Anda di halaman 1dari 11

SEKULER, SEKULERISME DAN SEKULERASI

DALAM BERBAGAI BIDANG PERSPEKTIP ISLAM

Dosen Pengampu :
Ahmad Abdul Gani, Drs., S.H., M.Ag

Dibuat Oleh :

KELAS J - KELOMPOK 1

PRODI ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS PASUNDAN

2022
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb

Puji syukur selalu kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas kasih dan sayang-Nya
memberikan pengetahuan,kemampuan dan kesempatan kepada penyusun sehingga mampu
menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Sekuler, Sekulerisme Dan Sekulerasi Dalam
Berbagai Bidang Perspektip Islam”. Makalah ini ditulis sebagai tugas mata kuliah Agama.

Penyusun menyadari, bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan- kekurangan
karena keterbatasan kemampuan penyusun,untuk itu,masukan yang bersifat membangun akan sangat
membantu penyusun untuk semakin membenih kekurangannya

Demikian dari kami selaku penulis makalah ini, apabila terdapat masalah pada makalah ini saya
ucapkan mohon maaf yang sebesar-besarnya. Saya harap makalah ini dapat bermanfaat bagi kalian
yang membacanya. Terima kasih.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Bandung, 27 Oktober 2022

Penyusun
BAB 1
A. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Berbagai teori mengenai agama pada masa klasik hampir mayoritas sepakat mengenai ‘kematian’
agama. Ada banyak ilmuwan pada masa itu yang meramalkan kepunahan agama. Auguste Comte
mengumumkan bahwa, sebagai akibat dari modernisasi, masyarakat akan tumbuh melampaui "tahap
teologis" dalam evolusi sosial dan pada saat itu agama akan ditinggalkan.1 Frederich Engels melihat
bagaimana revolusi sosialis akan menyebabkan agama menguap, dia tidak mengatakan kapan itu akan
terjadi, namun dia mengatakan penguapan agama akan terjadi ‘segera’. Pada tahun 1878, Max Muller
mengatakan bahwa yang paling banyak dibaca setiap hari, setiap minggu, setiap bulan, setiap kuartal,
dalam jurnal tampaknya memberitahu kita bahwa waktu untuk agama akan terakhir, iman adalah
halusinasi atau penyakit kekanak-kanakan, bahwa para dewa akhirnya akan ditinggalkan.2 Pada awal
abad kedua puluh, AE Crawley mengatakan bahwa agama dapat bertahan hidup hanya pada tahap
primitif, dan kepunahan hanya soal waktu saja. Beberapa tahun kemudian, Max Weber menjelaskan
modernisasi hanya akan menyebabkan "kekecewaan" dari dunia, dan Sigmund Freud meyakinkan
murid-muridnya bahwa agama merupakan ilusi neurotik akan mati pada sofa terapis. Berbagai teori
agama masa klasik tersebut menyimpulkan masa hilangnya agama dari peradaban masyarakat.
Kemudian kapan masa itu akan terjadi? Tidak ada satu ilmuwan pun yang bisa memastikannya.
Namun hal itu akan terjadi “segera”. Ada satu kesamaan mengenai kapan terjadinya kepunahan
agama yaitu ketika kemajuan atau modernisasi terjadi pada masyarakat. Modernisasi mengakibatkan
sekularisasi. Tema sekularisasi ini beberapa tahun terakhir kembali hangat dibicarakan. Di Indonesia
kata sekularisasi ataupun sekularisme merupakan kata yang ‘haram’ untuk dibicarakan. Seringkali
masyarakat di Indonesia menyamaratakan kedua kata tersebut sebagai suatu paham yang anti agama.
Di Indonesia sendiri isu mengenai sekularisasi pertama dilontarkan pada tahun 1970-an oleh
Nurcholish Majid dan telah menimbulkan perdebatan yang cukup berkepanjangan. Pada akhirnya
perdebatan tersebut memunculkan dikotomi kelompok, ada yang pro dan ada kelompok yang kontra.
Kelompok yang pro sering juga disebut dengan kelompok reformis yang menerima gerakan
sekularisasi yang diartikan sebagai pembebasan masyarakat dari berbagai unsur magis dan tahayul,
namun tetap menolak sekularisme sebagai paham yang anti agama. Sedangkan kelompok yang kontra
atau yang sering disebut kelompok konservatif, menentang sama sekali sekularisasi yang dipersepsi
sama dengan sekularisme.3 Berdasarkan latar belakang di atas, masyarakat sering kali mempunyai
pandangan yang menyamakan makna sekularisasi dan sekularisme. Hal tersebut mungkin disebabkan
karena banyaknya makna dari kedua istilah tersebut. Yang menyebabkan banyaknya makna dari
sekularisasi atau sekularisme ini karena berhubungan erat dengan agama, sedangkan makna dari
agama tersendiri tidak ada kesepahaman diantara para ahli Untuk itu makalah ini akan mencoba
menjelaskan perbedaan kedua kata tersebut. Hal ini diperlukan agar didapatkan pemahaman yang
komprehensif mengenai pengertian dan perbedaan dari sekularisasi atau sekularisme. Setelah
didapatkan pemahaman yang komprehensif mengenai kedua istilah tersebut, maka sekularisasi dan
sekularisme tersebut akan dihubungkan dengan istilah lain yaitu agama. Untuk itu perlu juga
dijelaskan apa itu agama. Yang akan dipakai dalam makalah ini menggunakan istilah agama menurut

