Anda di halaman 1dari 11

Donisaurus

MENU

LATARBELAKANG REFORMASI

Doni Setyawan | Februari 23, 2016 | Masa Orde Baru, Masa Reformasi | Tidak ada Komentar

reformasi- donisaurusLatar belakang utama rubuhnya kekuasaan Orde Baru adalah adanya krisis
moneter di kawasan Asia yang menyebar mulai dari Thailand, Malaysia, Korea Selatan, dan terak
hir Indonesia pada tahun 1997. Sejak tahun 1997 kondisi ekonomi Indonesia terus memburuk seir
ing dengan krisis keuangan yang melanda Asia.[1] Keadaan terus memburuk. KKN semakin meraj
alela dan timbulnya gerakan anti KKN, sementara kemiskinan rakyat terus meningkat. Terjadinya
ketimpangan sosial yang sangat mencolok menyebabkan munculnya kerusuhan sosial. Muncul de
monstrasi yang digerakkan oleh mahasiswa. Tuntutan utama kaum demonstran adalah perbaikan
ekonomi dan reformasi total. Selain itu diperburuk dengan keadaan kondisi kesehatan Soeharto
yang membuat lemahnya kinerjanya.[2]

Demonstrasi besar-besaran dilakukan di Jakarta pada tanggal 12 Mei 1998. Pada saat itu terjadi
peristiwa Trisakti, yaitu meninggalnya empat mahasiswa Universitas Trisakti akibat bentrok dengan
aparat keamanan. Empat mahasiswa tersebut adalah Elang Mulya Lesmana, Hery Hariyanto, Hen
driawan, dan Hafidhin Royan. Menanggapi aksi reformasi tersebut, Presiden Soeharto berjanji aka
n mengatur ulang Kabinet Pembangunan VII menjadi Kabinet Reformasi. Selain itu juga akan me
mbentuk Komite Reformasi yang bertugas menyelesaikan UU Pemilu, UU Kepartaian, UU Susduk
MPR, DPR, dan DPRD, UU Antimonopoli, dan UU Antikorupsi. Dalam perkembangannya, Komite
Reformasi belum bisa terbentuk karena 14 menteri menolak untuk diikutsertakan dalam Kabinet R
eformasi. Adanya penolakan tersebut menyebabkan Presiden Soeharto mundur dari jabatannya.

Keberhasilan Pemerintahan Orde Baru dalam melaksanakan pembangunan ekonomi, harus diakui
sebagai suatu prestasi besar bagi bangsa Indonesia. Di tambah dengan meningkatnya sarana da
n prasarana fisik infrastruktur yang dapat dinikmati oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. N
amun, keberhasilan ekonomi maupun infrastruktur Orde Baru kurang diimbangi dengan pembang
unan mental (character building) para pelaksana pemerintahan (birokrat), aparat keamanan maup
un pelaku ekonomi (pengusaha/ konglomerat). Klimaksnya, pada pertengahan tahun 1997, korups
i, kolusi dan nepotisme (KKN) yang sudah menjadi budaya (bagi penguasa, aparat dan penguasa
).

Banyak hal yang mendorong timbulnya reformasi pada masa pemerintahan Orde Baru, terutama
terletak pada ketidakadilan di bidang politik, ekonomi dan hukum. Tekad Orde Baru pada awal k
emunculannya pada tahun 1966 adalah akan melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murn
i dan konsekuen dalam tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Setelah Orde Baru memegang tumpuk kekuasaan dalam mengendalikan pemerintahan, muncul s
uatu keinginan untuk terus menerus mempertahankan kekuasaannya atau status quo. Hal ini me
nimbulkan akses-akses nagatif, yaitu semakin jauh dari tekad awal Orde Baru tersebut. Akhirnya
penyelewengan dan penyimpangan dari nilai-nilai Pancasila dan ketentuan-ketentuan yang terdap
at pada UUD 1945, banyak dilakukan oleh pemerintah Orde Baru. Berikut ini adalah beberapa ha
l yang menyebabkan timbulnya Reformasi.

