilai inklusi sosial di Desa,
sekaligus meningkatkan daya tawar kelompok marginal dan
rentandalam mengakses sumber daya pembangunan Desa.
Pendamping masyarakat Desa, dalam penyelenggaraan Desa Inklusif
berfungsi sebagai penggerak, motivator, organisator, maupun
komunikator bagi kelompok marginal dan rentan. Pendamping
masyarakat Desa akan memfasilitasikelompok marginal dan rentan
dengan cara:
1. menunjukkan keteladanan untuk menerapkan nilai-nilai inklusi
sosial dalam kerja pendampingan;
2. melakukan kaderisasi bagi warga Desa;
3. melakukan kerja-kerja pendampingan bersama kader-kader Desa;
4. memberikan beragam pembelajaran sesuai dengan kebutuhan nyata
tentang inklusi sosial yang ada di Desa;
5. mengorganisir kelompok marginal dan rentan;
6. menumbuhkan pengenalan kepentingan kelompok marginal dan
rentan;
7. mendorong keterbukaan informasi pembangunan Desa;
8. mendorong tumbuhnya beragam perbincangan di Desa tentang upaya
mewujudkan DesaInklusif;
9. menggalang dukungan dari para pemimpin Desa dan warga Desa
lainnya untuk peduli dengan warga desa yang marginal dan rentan;
dan
10. menggerakkan kelompok marginal dan rentan untuk berpartisipasi
dalam musyawarah Desa maupun dalam tahapan perencanaan,
pelaksanaan dan pengawasan pembangunan Desa.
22
Pendamping masyarakat Desa harus mampu mendayagunakan
sumberdaya yang ada di Desa sebagai sarana/media fasilitasi Desa
Inklusif yang kreatif dan inovatif. Sarana/media fasilitasi ini antara lain:
forum pertemuan, pembelajaran dengan menggunakan internet, sekolah
lapang, perpustakaan Desa, belajar bersama di Desa Percontohan, buku
pintar, papan informasi, radio komunitas, layar tancap keliling, media
sosial (WhatsApp, Facebook, dll), jurnalisme warga dan/atau poster.
23
daya pembangunan Desa.
2. Analisa Kebijakan
Analisa Kesetaraan atau analisa APKM diperkuat dengan Analisa
Kebijakan. Analisa Kebijakan, yang diadakan untuk penilaian Desa
Inklusif, dipandu dan diarahkan melalui 3 (tiga) ranah kebijakan
pembangunan Desa, yaitu:
a. Kebijakan Khusus
Kebijakan Khusus ditujukan untukmewujudkan pemenuhan hak
dan kepentingan kelompok marginal dan rentan. Contoh:
kebijakan pembelian alat bantu untuk penyandang disabilitas,
penyediaan ruang khusus untuk ibu menyusui, posyandu balita,
poskesdes untuk lansia, dan/atauposbindu untuk penyandang
disabilitas.
b. Kebijakan Pengarusutamaan
Kebijakan Pengarusutamaan ditujukan untukmendorong
penerapan nilai-nilai inklusi sosial di semua kegiatan
penyelenggaraanDesa.
Contoh:penyusunandokumenperencanaanpembangunanDesadiru
muskanberdasarkanpokok-pokokkebijakanDesaInklusif yang
sudahdibahas dan disepakati oleh kepalaDesa, BPD dan
wargaDesadalammusyawarahDesa.
24
c. Kebijakan Afirmasi
Kebijakan Afirmasi ditujukan untuk mendorong pemberdayaan
kelompok marginal dan rentanagar memiliki kesetaraan dengan
warga Desa lainnya ketika berpartisipasi dalam pembangunan
Desa. Kebijakan ini bersifat sementara dan tertentu sesuai kondisi
dan karakteristik kelompok binaan. Apabila kelompok
binaansudah memiliki kesetaraan dengan warga Desa lainnya,
maka KebijakanAfirmasi ini harus dihentikan.
25
BAB III
LANGKAH-LANGKAH FASILITASI DESA INKLUSIF
2. Kaderisasi Desa
Kader Desa merupakan pendampingorganik yang
memungkinkanpengorganisasiankelompok marginal dan rentanterjadi
secara berkelanjutan.Para pendamping masyarakat Desa dapat
memulai kerja pengorganisasian dengan cara melakukan kaderisasi
kepada warga Desa. Kader-kader Desa ini akan menjadi penggerak
awal dari kerja-kerja pengorganisasian sekaligus memperbanyak
kader-kader Desa di dalam tubuh kelompok marginal dan rentan.
26
Kotak 3. Kader Lansia – “Selangkah Meraih Berkah Ngurusi Simbah”
Desa Kedung Keris di Kecamatan Nglipar Kabupaten Gunung Kidul berada
di wilayah perbukitan batu kapur. Sebagian besar pemuda merantau ke
kota untuk bekerja atau sekolah. Desa ini kekurangan anak muda. Banyak
lansianya yang sendirian karena ditinggal keluarganya merantau. Mereka
hidup miskin. Terjadi beberapa kasus bunuh diri lansia di Desa Kedung
Keris. Hak-hak lansia belum menjadi prioritas.
LSM Forum Pendidikan dan Perjuangan HAM (Fopperham) aktif melakukan
pendampingan lansia.Fopperham memfasilitasi 57 orang ibu-ibu muda dari
tujuh dusun yang tergabung dalam Relawan Pendamping Lansia untuk
mendampingi warga lansia. Tugas relawan antara lain mengunjungi lansia
dan mencatat kemajuannya. Dari proses pendampingan itu diketahui
bahwa warga lansia membutuhkan pemeriksaan kesehatan, tambahan gizi,
olahraga, kegiatan rutin lain dan utamanya, membutuhkan teman bicara.
Dengan slogan “selangkah meraih berkah ngurusi simbah”, ibu-ibu muda
relawan terus melakukan pendampingan rutin.
Agar pendampingan warga lansia diakui oleh pemerintah Desa Kedung
Keris, dibentuk Lembaga Kesejahteraan Sosial (LKS) Raharjo pada tahun
2017. LKS Raharjo telah mengajukan usulan kegiatan melalui musyawarah
Desa. Beberapa usulannya sudah dibiayai Dana Desa. Misalnya, kegiatan
Gebyar Lansia yaitu berupa penyuluhan kesehatan, senam lansia,
kesenian lansia. Saat ini sudah ada komitmen dari kepala Desa untuk
menganggarkan Dana Desa secara berkelanjutan baik untuk kegiatan
operasional LKS Raharjo maupun pemenuhan hak lansia seperti pemberian
makanan tambahan dan pemeriksaan kesehatan.
27
Rencana Aksi Masyarakat (RAM). Warga Desa difasilitasi untuk
menggerakkan pembangunan Desa yang ramah anak secara mandiri
dengan berdasarkan RAM tersebut. Pada proses ini mulai muncul kader-
kader Desa yang siap melaksanakan RAM. Tenaga pendamping dari SAMIN
melakukan asistensi teknis kepada para kader Desa. Kader-kader Desa ini
dipercaya menjadi Tim Penyusun RPJM Desa.
4. Pengembangan Kapasitas
Pengorganisasian kelompok marginal dan rentan tidak hanya
memperkuat ikatan kelompok, tetapi juga melahirkan kader-kader
Desa. Sebab, para pendamping masyarakat Desa maupun para kader
Desa yang sudah terlatih berkewajiban untuk mendidik dan melatih
setiap anggota kelompok marginal dan rentan. Pengembangan
kapasitas ini diberikan kepada kelompok-kelompok masyarakat yang
28
sudah ada. Fokusnya, peningkatan kepercayaan serta kemampuan
diri anggotakelompok untuk menjadikan mereka mampu menolong
dirinya sendiri. Anggotakelompok difasilitasi memiliki pengetahuan
dan keterampilanyang dibutuhkandalampenyelenggaraanDesa.
Para pendamping masyarakat Desa beserta kader-kader Desa juga
membuka peluang pengembangan kapasitas bagi kepala Desa,
perangkat Desa, anggota BPD, tokoh masyarakat serta warga Desa
lainnya agar mereka peduli dengan kelompok marginal dan rentan.
Harapannya, dari pemimpin Desa danwarga Desa lahir kader-kader
Desa.
Materi kaderisasimencakup 4 (empat) kapasitas dasar kader Desa
yaitu: 1) kepemimpinan dan pengorganisasian, 2) kemampuan
mempengaruhi kebijakan, 3) penguatan prakarsa lokal, serta 4)
pengembangan jaringan kerja.
Diagram 4. Kapasitas Dasar Kader Desa
KEMAMPUAN
KEPEMIMPINAN DAN
MEMPENGARUHI
PENGORGANISASIAN
KEBIJAKAN
KAPASITAS DASAR
KADER DESA
PENGEMBANGAN
PENGUATAN PRAKARSA
JARINGAN KERJA
LOKAL
29
Kotak 6: Penguatan Prakarsa Lokal
∗ Banjarmasin: seorang kader disabilitas membuat bank sampah juga
sekolah ketrampilan bagi difabel lain dengan memanfaatkan garasi
rumahnya.
