Anda di halaman 1dari 5

Gasurkes merupakan singkatan dari Petugas Surveilans Kesehatan, yang mana

Gasurkes merupakan bagian dari Dinas Kesehatan Kota Semarang namun secara
teknis bekerja di tiap kecamatan di Kota Semarang.
(http://www.dinkeskotasemarang.go.id diakses tanggal 2 Mei 2015). Gasurkes
memiliki peran penting dalam pengendalian DBD Kota Semarang, sehingga
Gasurkes harus memiliki kinerja yang optimal. Gasurkes memiliki tugas
sebagaimana diatur dalam Peraturan Walikota Kota Semarang No. 27 B Tahun
2012 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan daerah No 5 tahun 2010 tentang
Pengendalian Penyakit Demam Berdarah Dengue.1
Pelayanan dalam kehamilan merupakan salah satu faktor yang juga perlu
diperhatikan untuk mencegah terjadinya komplikasi dan kematian ketika
persalinan. Selain itu pelayanan dalam kehamilan juga bermanfaat untuk menjaga
pertumbuhan dan kesehatan janin. Memahami perilaku perawatan kehamilan
Antenatal Care (ANC) adalah penting untuk mengetahui dampak kesehatan bayi
dan ibu sendiri. Salah satu upaya yang dilakukan oleh Dinas kesehatan Kota
Semarang dalam upaya menurunkan kasus kematian ibu di Kota Semarang adalah
dengan merekrut Tenaga Surveilans Kesehatan (Gasurkes).2
Pada tahun 2015 tugas seorang Gasurkes ada dua yaitu, melakukan pendataan dan
pendampingan pada ibu hamil dan melakukan penyuluhan serta pemeriksaan jentik
rutin. Dalam pelaksanaannya pada tahun 2015 Gasurkes tidak maksimal dalam
melakukan tugasnya.Berdasarkan studi pendahuluan ketika melakukan pendataan
dan pendampingan tidak bisa dilakukan secara maksimal karena harus membagi
waktu dengan kegiatan DBD.2
Pada tahun 2015 sasaran ibu hamil yang ditentukan masih banyak yang tidak
tercapai, jumlah pendampingan juga masih banyak yang kurang. Oleh sebab itu
pada tahun 2016 Gasurkes terbagi menjadi 2 bagian yaitu Gasurkes KIA dan
Gasurkes DBD. Petugas mengatakan bahwa dalam pencapaian pendataan ibu hamil
dan pendampingan ibu hamil dan nifas masih belum sesuai jumlah target
pendampingan. Pendampingan ibu hamil yang seharusnya dilakukan sebanyak 9
kali, tetapi hanya dilakukan sebanyak 3-6 kali.Pendampingan ibu nifas juga yang
seharusnya dilakukan sebanyak 6 kali hanya dilakukan sebanyak 4-5 kali.2

Sumber :
Octavia Wardayani Mirsa dan Widowati Nina. 2017. Peniltian Kinerja Tenaga
Survailans Kesehatan (Gasurkes) Demam Berdarah dengue (DBD) Di
Kecamatan Tembalang kota Semarang. Journal of Public Policy and
Management Review. Vol 1:6. Kota Semarang.
Prisma Armaya, Ayun Sriatmi, Septo Pawelas Arso. 2016. Analisis Kinerja Tenaga
Surveilans Kesehatan (Gasurkes) Program Kesehatan Ibu dan Anak Di Kota
Semarang. JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal). Vol 4:4. Kota
Semarang.

