Meski telah merdeka, Indonesia pada tahun 1950 hingga 1960-an berada dalam kondisi yang
relatif tidak stabil Bahkan, setelah Belanda secara resmi mengakui kemerdekaan Indonesia
pada tahun 1949, keadaan politik maupun ekonomi di Indonesia masih labil karena ketatnya
persaingan di antara kelompok-kelompok politik Keputusan Soekarno untuk mengganti sistem
parlemen dengan Demokrasi Terpimpin memperparah kondisi ini dengan memperuncing
persaingan antara angkatan bersenjata dengan Partai Komunis Indonesia, yang kala itu berniat
mempersenjatai diri.
Lahirnya orde baru ditandai TRITURA atau Tri Tuntutan Rakyat yang merupakan ide perjuangan
Angkatan 66/KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia). TRITURA terdiri dari tiga tuntutan
yaitu pembubaran PKI, perombakan Kabinet Dwikora, dan penurunan harga.
TRITURA semakin panas karena sikap Presiden Soekarno yang bertolak belakang dengan aksi-
aksi mereka. Hingga terjadi peristiwa G30S/PKI yang membuat rakyat Indonesia menurunkan
kepercayaannya terhadap pemerintahan Soekarno.
Peristiwa G30S/PKI adalah salah satu penyebab menurunnya kredibilitas Soekarno dan
membuatnya mengeluarkan Surat Perintah kepada Letjen Soeharto yang disebut Surat Perintah
11 Maret 1966 (Supersemar).
Dalam Surat Perintah tersebut Soekarno menunjuk Soeharto untuk melakukan segala tindakan
demi keamanan, ketenangan, dan stabilitas politik. Supersemar menjadi titik awal
berkembangnya kekuasaan Orde Baru.
Di masa orde lama, komunisme dan gagasan yang bertolak belakang dengan Pancasila sempat
meluas. Hal ini membuat Soeharto di masa jabatannya melakukan indoktrinasi Pancasila.
Beberapa metode indoktrinasi yang dilakukannya yaitu:
Ekonomi Indonesia berkembang pesat walaupun dibarengi dengan praktik korupsi yang
merajalela. Lewat beberapa kebijakannya, politik dan ekonomi negara juga semakin kuat.
Namun kondisi ini menurun ketika di tahun 1997 saat terjadi krisis moneter.
Krisis inilah yang membuat pemerintah kehilangan kepercayaan rakyat sehingga Soeharto
sebagai presiden mengundurkan diri pada tanggal 21 Mei 1998 yang mengakhiri kekuasaan
Orde Baru.
Menurut A. Mukti Ali lahirnya Surat Perintah 11 Maret (Supersemar) tahun 1966 merupakan
salah satu tonggak dalam proses lahirnyaMasa Orde Baruyang didahului suatu peristiwa
pengkhianatan terhadap bangsa dan negara oleh estapu 30 S/ PKI, yang menghendaki hilangnya
Pancasila dari persada Indonesia terutama Sila Ketuhanan Yang Maha Esa hendak
digantikandengan ajaran anti Tuhan (atheisme). Dalam perkembangan perjuangan Bangsa dan
Negara Indpngesia, Supersemar membuka era baru dalam Sejarah Indonesia.
Kemudian era orde baru diwarnai oleh kondisi krisis moneter yg disebabkan kesalahan
pembangunan ekonomi yang berorientasi pada industri besar namun tidak didukung dengan
pembangunan industri hulu yang mengolah bahan mentah menjadi bahan setengah jadi
menyebabkan krisis ekonomi serta menimbulkan kekacauan di masyarakat. Hal ini lalu
menyebabkan turunnya kepercayaan masyarakat pada pemerintahan Orde Baru.
Meski selama masa tersebut perekonomian Indonesia melaju pesat dan pembangunan
infrastruktur yang merata untuk masyarakat, namun perkembangan tersebut diikuti dengan
praktik korupsi, kolusi dan nepotisme. Hal ini menyebabkan kurangnya kepercayaan terhadap
Presiden Soeharto dan memicu aksi demo mahasiswa dan masyarakat umum. Demonstrasi
semakin gencar setelah pemerintah menaikkan harga BBM di tanggal 4 Mei 1998.
