Anda di halaman 1dari 15

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Terapi Intravena


2.1.1. Definisi
Pemasangan kateter intravena adalah menempatkan cairan steril melalui
jarum langsung ke vena pasien. Biasanya cairan steril mengandung elektrolit
(natrium, kalsium, kalium), nutrien (biasanya glukosa), vitamin atau obat.
Pemasangan kateter intravena digunakan untuk memberikan cairan ketika
pasien tidak dapat menelan, tidak sadar, dehidrasi atau syok, untuk memberikan
garam yang diperlukan untuk mempertahankan keseimbangan elektrolit, atau
glukosa yang diperlukan untuk metabolisme, atau untuk memberikan medikasi.
(World Health Organization, 2005).

2.1.2. Alat dan Bahan


Dalam melakukan pemasangan infus dibutuhkan alat dan bahan yang
sebelumnya harus dipersiapkan terlebih dahulu.
1. Sarung tangan nonsteril.
2. Kateter plastik yang menyelubungi jarum (jarum infus).
3. Larutan IV untuk cairan.
4. Papan lengan (pilihan).
5. Slang infus.
6. Tiang IV (yang diletakkan di tempat tidur atau berdiri sendiri dengan roda)
atau pompa IV.
7. Paket atau perlengkapan pemasangan IV, termasuk torniket (atau manset
tekanan darah); plester-dengan lebar 2,5 cm (atau lebar plester 5 cm),
potong); kapas alkohol (atau antiseptik yang telah direkomendasikan oleh
institusi, seperti povidone); balutan kasa berukuran 5x5 cm; plester perekat ;
label perekat.
8. Gunting dan sabun (opsional).

Universitas Sumatera Utara


9. Handuk atau penglindung linen (Smith dan Johnson Y, 2010).
2.1.3. Ukuran Kateter Intravena
Untuk pemilihan kateter, pilihlah alat dengan panjang terpendek, diameter
terkecil yang memungkinkan administrasi cairan dengan benar.

Warna,Ukuran Kateter dan Kecepatan Alirannya


Gauge Catheter Catheter Flow rate Flow rate Flow rate
size length(mm) colour ml/min(H2O) l/hr(H2O) ml/min(blood)
22 25 Blue 42 2.5 24
20 32 Pink 67 4.0 41
18 32 Green 103 6.2 75
18 45 Green 103 6.2 63
16 45 Grey 236 14.2 167
14 45 Orange 270 16.2 215
Tabel 2.1 (Scales K, 2005)

2.1.4. Pemilihan Akses Vena


Anatomi
Pembuluh darah yaitu arteri dan vena terdiri dari beberapa lapisan,masing-
masing dengan struktur dan fungsi khusus.
1. Tunika intima
Merupakan lapisan paling dalam dan berkontak langsung dengan aliran
vena. Lapisan ini dibentuk oleh lapisan tunggal sel-sel endotel yang
menyediakan permukaan yang licin dan bersifat nontrombogenik. Pada
lapisan ini terdapat katup, tonjolan semilunar, yang membantu mencegah
refluks darah.
Kerusakan lapisan ini dapat terjadi akibat kanulasi traumatik, iritasi oleh
alat yang kaku atau besar, serta cairan infus dan partikel yang bersifat
iritan.
2. Tunika media

Universitas Sumatera Utara


Merupakan lapisan tengah, terdiri dari jaringan ikat yang mengandung
serabut muskular dan elastis. Jaringan ikat ini memungkinkan vena
mentoleransi perubahan tekanan dan aliran dengan menyediakan rekoil
elastis dan kontraksi muskular.
3. Tunika adventisia
Merupakan lapisan terluar, terdiri dari serabut elastis longitudinal dan
jaringan ikat longgar (Dougherty L, 2008).

