Anda di halaman 1dari 16

AGAMA DAN GLOBALISASI

Makalah ini Disusun Guna Memenuhi Tugas

Mata Kuliah: Sosiologi dan Antropologi Agama

Dosen: Bapak Ahmad Farih Dzaky, S.Th.I, M.Ag

Oleh:
1. Buwono (2310101521)
2. M. Agus Ilham Maulana (2310101550)

PRODI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN

IAI KHOZINATUL ULUM BLORA

TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah yang telah memberikan kami kemudahan sehingga
dapat menyelesaikan makalah ini. Tanpa pertolongan-Nya mungkin kami tidak
akan sanggup menyelesaikannya dengan baik. Shalawat dan salam semoga
terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yakni Nabi Muhammad SAW.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas pengetahuan tentang
“Agama dan Globalisasi ”, yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari
berbagai sumber. Makalah ini di susun oleh kami dengan berbagai rintangan. Baik
itu yang datang dari diri kami maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh
kesabaran dan terutama pertolongan dari Allah akhirnya makalah ini dapat
terselesaikan.Walaupun makalah ini kurang sempurna dan memerlukan perbaikan
tapi juga memiliki detail yang cukup jelas bagi pembaca.
Kami juga mengucapkan terimakasih kepada dosen Sosiologi dan
Antropologi Agama yaitu Bapak Ahmad Farih Dzaky, S.Th.I, M.Ag. yang telah
mebimbing kami agar dapat mengerti tentang bagaimana cara menyusun karya tulis
ilmiah yang baik dan sesuai kaidah.
Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan
dalam penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman
kami. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Terimakasih.

Blora, 6 Desember 2023

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar………………..………………..………………………. ii
Daftar isi………………..………………..……………………………... iii
BAB I PENDAHULUAN
a. Latar Belakang………………..…………….………………..… 1
b. Rumusan Masalah………………..……….……………………. 2
c. Tujuan………………..…………….………………..………….. 2
BAB II PEMBAHASAN
a. Pengertian Agama dan Globalisasi………………..……………. 3
b. Konsep dan hubungan Agama dengan Globalisasi…………….. 4
c. Globalisasi dan Perubahan Sosial Keagamaan…………………. 7
BAB III PENUTUP
Kesimpulan………………..…………...……………..………… 11
Daftar Pustaka………………..………………..……………………….. 12

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bicara globalisasi di abad dua puluh satu, seolah punya kesan berada dalam
keterbelakangan informasi, sebab isu globalisasi telah marak dibicarakan mulai
akhir abad ke sembilan belas dan awal abad keduapuluh. Di Indonesia, isu
globalisasi ini ramai dibicarakan kira-kira pada tahun 90-an. Globalisasi saat itu
sebenarnya masih berada pada tingkat wacana, dan pengalaman empiris sebagai
dampak dari globalisasi sesungguhnya dapat diamati dan dirasakan pada saat
sekarang ini. Oleh karena itu, bicara tentang globalisasi saat ini akan menjadi
relevan abapila dilihat dalam konteks pengujian terhadap wacana yang telah
berkembang pada akhir abad sembilan belas dan awal abad duapuluh tersebut.
Fenomena globalisasi yang saat ini terjadi telah menjadikan kebudayaan Barat
menjadi trend kebudayaan dunia. Sekaligus menimbulkan persoalan-persoalan
baru yang satu sisi mempermudah jalan hidup manusia, namun disisi lain
malahan justru membuat manusia semakin mengalami banyak masalah.
Dalam konteks kehidupan beragama, era globalisasi telah membidani
lahirnya suatu anggapan bahwa posisi agama yang semula menjadi persoalan
publik, bergeser menjadi persoalan yang bersifat pribadi. Dalam hal ini
seoalah-olah agama tidak lagi memiliki peran yang signifikan untuk
menyelesaiakan persoalan-persoalan kemasyarakatan, sebab kekuatan agama
diambil alih oleh relaitas perkembangan sosial, budaya, ekonomi, politik dan
science dan kemudian agama menjadi kehilangan konteknya.
Namun demikian, wacana tersebut sesungguhnya masih perlu
dipertanyakan apakah betul realitas global itu akan begitu saja menggeser
sistem nilai yang telah lama berkembang di masyarakat dan menjadikan sistem
nilai itu menjadi kelas dua dan terpinggirkan dari realitas kehidupan.
Oleh karenanya, dalam tulisan ini akan melihat apakah pengaruh
globalisasi terhadap agama dan bagaimana respon masyarakat beragama
terhadap perubahan-perubahan yang terjadi secara cepat, adakah masyarakat
agama berusaha merevitalisasi kehidupan keberagamaan supaya tidak

