Abstract
This study aims to explain the reasons behind the bankruptcy of BMT (Baitul Maal
Wat Tanwil) PSU Malang with case study approach. The data are collected
through documentation and interviews. The interviews are conducted on five
informans namely informan A, B, C, D and E. The results show that the bankruptcy
of BMT PSU is caused by internal factors and external factors. Internal factors
causing bankruptcy of BMT PSU are: unproductive fund management, bad credit
(financing), fraud by employees, business loss, too high percentage of profit
sharing, lack of good corporate governance (GCG) and weak internal control.
Externals include: lack of security guarantees on customers' funds, economic
pressures, lack of supervision and guidance from relevant agencies, as well as the
onslaught of stronger new competitors. The findings of this research related to the
causes of the bankruptcy BMT PSU, is expected to be useful for practitioners and
the government in preparing strategies for strengthening BMT in the future.
136
137
tamwil merupakan fungsi BMT yang lebih misalnya Kusmiyati (2007) dan Anoraga
menekankan pada sisi bisnis, seperti (2015) yang membahas tentang permasalahan
penggalangan dana dengan akad wadi’ah atau akad murabahah dalam BMT. Penelitian
titipan (Janwari, 2015:9) dan pengelolaan tersebut merupakan contoh dari sekian
dana nasabah serta pembiayaan yang banyak penelitian yang membahas tentang
menguntungkan serta tetap sesuai dengan sebagian sisi dari permasalahan sebuah BMT.
prinsip syariah. Berdasarkan fakta tersebut, diperlukan
Dua fungsi yang dijalankan oleh BMT, sebuah penelitian yang membahas
menjadikan BMT sebagai sebuah lembaga permasalahan BMT secara holistik, hingga
keuangan mikro berbasis syariah yang menyebabkan sebuah BMT mengalami
komplit, sehingga memiliki potensi besar kebangkrutan. Atas alasan itulah penelitian
untuk terus berkembang. Dua fungsi BMT ini dilakukan, agar diperoleh jawaban yang
tersebut (baitul maal dan baitut tamwil) jelas tentang alasan BMT PSU mengalami
awalnya juga dijalankan oleh BMT Perdana kebangkrutan. Hasil dari penelitian ini dapat
Surya Utama (PSU) Malang, sehingga dalam menjadi pembelajaran bagi BMT lainnya
waktu yang cukup singkat BMT PSU berubah untuk lebih mengevaluasi diri, sehingga
menjadi salah satu BMT terbesar di Kota musibah yang menimpa BMT PSU tidak
Malang. Nasabah yang mencapai lebih dari terulang kembali.
2000 orang dengan dana pihak ketiga yang
terkumpul mencapai lebih dari 35 miliar, METODE
cukuplah menjadi bukti kejayaan BMT PSU Penelitian ini termasuk dalam jenis
saat itu. Tidak hanya itu, sejak tahun 2010 penelitian kualitatif dengan pendekatan studi
BMT PSU telah memiliki 10 (sepuluh) kasus. Harling (2002) mengemukakan bahwa
cabang di Kota Malang dengan total aset studi kasus merupakan sebuah penyelidikan
mencapai lebih dari 100 miliar, sehingga tidak yang dilakukan secara menyeluruh terhadap
heran jika beberapa pihak saat itu menyebut fenomena terkini yang terjadi secara alami.
BMT PSU sebagai icon kemajuan industri Menurut Yin (2013:1) menjelaskan bahwa
keuangan syariah di Kota Malang. penelitian studi kasus cocok digunakan untuk
Kejayaan BMT PSU seolah menjadi penelitian, dimana peneliti memiliki sedikit
representasi pengelolaan BMT yang amanah kontrol terhadap peritiwa yang diteliti, dan
dan profesional. Secara tidak tertulis, sistem bilamana penelitian difokuskan pada
pengelolaan BMT PSU seakan menjadi fenomena-fenomena terkini (kontemporer).
rujukan bagi BMT yang lainnya, namun Pendekatan studi kasus digunakan
kondisi tersebut rupanya tidak berlangsung dalam penelitian ini, karena pembahasan
lama. Berita kebangkrutan BMT PSU sangat lebih terfokus pada sebuah kasus
mengejutkan karena BMT PSU yang selama kebangkrutan BMT PSU secara mendalam.
ini terkesan sangat profesional dan Peneliti ingin mengupas secara lengkap
berkembang pesat bisnisnya, tetapi tiba-tiba tentang faktor-faktor yang menjadi penyebab
pada tahun 2015 dinyatakan bangkrut. Hal ini kebangktutan BMT berdasarkan analisis data
menimbulkan pertanyaan bagi banyak pihak yang berasal dari para narasumber. Tidak
tentang alasan di balik kebangkrutan BMT hanya itu, jenis kasus yang masih tergolong
PSU. Untuk menjawab pertanyaan tersebut, kontemporer juga menjadikan pendekatan
tentunya perlu dilakukan penelitian studi kasus sangat tepat digunakan dalam
menyeluruh agar dapat diketahui berbagai penelitian ini.
permasalahan yang dihadapi BMT PSU Metode pengumpulan data yang
hingga terjadi kebangkrutan tersebut. digunakan dalam penelitian ini adalah
Penelitian ini menjadi sangat menarik dokumentasi dan wawancara. Dokumentasi
untuk dilakukan, mengingat beberapa dilakukan dengan cara mengumpulkan
penelitian sebelumnya lebih banyak dokumen-dokumen yang berkaitan dengan
membahas permasalahan BMT secara parsial, BMT PSU untuk selanjutnya dijadikan
138
Visi dan misi yang jelas serta Padahal secara prospek di masa depan,
pengelolaan yang profesional menjadi kunci dengan nasabah yang mencapai lebih dari
utama keberhasilan BMT PSU kala itu. 2000 orang dan dengan kantor cabang yang
Komitmen terhadap penerapan prinsip- sudah mencapai sepuluh unit, BMT PSU
prinsip syari’ah serta pemberdayaan ekonomi berpotensi menjadi raksasa lembaga
umat, khususnya masyarakat kalangan keuangan mikro berbasis syariah di Jawa
menengah ke bawah menjadi spirit yang terus Timur khususnya dan di Indonesia pada
digaungkan oleh BMT PSU. Pada saat itu, umumnya, namun ternyata takdir
rasanya tidak berlebihan jika peneliti berkehendak lain. Petualangan BMT PSU di
menyebut BMT PSU sebagai the new rising kancah industri keuangan syariah berakhir
star of BMT dikala itu. Apalagi BMT PSU dengan tragis. BMT PSU dinyatakan
secara kultural didukung oleh basis nasabah bangkrut dan gagal melakukan pengembalian
yang berasal ormas tertentu Kota Malang dana nasabah. Lebih suramnya lagi, 2 tahun
yang terkenal solid. Kedekatan kultur tersebut pasca kebangkrutan BMT PSU, AH selaku
terbukti ampuh dan sangat berguna dalam GM BMT PSU dinyatakan meninggal dunia
menjaring nasabah. Terbukti bahwa Rumah akibat serangan jantung. Penelitian ini
Sakit Islam (RSI) ‘X’ yang merupakan rumah mencoba untuk menginvestigasi kasus
sakit dari ormas tersebut berhasil dipengaruhi tersebut agar dapat diketahui secara akurat
untuk menjalin kerjasama dengan BMT PSU. tentang alasan bangkrutnya BMT PSU.