Vena perifer atau superfisial terletak di dalam fasia subkutan dan


merupakan akses paling mudah untuk terapi intravena.
1. Metakarpal (gambar 2.1)
Titik mulai yang baik untuk kanulasi intravena.
2. Sefalika (gambar 2.1)
Berasal dari bagian radial lengan. Sefalika aksesorius dimulai pada pleksus
belakang lengan depan atau jaringan vena dorsalis.
3. Basilika (gambar 2.1)
Dimulai dari bagian ulnar jaringan vena dorsalis, meluas ke permukaan
anterior lengan tepat di bawah siku di mana bertemu vena mediana kubiti.
4. Sefalika mediana (gambar 2.2)
Timbul dari fossa antekubiti.
5. Basilika mediana (gambar 2.2)
Timbul dari fossa antekubiti, lebih besar dan kurang berliku-liku daripada
sefalika.
6. Anterbrakial mediana (gambar 2.2)
Timbul dari pleksus vena pada telapak tangan, meluas ke arah atas
sepanjang sisi ulnar dari lengan depan (Snell, 2006).

Universitas Sumatera Utara


Lokasi Insersi pada Vena Ekstremitas Atas

Gambar 2.1 Gambar 2.2


(Sumber: Scales K, 2005)

Pemilihan
Adapun pemilihan vena untuk tempat insersi dilakukan sebelum
melakukan pemasangan infus berbeda-beda (Weinstein, 2001).
1. Pada orang dewasa pemasangan kanula lebih baik pada tungkai atas dan
pada tungkai bawah
2. Vena tangan paling sering digunakan untuk terapi IV yang rutin.
3. Vena depan, periksa dengan teliti kedua lengan sebelum keputusan dibuat.
4. Vena lengan atas, juga digunakan untuk terapi IV.
5. Vena ekstremitas bawah, digunakan hanya menurut kebijaksanaan
institusi.
6. Vena kepala, digunakan sesual kebijaksanaan institusi, sering dipilih pada
bayi dan anak.

Universitas Sumatera Utara


2.1.5. Faktor Yang Mempengaruhi Pemilihan Sisi Penusukan Vena
Pemilihan tempat insersi untuk penusukan vena juga harus teliti karena ada
beberapa faktor yang mempengaruhi pemilihan tempat insersi yang bisa
menyebabkan terjadinya komplikasi.
a. Umur pasien; misalnya pada anak kecil, pemilihan sisi adalah sangat
penting dan mempengaruhi berapa lama IV perifer berakhir.
b. Prosedur yang diantisipasi; misalnya jika pasien harus menerima jenis
terapi tertentu atau mengalami beberapa prosedur seperti pembedahan,
pilih sisi yang tidak terpengaruhi apapun.
c. Aktivitas pasien; misalnya gelisah, bergerak, tak bergerak dan perubahan
tingkat kesadaran.
d. Jenis IV: jenis larutan dan obat-obatan yang akan diberikan sering
memaksa tempat-tempat yang optimus (mis: hiperalimentasi adalah
sangat mengiritasi vena-vena perifer).
e. Terapi IV sebelumnya; flebitis sebelumnya membuat vena tidak baik
untuk digunakan: Kemoterapi membuat vena menjadi buruk (mudah
pecah ata sklerosis).
f. Sakit sebelumnya; misalnya jangan digunakan ekstrimitas yang sakit
pada pasien stroke.
g. Kesukaan pasien; jika mungkin pertimbangkan kesukaan alami pasien
untuk sebelah kiri atau kanan.
h. Torniquet; gunakan 4 sampal 6 inci diatas sisi pungsi yang diinginkan.
i. Membentuk genggaman; minta pasien membuka dan menutup genggaman
berulang-ulang.
j. Posisi tergantung; gantung lengan pada posisi menggantung (misalnya
dibawah batas jantung).
k.
2.1.6. Persiapan Psikologis Pada pasien
Kondisi pasien perlu diperhatikan sebelum dilakukannya pemasangan
infus, sebaiknya lakukan komunikasi dan persiapan yang baik sebelum

Universitas Sumatera Utara


pemasangan guna agar pasien tidak cemas saat dilakukan pemasangan infus,
adapun persiapan psikologis pada pasien (Weinstein, 2001).
a. Jelaskan prosedur sebelum melakukan dan berikan penyuluhan jika
diperlukan.
b. Berikan instruksi tentang perawatan dan keamanan IV.
c. Gunakan terapi bermain untuk anak kecil.
d. Dorong pasien untuk mengajukan pertanyaan atau masalah.

