GJGHJH
GJGHJH
a. Definisi
Resep dalam arti sempit ialah permintaan tertulis dari dokter, dokter hewan atau dokter gigi
kepada apoteker untuk membuatkan obat dalam sediaan tertentu dan menyerahkannya kepada pasien.
Resep harus jelas dan lengkap,apabila resep tidak dapat dibaca dengan jelas atau tidak lengkap apoteker
harus menyanyakan kepada dokter penulis resep (Anief, 2007).
umum, dokter hewan, dokter gigi, atau dokter spesialis. Bagi dokter spesialis tidak
ada pembatasan jenis obat yang diberikan kepada pasien (Joenoes, 2001).
b. Pelayanan resep
penulisan resep, nama, umur, berat badan, alamat pasien, tanda tangan/paraf
dokter, jenis obat, dosis, potensi/indikasi, cara pemakaian, dan bentuk sediaan
jelas.
c) Keseusaian klinis meliputi adanya efek samping, alergi, dosis dan lama
fungsi penyiapan dan penyerahan obat sebagai wujud tanggung jawab dalam
melayani pasien. Adapun bentuk dari penyiapan obat meliputi :
a). Peracikan
wadah dan memberi etiket. Dalam peracikan obat harus sesuai prosedur tetap
dengan mempertimbangkan dosis, jenis obat, dan penulisan etiket yang benar
b). Penulisan etiket obat harus jelas dan dapat dibaca pasien.
c). Kemasan obat yang diserahkan harus rapi dengan wadah yang sesuai agar
terjaga stabilitasnya.
kesesuian obat dengan resep. Obat harus diserahkan apoteker dengan memberikan
etis, dan mudah dimengerti. Informasi yang diberikan berupa kegunaan obat, cara
Nama dokter
SIP
Alamat dokter
R/ (invocatio)
Nama obat
Cara pembuatan ( praescriptio)
Nama :
Umur :
Berat badan :
Alamat :
(KepMenkes, 2004)
2. Inkompatibilitas obat
a. Inkompatibilitas fisika
perubahan yang tidak diinginkan dalam waktu pencampuran sediaan obat tanpa
ada perubahan susunan kimianya. Selain itu bahan obat yang dicampurkan tidak
(Arkel, 1963).
Terjadi karena titik lebur suatu campuran lebih rendah daripada titik lebur
tekanan uap larutan jenuh tersebut. Jika tekanan uap ini lebih kecil dari derajat
kelembaban udara maka zat akan menarik air dari udara dan akan meleleh.
c). Bebasnya air hablur disebabkan oleh pembentukan garam rangkap dengan air
hablur lebih sedikit garam-garam penyusunya atau bebasnya air karena suatu
reaksi kimia
padat dan zat-zat cair, zat padat tersebut tidak dapat larut dalam zat cair yang tidak
bisa bercampur.
menambahkan garam-garam atau zat yang dapat larut dalam larutannya. Hal ini
sangat penting untuk garam alkaloid dan obat-obat keras yang tidak larut dan
mengendap di dasar botol jika dilakukan penggojogan tidak akan terbagi sama
rata. Dimungkinkan pasien akan memperoleh dosis besar pada sendok terakhir.
4). Adsorbsi
Contoh bahan pengabsorbsi kuat : karbo adsorben, kaolin, dan norit. Semua
peristiwa adsorbsi belum bisa dianggap sebagai suatu peristiwa fisika murni
karena didapat ada reaksi kimia berupa pertukaran ion pada zat-zat tersebut.
kaolin dan norit mampu mengadsorbsi alkaloid-alkaloid dan zat-zat warna yang
b. Inkompatibiltas kimia
Perubahan-perubahan yang terjadi karena timbulnya reaksi kimia pada
macam hal dan hasil reaksinya pun berbeda (Arkel, 1963). Contoh
1) Reaksi pengendapan
Reaksi yang terjadi karena perubahan-perubahan kedua zat yang bereaksi akan
terbentuk suatu endapan yang tidak larut. Contohnya CaBr dengan Na salisilat
Reaksi yang terjadi antara campuran zat yang bersifat asam dan bersifat basa
oleh panas, misalnya sulfat, morfin, dan atropin. Sedangkan untuk peristiwa
reduksi jarang terjadi, sebagai cotoh garam Ag dan garam Hg di reduksi oleh
4) Perubahan warna
mengidentifikasi susunan kimia dari hasil reaksi suatu zat yang berwarna.
3. Interaksi obat
Interaksi obat adalah perubahan efek obat akibat adanya obat lain,
makanan, minuman atau agen kimia yang lain. Mekanisme interaksi obat ditinjau
dari ADME (Absorbsi, Distribusi, Metabolisme, dan Ekskresi) tidak lepas dari
efek farmakologi obat secara keseluruhan. Interaksi ini sangat kompleks karena
tidak tergantung faktor obat tetapi tergantung faktor-faktor penderita. Interaksi ini
terjadi ketika obat berada di dalam tubuh dan menyangkut salah satu kombinasi
a. Interaksi farmakokinetik
masuk ke dalam organ yang ditentukan, setelah obat dilepas dari bentuk sediaan
langsung maupun tidak langsung yang biasanya meliputi perjalanan obat melintasi
sel membran (Anief, 2007).