Hasilnya, seluruh karyawan RSI ‘X’ Berdasarkan wawancara dengan
bergabung menjadi nasabah BMT PSU. Tentu keenam narasumber peneliti menemukan
saja, bergabungnya seluruh karyawan RSI ‘X’ beberapa point utama yang menjadi sebab
menjadi nasabah, seakan menjadi suntikan kebangkrutan BMT PSU. Beberapa point
moral dan finasial yang semakin menambah utama yang menjadi penyebab kebangkrutan
kekuatan BMT PSU. BMT PSU tersebut, peneliti mengelompok-
Pada tahun 2015, BMT PSU dinyatakan kannya menjadi faktor internal dan faktor
bangkrut dan didemo oleh seluruh nasabah eksternal. Faktor internal lebih pada penyebab
yang menuntut pengembalian dana mereka. yang berkaitan dengan internal manajemen
Sungguh tidak ada yang menyangka BMT PSU, sedangkan faktor eksternal lebih
sedikitpun bahwa BMT PSU yang tampak fokus pada penyebab yang berasal dari luar
begitu perkasa dan dikelola secara profesional BMT PSU atau dengan kata lain BMT PSU
ternyata menyimpan bara api yang mampu tidak memiliki kuasa untuk mengontrol faktor
membumi hanguskan semuanya tanpa tersisa. tersebut. Selanjutnya peneliti menyebutkan
Para nasabah yang merasa ditipu, akhirnya dan menguraikan masing masing dari faktor-
melaporkan kasus tersebut ke Polres Kota faktor (internal dan eksternal) tersebut secara
Malang. Sejak saat itulah BMT PSU jelas dan lengkap.
dinyatakan bangkrut/pailit dan dilarang
beroperasi kembali. Gedungnya pun Faktor Internal
dikelilingi garis polisi, sebagai tanda bahwa Manajemen Dana Tidak Produktif
sedang ada masalah dengan BMT PSU. BMT merupakan lembaga keuangan
yang nyawanya adalah sektor riil, sehingga
Penyebab Kebangkrutan BMT PSU sangat tidak mungkin BMT dipisahkan dari
BMT PSU yang memiliki sejarah sektor tersebut. Sebuah BMT akan sehat jika
gemilang dalam industri keuangan mikro uang nasabah yang terkumpul digunakan
syariah di Jawa Timur, khususnya di Kota semaksimal mungkin untuk pembiayaan yang
Malang membuat orang masih sulit percaya berkaitan dengan sektor riil. Menurut Ulum
bahwa BMT tersebut kini telah lenyap dari (2014), salah satu strategi untuk
peradaban. Hingga saat ini pun, masih banyak meningkatkan produktifitas dana nasabah
pihak yang bertanya-tanya, mengapa BMT BMT adalah dengan cara menentukan terlebih
PSU dapat mengalami kebangkrutan? dahulu segmen pembiayaan, kemudian
140
direncanakan treatment untuk setiap segmen yang merupakan GM BMT PSU, ternyata
tersebut untuk memastikan bahwa diperoleh fakta bahwa rumahnya saat ini
pembiayaan dapat menghasilkan keuntungan sudah disegel oleh pihak Koperasi Syariah
seperti yang telah direncanakan. ‘H’. Hal itu dikarenakan AH tidak mampu
Bagaimanapun kondisinya, uang membayar hutang kepada Koperasi Syariah
nasabah harus diputar agar lebih produktif, ‘H’ yang telah jatuh tempo. Adapun hutang
sehingga BMT dapat memperoleh BMT PSU yang diwakili oleh AH kepada
keuntungan dari usaha yang dijalankannya pihak Koperasi Syariah ‘H’ jumlahnya
dan mampu memberikan bagi hasil secara mencapai 2 miliar. Jumlah tersebut belum
rutin kepada para nasabah. Hal inilah yang termasuk bagi hasilnya yang harus dibayar.
menurut Ulum (2014), fungsi intermediasi Selain itu, peneliti juga menemukan fakta
dari BMT perlu dimaksimalkan untuk mengejutkan lainnya. Menurut pengakuan
menjembatani pihak-pihak yang memiliki petugas keamanan (satpam) yang bertugas di
modal dengan pihak-pihak yang kompleks perumahan tempat AH tinggal,
membutuhkan modal dalam rangka mayoritas tetangga di sekitar rumah tersebut
menjalankan sebuah bisnis. Ironisnya, BMT juga memiliki piutang terhadap AH secara
PSU yang terjadi pada BMT PSU justru personal. Salah seorang tetangga yang enggan
sebaliknya. Ironisnya, BMT PSU tidak disebutkan namanya juga mengaku
mampu mengelola dana para nasabah secara memberikan pinjaman sebesar 60 juta kepada
produktif. Padahal, sebuah BMT semestinya AH untuk keperluan membayar gaji karyawan
terus melakukan pembiayaan agar dapat BMT PSU dan hingga kini pinjaman tersebut
menambah modal finansial baik bagi BMT belum juga dikembalikan, sementara AH
sendiri maupun bagi pelaku usaha mikro sendiri telah meninggal dunia. Hal ini
(Prasetiawati & Darma, 2016). semakin memperjelas gambaran bahwa cash
Fakta menunjukkan bahwa BMT PSU flow BMT PSU saat itu sudah sedemikian
telah gagal mengemban amanah dari para kritisnya.
nasabah. Pembelian tanah di Jl. Soekarno- Permasalahan seputar tidak sehatnya
Hatta yang menelan biaya 12,5 miliar cash flow BMT PSU juga diungkapkan oleh
membuat operasional bisnis BMT PSU informan A yang merupakan ketua pengurus
menyebabkan BMT PSU terpuruk dan BMT PSU. Menurutnya, salah satu penyebab
dinyatakan bangkrut. kebangkrutan BMT PSU adalah tidak
Bagi sebuah lembaga keuangan mikro, sehatnya cash flow perusahaan dan
uang sejumlah 12,5 miliar adalah jumlah uang pengelolaan yang tidak profesional. Berikut
yang sangat besar. Jika uang sejumlah itu adalah kutipan pernyataan selengkapnya:
tidak diinvestasikan ke sektor bisnis yang
produktif, maka hal tersebut akan dapat “Menurut saya memang manajemennya
mempengaruhi tingkat kesehatan kas BMT, yang amburadul. Manajemennya yang
sementara di sisi lain, setiap bulannya BMT tidak tertib. Alurnya tidak jelas, cash
PSU harus membayar bagi hasil kepada para flownya, output (pengeluaran) operasional
nasabah yang jumlahnya juga tidak sedikit. itu lebih besar daripada income yang
Lalu dari mana BMT PSU mendapatkan uang diperoleh perusahaan. Jadi, ‘besar pasak
untuk membayar dana bagi hasil nasabahnya? daripada tiang’. Intinya cashflownya yang
Jawabannya adalah dari berhutang kepada tidak sehat”
banyak pihak, mulai dari BMT ‘Y’, Koperasi
Syariah ‘H’, RSI ‘X’ Kota Lamongan sampai Secara terpisah informan C
pada hutang secara personal kepada banyak memperkuat pernyataan informan A tentang
orang yang dikenal oleh General Manajer tidak sehatnya cash flow BMT PSU yang
(GM) BMT PSU. terkait dengan pembelian tanah di Jl.
