Taufik Madjid
i
DAFTAR ISI
ii
BAB IV FASILITASI PERENCANAAN PENCEGAHAN STUNTING ....... 38
A. Pengkajian Kondisi Pencegahan Stunting ................................................ 38
1. Pemetaan Sosial ........................................................................................ 38
2. Pengisian Scorecard .................................................................................. 38
3. Penggalian Usulan ..................................................................................... 39
B. Rembuk Stunting Desa ..................................................................................... 40
C. Kampanye Stunting .......................................................................................... 42
D. Pencegahan Stunting dalam RPJM Desa ................................................. 42
E. Pencegahan Stunting dalam RKP Desa .................................................... 43
F. Pencegahan Stunting dalam APB Desa .................................................... 45
G. Pencegahan Stunting dalam DU RKP Desa ............................................. 45
H. Pengintegrasian Perencanaan Pembangunan Desa dan Daerah ..... 46
BAB V FASILITASI PELAKSANAAN PENCEGAHAN STUNTING .............. 48
A. Keterpaduan Persiapan Pelaksanaan ........................................................ 48
1. Pembagian Peran Pelaku ........................................................................... 48
2. Sosialisasi ......................................................................................................... 48
3. Swadaya dan Hibah Masyarakat ............................................................ 49
4. Rencana Kerja Tindak Lanjut ................................................................... 49
5. Pengadaan Barang dan Jasa ................................................................... 50
B. Pelaksanaan Kegiatan ...................................................................................... 51
C. Penanganan Pengaduan dan Masalah ...................................................... 51
D. Pemantauan dan Evaluasi “Scorecard” ...................................................... 52
E. Musyawarah Desa Pertanggungjawaban ................................................... 59
BAB VI FASILITASI PENGAWASAN PENCEGAHAN STUNTING ............ 60
A. Keterbukaan Informasi Pencegahan Stunting ......................................... 60
B. Rembuk Pengawasan ........................................................................................ 60
C. Usulan Perbaikan ................................................................................................ 62
D. Pelaporan/Penyampaian Rekomendasi ..................................................... 63
BAB VII PENDAMPINGAN MASYARAKAT DESA .......................................... 65
A. Pelaku Pendampingan Masyarakat Desa .................................................. 65
B. Teknik Fasilitasi .................................................................................................... 73
BAB VIII PENGENDALIAN............................................................................................. 75
A. Pelaporan ................................................................................................................. 75
B. Penutup .................................................................................................................... 79
iii
DAFTAR TABEL
iv
DAFTAR GAMBAR
v
DAFTAR ISTILAH
vi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Stunting mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan otak. Anak
stunting memiliki risiko lebih tinggi menderita penyakit kronis di masa
dewasanya. Bahkan, stunting dan malnutrisi diperkirakan berkontribusi pada
berkurangnya 2-3% Produk Domestik Bruto (PDB) setiap tahunnya.
Prevalensi stunting selama 10 tahun terakhir menunjukkan tidak adanya
perubahan yang signifikan dan ini menunjukkan bahwa masalah stunting
perlu ditangani segera. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013
menunjukkan 37,2% atau sekitar 9 juta balita menderita stunting. Masalah
gizi lain terkait dengan stunting yang masih menjadi masalah kesehatan
masyarakat adalah anemia pada ibu hamil (37,1%), Berat Bayi Lahir Rendah
atau BBLR (10,2%), balita kurus atau wasting (10,1%) dan anemia pada
balita. Hanya 48,6% anak balita yang tidak menderita gangguan gizi.
Penurunan stunting memerlukan intervensi yang terpadu, mencakup
intervensi gizi spesifik dan gizi sensitif. Sejalan dengan inisiatif Percepatan
Penurunan stunting, pemerintah meluncurkan Gerakan Nasional Percepatan
Perbaikan Gizi (Gernas PPG) yang ditetapkan melalui Peraturan Presiden
Nomor 42 tahun 2013 tentang Gernas PPG dalam kerangka 1.000 HPK.
Selain itu, indikator dan target penurunan stunting telah dimasukkan
sebagai sasaran pembangunan nasional dan tertuang dalam Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 dan
Rencana Aksi Nasional Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) 2017-
2019.