1
kehilangan konteksnya, atau membiarkan agama terseret-seret dalam realitas
perubahan itu.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan agama dan globalisasi?
2. Bagaimana konsep dan hubungan antara agama dengan globalisasi?
3. Bagaimana dampak globalisasi terhadap agama?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian agama dan globalisasi.
2. Memahami konsep dan hubungan agama dengan globalisasi.
3. Memahami dampak globalisasi agama.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Agama dan Globalisasi


Menurut enslikopedia Indonesia I (ed. Hassan Shadily), sebagaimana
dikutip Agus M. Hardjana, istilah agama berasal dari bahasa Sansakerta: a
berarti tidak, gam berarti pergi atau berjalan dan a yang berarti bersifat atau 2
keadaan. Jadi agama berarti bersifat atau keadaan tidak pergi, tetap, lestari,
kekal, tidak berubah. Maka, agama adalah pegangan atau pedoman untuk
mencapai hidup kekal.1
Dalam praktek sehari- hari, kata “agama” dipergunakan sebagai
terjemahan dan pemadanan itu rasanya tidak tepat karena keduanya memuat
pengertian yang berbeda. Religio berarti hubungan dan ikatan dengan Tuhan,
sedangkan agama merupakan pelembagaan atau institusionalisasi religiositas,
yaitu perasaan dan kesadaran akan hubungan dan ikatan kembali pada Tuhan.
Bila mendengar agama, di benak banyak orang pasti muncul gambaran yang
berbeda-beda. Ada yang menganggap agama sebagai jalan dan cara hidup;
agama adalah kepercayaan pada hal atau realitas yang lebih luhur daripada
manusia; agama adalah rangkaian tindakan khas seperti doa, ibadat, dan
upacara; dan ada lagi yang menganggap agama adalah perasaan tergantung
secara mutlak pada suatu realitas yang mengatasi dirinya.
Inti dan sumber agama adalah religiositas, yaitu perasaan dan kesadaran
akan hubungan dan ikatan kembali manusia dengan Tuhan karena manusia telah
mengenal serta mengalami kembali Tuhan, dan percaya kepada-Nya. Dari
penghayatan kesadaran akan hubungan dan ikatan dengan Tuhan itu, maka
muncullah agama dengan empat unsur utamanya: dogma, doktrin atau ajaran;
ibadat atau kultus; moral atau etika; lembaga atau organisasi.2
Globalisasi secara istilah berasal dari bahasa Inggris, yaitu
Globalization . Kata Global artinya mendunia sedangkan lization berarti proses.
Secara bahasa arti Globalisasi adalah Suatu proses yang mendunia, atau suatu

1
Agus M. Hardjana, Religiositas, Agama dan Spiritualitas, Yogyakarta: Kanisius,
2005 halaman 50.
2
Ibid.. halaman 51

3
proses yang membuat manusia saling terbuka dan bergantung satu sama lainnya
tanpa batas waktu dan jarak. Sehingga dapat dikatakan bahwa manusia hidup
dalam realitas sosial yang mengglobal. Batas-batas dan berbagai hambatan
komunikasi mengalami keruntuhan. Roland Robertson menyebutnya sebagai
“sebuah tempat yang tunggal”.3 Sedangkan Marshal McLuhan menyebutnya
dengan sebutan global village “Desa Global” merupakan nama lain dari
globalisasi yang berarti hambatan-hambatan geografis semakin berkurang,
namun interkonektivitas sosial dan kultural semakin bertambah. 4
Menariknya globalisasi meliputi hampir semua aspek kehidupan
ekonomi, politik, sosial, dan budaya. Peristiwa yang terjadi di suatu tempat
tertentu dapat dengan mudah menjadi peristiwa global. Demikian pula
persoalan yang dihadapi suatu komunitas tertentu dapat pula segera “menguras”
emosi global dan menjadi perhatian kalangan luas. 5 Sebagai contoh, kasus novel
The Satanic Verses karya Salman Rusdhie (1988), kartun Nabi Muhammad di
harian Jyllands Posten, Denmark (2005), dan film Innocence Of Muslims
(2012).