Berdasarkan investigasi yang peneliti Soekarno-Hatta, hingga menimbulkan
lakukan pada lingkungan sekitar rumah AH
141
empat ribu rupiah), dengan beban margin atau tenaga penagih, sehingga seringkali kredit
kewajiban bagi hasil sebesar tersebut tidak terkelola dengan baik. Sebagai
Rp2.840.150.000 (dua miliar delapan ratus jaminan dari kredit macet tersebut, adalah
empat puluh juta seratus lima puluh ribu beberapa surat berharga (seperti: BPKB
rupiah). Bahkan, data per Desember 2014, motor dan mobil, sertifikat tanah dan rumah)
disebutkan dalam akta tersebut bahwa yang saat ini diamankan oleh tim penyelamat
pinjaman dan kewajiban bagi hasil saudara dana nasabah, menjadi satu-satunya harapan
MD telah mencapai Rp20.117.232.791 (dua agar kredit yang macet dapat ditagih kembali.
puluh miliar seratus tujuh belas juta dua ratus Kredit macet seolah menjadi “momok” yang
tiga puluh dua ribu tujuh ratus sembilan puluh menakutkan bagi BMT PSU. Hal ini
satu rupiah), dengan beban margin hutang terkonfirmasi, saat peneliti bertanya tentang
yang dihitung setara 24% per tahun atau 2% penyebab dari kebangkrutan BMT PSU selain
per bulan. faktor kepemimpinan, tanpa berfikir panjang
Fakta di atas tentu saja sangat informan B menjawab:
mengejutkan. Bagaimana bisa BMT
meminjamkan uang sebesar itu dengan tanpa “Uang tidak berputar, termasuk
jaminan? Lalu bagaimana bisa BMT yang pembiayaan yang macet itu salah satu
notabene lembaga keuangan berprinsip sebab diantara sebab-sebab lain. Sekarang
syariah, menjalankan praktik pinjam ini sedang berusaha ditagih, kalau tidak
meminjam dengan sistem ribawi seperti itu. salah catatannya ada 9 M an. Itu sekarang
Besarnya jumlah uang nasabah yang dipinjam tugasnya tim penyelamat uang nasabah.”
pihak ketiga tanpa adanya jaminan dan tidak
juga tertagih, praktis menyebakan cashflow Berdasarkan pernyataan di atas, peneliti
BMT PSU menjadi sangat tidak sehat, kemudian mengkonfirmasi tentang jumlah
sehingga untuk membiayai operasionalnya kredit macet (pembiayaan) BMT PSU
BMT PSU hanya bergantung pada hutang dan tersebut kepada informan C untuk
funding. Funding dilakukan baik kepada membuktikan kebenaran informasi tersebut.
nasabah lama maupun kepada calon nasabah Informan C menyebutkan data yang sama
baru yang masih dapat ‘dibodohi’. Jika dengan yang disampaikan oleh informan B.
dihitung secara matematis, anggaplah hutang Uang sebesar 9 miliar tersebut adalah uang
MD dibulatkan menjadi 4 miliar rupiah, maka nasabah seluruhnya yang tentunya BMT PSU
dengan asumsi kewajiban bagi hasil per bulan memiliki kewajiban untuk membayar
berkisar 1-1,5%, maka BMT PSU harus kewajiban bagi hasil kepada nasabah setiap
membayar kewajiban bagi hasil kepada bulannya.
nasabah sebesar 40 juta s.d 60 juta sebulan Kewajiban bagi hasil BMT PSU kepada
atau 480 juta s.d 720 juta per tahun. para nasabah, sama seperti yang peneliti telah
Kewajiban untuk membayar kewajiban bagi uraikan sebelumnya yaitu 1-1,5% per bulan.
hasil sebesar itu, sungguh tidak Artinya, untuk dana kredit macet yang
mengherankan jika akhirnya BMT PSU mencapai 9 miliar, BMT PSU harus
hancur dan dinyatakan bangkrut. membayar bagi hasil kepada para nasabah
sebesar 90-135 juta perbulan atau 1,08-1,62
Kredit (Pembiayaan) Macet miliar pertahun. Sungguh jumlah yang luar
Menurut Qodin (2015), terdapat biasa, maka tak heran jika BMT PSU yang
setidaknya tiga faktor yang menyebabkan dulunya begitu superior, seketika menjadi
terjadinya kredit macet di BMT yaitu: pesakitan dan berujung pada kebangkrutan.
karakter anggota, kebangkrutan usaha dari Kredit macet yang terjadi di BMT PSU
anggota, dan musibah. Khusus untuk BMT sebenarnya tidak hanya disebabkan oleh
PSU, pada dasarnya kredit (pembiayaan) faktor eksternal, melainkan juga faktor
tersebut masih dapat ditagih, karena sebagian internal. Hal ini dikarenakan jumlah sumber
besar macetnya kredit dikarenakan minimnya daya manusia (SDM) BMT PSU yang diplot
143
untuk bertugas melakukan penagihan sangat sebuah perbuatan sudah melewati batas
minim, bahkan hampir tidak ada, sehingga kejujuran (melenceng dari kejujuran), maka
BMT PSU tidak mampu menjalankan tindakan tersebut adalah tindakan fraud. Agar
penagihan kepada debitur secara rutin. BMT seseorang dapat terhindar dari berbuat fraud
PSU lebih banyak fokus mengalokasikan secara tidak sengaja, maka seseorang tersebut
SDM untuk kegiatan funding nasabah baru, haruslah memiliki pemahaman yang memadai
sehingga menyebabkan ketidak seimbangan tentang fraud. Watson (2003) menuntut hal
kinerja. Akibatnya banyak debitur yang tidak yang lebih kompleks, yaitu seseorang
terkontrol dan tidak melunasi pinjaman secara diharuskan memiliki pemahaman fraud dan
tepat waktu, atau bahkan tidak budaya demi menghindari terjadinya tindakan
mengembalikan sama sekali. fraud.
Hasil wawancara menunjukkan bahwa
Fraud oleh Karyawan BMT PSU sebelum terjadinya kebangkrutan, di BMT
Menurut Blanque (2003), fraud adalah PSU sering juga terjadi penggelapan dana
pemindahan standar hukum sebagai oleh karyawan. Menurut Dorminey, Fleming,
konsekuensi dari upaya untuk menghindari Kranacher & Riley (2012), terdapat tiga
standar tersebut. Hal ini berarti, tindakan komponen yang merupakan cara seseorang
fraud berusaha memanipulasi aturan atau melakukan fraud yaitu pencurian,
standar yang dianggap memberatkan atau penyembunyian, dan konversi. Penggelapan
merugikan para pelaku fraud. Mereka akan dana yang dilakukan oleh karyawan BMT
berusaha mengganti aturan tersebut dengan PSU tersebut masuk dalam kategori fraud
aturan-aturan atau standar yang dengan pencurian. Tentunya, dana yang dicuri
menguntungkannya. Sedikit berbeda dengan oleh karyawan merupakan dana nasabah,
Blanque (2003), definisi fraud menurut sehingga BMT PSU harus menanggung
Albrecht (2012) Jauh lebih kompleks yaitu: kerugian yang tidak sedikit jumlahnya akibat
tindakan keji para karyawan tersebut.
