Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI I

BLOK KARDIOVASKULAR

Kelompok B-06

Ketua : Muhammad Iyad Pabottingi 1102017153


Sekretaris : Rencany Priyanto 1102017191
Anggota : Lucy Laila Felicia 1102017128
Muhammad Iqbal D’berto Syahdema 1102016134
R Nur Hernita Andini P 1102016174
Rifaldy mustajab 1102017194
Rifqi Hafidh 1102017195
Rika Alivia Agustin 1102017196
Salsabila Azmi Qatrunnada 1102017207
Upik Nilam Sari 1102017238

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI


2012- 2013
HUKUM POISEUILLE

1. Tujuan Percobaan
1. Memahami karakteristik aliran fluida
2. Mengukur debit aliran fluida yang melewati pipa dengan diameter serta
variabel yang berbeda-beda

2. Alat-alat Percobaan
1. Tabung gelas yang panjangnya 80 cm
2. Statif untuk menjepit tabung agar berdiri vertikal
3. Gelas ukur
4. Stopwatch
5. Aerometer dengan daerah ukur sampai 1,1 g/cm3
6. Pipa k aret
7. Spluit (alat suntik)
8. Larutan NaCl

3. Teori Dasar
Mengingat sifat umum efek kekentalan, bahwa kecepatan fluida kental yang mengalir
melalui pipa tidak sama di seluruh titik penampang lintangnya. Lapisan paling luar
fluida melekat pada dinding pipa dan kecepatanya nol. Dinding pipa “menahan” gerak
lapisan paling luar tersebut dan lapisan ini menahan pula lapisan berrikutnya, begitu
seterusnya. Asal kecepatan tidak terlalu, aliran akan laminer, dengan kecepatan paling
besar di bagian tengah pipa, lalu berangsur kecil sampai menjadi nol pada dinding
pipa.

Gambar 1. (a) Gaya terhadap elemen silindris fluida kental,(b) Distribusi kecepatan,
(c) Pandangan dari ujung

Misalkan dalam sepotong pipa yang radius dalamnya R dan panjangnya L mengalir
fluida yang viskositasnya µ secara laminer (gambar 1). Sebuah silinder kecil
berradius r berada dalam kesetimbangan (bergerak dengan kecepatan konstan)
disebabkan gaya dorong yang timbul akibat perbedaan tekana antara ujung-ujung
silinder itu serta gaya kekentalan yang menahan pada permukaan luar. Gaya dorong
ini adalah.
(𝑝1 − 𝑝2 )𝜋𝑟 2 (1)

Menggunakan persamaan umum untuk mencari koefisien viskositas, maka gaya


kekentalan adalah
𝑑𝑣
(𝑝1 − 𝑝2 )𝜋𝑟 2 = −𝜇 𝑥 2𝜋𝑟𝐿 𝑥 (2)
𝑑𝑟
di mana 𝑑𝑣⁄𝑑𝑟 ialah gradien kecepatan pada jarak radial r dari sumbu. Tanda (-)
negatif diberikan karena v berkurang bila r bertambah. Dengan menjabarkan gaya-
gaya dan mengintengrasikannya akan diperoleh persamaan parabola. Garis lengkung
pada Gambar 1(b) adalah grafik persamaan ini. Panjang anak-anak panah sebanding
dengan kecepatan di posisis masing-masingnya. Gradien kecepatatn untuk r
sembarang merupakan kemiringan garis lengkung ini yang diukur terhadap sebuah
sumbu vertikal. Kita katakan bahwa aliran ini mempunyai profil kecepatan parabola.

Gambar 2. Menghitung debit aliran Q melalui rumus Poiseuille dengan:


(a) panjang pipa sama, tekanan berbeda
(b) panjang pipa berbeda, tekanan sama
(c) panjang pipa sama, viskositas berbeda
(d) panjang pipa sama, diameter berbeda

Untuk menghitung debit aliran Q, atau volume fluida yang melewati sembarang
penampang pipa per satuan waktu. Volume fluida dV yang melewati ujung-ujung
unsur ini waktu dt ialah v dA dt, di mana v adalah kecepatan pada radius r dan dA
ialah luas yang diarsir sama dengan 2ℼrdr. Dengan mengambil rumusan v dari
persamaan (2) kemudian mengintegrasikan seluruh elemen antara r = 0 dan r = R, dan
membagi dengan dt, maka diperoleh debit aliran Q sebagai berikut :
𝜋(𝑝1 −𝑝2 ) 𝑅 4
𝑄= 2𝜋𝐿
∫0 (𝑅 2 − 𝑟 2 )𝑟 𝑑𝑟 = (𝑝1 − 𝑝2 )(𝜋⁄8)(1⁄𝜇 )(𝑅 ⁄𝐿) (3)

