Anda di halaman 1dari 5

Wawasan kebangsaan adalah cara pandang bangsa Indonesia mengenai diri dan lingkungannya,

mengutamakan kesatuan dan persatuan wilayah dalam penyelenggaraan kehidupan


bermayarakat, berbangsa dan bernegara. (Prof. Muladi)

Wawasan kebangsaan adalah cara pandang yang dilandasi akan kesadaran diri sebagai warga
dari suatu negara akan diri dan lingkungannya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Wawasan kebangsaan adalah sudut pandang / cara pandang yang mengandung kemampuan
seseorang untuk memahami keberadaan jati diri sebagai sautu bangsa dalam memandang
dirinya dan bertingkah laku sesuai falsafah hidup bangsa dalam lingkungan internal dan
lingkungan eksternal. (Suhady dan Sinaga, 2006)

Dalam kerangka NKRI, wawasan kebangsaan adalah cara kita sebagai bangsa Indonesia di dalam
memandang diri dan lingkungan dalam mencapai tujuan nasional yang mencakup perwujudan
Kepulauan Nusantara sebagai kesatuan politik, sosial budaya, ekonomi, dan pertahanan
keamanan, dengan berpedoman pada falsafah Pancasila dan UUD 1945.

Cara mahasiswa membangun wawasan kebangsaan :


1. Membangkitkan sikap kritis terhadap lingkungan dan penegakan hukum.
2. Memiliki sikap kepemimpinan dan kepedulian yang tinggi dalam kehidupan bermasyarakat.
3. Mengunjungi tempat-tempat bersejarah dan memperbanyak membaca buku sejarah agar
kita tau perjuangan yang dilakukan para pahlawan yang berjuang demi kemerdekaan
Indonesia.
4. Melakukan pengenalan terhadap adat istiadat, bahasa, dan budaya Indonesia.
5. Menjauhi paham radikal, komunis, dan teroris, karena paham-paham tersebut dapat
menghancurkan bangsa dan negara.
Mundurnya Presiden Soeharto dilatarbelakangi krisis moneter sejak 1997.  Kondisi ekonomi
Indonesia pada saat itu tengah sangat melemah dan merosot sehingga menimbulkan
ketidakpuasan masyarakat. Ketidakpuasan ini kemudian semakin membesar dan memicu
terjadinya demonstrasi besar-besaran yang dilakukan oleh berbagai aksi mahasiswa di wilayah
Indonesia.
Akibatnya, pemerintahan Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto pun mendapat
banyak tekanan politik baik dari dalam negeri maupun luar negeri.  Dari luar negeri, Amerika
Serikat secara terbuka meminta agar Soeharto mengundurkan dari jabatannya sebagai
Presiden.  Sedangkan dari dalam negeri, terjadinya gerakan mahasiswa yang turun ke jalan
menuntut agar Soeharto lengser dari jabatannya. 
Kepemimpinan Soeharto semakin menjadi sorotan sejak terjadinya Tragedi Trisakti pada 12 Mei
1998, di mana empat mahasiswa tertembak mati dan memicu Kerusuhan Mei 1998 sehari
kemudian.  Tekanan dari para massa terhadap Soeharto pun memuncak ketika sekitar 15.000
mahasiswa mengambil alih Gedung DPR/MPR yang berakibat proses politik nasional lumpuh. 
Soeharto yang saat itu sudah terdesak masih berusaha untuk menyelamatkan kursi
kepresidenannya dengan melakukan perombakan kabinet dan membentuk Dewan Reformasi.
Tetapi, pemberontakan yang dilakukan oleh para mahasiswa ini membuat Presiden Soeharto
tidak memiliki pilihan lain selain mengundurkan diri.
Pada 21 Mei 1998 di Istana Merdeka, Presiden Soeharto secara resmi menyatakan dirinya
berhenti menjabat sebagai Presiden Indonesia.  Melalui UUD 1945 Pasal 8, Soeharto segera
mengatur agar Wakil Presiden BJ Habibie disumpah untuk menjadi penggantinya di hadapan
Mahkamah Agung.  Sejak saat itu, kepemimpinan beralih dari Soeharto ke BJ Habibie dan
terbentuk Era Reformasi. 
Gerakan atau Era Reformasi menjadi peristiwa bersejarah di Indonesia, karena mampu
menuntaskan rezim Orde Baru yang dipimpin Soeharto setelah berkuasa selama 32 tahun, sejak
1966. 