Krisis Politik

Sistem politik yang timpang dan rentan yang dikembangkan selama tiga puluh tahun lebih berk
uasa menjadikan salah satu faktor penyebab jatuhnya rezim Soeharto. Demokrasi yang tidak dila
ksanakan dengan semestinya akan menimbulkan permasalahan politik. Ada kesan kedaulatan raky
at berada di tangan sekelompok tertentu, bahkan lebih banyak di pegang oleh para penguasa.
Dalam UUD 1945 Pasal 2 telah disebutkan bahwa “Kedaulatan adalah ditangan rakyat dan dilaks
anakan sepenuhnya oleh MPR”. Pada dasarnya secara de jore (secara hukum) kedaulatan rakyat
tersebut dilakukan oleh MPR sebagai wakil-wakil dari rakyat, tetapi secara de facto (dalam kenya
taannya) anggota MPR sudah diatur dan direkayasa, sehingga sebagian besar anggota MPR itu
diangkat berdasarkan ikatan kekeluargaan (nepotisme).

Keadaan seperti ini mengakibatkan munculnya rasa tidak percaya kepada institusi pemerintah, DP
R, dan MPR. Ketidak percayaan itulah yang menimbulkan munculnya gerakan reformasi. Gerakan
reformasi menuntut untuk dilakukan reformasi total di segala bidang, termasuk keanggotaan DPR
dam MPR yang dipandang sarat dengan nuansa KKN.
Gerakan reformasi menuntut agar dilakukan pembaharuan terhadap lima paket undang-undang p
olitik yang dianggap menjadi sumber ketidakadilan, di antaranya :

UU No. 1 Tahun 1985 tentang Pemilihan Umum.

UU No. 2 Tahun 1985 tentang Susunan, Kedudukan, Tugas dan Wewenang DPR/ MPR.

UU No. 3 Tahun 1985 tentang Partai Politik dan Golongan Karya.

UU No. 5 Tahun 1985 tentang Referendum.

UU No. 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Massa.

Perkembangan ekonomi dan pembangunan nasional dianggap telah menimbulkan ketimpangan e


konomi yang lebih besar. Monopoli sumber ekonomi oleh kelompok tertentu, konglomerasi, tidak
mempu menghapuskan kemiskinan pada sebagian besar masyarakat Indonesia. Kondi si dan situ
asi Politik di tanah air semakin memanas setelah terjadinya peristiwa kelabu pada tanggal 27 Juli
1996. Peristiwa ini muncul sebagai akibat terjadinya pertikaian di dalam internal Partai Demokras
i Indonesia (PDI).

Krisis politik sebagai faktor penyebab terjadinya gerakan reformasi itu, bukan hanya menyangkut
masalah sekitar konflik PDI saja, tetapi masyarakat menuntut adanya reformasi baik didalam kehi
dupan masyarakat, maupun pemerintahan Indonesia. Di dalam kehidupan politik, masyarakat bera
nggapan bahwa tekanan pemerintah pada pihak oposisi sangat besar, terutama terlihat pada per
lakuan keras terhadap setiap orang atau kelompok yang menentang atau memberikan kritik terh
adap kebijakan-kebijakan yang diambil atau dilakukan oleh pemerintah. Selain itu, masyarakat jug
a menuntut agar di tetapkan tentang pembatasan masa jabatan Presiden.