1.2 Rumusan Masalah

Penulis sudah Menyusun Sebagian permasalahan yang hendak di bahas dalam makalah ini. Ada pula
sebagian permasalahan yang hendak di bahas dalam karya tulis ini antara lain :

 Pengertian dari sekuler, sekulerisme, sekulerisasi.


 Dampak dari sekuler, sekulerisme, sekulerisasi.
 Bagaimana sekuler, sekulerisme dan sekulerisasi dalam berbagai bidang perspektif islam?
Sebutkan ayat / hadits yg terkait.

1.3 Tujuan Masalah

Bersumber pada rumusan permasalahan yang disusun oleh penulis di atas, hingga tujuan dalam
penyusunan makalah ini merupakan bagikan berikut :

 Untuk memahami pengertian tentang sekuler, sekulerisme, sekulerisasi.


 Untuk mengetahui dampak dari sekuler, sekulerisme, sekulerisasi.
 Untuk memahami sekuler, sekulerisme dan sekulerisasi dalam berbagai bidang perspektif
islam.
BAB 2
B. PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN SEKULER, SEKULARISASI, DAN SEKULARISME

Secular berasal dari bahasa Latin saeculum yang berarti dua pengertian yaitu waktu dan
ruang (atau tempat). Definisi sekular yang difahami sekarang, merujuk kepada dunia atau duniawi.
Saeculum bermakna masa kini. Berarti juga peristiwa-peristiwa masa kini. Disebabkan oleh konsep
sekuler yang merujuk kepada “keadaan dunia saat ini”, maka ia mudah berkembang dan diterima
karena seolah ia adalah konsep yang “up-to-date”. Jadi faham relativisme tentang nilai-nilai
kemanusiaan, yaitu nilai manusia bisa berubah mengikuti keadaan ruang dan tempat, mudah untuk
mendapat sambutan.

Istilah sekularisasi secara semantik memiliki makna dan arti yang beragam dan bervariasi
namun memiliki nuansa yang sama. Untuk itulah diperlukan penelusuran makna secara etimologis
maupun terminologis agar diperoleh pemahaman arti secara komprehensif. Sekularisasi yang dipakai
dalam bahasa Indonesia, berasal dari kata dalam bahasa Inggris secularization, yang berasal dari
bahasa Latin saeculum yang biasanya diartikan sebagai the temporal world (dunia temporal) sebagai
lawan dari the Kingdom of God (Kerajaan Tuhan).4 C. William mengartikan Saeculum dengan istilah
of this age (yang terkait dengan saat, zaman atau waktu ini).5