Maksud dan tujuan diadakannya reformasi adalah:


1. Menuntut turunnnya harga-harga kebutuhan pokok yang melonjak tinggi sejak Juli 1997.
2. Menuntut MPR untuk tidak kembali mencalonkan Soeharto sebagai presiden untuk periode
ketujuh. 
3. Menjelang lengsernya Soeharto, para pejabat melakukan perjanjian simbolik dan beberapa
langkah kebijakan ekonomi guna untuk mencoba mengatasi keadaan dan mempertahankan
kekuasaan (buying time).
Dampak reformasi di Indonesia :
1. Kebebasan Menyampaikan Pendapat 
Setelah reformasi, orang-orang bebas untuk mengemukakan pendapatnya.  Presiden BJ
Habibie memberikan ruang bagi siapapun yang ingin menyampaikan pendapat, baik dalam
bentuk rapat umum maupun unjuk rasa atau demonstrasi.  Namun, bagi mahasiswa yang
akan melakukan aksi unjuk rasa, terlebih dulu diharuskan untuk mendapatkan izin dari
pihak kepolisian dan menentukan lokasi di mana demonstrasi dilakukan. Hal ini dilakukan
karena mengacu dengan UU No. 28 Tahun 1997 tentang Kepolisian Republik Indonesia. 
2. Masalah Dwifungsi ABRI 
Setelah reformasi dilaksanakan, peran ABRI di perwakilan rakyat DPR mulai dikurangi secara
bertahap, yaitu dari yang tadinya berjumlah 75 orang menjadi 38 orang.  Dahulu, ABRI
terdiri dari empat angkatan, yakni Angkatan Darat, Angkatan Laut, Angkatan Udara, dan
Kepolisian RI.  Namun, sejak tanggal 5 Mei 1999, Polri telah memisahkan diri dari ABRI dan
berganti nama menjadi Kepolisian Negara, istilah ABRI juga berubah menjadi TNI. 
3. Reformasi Bidang Hukum 
Pada masa pemerintahan BJ Habibie dilakukan reformasi di bidang hukum, di mana
reformasi hukum ini disesuaikan dengan aspirasi yang berkembang di masyarakat. 
Tindakan BJ Habibie terkait reformasi hukum ini pun disambut dengan baik oleh masyarakat
luas, karena reformasi hukum ini mengarah kepada tatanan yang diharapkan masyarakat.
Selama masa Orde Baru, karakter hukum yang berlaku di Indonesia cenderung bersifat
konservatif, ortodoks, dan elitis.  Hukum ortodoks sendiri merupakan hukum yang bersifat
tertutup, sehingga masyarakat tidak memiliki peran sama sekali di dalamnya.  Hukum pada
masa Orde Baru ini pun kemudian dianggap sebagai bentuk hukum yang mengebiri Hak
Asasi Manusia (HAM).  Oleh karena itu, hukum di era Orde Baru tidak lagi diterapkan pada
masa reformasi, karena di era ini, BJ Habibie ingin menciptakan hukum yang dapat
menjamin keamanan perlindungan HAM. 