∗ Sumba Barat: seorang kader melakukan kunjungan ke rumah-rumah
penyandang disabilitas untuk memberikan pemahaman kepada keluarga
mengenai hak-hak difabel.
∗ Kulon Progo: seorang guru PAUD menyediakan ruang bagi anak difabel
untuk bisa bersekolah.
Kerja Kader Desa masih berskala kecil karena keterbatasan sumberdaya.
Dukungan sumberdaya diberikan untuk memperkuat inisiatif kader.
30
Kotak 9: Pengembangan Jaringan Kerja
Lembaga Kajian Islam dan Sosial (LkiS) adalah salah satu organisasi mitra
Program Peduli yang melakukan pendampingan kepada komunitas penghayat
kepercayaan Majelis Eklasing Budi Murko (MEBM) di Desa Salamrejo.
Sebelum keluarnya putusan MK No. 97/PUU-XIV/2016, LKiS mengalami
ketersendatan dalam melakukan advokasi di tingkat kabupaten dalam
memfasilitasi pemberian akses layanan dasar bagi penghayat kepercayaan.
LKiS mengubah strategi dengan membuka komunikasi dengan organisasi
masyarakat sipil (OMS) dari pilar lain yang juga memiliki wilayah kerja yang
sama, yakni Kabupaten Kulon Progo. Dengan berjejaring dengan OMS dari
pilar lain, LKiS berharap dapat membawa isu penghayat kepercayaan ke
dalam diskursus di tingkat pemerintah kabupaten, meskipun pintu masuk
advokasinya melalui isu lain, seperti disabilitas, anak dan lansia.
Pada awal tahun 2017, Jaringan Inklusi Kulon Progo (JarikRogo) terbentuk.
Tidak hanya beranggotakan dari OMS mitra Program Peduli, tetapi juga dari
OMS lainnya yang memiliki wilayah kerja di Kulon Progo. Saat ini JarikRogo
juga melibatkan komunitas dampingan. Komunitas dampingan diberikan
peran structural di dalam JarikRogo. Hal ini sejalan dengan tujuan bersama,
yakni membuat komunitas berdaya. Saat ini JarikRogo sudah memiliki
agenda rutin. Selain rapat bulanan, JarikRogo juga melakukan pelatihan,
peningkatan kapasitas dan mainstreaming isu tertentu. Tidak hanya
dilakukan untuk anggota jaringan, tetapi juga untuk desa-desa yang
membutuhkan. JarikRogo sudah mengambil peran dalam proses
Musrembang tingkat Kabupaten dan saat ini sedang mendorong peraturan
tingkat kabupaten untuk Kulon Progo yang Inklsuif.
5. Perumusan Kepentingan
Kelompok marginal dan rentanyang ada di Desa harus memiliki
kepentingan yang jelas untuk diperjuangkan pemenuhannya.
Pendamping memfasilitasi perumusan kepentingan kelompok
marginal dan rentandengan langkah-langkah sebagai berikut:
a. penyamaan visi, misi, tujuan dan upaya penanganan masalah
secara berswadaya gotong royong;
b. pemetaan masalah beserta sumberdaya pembangunan di Desa
yang dapat didayagunakan untuk penyelesaian masalah;
c. perumusan rencana penyelesaian masalah secara mandiri dengan
mendayagunakan sumberdaya pembangunan Desa;
d. penyelenggaraan pertemuan-pertemuan secara berkala untuk
memperkuat kepercayaan diri kelompok marginal dan rentan agar
memiliki keberanian dalam mengajukan usulan kegiatan
pembangunan Desa;
e. pemilihan ketua kelompok dan juru bicara kelompok agar lebih
berkomunikasi dengan para pihak lainnya, termasuk penyampaian
aspirasi kepada kepala Desa dan/atau BPD.
31
6. Pencermatan Bersama
Kelompok marginal dan rentanbersama-sama dengan warga Desa
lainnya difasilitasi untuk melakukan pencermatan terhadap kondisi
Desa. Hal-hal penting di Desa yang harus dicermati secara bersama-
sama antara lain: batas Desa, data Desa, peta aset/kekayaan Desa,
daftar kewenangan Desa, sumber pendapatan Desa, beragam sumber
penghasilan masyarakat Desa, adat-budaya, tata kelola pemerintahan
Desa, tata kelola pembangunan Desa, serta tata kelola kerja sama
antar-Desa.
Hasil pencermatan bersama atas kondisi Desa digunakan untuk
menemukan adanya masalah dan/atau potensi pengembangan,
beragam sumberdaya pembangunan Desa, rumusan kegiatan
pemecahan masalah, maupun rumusan kegiatan pendayagunaan
potensi sumberdaya untuk peningkatan kesejahteraan.
32
7. Penguatan Aspirasi melalui Perbincangan Warga
Kepentingan kelompok marginal dan rentanharus disampaikan
kepada pemerintah Desa. Penyampaian aspirasi tersebut dilakukan
melalui Badan Permusyawaratan Desa (BPD) sebagai kanal aspirasi
warga dan/atau disampaikan secara langsung melalui musyawarah
Desa. Agar aspirasi kelompok marginal dan rentandidukung oleh
seluruhwarga Desa, maka perlu dikembangkan perbincangan warga.
Pendamping memfasilitasi perbincangan warga dengan cara-cara
sebagai berikut:
a. mengembangkan keterbukaan informasi pembangunan Desa
agar kelompok marginal dan rentanmemperoleh kecukupan
informasi tentang pembangunan Desa;
b. membiasakan adanya hubungan sosial antarakelompok marginal
dan rentan dengan sesamawarga Desa;
c. membelajarkan/melatih kelompok marginal dan rentanserta
warga Desa, untuk mampu mengetahui secara benar dan tepat
tentang masalah utama yang ada di Desa terkait pemenuhan
hak-hak kelompok marginal dan
rentandalampenyelenggaraanDesa;
d. memfasilitasi tumbuhnya ruang-ruang publik di Desa agar
proses perbincangan antar warga Desa bersifat terbuka dan
berlangsung secara damai;
(Yang dimaksud dengan ruang publik di Desa adalah arena-
arena komunikasi politis antar warga Desa. Prosedur komunikasi
tidak dalam bentuk lembaga-lembaga formal, bukan pula
organisasi kemasyarakatan. Ruang publik akan terbentuk ketika
warga Desa bertemu untuk mendiskusikan tema-tema yang
berkaitan dengan beragam urusan penyelenggaraan Desa. Ruang
publik di Desa ini bersifat majemuk dan bineka).
e. menumbuhkan perbincangan-perbincangan praktis yang pokok
bahasannya tentang pemenuhan hak-hak kelompok marginal
dan rentan dalam pembangunan Desa, misalnya: pembangunan
sarana/prasarana Desa, khususnya pada tempat-tempat umum,
yang ramah bagi penyandang difabel; dan
f. merumuskan kesepakatan-kesepakatan informal di ruang-ruang
publik antara kelompok marginal dan rentandengan warga Desa
untuk memperkuat aspirasikelompok marginal dan rentan.
33
Upaya penguatan aspirasi kelompok marginal dan rentanmelalui
perbincangan warga ini merupakan prakondisi musyawarah Desa.
Arena perbincangan publik ini merupakan sistem saraf Desa sebagai
kesatuan masyarakat hukum. Karena, penguatan aspirasi ini juga
dapat dimaknai sebagai praktik pembelajaran hukum bagi kelompok
marginal dan rentan.
34
Keberhasilan Desa Inklusif ditentukan keberhasilan memasukkan
urusan-urusan terkait kelompok marginal dan rentanke dalam daftar
kewenangan Desa. Pendamping masyarakat Desa dalam memfasilitasi
Desa Inklusif harus melakukan langkah-langkah fasilitasi penegakan
kewenangan Desa dengan cara melakukan deklarasi kewenangan Desa
dan maklumat pelayanan.
2. Maklumat Pelayanan
Maklumat pelayanan merupakan sebuah pernyataan janji kepala Desa
kepada warga Desa untuk mengatur dan mengurus pemenuhan hak
dan kepentingan kelompok marginal dan rentan. Maklumat pelayanan
ini wajib dinyatakan secara tertulis yang disusun berdasarkan
peraturan Desa tentang kewenangan berdasarkan hak asal usul dan
kewenangan lokal berskala Desa. Pernyataan tertulis sebagai janji
kepala Desa tentang pemenuhan kewajiban untuk memenuhi hak-hak
kelompok marginal dan rentandalam bentuk standar pelayanan Desa
yang bersifat inklusif.