Terjadinya ketegangan politik menjelang pemilihan umum tahun 1997 telah memicu munculnya k
erusuhan baru yaitu konflik antar agama dan etnik yang berbeda. Menjelang akhir kampanye pe
milihan umum tahun 1997, meletus kerusuhan di Banjarmasin yang banyak memakan korban jiwa
. Pemilihan umum tahun 1997 ditandai dengan kemenangan Golkar secara mutlak. Golkar yang
meraih kemenangan mutlak memberi dukungan terhadap pencalonan kembali Soeharto sebagai
Presiden dalam Sidang Umum MPR tahun 1998 – 2003. Sedangkan di kalangan masyarakat yang
dimotori oleh para mahasiswa berkembang arus yang sangat kuat untuk menolak kembali penc
alonan Soeharto sebagai Presiden.
Dalam Sidang Umum MPR bulan Maret 1998 Soeharto terpilih sebagai Presiden Republik Indones
ia dan BJ. Habibie sebagai Wakil Presiden. Timbul tekanan pada kepemimpinan Presiden Soehart
o yang datang dari para mahasiswa dan kalangan intelektual. Kemudian terjadinya demonstrasi b
esar-besaran yang diarahkan mahasiswa menuju ke Gedung DPR/MPR sebagai simbol dari wakil
rakyat. Demonstrasi ini mengakibatkan pimpinan DPR dipaksa mengambil sikap tegas terhadap t
untutan para demonstran. Pada 20 Mei 1998, pimpinan DPR atas kesepakatan dialog dengandele
gasi masyarakat yang memadati areal tersebut mengeluarkan ancaman bahwa akan segera meng
adakan SI (Sidang Istimewa) MPR jika Soeharto tidak secepatnya mengundurkan diri. Sehingga m
elalui ancaman tersebut, Hermoko, Ketua MPR, sekaligus mengumumkan pula dead line bahwa k
alau sampai batas waktu hati jumat 22 Mei 1998 presiden tidak menyatakan pengunduran diriny
a, maka pimpinan DPR/MPR akan meelakukan rapat dengan seluruh fraksi yang dijadwalkan hari
Senin, 25 Mei 1998, untuk membahas ageenda pelaksanaan SI MPR, demikian pula DPR juga me
ngeluarkan peringatan di hari yang sama. Sehingga pada 21 Mei 1998 di Istana Negara, Soehart
o menyatakan berhenti dari jabatan presiden.[3]

Krisis Hukum

Pelaksanaan hukum pada masa pemerintahan Orde Baru terdapat banyak ketidakadilan. Sejak m
unculnya gerakan reformasi yang dimotori oleh kalangan mahasiswa, masalah hukum juga menja
di salah satu tuntutannya. Masyarakat menghendaki adanya reformasi di bidang hukum agar dap
at mendudukkan masalah-masalah hukum pada kedudukan atau posisi yang sebenarnya.

Krisis Ekonomi

Krisis moneter yang melanda Negara-negara di Asia Tenggara sejak bulan Juli 1996, sangat mem
pengaruhi perkembangan perekonomian Indonesia. Ekonomi Indonesia ternyata belum mampu u
ntuk menghadapi krisi global tersebut. Dari sekian negara di Asia yang mengalami krisis ekonom
i, Indonesia adalah negara yang paling parah tertimpa krisis tersebut, yaitu berawal dari anjlokny
a nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat yang sangat tajam. Berawal pada bulan Okto
ber 1997 dengan mulai tergoncangnya nilai mata uang Asia Tenggara. Goncangan ini memaksa I
ndonesia meminta bantuan IMF. Pada bulan ini juga, Bursa Saham Asia kembali goncang, bunga
bank naik sebesar 300%. IMF mengumumkan paket bantuan darurat untuk Indonesia senilai US
$ 40. Bulan Januari 1998 rupiah semakin merosot tajam sampai 10.000 per dollar AS.[4]

Ketika nilai tukar rupiah semakin melemah, maka pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 0% d
an berakibat pada iklim bisnis yang semakin bertambah lesu. Kondisi moneter Indonesia mengala
mi keterpurukan yaitu dengan dilikuidasainya sejumlah bank pada akhir tahun 1997. Sementara it
u untuk membantu bank-bank yang bermasalah, pemerintah membentuk Badan Penyehatan Perb
ankan Nasional (KLBI). Ternyata usaha yang dilakukan pemerintah ini tidak dapat memberikan ha
sil, karena pinjaman bank-bank bermasalah tersebut semakin bertambah besar dan tidak dapat d
i kembalikan begitu saja.

Selama riwayat panjang rezim Orde Baru, Soeharto memusatkan pusat perhatian pemerintahanny
a pada sistem ekonomi, bahwa sebuah rezim yang stabil harus dibangun diatas sebuah ekonomi
yang stabil dan tumbuh berkembang. Hal ini terbalik dengan sistem Orde Lama yang pusatnya
pada pembangunan negara bangsa, dan mempercayai bahwa ketika sistem politik sukses makan
demikian pula pada sistem ekonominya. Lain dari pada hal tersebut, penanaman sistem eonomi
oleh Soeharto, membentuk satu masalah kunci yang berakibat fatal bagi kepemimpinannya dan
bagi nasib bangsa, yaitu soeharto tidak bisa mengatasi pembiayaan pengeluaran pemerintah; teci
ptanya inflasi.[5]