Bahkan lebih jelas lagi pengertian yang disampaikan oleh Backer yang mengatakan istilah
sekular tidak saja sebagai sesuatu yang berkaitan dengan profan, tapi juga dikonotasikan kepada
sesuatu yang tidak suci, tidak bertuhan dan sebagainya. Dari beberapa arti di atas, dapat disimpulkan
pengertian sekular berarti berhubungan dengan waktu saat ini, waktu sekarang, bersifat profan atau
duniawi dan bukan dunia yang akan datang (dalam bahasa agama Islam akherat). Berdasarkan
penelusuran etimologis dari asal katanya seperti yang sudah dijabarkan di atas, maka didapat suatu
pengertian umum dari sekularisasi secara etimologis sebagai suatu proses penduniawian, profanisasi
dan pelepasan dari nilai-nilai keagamaan. Istilah sekularisasi dalam historisnya mengalami
perkembangan, sehingga seringkali diartikan dengan makna yang berbeda-beda tergantung pada
topik, sudut pandangan, tujuan dan objek kajian dari orang yang menggunakannya.6 Perbedaan
makna sekularisasi tampak misalnya saat perundingan di Westfalen pada tahun 1946, istilah ini
dimaksudkan sebagai proses pengalihan kekuasaan rohani (kedudukan dan peraturan suci) pada
instansi agama Kristen dari agama menjadi milik umum. Kemudian pada abad ke 18 istilah
sekularisasi dihubungkan dengan masalah kekuasaan dan kekayaan milik rohaniawan. Berbeda pula
pada abad ke 19, sekularisasi dimaksudkan kepada penyerahan kekuasaan dan hak milik gereja
kepada negara dan yayasan duniawi. Dan terakhir pada abad ke 20, istilah ini mengalami
perkembangan secara konseptual yang panjang, sehingga memiliki makna dan arti yang beragam
namun memiliki nuansa semantik yang tidak jauh berbeda yakni perubahan peran agama dalam
masyarakat.7

Selanjutnya perlu dijelaskan juga istilah sekularisme, agar didapatkan perbedaannya dengan
istilah sekularisasi. Istilah sekularisme secara historis pertama kali diperkenalkan oleh George Jacob
Holyoale pada tahun 1841. Pada awalnya sekularisme merupakan perluasan kebebasan berfikir dalam
bidang etika. Dengan demikian jelas bahwa sekularisme tidak lain merupakan suatu sistem etika yakni
sistem yang menyodorkan mengenai prinsipprinsip kehidupan tentang apa, bagaimana, dan harus
kemana manusia hidup atau bagaimana seharusnya manusia itu bertindak dalam kehidupan sehari-
hari.8 Sebagai suatu sistem etika, sekularisme mengajarkan manusia untuk terus meningkatkan taraf
hidupnya yang bermanfaat dengan cara mencari kebaikan di dunia lewat kemampuan manusiawi
tanpa terikat dan merujuk pada agama atau ajaran agama yang bersifat adikodrati. Pengertian
sekularisme kemudian mengalami perkembangan sampai pada akhirnya dikaitkan dengan paham
atheistik. Hal ini terlihat pada tahun 1870, terjadi perdebatan antara Holyoake dengan Charles
Bradlaugh mengenai apakah sekularisme berkaitan dengan ateisme atau tidak. Pada perdebatan ini
Holyoake, tetap bertahan bahwa sekularisme tidak ada kaitannya dengan ateisme. Namun lawannya
tetap menganggap bahwa ateisme pada dasarnya merupakan presuposisi dari sekularisme.9 Penjelasan
sekularisme selanjutnya datang dari Wilson bahwa sekularisme dapat dikatakan sebagai suasana yang
menunjukkan adanya rational procedure, technology and absense of the sacred.10 Dari beberapa
pengertian di atas nampak bahwa sekularisme mengandung unsur meragukan tuhan dan agama di
dunia dalam arti luas. Atau secara sederhana biasa dikatakan tuhan dan agama belum secara tegas
ditolak atau diterima, hanya saja secara eksplisit memiliki kecenderungan adanya ateisme dalam
sekularisme.
2.3 DAMPAK DARI SEKULER, SEKULERISME, DAN SEKULERISASI
Sekularisme membahayakan keterbukaan dan kebebasan yang dihasilkan oleh sekularisasi.
Maka dari itu, sekularisme harus diawasi, di periksa dan dicegah untuk menjadi ideologi negara.
Sebaliknya, Harvey Cox menegaskan bahwa sekularisasi adalah perkembangan yang membebaskan (a
liberating developement). Sekularisasi sendiri berasal dari kepercayaan Bibel. Pada taraf tertentu, ia
merupakan hasil otentik dari implikasi kepercayaan Bibel terhadap kepercayaan Bibel terhadap
sejarah Barat.
Paham sekularisme yang merupakan akar kebudayaan Barat itu akhirnya bersifat ekspansif
sehingga membutuhkan proses untuk menjadikan segala sesuatu sekuler, proses itu adalah
sekularisasi. Dengan proses ini manusia dewasa menjadi lebih mementingkan kehidupan material
ketimbang spiritual.
Agama hanya diletakkan dalam kehidupan privat dan tidak boleh masuk dalam ruangan publik.
Pada poin inilah Sayyed Hosein Nasr menyimpulkan bahwa sekularisasi telah berhasil memindahkan
kehadiran spiritualitas dari semua aspek pemikiran dan kehidupan manusia.
Fazlur Rahman beranggapan bahwa sekularisme itu bercorak atheistik. Kehidupan masyarakat
yang sekuler dan kemudian berkembang menjadi liberal ini tidak dapat memberikan kontribusi yang
berarti bagi kemanusiaan. Kehidupan sekuler dapat menghancurkan kemanusiaan.
Sekularisasi yang terjadi di Barat seperti yang di akui banyak pakar sejarah, sebenarnya berasal
dari agama Kristen sendiri. Seperti halnya dijelaskan dalam Gospel Matius XXXII: 21 tercatat ucapan
Yesus: “Urusan Kaisar serahkan saja pada Kaisar, dan urusan Tuhan serahkan kepada Tuhan”.
Implikasinya agama tidak perlu ikut campur dalam urusan politik. Kemudian atas dasar inilah
muncul dikotomi antara regnum dan sacerdotium, pemisahan antara kekuasaan Raja dan otoritas
Gereja, antara negara dan agama. Doktrin ini dikembangkan oleh St, Augustin yang membedakan
Kota Bumi (civitas terrena) dan Kota Tuhan (civitas dei).
Faktor lain yang mendorong sekularisasi di Barat adalah gerakan Reformasi Protestan sejak awal
abad ke-16, yang merupakan sebuah respons atas banyaknya korupsi di kalangan Gereja yang
dipercaya telah memanipulasi dan mempolitisir agama guna kepentingan pribadi. Maka tidaklah
berlebihan apabila disimpulkan bahwa sekularisasi yang terjadi di Barat merupakan proses yang wajar
dan niscaya bagi masyarakatnya.
Steve Bruce berpendapat, bahwasanya sekularisasi memang tidak selalu berakhir dengan
atheisme. Karena agama tidak diprediksi akan lenyap sama sekali akibat sekularisasi. Kecenderungan
masyarakat sekuler beralih dari budaya agama (religious culture) kepada sekedar kepercayaan agama
(religious faith).