35
Kotak 11. Daftar Kewenangan Desa Barembeng
1. Latihan Kepemimpinan
Pada akhirnya, penyelenggaraan Desa Inklusif bukan hanya sekedar
membangun tatanan pemerintahan Desa yang demokratis, tetapi
juga mempersiapkan hadirnya para pemimpin Desa yang peduli
dengan kelompok marginal dan rentan. Pemberdayaan masyarakat
yang sejati adalah sebuah proses pendidikan dan pelatihan secara
nyata bagi warga Desa dalam memilih pemimpinnya sekaligus
menghormati para pemimpinnya.
Seorang warga Desa akan dipilih sesama warga Desa untuk menjadi
pemimpin mereka dikarenakan dia seorang bijaksana yang
mengedepankan musyawarah, kesetaraan, keadilan dan kebebasan.
Oleh sebab itu, warga Desa yang berminat menjadi calon pemimpin
Desa perlu dibekali dengan pengetahuan dan keterampilan agar
memiliki rekam jejak yang terbukti bersih dan handal untuk bersiap
diri bekerja melayani kepentingan wargaDesa, khususnya kelompok
marginal dan rentan.
36
2. Kaderisasi Calon Pemimpin Desa
Pemimpin Desa yang berpihak kepada kelompok marginal dan
rentanharus dibentuk melalui kaderisasi. Para pendamping
masyarakat Desa memfasilitasi kaum muda dan/atau tokoh-tokoh
warga Desa yang memiliki kemampuan menjadi pemimpin Desa
untuk terlibat langsung dalam berbagai kegiatan pembangunan Desa
yang bersifat inklusif. Calon-calon pemimpin Desa difasilitasi untuk
belajar memimpin pelaksanaan kegiatan pembangunan Desa yang
bersentuhan langsung dengan kepentingan kelompok marginal dan
rentan. Sikap kepedulian dan pemihakan dari para calon pemimpin
Desa ditanam, ditumbuhkan dan dikembangkan dengan cara
bersentuhan langsung melalui praktik-praktik pembangunan yang
mempertebal sikap dan komitmen untuk berpihak dan peduli kepada
kelompok marginal dan rentan.
37
Fasilitasi gerakan swadaya politik rakyat dalam Pilkades,
dilakukandengan langkah-langkah antara lain sebagai berikut:
a. menyebarluaskan informasi tentang Pilkades kepada seluruh
warga Desa, khususnya kelompok marginal dan rentan;
b. fasilitasi kelompok marginal dan rentanuntuk ikut mendukung
calon kepala Desa yang berasal dari kader Desa atau warga Desa
lain dengan syaratmemenuhi ketentuan peraturan perundang-
undangan sebagai calon kepala Desa dan peduli dengan hak-hak
kelompok marginal dan rentan;
c. fasilitasi kelompok marginal dan rentan mendorong warga Desa
lainnya untuk mendukung calon kepala Desa yang peduli dengan
hak-hak kelompok marginal dan rentan;
d. fasilitasi kelompok marginal dan rentan melakukan pembahasan
dan pencermatan visi misi calon kepala Desa dalam kaitannya
dengan arah kebijakanperencanaanpembangunan Desa Inklusif.
e. fasilitasi perwakilan kelompok marginal dan rentan menjadi
bagian dari panitia Pilkades; dan
f. fasilitasi perwakilan kelompok marginal dan rentan terlibat dalam
pengawasan proses pemungutan dan perhitungan suara dalam
Pilkades.
Kotak 12. Contoh anggota kelompok marginal dan rentan menjadi kepala
Desa dan/atau perangkat Desa
• Kader adat di Desa Bulo-bulo, Kecamatan Pujananting, Kabupaten Barru
(Sulawesi Selatan), Kader adat Topo Uma, DesaPorolea,
KecamatanPipikoro, kaderadatDesaMarena,
KecamatanKulawiKabupatenSigi(Sulawesi Tengah),
kaderadatDesaMallacan, KabupatenKepulauan Mentawai (Sumatera Barat)
telahberhasilterpilihmenjadikepaladesa.
• Kepala Desa Sungai Payang, Kecamatan Loa Kulu, Kabupaten Kutai
Kartanegara mampu merangkul masyarakat adat dan dipercaya untuk
menjadi bagian penting dalam membangun Desa
4. Pengisian BPD
Badan Permusyawaratan Desa (BPD) merupakan lembaga
penyeimbang kepala Desa. Tujuannya, pada satu sisi ada kontrol
terhadap pemerintah Desa agar berkinerja efektif dan efisien sesuai
dengan peraturan perundang-undangan. Sedangkan pada sisi
lainnya, ada pembatasan kekuasaan di Desa dengan cara mencegah
pemusatan kekuasaan di elit Desa. Pemusatan kekuasaan dapat
38
terjadi di Desa jika elit Desa, dengan menggunakan pengaruhnya
sebagai penguasa Desa, mengambil keuntungan dan manfaat sepihak
terhadap sumberdaya Desa.
Undang-Undang Desa memandatkan bahwa BPD mempunyai fungsi:
membahas dan menyepakati Rancangan Peraturan Desa bersama
kepala Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat
Desa; dan melakukan pengawasan kinerja kepala Desa. Berdasarkan
fungsinya tersebut, BPD memiliki peran strategis untuk memastikan
bahwa kepala Desa bersedia menyelenggarakan Desa Inklusif.
Kualitas kinerja BPD sangat ditentukan oleh kapasitas anggota-
anggotanya. Untuk itu, para pendamping masyarakat Desa harus
mampu memfasilitasi gerakan swadaya politik rakyat dalam pengisian
anggota BPD, dengan langkah-langkah antara lain sebagai berikut:
a. menyebarluaskan informasi tentang pengisian BPD kepada seluruh
warga Desa, khususnya kelompok marginal dan rentan;
b. fasilitasi kelompok marginal dan rentanuntuk ikut mendukung
calon anggota BPD yang memenuhi ketentuan peraturan
perundang-undangan sebagai calon anggota BPD dan dipastikan
memiliki kepedulian kepada kelompok marginal dan rentan;
c. fasilitasi kelompok marginal dan rentan melakukan pembahasan
dan pencermatan terhadap rekam jejak calon-calon anggota BPD
dalam kaitannya dengan arah kebijakan pengembangan Desa
Inklusif;
d. fasilitasi kelompok marginal dan rentanuntuk mendorong warga
Desa lainnya mendukung calon anggota BPD yang peduli dengan
hak-hak kelompok marginal dan rentan;
e. fasilitasi perwakilan kelompok marginal dan rentan menjadi bagian
dari panitia pengisian BPD; dan
f. fasilitasi perwakilan kelompok marginal dan rentan terlibat dalam
pengawasan proses pengisian BPD.
39
a. memastikan keterwakilan kelompok marginal dan rentandalam
keanggotaan BPD;
b. memastikan pemerintah Desa menyediakan sekretariat bagi BPD
agar lebih mudah bagi warga Desa untuk menyampaikan aspirasi
kepada BPD;
c. memastikan pemerintah Desa menyediakan anggaran yang cukup
untuk tunjangan dan operasional BPD agar anggota BPD dapat
bekerja mengelola lebih lanjut aspirasi warga Desa;
d. memastikan adanya peraturan Desa yang membagi secara jelas
dan terpilah kewenangan, fungsi dan tugas antara pemerintah
Desa dengan BPD; dan
e. memastikan BPD meningkatkan kinerja dirinya yang dikelola
secara mandiri.
6. Musyawarah Desa
Penyelenggaraan musyawarah Desa rentanmelahirkan pengucilan
kelompok marginal dan rentan. Mereka masih dianggap sebagai
warga Desa yang tidak memiliki kemampuan untuk ikut membahas
dan menyepakati hal-hal strategis di Desa. Musyawarah Desa yang
bersifat inklusif dicirikan oleh adanya keterlibatan kelompok
marginal dan rentan. Untuk itu, para pendamping masyarakat Desa
harus memfasilitasi BPD mengundang perwakilan kelompok marginal
dan rentan. Selain itu, BPD juga bersedia untuk tidak menolak
apabila ada kelompok marginal dan rentan yang mendaftarkan
wakilnya walaupun mereka tidak termasuk daftar undangan.
Musyawarah Desa bersifat inklusif apabila peserta musyawarah Desa
memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada kelompok marginal
dan rentanuntuk menyampaikan usulan-usulannya. Untuk itu,
perwakilan kelompok marginal dan rentandipastikan mampu
menyampaikan dan mempertahankan usulan-usulannya jika ada
pertanyaan dan/atau sanggahan dari peserta lainnya.