b. Interaksi farmakodinamik
Interaksi farmakodinamik adalah interaksi yang terjadi pada dua obat atau
lebih yang memiliki tempat kerja reseptor yang sama sehingga dapat
menumbulkan efek aditif, sinergis, atau antagonis. Tujuan dari fase ini adalah
optimasi dari efek biologi apabila obat telah berinteraksi dengan sisi reseptor
a. Corringens Actions : digunakan untuk memperbaiki kerja zat bekhasiat utama. Contohnya pulvis
doveri terdiri dari kalii sulfas, ipecacuanhae radix, dan opii pulvis. Opii pulvis sebagai zat berkhasiat
utama menyebabkan orang sukar buang air besar, karena itu diberi kalii sulfas sebagai pencahar
sekaligus memperbaiki kerja opii pulvis tsb.
b. Corringens Odoris : digunakan untuk memperbaiki bau dari obat. Contohnya oleum Cinnamomi
dalam emulsi minyak ikan.
c. Corringens Saporis: digunakan untuk memperbaiki rasa obat. Contohnya sacchararosa atau
sirup simplex untuk obat-obatan yang pahit rasanya.
d. Corringens Coloris : digunakan untuk memperbsiki warna obat. Contohnya obat untu anak
diberi warna merah agar menarik untuk diminum.
e. Corringens Solubilis : digunakan untuk memperbaiki kelarutan dari obat utama. Contohnya
Iodium dapat mudah larut dalam larutan pekat Kl / Nal. 4) Constituens / Vehiculum / Exipiens,
merupakan zat tambahan. Adalah bahan obat yang bersifat netral dan dipakai sebagai bahan pengisi dan
pemberi bentuk, sehingga menjadi obat yang cocok. Contohnya laktosum pada serbuk, amylum dan
talcum pada bedak tabur. Contoh resep berdasarkan fungsi bahan obatnya R/ sulfadiazin 0,500
Remidium Cardinale Bic. Natric 0,300 Remidium Ajuvans Saccharum 0,100 Corringens saporis Lact. 0,
200 Constituens Mf. Pulv.dtd no X S.t.d.d.p. I Pro: Tn. Budi
Perubahan resep
Salah satu tanda utama adalah perubahan resep yang mencurigakan. Pemalsuan bisa dilakukan dengan
menunjukkan seolah-olah ada perbaikan dari tulisan sebelumnya. Misalnya, penulis resep awalnya
menulis "asam mefenamat 500mg tiga kali sehari". Namun, item ditulis ulang menjadi "tramadol 50 mg
tiga kali sehari". Meskipun kedua obat rutin diresepkan untuk manajemen nyeri, tramadol memiliki
potensi lebih banyak disalahgunakan dibandingkan asam mefenamat. Apoteker perlu mengklarifikasi
dengan penulis resep untuk memastikan apakah perubahan tersebut memang dibuat oleh sang penulis
resep atau bukan.
Pemalsuan juga bisa dilakukan dengan menambahkan item obat dalam resep. Apoteker bisa melakukan
pemeriksaan sederhana untuk memastikan tulisannya sama dengan penulisan item obat lain dan juga
untuk memastikan jarak antar item tersebut. Yang harus dilakukan apoteker adalah melakukan
klarifikasi ke penulis resep jika apoteker menyadari ada keanehan dalam resep yang ditebus.
Di apotek, banyak resep yang ditebus berisi beberapa kesalahan. Manusia cenderung melakukan
kesalahan dan penulis resep juga tidak kebal akan kesalahan demikian. Meskipun demikian, jika dosis
atau kuantitas obat dalam resep terlalu tinggi, terutama pada obat yang berpotensi disalahgunakan,
penting bagi apoteker untuk memverifikasi keaslian resep. Khususnya jika item tersebut ditulis dengan
keterangan "p.r.n" (ketika dibutuhkan). Misalnya, apoteker bisa menemukan resep yang meminta
"paracetamol/kodein 500/8 mg p.r.n." dan diminta mendispensikan 100 tablet untuk satu bulan
penggunaan. Kuantitas yang diminta bisa menjadi petunjuk untuk investigasi dan klarifikasi selanjutnya.
Staf apotek harus memeriksa karakteristik fisik resep itu sendiri. Resep dari rumah sakit negeri memiliki
format dan ukuran standar, diprint dengan angka seri. Sangat jarang bagi seorang apoteker untuk
menemukan pemalsuan resep secara keseluruhan, karena tentu saja sulit mereplikasi bentuk fisik
(ukuran, warna, dan kualitas kertas) resep ini. Yang sering ditemukan adalah pemalsu mencuri resep
kosong dari klinik atau rumah sakit. Di sisi lain, akan sulit memastikan resep dari sektor swasta karena
tidak ada format standar. Tidak normal bagi seorang dokter untuk menulis resep di atas kertas biasa.
Apoteker harus melatih kewaspadaan ketika menerima resep ini, dan selalu mengklarifikasi dengan
penulis resep ketika merasa ragu-ragu.
4. Sikap pasienTerakhir, penting untuk memeriksa sikap pasien saat menebus obat, terutama pasien
yang merasa gelisah, agresif atau tidak mau melakukan kontak mata, terutama pasien yang tidak
familiar. Pasien yang datang ke apotek terlalu sering dengan resep yang sama bisa menjadi penanda
potensi kasus pemalsuan
1. Anief M., 2007, Ilmu Meracik Obat, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta
2. Joenoes N.Z., 2001, ARS Prescribendi Resep Yang Rasional, Edisi 1, hal.16, Airlangga University
Press, Surabaya.
3. Depkes RI, 1979, Farmakope Indonesia Edisi III, Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
Jakarta.
4. Joenoes, N. Z., 2006, Resep Yang Rasional, Jilid 2., Airlangga University Press, Surabaya.