B. Konsep dan Hubungan Agama dengan Globalisasi


Jika ditinjau berdasarkan pengaruh globalisasi terhadap agama dan
respon agama terhadap globalisasi, maka hubungan tersebut dapat dianalisis
melalui munculnya 2 bentuk respon agama yang saling berlawanan yaitu;
Pertama, yang menyatakan bahwa agama-agama bisa saja merambah dan
menyatu dengan dunia global. Kedua, yang menyatakan bahwa agama justru
menentang dunia global dan tidak ingin menyatu dengan kehadiran globalisasi.
Masyarakat global saat ini cenderung dicirikan dengan sebuah
perselisihan antara partikularisme dan universalisme. Partikularisme adalah
penekanan karakteristik yang berbeda dari kelompok tertentu. Perbedaan ini
bisa adat, nasional, regional, budaya atau agama. Universalisme adalah

3
Coen Husain Pontoh, Akhir Globalisasi: Dari Perdebatan Teori Menuju Gerakan
Massa, Jakarta: C-Books, 2003, halaman 24
4
Ahmad Muttaqin, Eksistensi Agama Dalam ZamanGlobalisasi, komunikasi, jilid
8,TIDAK.1, Januari-Juni 2014, halaman 58
5
Sindung Haryanto, SosiologiAgama:Dari Klasik Hingga pasca modern,
Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2015, halaman 257

4
penekanan terhadap kesamaan antara orang-orang atau masyarakat atau nilai-
nilai yang dilahirkan dari diri kemanusiaan mereka secara umum. 6 Dalam
kondisi seperti ini, sebagai bentuk respon dari agama dalam hubungannya
dengan globalisasi, ia dapat mengambil salah satu aturan sebagai berikut:
1) Agama bisa mengambil peran yang relatif marjinal dalam masyarakat
global. Bukan berarti termarjinalkan. Melainkan agama hanya tidak bisa
memberikan seperangkat nilai yang menyeluruh dan keyakinan yang bisa
dipeluk oleh semua anggota masyarakat, agama mungkin menurun ke dalam
peran yang terbatas dan di privatisasi. Menurut Beyer, globalisasi mengarah
pada dunia yang didominasi oleh sub- sistem khusus. Dia menyatakan,
“begitulah, misalnya, ekonomi kapitalis berjalan demi uang, sistem politik
global demi kekuatan birokrasi, sistem keilmuan demi kebenaran yang bisa
diverifikasi”.7 Semua sistem adalah instrumental dalam pengembangan
efisiensi dan akhirpencapaian yang rasional. Tidak ada peran pasti untuk
agama sebagai sebuah sub-sistem masyarakat global. Ketika ritual
keagamaan digunakan karena dilihat sebagai hal yang penting untuk
keberhasilan panen, untuk kesehatan yang baik atau keberhasilah militer, ini
tidak lagi terjadi. Tanpa sebuah perang global, agama cenderung dibiarkan
hanya untuk urusan pribadi seperti ketika berbicara tentang makna
kehidupan. Ketika agama masuk ke jalan ini, ia kehilangan peran publiknya
dan privatisasi agama terus berkembang dalam berbagai arah pluralistik di
berbagai kemungkinan agama. Tiap orang memilih agama sekte, kultus,
deniminasi atau agama utama yang ingin mereka ikuti. Akan tetapi, agama
pasti tidak akan jatuh dalam lingkup pribadi.
2) Sub-sistem utama modernitas dan globalisasi menciptakan banyak masalah.
Ekonomi global, ilmu pengetahuan global dan sistem politik global,
menawarkan sedikit jalan untuk identitas individu dan kelompok
sosial.Identitas cenderung merelatifkan: orang-orang kekurangan
merasakan kepribadian yang sangat kuat tentang siapa mereka. Mereka

6
Roland Robertson, Globalization Social Theory and Global Culture: London,
Sage Publication, 1996. Halaman 97-114
7
Peter Beyer, Religion and Globalization, London: Sage Publications, 2000.
Halaman 37