Rumus ini pertama kali dirumuskan oleh Poiseuille dan dinamakan hukum
Poiseuille. Kecepatan aliran volum atau debit aliran berbanding terbalik dengan
viskoksitas, dan berbanding lurus dengan radius pipa pangkat empat.
Apabila kecepatan suatu fluida yang mengalir dalam sebuah pipa melapaui
harga kritis tertentu (yang bergantung pada sifat-sifat fluida dan pada radius pipa),
maka sifat aliran menjadi sangat rumit. Di dalam lapisan sangat tipis sekali yang
bersebelahan dengan dinding pipa, disebut lapisan batas, alirannya masih laminer.
Kecepatan aliran di dalam lapisan batas pada dinding pipa adalah nol dan semakin
bertambah besar secara uniform di dalam lapisan itu. Sifat-sifat lapisan batas sangat
penting sekali dalam menentukan tahanan terhadap aliran, dan dalam menentukan
perpindahan panas ke atau dari fluida yang sedang bergerak itu.
Di luar lapisan batas, gerak fluida sangat tidak teratur. Di dalam fluida timbul
arus pusar setempat yang memperbesar tahanan terhadap aliran. Aliran semacam ini
disebut aliran yang turbulen. Percobaan menunjukkan bahwa ada kombinasi empat
faktor yang menentukan apakah aliran fluida melalui pipa bersifat laminer atau
turbulen. Kombinasi ini dikenal sebagai bilangan Reynold, Nr, dan didefinisikan
sebagai :
𝜌𝑣𝐷
𝑁𝑅 =
𝜇

Di mana p ialah rapat massa fluida, v ialah kecepatan aliran rata-rata, μ ialah
viskositas, dan D ialah diameter pipa. Kecepatan rata-rata adalah kecepatan uniform
melalui penampang lintang yang menimbulkan kecepatan pengosongan yang sama.
Bilangan Reynold ialah besaran yang tidak berdimensi dan besar angkanya adalah
sama dalam setiap sistem satuan tertentu. Tiap percobaan menunjukkan bahwa
apabila bilangan Reynold lebih kecil dari kira-kira 2000, aliran akan laminer, dan jika
lebih dari kira-kira 3000, aliran akan turbulen. Dalam daerah transisi antatra 2000
dan 3000, aliran tidak stabil dan dapat berubah dari laminer menjadi turbulen atau
sebaliknya.

4. Prosedur Percobaan
A. Menghitung debit aliran dengan panjang pipa sama dan tekanan berbeda.
1. Bersihkan tabung terlebih dahuli dengan air kemudian jepitlah tabung
secara vertikel pada statif yang tersedia
2. Tutuplah kran pada kedua pipa yang panjang sama dengan ketinggian
berbeda kemudian isilah air sampai batas yang ditentukan
3. Taruhlah gelas ukur pada ujung kedua pipa untuk menampung air yang
keluar
4. Hidupkan pompa air, buka kran pada kedua pipa dan tekan stopwatch
selama 15 detik secara serentak dan bersama-sama.
5. Hitunglah volume air yang ditampung dalam kedua gelas ukur tersebut.
6. Ulangi percobaan no.4 dan 5 sebanyak 5 kali.

B. Menghitung debit aliran dengan panjang pipa sama dan viskositas berbeda.
1. Bersihkan tabung terlebih dahulu dengan air kemudian jepirlah tatbung
secara ventrikel pada statif yang tersedia.
2. Buatlah larutan NaCl (dianggap konsentrasinya 100%). Ukurlah massa
jenisnya p dengan aerometer dan isikan pada tabel data
3. Isilah larutan NaCl 100% ke dalam tabung sampai batas yang ditentukan
4. Taruhlah gelas ukuru pada ujung pipa untuk menampung air yang keluar
5. Buka kran pada pipa sambil menenkan stopwatch selama 25 menit secara
serentak dan bersama-sama
6. Hitunglah volume air yang ditampung dalam gelas ukur tersebut
7. Ulangi percobaan untuk larutan NaCl 100% sebanyak 3 kali
8. Ulangi percobaan 2 sampai 7 untuk larutan NaCl 50%