2.1.7. Pemasangan infus


Pelaksanaan dalam pemasangan infus harus dilaksanakan sebaik-baiknya
guna menghindari terjadinya komplikasi yang tidak diinginkan (Smith dan
Johnson Y, 2010).
Berikut cara umum dalam pemasangan infus:
1. Persiapkan alat dan bahan seperti tiga buah potongan plester sepanjang 2,5
cm. Belah dua salah satu plester sampai ke bagian tengah, jarum atau
kateter, kapas alkohol atau antiseptik.
2. Sambungkan cairan infus dengan infus set terlebih dahulu dan periksa
tidak ada udara pada infus set.
3. Pasang torniket pada daerah proksimal vena yang akan dikaterisasi 60-80
mmHg.
4. Cuci tangan dan gunakan sarung tangan.
5. Pilih vena yang akan dilakukan pemasangan, untuk anak-anak lakukan
teknik transiluminasi untuk mendapatkan vena.
6. Dengan kapas alkohol atau antiseptik yang tepat, bersihkan tempat insersi
dan biarkan hingga mengering.
7. Dorong pasien untuk tarik nafas dalam agar pasien relaksasi dan nyaman.
8. Masukkan kateter ke vena sejajar dengan bagian terlurus vena, tusuk kulit
dengan sudut 30-45 derajat, setelah keluar darah pada ujung kateter, tarik
sedikit jarum pada kateter, dorong kateter sampai ujung, dan ditekan ujung
kateter dengan 1 jari.
9. Lepaskan torniket.

Universitas Sumatera Utara


10. Sambungkan kateter dengan cairan infus.
11. Lakukan fiksasi dengan plester atau ikat pita.
12. Lakukan monitoring kelancaran infus (tetesan, bengkak atau tidaknya
tempat insersi)
13. Mencatat waktu, tanggal dan pemasangan ukuran kateter

2.1.8. Komplikasi terapi intravena


Teknik pemasangan terapi intravena harus dilakukan sebaik-baiknya,
adapun faktor-faktor yang bisa menyebabkan terjadinya komplikasi harus dapat
dicegah semaksimal mungkin. Ada beberapa komplikasi yang bisa terjadi pada
pemasangan infus (Weinstein, 2001).
1. Flebitis disebabkan oleh alat intravena, obat-obatan, dan/atau infeksi
2. Infiltrasi disebabkan oleh alat intravena keluar dari vena, dengan
kebocoran cairan kedalam jaringan sekitarnya.
3. Emboli udara disebabkan karena masuknya udara kedalam sistem vaskular
4. Emboli dan kerusakan kateter disebabkan karena kateter rusak pada
hubungan dan kehilangan potongan kateter ke dalam sirkulasi.
5. Kelebihan dan bebn sirkulasi disebabkan karena infus cairan terlalu cepat
(anak-anak dan lansia lebih rentan).
6. Reaksi pirogenik disebabkan karena kontaminasi peralatan interavena dan
larutan yang digunakan degan bakteri.

2.1.9. Perhitungan kecepatan cairan intravena


Jenis dan jumlah cairan yang akan diberikan kepada pasien adalah atas
peresepan dari seorang dokter. Set pemberian yang digunakan untuk jumlah tetes
per ml, disebut faktor tetes. Sangat penting untuk memberikan infus dalam
periode waktu yang tepat untuk mencegah kelebihan atau kekurangan infus.
(Johnson R dan Taylor W, 2004).
Jenis infus set yang digunakan dalam pemasangan terapi intravena ada dua
yaitu makro drip dan mikro drip. Kedua jenis infus set ini memiliki jumlah tetes
atau faktor tetes yang berbeda per ml.