Apabila sebelumnya agama layaknya sifat kata kerja (adverb), maka kemudian agama menjadi
kata benda (noun). Dan apabila dulu seseorang melakukan sesuatu karena dan menurut petunjuk
agama, maka sekarang orang bertindak tanpa peduli agama. Agama yang mengerucut menjadi
fidelisme dan eupraxophy. Asalkan anda percaya bahwa Tuhan itu ada, maka anda sudah dianggap
beragama
Cukup menjadi orang yang baik tanpa perlu menjadi penganut agama tertentu. Menurut prediksi
sosiolog, masyarakat sekuler akan meninggalkan agama yang melembaga (reified) dan terorganisir,
kemudian masuk menganut kepercayaan dan kebatinan mirip agama (quasi-religion) atau bahkan
memeluk agama-agama palsu (pseudo-religion).
Istilah sekuler-sekularisasi-sekularisme adalah istilah yang sama-sama mengduniakan kehidupan dan
menyubordinasi Tuhan dan kehidupan. Karena kehidupan dunia sudah tidak lagi bercampur dengan
ketuhanan, maka kehidupan manusia itu secara praktis sudah anti Tuhan, atau juga disebut dengan
practical atheism.
Tepatnya, urusan-urusan duniawi manusia hanya diurus oleh manusia saja dan tidak lagi
mementingkan keberadaan Tuhan atau kehidupan sesudah dunia. Oleh sebab itu, dalam kehidupan
praktis sekularisme itu anti Tuhan. Dikarenakan tidak mementingkan keberadaan Tuhan maka paham
ini tidak dapat diadopsi oleh Islam.
Sekularisasi sendiri melibatkan tiga kelompok komponen penting: (1) penolakan unsur
transenden dalam alam semesta, (2) memisahkan antara agama dan politik, serta (3) memisahkan
antara nilai yang tidak mutlak atau relative.
Pola pemikiran yang dibawa Barat ini tidak hanya bertentangan dengan fitrah manusia, tetapi
juga berusaha merubah worldview dan memutus ilmu kemudian mengalihkannya dari tujuannya yang
hakiki. Al-Attas sendiri dengan baik menjelaskan mengenai pandangannya tentang Barat:
“Ilmu yang bermasalah itu akhirnya telah kehilangan tujuan hakikinya karena tidak digunakan
dengan adil. Akibatnya bukan kedamaian dan keadilan yang dibawanya melainkan kekacauan dalam
kehidupan manusia. Ilmu yang terlihat benar ternyata lebih produktif ke arah kekeliruan dan
skeptisme. Ilmu yang seharusnya selalu membuat sejarah, nampaknya malah membawa ketidak
harmonisan pada isi alam semesta”.
Dan yang perlu kita pahami adalah sekularisme dan liberalisme bukan berasal dari ajaran
Islam atau tradisi intelektual Islam. Keduanya merupakan produk konsep agama yang bermasalah dan
buah kekecewaan Barat terhadap agama.
2.3 SEKULER, SEKULERISME DAN SEKULERISASI DALAM BERBAGAI BIDANG
PERSPEKTIF ISLAM.