C. Menghitung debit aliran untuk panjang pipa dan radius/jari-jari yang berbeda,
caranya sama dengan bagian (A)

5. Tugas pada Laporan Akhir


1. Bandingkan debit aliran pada pipa I dan pipa II. Apa yang dapat saudara
simpulkan?
2. Hitunglah galat debit aliran pada pipa I dan pipa II untuk masing-masing
percobaan
3. Hitunglah bilangan Reynold (𝐍𝑅 ) pada masing-masing percobaan
4. Buatlah grafik hubungan antara debit aliran terhadap tekanan.
Bagian Fisika
Universitas YARSI, Fakultas Kedokteran
Data Percobaan K-1 : Hukum Poiseuille
Hari/Tanggal : Kamis, 6 Desember 2018
Kelompok : PBL B06

 Densitas aquadest ρaq =


 Densitas NaCl 100% ρNa1 =
 Densitas NaCl 50% ρNa2 =

DATA
A. Menghitung debit aliran untuk panjang pipa sama dan tekanan berbeda

Volume (ml) Debit aliran (ml/s)


No Waktu (s)
Pipa I Pipa II Pipa I Pipa II
1. 15s 200ml 175ml 8ml/s 13.3ml/s
2. 15s 225ml 175ml 6.7ml/s 13.3ml/s
3. 15s 225ml 150ml 6.1ml/s 13.3ml/s

B. Menghitung debit aliran untuk panjang pipa sama dan viskositas berbeda

(i) Konsentrasi NaCl 100%

Volume (ml) Debit aliran (ml/s)


No Waktu (s)
Pipa I Pipa I
1. 15s 110ml 7,33ml/s
2. 15s 110ml 7,33ml/s
3. 15s 125ml 8,33ml/s

(ii) Konsentrasi NaCl 50%

Volume (ml) Debit aliran (ml/s)


No Waktu (s)
Pipa I Pipa I
1. 15s 115ml 7,6ml/s
2. 15s 130ml 8,6ml/s
3. 15s 135ml 9ml/s

C. Menghitung debit aliran untuk panjang pipa berbeda dan tekanan sama

Volume (ml) Debit aliran (ml/s)


No Waktu (s)
Pipa I Pipa II Pipa I Pipa II
1. 9s 250ml 100ml 27,7ml/s 6,6ml/s
2. 8s 200ml 150ml 13,3ml/s 18,75ml/s
3. 9s 200ml 150ml 22,2ml/s 16,6ml/s

D. Menghitung debit aliran untuk panjang pipa sama dan diameter berbeda

Volume (ml) Debit aliran (ml/s)


No Waktu (s)
Pipa I Pipa II Pipa I Pipa II
1. 15s 140ml 300ml 9,33ml/s 20ml/s
2. 15s 140ml 300ml 9,33ml/s 20ml/s
3. 15s 150ml 250ml 10ml/s 16,6ml/s
4. 15s 100ml 300ml 6,67ml/s 20ml/s

KESIMPULAN
Panjang pipa sama dan tekanan berbeda
Perbedaan Tekanan Terhadap Debit
Semakin tinggi tekanan zat cair → debit semakin tinggi

Panjang pipa sama dan viskositas berbeda


Perbedaan Kekentalan Terhadap Debit
Semakin kental (viskositas semakin tinggi) zat cair → tahanan zat cair semakin besar terhadap
pipa menyebabkan debit zat cair akan lebih sedikit

Panjang pipa berbeda dan tekanan sama


Perbedaan Panjang Pipa Terhadap Debit
Semakin panjang pipa (diameter pipa sama) → debit zat cair yang mengalir lebih besar.

Panajng pipa sama dan diameter berbeda


Perbedaan Diameter Pembuluh Terhadap Debit
Semakin besar diameter → kecepatan akan semakin tinggi dan debit yang dihasilkan semakin
besar.
PENGUKURAN SECARA TIDAK LANGSUNG TEKANAN ARTERI PADA ORANG

1. PENDAHULUAN

Pengertian Tekanan Darah

Tekanan darah adalah tekanan yang ditimbulkan pada dinding arteri. Tekanan
puncakterjadi saat ventrikel berkontraksi dan disebut tekanan sistolik. Tekanan diastolik adalah
tekanan terendah yang terjadi saat jantung beristirahat. Tekanan darah biasanya digambarkan
sebagai rasio tekanan sistolik terhadap tekanan diastolik, dengan nilai dewasa normalnya
berkisar dari 100/60 sampai 140/90. Rata-rata tekanan darah normal biasanya 120/80 (Smeltzer
& Bare, 2001).
Menurut Hayens (2003), tekanan darah timbul ketika bersikulasi di dalam pembuluh
darah. Organ jantung dan pembuluh darah berperan penting dalam proses ini dimana jantung
sebagai pompa muskular yang menyuplai tekanan untuk menggerakkan darah, dan pembuluh
darah yang memiliki dinding yang elastis dan ketahanan yang kuat. Sementara itu Palmer
(2007) menyatakan bahwa tekanan darah diukur dalam satuan milimeter air raksa (mmHg).

Pengukuran Tekanan Darah

Tekanan darah merupakan besaran penting dalam dinamika peredaran darah


(hemodinamika). Tinggi tekanan darah di setiap pembuluh tidak sama, tekanan darah arteri
lebih tinggi dari pada tekanan darah vena. Saat ini dikenal dua macam cara pengukuran tekanan
darah arteri, yaitu pengukuran tekanan darah arteri secara langsung ( direct method ) dan
pengukuran tekanan darah arteri secara tidak langsung ( indirect method ).
Pengukuran darah secara langsung dilakukan dengan cara menembus arteri ( secara
invasif ) dan kemudian memasukan salah satu ujung pipa ( tube catheter ) ke dalam arteri
tersebut sedangkan ujung pipa yang lain dihubungkan dengan manometer. Dengan demikian,
tinggi tekanan darah di dalam arteri tersebut dapat diukur. Tetapi pengukuran ini jarang sekali
dilakukan. Pengukuran tekanan darah arteri secara tidak langsung dilakukan dengan teknik
sederhana, tanpa menembus arteri ( non invasif ) dan dapat dilakukan dimana saja jika
diperlukan.
Pengukuran tidak langsung dapat dilakukan dengan menggunakan sphygmomanometer
dan stetoskop. Sphgmomanometer tersusun atas manset yang dapat dikembangkan dan alat
pengukur tekanan yang berhubungan dengan ringga dalam manset. Alat ini dikalibrasi
sedemikian rupa sehingga tekanan yang terbaca pada manometer seseuai dengan tekanan dalam
milimeter air raksa yang dihantarkan oleh arteri brakialis (Smeltzer & Bare, 2001).
Adapun cara pengukuran tekanan darah dimulai dengan membalutkan manset dengan
kencang dan lembut pada lengan atas dan dikembangkan dengan pompa. Tekanan dalam
manset dinaikkan sampai denyut radial atau brakial menghilang. Hilangnya denyutan
menunjukkan bahwa tekanan sistolik darah telah dilampaui dan arteri brakialis telah tertutup.
Manset dikembangkan lagi sebesar 20 sampai 30 mmHg diatas titik hilangnya denyutan radial.
Kemudian manset dikempiskan perlahan, dan dilakukan pembacaan secara auskultasi maupun
palpasi. Dengan palpasi kita hanya dapat mengukur tekanan sistolik. Sedangkan dengan
auskultasi kita dapat mengukur tekanan sistolik dan diastolik dengan lebih akurat (Smeltzer &
Bare, 2001).
Untuk mengauskultasi tekanan darah, ujung stetoskop yang berbentuk corong atau
diafragma diletakkan pada arteri brakialis, tepat di bawah lipatan siku (rongga antekubital),
yang merupakan titik dimana arteri brakialis muncul diantara kedua kaput otot biseps. Manset
dikempiskan dengan kecepatan 2 sampai 3 mmHg per detik, sementara kita mendengarkan
awitan bunyi berdetak, yang menunjukkan tekanan darah sistolik. Bunyi tersebut dikenal
sebagai Bunyi Korotkoff yang terjadi bersamaan dengan detak jantung, dan akan terus
terdengar dari arteri brakialis sampai tekanan dalam manset turun di bawah tekanan diastolik
dan pada titik tersebut, bunyi akan menghilang (Smeltzer & Bare, 2001). Cara auskultatoar
ditemukan oleh Korotkoft tahun 1905.
Pengukuran darah arteri secara tidak langsung maupun secara langsung bertujuan untuk
mengetahui tinggi tekanan darah arteri pada waktu sistole ventrikel ( tekanan sistolik ) dan
pada waktu diastole ventrikel ( tekanan diastolik ). Terkadang perlu pula diketahui tinggi
tekanan darah arteri rata– rata. Tinggi tekanan darah ini adalah :

MAP = TD + 1/3 PP mmHg


MAP (Mean Arterial Pressure) = Tinggi tekanan darah arteri rata – rata
PP (Pulse Pressure) = (TS – TD)
TS = Tinggi tekanan sistolik
TD = Tinggi tekanan diastolik
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tekanan Darah:

Faktor Fisiologis :
1. Kelenturan dinding arteri
2. Volume darah, semakin besar volume darah maka semakin tinggi tekanan darah
3. Kekuatan gerak jantung
4. Viscositas darah, semakin besar viskositas, semakin besar resistensi terhadap
aliran.
5. Curah jantung, semakin tinggi curah jantung maka tekanan darah meningkat
6. Kapasitas pembuluh darah, makin basar kapasitas pembuluh darah maka makin
tinggi
tekanan darah.

Selain itu, tekanan darah juga dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:
1. Posisi tubuh: Baroresepsor akan merespon saaat tekanan darah turun dan
berusaha menstabilankan tekanan darah
2. Aktivitas fisik: Aktivitas fisik membutuhkan energi sehingga butuh aliran yang
lebih cepat untuk suplai O2 dan nutrisi (tekanan darah naik)
3. Temperatur: Menggunakan sistem renin-angiontensin –vasokontriksi perifer
4. Usia: Semakin bertambah umur semakin tinggi tekan darah (berkurangnya
elastisitas pembuluh darah )
5. Jenis kelamin: Wanita cenderung memiliki tekanan darah rendah karena
komposisi
tubuhnya yang lebih banyak lemak sehingga butuh O2 lebih untuk pembakaran
6. Emosi: Emosi Akan menaikan tekanan darah karena pusat pengatur emosi akan
menset baroresepsor untuk menaikan tekanan darah.

2. TUJUAN
Pada akhir latihan ini mahasiswa harus dapat:

1. Mengukur tekanan darah arteri brachiallis dengan cara auskultasi dengan penilaian
menurut metode lama dan metode baru The American Heart Association (AHA)
2. Mengukur tekana darah arteri brachialis dengan cara palpasi
3. Menerangkan perbedaan hasil pengukuran secara auskultasi dengna cara palpasi
4. Membandingkan hasil pengukuran tekaran darah Arteri Brachialis pada sikap
berbaring, duduk, dan berdiri
5. Menguraikan berbagai faktor penyebab perubahan hasil pengukuran tekana darah
pada ketiga sikap tersebut
6. Membandingkan hasil pengukuran darah Arteri Brachialis sebelum dan sesudah kerja
otot
7. Menjelaskan berbagai faktor penyebab perubahan tekanan darah sebelum dan sesudah
kerja otot
Alat yang dibutuhkan:

1. Sfigmanometer
2. Stetoskop

3. TATA KERJA
I. Pengukuran tekanan darah A.Brachialis pada sikap berbaring, duduk, dan berdiri

Berbaring terlentang:

1. Menyuruh o.p berbaring terlentang dengan tenang selama 10 menit


2. Selama menunggu, memasang manset sfignometer pada lengan o.p
P.III.1.1 Apa yang harus diperhatikan pada waktu memasang manset?
Jawab:
a. Letak pemasangannya, yaitu manset diasang pada lengan atas di atas siku atau
1/3 proksimal lengan atas. Batas bagian bawah manset sekitar 2-3 cm dari
lipatan siku.
b. Manset harus sejajar atau setinggi jantung
c. Keadaan karet pompa
d. Tidak ada penghalan antara manset dan kulit, misalnya pakaian
3. Mencari dengan cara palpasi denyut A.brachialis pada fossa cubitii dan denyut
A.radialis pada pergelangan tangan o.p
P.III.1.2 Mengapa kita harus meraba letak denyut A.brachialis dan A.radialis o.p?
Jawab: Meraba A.radialis bertujuan untuk memeriksa frekuensi nadi o.p, dan meraba
A.brachialis bertujuan untuk menentukan sistolik palpatoir o.p dan mengetahui
perbedaan antara tekanan sistolik dan diastolik o.p
4. Setelah o.p berbaring 10 menit, menetapkan kelima fase Korotkoff dalam pengukuran
tekanan darah o.p tersebut
P.III 1.3 Tindakan apa yang saudara lakukan secara berturut-turut untuk mengukur
tekanan darah ini?
Jawab: Dengan cara mendengar secara auskultasi bunyi yang timbul pada
A.brachialis yang disebut bunyi Korotkoff. Bunyi Korotkoff adalah bunyi
bernada rendah, yang berasal dari dalam pembuluh darah yang berkaitan
dengan turbulensi yang dihasilkan dengan menyumbat arteri secar parsial
dengan manset tekanan darah.pada A.brachialis. Turunkanlah tekanan manset
perlahan-lahan sambil meletakkan stetoskop di atas arteri brachialis. Akan
terdengar bunyi mengetuk yaitu ketika darah mulai melewati arteri yang
tertekan oleh manset sehingga terjadilah turbulensi. Bunyi yang terdengar
disebut bunyi Korotkoff dan dapat dibagi dalam lima fase yang berbeda.

P.III.1.4. Sebutkan ke-5 fase Korotkoff. Bagaimana menggunakan fase Korotokoff


tersebut dalam pengukuran tekanan darah dengan penilaian menurut metode alam
dan baru?
Jawab:
K1: Suara jelas pertama yang terdengar saat darah mula-mula mengalir pada
pembuluh nadi, sifatnya lemah tetai nadanya agak tinggi. Terjadi bila
tekanan penyumbat turun sampai tekanan darah sistolik, suara
mengetuknya jelas dan secara berangsur-angsur intensitasnya meningkat
ketika tekanan penyumbat turun.
K2: Suara terdengar seperti terhambat dan mungkin menghilang, berubahnya
ukuran pembuluh darah karena tekanan baru dilepaskan menimbulkan
getaran yang mengakibatkan suara itu seperti terhambat, menghilangnya
suara disebut Auskulatory gap (bunyi seperti K1 tetapi disertai bising)
K3: Suara menjadi lebih jelas karena tekanan manset diperlonggar, pembuluh
nadi tetap terbuka/mengembang selama terjadinya kuncup jantung (bunyi
berubah menjadi keras, nada rendah, tanpa bising)
K4: Fase diastolik (cara lama). Suaranya berubah dan menjadi lambat karena
tekanan dalam pembuluh nadi, saat pertama kali bunyi yang terdengar
jelas melemah)
K5: Fase diastolik (cara baru). Semua suara menghilang karena pembuluh nadi
tetap terbuka selama terjadinya seluruh siklus gerak jantung
5. Ulangi pengukuran sub.4 sebanyak 3 kali untuk mendapatkan nilai rata-rata dan
catatlah hasilnya
P.III 1.5 Apa yang harus diperhatikan bila kita ingin mengulangi tekanan darah? Apa
sebabnya?
Jawab: Berat badan, jenis kelamin, umur, emosi, viskositas darah dan kondisi
pembuluh darah, karena faktor faktor tersebut dapat menyebabkan peningkatan
atau penurunan tekanan darah.
Duduk:

6. Tanpa melepaskan manset o.p disuruh duduk. Setelah ditunggu 3 menit ukurlah lagi
tekanan darah A.brachialisnya dengan cara yang sama. Ulangi pengukuran sebanyak 3
kali untuk mendapatkan nilai rata-rata dan mencatat hasilnya
P.III.1.6 Sebutkan 5 faktor yang menentukan besar tekanan darah arteri
Jawab: Curah jantung, resistensi perifer, viskositas darah, banyaknya darah yang
bersirkulasi dan, elastisitas dinding arteri
Berdiri:

7. Tanpa melepaskan manset o.p disuruh berdiri. Setelah ditunggu 3 menit ukurlah lagi
tekanan darah A.brachialisnya dengan cara yang sama. Ulangi pengukuran sebanyak 3
kali untuk mendapatkan nilai rata-rata dan mencatat hasilnya.
P.III.1.7 Mengapa pengukuran dilakukan beberapa saat setelah berdiri?
Jawab: Agar aliran darah dalam tubuh dapat stabil sebelum dilakukan pengukuran
8. Bandingkan hasil pengkuran tekanan darah o.p pada ketiga sikap yang berbeda diatas

II. Pengukuran tekanan darah sesudah kerja otot

1. Ukurlah tekanan darah A.brachialis o.p dengan penilaian menurut metode baru pada
sikap duduk (o.p tidak perlu yang sama seperti pada sub.I)
2. Tanpa melepaskan manset suruhlah o.p bersepada dengan sepeda statis selama 5
menit. Segera setelah selesai o.p disuruh duduk dan ukurlah tekanan darahnya
3. Ulangi pengukuran tekanan darah ini tiap menit sampai tekanan darahnya kembali
seperti semula. Catatlah hasil pengukuran tersebut
P.III.1.8 Bagaimana tekanan darah seseorang segera setelah melukakan kerja otot?
Jawab: Tekanan darah seseorang akan meningkat setelah melakukan kerja otot.
Karena saat otot bekerja, jantung memompa darah lebih cepat daripada saat
normal

III. Pengukuran tekanan darah A.brachialis dengan cara palpasi

1. Ukurlah tekanan darah A.brachialis o.p pada sikap duduk dengan cara auskultasi
(sub.I)
2. Ukurlah tekanan darah A.brachialis o.p pada sikap yang sama dengan cara palpasi
P.III.1.9 Bagaimana saudara melakukan pengukuran tekanan darah dengan cara
palpasi?
Jawab: o.p harus dalam keadaan nyaman, karena ketegangan oto dapat mengganggu
keefektifan palpasi. Raba A.radialis o.p lalu hitung jumlah denyut nadi o.p
setiap menitnya dengan jari tangan yaitu jari telunjuk, jari tengah, dan jari
manis
4. HASIL PERCOBAAN
Pengukuran Secara Tidak Langsung Tekanan Darah Arteri Pada Orang