5
mungkin memiliki sejumlah peran terpisah (seperti peran pekerjaan dan
keluarga) tapi tidak ada sumber identitas peran pribadi bagi mereka. Lebih-
lebih, dalam sebuah dunia yang plural, dimana budaya dan agama yang
berbeda hidup berdampingan dan saling meningkatkan hubungan satu sama
lain, menjadi sulit untuk memutuskan budaya mana yang lebih baik dari
yang lainnya. Dalam hal ini, agama bisa mengambil satu peran penting
menyangkut masalah-masalah ini. Individu-individu dan kelompok sosial
bisa menggunakan agama sebagai pusat sumber identitas. Mereka bisa
menggunakan agama untuk menegaskan kembali kelebihan mereka dari
yang lain. Mereka bisa menggunakan afiliasi agama untuk menggerakkan
kelompok untuk mencari kekuatan dan pengaruh dalam satu masyarakat
global dimana mereka merasa termarjinalkan dan terabaikan. Sangat sering
agama-agama yang menyatakan bahwa perbedaan partikuler erat kaitannya
dengan nasionalisme. Dengan demikian, menurut Beyer, Israel, Iran, India
dan Jepang semuanya adalah contoh negara-negara dimana agama
konservatif atau fundamentalis telah menyatu dengan nasionalisme
3) Pilihan ke tiga bagi agama untuk mengusahakan sebuah pendekatan
universal. Beyer menyebutnya sebagai pilihan liberal. Dalam hal ini agam
berusaha untuk lebih menyeluruh, yaitu mencoba menyatukan kepercayan-
kepercayaan yang berbeda. Bukan menekankan perbedaan, melainkan
menekankan nilai-nilai dan kepercayaan umum yang seharusnya disebarkan
secara global. Contoh-contoh kepercayaan seperti itu bisa menjadi
kepercayaan dalam HAM universal atau dalam konsepsi keadilan sosial.
Peter Beyer melihat teologi liberal sebagai sebuah contoh yang bagus dalam
perkembangan semacam ini. Walaupun berdasar pada ajaran Katolik,
kepentingannya adalah se-politis agama, dengan perhatiannya terhadap
kemeralatan kelompok-kelompok yang dirugikan di Amerika Latin.
Memang, banyak masalah-masalah kemiskinan bisa dikaitkan dengan
penyelenggalaan operasi sistem kapitalis. Contoh lain pendekatan universal
adalah environmentalisme agama dimana kelompok-kelompok agama yang

6
berbeda bisa disatukan dengan mencoba menyelamatkan apa yang dianggap
sebagai bumi ciptaan ilahi. 8
Beyer menyimpulkan bahwa globalisasi tidak akan mengarah pada
kematian agama. Akan tetapi, ia membatasi pengaruhnya. Ia tidak lagi penting
untuk sub-sistem yang kuat seperti ekonomi global, sistem politik dan ilmu
pengetahuan. Akan tetapi, ia tetap penting untuk sistem komunikasi, ia lebih
bisa berusaha keras untuk mempengaruhi keadaan daripada menciptakannya.
Misalnya, Beyer menyatakan bahwa: “ Dengan isu kedamaian dan keadilan,
banyak agamawan dan organisasi keagamaan akan sangat diikut sertakan
dalam masalah-masalah; tapi solusi yang ditawarkan akan bersifat politis,
pendidikan, ilmiah, ekonomis, dan medis-berasusmsi, pastinya, bahwa sistem
global tidak runtuh bersama dengan lingkungan biologisnya.”9 Dengan kutipan
diatas, sangat jelas bahwa posisi Beyer dalam menanggapi realitas sosial,
khususnya pengaruh globalisasi terhadap agama pada pilihan yang ketiga
dengan tidak menafikkan dua aturan lainnya.

C. Globalisasi dan Perubahan Sosial Keagamaan


Gejala globalisasi sebenarnya bukan merupakan perkembangan yang
baru dalam masyarakat sebagaimana dirasakan sekarang ini, ia sudah
menggejala dan berjalan puluhan bahkan ratusan tahun yang lalu. 10 Dari
semenjak terjadinya perjalanan para pedagang untuk berkeliling dari negaranya
ke seluruh penjuru negara lain sebenarnya proses globalisasi telah dimulai.
Ketika para pedagang Arab melakukan perjalanan perdagangan ke berbagai
negara di Asia Tenggara, termasuk ke Indonesia, demikian pula ketika orang
Eropa melakukan ekspansi penjelajahan benua yang akhirnya bermuara pada
kolonialisme, maka sesungguhnya proses globalisasi telah berjalan.
Perbedaannya adalah bahwa globalisasi yang terjadi sekarang ini memiliki
intensitas dan kecepatan serta cakupan yang luar biasa. Proses globalisasi yang

8
Peter Beyer, Religion and Globalization, London: Sage Publications, 2000.
Halaman 206
9
Peter Beyer, Religion and Globalization, London: Sage Publications, 2000.
Halaman 222
10
Heru Nugroho, Negara Pasar dan Keadilan Sosial, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2001), h. 4.