Konsep sekularisme yaitu suatu paham yang menyangkut ideologi atau kepercayaan yang
mana senantiasa berpendirian bahwa paham agama tidak boleh dimasukkan ke dalam urusan politik,
negara, atau institusi publik lainnya Sekularisme memiliki ciri yang meyakini bahwa nilai keagamaan
haruslah dibedakan dari nilai-nilai kehidupan dunia dan seluruh aspeknya. Ia menyebarkan paham
ideologisnya melalui prinsip pragmatisme dan ulitarianisme, kegiatan yang sifatnya politis bebas dari
pengaruh agama. Bagi umat islam, sekularisme merupakan suatu paham atau ideologi yang dianggap
menyesatkan. Karena, agama tidak dapat mencampuri urusan duniawi. Di dalam sistem sekuler,
pemerintah pun juga tidak dapat mencampuri urusan agama bahkan sebaliknya. Munculnya paham
sekularisme ini di benuar Eropa karena pengalaman buruk daerah-daerah Eropa terhadap peran agama
dalam pemerintahan maupun kehidupan sosial keagamaan. Penerapan sistem sekuler pada negara-
negara Eropa menjadikan masyarakat berkembang bebas dari kungkungan dogma-dogma agama yang
pada waktu itu sangatlah mendominasi.
Bentuk dari sekularisme di antaranya adalah tidak peduli dengan urusan agama, landasan
hukumnya adalah hak asasi manusia dan lain ideologi saintisme sebagainya. Bahkan pada saat ini
sekularisme bertumbuh menjadi sebuah trend bagi anak muda dengan gaya hidup ala kebarat-baratan,
jauh dari nilai sosial budaya yang telah berlaku di Indonesia ini. Sekularisme sangat menggoda
penghayatan hidup manusia dalam aspek keagamaan dan keimanan. Sekularisme menggoda manusia
dalam hal godaan materi. Sering sekali sekularisme menggoda diri manusia dan mendorong manusia
untuk bersikap melampaui batas yang telah ditentukan oleh ajaran agama.
Sehingga seolah-olah manusia beragama lupa apa saja yang telah diajarkan agama dan
menyesuaikan diri dengan ciri-ciri dari sekularisme. Misalnya ketika kita sedang bekerja terdapat
beberapa teman yang sudah memiliki pengetahuan letak-letak yang bisa dijadikan celah untuk
melakukan kecurangan yaitu meraup materi yang lebih banyak. Di tempat itu itu namanya korupsi
sebagai godaan materi.
Bahkan dengan melebihkan  isi tagihan nota yang tidak sesuai dengan harga aslinya alias
mark up. Namun karena kita menilai itu merupakan sesuatu yang salah, maka kita tidak boleh
mengikutinya. Banyak sekali hal-hal yang mungkin dapat kita lakukan untuk menjadi seperti orang-
orang di lingkungan kantor kita lakukan namun karena tetap mengetahui bahwa itu adalah hal yang
salah, maka kita tidak serta mengikutinya dan tidak juga langsung menolak secara terang-terangan.
Karena kita menghargai mereka. Namun terkadang kita tidak ingin mengikut campurkan urusan
tersebut dengan mereka. Jadi jika mereka sedang membahasnya kita harus langsung menghindar atau
tidak banyak bertanya lebih lanjut.
Dalam Islam, sekularisme tidak dapat diterima karena bertentangan dengan ajaran Islam.
Karena menurut pandangan Islam apabila sebuah urusan dipisahkan dari nilai-nilai keagamaan maka
urusan  itu akan bertabrakan dengan nilai-nilai yang terdapat pada urusan yang lain. Misal kekuasaan
yang tidak dilandasi dengan  nilai-nilai agama, maka akan terjadi kezaliman yang seharusnya
dilakukan sebagai seorang pemimpin untuk menjunjung sebuah keadilan, hukum tidak berjalan sesuai
dengan  kaidah agama, timbul kerusuhan sosial, ekonomi terganggu, dan seterusnya. Jadi, dari sudut
pandang Islam banyak sekali kerugian yang akan ditimbulkan daripada keuntungannya. Islam
memang menghargai paham yang dianut orang, bangsa, negara, dan pemeluk agama lain. Namun
Islam  mewanti-wanti orang agar tidak menyebarkan paham yang tidak sesuai dengan ajaran Islam.
Untuk tetap teguh beriman di tengah derasnya arus zaman sekularisme yang berpotensi melemahkan
keimanan adalah menyibukkan diri dengan membaca Kitab Suci Al-Qur’an beserta terjemahannya,
membaca hadits disertai maknanya, dan  menyibukkan diri dengan menunaikan berbagai tugas ibadah
keagamaan.
Dengan demikian kepercayaan senantiasa bertambah kokoh dan lebih dalam paham mengenai
ilmu ajaran Islam. Kita juga perlu bergaul dengan orang-orang sholeh kemudian memperhatikan
perilaku mereka dan meneladaninya. Mungkin dengan demikian kita tetap dapat teguh pendirian
terhadap apa yang kita anut. Karena jika dilihat dari segi ajaran semua agama melarang berbuat atau
berpaham sekularisme.
Namun dikarenakan personal/individunya tersebut memang memilih paham sekularisme yang sesuai
dengan hidupnya, maka itu tidak dipaksakan.
Kita perlu berpikir rasional berbasis nilai-nilai religius agama untuk menangkal sekularisme. Kita
manfaatkan hal-hal baik dari sekularisme untuk mengembangkan karakter diri dan sikap iman kita
yang semakin mendalam kepada Allah dan juga membangun solidaritas dengan sesama manusia dan
cinta alam lingkungan.