Universitas Sumatera Utara


1. Makro drip: 20 tetes/cc
2. Mikro drip: 60 tetes/cc
Rumus di bawah ini digunakan untuk mengitung jumlah tetesan cairan
yang dibutuhkan seorang pasien permenit:
Volume cairan yang dibutuhkan (ml) x jumlah tetesan/ml (faktor tetes)
Waktu pemberian infus yang diperlukan dalam menit

2.2 Flebitis
2.2.1. Definisi Flebitis
Flebitis adalah peradangan pada dinding vena akibat alat intravena, obat-
obatan, atau infeksi. Tanda dan gejala yang timbul adalah kemerahan, bengkak,
nyeri tekan, atau nyeri pada sisi intravena. Pasien juga dapat mengalami jalur
kemerahan pada lengannya (Weinsten, 2001).
Flebitis berat ditandai dengan adanya peradangan dinding vena dan
biasanya disertai pembentukan bekuan darah, hal ini disebut Tromboflebitis
(Smeltzer S.C dan Bare B.G, 2002).

2.2.2. Jenis-jenis flebitis


Ada tiga klasifikasi dari flebitis dan berikut jenis-jenis flebitis serta
tindakan perawatan untuk mencegah flebitis.
1. Flebitis Mekanik
Flebitis jenis ini berkenaan dengan pemilihan vena dan penempatan
kanula, ukuran kanula yang terlalu besar dibandingkan dengan ukuran
vena, fiksasi kanula yang tidak adekuat, manipulasi berlebihan terhadap
sistem dan pergerakan ekstremitas yang tidak terkontol. flebitis mekanik
terjadi cedera pada tunika intima vena.
Tindakan keperawatan untuk mencegah flebitis adalah:
a. Lakukan teknik insersi kanula secara benar. Untuk menghindari cedera
pada saat pemasangan kanula perawat harus memiliki pengetahuan dasar
dan pengalaman yang memadai dalam pemberian terapi intravena.
Idealnya harus ada perawat teregistrasi atau perawat yang sudah

Universitas Sumatera Utara


mendapatkan penyuluhan khusus tentang terapi IV atau sudah
mendapatkan sertifikat spesialis.
b. Lakukan pemilihan lokasi secara benar, hindari vena pada area fleksi atau
lipatan atau ekstreminitas dengan pergerakan maksimal. Pilih vena yang
besar, lurus, panjang dan tidak rapuh. Vena yang dianjurkan adalah vena
metakarpal, vena sefalika, vena basalika, vena ante brakial medialis.
Hindari pemilihan vena yang sudah mengeras (hematom).
c. Lakukan pemilihan kanula secara tepat. Gunakan kanula dengan ukuran
paling pendek dan diameter paling kecil. Sesuaikan dengan umur,
keperluan dan lamanya terapi semakin besar nomor, maka semakin kecil
ukuran panjang dan diameter. Ukuran sediaan kanula dan mulai 16, 18, 20,
22, 24 dan 24 digunakan untuk neonatus, bayi dan anak. No. 16. 18, 20
digunakan pada dewasa.
d. Perhatikan stabilitas kanula, dapat dilakukan dengan fiksasi kanula yang
adekuat dengan menggunakan yang kurang kuat memungkinkan gerakan
keluar masuknya kanula dan goresan ujung kanula pada lumen vena.
2. Flebitis Kimiawi
Flebitis ini berkenaan dengan respon tunika intima terhadap osmolaritas
cairan infus. Respon radang dapat terjadi karena pH dan osmolaritas atau
obat juga karena sifat kimia bahan kanula yang digunakan.
a. Pastikan pH dan osmolaritas cairan atau obat, pH normal darah adalah
7,35-7,45 sehingga pH dan osmolaritas cairan atau obat yang Iebih rendah
atau tinggi menjadi faktor predisposisi iritasi vena. Lakukan pengenceran
maksimal pada pemberian obat injeksi, karena campuran obat dapat dapat
meningkatkan resiko flebitis. Perhatikan kecepatan tetesan infus, tetesan
lambat menyebabkan absorbsi lambat dengan hemodilusi yang lebih kecil.
b. Gunakan produk kanula yang non flebitogenik, meskipun belum dapat
dipastikan jenis apa yang betul-betul mencegah flebitis. Pilih kanula yang
bersifat elastis dan permukaannya lembut.
3. Flebitis Bakterial
Merupakan radang pada vena yang dikaitkan dengan infeksi bakteri.