“Fraud is a generic term, and embraces all Pada akhirnya peneliti menganggap
the multifarious means which human ‘wajar’ jika kemudian BMT PSU mengalami
ingenuity can devise, which are resorted to kebangkrutan, karena BMT PSU
by one individual, to get an advantage over mendapatkan banyak masalah, mulai dari
another by false representations. No pembelian tanah yang terletak di Jl. Soekarno-
definite and invariable rule can be laid Hatta yang menguras dana 12,5 miliar,
down as a general proposition in defining piutang tanpa jaminan senilai 4 miliar, kredit
fraud, as it includes surprise, trickery, (pembiayaan) macet senilai 9 miliar, dan yang
cunning and unfair ways by which another terakhir adalah penggelapan dana oleh
is cheated. The only boundaries defining it karyawan BMT PSU sendiri. Hal ini
are those which limit human knavery”. merupakan potensi terjadinya fraud di BMT
PSU. Saat peneliti menanyakan kepada
Berdasarkan definisi di atas, Albrecht informan B perihal dugaan fraud oleh
(2012) meyakini bahwa fraud tidak hanya karyawan, informan B menjawab:
sebatas pada memanipulasi aturan, melainkan
juga pada perbuatan licik lainnya yang “Ada sebelumnya, ada. Saya jujur bilang
bertujuan untuk menguntungkan dirinya ada. Tapi orangnya sudah dikeluarkan.
sendiri. Albrecht (2012) juga menegaskan Jadi karyawan yang detik-detik terakhir
bahwa antitesis dari fraud adalah kejujuran, masih tetap bertahan adalah karyawan-
sehingga jika seseorang ingin mengetahui karyawan yang jujur, fokus dan kerja
sebuah tindakan termasuk dalam fraud atau beneran. Justru yang keluar-keluar itu
tidak sangatlah mudah. Seseorang tersebut bermasalah dengan keuangan BMT,
hanya perlu mengetahui batasan-batasan bahkan penyalahgunaan. Contoh, misalnya
antara kejujuran dan ketidakjujuran. Jika kalau ada nasabah mau menyimpan
144
deposito, dibuatkan akad sendiri sama dia. digunakan untuk memulai usaha mini market
Saya tidak ceritakan siapa orangnya, tapi “Surya Mart” tersebut sebesar 300 juta rupiah,
yang pasti ada beberapa orang. Akhirnya maka kurang lebih satu tahun uang 300 juta
ketahuan...” tersebut tidak berputar alias tidak produktif
dan bahkan habis akibat kerugian, sementara
Berdasarkan keterangan di atas, jelas di sisi lain, ada kewajiban BMT PSU untuk
terlihat bahwa telah terjadi penggelapan dana membayar kewajiban bagi hasil kepada para
oleh karyawan BMT PSU hingga beberapa nasabah. Hitungan sederhananya, jika nisbah
kali yang menyebabkan kerugian secara bagi hasil 12%-18% per tahun dan dengan
materi dalam jumlah besar. Pada akhirnya modal yang terpakai sebesar
tidak dapat dibantah lagi bahwa penggelapan Rp300.000.000,00, maka BMT PSU harus
dana yang dilakukan oleh karyawan membayar bagi hasil kepada nasabah sebesar
merupakan salah satu pemicu tidak sehatnya Rp36.000.000,00 s.d Rp54.000.000,- per
cash flow perusahaan yang akhirnya berujung tahun. Jumlah tersebut tentunya harus
pada bangkrutnya BMT PSU. ditambahkan dengan modal 300 juta yang
juga habis terpakai dan tidak kembali. Hal
Kerugian Bisnis inilah yang semakin lama, semakin
Kerugian bisnis yang seringkali menggerogoti kemampuan BMT dalam
menimpa BMT PSU lebih banyak disebabkan mengelola cash flow, sehingga apa yang
oleh faktor internal manajemen yang kurang terjadi pada BMT PSU saat ini, merupakan
cermat dan hati-hati dalam menjalankan akumulasi dari beberapa kecerobohan di masa
bisnis. Sebagai contoh untuk bisnis BMT PSU lalu.
yang paling jelas terlihat adalah pendirian
mini market dengan nama Surya Mart di Jl. Terlalu Tingginya Persentase Bagi Hasil
Soekarno-Hatta merupakan sebuah langkah Salah satu hal yang menjadikan BMT
ceroboh yang fatal. Mengapa demikian? PSU begitu banyak diminati oleh masyarakat
Karena secara analisis dari berbagai aspek, adalah karena persentase bagi hasil yang
pendirian “Surya Mart” sungguh sangat tidak dijanjikan sangatlah besar. Persentase bagi
menguntungkan. Dari aspek lokasi misalnya, hasil tersebut dihitung dari besarnya modal
maka lokasi dimana mini market “Surya yang disetor oleh nasabah dan bersifat flat
Mart” berdiri tersebut sangat tidak strategis. antara 1-1,5% per bulannya atau 12-15% per
Hal ini dikarenakan lokasi tersebut terkenal tahun. Nilai tersebut sangat jauh di atas BI
sebagai langganan macet, sehingga orang rate yang hanya berkisar antara 4-6% per
cenderung malas untuk sekedar mampir. tahunnya. Pada April 2018 saja, BI rate hanya
Aspek yang lainnya adalah dari segi mencapai 4,25% per tahun (Bank Indonesia,
persaingan. Pada jalur sepanjang Jl. 2018). Tentunya dengan bagi hasil sebesar
Soekarno-Hatta telah banyak berdiri mini itu, tidaklah mengherankan jika BMT PSU
market yang jauh lebih mapan dengan merk mampu menjaring nasabah yang cukup
branding yang lebih kuat, serta modal yang banyak, karena masyarakat merasa
lebih besar. Berdasarkan dua analisis aspek diuntungkan dengan menginvestasikan
tersebut, maka sudah dapat ditebak uangnya ke BMT PSU karena mereka
bagaimana nasib mini market “Surya Mart” diprediksi akan memperoleh keuntungan
BMT PSU. Tidak lebih dari satu tahun, mini yang besar secara pasti setiap bulannya.