Belum lagi terjadi Tragedi Trisakti yaitu tertembaknya 4 mahasiswa di depan Universitas Trisakti
yang semakin mendorong masyarakat menentang kebijakan pemerintah. Tahun 1997-1998
merupakan periode orde baru yang menjadi masa kelam bagi rakyat Indonesia. Kondisi ini
makin diperparah dengan terpilihnya lagi Presiden Soeharto dengan bapak B.J. Habibie sebagai
wakil presidennya. Berbagai aksi turun ke jalan dilakukan oleh berbagai anggota masyarakat,
mahasiswa menduduki gedung DPR-RI. Pasca aksi mahasiswa pada Mei 1998 terjadi kerusuhan
sosial hingga aksi penjarahan di beberapa sektor bisnis, mal-mal, hingga sentra pertokoan di
wilayah Jakarta, Bogor, Tangerang, juga Bekasi. Kondisi ini menyebabkan makin merosotnya
nilai rupiah hingga menembus 11.700 rupiah/1 US$.
Tekanan masyarakat kepada pemerintah akhirnya membuahkan hasil. Kala itu bapak Harmoko,
ketua MPR meminta Presiden Soeharto untuk mengundurkan diri dari jabatannya demi
kestabilan negara.Pada 19 Mei 1998, Presiden Soeharto bertemu sembilan tokoh Islam
terkemuka, termasuk K.H. Abdurrahman Wahid dan Nurcholid Madjid.
Dalam pertemuan itu, Presiden Soeharto meminta pendapat tentang solusi terbaik atas
tuntutan masyarakat yang begitu masif. Dalam buku berjudul Runtuhnya Orde Baru oleh Arin
Kusumaningrum menjelaskan bahwa pada 20 Mei 1998, 14 menteri yang mengemban tanggung
jawab di bidang ekuin menolak masuk ke dalam kabinet reformasi.
Di berbagai kota terdapat aksi pawai atau demonstrasi besar-besaran meminta Presiden
Soeharto turun agar reformasi bisa terwujud. Jumlah mahasiswa yang menduduki gedung DPR
juga makin banyak dan sulit dikendalikan, sehingga Ketua MPR menyampaikan bahwa Presiden
harus mengundurkan diri paling lambat 23 Mei 1998.
Jika ultimatum itu tidak diwujudkan maka DPR akan mengambil inisiatif untuk
menyelenggarakan sidang istimewa DPR akan melakukan pemakzulan kepada Presiden
Soeharto. Pada 19 Mei 1998 lewat tengah malam, Bapak Yusril Ihza Mahendra yang kala itu
menjabat sebagai staf Sekretariat Negara mengabarkan kepada Bapak Amien Rais bahwa
Presiden Soeharto sudah menandatangani naskah pengunduran diri Pada Kamis, 21 Mei 1998
mengundah semua media dan pers untuk datang ke Istana Negara dan mengabadikan momen
pengunduran diri Presiden Soeharto.
Presiden Soeharto mengumumkan bahwa menurut pasal 8 UUD 1945, wakil presiden B.J.
Habibie akan melanjutkan sisa masa jabatan Presiden. Bapak B.J. Habibie resmi dilantik dan
disumpah oleh Mahkamah Agung sebagai presiden ketiga Republik Indonesia.
Peristiwa pengunduran diri Presiden Soeharto menandai berakhirnya era pemerintahan Orde
Baru di Indonesia yang berlangsung 32 tahun lamanya.
Kronologi jatuhnya pemerintahan orde baru
Jatuhnya pemerintahan orde baru di Indonesia disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya:
1. Krisis Ekonomi
Pada akhir 1990-an, Indonesia mengalami krisis ekonomi yang sangat parah, yang memicu
inflasi dan pengangguran yang tinggi.
Kondisi ekonomi yang buruk ini menimbulkan ketidakpuasan dan kemarahan rakyat terhadap
pemerintah Orde Baru.
2. Praktik KKN
Pemerintahan Orde Baru dipenuhi dengan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), di mana
kekuasaan dan kekayaan hanya dipegang oleh segelintir orang.
Hal ini memicu kemarahan dan ketidakpuasan masyarakat.
Kronologi
Jatuhnya Orde Baru di Indonesia terjadi pada awal tahun 1998 setelah beberapa tahun
terjadinya protes dan demonstrasi yang mengguncang kekuasaan Orde Baru. Berikut adalah
kronologi lengkap jatuhnya Orde Baru di Indonesia:
27 Juli 1996 - Terjadinya kerusuhan di Jakarta dan kota-kota besar lainnya di Indonesia
yang dipicu oleh kenaikan harga bahan bakar minyak.