Universitas Sumatera Utara


Tindakan keperawatan yang bisa dilakukan adalah:
a. Cuci tangan sebeluin dan sesudah melakukan tindakan. Prosedur baku
dalam pemasangan adalah menggunakan sarung tangan pada saat
melakukan pungsi vena.
b. Gunakan kassa dan sarung tangan bersih. Periksa keutuhan kemasan infus
set dan cairan serta tanggal kadaluarsanya.
c. Lakukan persiapan area dengan teknik aseptik dan antiseptik.
d. Observasi secara teratur tanda-tanda flebitis minimal tiap 24 jam.
e. Bersihkan dan ganti balutan infus tiap 24 jam atau kurang bila balutan
rusak.
Ganti sistem infus setiap 48-72 jam dan tandai tanggal pemasangan serta
penggantian balutan (Pujasari, 2002 dalam Sugiarto, 2007).

2.2.3. Pencegahan terjadinya flebitis


Beberapa cara untuk mencegah timbulnya flebitis pada pemasangan terapi
intravena adalah:
1. Menggunakan teknik aseptik yang ketat pada pemasangan dan manipulasi
sistem intravena keseluruhan.
2. Plester hubungan kanula dengan aman untuk menghindari gerakan dan
iritasi vena selanjutnya.
3. Mengencerkan obat-obatan yang mengiritasi jika mungkin; obat-obatan
terlarut dalam jumlah larutan maksimum.
4. Rotasi sisi intravena setiap 48-72 jam untuk membatasi iritasi dinding vena
oleh kanula atau obat-obatan.
5. Ganti kasa steril penutup luka setiap 24-48 jam dan evaluasi tanda infeksi.
6. Observasi tanda atau reaksi alergi terhadap infus atau komplikasi lain.

2.2.4. Penanganan flebitis


Penangan awal yang dilakukan jika ada timbul tanda-tanda flebitis adalah
1. Lepaskan alat intravena.
2. Tinggikan ekstremitas.

Universitas Sumatera Utara


3. Beritahu dokter.
4. Berikan kompres panas pada ekstremitas.
5. Kaji nadi distal terhadap area yang flebitis.
6. Hindari pemasangan intravena berikutnya di bagian distal vena yang
meradang (Weinstein, 2001).

2.2.5. Pola pengobatan


Flebitis superfisialis sering menghilang dengan sendirinya. Untuk
mengurangi nyeri bisa diberikan obat pereda nyeri (misalnya Aspirin, ibuprofen).
Untuk mempercepat penyembuhan, bisa disuntikkan anestesi (obat bius) lokal,
dilakukan pengangkatan trombus dan kemudian pemakaian perban kompresi
selama beberapa hari.
Jika terjadi di daerah selangkangan, trombus bisa masuk ke dalam vena
dalam dan terlepas. Untuk mencegah hal ini, dianjurkan untuk melakukan
pembedahan darurat guna mengikat vena permukaan. Untuk rekomendasi lebih
spesifik, lihat kondisi tertentu. Secara umum, pengobatan dapat mencakup sebagai
berikut: Obat analgesik (nyeri obat), antikoagulan atau pengencer darah untuk
mencegah pembentukan gumpalan baru, trombolitik untuk melarutkan bekuan
yang sudah ada, non-steroid obat anti inflamasi (OAINS), seperti ibuprofen untuk
mengurangi rasa sakit dan peradangan, antibiotik (jika ada infeksi) (Sambas S.A,
2011).

2.3. Konsep Dasar Pengetahuan


2.3.1. Pengertian Pengetahuan
Pengetahuan (knowledge) adalah merupakan hasil tahu dan ini terjadi
setelah orang melakukan pengindraan suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi
melalui panca indera manusia, yakni penglihatan, pendengaran, penciuman,
pengrabaan, sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan
telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2007).