Inflasi ini mengakibatkan krisis moneter yang tidak hanya menimbulkan kesulitan keuangan Nega
ra, tetapi juga telah menghancurkan keuangan nasional. Memasuki tahun anggaran 1998/1999, kri
sis moneter telah mempengaruhi aktivitas ekonomi yang lainnya. Kondisi perekonomian semakin
memburuk, karena pada akhir tahun 1997 persedian sembilan bahan pokok sembako di pasaran
mulai menipis. Hal ini menyebabkan harga-harga barang naik tidak terkendali. Kelaparan dan kek
urangan makanan mulai melanda masyarakat. Untuk mengatasi kesulitan moneter, Bantuan kucur
an dana dari IMF yang sangat di harapkan oleh pemerintah belum terelisasi, walaupun pada 15 j
anuari 1998 Indonesia telah menandatangani 50 butir kesepakatan (letter of intent atau Lol) den
gan IMF.[6]

Faktor lain yang menyebabkan krisis ekonomi yang melanda Indonesia tidak terlepas dari masala
h hutang luar negeri. Hutang Luar Negeri Indonesia Utang luar negeri Indonesia menjadi salah s
atu faktor penyebab munculnya krisis ekonomi. Namun, hutang luar negeri Indonesia tidak sepen
uhnya merupakan hutang Negara, tetapi sebagian lagi merupakan hutang swasta. Hutang yang
menjadi tanggungan Negara hingga 6 februari 1998 mencapai 63,462 miliar dollar Amerika Serik
at, hutang pihak swasta mencapai 73,962 miliar dollar Amerika Serikat. Akibat dari hutang-hutan
g tersebut maka kepercayaan luar negeri terhadap Indonesia semakin menipis. Keadaan seperti i
ni juga dipengaruhi oleh keadaan perbankan di Indonesia yang di anggap tidak sehat karena ad
anya kolusi dan korupsi serta tingginya kredit macet.

Penyimpangan Pasal 33 UUD 1945 Pemerintah Orde Baru mempunyai tujuan menjadikan Negara
Republik Indonesia sebagai Negara industri, namun tidak mempertimbangkan kondisi riil di masy
arakat. Masyarakat Indonesia merupakan sebuah masyarakat agrasis dan tingkat pendidikan yang
masih rendah. Sementara itu, pengaturan perekonomian pada masa pemerintahan Orde Baru su
dah jauh menyimpang dari sistem perekonomian Pancasila. Dalam Pasal 33 UUD 1945 tercantum
bahwa dasar demokrasi ekonomi, produksi dikerjakan oleh semua untuk semua di bawah pimpi
nan atau pemilikan anggota-anggota masyarakat. Sebaliknya, sistem ekonomi yang berkembang
pada masa pemerintahan Orde Baru adalah sistem ekonomi kapitalis yang dikuasai oleh para ko
nglomerat dengan berbagai bentuk monopoli, oligopoly, dan diwarnai dengan korupsi dan kolusi
.

Pola Pemerintahan Sentralistis Sistem pemerintahan yang dilaksanakan oleh pemerintah Orde Bar
u bersifat sentralistis. Di dalam pelaksanaan pola pemerintahan sentralistis ini semua bidang kehi
dupan berbangsa dan bernegara diatur secara sentral dari pusat pemerintah yakni di Jakarta. Pel
aksanaan politik sentralisasi yang sangat menyolok terlihat pada bidang ekonomi. Ini terlihat dari
sebagian besar kekayaan dari daerah-daerah diangkut ke pusat. Hal ini menimbulkan ketidakpuas
an pemerintah dan rakyat di daerah terhadap pemerintah pusat. Politik sentralisasi ini juga dapat
dilihat dari pola pemberitaan pers yang bersifat Jakarta-sentris, karena pemberitaan yang berasa
la dari Jakarta selalu menjadi berita utama. Namun peristiwa yang terjadi di daerah yang kurang
kaitannya dengan kepentingan pusat biasanya kalah bersaing dengan berita-barita yang terjadi
di Jakarta dalam merebut ruang, halaman, walaupun yang memberitakan itu pers daerah.

Krisis Kepercayaan

Dengan terjadinya krisis hukum, politik dan terutama krisis ekonomi, hal ini membawa dampak k
redibilitas pemerintah menjadi rendah dan rakyat mulai hilang kepercayaannya. Ketidakpercayaan
masyarakat telah menjadi intitusional disease yang tercermin dari serangkaian fenomena yang tel
ah melembaga, seperti maraknya praktek-praktek korupsi dan kolusi pejabat pemerintah dan pen
gusaha serta ketidak pastian hukum. R. Wiliam Liddle memandang krisis moneter di Indonesia tel
ah berpengaruh buruk terhadap semua aspek kehidupan masyarakat. Hal ini telah membawa pe
merintahan Orde Baru kehilangan legitimasinya.[7] Memburuknya situasi ini membangkitkan reaksi
keras dari masyarakat, terutama para intelektual yang tergabung dalam gerakan reformasi yang
dipelopori oleh mahasiswa dan pelajar. Berbagai aksi demonstrasi mahasiswa didukung oleh elem
en-elemen masyarakat seperti para tokoh masayarakat, buruh, LSM (Lembaga Swadaya Masyarak
at) dan lain-lain, yang digelar diberbagai pelosok tanah air.[8] Mereka mengklaim bahwa semua
permasalahan yang saat itu terjadi adalah akibat kesalahan manajemen Presiden Soeharto, sehing
ga mereka menuntut keras agar Presiden Soeharto mundur dari kekuasaanya.[9]

Demontrasi di lakukan oleh para mahasiswa bertambah gencar setelah pemerintah mengumumka
n kenaikan harga BBM dan ongkos angkutan pada tanggal 4 Mei 1998. Puncak aksi para mahasi
swa terjadi tanggal 12 Mei 1998 di Universitas Trisakti Jakarta. Aksi mahasiswa yang semula dam
ai itu berubah menjadi aksi kekerasan setelah tertembaknya empat orang mahasiswa Trisakti yait
u Elang Mulia Lesmana, Heri Hartanto, Hendriawan Lesmana, dan Hafidhin Royan. Tragedi Trisakt
i itu telah mendorong munculnya solidaritas dari kalangan kampus dan masyarakat yang menant
ang kebijakan pemerintahan yang dipandang tidak demokratis dan tidak merakyat.

Soeharto kembali ke Indonesia, namun tuntutan dari masyarakat agar Presiden Soeharto mengun
durkan diri semakin banyak disampaikan. Rencana kunjungan mahasiswa ke Gedung DPR / MPR
untuk melakukan dialog dengan para pimpinan DPR/MPR akhirnya berubah menjadi mimbar beb
as dan mereka memilih untuk tetap tinggal di gedung wakil rakyat tersebut sebelum tuntutan re
formasi total di penuhinya. Presiden Soeharto mengadakan pertemuan dengan tokoh-tokoh aga
ma, tokoh-tokoh masyarakat di Jakarta. Kemudian Presiden mengumumkan tentang pembentukan
Dewan Reformasi, melakukan perubahan kabinet, segera melakukan Pemilihan Umum dan tidak
bersedia dicalonkan kembali sebagai Presiden.

Dalam perkembangannya, upaya pembentukan Dewan Reformasi dan perubahan kabinet tidak da
pat dilakukan. Seperti yang telah dibaha sebelumnya, pada tanggal 21 Mei 1998 Presiden Soehar
to menyatakan mengundurkan diri/berhenti sebagai Presiden Republik Indonesia dan menyerahka
n Jabatan Presiden kepada Wakil Presiden Republik Indonesia, B.J. Habibie dan langsung diambil
sumpahnya oleh Mahkamah Agung sebagai Presiden Republik Indonesia yang baru di Istana Ne
gara. Pelimpahan kekuasaan dari pemerintahan Soeharto ke B.J. Habibie telah memunculkan reak
si pro dan kontra dalam masyarakat.[10] Akhirnya semenjak itu kemudian Orde Baru berakhir dig
antikan Orde Reformasi.

Daftar Pustaka

Malik Haramain dan M. F Nurhuda, 1999, Mengawal Transisi: Refleksi Atas Pemantauan Pemilu ’9
9 (JAMPPI-UNDP).

Adi Suryadi Culla, 1999, Patah Tumbuh, Hilang Berganti: Sketsa Pergolakan Mahasiswa dalam Poli
tik dan Sejarah Indonesia 1908-1998 (Jakarta: Rajawali Press).