Para pendamping masyarakat Desa memfasilitasi BPD
menyelenggarakan musyawarah Desa yang inklusif melalui langkah-
langkah sebagai berikut:
a. Fasilitasi Persiapan Musyawarah Desa
1) mendampingi kelompok marginal dan
rentanuntukmenyusunusulan kegiatan yang akan diajukan ke
musyawarah Desa;
40
2) memfasilitasipemilihanwakilkelompoktermasukjurubicara dan
mempersiapkankapasitas wakil untukmenyampaikanusulan di
musyawarahDesa; dan
3) mendampingi BPD untuk mempersiapkan penyelenggaraan
musyawarah Desa yang inklusif sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan tentang pedoman tata tertib dan
mekanisme pengambilan keputusan musyawarah Desa.
b. Fasilitasi Penyelenggaraan Musyawarah Desa
1) mendampingi perwakilan dari kelompok marginal dan
rentanhadir di musyawarah Desa;
2) memastikan panitia musyawarah Desa memberikan layanan
yang dapatdiakses oleh kelompok marginal dan rentan,
misalnya:menyediakanjurubahasa isyarat jika ada perwakilan
disabilitas yang bisu-tuli,
menyediakanpenterjemahbahasamasyarakatadatdll;
3) memastikan pembahasan dan kesepakatan strategis di
Desadiselenggarakansecarasetara;
4) mendampingi perwakilan dari kelompok marginal dan
rentanuntuk berani mengajukan usulan sekaligus mampu
membahas dan menyepakatinya dengan peserta lainnya; dan
5) mendampingi BPD untuk menyelenggarakan musyawarah
Desa yang inklusif sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan tentang pedoman tata tertib dan mekanisme
pengambilan keputusan musyawarah Desa.
41
7. Pengisian Perangkat Desa
Kelompok marginal dan rentan berhak menjadi bagian dari perangkat
Desa dalam hal kapasitas dirinya sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Pengisian perangkat Desa harus bersifat
inklusif. Pendamping masyarakat Desa memfasilitasi pengisian
perangkat Desa agar dikelola secara inklusif melalui langkah-langkah
sebagai berikut:
a. menumbuhkan prakarsa anggota kelompok marginal dan
rentandan/atau kader-kader Desa untuk mendaftarkan diri
sebagai calon perangkat Desa;
b. memastikan kepala Desa dan BPD memberikan kesempatan
kepada kelompok marginal dan rentanyang memenuhi syarat
sesuai ketentuan perundang-undangan untuk ikut serta dalam
seleksi perangkat Desa; dan
c. memastikan warga Desa yang peduli beserta kelompok marginal
dan rentanmengawasi kinerja panitia seleksi perangkat Desa.
Kotak 15: Warga marginal dan rentan menjadi pimpinan warga Desa
Masyarakat adat Topo Uma di Pipikoro, Kabupaten Sigi
melakukan pengkaderan dan pengembangan kapasitas. Kader
dari anggota masyarakat adat ini maju menjadi salah satu
kandidat dalam pemilihan perangkat Desa.
Masyarakat adat di Kecamatan Pipikoro, Kabupaten Sigi
berhasil menempati beberapa posisi kunci di Desa seperti
sekretaris Desa (Desa Peana) dan beberapa perangkat Desa (di
semua Desa di Kecamatan Pipikoro).
Penghargaan khusus diberikan kepada minoritas
agama/kepercayaan di Kabupaten Indramayu yang berperan
dalam penyelesaian konflik warga diangkat menjadi ketua RT
Penganut kepercayaan Dayak Losarang (komunitas Bumi
Segandu) diakui oleh DesaKrimun
KecamatanLosarangKabupatenIndramayu. Istri penganut
kepercayaan Dayak Lorasang yang aktif dalam kegiatan
kemasyarakatan di Desa dipercaya oleh warga Desa menjadi
ketua Rukun Tetangga (RT). Meskipun dirinya hanyalah seorang
perempuan dan penganut agama minoritas, tetapi warga Desa
memberikan pengakuan dengan menjadikannya sebagai
pimpinan tertinggi di Rukun Tetangga tersebut.
42
Lembaga kemasyarakatan Desa (LKD) dan lembaga adat Desa (LAD)
merupakan wadah partisipasi warga Desa. LKD dan LAD berfungsi
sebagai mitra pemerintah Desa dalam penyelenggaraan
pembangunan Desa maupun pengelolaan hal-hal strategis di Desa.
LKD dan LAD berpartisipasi dalam perencanaan, pelaksanaan,
pengawasan pembangunan Desa serta peningkatan pelayanan
pemerintah Desa kepada warga Desa. LKD dan LAD yang aktif dan
mampu menjalankan fungsinya akan meringankan beban pemerintah
Desa dalam mewujudkan kesejahteraan rakyat di Desa.
Kelompok marginal dan rentandapat memanfaatkan keberadaan LKD
dan LAD ini dalam mengakses sumberdaya pembangunan Desa.
Kelompok marginal dan rentandapat ikut serta dalam kepengurusan
LKD dan LAD. LKD dan LAD dapat menjadi lembaga perwakilan
warga untuk memastikan sumberdayaDesa dimanfaatkan untuk
kepentingan warga Desa termasuk kepentingan kelompok marginal
dan rentan.
43
D. FASILITASI PENYUSUNAN PRODUK HUKUM YANG INKLUSIF DI
DESA
Kesepakatan yang dihasilkan dari musyawarah Desa sebagai wujud
kepentingan bersama warga Desa dituangkan dalam produk hukum di
Desa. Para pendamping masyarakat Desa berkewajiban mendampingi
kepala Desa, BPD dan warga Desa untuk penyusunan dan penetapan
peraturan perundang-undangan di Desa dengan cara sebagai berikut:
1. Memastikan materi kebijakan pengaturan Desa Inklusif yang ditandai
dengan adanya:
a. pengakuan hak-hak kelompok marginal dan rentan yang
dijabarkan dalam peraturan Desa tentang kewenangan Desa
berdasarkan hak asal-usul dan kewenangan lokal berskala Desa;
b. perlindungan kelompok marginal dan rentan; dan
c. pengarusutamaan, kebijakankhusus dan kebijakanafirmatif
pemenuhan hak-hak kelompok marginal dan rentan.
2. Memastikan penyusunan produk hukum di Desa bersifat terbuka,
partisipatif, dan akuntabel.
3. Memfasilitasi warga Desa utamanya kelompok marginal dan
rentandapat ikut serta dalam proses penyusunan produk hukum di
Desa.
4. Memfasilitasi penyusunan dan penetapan peraturan Desa yang
bersifat inklusif.
Kotak 17. Contoh Peraturan Desa yang Inklusif
• Desa Kalikudi, Kecamatan Adipala, Kabupaten Cilacap menetapkan
Peraturan Desa Nomor 7 Tahun 2014 tentang Pembentukan Lembaga
Adat Desa Kalikudi “Adat Tradisi Anak Putu” (ATAP).
• Desa Kersamaju, Kecamatan Cigalontang, Kabupaten Tasik-malaya
menetapkan Peraturan Desa Kersamaju tentang Perlindungan Anak.
• DesaSalamrejo, KecamatanSentoloKabupatenKulon
ProgomenetapkanPeraturanDesaSalamrejotentangRPJM Desa yang
memasukkankegiatan-kegiatanpenghayatkepercayaan.
44
Kelompok ini menjadi organisasi yang sah di Desa sehingga
kegiatannya berpeluangmendapat pendanaan dari sumber keuangan
Desa.
SK Kepala Desa Pelakar Jaya, Kecamatan Pamenang, Kabupaten
Merangin tentang penunjukan kader Suku Anak Dalam (SAD/orang
rimba) menjadi ketua RT/lingkungan
SK Kepala Desa Muntee, Kecamatan Siberut Selatan, Kabupaten
Mentawai tentang penunjukan kader adat menjadi kepala Dusun
Gorottai
SK Kepala Desa Taramanu, Kecamatan Wanokaka Kabupaten Sumba
Barat tentang penetapan kader disabilitas menjadi anggota tim 11
(penyusun RPJM Desa),
SK Kepala Desa Elu Loda, Kecamatan Karekaduku Utara Kabupaten
Sumba Barat tentang penetapan kader disabilitas menjadi anggota tim
pendataan BDT
45
khususnya kelompok marginal dan rentandengan cara-cara antara lain
sebagai berikut:
46
kebenaran data. Langkah-langkah pemutakhiran data Desa adalah
sebagai berikut:
a. pengumpulan data dan informasi tentang kelompok marginal dan
rentandari data kementerian/lembaga non kementerian maupun
dari pemerintah daerah, misalnya:
1) data kependudukan dari Kementerian Dalam Negeri
2) survei sosial ekonomi nasional (susenas) ataupun potensi Desa
(podes) dari BPS
3) basis data terpadu (BDT) dari Kementerian Sosial
4) pemerlu pelayanan kesejahteraan sosial (PPKS) dari dinas
sosial
b. pengumpulan data dan informasi oleh kader Desa dari kelompok
marginal dan rentan;
c. pengkajian ulang dan pembandingan profil Desa dengan kondisi
obyektif kelompok marginal dan rentanyang terbaru; dan
d. perbaikan data Desa tentang kelompok marginal dan rentanyang
ada di profil Desa.