Demonstrasi 
1. Tragedi Trisakti
Tragedi Trisakti menjadi salah peristiwa paling membekas sepanjang Era Orde Baru.
Peristiwa ini terjadi pada 12 Mei 1998 silam, di mana empat mahasiswa yang sedang
demonstrasi menuntut Soeharto turun dari jabatannya tertembak dan tewas.  Mereka
adalah Elang Mulia Lesmana (1978-1998), Heri Hertanto (1977-1998), Hafidin Royan (1976-
1998), dan Hendriawan Sie (1975-1998). 
2. Insiden Berdarah di Medan 1998  Sewaktu Kerusuhan Mei 1998 sedang marak terjadi, salah
satu kota yang juga banyak terjadi pertumpahan darah adalah Kota Medan.  Insiden
berdarah di Medan ini terjadi pada 6 Mei 1998.  Kota ini mengalami kerusuhan yang hampir
melumpuhkan kota tersebut.  Waktu itu, ratusan toko dirusak, sejumlah kendaraan dibakar,
serta lima orang tewas dan puluhan orang mengalami luka-luka akibat aksi unjuk rasa yang
mereka lakukan.  Tragedi Gejayan atau Tragedi Yogyakarta  Tragedi Gejayan menjadi sebuah
peristiwa bentrokan berdarah yang terjadi pada Jumat, 8 Mei 1998 di daerah Gejayan,
Yogyakarta.  Kerusuhan yang terjadi pada saat itu lantaran para demonstran mengunjuk
rasa dan menuntut agar Soeharto lengser dari jabatannya.  Dari peristiwa ini, terjadi banyak
kekerasan antara aparat dengan mahasiswa Yogyakarta yang menyebabkan ratusan korban
terluka, bahkan satu orang meninggal dunia, Moses Gatutkaca.
3. Tragedi Penjarahan dan SARA jelang Reformasi 1998 Setelah terjadinya tragedi
pertumpahan darah di sejumlah daerah di Indonesia, suasana di Kota Jakarta kembali
mencekam pada 13 sampai 15 Mei 1998.  Kala itu, Indonesia tengah mengalami krisis
moneter, di mana hutang menumpuk dan dollar semakin meningkat.  Belum selesai dengan
krisis moneter, peristiwa nahas lain juga terjadi, di mana kios-kios dibakar, wanita etnis
Tionghoa mengalami pelecehan seksual.  Ratusan orang juga dikabarkan hilang serta tewas
dalam kerusuhan ini. 

Kronologi Reformasi 
1. 5 Mei 1998 
20 mahasiswa Universitas Indonesia mendatangi Gedung DPR/MPR untuk melakukan
penolakan terhadap pidato pertanggungjawaban yang disampaikan pada Sidang Umum
MPR.
2. 11 Maret 1998 
Soeharto dan BJ Habibie disumpah menjadi Presiden dan Wakil Presiden.
3. 14 Maret 1998
Soeharto menyampaikan kabinet baru bernama Kabinet Pembangunan VII.
4. 15 April 1998
Soeharto meminta mahasiswa menghentikan aksi demonstrasi dan kembali ke kampus.
5. 1 Mei 1998
Soeharto melalui Menteri Dalam Negeri dan Menteri Penerangan Alwi Dachlan mengatakan
reformasi baru bisa dimulai tahun 2003.
6. 2 Mei 1998
Soeharto meralat pernyataannya, bahwa reformasi bisa dimulai sekrang (1998).
7. 4 Mei 1998
Mahasiswa di Medan, Bandung, dan Yogyakarta melakukan demonstrasi besar-besaran
karena menyambut kenaikan harga bahan bakar minyak (2 Mei 1998). 
8. 5 Mei 1998
Terjadi demonstrasi mahasiswa besar-besaran di Medan yang berujung kerusuhan. 
9. 12 Mei 1998 
Aparat keamanan menembak empat mahasiswa Trisakti yang berdemonstrasi secara damai.
10. 13 Mei 1998
Mahasiswa di Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi datang ke Kampus Trisakti untuk
mengungkapkan duka cita yang berujung kerusuhan.
11. 14 Mei 1998 
Soeharto bersedia mengundurkan diri. 
12. 15 Mei 1998 
Soeharto membantah bahwa ia ingin mengundurkan diri dari jabatannya. 
13. 16 Mei 1998 
Warga asing berbondong-bondong kembali ke negeri mereka. 
14. 21 Mei 1998
Di Istana Merdeka, pukul 09.05, Soeharto menyatakan mundur dari kursi Presiden dan BJ
Habibie disumpah menjadi Presiden RI ketiga. 

Anda mungkin juga menyukai