Anda di halaman 1dari 15

PROGRAM KERJA

PENGENDALIAN RESISTENSI ANTIMIKROBA

RUMAH SAKIT UMUM DUTA MULYA


Jl. dr. Wahidin No. 66A, Sindangsari. Telp (0280) 621460 Fax (0280) 621626
E-mail rsudutamulya@gmail.com Kode Pos 53257
MAJENANG – CILACAP
A. Pendahuluan
Resistensi mikroba terhadap antimikroba (disingkat: resistensi
antimikroba, antimicrobial resistance , AMR) telah menjadi masalah
kesehatan yang mendunia, dengan berbagai dampak merugikan, dapat
menurunkan mutu pelayanan kesehatan. Muncul dan berkembangnya
resistensi antimikroba terjadi karena tekanan seleksi (selection pressure
) yang sangat berhubungan dengan penggunaan antimikroba, dan
penyebaran mikroba resisten ( spread). Tekanan seleksi resistensi
dapat dihambat dengan cara menggunakan secara bijak,
sedangkan proses penyebaran dapat dihambat dengan cara
mengendalikan infeksi secara optimal.
Resistensi antimikroba yang dimaksud adalah resistensi terhadap
antimikroba yang efeketif untuk terapi infeksi yang disebabkan oleh
bakteri, jamur, virus dan parasite. Bakteri adalah penyebab infeksi
terbanyak maka penggunaan antibakteri yang dimaksud adalah
penggunaan antibiotik.
Hasil peneliatian Antimicrobial Resistance in Indonesia (AMRIN-
Study) tahun 2000 – 2005 pada 2494 individu di masyarakat,
memperlihatkan bahwa 43% Eschericia Coli resisten terhadap
berbagai jenis antibiotik antara lain: ampisilin (34%), kotrimoksazol
(29%) dan kloramfenikol (25%). Sedangkan pada 781 pasien yang
dirawat di rumah sakit didapatkan 81% Eschericia Coli resisten
terhadap berbagai jenis antibiotik, ampisilin (73%), kotrimoksazol
(56%), kloramfenikol (43%), siprofloksasin (22%), dan gentamisin
(18%). Hasil penelitian ini membuktikan bahwa masalah resistensi
mikroba juga terjadi di Indonesia. Penelitian tersebut
memperlihatkan bahwa Surabaya dan Semarang terdapat masalah
resistensi antimikroba, penggunaan antibiotik yang tidak bijak, dan
pengendalian infeksi yang belum optimal. Penelitian AMRIN ini
menghasilkan rekomendasi berupa metode yang telah divalidasi
( validated method) untuk mengendalikan resistensi antimikroba
secara efisien. Hasil penelitian tersebut telah disebarluask an ke
rumah sakit lain di Indonesia melalui lokakarya nasional pertama di
Bandung tanggal 29 – 31 Mei 2005, dengan harapan agar rumah
sakit lain dapat melaksanakan ”Self assessment program ”
menggunakan “validated method” seperti yang dimaksud diatas.
Pelaksanaanya dapat disesuaikan dengan situasi dan kondisi di masing-
masing rumah sakit, sehingga akan diperoleh data resistensi
antimikroba, data penggunaan antibiotik, dan pengendalian infeksi
di Indonesia. Namun, sampai sekarang gerakan pengendalian
resistensi antimikroba di rumah sakit secara nasional belum
berlangsung baik, terpadu, dan menyeluruh sebagaimana yang
terjadi di beberapa negara.
Berbagai cara pelu dilakukan untuk menanggulangi masalah
resistensi antimikroba ini baik di tingkat perorangan maupun di tingkat