47
Basis Data Terpadu (BDT) dari Dinas Sosial Kabupaten TTS. YTB
menyelenggarakan lokakarya untuk menyamakan persepsi tentang proses
pendataan dan dilanjutkan sosialisasi BDT di tingkat komunitas. YTB
melatih kader Desa tentang hal-hal sebagai berikut:
1. pertemuan dengan pemangku kepentingan di Desa untuk memastikan
pentingnya pendataan bagi semua warga Boti;
2. verifikasi dan validasi BDT berdasarkan kondisi yang senyatanya ada di
Desa; dan
3. penyandingan dokumen BDT dengan hasil verifikasi dan validasi BDT
berdasarkan kondisi yang senyatanya ada di Desa.
Berikutnya YTB bersama kader Desa melakukan tabulasi data dan
hasilnya disampaikan kepada BPD. BPD menyelenggarakan musyawarah
Desa untuk membahas dan menyepakati pemutakhiran BDT. Hasil
kesepakatan dalam musyawarah Desa ditetapkan dalam bentuk Surat
Keputusan Kepala Desa tentang Hasil Pemutakhiran BDT. Kepala Desa
menyerahkan kepada Dinas Sosial Kabupaten TTS tentang BDT yang telah
dimutakhirkan.
Pemutakhiran BDT di Desa Boti dilaksanakan secara partisipatif dengan
melibatkan kader-kader Desa bersama seluruh warga Desa. Hasilnya, BDT
menjadi lebih akurat. BDT yang termutakhiran ini digunakan komunitas
adat Boti dalam mengakses sumberdaya pembangunan Desa. Pemerintah
Desa Boti memanfaatkan BDT untuk menyusun rencana kegiatan
pengembangan sumberdaya manusia, serta kegiatan pengembangan sosial
ekonomi.
48
Aset Desa dan potensi aset Desa meliputi: aset sumber daya
manusia, aset sumber daya alam, aset sosial-budaya, aset
fisik/infrastruktur, dan aset keuangan. Aset Desa dapat berupa
tanah kas Desa, tanah ulayat, pasar Desa, pasar hewan, tambatan
perahu, bangunan Desa, pelelangan ikan, pelelangan hasil pertanian,
hutan milik Desa, mata air milik Desa, pemandian umum, dan aset
lainnya milik Desa. Potensi aset Desa misalnya:
∗ sumber daya alam di Desa antara lain: tanaman, ternak,
sumberdaya air, hutan, sungai, laut, pesisir, pasir, batu, embung,
tanah dan sumberdaya mineral dan energi,dan potensi wisata
seperti laut, gua, dan bentang alam;
∗ sumber daya manusia antara lain: potensi jumlah orang dan
tenaga kerja, tingkat pendidikan dan keterampilan masyarakat;
∗ sumber daya sosial dan budaya antara lain: ilmu pengetahuan
dan keterampilan, pengetahuan lokal tentang kesehatan, alat dan
teknologi di Desa, kearifan lokal, kesenian, musik, tari dan
olahraga, khazanah kebudayaan dan adat istiadat seperti ritual,
upacara dan peringatan, cagar budaya, lubuk larangan, pola
mukim/hidup, pola tanam dan kuliner;
∗ sumber daya ekonomi antara lain: lumbung pangan dan bibit,
hutan adat dan tanah atau kawasan ulayat, tanah bengkok dan
kas desa, wakaf desa, area tangkap dan budidaya ikan, lahan
budidaya pertanian dan peternakan, pasar Desa, pasar hewan,
galangan dan tambatan perahu; dan
∗ beragam jenis sumber daya dan sumber daya lain yang sesuai
dengan kondisi Desa.
Aset dan potensi aset Desa merupakan sumberdaya pembangunan
Desa yang dapat dimanfaatkan oleh kelompok marginal dan rentan.
Pendamping masyarakat Desa memfasilitasi kelompok marginal dan
rentanberpartisipasi dalam pencermatan aset Desa dan potensi Aset
Desa. Langkah-langkahpencermatan aset Desa dan potensi Aset
Desa adalah sebagai berikut:
a. menjabarkan status dan kedudukan aset dan potensi aset Desa
dalam wilayah Desa;
b. melakukan perhitungan dan penilaian aset dan potensi aset Desa;
c. memetakan aset dan potensi aset Desa yang dilakukan dengan
cara menyelaraskan peta Desa dan data Desa yang sudah
dimutakhirkan dengan lokasi aset dan potensi aset Desa; dan
49
d. melakukan pencermatantentangpeluang pendayagunaan setiap
aset dan potensi aset yang ada di Desa untuk kepentingan
pembangunan Desa.
4. Perencanaan Pembangunan Desa Inklusif
Perencanaan pembangunan Desa adalah proses tahapan kegiatan
yang diselenggarakan oleh pemerintah Desa dengan melibatkan BPD
dan warga Desa secara partisipatif guna terwujudnya pemanfaatan
dan pengalokasian sumber daya Desa dalam rangka mencapai tujuan
pembangunan Desa.
Perencanaan pembangunan Desa Inklusif adalah perencanaan yang
didukung oleh data dan informasi yang memadai, serta melibatkan
dan menampung kepentingan seluruh warga Desa termasuk
kelompok marginal dan rentan. Agar perencanaan pembangunan
Desa bersifat inklusif, maka pendamping masyarakat Desa harus
memastikan bahwa penyusunan dokumen perencanaan
pembangunan Desa harus menyebutkan atau menyatakan secara
jelas dan terpilah kegiatan pembangunan Desa yang bermanfaat bagi
kelompok marginal dan rentan.
50
5. RPJMDesa Inklusif
Dokumen RPJM Desa merupakan penjabaran visi misi kepala Desa
terpilih ke dalam rencana program/kegiatan pembangunan Desa
selama 6 (enam) tahun. Penyusunan RPJM Desa maupun rencana
kegiatan pembangunan di RPJMDesa harus bersifat inklusif.
Kelompok marginal dan rentan berpartisipasi dalam penyusunan
RPJM Desa. Hal-hal strategis dalam penyusunan RPJM Desa inklusif
dijabarkan dalam tabel sebagai berikut:
Tahapan
No Penyusunan Proses Penyusunan Rumusan Kebijakan
RPJMDesa
a. Musyawarah Perwakilan kelompok ∗ membahas visi misi
Desa tentang marginal dan rentanwajib Kepala Desa terpilih
perencanaan yang bersifat inklusif
hadir dan berpartisipasi
Desa ∗ pokok-pokok pikiran
dalam musyawarah Desa. BPD dan prakarsa
unsur masyarakat
tentang mengagas
masa depan Desa
Inklusif
b. Penetapan Tim Tim Penyusun RPJM Desa Informasi terbuka
Penyusun RPJM dipilih secara demokratis, untuk semua warga
Desa partisipatif, transparan dan dan memastikan ada
akuntabel. keterwakilan kelompok
marginal dan kelompok
rentan.
c. Perumusan arah Kepala Desa dan Tim ∗ Arah kebijakan
kebijakan Penyusun RPJM Desa perencanaan
perencanaan menyusun rumusan arah pembangunan Desa
pembangunan kebijakan perencanaan dirumuskan ber-
Desa pembangunan Desa dasarkan berita
acara Musyawarah
Desa tentang
Perencanaan Desa.
∗ Arah perencanaan
pem-bangunan Desa
yang dipastikan
memuat kepentingan
kelompok marginal
dan rentan.
d. Penyelarasan Kepala Desa dan Tim Keterpaduan arah
arah kebijakan Penyusun RPJM Desa kebijakan perencanaan
perencanaan menyusun penyelarasan pembangunan Desa
pembangunan arah kebijakan perencanaan dan daerah memuat
51
Desa pembangunan Desa. kolaborasi pengelolaan
urusan kelompok
marginal dan rentan.
e. Pengkajian ∗ Tim Penyusunan RPJM Penyusunan usulan
Keadaan Desa Desa memastikan terjadi kelompok marginal dan
perbincangan warga rentanberdasarkan :
tentang rencana kegiatan ∗ arah kebijakan
pembangunan Desa dalam perencanaan
jangka waktu 6 tahun pembangunan Desa
∗ Perbincangan warga harus yang dipastikan
melibatkan kelompok memuat rumusan
marginal dan rentan. arah kebijakan
∗ Tim Penyusunan RPJM pembangunan Desa
Desa bertemu kelompok yang berpihak kepada
marginal dan rentan untuk kelompok marginal
merumuskan usulan- dan rentan.
usulan tentang kegiatan ∗ profil Desa yang
pembangunan Desa. sudah dimutakhirkan
∗ Tim Penyusunan RPJM dan dipastikan sudah
Desa mengawal usulan memuat data dan
kelompok marginal dan informasi tentang
rentandalam penyusunan kelompok marginal
draft rancangan RPJM dan rentan; dan
Desa. ∗ laporanhasilkajian
sejarah Desa.
f. Penyusunan Kepala Desa dibantu Tim Rancangan RPJM Desa
Rancangan Penyusunan RPJM Desa dipastikan memuat
RPJM Desa menyusun rancangan RPJM usulan kelompok
Desa sesuai ketentuan marginal dan
peraturan perundang- rentanyang telah
undangan. disepakati dalam
musyawarah Desa.