7
berlangsung pada saat ini telah menemukan bentuknya dan menyentuh pada
dimensi yang lebih luas, tidak hanya semata-mata untuk kepentingan ekonomi
tetapi hingga menyentuh masalah-masalah sosial kemasyarakatan. Proses
globalisasi juga telah menyebabkan dunia terasa menjadi semakin kecil, karena
ia ditopang oleh teknologi informasi dan komunikasi yang sangat begitu
canggih. Sebuah peristiwa yang baru saja terjadi di suatu tempat, maka segera
menyebar dan terdeteksi hingga ke bagian belahan benua lain dengan sangat
cepat. Tidak salah kemudian, jika Mc.Luhan menyebut dunia ini sebagai “desa
global” (global Village).11
Globalisasi pada awal mulanya memang bermuatan kepentingan
ekonomi sebagaimana kolonialisme. Sebab itu keduanya merupakan kembar
dua yang tidak bisa saling dipisahkan. Pada era masa kolonialisme fisik (era
ekspansi bangsa Eropa ke Asia dan Afrika), kepentingannya tidak dapat
dilepaskan dari kepentingan globalisasi. Meskipun ada tiga kelompok teori
yang memberikan jawaban terhadap dorongan bangsa-bangsa Eropa untuk
melakukan imperialisme, yaitu teori God, Glory dan Gold,12 namun demikian
kepentingan untuk memperluas penguasaan ekonomi (teori Gold), adalah
tujuan yang paling utama dari ekspansi kolonialisme. Sebab itu, jika
kepentingan utama kolonialisme adalah motivasi ekonomi dan perluasannya,
maka secara tidak langsung ada kepentingan globalisasi di dalamnya.
Globalisasi pada dasarnya adalah suatu proses penciptaan suatu sistem
ekonomi dengan bersandar pada liberalisasi perdagangan dunia yang ditopang
oleh pengembangan sistem finansial global serta berkembangnya produksi
transnasional berlandaskan pada ketentuan dan homogenisasi nilai. 13
Perkembangan globalisasi ekonomi tersebut kemudian berlanjut, yakni setelah
kolonialisme secara fisik berakhir bersamaan dengan berakhirnya perang dunia
II. Kolonialisme baru pun dimunculkan dan dikenal dengan nama era

11
Marshall Mc. Luchman, The Gutenberg Galaxy: The Making of Typographic
Man, (Toronto: Univeristy of Toronto, 1962).
12
Lihat dalam Arief Budiman, Teori Pembangunan Dunia Ketiga, (Jakarta:
Gramedia, 2000),h.50
13
Yang dimaksud disini dengan homogenisasi nilai kapitalisme dan liberalisme.
Lebih lanjut lihat dalam Mansour Fakih, Islam Globalisasi dan Nasib Kaum Marjinal,
Jurnal Ulumul Qur‟an, No.6/VII/1997, h. 5