institusi atau lembaga pemerintahan, dalam kerja sama antar-
institusi maupun antar –negara. WHO telah berhasil
merumuskan 67 rekomendasi bagi negara anggota untuk
melaksanakan pengendalian resistensi antimikroba. Di Indonesia,
rekomendasi ini tampaknya belum terlaksana secara institusional.
Padahal, sudah diketahui bahwa penanggulangan masalah
resistensi antimikroba di tingkat internasional hanya dapat dituntaskan
melalui gerakan global yang dilaksanakan secara serentak, terpadu, dan
berkesinambungan dari semua negara. DIperlukan pemahaman dan
keyakinan tentang adanya masalah resistensi antimikroba, yang
kemudian dilanjutkan dengan gerakan nasional melalui program
terpadu antara rumah sakit, profesi kesehatan, masyarakat,
perusahaan farmasi, dan pemerintah daerah di bawah koordinasi
pemerintah pusat melalui kementrian kesehatan. Gerakan
penanggulangan dan pengendalian resistensi antimikroba secara
paripurna ini disebut dengan Program Pengendalian Resistensi
Antimikroba (PPRA).
Dalam rangka pelaksanaan PPRA di rumah sakit, maka perlu
disusun program kerja PPRA agar pengendalian resistensi
antimikroba di rumah sakit dapat berjalan dengan baik dan terarah.
B. Latar Belakang
Undang-undang No 8 Tahun 2015 tentang Program Pengendalian
Resistensi Antimikroba di Rumah Sakit menyatakan bahwa setiap
rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya wajib melaksanakan
program pengendalian resistensi antimikroba.
Program Pengendalian Resistensi Antimikroba (PPRA) merupakan
gerakan pengendalian resistensi antimikroba secara terpadu dan
paripurna di unit pelayanan kesehatan. Implementasi PPRA di rumah
sakit akan berjalan dengan baik apabila mendapat dukungan penuh
dari Pimpinan Rumah Sakit yaitu ditetapkan kebijakan PPRA di
rumah sakit, program dan kegiatan PPRA, fasilitas dan sarana
untuk menunjang PPRA, serta dukungan finansial.
C. Tujuan Umum & Tujuan Khusus
a. Tujuan Umum
Terlaksananya program pengendalian resistensi antimikroba
efektif sebagai upaya peningkatan kesadaran pencegahan
penyakit dan penggunaan antimikroba yang baik dan benar.
b. . Tujuan Khusus
a. Meningkatkan kesadaran dan pemahaman terhadap
pengendalian resistensi antimikroba melalui kominikasi,
pendidikan, dan pelatihan efektif
b. Meningkatkan pengetahuan dan data melalui kegiatan
surveilans dan penelitian
c. Menurunkan insidensi infeksi melalui sanitasi, hygiene dan
pencegahan pengedalian infeksi yang efektif
d. Mengoptimal kan penggunaan antimikro ba secara bijak pada
pasien
D. Kegiatan pokok & rincian kegiatan
Program kerja PPRA disusun oleh ketua Tim PPRA, dibantu
oleh anggota Tim PPRA, Komite PPI, Instalasi Farmasi, Panitia
Farmasi dan Terapi, Instalasi Laboratorium, serta Klinisi di
Kelompok Staff medis masing-masing, yang disahkan serta
ditandatangin oleh Direktur Rumah Sakit untuk selanjutnya
dievaluasi berkala setiap tahunnya.
Adapun kegiatan program pengendalian kerja tersebut terdiri dari:

1. Peningkatan pemahaman

a. Sosialisasi program pegnendalian resistensi antimikroba

b. Departemen atau Kelompok Staff Medis menetapkan


pedoman penggunaan antibiotik
c. Melakukan sosialisasi dan memberlakukan pedoman
penggunaan antibiotik secara resmi di masing-masing
Departemen/SMF
2. Implementasi b u k t i dan ilmiah
a. Program pilot study di KMS tertentu
b. Program perluasan jangkauan: Studi operasional diperlas ke
KMS lain, seperti: HCU, KMS Ilmu Penyakit Dalam, KMS Ilmu
Kesehatan Anak, KMS Ilmu Bedah, KMS Ilmu Penyakit Saraf, dll.
c. Penelitian berdasarkan studi operasional, data yang diperoleh
diharapkan dapat digunakan sebagai bukti ilmiah dari program
pengendalian resistensi antimikroba
3. P e n y e b a r l u a s a n informasi
a. Penyebarluasan informasi tentang peta medan mikroba,
resistensi, dan sensitivitas antibiotik di rumah sakit secara
berkala, sekurang-kurangnya setiap satu tahun
b. Informasi didistribusikan ke seluruh unit pelaksana pelayanan
medis terkait
4. M o n i t o r i n g dan evaluasi
a. Monitoring dan evaluasi dilaksanakan secara berkala dan
berkesinambungan dengan cara uji pertik dan sampling
b. Evaluasi meliputi peta medan mikroba dan data resistensi, audit
kuantitas dan kualitas penggunaan antibiotic, serta dampak
farmakoekonomi (efesiensi biaya)
5. Analisis
a. Analisis dilakukan secara bersama dengan melibatka n jajaran
Pimpinan Rumah Sakit dan 4 Pilar dalam suatu pertemuan yang
disebut “Rapat Tinjauan Manajemen”
b. Hasil analisis digunakan oleh Pimpinan Rumah Sakit
untuk menetapkan kebijakan selanjutnya dalam rangka
membangun proses “ continual improvement”
E. Cara melaksanakan kegiatan
Langkah-langkah kegiatan pelaksanaan PPRA, meliputi:
1. Membentuk tim PPRA di rumah sakit
Tim PPRA rumah sakit dibentuk dengan tujuan menerapkan
pengendalian resistensi antimikroba di rumah sakit melalui
perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, monitoring dan
evaluasi.
a. Kedudukan dan Tanggung Jawab
Dalam melaksanakan tugas, Tim PPRA
bertanggungjawab langsung kepada Direktur Rumah Sakit.
Keputusan Direktur Rumah Sakit tersebut berisi uraian
tugas tim secara lengkap, yang menggambarkan garis
kewenangan dan tanggung jawab serta koordinasi antar-
unit terkait di rumah sakit.
b. Keanggotaan Tim PPRA
Susunan Tim PPRA terdiri dari: ketua, wakil ketua,
sekertaris, dan anggota. Kualifikasi ketua Tim PPRa adalah
seorang klinisi yang berminat di bidang infeksi. Keanggotan
Tim PPRA paling sedikit terdiri dari tenaga kesehatan yang
kompeten dari unsur:
1) Klinisi
2) Keperawatan
3) Instalasi Farmasi
4) Instalasi Laboratorium
5) PPI
6) Panitia Farmasi dan Terapi
Dalam keadaan keterbatasan Sumber Daya Manusia
(SDM), maka rumah sakit dapat menyesuaikan
keanggotan tim PPRA berdasarkan ketersediaan SDM yang
terlibat dalam program pengendalian resistensi
antimikroba.
c. Tugas Pokok Tim PPRA
Tugas pokok Tim PPRA adalah:
1) Membantu Direktur Rumah Sakit dalam menyusun
kebijakan tentang pengendalian resistensi antimikroba
2) Membantu Direktur Rumah Sakit dalam menyusun
kebijakan dan panduan penggunaan antibiotik rumah sakit
3) Membantu Direktur Rumah Sakit dalam
melaksanakan program pengendalian resistensi
antimikroba di rumah sakit
4) Membantu Direktur Rumah Sakit dalam mengawasi dan
mengevaluasi pelaksanaan pengendalian resistensi
antimikroba di rumah sakit
5) Menyelenggarakan forum kajian kasus pengelolaan
penyakit infeksi terintegrasi
6) Melakukan surveillans pola penggunaan antibiotik
7) Melakukan surveilans pola mikroba penyebab infeksi dan
kepekaannya terhadap antibiotik
d. Tahapan pelaksanaan Program Pengendalian Resistensi
Antimikroba
1) Mempunyai Pedoman Penggunaan Antibiotik di rumah sakit
2) Sosialisasi pedoman penggunaan antibiotik profilaksis dan
terapi
3) Melakukan pengumpulan data dasar (petamedan mikroba,
data resistensi, evaluasi kuantitas dan kualitas penggunaan
antibiotik), sebagai pembanding
4) Melakukan implementasi pelaksanaan pedoman penggunaan
antibiotik
5) Melakukan pencatatan dan pengelolaan data serta forum
diskusi
6) Menyajikan data studi operasional di KMS masing-masing,
selanjutnya dipresentasikan di rapat tinjauan manajemen
(seminar, lokakarya, semiloka, workshop)
7) Melakukan pembaharuan secara berkala pedoman
penggunaan antibitoik berdasrakan peta medan mikroba dan
data resistensi terbaru
8) Kembali ke point 3
9) Melakukan monitoring dan evaluasi secara
berkesinambungan
F. Sasaran kegiatan
Seluruh elemen rumah sakit terutama klinisi, perawat, bidan, dan
petugas medis lainnya yang berada di lingkungan RS Aro Pekalongan,
termasuk pasien itu sendiri.
G. Jadwal Kegiatan
Jadwal kegiatan terlampir
H. Evaluasi pelaksanaan kegiatan dan pelaporan
Surveilans infeksi rumah sakit secara teratur adalah pelaksanaan
surveilans yang dilakukan secara terencana, berkesinambungan, dan
rutin. Evaluasi adalah penilaian kembali terhadap hasil surveilans untuk
dilakukan perbaikan.
Evaluasi penggunaan antibiotik sesuai standar PPRA adalah cara
mengevaluasi penggunaan antibiotik dengan metode audit kuantitas
dan kualitas penggunaan antibiotik, mengacu pada buku pedoman
pelaksanaan PPRA Depkes RI Tahun 2005 “Antimicrobial Resistance,
Antibiotic Usage, and Infeciton Control; a Self Assessment Program for
Indonesian Hospitals” (buku kuning)
1. Audit Kuantitas Antibiotik
Merupakan metode untuk menghitung jumlah antibiotik
yang digunakan dengan parameter Defined Daily Dose yaitu dosis
rata-rata harian untuk indikasi tertentu. Pada penggunaan di rumah
sakit menggunakan satuan DDD/100 patient-days.
2. Audit Kualitas Antibiotika
Merupakan metode untuk emngevaluasi penggunaan
antibiotik secara rasional dengan cara mengkaji (review) kasus
dari catatan medik dan catatan/rekaman pemberian antibiotik.
Sedangkan kategori evaluasi menggunakan kriteria alur
Gyssense, yaitu:
a) Kategori I : Penggunaan antibiotik tepat atau rasional
b) Kategori IIA : Penggunaan antibiotik tidak tepat dosis
pemberian
c) Kategori IIB : Penggunaan antibiotik tidak tepat interval
pemberian
d) Kategori IIC : Penggunaan antibiotik tidak tepat cara/rute
pemberian
e) Kategori IIIA : Penggunaan antibiotik tidak tepat lama
pemberian karena terlalu lama
f) Kategori IIIB : Penggunaan antibiotik tidak tepat lama
pemberian karena terlalu singkat
g) Kategori IVA : Penggunaan antibiotik tidak tepat karena ada
antibiotik lain yang lebih efektif (Pemilihan tidak sesuai PPAB)
h) Kategori IVB : Penggunaan antibiotik tidak tepat karena ada
antibiotik yang lebih aman
i) Kategori IVC : Penggunaan antibiotik tidka tepat karena ada
antibiotik lain yang harganya lebih murah
j) Kategori IVD : Penggunaan antibitoik tidak tepat karena
ada antibitoik lain yang spektrumnya lebih spesifik “ narrow
spectrum”
k) Kategori V : Penggunaan antibiotik tidak tepat karena tidak
ada indikasi l.
l) Kategori VI : Catatan medik tidak lengkap untuk dikaji dan
dievaluasi
Catatan : Alur Gyssens terlampir