market “Surya Mart” terpaksa ditutup karena Untuk menyiasati besarnya persentase
rugi, karena sepinya pelanggan yang bagi hasil yang diberikan, BMT PSU
berbelanja di sana. menetapkan persentase bagi hasil untuk
Akibat perencanaan yang kurang pembiayaan yang juga jauh lebih besar yaitu
matang dan cermat, sekali lagi BMT PSU sekitar 2% per bulan, sehingga BMT PSU
harus menanggung kerugian yang tidak secara hitungan matematis masih
sedikit jumlahnya. Katakanlah modal yang memperoleh keuntungan (margin) yang
145
berasal dari selisih antara bagi hasil yang Tidak Adanya Kemauan Menerapkan Good
diterima dari kegiatan pembiayaan dengan Corporate Governance (GCG)
bagi hasil yang harus dibayarkan kepada Good Corporate Governance
nasabah. Terdapat selisih 0,5-1% per bulan merupakan sistem yang mengatur hak dan
disana. Sungguh keuntungan yang sangat kewajiban pemegang saham, pengurus, pihak
menggiurkan, karena berdasarkan informasi kreditur, pemerintah, karyawan serta para
dari Gatot, dana nasabah yang ada di BMT pemegang kepentingan internal dan eksternal
PSU mencapai 35 miliar, artinya jika 30 lainnya (FCGI, 2001). Sedikit berbeda,
miliar saja dari dana tersebut dijalankan untuk Zarkasyi (2008) menjelaskan bahwa GCG
kegiatan pembiayaan secara maksimal, maka merupakan struktur yang dibentuk oleh
BMT PSU akan mendapatkan keuntungan stakeholder, pemegang saham, komisaris, dan
bagi hasil sebesar 600 juta per bulan, atau 7,2 manajer dalam menyusun tujuan perusahaan
miliar per tahun. Jumlah tersebut hanyalah serta sebagai sarana untuk mencapai tujuan
asumsi jika pembiayaan mencapai 30 miliar, tersebut. Solomon (2007), menegaskan
jika ternyata pembiayaan lebih daripada itu, bahwa pada prinsipnya GCG erusaha untuk
maka hasilnya pun akan jauh lebih besar. menyeimbangkan dan mengontrol
Ironisnya, dengan potensi keuntungan perusahaan baik secara internal dan eksternal
yang sangat besar tersebut, BMT PSU malah untuk menjamin akuntabilitas perusahaan
mengalami kebangkrutan. Isu inefisiensi terhadap seluruh stakeholder serta pertan
menjadi salah ditengarai menjadi penyebab kepada seluruh stakeholder serta
munculnya permasalahan keuangan di BMT pertanggungjawaban sosial perusahaan
PSU. Menurut Ghofur (2007), secara umum terhadap lingkungan tempat beroperasinya
terdapat dua jenis efisiensi yaitu efisiensi perusahaan. Lebih jauh Steger, Urich &
teknik dan ekonomi. Pada kasus BMT PSU Amann (2008:4), menjelaskan bahwa GCG
ini, efisiensi ekonomi menjadi masalah yang terbangun atas dasar struktur yang jelas dan
sangat krusial, karena menurut Yuliningrum mengedepankan akuntabilitas, tanggung
(2012), sebagian besar BMT mengalami jawab dan transparansi perusahaan dalam
masalah dalam hal efisiensi, khususnya mendefinisikan berbagai aturan manajemen.
efisiensi ekonomi. Pernyataan tersebut secara KNKG (2006), menyebutkan secara lebih
jelas memiliki korelasi dengan kondisi yang lengkap tentang azas dari GCG meliputi:
terjadi di BMT PSU yaitu pengeluaran yang transparansi, akuntabilitas, responsibilitas,
lebih besar daripada pemasukan. independensi, kewajaran serta kesetaraan.
Sekedar informasi bahwa untuk jumlah Jika diperhatikan secara seksama, maka
uang nasabah sebesar 35 miliar, BMT PSU terdapat perbedaan yang sangat jauh antara
harus membayar bagi hasil sebesar 350 juta azas yang menjadi dasar penerapan GCG
s.d 525 juta per bulan atau 700 juta s.d 1,5 dengan apa yang terjadi pada BMT PSU.
miliar per tahun. Melihat besarnya beban bagi Berdasarkan temuan peneliti di lapangan,
hasil yang harus ditanggung oleh BMT PSU tidak ada satupun azas dalam GCG yang
tersebut, maka sangat wajar jika pada dipraktekkan oleh BMT PSU. Ada semacam
akhirnya BMT PSU tidak mampu kesengajaan dari pihak GM BMT PSU untuk
mempertahankan eksistensinya di industri tidak menerapkan GCG demi tujuan tertentu
keuangan mikro syariah dan dinyatakan yang pastinya dianggap menguntungkan bagi
bangkrut. Hal ini sejalan dengan apa yang dirinya. Setidaknya terdapat tiga kondisi di
diungkapkan Chowdhury (2006) bahwa BMT PSU yang menjadi bukti tidak
lembaga keuangan mikro syariah dengan diterapkannya GCG di BMT PSU yaitu:
sistem profit and low sharing memberikan kepemimpinan one man show, tidak adanya
terlalu banyak ketidakpastian, karena transparansi keuangan dan tidak adanya SOP
cenderung berbiaya besar. yang jelas.
Faktor kepemimpinan juga memiliki
andil besar dalam memperparah situasi yang
146
terjadi di BMT PSU, hingga akhirnya terjadi ketidakseimbangan informasi yang dimiliki
kebangkrutan. Kepememimpinan AH yang oleh GM para pengurus dan karyawan.
cenderung one man show, semakin Kondisi itulah yang menurut Scott (2006)
menciptakan suasana kerja di BMT PSU yang disebut dengan istilah asimetri informasi.
tidak nyaman. Padahal hal yang berbeda Menurut Wijayanto, Rahmawati & Suparno
tentunya akan terjadi jika AH mengusung (2007), asimetri informasi akan muncul saat
gaya kepemimpinan partisipatif, karena manajer lebih mengetahui informasi internal
menurut Huang, Iun, Liu & Gong (2009) gaya dan prospek perusahaan dimasa yang akan
kepemimpinan, khususnya partisipatif akan datang dibandingkan pemegang saham dan
mampu meningkatkan kinerja karyawan. stakeholder lainnya, termasuk regulator.
Pendapat senada juga diungkapkan oleh Yustiningarti & Asyik (2017) kemudian
Soeyitno (2013) yang juga meyakini bahwa menyimpulkan bahwa kondisi asimetri
gaya kepemimpinan partisipatif berepengaruh informasi akan cenderung memunculkan
secara positif terhadap kinerja karyawan. moral hazard bagi siapapun pihak yang
Sepertinya, kedua pendapat tersebut tidak memiliki informasi lebih banyak. Tampaknya
berlaku bagi AH, karena baginya karyawan kondisi demikian (asimetri informasi) juga
hanya dijadikan sebagai pion untuk terjadi pada BMT PSU.
menghadapi para nasabah tanpa tahu kemana Pada kasus BMT PSU, asimetri
masa depan BMT PSU akan di bawa. Saat informasi terjadi antara sang GM dengan para
dimintai keterangan mengenai hal ini karyawan dan nasabah. AH selaku GM terlalu
(kepemimpinan one man show dari AH), banyak memiliki informasi, sementara pihak
informan B pun dengan lugas mengatakan: lainnya (pengurus, karyawan dan nasabah)
sangat terbatas informasi. Akibatnya,
“Saya lihat Pak AH itu single fighter pengurus dan karyawan tidak dapat
masalahnya, one man show, dan itu kita melakukan langkah antisipasi terhadap
ingatkan dengan seluruh teman-teman. kemungkinan BMT PSU mengalami krisis
Sekaliber Pak AH itu seharusnya ada tim keuangan. Perilaku GM BMT PSU yang tidak
khusus, tim kecil yang bisa mengawal, transparan juga dianggap sebagai salah satu
mengantar sehingga perjalanan BMT ini biang keladi kehancuran BMT PSU. Hal ini
dapat berjalan dengan baik gitu kan ya. diperkuat oleh informan C dengan
Terkontrol, laporannya transparan, itu mengatakan:
mulai tahun itu (2015) tak delok koq mulai
ngene iki (saya lihat koq mulai begini). “Menurut saya penyebab BMT PSU ini
Bisa juga karena kondisi keuangannya bangkrut, karena manajemen yang tidak
tidak jelas, sehingga kekuatan one man terbuka/transparan dalam mengelola
show nya semakin terasa, dan teman-teman keuangan, sehingga apa pun yang selama
semakin ee..bisa saya katakan agak ini dia (Pak AH) lakukan telah
bingung....” menyimpang dari aturan yang ada.“
Transparansi inilah yang tidak dimiliki oleh sehingga prinsip akuntabilitas sudah jelas
BMT PSU, sehingga sangat wajar jika tidak terpenuhi dan semakin jauh dari kriteria
akhirnya BMT PSU terjerumus dalam yang dituntut oleh GCG.
kebangkrutan.
Pengelolaan BMT PSU yang cenderung Lemahnya Internal Control
tidak transparan, sebenarnya tidak dapat Internal control menjadi salah satu isu
dipisahkan dari ketiadaan Standard menarik dalam pembahasan seputar
Operating Procedure (SOP). Setiap kebangkrutan BMT PSU. Lemahnya Internal
perusahaan yang dikelola secara profesional control, terbukti menjadi salah satu penyebab
pastilah memiliki SOP yang jelas, sehingga bangkrutnya BMT PSU. Hal ini semakin
setiap langkah yang dijalankan haruslah memperkuat bukti bahwa internal control,
sesuai aturan yang ada di dalam perusahaan. memegang peranan penting bagi
Hal ini menjadi sangat penting untuk keberlanjutan bisnis perusahaan. Secara
diperhatikan, agar tidak ada oknum karyawan umum, menurut Mulyadi (2002: 180),
yang melakukan tindakan, baik secara terdapat tiga tujuan dari pengendalian internal
disengaja ataupun tidak disengaja dapat yaitu: keandalan informasi keuangan,
menimbulkan kerugian bagi perusahaan. kepatuhan terhadap hukum dan peraturan
Menurut Tambunan (2013), SOP merupakan yang berlaku serta efektivitas dan efisiensi
pedoman yang berisi prosedur-prosedur operasi.
operasional standar yang ada di dalam suatu Lemahnya sistem internal control
organisasi atau perusahaan untuk memastikan menyebabkan ketiga tujuan pengendalian
bahwa setiap keputusan yang diambil serta internal sulit untuk diwujudkan, sehingga
langkah-langkah yang dilaksanakan telah menimbulkan gejolak dalam tubuh BMT PSU
berjalan secara efektif, konsisten, standar, dan yang berimbas pada menurunnya
sistematis. Hadiwiyono & Panjaitan (2013) kepercayaan nasabah secara drastis.
menambahkan bahwa SOP memiliki manfaat Lemahnya sistem internal control BMT PSU,
sebagai dokumen referensi bagi seseorang terungkap berdasarkan penuturan beberapa
tentang bagaimana cara menyelesaikan suatu informan yang menyebutkan tentang
pekerjaan atau proses. Intinya, keberadaan beberapa faktor penyebab kebangkrutan BMT
SOP akan mempermudah proses operasional PSU. Menilik pada pernyataan para informan
sebuah perusahaan, karena segalanya telah tersebut, peneliti mencatat beberapa kondisi
memiliki aturan pelaksanaan yang rapi. yang menunjukkan lemahnya internal control
Pada dasarnya, belum adanya SOP yang di BMT PSU, adalah dimatikannya peran
diterapkan secara konsisten menyebabkan pengurus dan tidak adanya Dewan Pengawas
BMT PSU mengalami banyak masalah dalam Syariah (DPS).
proses operasionalnya. Tidak adanya SOP, Pada stuktur BMT yang memiliki
membuktikan bahwa manajemen BMT PSU badan hukum koperasi, maka posisi pengurus
belum menerapkan GCG yang menurut merupakan posisi yang tertinggi setelah Rapat
KNKG (2006), memiliki lima prinsip Anggota Tahunan (RAT), sedangkan GM
transparansi, akuntabilitas, responsibilitas adalah bagian dari karyawan yang secara
,independensi dan kewajaran serta kesetaraan. struktural berada di bawah pengurus dan
Berdasarkan lima prinsip tersebut kemudian bertanggung jawab kepada pengurus,
Purwanto & Mustamu (2013), menjelaskan sementara pengurus bertanggung jawab
bahwa penerapan SOP yang baik merupakan langsung kepada RAT. Pengurus memiliki
bagian dari penerapan prinsip akuntabilitas, tugas memimpin organisasi dan usaha
sehingga jika sebuah perusahaan telah koperasi (BMT PSU), sesuai yang tercantum
memiliki dan menerapkan SOP yang baik, dalam Anggaran Dasar BMT PSU pada pasal
maka perusahaan tersebut telah melaksanakan 27 ayat 1 (Lihat lampiran 4). Tidak hanya itu,
GCG. Fakta yang terjadi pada BMT PSU peran pengurus koperasi secara jelas juga
justru sebaliknya yaitu tidak ada SOP, telah diatur dalam pasal 30 ayat 1 UU No. 25
148
tahun 1992 tentang perkoperasian (Ikopin, Selain peran pengurus yang dimatikan,
2015). Faktanya, peran pengurus di BMT buruknya pengawasan juga terlihat dari tidak
PSU sangatlah minim atau dapat dikatakan berjalannya fungsi DPS. Menurut
sengaja dimatikan agar sang GM dapat Wardiwiyono (2012), berdasarkan
dengan leluasa mengambil keputusan sesuai penelitiannya terhadap BMT-BMT yang ada
keinginannnya. Dimatikannya fungsi di Yogyakarta, menunjukkan bahwa
pengurus ini juga diungkapkan oleh informan penerapan otorisasi dan konsultasi oleh pihak
A yang mengatakan: BMT kepada DPS sangatlah rendah. Hasil
penelitian tersebut setidaknya dapat menjadi
“Sebenarnya kalau pengurus itu kan rujukan untuk mengetahui sejauh mana BMT
decision maker ya, tapi di BMT PSU ini memfungsikan DPS. Jika mengacu pada
beda. Pengurus bertanggung jawab kepada penelitian Wardiwiyono (2012), maka tidak
rapat anggota, itu idealnya, kemudian jika mengherankan jika pada akhirnya ditemukan
pengurus memiliki kesibukan sendiri- beberapa BMT yang secara operasional bisnis
sendiri, untuk mengelola koperasi, tidak sepenuhnya menjalankan prinsip-
pengurus mengangkat manajer dan prinsip syariah dan bahkan, pengelolaannya
manajernya adalah Pak AH, tetapi hampir sulit diidentifikasi unsur syariahnya
perlakuan di BMT PSU ini lain, karena karena para pelakunya tidak menjiwai
dalam hal ini yang dominan justru Pak AH, prinsip-prinsip dan tujuan syariah. Hal ini
sehingga tugas dan fungsi pengurus kurang adalah akibat dari peran dari DPS yang
berjalan dengan bagus. Seluruh kebijakan kurang maksimal atau bahkan terkesan
dikendalikan oleh Pak AH. Kewenangan dimatikan fungsinya.
yang harusnya menjadi milik pengurus, Jika berkaca pada DPS yang ada di bank
diambil alih oleh Pak AH, sehingga syariah, maka menurut Mardian (2015),
pengurus tidak punya peran dan kurang jikalaupun DPS ada, maka independensinya
diperankan. Kondisi itu berjalan bertahun- pun masih dipertanyakan, mengingat DPS
tahun sejak awal BMT PSU berdiri.” merupakan bagian dari struktur internal yang
menerima gaji dari bank syariah tersebut.