Sebagai bentuk komitmen tinggi pemerintah pusat, Wakil Presiden Republik
Indonesia telah memimpin Rapat Koordinasi Tingkat Menteri untuk
penurunan stunting pada tanggal 12 Juli 2017. Rapat tersebut memutuskan
bahwa penurunan stunting penting dilakukan dengan pendekatan multi-
sektor melalui sinkronisasi program-program nasional, lokal, dan
masyarakat di tingkat pusat maupun daerah. Selanjutnya telah ditetapkan
oleh pemerintahan Indonesia 1.000 Desa Prioritas Pencegahan stunting
A. Pencegahan Stunting
1. Pengertian Stunting
Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat
kekurangan gizi kronis terutama pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan
(HPK). Kondisi gagal tumbuh pada anak balita disebabkan oleh
kurangnya asupan gizi yang berulang, infeksi berulang, dan pola asuh
yang tidak memadai terutama dalam 1.000 HPK. Anak tergolong
stunting apabila panjang atau tinggi badannya lebih rendah dari umur
anak sebayanya. Standar panjang atau tinggi badan anak dapat dilihat
pada buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA).
Penurunan stunting penting dilakukan sedini mungkin untuk
menghindari dampak jangka panjang yang merugikan seperti
terhambatnya tumbuh kembang anak. Stunting mempengaruhi
perkembangan otak sehingga tingkat kecerdasan anak tidak maksimal.
Hal ini berisiko menurunkan produktivitas anak di masa depan. Stunting
juga menjadikan anak lebih rentan terhadap penyakit. Anak stunting
berisiko lebih tinggi menderita penyakit kronis di masa dewasanya.
Bahkan, stunting dan malnutrisi diperkirakan berkontribusi pada
berkurangnya 2-3% Produk Domestik Bruto (PDB) setiap tahunnya.
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan pada 2013
menemukan 37,2% atau sekitar 9 juta anak balita mengalami stunting.
Sejak 2007 hingga 2013, angka prevalensi stunting tetap tinggi. Pada
2016, Survei Indikator Kesehatan Nasional (Sirkesnas) mencatat
penurunan angka prevalensi stunting pada balita ke 33,6%. Namun
demikian, angka ini masih tergolong tinggi.
Penyebab langsung masalah gizi pada anak termasuk stunting adalah
rendahnya asupan gizi dan status kesehatan. Penurunan Stunting
menitikberatkan pada penanganan penyebab masalah gizi, yaitu faktor
yang berhubungan dengan ketahanan pangan khususnya akses terhadap
pangan bergizi (makanan), lingkungan sosial yang terkait dengan praktik
pemberian makanan bayi dan anak (pengasuhan), akses terhadap
pelayanan kesehatan untuk pencegahan dan pengobatan (kesehatan),
Gambar 1
Sebaran Stunting di Indonesia
Ibu hamil dengan konsumsi asupan gizi yang rendah dan mengalami
penyakit infeksi akan melahirkan Bayi dengan Berat Lahir Rendah (BBLR),
dan/atau panjang badan bayi di bawah standar. Asupan gizi yang baik
tidak hanya ditentukan oleh ketersediaan pangan di tingkat rumah
tangga tetapi juga dipengaruhi oleh pola asuh seperti pemberian
kolostrum (ASI yang pertama kali keluar), Inisasi Menyusu Dini (IMD),
Gambar 2
Dampak Stunting terhadap Kualitas Sumber Daya Manusia
Puskesmas/Pustu
Kesehatan Poskesdes
Polindes
Posyandu
Layanan Sasaran
Rumah Tangga
Pendidikan PAUD
1000 HPK
Kaur Kesra
Disdukcapil
Sosial BPJS
Dinas Sosial
Gambar 4
Jenis Penyedia Layanan Pencegahan Stunting di Desa
Gambar 5
Diagram Kolaborasi Aktivitas Rumah Desa Sehat
A. Sosialisasi
Sosialisasi merupakan kegiatan yang harus dilakukan secara berkelanjutan
pada setiap tahapan fasilitasi sebagai sebuah proses penyebarluasan
informasi secara luas untuk meningkatkan pemahaman dan kesadaran akan
pentingnya pencegahan stunting dilakukan secara bersama, melalui
pendekatan dan media yang disesuaikan dengan kebutuhan, kearifan lokal,
serta kemampuan yang dimiliki pelaku sosialisasi. Dalam hal ini, KPM harus
mendayagunakan segenap potensi sumberdaya yang ada agar sosialisasi
menjadi bagian tanggungjawab yang melekat pada setiap pelaku
konvergensi pencegahan stunting di desa dan antar desa. Sosialisasi dapat
dilakukan secara informal maupun formal dengan memanfaatkan peluang
kegiatan-kegiatan kemasyarakatan dan agenda perencanaan pembangunan
desa.