Dalam konteks pekerjaan sosial, pemberdayaan (Suharto, 2005) dapat dilakukan


melalui tiga aras atau matra pemberdayaan (empowerment setting): mikro, mezzo,
dan makro.
1. Aras Mikro. Pemberdayaan dilakukan terhadap klien secara individu melalui
bimbingan, konseling, stress management, crisis intervention. Tujuan utamanya
adalah membimbing atau melatih klien dalam menjalankan tugas tugas
kehidupannya. Model ini sering disebut sebagai pendekatan yang Berpusat pada
Tugas (task centered approach).
2. Aras Mezzo. Pemberdayaan dilakukan terhadap sekelompok klien.
Pemberdayaan dilakukan dengan menggunakan kelompok sebagai media
intervensi. Pendidikan dan pelatihan, dinamika kelompok, biasanya digunakan
sebagai strategi dalam meningkatkan kesadaran. Pengetahuan, keterampilan dan
sikap-sikap klien agar memiliki kemampuan memecahkan permasalahan yang
dihadapinnya.
3. Aras Makro. Pendekatan ini disebut juga sebagai Strategi Sistem Besar (large-
system-strategy), karena sasaran perubahan diarahkan pada sistem lingkungan yang
lebih luas. Perumusan kebijakan, perencanaan sosial, kampanye, aksi sosial,
lobbying, pengorganisasian masyarakat, manajemen konflik, adalah beberapa
strategi dalam pendekatan ini. Strategi Sistem Besar memandang klien sebagai
orang yang memiliki kompetensi untuk memahami situasi-situasi mereka sendiri,
dan untuk memilih serta menentukan strategi yang tepat untuk bertindak
Tugas Gasurkes menurut Pengumuman No. 443.42 / 10609 tentang perekrutan
tenaga gasurkes tahun 2016 didapatkan sebagai berikut.
I. Tugas gasurkes DBD
1. Merencanakan, mengkoordinasikan, mengevaluasi kegiatan
penanggulangan penyakit Demam Berdarah Dengue;
2. Melakukan surveilans Demam Berdarah Dengue ( DBD) dan faktor risiko
di wilayah masing-masing;
3. Memetakan masalah Demam Berdarah Dengue (DBD) dii wiayah binaan
masing-masing;
4. Sebagai fasilitator dalam pemecahan masalah Demam Berdarah Dengue
(DBD) di masyarakat;
5. Sebagai fasilitator/narasumber dalam pertemuan di masyarakat baik tingkat
Dasawisma, Rukun Tetangga (RT), Rukun Warga (RW), dan kelurahan;
6. Sebagai motivator masyarakat dalam kegiatan yang berhubungan dengan
Demam Berdarah Dengue (DBD) dan kegiatan Pemberantasan Sarang
Nyamuk (PSN);
7. Mendampingi masyarakat dan istitusi pendidikan dalam pengendalian
demam Berdarah Dengue (DBD);
8. Mengkoordinasikan, mengawasi serta mengetahui seluruh kegiatan
penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD) yang dilakukan oleh
masyarakat dan pihak ketiga.
II. Tugas Gasurkes KIA
1. Mendata dan memetakan masalah ibu hamil di wilayah binaan masing–
masing secara terus menerus.
2. Mendampingi ibu hamil risiko tinggi dan mengetahui kondisi ibu hamil
tersebut secara detail.
3. Mendampingi ibu hamil secara terus menerus sampai masa nifas 42 hari
setelah melahirkan.
4. Memberikan penyuluhan maternal di kelas–kelas ibu hamil yang ada di
wilayah binaan masing–masing.
5. Melaporkan/Mengisi kohort ibu hamil, mengisi kantong persalinan, buku
ANC terpadu, dan melakukan pelaporan kasus kematian ibu ke Puskesmas
secepatnya (Ibu Hamil Risiko Tinggi 1 x 24 jam, Ibu Hamil tidak Risiko
Tinggi 1 minggu sekali).

Sumber :
Dinas Pemerintah Kota Semarang. 2016. Pengumuman No. 443.42 / 10609. Kota
Semarang. Diakses pada tanggal 28 Januari 2019 dari
http://119.2.50.170:9090/sim-
oprec/asset/doc/Pengumuman_Gasurkes_2016.pdf
Suharto, Edi. 2010. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat. Bandung:
Refika Aditama
Simpulan
Dalam menganalisis data di atas dapat diketahui contoh pemberdayaan masyarakat
yang dilakukan oleh Gasurkes KIA (Petugas Surveilans Kesehatan dalam
Kesehatan Ibu dan Anak) melalui pendapat Suharto (2005) dalam konteks
pekerjaan sosial, pemberdayaan dapat dilakukan melalui tiga aras atau matra
pemberdayaan (empowerment setting): mikro, mezzo, dan makro yaitu :
1. Aras Mikro :
a. Gasurkes KIA dalam mendampingi ibu hamil risiko tinggi dan
mengetahui kondisi ibu hamil tersebut secara detail. Pelayanan secara
individu memudahkan dalam membimbing atau melatih klien dalam
menjalankan tugas-tugas kehidupannya
b. Gasurkes KIA dalam mendampingi ibu hamil secara terus menerus
sampai masa nifas 42 hari setelah melahirkan. Pelayanan secara
individu memudahkan dalam membimbing atau melatih klien dalam
menjalankan tugas tugas kehidupannya
2. Aras Mezzo :
Gasurkes KIA dalam memberikan penyuluhan maternal di kelas–kelas ibu
hamil yang ada di wilayah binaan masing–masing. Dalam sistem
kelas/kelompok akan memudahkan dalam memberikan pendidikan dan
pelatihan untuk meningkatkan kesadaran.
3. Aras Makro :
a. Gasurkes KIA mendata dan memetakan masalah ibu hamil di wilayah
binaan masing–masing secara terus menerus. Hal ini di lakukan untuk
mengetahui sasaran lingkungan yang lebih luas dan memudahkan
Perumusan kebijakan, perencanaan sosial, kampanye, aksi sosial,
pengorganisasian masyarakat, manajemen konflik
b. Gasurkes KIA melaporkan/Mengisi kohort ibu hamil, mengisi kantong
persalinan, buku ANC terpadu, dan melakukan pelaporan kasus
kematian ibu ke Puskesmas secepatnya. Hal ini di lakukan untuk
mengetahui sasaran lingkungan yang lebih luas dan memudahkan
Perumusan kebijakan, perencanaan sosial, kampanye, aksi sosial,
pengorganisasian masyarakat, manajemen konflik

Anda mungkin juga menyukai