DATA DASAR ORANG PERCOBAAN (OP)


NAMA : Rifqi Hafidh
USIA : 20 tahun
JENIS KELAMIN : Pria

I. Pengukuran tekanan darah A.Brachialis pada sikap berbaring, duduk, dan berdiri

NOTE: pengukuran tekanan darah dilakukan pada posisi berbaring telentang (A), duduk (B).
Berdiri (C), dan sesudah kerja otot (D). Pada setiap posisi A, B, dan C darah diukur 3x. Pada
posisi D tekanan darah diukur setiap menit hingga kembali seperti semula (kira-kira selama
5-10 menit).

BERBARING
No. TELENTANG (A) DUDUK (B) BERDIRI (C)
FN FN
PP MAP (x/menit) PP MAP FN (x/mnt) PP MAP (x/mnt)
1 40 73 60 30 90 80 40 73 80
2 50 87 60 30 90 64 40 73 80
3 40 83 76 40 83 64 40 73 76
X 43,3 81 65,3 33,3 87,7 69,3 40 73 78,7

PP=Pulse Pressure, MAP=Mean Arterial Pressure, FN=Frekuensi Nadi Radialis

Kurva Pengaruh Posisi Terhadap Tekanan Darah


100
90
80
70
60 PP
mm/Hg

50
MAP
40
FN
30
20
10
0
Berbaring Telentang Duduk Berdiri

II. Pengukuran tekanan darah sesudah kerja otot


Sesudah Kerja Otot (D)
Parameter PP MAP FN
Menit ke-1 60 90 84
Menit ke-2 60 80 80
Menit ke-3 50 87 76
Menit ke-4 40 83 76
Menit ke-5 50 87 76
Menit ke-6 50 77 68
Menit ke-7 50 67 72
Menit ke-8 40 83 64
Rata-rata 50 81,75 74,5

Kurva Tekanan Darah Sesudah Kerja Otot


100
90
80
70
60
mm/Hg

50 PP
40
30 MAP
20
10
0
Menit ke- Menit ke- Menit ke- Menit ke- Menit ke- Menit ke- Menit ke- Menit ke-
1 2 3 4 5 6 7 8

Kurva Tekanan Darah Sesudah Kerja Otot


(rata-rata)
100

80
mm/Hg

60

40

20

PP MAP Column1

5. DISKUSI
1. Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan tekanan darah dan aliran balik vena

Faktor yang mempengaruhi perubahan tekanan darah:


a. Jumlah darah yang kembali ke jantung melalui vena. Jika darah yang kembali
menurun, otot jantung tidak akan terdistensi, kekuatan ventrikular pada fase sistolik
akan menurun. Pada keadaan tidur/ pada saat tubuh dalam keadaan horizontal,
pengenbalian darah ke jantung melalui vena dapat dipertahankan dengan mudah.
Tapi, ketika berdiri aliran vena kembali ke jantung mengalami tahanan lain, yaitu
gravitasi.
b. Frekuensi dan kekuatan kontraksi jantung. Apabila frekuensi dan kekuatan otot
jantung meningkat, tekanan darah akan ikut meningkat. Inilah yang terjadi pada saat
olah raga. Akan tetapi, apabila jantung berdetak terlalu kencangm ventrikel tidak
akan terisi sepuenuhnya, sehingga curah jantung dan tekanan darah akan menurun.
c. Resistensi perifer.
d. Elastisitas arteri besar. Saat ventrikel berkontraksi, darah yang memasuki arteri
besar akan membuat dinding arteri berdistensi. Dinding arteri ini bersifat elastis dan
dapat menahan gaya yang dihasilkan aliran darah. Elastisitas ini menyebabkan
tekanan diastol yang meningkat dan sistol yang menurun. Saat ventrikel kiri
relaksasi, dinsing arteri juga akan kembali keukuran normal, sehingga tekanan
diastol tetap berada di batas normal.
e. Viskositas darah. Viskositas darah normal bergantung pada keberadaan sel darah
merah dan protein plasma, seperti albumin. Kadar sela darah merah yang terlalu
tinggi akan mengakibatkan viskositas naik shingga tekanan darah pun ikut naik.
Begitu pula sebaliknya.
f. Kehilangan darah.
g. Hormon. Contoh: pada saat stress, medula kelenjar adrenal akan mengekskresikan
norepinefrin dan epinefrin yang keduanya akan meningkatkan vasokontriksi
shingga meningkatkan tekanan darah.