52
pembangunan Desa
untuk kelompok
marginal dan rentan
diprioritaskan untuk
ditetapkan dalam
RPJM Desa.
i. Musyawarah ∗ Kepala Desa dan BPD Penyusunan dan
BPD menyusun dan penetapan
Pembahasan dan menetapkan Peraturan PerdesRPJMDesa
Menyepakati Desa tentang RPJMDesa. sesuai dengan
Rancangan ∗ Kelompok marginal dan kesepakatan dalam
PerdesRPJMDesa rentanmemantau musyawarah Desa
penyusunan
PerdesRPJMDesa.
j. Sosialisasi Perwakilan kelompok Penyebaran informasi
Perdes tentang marginal dan rentanikut tentang
RPJM Desa mensosialisasikan Perdes program/kegiatan
tentang RPJM Desa RPJM Desa terkait
pemenuhan hak-hak
kelompok marginal dan
rentan.
53
b. Pembentukan Tim Penyusun RKP Desa Memastikan ada
Tim Penyusun dipilih secara keterwakilan kelompok
RKP Desa demokratis, partisipatif, marginal dan rentan.
transparan dan
akuntabel.
54
penetapan RKP Desa marginal dan rentan
diprioritaskan untuk
ditetapkan dalam RKP
Desa.
7. APBDesa Inklusif
Penganggaran Desa yang inklusif ditandai adanya proses
perencanaan dan penetapan anggaran Desa yang diarahkan untuk
memenuhi kepentingan dan kebutuhan kelompok marginal dan
rentan. Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa) yang
inklusif berpedoman kepada RKP Desa yang sudah dipastikan
bersifat inklusif. Selain itu, perencanaan dan penetapan
APBDesaInklusif melibatkan kelompok marginal dan rentan.
Pendamping masyarakat Desa memfasilitasi kepala Desa, BPD dan
warga Desa termasukkelompok marginal dan rentanuntuk
merencanakan dan menetapkan APBDesa melalui langkah-langkah
sebagai berikut:
a. Pencermatan APBDesa
APBDesa terdiri dari: pendapatan Desa, belanja Desa dan
pembiayaan Desa. Hal yang paling penting untuk dicermati dalam
APBDesa adalah bagian tentang belanja Desa. Belanja Desa
merupakan pengeluaran dari rekening Desa untuk membiayai
kewenangan Desa. Kewenangan Desa meliputi penyelenggaraan
pemerintahan Desa, pelaksanaan pembangunan Desa, pembinaan
kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa.
Salah satu hal dalam bagian tentang Desa yang harus dicermati
adalah peruntukan anggaran Desa dalam membiayai kegiatan
pembangunan Desa untuk kelompok marginal dan
rentandibandingkan dengan dokumen RKP Desa yang sudah
dipastikan memuat usulan-usulan kegiatan darikelompok
marginal dan rentan.
55
Tabel 3.Contoh APBDesa Inklusif
BELANJA BIDANG
56
partisipasi ditambahkan
kelompok dengan item
marginal dan biaya
rentan lainnya transportasi
dalam penye-
lenggaraan Desa
b. Prioritas Kegiatan
Sumber keuangan Desa seringkali tidak mencukupi untuk
membiayai seluruh kegiatan yang tercantum dalam RKP Desa.
Oleh sebab itu, dari seluruh kegiatan yang sudah dirumuskan
dalam RKP Desa ditentukan skala prioritas untuk dibiayai dengan
keuangan Desa. Kelompok marginal dan rentanmemilih di antara
usulan kegiatan yang sudah masuk dalam RKP Desa untuk
dibiayai terlebih dahulu. Kegiatan-kegiatan di RKP Desa yang
diprioritaskan untuk dianggarkan disampaikan kepada BPD
sebagai bahan masukan dalam penyusunan APBDesa.
57
Kegiatan Bidang Pembangunan :
2. Rehab rumah layak huni Rp.
3. Pengadaan sarana-prasarana rumah aman Rp.
4. Pengadaan ambulance Desa Rp.
Kegiatan Bidang Kemasyarakatan :
5. Pembentukan KPA atau Satuan Tugas Rp.
Perlindungan Perempuan dan Anak
Kegiatan Bidang Pemberdayaan Masyarakat:
6. Sosialisasi dan edukasi tentang perlindungan Rp.
perempuan dan anak
7. Pelatihan penanganan korban bagi KPA atau Rp.
Satgas PPA
58
Tabel 7. Rancangan Anggaran dan Biaya (RAB) Pendataan
Kelompok marginal dan rentan
Bidang : Pemerintahan
Kegiatan : Pendataan Kelompok marginal dan rentan
: Pendataan ini dilakukan untuk kelompok perempuan
yang rentan miskin, kepala keluarga perempuan,
disabilitas, kelompok penghayat, dan lainnya yang
secara spesifik akan menjadi perhatian dalam
pengalokasian anggaran Desa.
Anggaran : Rp.
Belanja : Rp.
Pegawai
Belanja : Rp.
Barang/Jasa
Belanja Modal : Rp.
59
kerjasama dengan berbagai pihak seperti Dinas Pemberdayaan Perempuan
dan Perlindungan Anak, Forum Anak PanritaLopi Bulukumba dan Lembaga
Perlindungan Anak. Dengan melibatkan banyak pemangku kepentingan
maka akan semakin banyak sumberdaya dalam mendukung pembangunan
berbasis hak anak di Desa Bialo.
Musrenbang anak di Desa Bialo melibatkan sekitar 60 orang anak. Mereka
duduk bersama dan merumuskan usulan untuk memenuhi hak 969 orang
anak di Desa Bialo yang berumur dibawah 18 tahun dan 664 orang anak
yang ada di sekolah. Hasil musrenbang anak tersebut menghasilkan
sejumlah usulan, seperti taman bermain, taman bacaan, kegiatan rohani
untuk remaja, peningkatan ketrampilan, pengembangan Desa wisata,
olahraga, kesenian dan lain sebagainya. Pada tahun 2018, ada empat
kegiatan yang disetujui pemerintah Desa yaitu Taman bermain anak, taman
bacaan anak, pengadaan buku anak dan peningkatan kapasitas/pelatihan
anak untuk penggunaan media sosial secara positif.
60
menjadi bagian dari tim pelaksana kegiatan sesuai dengan
keahliannya masing-masing. Karenanya, dalam persiapan swakelola
kegiatanpembangunan Desa harus dipastikan kembali daftar
anggota tim pelaksana kegiatan. Apabila dalam RKP Desa memuat
anggota kelompok marginal dan kelompok rentan lainnya, maka
swakelola kegiatan pembangunan Desa harus sesuai dengan RKP
Desa kecuali terjadi kesepakatan antara kepala Desa dan warga Desa
untuk dilakukan penggantian anggota tim pelaksana kegiatan.
Swakelola kegiatan Pembangunan Desa mengutamakan
pemanfaatan sumber daya manusia, sumber daya alam dan sumber
daya lainnya yang ada di Desa serta mendayagunakan swadaya dan
gotong royong masyarakat. Kelompok marginal dan
rentanberkewajiban untuk ikut serta berswadaya dan
bergotongroyong membangun Desa untuk kesejahteraan bersama.
9. Pengawasan Pembangunan Desa Inklusif
Pengawasan pembangunan Desa yang inklusif ditandai oleh adanya
partisipasi kelompok marginal dan rentandalam kegiatan
pengawasan oleh masyarakat Desa. Warga Desa berhak untuk
mengawasi kegiatan pembangunan Desa. Kegiatan pengawasan ini
dikelola secara swadaya dan gotongroyong. Warga Desa, dalam
melakukan pengawasan pembangunan Desa, mengedepankan
komunikasi terbuka dan dialog antar pelaku pembangunan di Desa.
Warga Desa dapat menyampaikan hasil pengawasannya kepada BPD,
dan/atau menyampaikan langsung dalam musyawarah Desa.
Musyawarah Desa yang diselenggarakan untuk pertanggungjawaban
hasil pelaksanaan kegiatan menjadi sarana bagi warga Desa untuk
menyampaikan berbagai hasil pengawasan pembangunan Desa.
Kepala Desa sebagai koordinator swakelola kegiatan pembangunan
Desa berkewajiban menyusun dan menyampaikan laporan
pertanggungjawaban pelaksanaan kegiatan pembangunan Desa
dalam musyawarah Desa. BPD dan warga Desa berhak memberikan
tanggapan atas masukan terhadap laporan pertanggungjawaban
kepala Desa tersebut.