8
developmentalisme tidak lagi dalam bentuk kolonialisme fisik, melainkan
melalui penjajahan teori, pendekatan, dan model perubahan social. Immanuel
Wallerstain, mengemukanan sebuah teori yang disebut dengan “Teori Sistem
Dunia”. Menurut pandangannya, sistem sosial dibagi menjadi tiga bagian, yaitu
sistem mini (mini system), kerajaan dunia (world empires), dan sistem
perekonomian dunia (world economy). Menurutnya, dunia dahulu dikuasai oleh
sistem-sistem kecil atau sistem mini dalam bentuk kerajaan atau bentuk
pemerintahan lain yang tidak saling berhubungan.
Kemudian terjadi penggabungan-penggabungan baik melalui
penaklukan secara militer maupun secara sukarela. Sebuah kerajaan besar
kemudian muncul, meskipun tidak sampai menguasai seluruh dunia, tetapi
karena besarnya luar biasa dibandingkan dengan kerajaan-kerajaan yang ada
sebelumnya, kerajaan ini disebut sebagai kerajaan dunia, world empires.
Selanjutnya, perkembangan teknologi perhubungan dan perkembangan di
bidang lain kemudian memunculkan sistem perekonomian dunia yang menyatu.
Dengan kata lain, sistem perekonomian dunia adalah satu-satunya sistem dunia
yang ada. Dan sistem ekonomi dunia yang ada sekarang ini adalah sistem
ekonomi global.
Immanuel Wallerstain, kemudian membagi negara-negara secara
geografis dalam tiga kelompok: Core (negara pusat), periphery (negara
pinggiran), dan semi periphery (negara semi pinggiran).14 Perbedaan inti dari
ketiga kelompok negara ini adalah kekuatan ekonomi dan politik dari masing-
masing kelompok. Negara inti (core) jelas mendominasi sistem, karena disinilah
modal dikonsentrasikan. Kelompok negara-negara inti mengambil keuntungan
yang paling banyak, karena kelompok ini bisa memanipulasi sistem dunia
sampai batas-batas tertentu. Selanjutnya negara semi pinggiran mengambil
keuntungan dari negara-negara pinggiran yang merupakan pihak yang paling
dieksploitisir. Jika alur berfikir sebagaimana dikemukakan oleh Wallerstain
dipakai untuk membaca perkembangan agama di tengah arus globalisasi, maka

14
Lihat dalam Peter Beyer, Religion and Globalization, Sage Publication, London,
1994, h.15. Lihat juga dalam Arief Budiman, Op.Cit, h. 108-109. Lihat juga dalam
Malcolm Alexander dan John Gow, Immanuel Wallerstain, dalam Peter Beilharz, Teori-
Teori Sosial, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002), h. 351

9
wacana keagamaan yang ada di dunia ini sangat mungkin dipengaruhi oleh
corak berfikir Western oriented. Sebab negara- negara yang saat ini memegang
kendali perekonomian dan politik dunia, atau katakanlah menurut bahasa
Wallerstain yang berperan sebagai negara inti (core), adalah negara-negara
Barat Eropa dengan komando di tangan Amerika Serikat. Agama-agama yang
ada di negara-negara di Asia, Afrika, sampai Amerika Latin yang mayoritas
sebagai negara pinggiran (periphery) akan mengalami proses pembaratan. Di
Barat, mayoritas pemeluk agamanya adalah Kristen dan hubungan antara agama
dengan masalah sosial kemasyarakatan dipisahkan secara tajam (sekuler).
Dengan sendirinya karena pengaruh globalisasi, negara-negara pinggiran akan
mengalami corak yang sama dengan corak agama di barat, yaitu meluasnya
faham sekulerisme.
Namun demikian, fakta yang terjadi di negara-negara Asia dan Afrika
ternyata tidak selinear dengan apa yang ditesiskan oleh Wallerstain. Agama di
negara-negara ini tidak mengalami proses pembaratan sepenuhnya, yang terjadi
justru proses arus balik dan pertukaran budaya yang tumpah tindih. Di Barat
sekarang ini banyak sekali muncul agama-agama baru yang kebanyakan
menemukan jalannya dalam bentuk gerakan-gerakan yang berasal dari Afrika
dan Asia melalui Eropa Timur. 15 Kristenisasi dengan kendaraan kolonialisme
dan penyebaran faham sekulerisme bahkan mengalami penentangan-
penentangan yang cukup tajam dari berbagai kalangan masyarakat di negara-
negara pinggiran. Tidak jarang kemudian ini menjadi sumber ketegangan dan
kesalingcurigaan antara masyarakat Barat dan masyarakat di negara-negara
miskin yang terpinggirkan.Di sinilah bukti bahwa agama adalah bagian yang
paling kompleks dalam menghadapi desakan arus globalisasi dan modernisme.
Orang boleh saja mengatakan bahwa sistem sosial yang ada, telah mengalami
proses reduksi dan perubahan bentuk karena pengaruh global dari negara-
negara yang memegang tampuk kendali ekonomi politik. Atau katakanlah
terjadi proses penyeragaman bentuk-bentuk sistem sosial di dunia ini, seperti

15
Lihat dalam Peter B. Clarke, “Agama di Eropa Kontemporer: Problem dan
Prospek”, dalam Mukti Ali,dkk, Agama Dalam Pergumulam Masyarakat Modern,
(Yogyakarta: Tiara Wacana, 1998), h. 35

10
budaya, sistem ekonomi, dan sistem politik dengan sistem yang dipraktekkan
di Barat, namun harus diakui pula bahwa agama dan sistem kepercayaan adalah
bagian yang tidak secara mudah mengalami proses tersebut.