Aliran balik vena dipengaruhi oleh:


a. Katup vena (secara mekanis mencegah aliran balik vena)
b. Efek hisap jantung (apabila tekanan dijantung menurun, mengakibatkan gradien
tekanan naik  aliran balik vena meningkat)
c. Tekanan pada darah oleh kontraksi jantung (peningkatkan tekanan vena
menyebabkan gradien tekanan naik  aliran balik vena meningkat)
d. Aktivitas vasokontriksi simpatis
e. Pompa otot rangka (tekanan vena naik, gradien naik  aliran balik vena meningkat)
f. Pompa pernapasan (penurunan tekanan di vena-vena dada  gradien tekanan naik
 aliran balik vena meningkat)
g. Volume darah (volume darah naik  tekanan vena naik  gradien tekanan naik 
aliran balik vena meningkat); dipengaruhi oleh pergeseran pasif bulkflow dari
cairan interstitium ke plasma, retensi garam dan air.

2. Fungsi baroreseptor dalam kontrol tekanan darah


Sinus caroticus dan arcus aorta berperan sebagai baroreseptor. Apabila pada
suatu kondisi tekanan arteri meningkat diatas normal, baroreseptor akan meningkatkan
kecepatan pembentukan potensial aksi di neuron aferen masing-masing. Kecepatan
pembentukan tersebut akan dibaca oleh pusat kontrol kardiovaskular kemudian respons
dari pembacaan tersebut adalah diturunkannya aktivitas simpatis dan ditingkatkannya
aktivitas parasimpatis ke sistem kardiovaskular.
Sinyal eferen parasimpatis akan menurunkan kecepatan denyut jantung dan
volume sekuncup, vasodilatasi arteriol dan vena yang berakibat menurunnya curah
jantung dan tahanan perifer total sehingga tekanan darah kembali normal.
Sebaliknya pada kondisi dimana tekanan darah turun dibawah normal, aktivitas
baroreseptor turun kemudian menginduksi pusat kardiovaskular untuk meningkatkan
aktivitas jantung dan vasokonstriktor simpatis sementara menurunkan aktivitas
parasimpatis. Eferen simpatis akan meningkatkan kecepatan denyut jantung dan
volume sekuncup disertai vasokonstriksi arteriol dan vena. Perubahan ini menyebabkan
peningkatan curah jantung dan tahanan perifer total sehingga tekanan darah yang
rendah akan kembali normal.

6. KESIMPULAN

Dari hasil percobaan dapat dilihat bahwa Tekanan darah pada saat berdiri lebih rendah
dari pada saat posisi berbaring dan duduk. Hal tersebut disebabkan tekanan darah arteri terpusat
di kaki karena mendapat tambahan tekanan hidrostatis kolom darah di badan sedangkan di
kepala tidak. Pada saat berbaring posisi badan tegak lurus terhadap gaya berat sehingga
pengaruh gaya berat terhadap kolom darah adalah sama.
Akan lebih optimal jika pengukuran tekanan darah arteri dilakukan dengan posisi
berbaring karena seluruh badan terletak pada bidang horisontal sehingga tekanan darah arteri
rata – rata di sepanjang badan sama tingginya. Hanya saja, posisi tangan pun berpengaruh.
Apabila lengan atas lebih rendah dibandingkan posisi atrium kanan (pada saat duduk), maka
tekanan darah akan meningkat. Hal ini terlihat ketika tekanan darah duduk lebih tinggi
dibandingkan tekanan ketika berbaring.
Pada saat melakukan olah raga akan terjadi peningkatan kebutuhan oksigen pada sel
otot. Hal ini menyebabkan peningkatan suplai darah ke eksremitas, sehingga terjadi pelebaran
pembuluh darah yang akan mengakibatkan turunnya preload dan afterload. Kemudian curah
jantung akan menurun dan baroreseptor akan bereaksi terhadap keadaan tersebut dengan
meningkatkan aktivitas simpatis dan menurunkan aktivitas parasimpatis. Akibatnya, terjadi
peningkatan frekuensi denyut jantung dan nadi untuk meningkatkan curah jantung. Sehingga
akan terjadi kenaikan tekanan darah seprti percobaan yang telah kami lakukan.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa hasil percobaan kelompok kami sudah sesuai
dengan teori yang mendasarinya.

Anda mungkin juga menyukai