Sekularisme memisahkan agama dari kehidupan, sedangkan Islam mewajibkan setiap


kehidupan diatur oleh ajaran Islam. Boleh jadi seorang sekular secara ritual masih menjalankan
ibadah, namun ia menolak hukum Islam dalam persoalan sosial, politik dan ekonomi.

Hal ini dapat dipahami dari beberapa hal :

Pertama: sekularisme memisahkan agama dari kehidupan, sedangkan Islam mewajibkan setiap
kehidupan diatur oleh ajaran Islam. Boleh jadi seorang sekular secara ritual masih menjalankan
ibadah, namun ia menolak hukum Islam dalam persoalan sosial, politik dan ekonomi. Padahal Allah
SWT berfirman:
ٌ ِ‫ان ِإنَّهُ لَ ُك ْم َع ُدوٌّ ُمب‬
‫ين‬ ِ ‫يَا َأيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا ا ْد ُخلُوا فِي الس ِّْل ِم كَافَّةً َوال تَتَّبِعُوا ُخطُ َوا‬
ِ َ‫ت ال َّش ْيط‬
Hai orang-orang yang beriman, masuklah kalian ke dalam Islam secara keseluruhan dan janganlah
kalian mengikuti langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya setan itu musuh nyata kalian (QS al-
Baqarah [2]: 108). Imam Ibnu Katsir memaknai ayat itu dengan menyatakan, “Allah Zat Yang
Mahatinggi berfirman dengan memerintahkan kepada para hamba-Nya yang beriman kepada-Nya lagi
membenarkan Rasul-Nya agar mengambil semua buhul Islam dan syariahnya, mengamalkan semua
perintah-Nya dan meninggalkan semua larangan-Nya seoptimal mungkin.” (Ibn Katsir, Tafsîr al-
Qur’ân al-’Azhîm, I/565).