Pernyataan informan A tentang tidak Kondisi yang terjadi pada DPS BMT tidak
berjalannya peran dan fungsi pengurus dalam jauh berbeda dengan DPS di bank syariah,
struktur organisasi BMT PSU juga diakui sehingga membutuhkan formulasi khusus
oleh informan B dengan mengatakan: agar mampu menunjukkan independensi dan
ketegasan dalam menegakkan prinsip-prinsip
“Jangankan karyawan, lha wong syariah di BMT.
pengurusnya sendiri saja nggak bisa, Saat peneliti mengkonfirmasi kepada
nggak sanggup bahkan terjadi semacam salah satu informan B tentang kepastian
apa, mengundurkan diri karena nggak iso adanya DPS di dalam struktur organisasi
dikandani (tidak bisa dikasih tahu), tidak BMT PSU, Anas menjawab:
bisa digurui. Ketika dievaluasi nggak mau
terus terang dan sebagainya, itu padahal “Ada memang DPS, tapi proses
pengurus lho, apalagi kita yang dibawah pengangkatannya saya tidak tahu.
dia” Memang dimasukkan nama Pak AJ, ada
Pak AI masuk, tapi awal-awalnya berjalan,
Pernyataan kedua informan tersebut setelah itu tidak berjalan. Akhirnya yang
telah mengkonfirmasi secara lugas bahwa nangani Pak AH semua. Bisa anggota DPS
kontrol terhadap AH sama sekali tidak ada, asal comot, karena untuk kepentingan apa
sehingga AH dapat mengambil tindakan saya juga tidak tahu, yang jelas Pak AJ
sesuka hatinya yang pada akhirnya berakibat pernah diundang dalam rangka apa ya,
fatal, yaitu kebangkrutan BMT PSU. pembukaan pencairan tabungan apa gitu
saya lupa.”
149
bank yang juga mulai membidik sektor mikro. belum termasuk hutang di tempat lain.
Sungguh sebuah kondisi yang tidak Kondisi ini, oleh Dormeney et al. (2012)
menguntungkan bagi BMT, karena secara disebut sebagai tekanan yang pada akhirnya
posisi di mata masyarakat, mereka (bank) mendorong seseorang sanggup melakukan
jauh lebih kuat mengingat bank-bank tersebut segala cara untuk memenuhi tuntutan
telah dijamin oleh LPS, sehingga keamanan tersebut, termasuk dengan melakukan fraud.
dana nasabah jauh lebih terjamin.
Minimnya Pengawasan dan Pembinaan dari
Tekanan Ekonomi Instansi Terkait
Tekanan ekonomi yang begitu besar Menurut Schermerhorn (2002:12),
menjadi salah satu faktor eksternal penyebab pengawasan merupakan yang dilakukan
kebangkrutan BMT PSU. Tekanan ekonomi dalam rangka meningkatkan kinerja dan
akan membuat pihak yang tertekan cenderung pengambilan tindakan yang telah ditetapkan
frustasi dan melakukan tindakan di luar oleh perusahaan. Lebih lanjut, Stoner,
kewajaran. Tindakannya seringkali negatif Freeman & Gilbert (1995:114)
dan berakibat fatal bagi keberlangsungan menyimpulkan bahwa yang dimaksud dengan
bisnis sebuah perusahaan. Pihak-pihak yang pengawasan adalah proses yang dilakukan
terus mendapatkan tekanan ekonomi, akan untuk memastikan bahwa aktivitas telah
berusaha menghalalkan segala cara demi terlaksana sesuai perencanaan. Berdasarkan
menghilangkan tekanan tersebut. Hal inilah dua definisi tersebut jelas bahwa tujuan dari
yang kemudian oleh Dorminey et al. (2012) sebuah pengawasan adalah terlaksananya
dikatakan bahwa tekanan ekonomi menjadi rencana pelaksanaan yang telah ditetapkan
salah satu penyebab munculnya fraud. agar terjadi peningkatan kinerja perusahaan.
Berbicara tentang penyebab Minimnya monitoring, evaluasi dan
bangkrutnya BMT PSU, maka tidak akan pembinaan dari pihak Dinas Koperasi dan
terlepas dari faktor tekanan ekonomi. Usaha Mikro Kota Malang, menjadi salah
Tekanan ekonomi tersebut lebih banyak satu faktor yang menyebabkan kehancuran
dihadapi oleh GM yang menjadi pengendali BMT PSU. Minimnya monitoring, evaluasi
utama roda bisnis BMT PSU. Fakta dimana dan pembinaan tersebut menjadikan
GM berani meminjam uang kepada BMT ‘Y’ permasalahan yang dihadapi oleh BMT PSU
dengan kewajiban bagi hasil yang sangat tidak terdeteksi dan terkesan dibiarkan,
tinggi yakni 3% per bulan sangat jauh dari sehingga menjadi semakin kompleks dan sulit
nilai-nilai syariah atau cenderung untuk diselesaikan. Hal tersebut tidak akan
mengandung unsur riba, karena sejalan terjadi jika sejak awal Dinas Koperasi dan
dengan yang dikemukakan oleh Nawatmi Usaha Mikro Kota Malang berperan aktif dan
(2010) bahwa riba adalah pengambilan secara rutin mengadakan pengawasan dan
tambahan dari harta pokok atau modal secara pembinaan, khususnya terhadap BMT PSU,
bathil. sehingga permasalahan-permasalahan yang
Indikasi jeratan hutang dengan sistem muncul dapat segera dikonsultasikan dan
riba BMT PSU sangat jelas mengingat jumlah dicarikan jalan keluarnya.
hutang kepada pihak BMT ‘Y’ yang semula Saat peneliti mengkonfirmasi kepada
hanya berjumlah sekitar 6 miliar, setelah informan B, terkait minimnya pengawasan
ditambah bagi hasil, seketika berubah dan pembinaan terhadap BMT PSU oleh
menjadi 13 miliar. Menurut informan B, Dinas Koperasi dan Usaha Mikro Kota
pihak BMT PSU dikenakan bagi hasil 3% Malang, ia membenarkan hal tersebut, dengan
setiap bulannya, yang dihitung dari besarnya mengatakan:
pinjaman. Informan C menambahkan bahwa
hingga kini jumlah hutang BMT PSU kepada “Menurut saya, kelemahannya dinas
pihak ketiga lengkap dengan bagi hasilnya koperasi itu tidak mengarahkan, tidak
mencapai lebih dari 20 miliar. Jumlah tersebut membimbing dan tidak mengevaluasi.
151
Kesimpulan http://www.bi.go.id/id/moneter/bi-7day-
Berdasarkan uraian di atas terungkap RR/data/contents/Default.aspx.
beberapa fakta mengejutkan yang menjadi Blanque, P. (2003). Crisis and Fraud. Journal
alasan di balik kebangkrutan BMT PSU. of Financial Regulation and Compliance,
Adapun alasan dibalik bangkrutnya BMT Vol.11, No.1,pp. 60-70.