1. Sosialisasi Kepada Pelaku di Tingkat Antar Desa
Sosialisasi di tingkat antar desa sangat penting karena sekaligus dapat
memadukan agenda kerja bersama lintas sektor yang umumnya
berkedudukan di tingkat antar desa, serta menjadi ruang diseminasi jika
ada kebijakan daerah yang memiliki kekhasan dalam pencegahan
stunting. Meskipun dibutuhkan pendekatan secara informal dan
interpersonal, sosialisasi di tingkat antar desa dapat dilakukan melalui:
a. Musyawarah antar desa seperti musrenbang kecamatan, musyawarah
pimpinan kecamatan (muspika), dan sebagainya;
b. Rapat koordinasi rutin pelaku seperti lokakarya lintas sektor di
puskesmas, Pusat Kegiatan Gugus (PKG) PAUD, rakor pendamping
program sektoral;
c. Peliputan media massa atas kegiatan pencegahan Stunting serta
pendokumentasian atas pembelajaran baik upaya pencegahan
Stunting di desa dan antar desa; dan
d. Kegiatan pameran, pentas seni dan budaya, perlombaan, serta
peningkatan kapasitas yang melibatkan pelaku lintas desa.
Keterangan :
Pada setiap kolom penyedia layanan diisi dengan nilai 1 sampai dengan
3, dengan keterangan:
1 = Belum Memuaskan
2 = Cukup Memuaskan
3 = Sangat Memuaskan
Hasil dari pemetaan layanan selanjutnya dirumuskan dalam sebuah Berita
Acara yang memuat agenda kerja peningkatan layanan sebagai bentuk
komitmen masing-masing pihak yang bertangungjawab dalam target
waktu tertentu.
2. Pemetaan Pelaku Konvergensi
Pemetaan pelaku merupakan langkah konsolidasi awal seluruh
kader/pegiat desa, kelembagaan dan kelompok masyarakat yang terlibat
dalam konvergensi pencegahan stunting di desa. Hasil identifikasi
potensi pelaku diharapkan dapat memberikan gambaran dalam
memperkuat saluran komunikasi antar komunitas dalam konvergensi
pencegahan stunting.
Beberapa subyek identifikasi yang dapat dilakukan meliputi:
a. Kelompok swadaya masyarakat, meliputi; Kader Desa Siaga, Kader
Posyandu, KPMD/Fasilitator Desa, PKK, Badan Permusyawaratan Desa,
dan sebagainya
b. Kelompok profesi non pemerintah, meliputi ; wartawan, media cetak
dan elektonik, LSM, dan lain-lain
Gambar 6
Contoh Diagram Venn Refleksi Kelembagaan
SOSIALISASI
PEMETAAN PENYEDIA
STAKEHOLDERS DESA &
LAYANAN
ANTAR DESA
Gambar 7
Fasilitasi Pengorganisasian
DESA : KECAMATAN :
TAHUN :
BIDANG
1 PENYELENGGARAAN
PEMERINTAHAN DESA
PELAKSANAAN
2
PEMBANGUNAN DESA
BIDANG PEMBINAAN
3
KEMASYARAKATAN
BIDANG
4 PEMBERDAYAAN
MASYARAKAT
C. Usulan Perbaikan
Dari hasil rembuk pengawasan melalui pertemuan Rumah Desa Sehat, maka
dirumuskan usulan-usulan perbaikan yang ditujukan kepada ;
1. Pelaksana Pengukuran stunting
Rekomendasi dalam pelaksanaan pengukuran, misalnya ; keterampilan
kader, kesediaan ibu/orangtua sasaran, prosentase cakupan sasaran yang
diukur, dan sebagainya.
2. Penyedia layanan konvergensi
Rekomendasi yang diberikan pada penyedia 5 paket layanan
konvergensi, jika dari hasil rembuk pengawasan diketahui terdapat
sasaran yang tidak mendapat layanan secara lengkap.
D. Pelaporan/Penyampaian Rekomendasi
Pelaporan masalah pada tahap ini merupakan tindak lanjut dari rembuk
pengawasan dalam pelaksanaan kegiatan konvergensi pencegahan stunting
di desa, termasuk usulan-usulan perbaikan yang ditujukan kepada penyedia
layanan di tingkat desa serta Unit pelaksana teknis (UPT) dan OPD terkait di
Kabupaten.
Selain sebagai bentuk akuntabilitas, tujuan pelaporan konvergensi
pencegahan stunting di desa bagi setiap pemangku kepentingan terkait
adalah sebagai berikut:
1. Bagi OPD Kabupaten, pelaporan dapat menjadi dasar pertimbangan
pengambilan kebijakan dalam memberikan dukungan layanan
konvergensi pencegahan stunting baik dalam menjamin ketersediaan
tenaga kesehatan, Kader terlatih, Guru PAUD terlatih atau layanan
intervensi spesifik lainnya.