61
F. FASILITASI PELAYANAN DASAR DI DESA INKLUSIF
Undang-Undang Desa memandatkan bahwa setiap warga Desa,
termasuk kelompok marginal dan rentan, berhak memperoleh pelayanan
yang sama dan adil. Karenanya, salah satu tujuan pengaturan Desa
adalah meningkatkan pelayanan publik bagi warga masyarakat Desa
guna mempercepat perwujudan kesejahteraan umum. Pelayanan publik
di Desa yang sangat dibutuhkan oleh kelompok marginal dan
rentanadalah pelayanan dasar. Pelayanan dasar ini berupa kemudahan-
kemudahan bagi warga marginal dan rentan untuk menjangkau dan
memperoleh layanan pendidikan, kesehatan, perumahan, air minum,
dan sanitasi. Selain itu, pelayanan publik di bidang administrasi
kependudukan dan pertanahan juga dibutuhkan oleh warga marginal
dan rentan.
Tidak ada batasan yang pasti terkait layanan publik yang ada di Desa.
Namun demikian, dalam kenyataannya sebagian besar Desa mengelola
pelayanan publik antara lain:
1. Layanan Administrasi
a. Layanan administrasi perizinan, misal: Izin Gangguan (HO)
b. Layanan kependudukan
2. Layanan Pertanahan
a. Pengaturan lahan untuk tanaman persawahan dan tanaman keras
melalui Peraturan Desa.
b. Alih fungsi tanah/tukar guling antara tanah kas Desa/bengkok
dengan tanah milik warga masyarakat.
c. Penyelesaian konflik tanah
d. Layanan pembuatan Sertifikat tanah.
3. Layanan atas bantuan bagi warga miskin
a. Masalah musyawarah Desa untuk penggantian warga miskin
terkait masalah BLSM, BSM, Raskin, PKH dsb.
b. Persoalan BKM dan pembangunan masyarakat Desa.
4. Layanan Pendidikan Anak Usia Dini
5. Layanan kesehatan, misal: Posyandu/ Posbindu (Posyandu balita,
posyandu lansia, posyandu penyandang disabilitas), bidan Desa
62
yang tidak diskriminatif, tidak ada pungutan, serta dapat dijangkau semua
warga Desa, termasuk kelompok marginal dan kelompok rentan lainnya.
Pemda Kabupaten Sukoharjo telah mengembangkan 14 Sanggar inklusif di 12
kecamatan yang melayani terapi bagi anak-anak penyandang disabilitas secara
gratis. Sanggar ini merupakan inisiatif yang dilakukan oleh Rehabilitasi
Bersumberdaya Masyarakat (RBM) dan SelfHelp Group(SHG) sebagai kelompok
penyandang disabilitas Desa yang bekerjasama dengan puskesmas, rumah
sakit, relawan.
Layanan yang diberikan adalah terapi sebagai kelompok penyandang disabilitas
Desa bekerjasama dengan puskesmas, rumah sakit serta relawan . Layanan
yang diberikan adalah terapi wicara, terapi anak-anak cerebralpalsy,
penyuluhan tumbuh kembang anak, kegiatan pemberdayaan ekonomi bagi
orang tua anak penyandang disabiltas. Karena layanan ini memberikan
manfaat, maka Pemda Kabupaten Sukoharjo telah memberikan dukungan
dengan menyalurkan tenaga psikolog, terapis dan perawat untuk mengisi
layanan secara rutin.
63
Desa melalui keikutseraannya menjadi pengurus sekolah lapang, Kader
Literasi Desa, peserta sekolah lapang atau pengurus perpustakaan Desa.
64
I. FASILITASI PENGUATAN ADAT DAN BUDAYA DESA
Penyelenggaraan Desa Inklusif juga mencakup pengembangan,
penguatan dan pelestarian adat budaya dan tradisi di Desa guna
memperkuat ketahanan sosial budaya masyarakat Desa. Penempatan
partisipasi warga Desa termasuk kelompok marginal dan rentan, sebagai
akar gerakan sosial dan budaya di Desa, dilakukan dengan cara
melestarikan dan memajukan nilai-nilai tradisional dan kearifan lokal
sebagai pedoman perilaku kepala Desa, perangkat Desa, anggota BPD
dan warga Desa dalam penyelenggaraan Desa yang dikelola secara
inklusif. Nilai-nilai inklusi sosial seperti keterbukaan, keramahan,
kesetaraan, toleransi, sikap saling menghargai dan kesukarelaan untuk
merangkul setiap perbedaan sejatinya merupakan nilai-nilai tradisional
yang hidup di Desa. Penyelenggaraan Desa Inklusif akan diperkuat
keberadaannya melalui penguatan nilai-nilai tradisional ini agar warga
Desa lebih mudah menjalankannya.
Pendamping masyarakat Desa melakukan fasilitasi penguatan adat dan
budaya dalam penyelenggaraan Desa Inklusif melalui cara-cara sebagai
berikut:
1. Penulisan Sejarah Desa
Nilai-nilai tradisional diwariskan turun temurun dan menyejarah
dalam adat budaya Desa. Nilai-nilai tradisional menjadi peristiwa yang
dilakukan penghuni Desa pada masa lampau di tempat tertentu dan
pada waktu tertentu. Sebagai peristiwa masa lampau, sejarah Desa
sering dipahami sebagai peristiwa yang senyatanya ada di Desa, dan
dipahami pula sebagai kisah peristiwa yang dituturkan, dituliskan
dan diwariskan kepada generasi selanjutnya.
Penulisan sejarah Desa akan membantu pemerintah Desa, BPD dan
warga Desa untuk dapat memahami kisah peristiwa di masa lampau.
Berdasarkan sejarah Desa ini, dilacak kembali asal muasal adat dan
budaya yang memuat nilai-nilai tradisional yang bercirikan inklusif.
Tulisan tentang sejarah Desa menjadi bukti nyata bahwa pada masa
lampau: a) nilai-nilai inklusi sosial sudah dijalankan warga Desa, atau
b) nilai-nilai inklusi sosial ditabukan dan dilaranguntuk dijalankan.
65
pentingnya sejarah bagi warga Desa.
Inilah yang dilakukan oleh Desa Salamrejo, Kecamatan Sentolo, Kulon
Progo. Lima belas (15) anak muda dari Salamrejo, 5 perempuan dan 10
laki-laki, sebagian besar masih duduk di bangku SLTA bertanggungjawab
untuk menulis sejarah Desa Salamrejo. Penulisan sejarah Desa
Salamrejojuga membutuhkan keterlibatan banyak pihak dengan keahlian
masing-masing melalui musyawarah kebudayaanDesa. Selama tiga hari,
15 anak muda ini mencari bekal untuk untuk melaksanakan penulisan
sejarah. Sejumlah antropolog, pemerhati budaya Jawa, penulis buku,
fotografer dan juga perwakilan warga dari Salamrejo diajak terlibat sejak
awal. Anak-anak muda ini menggali pengetahuan mereka sebagai bekal
untuk bekerja. Hasilnya adalah anak-anak muda tersebut memiliki bekal
pengetahuan baru menulis sejarah sebagai langkah awal untuk
mengerjakan riset dan penulisan sejarah Desa Salamrejo berupa gambaran
umum Desa Salamrejo, metode penggalian data, pertanyaan kunci dan
pengetahuan.
Hampir 4 bulan, anak-anak muda dari Desa Salamrejo bekerja melakukan
wawancara terhadap para orang-orang yang dituakan di Salamrejo untuk
menuliskan kembali tempat dan bangunan sejarah, potensi Desa, ritual
atau kegiatan bersama Desa dan organisasi di Desa Salamrejo. Kemudian
menuliskan hasilnya dan dipresentasikan untuk mendapat masukan baru.
Setelah 4 kali melakukan presentasi, akhirnya tulisan sejarah Desa
dinyatakan selesai.
Penulisan sejarah Desa tersebut kemudian dibukukan dan diterbitkan
menjadi buku “Salam Kemakmuran dari Bantaran Kali Progo Melacak
Sejarah Desa Salamrejo”. Buku tersebut kemudian dipromosikan melalui
peluncuran dan presentasi yang dihadiri oleh Bupati Kulon Progo.
Berdasarkan penulisan sejarah tersebut, Kepala Desa Salamrejo
menginisiasi Peraturan Desa tentang hari jadi Desa Salamrejo. Salah satu
perubahan yang tampak mata adalah rasa tengang rasa Desa Salamrejo
semakin meningkat. Saat ini untuk kegiatan bersama Desa, misalnya
peringatan hari jadi Desa, pemerintah Desa mengajak semua perwakilan
kelompok untuk terlibat.
66
Pemajuan kebudayaan Desa harus dibahas dan disepakati dalam
musyawarah Desa. Perwakilan kelompok marginal dan rentanwajib
hadir dan berpartisipasi dalam musyawarah Desa untuk mengawal
upaya penguatan nilai-nilai inklusi sosial menjadi bagian dari
pemajuan kebudayaan.
67
keahlian lainnya sebagai anak laut.