PSU dikelompokkan menjadi dua faktor Chowdhury, S. (2006), Creating an Islamic
internal dan eksternal. Adapun faktor internal Microfinance Model: The Missing
yang menyebabkan kebangkrutan BMT PSU Dimension, Dinar Standard: Business
yaitu: manajemen dana tidak produktif, kredit Strategies for the Muslim World, New
(pembiayaan) macet, fraud oleh karyawan, York, NY
kerugian bisnis, terlalu tingginya persentase Darsono & Ashari. (2005). Pedoman Praktis
bagi hasil, tidak adanya kemauan menerapkan Memahami Laporan Keuangan.
good corporate governance (GCG) dan Yogyakarta : Andi Yogya.
lemahnya internal control. Selain faktor Djazuli, A., & Janwari, Y. (2002). Lembaga-
internal, peneliti juga menemukan faktor Lembaga Perekonomian Umat (Sebuah
ekternal yang menyebabkan kebangkrutan Pengenalan). Jakarta: Raja Grafindo
BMT PSU. Adapun faktor eksternal tersebut Persada.
meliputi: minimnya jaminan keamanan atas Dorminey, J., Fleming, A.S., Kranacher, M.J.,
dana nasabah, tekanan ekonomi, minimnya & Riley, R.A.Jr. (2012). The Evolution of
pengawasan dan pembinaan dari instansi Fraud Theory. American Accounting
terkait, serta gempuran pesaing baru yang Association, Vol.27, No.2, pp. 555–579.
lebih kuat. Pada akhirnya seluruh temuan FCGI. (2001). Peranan Dewan Komisaris dan
terkait faktor penyebab bangkrutnya BMT Komite Audit dalam pelaksanaan
PSU tersebut diharapkan dapat berguna Corporate Governance. Seri Tata Kelola
sebagai informasi bagi pihak terkait dalam Perusahaan. Jilid II. Edisi ke – 2 Jakarta.
penyusunan berbagai strategi untuk Ganesan, S. (1994). Determinants of
memperkuat BMT di masa-masa yang akan Longterm Orientation in Buyer-
datang. Strategi penguatan BMT perlu SellerRelationship. Journal Marketing,
disusun sedemikian rupa agar musibah yang Vol.58, pp. 1-19.
menimpa BMT PSU tidak terulang kembali Ghofur, A. (2016). Konsep Riba dalam Al-
pada BMT lainnya. Qur’an. ECONOMICA, Vol.7, No.1, pp.
1-26.
DAFTAR PUSTAKA Ghofur, M. (2007). Potret Perbankan Syariah
Al-Qur’an Indonesia Terkini. Yogyakarta: Biruni
Ahmed, H. (2002). Financing Micro Press.
Enterprises: An Analytical Study of Hadiwiyono, P.S., & Panjaitan, T.W.S.
Islamic Microfinance Institutions. (2013). Perancangan Standard Operating
Journal of Islamic Economic Studies, Procedure (SOP) Departemen Human
Vol.9. Issues 2. Resources (HR) Di PT. X. Jurnal Titra,
Albrect. W. Steve. (2012). Fraud Vol.1, No.2, pp. 227-232.
Examination. Canada: South Western Harling, K. (2002). An Overview of Case
Chengage Learning. Study. This Paper supports a similiarly
Anoraga., B. (2015). Agency Problem in titled discussion that Harling Conducted
Financing: The Case of Islamic at the learning workshop,” Case Studies:
Coorporation (BMT) in Indonesia. Their Future Role in Agricultural and
Master Thesis. Islamic Finance and Resource Economics, “ The American
Management at Durham University, Agricultural Economics Association,
United Kingdom. Long Beach, California, July 27, 2002.
Bank Indonesia. (2018). BI 7-day(Reverse) Huang, X., Iun, J., Liu, A., & Gong, Y.
Repo Rate. Diakses dari (2009). Does Partisipatif Leadership
154
Tjondro, D., & Wilopo, R. (2011). Pengaruh The Islamic Microfinance Financing
Good Corporate Governance (GCG) Process: Experience of Baitul Maal Wa
Terhadap Profitabilitas dan Kinerja Tamwil in Indonesia. Humanomics,
Saham Perusahaan Perbankan yang Vol.32, No.3, pp. 230-247.
Tercatat di Bursa Efek Indonesia. Wulandari, P., & Kassim, S. (2016). Issues
Journal of Business and Banking, Vol.1, and Challenges in Financing The Poor:
No.1, pp. 1-14. Case of Baitul Maal Wa Tamwil in
Ulum, F. (2014). “Optimalisasi Intermediasi Indonesia. International Journal of Bank
dan Pembiayaan BMT Menuju Marketing, Vol.34, No.2, pp. 216-234.
Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat”. Yin, R. K. (2013). Studi Kasus: Desain dan
Jurnal Studi Keislaman ISLAMICA, Metode. Jakarta: Rajawali Pers.
Vol.9, No.1, pp. 161-192. Yudistira, G. (2018). BNI Proyeksikan Kredit
Umar, D. (2017, Mei 31). Nasabah BMT PSU Usaha Kecil Masih Akan Tumbuh di
Tagih 17 M. Radar Malang. Diambil dari 2018. Diambil dari
http://www.radarmalang.id/nasabah- https://keuangan.kontan.co.id/news/bni-
bmt-psu-tagih-rp-17-m/ proyeksikan-kredit-mikro-masih-akan-
Wardayati, S.M. (2001). Implikasi Shariah tumbuh-di-2018
Governance terhadap Reputasi dan Yuliningrum, H. (2012). Mengukur Kinerja
Kepercayaan Bank Syariah. Walisongo, Operasional BMT Pada Tahun 2010
Vol.1, No.1, pp. 1-24. Ditinjau dari Segi Efisiensi dengan Data
Wardiwiyono, S. (2012). Internal Control Envelopment Analysis (DEA) (Studi
System for Islamic Micro Finance: An Kasus BMT si Kota Semarang).
Exploratory Study of Baitul Maal wat ECONOMICA. Vol.2, No.2, pp. 111-128.
Tamwil in the City of Yogyakarta Yustiningarti, N.D., & Asyik, N.F. (2017).
Indonesia. International Journal of Pengaruh Asimetri Informasi,
Islamic and Middle Eastern Financing Mekanisme Corporate Governance Dan
and Management, Vol.5, No.4, pp. 340- Kompensasi Bonus Terhadap
352. Manajemen Laba. Jurnal Ilmu dan Riset
Watson, D.M. (2003). Cultural Dynamics of Akuntansi, Vol.6, No.9, pp. 1-17.
Corporate Fraud. Cross Cultural Zarkasyi, W. (2008). Good Corporate
Management: An International Journal, Governance Pada Badan Usaha
Vol.10. No.1, pp. 40-54. Manufaktur, Perbankan, Dan Jasa
Wijayanto, A., Rahmawati., & Suparno, Y. Keuangan Lainnya. Bandung: Penerbit
(2007) Pengaruh Asimetri Informasi Alfabeta.
Terhadap Hubungan Antara Penerapan
Sistem Perdagangan Dua Papan Di Bursa
Efek Jakarta Dan Lndikasi Manajemen
Laba Pada Perusahaan Perbankan. Jurnal
Bisnis dan Akuntansi, Vol.9, No.2, pp.
165 – 175.
Wulandari, P., Kassim, S., Sulung, L.A.K., &
Putri, N.I.S. (2016). Unique Aspects of