- Peristiwa 27 Juli 1996, disebut sebagai Peristiwa Kudatuli (akronim
dari Kerusuhan dua puluh tujuh Juli) atau Peristiwa Sabtu Kelabu (karena
memang kejadian tersebut terjadi pada hari Sabtu), adalah peristiwa
pengambilalihan secara paksa kantor DPP Partai Demokrasi Indonesia (PDI) di
Jalan Diponegoro 58 Jakarta Pusat yang saat itu dikuasai pendukung Megawati
Soekarnoputri.
Penyerbuan dilakukan oleh massa pendukung Soerjadi (Ketua Umum
versi Kongres PDI di Medan) serta dibantu oleh aparat dari kepolisian dan TNI.
Peristiwa ini meluas menjadi kerusuhan di beberapa wilayah di Jakarta,
khususnya di kawasan Jalan Diponegoro, Salemba, Kramat. Beberapa kendaraan
dan gedung terbakar.
Pemerintah saat itu menuduh aktivis PRD sebagai penggerak kerusuhan.
Pemerintah Orde Baru kemudian memburu dan menjebloskan para aktivis PRD
ke penjara. Budiman Sudjatmiko mendapat hukuman terberat, yakni 13 tahun
penjara.
11 Januari 1998 - Munculnya peristiwa Tragedi Tanjung Priok di mana aparat keamanan
membubarkan sebuah acara keagamaan di Tanjung Priok.
- Krisis moneter turut melambungkan harga kertas. Kondisi itu dikeluhkan kalangan penerbit
surat kabar, majalah dan buku, hingga para pelajar dan mahasiswa. Harga kertas HVS di
Jakarta naik hampir 100% dan di Yogyakarta sampai 300%. Kondisi ini sangat memberatkan
bagi mahasiswa karena banyak memanfaatkan kertas untuk mengerjakan tugas.
Di Yogyakarta, misalnya, harga kertas HVS yang sebelumnya dijual Rp12.500-15.000/rim kini
melambung jadi Rp40.000-45.000/rim. Mereka bahkan perlu patungan hanya untuk
membeli kertas HVS.
- Presiden Soeharto mengadakan pembicaraan via telepon dengan PM Jepang Ryutaro
Hashimoto dan Kanselir Jerman Helmut Kohl. Usai pembicaraan tersebut, Soeharto
menegaskan bahwa pemerintah akan melaksanakan seluruh komitmen dan program yang
telah mendapat dukungan IMF untuk memulihkan kepercayaan masyarakat dalam maupun
luar negeri.
Sebelumnya, Soeharto sempat mengadakan pertemuan dengan Wakil I Direktur Pelaksana
IMF Stanley Fischer selama 1,5 jam. Hasil pertemuan itu menyebutkan, secara prinsip
Indonesia dan IMF telah memiliki kesamaan pandangan soal program pemulihan ekonomi.
13-15 Mei 1998 - Terjadinya kerusuhan besar-besaran di Jakarta yang disebabkan oleh
ketidakpuasan masyarakat terhadap kondisi ekonomi dan politik yang semakin buruk.
- Kerusuhan Mei 1998 jadi sejarah kelam bagi bangsa Indonesia, pelanggaran Hak
Asasi Manusia atau HAM secara besar-besaran terjadi di kala itu. Satu di
antaranya yaitu Tragedi Trisakti yang menewaskan empat mahasiswa Universitas
Trisakti pada 12 Mei 1998, sehari setelahnya, 13 Mei sampai 15 Mei 1998
menyusul peristiwa-peristiwa pelanggaran HAM lainnya yang dikenal dengan
Kerusuhan Mei 1998.
23 Mei 1998 - Mahasiswa dan masyarakat melakukan aksi unjuk rasa memprotes
kebijakan pemerintah di kantor DPR/MPR di Jakarta.
7 Mei 1998 - Habibie menyetujui pembentukan sebuah tim untuk merevisi Undang-
Undang Dasar 1945, membuka ruang bagi reformasi politik dan ekonomi, dan
membebaskan tahanan politik.
Dengan pengunduran diri Soeharto dan reformasi yang diambil oleh pemerintah Habibie, Orde
Baru secara resmi berakhir.