11
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Pada akhirnya harus diakui bahwa masyarakat modern dengan sistem
globalnya tidak dapat mengabaikan begitu saja peran agama. Agama akan selalu
hadir dan dihadirkan dalam setiap masa dari perjalanan kehidupan manusia.
Meminggirkan agama adalah perbuatan sia- sia, karena agama adalah bagian
yang secara inhern ada dalam setiap batin dan psikologis manusia, betapapun
seandainya rasio manusia itu menolaknya. Kenyataan ini dapat disaksikan
dalam setiap fase perjalanan sejarah hidup manusia, di mana agama selalu
menjadi matrik yang berperan penting bahkan ruh utama yang mendinamisir
kehidupan masyarakat. Di berbagai belahan dunia sekarang ini bahkan muncul
gerakan yang memiliki tujuan dan nafas yang sama yaitu kembali kepada
spiritualitas. Gerakan ini bermunculan seiring dengan kebangkrutan yang dialami
manusia modern dalam menemukan hakikat dan makna hidup. Jadilah kemudian
aspekaspek spiritual dari agama-agama di Timur menjadi pilihan mereka. Meskipun
tidak mengambil sepenuhnya, namun aspek-aspek meditasi dan ritual keagamaan
menjadi tempat berlabuh untuk mendapatkan ketentraman. Sebagian lainnya
bahkan mengambil semuanya atau memilih agama tertentu untuk mengisi dahaga
spiritual.
Disamping itu, Globalisasi meniscayakan model tunggal dalam dunia dan
masyara kat. Segala sesuatu, termasuk agama, menjadi instrumen bagi masyarakat
untuk berinteraksi dan berkomunikasi. Partikularitas yang dimiliki agama
bertransformasi menjadi hal yang bersifat universal dalam bahasa dan simbol-
simbol yang disepakati secara konsensus oleh masyarakat dunia. Sebagai instrumen
komunikasi, agama merelativisasikan diri agar memiliki kelenturan yang berfungsi
secara fungsional bagi instrumen-instruen interaktif. Ia bergerak dari eksklusivitas
keagamaan yang tertutup menjadi idiom-idiom publik terbuka yang bisa diakses
oleh siapapun yang tidak terbatas bagi kelompok agama tertentu.

12
DAFTAR PUSTAKA

Alexander, Molcolm dan John Gow, Immanuel Wallerstain, dalam Peter Beilharz,
Teori-Teori Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002
Ali, dkk, Mukti. Agama Dalam Pergumulam Masyarakat Modern. Yogyakarta:
Tiara Wacana, 1998
Alwi, Hasan. DKK. (1998). Tata Bahasa Baku Indonesia. Jakarta: Balai pustaka
Edisi ke-3
Beyer, Peter. Religion and Globalization. London: Sage Publications, 2000
Budiman, Arief. Teori Pembangunan Dunia Ketiga. Jakarta: Gramedia, 2000
Clarke. Peter B. Agama di Eropa Kontemporer: Problem dan Prospek. t.t.
Fakih, Mansour. Islam Globalisasi dan Nasib Kaum Marjinal, Jurnal Ulumul
Qur’an, No.6/VII/1997
Hardjana, Agus M. Religiositas, Agama dan Spiritualitas. Yogyakarta: Kanisius,
2005
Haryanto, Sindung. Sosiologi Agama: Dari Klasik Hingga Pasca Modern.
Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2015
Mc. Luchman, Marshall. The Gutenberg Galaxy: The Making of Typographic Man.
Toronto: Univeristy of Toronto, 1962
Muttaqin, Ahmad. Eksistensi Agama Dalam Zaman Globalisasi, Komunikasi. Jilid
8,TIDAK.1, Januari-Juni 2014
Nugroho, Heru. Negara Pasar dan Keadilan Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2001
Pontoh, Coen Husain. Akhir Globalisasi: Dari Perdebatan Teori Menuju Gerakan
Massa. Jakarta: C-Books, 2003
Robertson, Ronald. Globalization Social Theory and Global Culture. London: Sage
Publication, 1996.

13

Anda mungkin juga menyukai