Melihat hal ini Lembaga Swadaya Masyarakat “Amair” memfasilitasi
pertemuan para tetua adat yang sudah berumur lansia untuk
membincangkan tentang tradisi yang pernah ada. Tradisi yang mengandung
nilai-nilai dalam membangun kehidupan, yang mendekatkan suku Sawang
dengan leluhurnya termasuk mengembalikan nilai asal usul sebagai anak
laut. Maka ritual Buang Jong ditemukan melalui cerita-cerita para tetua
tentang tradisi yang pernah ada. Para tetua merasa ini perlu dihidupkan,
penghormatan kepada leluhur yang telah lama hilang perlu diadakan. Lalu
mereka bermusyawarah menyampaikan gagasan untuk mengembalikan
Buang Jong. Ini adalah bagian dari revitalisasi budaya. Oleh karena itu
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata mendukung bahkan membiayai ritual ini.
Kini Buang Jong tidak hanya dimaknai sebagai ritual adat saja, sekarang
pemerintah Desa telah mengalokasikan anggaran untuk pelaksanaan ritual ini
melalui Dana Desa/ Anggaran Dana Desa. Kini Buang Jong menjadi ikon
wisata yang selalu dinantikan di Belitung Timur.
68
c. membentuk dan mengembangkan koordinasi lintas sektor di
tingkat kabupaten/kota maupun koordinasi Desa dengan daerah
kabupaten/kota untukpenyelenggaraan Desa Inklusif.
3. Percontohan Desa Inklusif
Yang dimaksud dengan percontohan Desa Inklusif adalah sebuah
Desa yang ditetapkan sebagai lokasi tolok ukur keberhasilan
penyelenggaraan Desa Inklusif bagi Desa lainnya. Langkah-langkah
percontohan Desa Inklusif adalah sebagai berikut:
a. menetapkan sebuah Desa atau lebih di kabupaten/kota sebagai
lokasi percontohan Desa Inklusif;
b. memfasilitasi sekolah lapang di lokasi percontohan Desa Inklusif;
c. memfasilitasi penyusunan produk hukum di Desa dan/atau antar
Desa (peraturan Desa, peraturan kepala Desa, peraturan bersama
kepala Desa) di Desa-Desa yang akan mengadopsi dan
mengadaptasikan kegiatan-kegiatan Desa Inklusif;
d. menyelenggarakan kampanye Desa Inklusif di Desa-Desa yang
akan mengadopsi dan mengadaptasikan kegiatan-kegiatan Desa
Inklusif; dan
e. menyelenggarakan deklarasi Desa Inklusif di Desa-Desa yang
akan mengadopsi dan mengadaptasikan kegiatan-kegiatan Desa
Inklusif.
4. Deklarasi Desa Inklusif
Percontohan Desa Inklusif dipilih di antara desa-desa yang sudah
mendeklarasikan dirinya sebagai Desa Inklusif. Langkah-langkah
deklarasi Desa Inklusif adalah sebagai berikut:
a. Indikator Kinerja Utama Desa Inklusif
Penilaian kinerja Desa Inklusif diukur berdasarkan indikator
kinerja utama sesuai Analisa APKM sebagai berikut:
1) Akses
a) kelompok marginal dan rentanterdata dalam dokumen data
Desa;
b) anggotakelompok marginal dan rentanmenjaditim penyusun
RPJM Desa, tim penyusun RKP Desa dan/atau menjadi tim
pelaksana kegiatan pembangunan Desa;
c) warga Desa termasukkelompok marginal dan rentan
memiliki hak yang setara untuk memiliki kemudahan dalam
memperoleh manfaat dari pengelolaan sumber daya Desa;
d) warga Desa termasuk kelompok marginal dan rentan
memiliki hak pelayanan yang sama dan adil dari
pemerintah Desa.
69
2) Partisipasi
a) warga Desa yang marginal dan rentan mengorganisasikan
dirinya ke dalam kelompok marginal dan rentan;
b) kelompok masyarakat yang ada di Desa, termasuk
kelompok marginal dan rentan diundang oleh BPD untuk
ikut serta dalam musyawarah Desa;
c) usulan kelompok marginal dan rentan tentang kegiatan
pembangunan Desa dibahas dan disepakati di musyawarah
Desa;
3) Kontrol
a) urusan-urusan di Desa yang berkaitan dengan kelompok
marginal dan rentan masuk dalam daftar kewenangan Desa
berdasarkan hak asal-usul dan kewenangan lokal berskala
Desa;
b) kelompok marginal dan rentanmengawasiperencanaan dan
pelaksanaanpembangunanDesa;
c) pengaduanmasalahdarikelompok marginal dan
rentanditangani dan diselesaikansecaramandiri oleh
pemerintahDesa dan BPD;
4) Manfaat
a) usulan kelompok marginal dan rentan tentang kegiatan
pembangunan Desa dibiayai dengan keuangan Desa;
b) hasil pembangunan desa bermanfaat bagi seluruh warga
desa, termasuk kelompok marginal dan kelompok rentan
lainnya;
c) kelompok marginal dan rentanmendapatkanperlindungan
dan pemenuhanhaksebagaiwargaDesa;
Kepala Desa bersama-sama BPD dan warga Desa termasuk
kelompok marginal dan rentandapat menambahkan indikator
kinerja utama Desa Inklusif sesuai dengan kewenangan Desa dan
kondisi objektif yang ada di Desa.
70
1) dibentukPanitiaKerjauntukmelakukanpenilaiankinerjaDesaInkl
usifsecaramandiri;
2) setiap indikator kinerja utamaharusdapatdiukur;
3) data-data yang dipakai untuk mengukur kinerja Desa Inklusif
bersifat objektif berdasarkan bukti-bukti nyata yang dapat
dipertanggungjawabkan;
4) warga Desa termasuk kelompok marginal dan rentan dapat
memberikan masukan dan saran kepada PanitiaKerja
berdasarkan hasil pemantauannya tentang kinerja Desa
Inklusif;
5) PanitiaKerja dapat melakukan wawancara dengan warga Desa
untuk memastikan data-data kinerja Desa Inklusif dapat
dipertanggungjawabkan;
6) kegiatan penilaian mandiri kinerja Desa Inklusif dilaksanakan
oleh PanitiaKerja yang dibentuk oleh kepala Desabersama
BPD;
7) proses penilaian mandiri Desa Inklusif terbuka untuk dipantau
oleh BPD bersama-sama dengan warga Desa termasuk
kelompok marginal dan rentan;
8) rancangan hasil penilaian mandiri Desa Inklusif
disebarluaskan kepada warga Desa;
9) dalam hal kelompok marginal dan rentanberkeberatan dengan
hasil penilaian kinerja Desa Inklusif, BPD berhak
menyelenggarakan musyawarah Desa untuk membahas dan
menyepakati penilaian kinerja dimaksud;
10) kepala Desa menetapkan hasil penilaian Desa Inklusif yang
telah diterima BPD dan sebagian terbesar warga Desa
termasuk kelompok marginal dan rentan.
Tabel 8. Contoh Ukuran Kinerja Desa Inklusif
Nilai Kinerja
No KomponenKinerjaDesaInklusif
(0-100)
1. Akses
a) Kelompok marginal dan rentanterdata dalam dokumen data
Desa
b) Tim penyusun RPJM Desa adalah anggotakelompok marginal
dan rentan.
c) Tim penyusun RKP Desa adalah anggotakelompok marginal
dan rentan.
d) Tim pelaksana kegiatan pembangunan Desa,untukkegiatan
71
yang berkaitandengankelompok marginal dan rentan,
berasaldarianggotakelompok marginal dan rentan.
e) Kelompok marginal dan rentan memiliki hak yang setara
untuk memiliki kemudahan dalam memperoleh manfaat dari
pengelolaan sumber daya Desa.
f) Warga Desa termasuk kelompok marginal dan rentan memiliki
hak pelayanan yang sama dan adil dari pemerintah Desa.
2. Partisipasi
a) Warga Desa yang marginal dan
rentanmengorganisasikandirinyake dalam kelompok marginal
dan rentan.
72
Jumlah Nilai KategoriPenilaian
KinerjaDesaInklusif KinerjaDesaInklusif
76 - 100 Mentor
51 - 75 Utama
26 - 50 Madya
0 - 25 Pemula
c. LokasiPercontohanDesa Inklusif
DesaInklusif yang kategorikinerjanya Mentor,
dapatmenjadilokasipercontohanDesaInklusif.
73
BAB IV
MONITORING, EVALUASI DAN PELAPORAN
74
1. Kegiatan evaluasi harus berdasarkan bukti nyata yang ada di Desa.
2. Pengambilan data di Desa dengan cara wawancara dan pengamatan
langsung bukti-bukti di Desa.
3. Pencermatan kembali laporan hasil monitoring Desa Inklusif.
4. Perumusan masalah dan kendala dalam penyelenggaraan Desa
Inklusif beserta potensi sumberdaya yang dapat digunakan untuk
meningkatkan kinerja penyelenggaraan Desa Inklusif.
5. Perumusan rencana kerja tindak lanjut peningkatan kinerja
penyelenggaraan Desa Inklusif.
75
BAB V
PENUTUP
76