Universitas Sumatera Utara


Penelitian Rogers (1974) mengungkapkan bahwa sebelum orang
mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), di dalam diri orang tersebut terjadi
proses yang berurutan,yaitu:
1. Awareness (kesadaran), yaitu orang tersebut menyadari dalam arti
mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu.
2. Interest, yaitu orang mulai tertarik pada stimulus.
3. Evaluation (menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi
dirinya). Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.
4. Trial, orang telah mulai mencoba perilaku baru.
5. Adoption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,
kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.

Pengetahuan tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan


1. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat
kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari
atau rangsangan yang diterima. kata kerja untuk mengukur orang tahun
tentang apa yang dipelajari misalnya adalah menyebutkan atau
menyatakan.
2. Memahami (comprehension)
memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar
tentang objek yang diketahui, dan dapat mengiterpretasikan materi tersebut
secara benar.
3. Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang
telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi dapat
diartikan aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip
dalam konteks atau situasi yang lain.

Universitas Sumatera Utara


4. Analisis (Analysis)
Analisis adalah kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek
kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam suatu strukstur
organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain.
5. Sintesis (Synthesis)
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang
baru, dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun
formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya, dapat
menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkas terhadap suatu teori atau
rumusan yang telah ada.
6. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi
atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu
didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan
kriteria-kriteria yang sudah ada.

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket


yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau
responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui dan kita ukur dapat
kita sesuaikan dengan tingkatan-tingkatan diatas (Notoatmojo, 2007).
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan menurut Notoatmojo,
2003, ada dua faktor internal dan eksternal:
Faktor Internal
1. Umur
Singgih D. Gunarsono (1990), mengemukaan bahwa semakin tua umur
seseorang maka proses perkembangan mentalnya bertambah baik, akan
tetapi pada umur tertentu bertambahnya proses perkembangan mental ini
tidak secepat seperti ketika umur belasan tahun, selain itu Abu Ahmad
(1990), juga mengemukakan bahwa memori atau daya ingat seseorang itu
salah satunya dipengaruhi oleh umur dan uraian data.

Universitas Sumatera Utara


2. Intelegensi
Sebagai suatu kemampuan untuk belajar dan berfikir abstrak
menyesuaikan diri secara mental dalam situasi baru. Intelegensi bagi
sesorang merupakan salah satu modal berfikir dan mengolah berbagai
informasi secara terarah sehingga ia mampu menguasai lingkungan
(Khayan, 1997).
3. Pendidikan
Pendidikan adalah suatu kegiatan atau proses pembelajaran untuk
meningkatkan kemampuan tertentu, sehingga sasaran pendidikan itu dapat
berdiri sendiri. Sedangkan menurut (Weed Harry. 1996), menyebutkan
bahwa tingkat pendidikan turut pula menentukan mudah tidaknya
seseorang menyerap dan memahami pengetahuan yang mereka peroleh.
4. Pengalaman
Pengalaman merupakan sumber pengetahuan atau suatu cara untuk
memperoleh kebenaran pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan cara
mengulang kembali pengalaman yang telah diperoleh dalam memperoleh
pengalaman yang dihadapi pada masa lalu (Notoatmojo, 2003).
Faktor Eksternal
1. Informasi
Menurut (Wied Harry : 1996), informasi memberikan pengaruh pada
pengetahuan seseorang. Meskipun seseorang itu mempunyai pendidikan
yang rendah jika ia mendapatkan informasi yang baik dari berbagai media
misalnya: TV, radio atau surat kabar maka hal ini akan meningkatkan
pengetahuan seseorang.

2. Lingkungan
Lingkungan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pengetahuan
seseorang, lingkungan memberikan pengaruh sosial pertama bagi
sesorang, dimana seseorang dapat mempelajari hal-hal yang baik dan juga
hal-hal yang buruk tergantung pada sifat kelompoknya. Dalam lingkungan

Universitas Sumatera Utara


seseorang akan memperoleh pengalaman yang berpengaruh pada cara
berfikir seseorang (Notoatmojo, 2003).

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai