Anda di halaman 1dari 5

A.

Latar Belakang Lahirnya Orde Baru


Lahirnya orde baru ditandai TRITURA atau Tri Tuntutan Rakyat yang merupakan ide
perjuangan Angkatan 66/KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia). TRITURA
terdiri dari tiga tuntutan yaitu pembubaran PKI, perombakan Kabinet Dwikora, dan
penurunan harga.

TRITURA semakin panas karena sikap Presiden Soekarno yang bertolak belakang
dengan aksi-aksi mereka. Hingga terjadi peristiwa G30S/PKI yang membuat rakyat
Indonesia menurunkan kepercayaannya terhadap pemerintahan Soekarno.

Peristiwa G30S/PKI adalah salah satu penyebab menurunnya kredibilitas Soekarno


dan membuatnya mengeluarkan Surat Perintah kepada Letjen Soeharto yang
disebut Surat Perintah 11 Maret 1966 (Supersemar).

Dalam Surat Perintah tersebut Soekarno menunjuk Soeharto untuk melakukan


segala tindakan demi keamanan, ketenangan, dan stabilitas politik. Supersemar
menjadi titik awal berkembangnya kekuasaan Orde Baru.

B. Sistem Pemerintahan pada Masa Orde Baru


Pemerintahan orde baru menggunakan konsep Demokrasi Pancasila. Visi utama
pemerintahan orde baru adalah menerapkan nilai Pancasila dan UUD 1945, secara
murni serta konsekuen dalam aspek kehidupan masyarakat Indonesia.

Di masa orde lama, komunisme dan gagasan yang bertolak belakang dengan
Pancasila sempat meluas. Hal ini membuat Soeharto di masa jabatannya melakukan
indoktrinasi Pancasila. Beberapa metode indoktrinasi yang dilakukannya yaitu:

Menerapkan pengajaran P4 (Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan


Pancasila) di sekolah
Soeharto mengizinkan masyarakat membentuk organisasi dengan syarat
menggunakan asas pancasila
Melarang kritikan yang menjatuhkan pemerintah dengan alasan stabilitas negara.
Sistem pemerintahan pada masa orde baru adalah presidensial dengan bentuk
pemerintahan Republik dan UUD 1945 sebagai dasar konstitusi yang berlaku. Dalam
periode masa orde baru, terjadi banyak perubahan-perubahan politik dan ekonomi.

Ekonomi Indonesia berkembang pesat walaupun dibarengi dengan praktik korupsi


yang merajalela. Lewat beberapa kebijakannya, politik dan ekonomi negara juga
semakin kuat. Namun kondisi ini menurun ketika di tahun 1997 saat terjadi krisis
moneter.

Krisis inilah yang membuat pemerintah kehilangan kepercayaan rakyat sehingga


Soeharto sebagai presiden mengundurkan diri pada tanggal 21 Mei 1998 yang
mengakhiri kekuasaan Orde Baru.

Baca juga:
Daftar 25 Nama Nabi dan Rasul Lengkap serta Mukjizatnya
C. Penyebab Jatuhnya Pemerintahan Orde Baru
Meski selama masa tersebut perekonomian Indonesia melaju pesat dan
pembangunan infrastruktur yang merata untuk masyarakat, namun perkembangan
tersebut diikuti dengan praktik korupsi, kolusi dan nepotisme.
Hal ini menyebabkan kurangnya kepercayaan terhadap Presiden Soeharto dan
memicu aksi demo mahasiswa dan masyarakat umum. Demonstrasi semakin gencar
setelah pemerintah menaikkan harga BBM di tanggal 4 Mei 1998.

Belum lagi terjadi Tragedi Trisakti yaitu tertembaknya 4 mahasiswa di depan


Universitas Trisakti yang semakin mendorong masyarakat menentang kebijakan
pemerintah. Tahun 1997-1998 merupakan periode orde baru yang menjadi masa
kelam bagi rakyat Indonesia.

Perekonomian yang tadinya melesat langsung mengalami penurunan disusul dengan


berakhirnya rezim orde baru. Besarnya gelombang demonstrasi di berbagai daerah,
membuat Presiden Soeharto mundur pada 21 Mei 1998. Setelah tiga dasawarsa
lebih menjabat, orde baru ambruk akibat krisis ekonomi yang melanda negeri sejak
tahun 1997.
Latar Belakang 

Mundurnya Presiden Soeharto dilatarbelakangi krisis moneter sejak 1997.  Kondisi ekonomi
Indonesia pada saat itu tengah sangat melemah dan merosot sehingga menimbulkan
ketidakpuasan masyarakat. Ketidakpuasan ini kemudian semakin membesar dan memicu
terjadinya demonstrasi besar-besaran yang dilakukan oleh berbagai aksi mahasiswa di wilayah
Indonesia. Kerusuhan-kerusuhan terjadi hampir di setiap daerah di Indonesia.  Akibatnya,
pemerintahan Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto pun mendapat banyak
tekanan politik baik dari dalam negeri maupun luar negeri.  Dari luar negeri, Amerika Serikat
secara terbuka meminta agar Soeharto mengundurkan dari jabatannya sebagai Presiden. 
Sedangkan dari dalam negeri, terjadinya gerakan mahasiswa yang turun ke jalan menuntut agar
Soeharto lengser dari jabatannya.  Kepemimpinan Soeharto semakin menjadi sorotan sejak
terjadinya Tragedi Trisakti pada 12 Mei 1998, di mana empat mahasiswa tertembak mati dan
memicu Kerusuhan Mei 1998 sehari kemudian.  Tekanan dari para massa terhadap Soeharto pun
memuncak ketika sekitar 15.000 mahasiswa mengambil alih Gedung DPR/MPR yang berakibat
proses politik nasional lumpuh.  Soeharto yang saat itu sudah terdesak masih berusaha untuk
menyelamatkan kursi kepresidenannya dengan melakukan perombakan kabinet dan membentuk
Dewan Reformasi. Tetapi, pemberontakan yang dilakukan oleh para mahasiswa ini membuat
Presiden Soeharto tidak memiliki pilihan lain selain mengundurkan diri.  Pada 21 Mei 1998 di
Istana Merdeka, Presiden Soeharto secara resmi menyatakan dirinya berhenti menjabat sebagai
Presiden Indonesia.  Melalui UUD 1985 Pasal 8, Soeharto segera mengatur agar Wakil Presiden
BJ Habibie disumpah untuk menjadi penggantinya di hadapan Mahkamah Agung.  Sejak saat itu,
kepemimpinan beralih dari Soeharto ke BJ Habibie dan terbentuk Era Reformasi.  Baca juga:
Kabinet Wilopo: Latar Belakang, Susunan, dan Program Kerja Tujuan  Gerakan atau Era
Reformasi menjadi peristiwa bersejarah di Indonesia, karena mampu menuntaskan rezim Orde
Baru yang dipimpin Soeharto setelah berkuasa selama 32 tahun, sejak 1966.  Maksud dan tujuan
diadakannya reformasi adalah: Menuntut turunnnya harga-harga kebutuhan pokok yang
melonjak tinggi sejak Juli 1997. Menuntut MPR untuk tidak kembali mencalonkan Soeharto
sebagai presiden untuk periode ketujuh.  Menjelang lengsernya Soeharto, para pejabat
melakukan perjanjian simbolik dan beberapa langkah kebijakan ekonomi guna untuk mencoba
mengatasi keadaan dan mempertahankan kekuasaan (buying time).  Baca juga: Kabinet
Burhanuddin Harahap: Latar Belakang, Susunan, dan Kebijakan Dampak  Kebebasan
Menyampaikan Pendapat  Setelah reformasi, orang-orang bebas untuk mengemukakan
pendapatnya.  Presiden BJ Habibie memberikan ruang bagi siapapun yang ingin menyampaikan
pendapat, baik dalam bentuk rapat umum maupun unjuk rasa atau demonstrasi.  Namun, bagi
mahasiswa yang akan melakukan aksi unjuk rasa, terlebih dulu diharuskan untuk mendapatkan
izin dari pihak kepolisian dan menentukan lokasi di mana demonstrasi dilakukan. Hal ini
dilakukan karena mengacu dengan UU No. 28 Tahun 1997 tentang Kepolisian Republik
Indonesia.  Masalah Dwifungsi ABRI  Setelah reformasi dilaksanakan, peran ABRI di perwakilan
rakyat DPR mulai dikurangi secara bertahap, yaitu dari yang tadinya berjumlah 75 orang menjadi
38 orang.  Dahulu, ABRI terdiri dari empat angkatan, yakni Angkatan Darat, Angkatan Laut,
Angkatan Udara, dan Kepolisian RI.  Namun, sejak tanggal 5 Mei 1999, Polri telah memisahkan
diri dari ABRI dan berganti nama menjadi Kepolisian Negara, istilah ABRI juga berubah menjadi
TNI.  Reformasi Bidang Hukum  Pada masa pemerintahan BJ Habibie dilakukan reformasi di
bidang hukum, di mana reformasi hukum ini disesuaikan dengan aspirasi yang berkembang di
masyarakat.  Tindakan BJ Habibie terkait reformasi hukum ini pun disambut dengan baik oleh
masyarakat luas, karena reformasi hukum ini mengarah kepada tatanan yang diharapkan
masyarakat. Selama masa Orde Baru, karakter hukum yang berlaku di Indonesia cenderung
bersifat konservatif, ortodoks, dan elitis.  Hukum ortodoks sendiri merupakan hukum yang
bersifat tertutup, sehingga masyarakat tidak memiliki peran sama sekali di dalamnya.  Hukum
pada masa Orde Baru ini pun kemudian dianggap sebagai bentuk hukum yang mengebiri Hak
Asasi Manusia (HAM).  Oleh karena itu, hukum di era Orde Baru tidak lagi diterapkan pada masa
reformasi, karena di era ini, BJ Habibie ingin menciptakan hukum yang dapat menjamin
keamanan perlindungan HAM.  Baca juga: Kabinet Natsir: Latar Belakang, Susunan, Program
Kerja, dan Pergantian Demonstrasi  Tragedi Trisakti  Tragedi Trisakti menjadi salah peristiwa
paling membekas sepanjang Era Orde Baru. Peristiwa ini terjadi pada 12 Mei 1998 silam, di mana
empat mahasiswa yang sedang demonstrasi menuntut Soeharto turun dari jabatannya
tertembak dan tewas.  Mereka adalah Elang Mulia Lesmana (1978-1998), Heri Hertanto (1977-
1998), Hafidin Royan (1976-1998), dan Hendriawan Sie (1975-1998).  Insiden Berdarah di Medan
1998  Sewaktu Kerusuhan Mei 1998 sedang marak terjadi, salah satu kota yang juga banyak
terjadi pertumpahan darah adalah Kota Medan.  Insiden berdarah di Medan ini terjadi pada 6 Mei
1998.  Kota ini mengalami kerusuhan yang hampir melumpuhkan kota tersebut.  Waktu itu,
ratusan toko dirusak, sejumlah kendaraan dibakar, serta lima orang tewas dan puluhan orang
mengalami luka-luka akibat aksi unjuk rasa yang mereka lakukan.  Tragedi Gejayan atau Tragedi
Yogyakarta  Tragedi Gejayan menjadi sebuah peristiwa bentrokan berdarah yang terjadi pada
Jumat, 8 Mei 1998 di daerah Gejayan, Yogyakarta.  Kerusuhan yang terjadi pada saat itu lantaran
para demonstran mengunjuk rasa dan menuntut agar Soeharto lengser dari jabatannya.  Dari
peristiwa ini, terjadi banyak kekerasan antara aparat dengan mahasiswa Yogyakarta yang
menyebabkan ratusan korban terluka, bahkan satu orang meninggal dunia, Moses Gatutkaca.
Tragedi Penjarahan dan SARA jelang Reformasi 1998 Setelah terjadinya tragedi pertumpahan
darah di sejumlah daerah di Indonesia, suasana di Kota Jakarta kembali mencekam pada 13
sampai 15 Mei 1998.  Kala itu, Indonesia tengah mengalami krisis moneter, di mana hutang
menumpuk dan dollar semakin meningkat.  Belum selesai dengan krisis moneter, peristiwa
nahas lain juga terjadi, di mana kios-kios dibakar, wanita etnis Tionghoa mengalami pelecehan
seksual.  Ratusan orang juga dikabarkan hilang serta tewas dalam kerusuhan ini.  Kronologi
Reformasi  5 Mei 1998  20 mahasiswa Universitas Indonesia mendatangi Gedung DPR/MPR
untuk melakukan penolakan terhadap pidato pertanggungjawaban yang disampaikan pada
Sidang Umum MPR. 11 Maret 1998  Soeharto dan BJ Habibie disumpah menjadi Presiden dan
Wakil Presiden. 14 Maret 1998  Soeharto menyampaikan kabinet baru bernama Kabinet
Pembangunan VII. 15 April 1998  Soeharto meminta mahasiswa menghentikan aksi demonstrasi
dan kembali ke kampus. 1 Mei 1998 Soeharto melalui Menteri Dalam Negeri dan Menteri
Penerangan Alwi Dachlan mengatakan reformasi baru bisa dimulai tahun 2003. 2 Mei 1998 
Soeharto meralat pernyataannya, bahwa reformasi bisa dimulai sekrang (1998). 4 Mei 1998 
Mahasiswa di Medan, Bandung, dan Yogyakarta melakukan demonstrasi besar-besaran karena
menyambut kenaikan harga bahan bakar minyak (2 Mei 1998).  5 Mei 1998  Terjadi demonstrasi
mahasiswa besar-besaran di Medan yang berujung kerusuhan.  12 Mei 1998  Aparat keamanan
menembak empat mahasiswa Trisakti yang berdemonstrasi secara damai. 13 Mei 1998 
Mahasiswa di Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi datang ke Kampus Trisakti untuk
mengungkapkan duka cita yang berujung kerusuhan. 14 Mei 1998  Soeharto bersedia
mengundurkan diri.  15 Mei 1998  Soeharto membantah bahwa ia ingin mengundurkan diri dari
jabatannya.  16 Mei 1998  Warga asing berbondong-bondong kembali ke negeri mereka.  21 Mei
1998 Di Istana Merdeka, pukul 09.05, Soeharto menyatakan mundur dari kursi Presiden dan BJ
Habibie disumpah menjadi Presiden RI ketiga. 

Anda mungkin juga menyukai