2. Bagi OPD/Camat, pelaporan dapat menjadi dasar pertimbangan atas
kinerja desa serta bahan penilaian dan evaluasi untuk pengambilan
kebijakan berikutnya melalui penghargaan, penindakan, maupun
pengembangan atas apa yang telah dicapai;
3. Bagi Kades, pelaporan dapat menjadi gambaran atas kinerja konvergensi
pencegahan stunting yang telah dicapai di desanya, serta bahan evaluasi
untuk pengambilan kebijakan perbaikan dan peningkatan ke depan;
4. Bagi para Kader Desa, pelaporan dapat menjadi gambaran atas kinerja
konvergensi pencegahan stunting yang telah mereka capai serta
pembelajaran untuk evaluasi perbaikan kinerjanya ke depan;
B. Teknik Fasilitasi
Sehubungan dengan target konvergensi pencegahan Stunting adalah untuk
“memadukan berbagai sumberdaya agar dipastikan setiap sasaran
mendapatkan layanan yang berkualitas”, maka sekurangnya terdapat 3
(tiga) aktivitas yang dapat didorong, yaitu:
1. Monitoring layanan, merupakan kegiatan pengelolaan database Stunting
desa serta fasilitasi dan kendali layanan pada PAUD, Posyandu dan
Kelompok Keluarga untuk memastikan layanan yang tersedia dapat
diakses dan dikonsumsi oleh setiap sasaran;
2. Integrasi pembangunan desa, merupakan kegiatan fasilitasi, koordinasi,
dan intervensi di tingkat desa dan antar desa untuk memastikan
terjadinya pengarusutamaan pencegahan Stunting melekat pada pada
setiap tahapan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan desa; dan
A. Pelaporan
Pelaporan pelaksanaan konvergensi pencegahan stunting dilakukan secara
berjenjang dari tingkat desa sampai dengan tingkat pusat. Tujuan dari
pelaporan tersebut adalah:
1. Sebagai alat kendali pelaksanaan konvergensi sesuai dengan rencana
yang telah disusun
2. Untuk menjaga kualitas setiap alur tahapan yang dilaksanakan agar
sesuai dengan mekanisme yang telah ditentukan
3. Sebagai bahan evaluasi bersama terhadap hasil scorecard dengan
capaian penurunan angka stunting
4. Untuk menilai efektivitas dukungan APB Desa dalam konvergensi
pencegahan stunting
Pengendalian konvergensi pencegahan stunting melibatkan semua pihak
terkait untuk melakukan pemantauan dan evaluasi secara objektif serta
memberikan umpan balik kepada para pihak yang terlibat dalam kegiatan
konvergensi. Adapun pengendalian konvergensi pencegahan stunting
mencakup aspek-aspek sebagai berikut :
1. Pelaporan scorecard
Kader Posyandu dan KPM berkewajiban menyampaikan Laporan hasil score
card dan data hasil pengukuran secara detail sesuai jumlah sasaran kepada
Puskesmas yang disampaikan di Lokakarya Mini Triwulanan. Laporan
tersebut dapat dimanfaatkan Puskesmas untuk:
a. Menetapkan secara konkrit dukungan lintas sektor yang akan
dilakukan selama bulan berjalan, melalui sinkronisasi/harmonisasi RKP
antar-sektor (antar-instansi) dan kesatupaduan tujuan pencegahan
stunting.
b. Menggalang kerjasama, komitmen, dan koordinasi lintas sektor dalam
pelaksanaan kegiatan konvergensi stunting di tingkat kecamatan.
c. Meningkatkan motivasi dan rasa kebersamaan dalam melaksanakan
pembangunan masyarakat kecamatan.
B. PENUTUP
Panduan Fasilitasi Konvergensi Pencegahan Stunting ini untuk dijadikan
acuan dalam fasilitasi konvergensi pencegahan Stunting di desa, khususnya
dalam aspek pemenuhan layanan bagi sasaran pada masa 1000 hari
pertama kehidupan (HPK) meliputi; Kesehatan Ibu dan Anak, Konseling Gizi,
Air Bersih dan Sanitasi, Jaminan sosial dan PAUD. Dalam pelaksanaannya
diharapkan adanya koordinasi seluruh pihak terkait dalam pencegahan
stunting yang terintegrasi dalam perencanaan pembangunan desa.
Sebagai bentuk operasionalisasi lebih lanjut panduan ini, dapat digunakan
Buku saku, Panduan KPM, Buku Monitoring dan rujukan lain yang relevan.
Sehingga proses fasilitasi konvergensi pencegahan stunting di Desa dapat
berjalan sebagaimana mestinya.