Kedua: hukum dalam sekularisme dibuat oleh manusia, sedangkan hukum dalam Islam digali dari al-
Quran, as-Sunnah, Ijmak Sahabat, dan Qiyas Syar’i. Hukum sekular tidak digali dari Islam. Allah Zat
Yang Mahatinggi melarang umat-Nya menerapkan hukum manusia dan mengancam mereka dengan
siksa-Nya. Hal ini tegas sekali termaktub dalam firman-Nya:

ِ ُ‫ك فَِإ ْن تَ َولَّوْ ا فَا ْعلَ ْم َأنَّ َما ي ُِري ُد هَّللا ُ َأ ْن ي‬


‫صيبَهُ ْم‬ َ ‫ْض َما َأ ْن َز َل هَّللا ُ ِإلَ ْي‬
ِ ‫َوَأ ِن احْ ُك ْم بَ ْينَهُ ْم بِ َما َأ ْنزَ َل هَّللا ُ َوال تَتَّبِ ْع َأ ْه َوا َءهُ ْم َواحْ َذرْ هُ ْم َأ ْن يَ ْفتِنُوكَ ع َْن بَع‬
َ‫اسقُون‬ ِ َّ‫ْض ُذنُوبِ ِه ْم َوِإ َّن َكثِيرًا ِمنَ الن‬
ِ َ‫اس لَف‬ ِ ‫بِبَع‬

“Hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah,
janganlah mengikuti hawa nafsu mereka, dan berhati-hatilah terhadap mereka supaya mereka tidak
memalingkan kamu dari sebagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling
(dari hukum yang telah diturunkan Allah) maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah berkehendak
menimpakan musibah kepada mereka disebabkan sebagian dosa-dosa mereka. Sesungguhnya
kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik” (QS al-Maidah [5]: 49).

Ketiga: hukum dalam sekularisme dibuat oleh segelintir orang. Itu pun tidak dapat lepas dari
kepentingan para pembuatnya. Hukum merupakan kompromi antarkepentingan. Muaranya, siapa
kuat, dialah yang menang. Jadilah manusia sebagai serigala terhadap manusia lainnya (homo homini
lupus). Keadilan pun hanya tinggal harapan. Sebaliknya, hukum Islam menjamin tercapainya keadilan
karena berasal dari Zat Yang Mahaadil. Menerapkan sekularisme berarti meninggalkan hukum
terbaik, yakni hukum Allah SWT, sebagaimana al-Quran menegaskan:

َ‫َأفَ ُح ْك َم ْال َجا ِهلِيَّ ِة يَ ْب ُغونَ َو َم ْن َأحْ َسنُ ِمنَ هَّللا ِ ُح ْك ًما لِقَوْ ٍم يُوقِنُون‬

Apakah hukum Jahiliah yang mereka kehendaki? Hukum siapakah yang lebih baik daripada hukum
Allah bagi orang-orang yang yakin? (QS al-Maidah [5]: 50).
BAB III
C. KESIMPULAN
3.1 PENUTUP

Sekularisme merupakan masalah berat yang sedang dihadapi umat beragama dewasa saat ini.
Sebab dengan perkembangan dan kemajuan zaman serta kemajuan dari sarana informasi seperti media
cetak dan media elektronik serta gelombang informasi yang telah diperkirakan sebelumnya. Ini
mengakibatkan pengaruh suatu paham cepat sekali untuk mengenai tubuh umat manusia yang
beragama dimanapun mereka berada terlebih di era globalisasi. Maka dari itu, cara yang paling baik
untuk menghadapi masalah tersebut adalah dengan mengkaji atau memahami ajaran-ajaran agama
yang dianut dengan sebaik-baiknya.

Anda mungkin juga menyukai