Evaluasi secara berkala adalah evaluasi yang dilakukan


secara rutin dan berkesinambungan dalam kurun waktu
sekurang-kurangnya setiap 1 (satu) tahun.
Evaluasi hasil audit adalah menganalisis hasil audit
kuantitas dan audit kualitas penggunaan antibiotik sebelum
dan sesuadah implementasi PPRA serta membandingkan
biaya atau “ cost-effectiveness” sebelum dan sesudah
implementasi PPRA
Umpan balik adalah memberikan hasil audit kuantitas dan
kualitas penggunaan antibiotik kepada pihak yang terkait untuk
ditindaklanjuti
Laporan yang diharapkan berupa laporan lengkap yaitu
semua dokumen yang mendukung kegiatan tersebut
diatas, termasuk laporan kegiatan, evaluasi dan tindak
lanjut.
I. Pencatatan, pelaporan dan evaluasi kegiatan
Laporan kegiatan merupakan internal yang terbagi secara
periodik yaitu laporan bulanan, triwulan, dan tahunan yang
mencakup:
e. Laporan bulanan
1. Laporan hasil surveilans infeksi di rumah sakit
2. Laporan hasil audit kuantitas dan kualitas penggunaan
antibiotik
3. Laporan data pola resistensi mikroba
4. Laporan penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan
5. Laporan kegiatan PPRA lain yang meliputi;
 Aktivitas pelayanan mikrobiologi klinik
 Aktivitas pelayanan farmasi
 Aktivitas pencegahan dan pengendalian infeksi
Laporan disusun oleh ketua dibantu oleh sekertaris dan
wakil ketua yang nantinya akan dijabarkan pada rapat bulanan
Tim PPRA
f. Laporan Triwulan
Merupakan gabungan dari laporan bulanan tentang hal tersebut
diatas selama 3 bulan berturut-turut. Laporan ini juga disusun oleh
ketua dibantu sekertaris dan wakil ketua yang nantinya akan
dilaporkan kepada direktur.
g. Laporan tahunan
Merupakan gabungan dari laporan bulanan selama 1 tahun.
Laporan ini juga disusun oleh ketua dibantu sekertaris dan wakil
ketua yang nantinya akan dilaporkan kepada direktur dan jajaran
pimpinan rumah sakit lainnya dalam rapat tahunan.
Setiap kegiatan PPRA dimulai dari perencanaa, pelaksanaan,
dan monitoring evaluasi perlu dilaporkan ke direktur RS dan ketua
Tim PPRA serta diketahui instalasi terkait untuk meningkatkan mutu
rumah sakit.
Lampiran 1

JADWAL KEGIATAN

BULAN (TAHUN 2018) PENANGGUNG


NO KEGIATAN JAWAB
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Rapat TIM PPRA RSU DUTA TIM PPRA


1
MULYA

Menyusun program pengendalian TIM PPRA


2
resistensi antimikroba

Menyusun pedoman penggunaan TIM PPRA


3
antibiotika

Mengirim pelatihan / workshop / TIM PPRA


4 seminar PPRA bagi semua anggota
komite PPRA

Melakukan In House Training program TIM PPRA

5 pengendalian resistensi antimikroba


kepada seluruh karyawan RSU Duta
Mulya
Melakukan sosialisasi penggunaan TIM PPRA
6 antibiotika profilaksis dan antibiotika
injeksi di IGD kepada staf medis
Mengumpulkan hasil kultur pasien pada TIM PPRA
7 tahun 2018

Membuat peta medan kuman TIM PPRA


8

Melakukan analisis penggunaan TIM PPRA


9
antibiotika secara kuantitatif

Melakukan analisis penggunaan TIM PPRA


10
antibiotika secara kualitatif

Melakukan pengukuran indikator mutu TIM PPRA


11 PPRA terintegrasi pada indicator mutu
PMKP

Melaporkan hasil monitoring dan


12 evaluasi program pengendalian
resistensi antimikroba kepada Direktur
Melakukan evaluasi program TIM PPRA
13 pengendalian resistensi anti mikroba
(PPRA)
Membuat laporan kepada Direktur TIM PPRA
RSU Duta Mulya, untuk perbaikan
14 kebijakan, pedoman/panduan, SPO dan
rekomendasi perluasan penerapan
PPRA
Lampiran 2

ALUR GYSSENS

Anda mungkin juga menyukai