Arif Yulianto, 2002, Hubugan Sipil-Militer di Indonesia Pasca Orba (Jakarta: PT. Raja Grafindo Per
sada).

Asvi Warman Adam, 2009, Penelusuran Sejarah Indonesia (Yogyakarta: penerbit Ombak).

Ikrar Nusa Bakti, et. al., 2001, Militer dan Kekerasan Orde Baru: Soeharto di Belakang Peristiwa 2
7 Juli? (Bandung: Penerbit Mizan).

Jan Luiten Van Zanden Daan Marks, 2012, Ekonomi Indonesia 1800-2010; Antara Drama dan Keaj
aiban Pertumbuhan (Jakarta: PT Kompas Media Nusantara).

[1]Arif Yulianto, 2002, Hubugan Sipil-Militer di Indonesia Pasca Orba (Jakarta: PT. Raja Grafindo P
ersada), hlm. 341.

[2]Asvi Warman Adam, 2009, Penelusuran Sejarah Indonesia (Yogyakarta: penerbit Ombak), hlm.
113.
[3]Yuliato, Op. cit, hlm. 342.

[4]Ibid., hlm, 341,

[5]Jan Luiten Van Zanden Daan Marks, 2012, Ekonomi Indonesia 1800-2010; Antara Drama dan K
eajaiban Pertumbuhan (Jakarta: PT Kompas Media Nusantara), hlm. 356.

[6]Yuliato, Op. cit, hlm. 341.

[7]A. Malik Haramain dan M. F Nurhuda, 1999, Mengawal Transisi: Refleksi Atas Pemantauan Pe
milu ’99 (JAMPPI-UNDP), hlm. 3.

[8]Mengenai tokoh-tokoh dan unsur-unsur pendukung gerakan mahasiswa dalam perjuangannya


dapat dilihat dalam Adi Suryadi Culla, 1999, Patah Tumbuh, Hilang Berganti: Sketsa Pergolakan
Mahasiswa dalam Politik dan Sejarah Indonesia 1908-1998 (Jakarta: Rajawali Press), hlm: 161-164.

[9]Yulianto, Op. cit., hlm. 342.

[10]Kelompok yang kontra adalah pendukung B.J. Habibie yang berkesimpulan bahwa posisi Habi
bie sah secara konstitusional berdasarkan pasal 8 UUD 1945 dan Tap MPR No. XI/MPR No. VII/
MPR/1973. Oleh karena itu, masa jabatannya sampai tahun 2003. Kempok ini berasumsi bahwa k
elompok yang ingin mengadakan (mendukung) SI MPR tidak konstitusional. Lihat pada: Yulianto,
Op. cit., hlm. 343.
RELATED POSTS

tritura

TRI TUNTUTAN RAKYAT

Tidak ada Komentar | Okt 2, 2016

alur amandemen

AMANDEMEN PERTAMA UUD 1945

Tidak ada Komentar | Sep 1, 2016

pak harto

LANGKAH-LANGKAH SEOHARTO SELAKU PENGEMBAN SUPERSEMAR

Tidak ada Komentar | Jan 11, 2016

awal-orde-baru-soeharto

POLITIK LUAR NEGERI INDONESIA

Masa Awal Kemerdekaan

Masa Demokrasi Liberal

Masa Demokrasi Terpimpin

Masa Hindu-Budha

Masa Islam

Masa Kolonial Barat

Masa Orde Baru

Masa Pendudukan Jepang

Masa Pergerakan Nasional

Masa Pra-Aksara

Masa Reformasi

On Memory

Pemberontakan di Indonesia
Pendidikan

Perjuangan Bangsa Indonesia

Sejarah Dunia

Sejarah Indonesia

Toeri-Teori

Uncategorized

POS-POS TERBARU

Politik Luar Negeri Indonesia Demokrasi Terpimpin

Pengunduran Menteri Menjelang Berakhirnya Orde Baru

Dualisme Kepemimpinan Nasional

Pidato Perlengkapan Nawaksara

Isi Pidato Nawaksara Bung Karno

Tri Tuntutan Rakyat

Perpecahan Mataram Islam

Kerajaan Gowa Tallo

Prasasti Kerajaan Mataram Kuno

Revolusi Industri

Perlawanan terhadap Kolonial BeLanda

Anda mungkin juga menyukai