PENDAHULUAN
Capaian Pembelajaran:
Setelah mempelajari materi bab ini diharapkan mahasiswa mampu menjelaskan
pengertian data dan statistik, manfaat statistik, jenis data, serta dapat menyajikan
data dalam bentuk tabel dan grafik.
1
dianggap. Pengertian data berkembang lagi seperti yang dikemukan oleh
Sudaryono (2012) yaitu data adalah informasi yang diperoleh dari observasi
dengan metode tertentu. Dengan demikian data merupakan informasi akurat yang
diperoleh dari hasil pengukuran atau pengamatan, baik berbentuk kategori atau
angka. Seringkali data terkait dengan masalah waktu dan tempat, karena informasi
tentang sesuatu hal yang sama di suatu tempat dan waktu yang berbeda dapat
memberikan data yang berbeda. Misalnya data tentang jumlah kendaraan mobil
pribadi yang lewat di Jl. Soekarno Hatta Malang pada tanggal 18 Agustus 2019
jam 09.00-10.00 WIB sebanyak 500 unit.
Untuk memperoleh kesimpulan yang benar diperlukan data yang baik,
yaitu data harus objektif, representatif, relevan, kesalahan baku kecil, dan tepat
waktu. Objektif artinya data harus sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, tidak
dibuat-buat atau menambah dan mengurangi data yang ada. Representatif artinya
data harus mewakili data dari persoalan yang diamati. Relevan artinya data yang
dikumpulkan harus ada hubungannya dengan masalah yang akan diselesaikan.
Kesalahan Baku Kecil, karena suatu perkiraan dikatakan baik atau mempunyai
tingkat ketelitian yang tinggi jika kesalahan bakunya kecil. Dan syarat tepat waktu
sangat penting agar dapat dilakukan koreksi jika ada kesalahan atau
penyimpangan yang terjadi pada implementasi suatu perencanaan.
Terminologi dan notasi yang digunakan dalam mengolah data bergantung
pada apakah data tersebut merupakan populasi atau suatu contoh yang diambil
dari populasi. Parameter merupakan suatu besaran yang menjadi ciri dari populasi.
Parameter dilambangkan dengan huruf yunani.
Sebagai teladan, nilai tengah populasi dilambangkan dengan 𝜇. Parameter
merupakan suatu konstatnta yang mewakili populasi ( Walpole, 1995). Statistik
merupakan besaran yang menjadi ciri dari data sampel. Statistik juga menyatakan
kumpulan data, baik berupa bilangan maupun kategori yang disusun dalan tabel
dan atau diagram yang menggambarkan suatu persoalan (Sudjana, 1992). Statistik
mengenai sesuatu hal pada umumnya menjelaskan hal yang bersangkutan.
Misalnya statistik perkembangan lalu lintas di Kota Malang, statistik mahasiswa
Politeknik, dan lain-lain. Sedangkan statisktik menurut Riduwan (2003) adalah
suatu ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan data statistik dan fakta yang
2
benar, atau suatu kajian ilmu pengetahuan yang mempelajari teknik pengumpulan
data, teknik pengolahan data, teknik analisis data, penarikan kesimpulan, dan
pembuatan keputusan berdasarkan data dan fakta yang benar. Sedangkan statistik
menurut Supranto (2008) dibagi dalam dua hal yaitu arti sempit dan arti luas.
Statistik menurut arti sempit adalah ringkasan berbentuk angka, sedangkan
statistik menurut arti luas adalah ilmu yang mempelajari cara pengumpulan,
pengolahan, penyajian, dan pengambilan kesimpulan berdasarkan konsep
probabilitas.
3
diperoleh dari perpustakaan atau dari laporan penelitian terdahulu.
Contohnya, data yang sudah tersedia di tempat-tempat tertentu seperti
perpustakaan, BPS, kantor-kantor dan sebagainya, misalnya data tentang
perkembangan jumlah mobil pribadi, pertumbuhan jumlah proyek
konstruksi, dan lain-lain.
4
perbedaan kualitatif. Tidak menggambarkan kedudukan objek terhadap
objek lainnya, tetapi hanya sekedar label atau kode. Cirri-ciri data ini
adalah kategori data bersifat saling lepas (satu objek hanya masuk pada
satu kelompok), dan kategori data tidak disusun secara logis. Contoh
jenis kelamin manusia diberi nilai 1 untuk pria; dan 0 untuk wanita.
b. Data Ordinal, yaitu data yang disusun menurut besarnya, dari tingkat
terendah ke tertinggi atau sebaliknya, dengan rentang yang tidak sama.
Cirri-ciri data ini sama dengan data nominal ditambah satu cirri lagi yaitu
data dapat disusun berdasarkan urutan logis dan sesuai dengan besarnya
karakteristik yang dimiliki. Contoh: mengubah nilai tes dari angka ke
huruf, yaitu:
Nilai >80 – 100 adalah A
Nilai 73 – 80 adalah B+
Nilai 66 - < 73 adalah B dan seterusnya.
d. Data rasio, yaitu data yang menghimpun semua ciri dari data nominal,
data ordinal, data interval, dan dilengkapi titik nol absolut dengan makna
empiris. Angka pada data ini menunjukkan ukuran yang sebenarnya dari
5
objek yang diukur. Contoh: A dan B adalah menunjukkan mutu beton
dengan nilai masing-masing 20 MPa dan 30 MPa. Ukuran rasionya dapat
dinyatakan bahwa nilai B adalah nilai 1,5 kali nilai A.
6
disusun sesuai kategori tertentu dalam suatu daftar, contohnya tabel frekuensi,
tabel klasifikasi, tabel kontingensi, dan tabel korelasi. Contoh dari tabel klasifikasi
adalah sebagaimana tabel 1.1 dan contoh tabel frekuensi sebagaimana tabel 1.2.
Tabel 1.1 Modulus Elastisitas Tanah Berdasarkan Jenis Tanah
Jenis Tanah Modulus Elastisitas (kg/cm2)
Lempung
Sangat lunak 3-30
Lunak 20-40
Sedang 45-90
Keras 70-200
Berpasir 300-425
Pasir
Berlanau 50-200
Tidak padat 100-250
Padat 500-1000
Pasir dan Kerikil
Padat 800-2000
Tidak padat 500-1400
Lanau 20-200
Sumber : Desain Pondasi, Bowles
7
2. Menurut Bogdan dan Taylor (1975) analisis data adalah proses yang meronci
usaha formal untuk menemukan tema dan merumuskan hipotesis seperti yang
disarankan oleh data dan sebagai usaha untuk memberikan bantuan pada tema
dan hipoteseis tersebut.
3. Menurut Lexy J. Moleong (2000), analisis data adalah proses
mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan satuan
uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis
kerja seperti yang disarankan oleh data.
Tujuan analisis data adalah untuk memecahkan masalah penelitian,
memperlihatkan hubungan antar fenomena dalam penelitian, memberikan
jawaban terhadap hipotesa yang diajukan, dan sebagai untuk membuat kesimpulan
serta implikasi dan saran yang berguna untuk kebijakan penelitian selanjutnya.
Bentuk analisis data: analisis kualitatif dan kuantitatif.
Kelebihan analisis data dengan statistik adalah :
1. Memungkinkan mendeskripsikan tentang sesuatu secara eksak.
2. Memungkinkan seseorang untuk bekerja secara eksak dalam proses dan cara
berfikir.
3. Dapat memberikan rangkuman hasil penelitian dalam bentuk yang lebih
berarti dan lebih ringkas.
4. Dapat menarik kesimpulan umum (membentuk konsep-konsep dan
generalisasi)
5. Memungkinkan untuk mengadakan ramalan
8
Teladan 1.1
Diketahui data kecelakaan kerja di suatu proyek konstruksi adalah sebagai
berikut :
SUMBER PENYEBAB 2010 2011 2012 2013 2014 2015
APD tidak layak pakai 0 1 0 0 0 1
cuaca buruk 0 0 2 2 2 0
ketidakhati-hatian 7 2 12 17 25 33
konstruksi tidak aman 5 2 3 4 3 3
kurangnya rambu-
rambu 0 0 0 1 0 0
peralatan rusak 0 0 0 4 1 1
tidak diketahui 1 2 7 6 15 10
tidak menggunakan
APD 2 2 4 2 3 6
tidak mengikuti
peraturan 0 0 0 0 2 1
1. Diagram Garis
Langkah langkah pembuatan diagram garis :
Klik insert > chart > line chart
9
Klik add
10
Akan muncul dialog box seperti berikut :
Ulangi kembali untuk data yang lain sampai dengan data sumber penyebab
yang terakhir
11
Akan muncul tampilan grafik seperti berikut:
Angka pada sumbu Y dapat diganti dengan tahun sesuai data dengan
langkah sebagai berikut :
Klik select data < edit (pada kolom yang kedua )
12
Kemudian klik ok
Untuk mengganti judul dapat mengikuti langkah berikut :
Klik design< quick layout
13
Kemudian ganti chart tittle dengan judul yang diinginkan
14
2. Diagram batang
Dengan data yang sama juga dapat dibuat diagram batang menggunakan
Ms. Excel. Klik insert < insert column chart
15
Misal dipilih yang 3-D Pie. Kemudian klik kanan dan select data
Untuk axis label range nya blok tahun. Gambar diagram lingkaran akan
menjadi seperti berikut
16
2010 2011 2012 2013 2014 2015
2%
7%
34% 13%
18%
26%
17
1.7 Soal Latihan:
Perhatikan data kuat tekan silinder beton pada TDF berikut.
Kuat Tekan
Silinder Beton (mPa) Frekuensi
15-17 3
18-20 7
21-23 12
24-26 18
27-29 27
30-32 17
33-35 11
36-38 5
Gambarkan data di atas dalam bentuk:
a. Grafik batang (bar chart)
b. Grafik lingkaran (pie chart)
c. Grafik Garis (line chart)
d. Menurut Anda, diagram mana yang paling tepat? Berikan
alasannya
Lembar Kerja
18
Lembar Kerja
19
BAB II
DISTRIBUSI FREKUENSI
Capaian Pembelajaran:
Setelah mempelajari materi bab ini diharapkan mahasiswa mampu menjelaskan
pengertian distribusi frekuensi, serta dapat menyajikan data dalam bentuk tabel
distribusi frekuensi, grafik histogram, polygon frekuensi, dan ogive serta dapat
menginterpretasikannya.
20
Tabel 2.3 Distribusi Frekuensi Penggunaan Galvalum Sebagai Rangka Atap
Bangunan Gedung Tahun 2013 di Kota Malang
Jenis Bangunan Gedung Frekuensi
Rumah Tinggal 1 Lantai 1000
Rumah Tinggal 2 Lantai 3000
Gedung Perkantoran 25
Gedung Kuliah 30
Gedung Sekolah 50
Gedung Rumah Sakit 14
4119
Sumber: Data Fiktif
Sedangkan contoh dari distribusi frekuensi numerik seperti pada tabel 2.4.
Tabel 2.4 Distribusi Frekuensi Nilai Kepuasan Konsumen
Terhadap Fasilitas Perumahan di Malang
Nilai Interval Frekuensi
20 – 39 13
40 – 59 24
60 – 79 8
80 – 99 11
Jumlah 56
Sumber: Data fiktif
Terdapat beberapa istilah yang perlu diketahui dalam distribusi frekuensi,
yaitu (Riduwan, 2003):
1. Interval kelas:
Interval kelas adalah sejumlah nilai variabel yang ada dalam batas kelas
tertentu. Contoh lihat tabel 2.4 yang berisikan empat interval kelas, masing-
masing yaitu: 20 – 39 disebut interval kelas pertama, 40 – 59 disebut interval
kelas kedua, dan seterusnya. Nilai interval kelas 20 – 39 mempunyai arti
bahwa pada interval kelas tersebut terdapat nilai mulai 20 hingga 39 sebanyak
13 orang. Nilai interval kelas 40 – 59 mempunyai arti bahwa pada interval
kelas tersebut terdapat nilai mulai 40 hingga 59 sebanyak 24 orang, dan
seterusnya hingga nilai interval kelas terakhir terdapat 11 orang.
2. Batas kelas (BK):
Batas kelas adalah suatu nilai yang membatasi kelas pihak satu dengan pihak
kelas yang lain. Penentuan batas kelas sangat berguna dalam penggambaran
histogram. Jika melihat tabel 2.4 pada kelas pertama terdapat angka 20 – 39,
maka nilai 39 ini merupakan nilai ujung atas interval kelas pertama.
21
Sedangkan nilai 40 adalah nilai ujung bawah interval kelas kedua. Jika nilai
ujung atas interval kelas pertama ditambah nilai ujung bawah interval kelas
kedua dan dikalikan setengah, maka hasilnya disebut batas kelas. Atau jika
ujung bawah interval kelas dikurangi 0,5; atau 0,05; atau 0,005 (tergantung
pada ketelitian data) dan ujung kelas atas ditambah 0,5; atau 0,05; atau 0,005.
Contoh: batas bawah kelas (BBK) pertama adalah: (19+20) x 0,5 = 19,5.
Batas atas kelas (BAK) pertama (39+40) x 0,5 = 39,5. Demikian pula untuk
kelas-kelas berikutnya dengan menggunakan cara yang sama.
3. Ujung bawah kelas (Limit Kelas Bawah = LKB) dan ujung atas kelas (Limit
Kelas Atas = LKA)
Pada tabel 2.4, angka bagian kiri yaitu 20, 40, 60, 80 merupakan ujung batas
kelas bawah. Angka 20 bagian kiri disebut sebagai ujung bawah kelas
pertama. Sedangkan angka bagian kanan yaitu 39, 59, 79, 99 merupakan
ujung atas kelas. Angka 39 menunjukkan sebagai ujung atas kelas pertama,
demikian pula seterusnya.
4. Titik Tengah Kelas adalah nilai yang terdapat ditengah interval kelas atau
nilai ujung bawah kelas ditambah nilai ujung atas kelas dikalikan setengah.
Contoh titik tengah kelas pertama adalah: (20+39) x 0,5 = 29,5; titik tengah
kelas kedua adalah: (40+59) x 0,5 = 49,5. Penggunaan nilai titik tengah kelas
ini biasanya untuk penggambaran polygon frekuensi.
22
4. Menghitung panjang kelas interval (p) dengan rumus 2.3.
𝐑
𝐩=𝐤 (2.3)
5. Menentukan nilai limit kelas atas LKA) dan limit kelas bawah (LKB).
Nilai data terendah sebagai limit bawah kelas pertama (LKB kelas
pertama) dilanjutkan menghitung nilai kelas interval untuk kelas-kelas
berikutnya dengan cara menjumlahkan ujung bawah kelas (LKB)
ditambah panjang kelas (p) dan hasilnya dikurangi 1 (untuk data dengan
tingkat ketelitian data satuan); 0,01 (untuk data dengan tingkat ketelitian
satu decimal); atau 0,001 (untuk data dengan tingkat ketelitian satu
decimal), demikian pula sampai pada kelas terakhir menggunakan cara
yang sama.
Contoh lihat tabel 2.4, cara menentukan nilai interval kelas (limit kelas)
dengan panjang kelas (p) = 20:
LKB kelas pertama = data terendah = 20
LKA kelas pertama = (LKB kelas pertama + p) – 1
= (20 + 20) -1 = 39
LKB kelas kedua = (LKB kelas pertama + p) = 20 + 20 = 40
LKA kelas kedua = (LKB kelas kedua + p) – 1
= (40 + 20) -1 = 59
Demikian nilai limit kelas untuk kelas selanjutnya menggunakan `
cara yang sama.
6. Menentukan nilai batas kelas bawah (BKB) dan nilai batas kelas atas
(BKA). BKB dihitung dengan cara mengurangi nilai LKB dengan 0,5 untuk
tingkat ketelitian data satuan, atau 0,05 untuk tingkat ketelitian data satu
desimal, atau 0,05 untuk tingkat ketelitian data dua desimal. BKA dihitung
dengan cara menambah nilai LKA dengan 0,5 untuk tingkat ketelitian data
satuan, atau 0,05 untuk tingkat ketelitian data satu desimal, atau 0,05 untuk
tingkat ketelitian data dua desimal.
Contoh: lihat tabel 2.4, nilai batas kelas dihitung dengan cara berikut:
BKB kelas pertama = LKB kelas pertama – 0,5 = 19,5
BKA kelas pertama = LKA kelas pertama + 0,5 = 39 + 0,5 = 39,5
23
BKB kelas kedua = LKB kelas kelas kedua – 0,5 = 39,5
BKA kelas kedua = LKA kelas kedua + 0,5 = 59 + 0,5 = 59,5
Demikian pula untuk nilai limit kelas pada kelas kelas selanjutnya
menggunakan cara yang sama.
7. Membuat tabel sementara (lihat tabel 2.5) untuk tabulasi data dengan cara
mentabulasikan data satu-persatu sesuai urutan data yang diperoleh. Untuk
menghindari kesalahan, data yang sudah ditabulasi diberi tanda agar tidak
ditabulasi ulang.
Tabel 2.5 Contoh Tabulasi Data
24
3. Distrribusi frekuensi kumulatif relatif
a. Distrribusi frekuensi kumulatif relatif kurang dari
b. Distrribusi frekuensi kumulatif relatif lebih dari
2.3 Distribusi Frekuensi Relatif
Distribusi frekuensi yang frekuensi kelasnya dinyatakan dalam bentuk
angka relative atau angka persentase (%) disebut dengan distribusi frekuensi
relatif. Cara menentukan frekuensi relatif (fr) dihitung dengan menggunakan
rumus 2.4 berikut:
𝐟𝐢
𝐟𝐫𝐢 = 𝐱 𝟏𝟎𝟎% (2.4)
∑𝐟𝐢
Keterangan:
fri = frekuensi relative kelas ke-i
fi = frekuensi kelas ke-i
∑fi = jumlah frekuensi seluruh kelas atau jumlah data
Contoh distribusi frekuensi relatif seperti pada tabel 2.7.
Tabel 2.8 adalah contoh distribusi frekuensi dengan distribusi frekuensi relative.
Tabel 2.8 Diatribusi Frekuensi Nilai Kepuasan Konsumen
Dengan Distribusi Frekuensi Relatifnya
Frekuensi
No. Limit Kelas Batas Frekuensi Relatif
Kelas (LK) Kelas (BK) (f) (%)
1 20 – 39 19,5 – 39,5 13 23,21
2 40 – 59 39,5 – 59,5 24 42,86
3 60 – 79 59,5 – 79,5 8 14,29
4 80 – 99 79,5 – 99,5 11 19,64
Jumlah 100
25
2.4 Distribusi Frekuensi Kumulatif
Distribusi frekuensi kumulatif (f kum) adalah distribusi frekuensi dengan
nilai frekuensinya diperoleh dengan cara menjumlahkan frekuensi kelas dengan
frekuensi kelas berikutnya. Tabel distribusi frekuensi kumulatif dapat dibuat
dengan berdasarkan frekuensi mutlak. Distribusi frekuensi kumulatif ini terbagi
menjadi dua bentuk yaitu:
1. Distribusi Frekuensi Kumulatif kurang dari ( < )
Contohnya seperti pada tabel 2.9.
Tabel 2.9 Distribusi Frekuensi Kumulatif Kurang Dari
Frekuensi Kumulatif
Nilai (f kum)
<20 0
<40 13
<60 37
<80 45
<100 56
Keterangan:
f kum(%)i = frekuensi kumulatif relative kelas ke-i
26
f kum i = frekuensi kumulatif kelas ke-i
n = jumlah data
Tabel distribusi frekuensi kumulatif relative dibagi menjadi 2, yaitu: distribusi
frekuensi kumulatif relative kurang dari dan distribusi frekuensi kumulatif relative
lebih dari. Contoh tabel ini seperti pada tabel 2.11 dan 2.12.
Tabel 2.11 Distribusi Frekuensi Kumulatif Relatif Kurang Dari
Frekuensi Kumulatif
Nilai Relatif (%)
<20 0,00
<40 23,21
<60 66,07
<80 80,36
<100 100,00
2.6.1 Histogram
Histogram atau diagram batang adalah grafik yang menggambarkan
distribusi frekuensi dalam bentuk beberapa balok atau batang. Cara penggambaran
histogram setelah TDF dibuat yaitu mengikuti langkah-langkah berikut:
27
1. Membuat absis (sumbu mendatar atau sumbu x) dan ordinat (sumbu
vertikal atau sumbu y). Absis menyatakan nilai interval, dan ordinat
menyatakan frekuensi.
2. Memberi nama “nilai interval” pada absisnya dan “frekuensi” pada
ordinatnya.
3. Membuat skala absis dan ordinat.
4. Membuat batas kelas bawah dan batas kelas atas pada absisnya.
5. Membuat grafik histogram seperti pada gambar 2.12.
30
25
20
Frekuensi
15
10
5
0
19,5 – 39,5 – 59,5 – 79,5 –
39,5 59,5 79,5 99,5
Interval Kelas
28
30
Poligon Frekuensi
49,5; 24
25
20
Frekuensi Kelas
15
29,5; 13 89,5; 11
10
5 69,5; 8
109; 0
10; 0
0
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110
2.6.3 Ogive
Ogive adalah distribusi frekuensi kumulatif yang menggambarkan
diagramnya dalam sumbu tegak dan mendatar. Sumbu horizontal (absis)
menyatakan limit kelas dan sumbu vertikal (ordinat) menyatakan frekuensi
kumulatif. Ogive terdiri dari ogive kurang dari dan ogive lebih dari. Contohnya
seperti pada gambar 2.3 dan 2.4.
60 60
<100; 56 ≥20 ; 56
50 50
Frekuensi Kumualtif
Frekuensi Kumulatif
<80 ; 45 ≥40; 43
40 40
<60 ; 37
30 30
20 20 ≥60 ; 19
<40; 13 ≥80 ; 11
10 10
<20 ; 0
0 0 ≥100; 0
<20 <40 <60 <80 <100 ≥20 ≥40 ≥60 ≥80 ≥100
Gambar 2.3 Ogive Kurang Dari Gambar 2.4 Ogive Lebih Dari
Grafik ogive jarang digunakan dalam suatu penelitian, akan tetapi grafik
ini berguna dalam analisis data yang bertujuan ingin mengetahui perkembangan
atau penurunan dari hasil statistic, misalnya tentang perkembangan jumlah
penduduk dalam tiap tahunnya, atau perkembangan kemajuan pelaksanaan proyek
konstruksi, atau perkembangan penjualan unit rumah dalam investasi proyek
perumahan, dan contoh kasus lainnya.
29
2.7 Aplikasi Ms. Excel
Untuk mempermudah pembuatan tabel distribusi frekuensi dapat digunakan
MS.excel untuk menghitung jumlah kelas, limit bawah, limit atas, batas
bawah, batas atas, titik tengah dan frekuensi. Sebagai contoh dapat dilihat
pada teladan 2.1.
Teladan 2.1
Berikut merupakan data tenaga kerja proyek konstruksi pada tahun 2015 di
provinsi yang ada di Indonesia.
493
No Provinsi Jumlah tenaga kerja
1 Aceh 801
2 Sumatera Utara 1537
3 Sumatera barat 557
4 Riau 1399
5 Jambi 301
6 Sumatera Selatan 493
7 Bengkulu 204
8 Lampung 650
9 Bangka belitung 222
10 Kepulauan Riau 336
11 DKI Jakarta 2686
12 Jawa Barat 1531
13 Jawa Timur 3539
14 Banten 234
15 Bali 718
16 Nusa Tenggara Barat 466
17 Nusa Tenggara Timur 262
18 Kalimantan Barat 555
19 Kalimantan Tengah 229
20 Kalimantan Selatan 807
21 Kalimantan Timur 1042
30
22 Kalimantan Selatan 807
23 Kalimantan Timur 1042
24 Kalimantan Utara 34
25 Sulawesi Utara 177
26 Sulawesi Tengah 276
27 Sulawesi Selatan 1512
28 Sulawesi Tenggara 172
29 Gorontalo 31
30 Sulawesi Barat 193
31 Maluku 167
32 Maluku utara 489
33 Pupua Barat 102
34 Papua 344
Langkah pertama mencari nilai maksimum dan minimum dari data
Yang ada dengan perintah :
= max(...,...) untuk maksimum
= min(...,...) untuk minimum
31
Untuk pembulatan
Kemudian menghitung limit bawah, limit atas, batas bawah dan batas atas
Setelah mendapatkan nilai untuk limit bawah dan limit atas, berikutnya
menentukan frekuensi dengan fungsi COUNTIFS seperti berikut :
Klik formula < insert function < countifs. Akan muncul dialog box seperti
berikut :
32
Criteria_Range2 : isikan cell data asli yang akan dihitung frekuensinya
Criteria2 : masukkan nilai <605,5
Lanjutkan samapai dengan kelas yang terakhir, dan akan didapatkan nilai
frekuensi sebagai berikut :
Selanjutnya dapat dibuat histogram dengan insert chart seperti pilihan pada
pembuatan diagram batang. Hasilnya sebagai berikut
25
20
15
10
0
31-605 606-1180 1181-1755 1756-2330 2331-2905 2906-3480 3481-4055
Untuk menghilangkan gap antar label klik kanan pada batang lalu pilih
format data series
33
Buatlah gap width hingga menjadi 0 %
34
Hasil gambarnya akan menjadi seperti berikut :
25
20
15
10
0
31-605 606-1180 1181-1755 1756-2330 2331-2905 2906-3480 3481-4055
Soal Latihan
1. Perhatikan data pada tabel 2.13 berikut.
Tabel 2.13 Distribusi Frekuensi Kuat Tekan Silinder Beton
Kuat Tekan
Frekuensi
Silinder Beton (Mpa)
20,3 - 22,6 5
22,7 - 25,0 8
25,1 - 27,4 14
27,5 - 29,8 18
29,9 - 32,2 26
32,3 - 34,6 15
34,7 - 37,0 9
37,1 - 39,4 4
Pertanyaan:
a) Berapa jumlah kelas, jumlah data, dan panjang kelas?
b) Berapa limit bawah kelas kedua?
c) Berapa limit atas kelas keempat?
d) Berapa batas bawah kelas keenam?
e) Berapa batas atas kelas kedelapan?
f) Berapa titik tengah kelas kelima?
35
Lembar Kerja
36
2. Dari kumpulan data kuat tekan beton berikut, tentukanlah:
a) Tabel distribusi frekuensi menurut Sturgess
b) Berapakah banyakna kelas?
c) Berapakan interval kelas?
d) Berapakah limit bawah kelas ke-3?
e) Berapakah batas atas ke-4?
68 46 49 44 48 52 56 43 43
55 49 52 32 52 36 59 60 57
65 33 37 50 55 49 56 52 43
42 43 47 49 52 41 42 54 33
64 40 54 53 49 41 38 57 51
45 29 56 62 49 37 50 49 50
54 67 64 55 37 63 51 52 44
63 56 37 58 42 54 48 59 55
68 42 62 69 53 38 53 38 54
63 55 35 64 36 39 46 56 41
Lembar Kerja
37
Lembar Kerja
38
BAB III
Capaian Pembelajaran:
Setelah mempelajari materi bab ini diharapkan mahasiswa mampu menyebutkan,
mengartikan, mengetahui manfaat, dan membuat langkah-langkah, menghitung,
dan mengaplikasikan rumus-rumus dari ukuran pemusatan dan ukuran penyebaran
3.1 Pendahuluan
Ukuran pemusatan digunakan untuk menjaring data yang menunjukkan
pusat atau pertengahan dari gugusan data yang menyebar. Harga rata-rata dari
kelompok data diperkirakan dapat mewakili seluruh harga data yang ada dalam
kelompok tersebut. Ukuran data sampel disebut statistik dan ukuran populasi
disebut parameter. Pengukuran tendensi sentral meliputi :
1. Rata-rata ukur
2. Modus
3. Kuartil
4. Desil
5. Persentil
39
silinder beton diperoleh dengan menjumlahkan semua nilai kuat tekan silinder
beton dibagi dengan banyaknya benda uji silinder beton. Dari kedua nilai rata-rata
tersebut dapat diketahui kelompok mana yang memiliki kuat tekan tertinggi.
Perhitungan mean dibagi dua yaitu mean untuk data tunggal dan mean untuk data
kelompok. Mean untuk data tunggal umumnya dengan jumlah datanya sedikit
(Riduwan, 2003).
Jika data berulang dengan sejumlah n tertentu (ni), maka rumus rata-rata
hitungnya seperti pada rumus 3.2.
𝑛1 𝑋1 +𝑛𝑓2 𝑋2 +𝑛3 𝑋3 +⋯+𝑛𝑛 𝑋𝑛
𝑋̅ = 𝑛
∑ 𝑛𝑖.𝑋𝑖
atau 𝑋̅ = 𝑛 (3.2)
Contoh :
Pada uji tekan silinder beton, diperoleh data sebagai berikut: 2 benda uji
mencapai kuat tekan 40 MPa, 6 silinder mencapai 45 MPa, 4 silinder
mencapai 38 MPa, 3 silinder mencapai 37 MPa, dan 4 silinder mencapai kuat
tekan 49 MPa. Nilai rata-rata kuat tekan silinder yaitu:
40
b. Mean Untuk Data Kelompok
Jika data sudah dikelompokkan dalam distribusi frekuensi (TDF), maka
keaslian data akan hilang karena akan berbaur dengan data lainnya menurut
kelas. Perhitungan nilai rata-ratanya berdasarkan nilai titik tengah (Xi), hal ini
untuk menghindari kemungkinan data yang ada disetiap interval memiliki nilai
yang lebih besar atau lebih kecil dari titik tengah. Rumus yang digunakan
untuk menentukan nilai mean data berkelompok seperti pada rumus 3.3.
∑(𝑓𝑖.𝑋𝑖)
𝑋̅ = ∑ 𝑓𝑖 (3.3)
Keterangan:
𝑥̅ = Mean
Xi = titik tengah kelas ke-i
fi = frekuensi kelas ke-i
∑ 𝑓𝑖 = jumlah frekuensi seluruh kelas
Contoh Soal:
Diketahui data hasil pengamatan tentang jumlah LHR (lintas Harian Rata-rata)
yang terjadi di Jalan Gajayana Malang pada tanggal 13 September 2013 seperti
pada tabel 3.1. Berapa jumlah rata-rata kendaraan yang lewat di Jalan tersebut?
Tabel 3.1 Jumlah LHR di Jalan Gajayana Malang
Interval Kelas Frekuensi fi)
150 - 159 4
160 - 169 5
170 - 179 8
180 - 189 12
190 - 199 5
200 - 209 4
210 - 219 2
Jumlah 40
Penyelesaian:
41
Titik Tengah Frekuensi
Interval Kelas fi.Xi
(Xi) (fi)
150 - 159 154,5 4 618,0
160 - 169 164,5 5 822,5
170 - 179 174,5 8 1396,0
180 - 189 184,5 12 2214,0
190 - 199 194,5 5 972,5
200 - 209 204,5 4 818,0
210 - 219 214,5 2 429,0
Jumlah 40 7270,0
3.3 Modus
Mode atau modus adalah nilai yang sering muncul diantara sebaran data
atau memiliki frekuensi terbanyak baik data tunggal atau berkelompok. Nilai
modus bersifat tidak unik. Jika data disajikan pada TDF, maka modusnya adalah
nilai dengan frekuensi tertinggi. Apabila terdapat dua atau lebih data dengan
frekuensi tertinggi yang sama, maka nilai modus juga ada dua atau lebih. Nilai
modus sering digunakan untuk menentukan rata-rata data kualitatif. Misalnya
sebagian besar keruntuhan bangunan disebabkan oleh kekuatan struktur bangunan
yang tidak memenuhi syarat keandalan struktur (Riduwan, 2003).
a. Modus data tunggal
Penentuan modus data tidak berkelompok sebagaimana contoh berikut:
Contoh: Diketahui hasil uji keandalan struktur bangunan X sebagai berikut:
78%, 90%,80%, 90%, 85%. Maka nilai modusnya adalah 90%, karena nilai
90% muncul paling sering.
b. Modus data berkelompok
Penentuan modus data berkelompok dapat dihitung dengan rumus 3.7:
𝒃𝟏
𝑴𝒐𝒅𝒖𝒔 = 𝑩𝑩𝑴𝒐 + 𝑰 [𝒃 ] (3.7)
𝟏 + 𝒃𝟐
Keterangan :
BBMo = Batas bawah kelas modus
I = Panjang kelas (kelas modus)
b1 = Selisih frekuensi kelas modus dengan kelas sebelumnya
b2 = Selisih frekuensi kelas modus dengan kelas sesudahnya
42
Contoh Soal :
Dari TDF berikut, tentukan nilai modusnya!
No. Titik Tengah Frekuensi
Interval Kelas Batas Kelas
Kelas (Xi) (fi)
1 150 - 159 149,5 - 159,5 154,5 4
2 160 - 169 159,5 - 169,5 164,5 5
3 170 - 179 169,5 - 179,5 174,5 8
4 180 - 189 179,5 - 189,5 184,5 12
5 190 - 199 189,5 - 199,5 194,5 5
6 200 - 209 199,5 - 209,5 204,5 4
7 210 - 219 209,5 - 219,5 214,5 2
Jumlah 40
Penyelesaian:
Modus adalah frekuensi terbanyak, pada tabel di atas terletak pada kelas ke-4,
Dari kelas ke-4 dapat diperoleh data-data berikut: BBMo = 179,5; I = 10; b1 =
4; dan b2 = 7. Selanjutnya dapat dihitung nilai modusnya, yaitu:
𝑏1
𝑀𝑜𝑑𝑢𝑠 = 𝐵𝐵𝑀𝑜 + 𝐼 [ ] = 179,5 + (10)[4/(4+7)] = 183,136
𝑏1 + 𝑏2
3.4 Kuartil
Kuartil merupakan nilai yang membagi sederetan data yang berurutan
menjadi empat bagian yang sama. Kuartil terdiri dari tiga kelompok kuartil, yaitu
kuartil pertama (K1), kuartil kedua (K2)/ median, dan kuartil ketiga (K3) seperti
diiliustrasikan dalam gambar 3.1.
K1 K2 K3
K1 adalah nilai dalam distribusi data yang membatasi 25% jumlah data
dibagian kiri dan 75% jumlah data dibagian kanan. K2 adalah nilai dalam
distribusi data yang membatasi 50% jumlah data dibagian kiri dan 50% jumlah
43
data dibagian kanan. K3 adalah nilai dalam distribusi data yang membatasi 75%
jumlah data dibagian kiri dan 25% jumlah data dibagian kanan.
Rumus untuk menentukan kuartil seperti pada rumus 3.8 dan 3.9
(Riduwan, 2003):
a. Data tidak berkelompok
Ki = data ke [i(n+1)/4] (3.8)
dengan n = banyak data
i = kuartil (1, 2, atau 3)
Contoh: diketahui distribusi data berikut: 10, 4, 2, 11, 8, 5. Untuk menentukan
nilai mediannya, data tersebut harus diurutkan dari terkecil ke terbesar, yaitu :
2, 4, 5, 8, 10, 11. Maka nilai kuartilnya adalah:
1. K1 = data ke [1(n+1)/4] = data ke [1(6+1)/4] = 7/4 = 1,75 (artinya K1
terletak antara data ke-1 dan ke-2), sehingga nilai K1 dapat dihitung sebagai
berikut:
K1 = nilai data ke-1 + 0,75 (nilai data ke-2 – nilai data ke-1)
= 2 + 0,75(4-2) = 2 + 1,5 = 3,5
2. K2 = data ke [2(n+1)/4] = data ke [2(6+1)/4] = 14/4 = 3,5 (artinya K2
terletak antara data ke-3 dan ke-4), sehingga nilai K2 dapat dihitung sebagai
berikut:
K2 = nilai data ke-3 + 0,5 (nilai data ke-4 – nilai data ke-3)
= 5 + 0, 5(8-5) = 5 + 1,5 = 6,5
3. K3 = data ke [3(n+1)/4] = data ke [3(6+1)/4] = 21/4 = 5,25 (artinya K3
terletak antara data ke-5 dan ke-6), sehingga nilai K3 dapat dihitung sebagai
berikut:
K5 = nilai data ke-5 + 0,25 (nilai data ke-6 – nilai data ke-5)
= 10 + 0, 25(11-10) = 10 + 0,25 = 10,25
b. Data berkelompok
𝑖.𝑛
−𝐹
4
𝐾𝑖 = 𝐵𝐵𝐾𝑖 + 𝐼 [ ] (3.9)
𝑓
Keterangan:
BBKi = batas bawah kelas kuartil
n = banyak data
44
i = kuartil (1,2,atau 3)
I = interval kelas (kuartil ke-i)
F = jumlah frekuensi sebelum kelas kuartil
f = frekuensi kelas kuartil
Contoh soal :
kelas ke-3, karena jumlah frekuensi mulai kelas ke-1 sampai kelas ke-3
adalah 17, nilai 17 ini sudah lebih besar dari 10, sehingga K1 dapat dihitung:
1.40
−9
𝐾1 = 169,5 + (10) [ 4 ] = 170,750
8
2. Ki = data ke [i(n)/4]
2(40)
Jika i = 2 maka K2 = 𝑑𝑎𝑡𝑎 𝑘𝑒 = data ke-20. Dalam tabel K2 terletak pada
4
kelas ke-4, karena jumlah frekuensi mulai kelas ke-1 sampai kelas ke-4
adalah 29, nilai 29 ini sudah lebih besar dari 20, sehingga K2 dapat dihitung:
2.40
− 17
𝐾2 = 179,5 + (10) [ 4 ] = 182,000
12
3. Ki = data ke [i(n)/4]
3(40)
Jika i = 3 maka K3 = 𝑑𝑎𝑡𝑎 𝑘𝑒 = data ke-30. Dalam tabel K3 terletak pada
4
kelas ke-4, karena jumlah frekuensi mulai kelas ke-1 sampai kelas ke-5
adalah 34, nilai 34 ini sudah lebih besar dari 30, sehingga K3 dapat dihitung:
45
3.40
− 29
𝐾2 = 189,5 + (10) [ 4 ] = 191,500
5
Contoh Soal:
Kuat tekan kubus beton:
40 30 33 40 34 50 30 28 30
Kuat tekan silinder beton:
30 30 35 40 42 27 45 35 31
Nilai rata-rata dari kedua kuat tekan beton tersebut adalah 35, tetapi
simpangan bakunya keduanya berbeda, yaitu untuk kubus beton = 7,106 dan
untuk silinder beton = 6,164. Hal ini dapat disimpulkan bahwa kuat tekan silinder
beton lebih merata dari kubus beton. Nilai kuat tekan kubus beton lebih tinggi dari
silinder beton, oleh karena itu digunakan ukuran yang menunjukkan derajat atau
tinggi rendahnya penyimpangan antar data tersebut. Sehingga ukuran simpangan
sangatlah penting untuk dipelajari untuk mengetahui derajat perbedaan data yang
satu dengan data lainnya.
Ukuran penyebaran meliputi: Range(rentangan), Rentangan antar kuartil,
simpangan baku, dan ragam. Ukuran penyebaran dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Rentangan (range)
46
Rentangan diperoleh dari data tertinggi dikurangi data terendah, seperti pada
rumus 3.10.
Range = X tertinggi – X terendah (3.10)
2. Rentangan antar kuartil (RAK)
Rentangan antar kuartil merupakan selisih dari kuartil ke-3 dengan kuartil ke-1,
ditulis seperti rumus 3.11.
RAK = K3 – K1 (3.11)
3. Simpangan baku (S)
Simpangan baku merupakan suatu nilai yang menunjukkan tingkat variasi
kelompok data atau ukuran standar penyimpangan dari meannya. Rumus 3.12
adalah rumus menghitung S untuk data tunggal, dan rumus 3.13 untuk data
berkelompok.
∑(𝑋𝑖 −𝑥̅ )2
𝑆= √ (3.12)
𝑛−1
∑ 𝑓𝑖 (𝑋𝑖 −𝑥̅ )2
𝑆= √ ∑ 𝑓𝑖 −1
(3.13)
4. Ragam (S2)
Varians adalah kuadrat dari simpangan baku. Rumus 3.14 adalah rumus
menghitung S2 untuk data tunggal, dan rumus 3.15 untuk data berkelompok.
∑(𝑋𝑖 −𝑥̅ )2
S2 = (3.14)
𝑛−1
∑ 𝑓𝑖 (𝑋𝑖 −𝑥̅ )2
S2 = ∑ 𝑓𝑖 −1
(3.15)
47
3.6 Aplikasi Ms. Excel
Ms. Excel dapat digunakan untuk memudahkan perhitungan ukuran
pemusatan seperti mean, modus, kuartil dan ukuran penyebaran seperti range,
simpangan baku dan ragam.
Berikut data curah hujan di suatu daerah (mm)
80 65 60 85 72 74 65
75 76 74 84 65 66 66
71 70 68 71 70 60 65
70 74 70 75 70 80 67
Perhitungan ukuran pemusatan dan ukuran penyebaran
1. Ukuran pemusatan
Masukkan data pada Ms. Excel
48
Modus = 70
Kuartil 1 = 66
Kuartil 2 = 70
49
Kuartil 3 = 74,25
2. Ukuran penyebaran
Ragam = 39,925
50
Lembar kerja
51
Lembar Kerja
52
2. Tabel di bawah ini menunjukkan data dari tegangan rusak atau breaking stress,
tentukan:
a) Mean, Median, dan Modus
b) Kuartil 1, 2, dan 3
Lembar kerja:
53
Lembar Kerja
54
BAB IV
DISTRIBUSI NORMAL
Capaian Pembelajaran:
Setelah mempelajari bab ini, mahasiswa mampu menggunakan rumus nilai baku
untuk menyelesaikan terapan distribusi normal, membaca tabel distribusi normal,
dan menghitung luas daerah di bawah kurva untuk menentukan nilai probabilitas
dari suatu peristiwa yang berdistribusi normal.
𝑋̅
Grafik fungsi distribusi normal tersebut di atas membentang dari minus tak
hingga sampai tak hingga. Hanya saja, semakin jauh dengan rata-rata (𝑋̅), nilai
probabilitas akan semakin mendekati nol (Furqon, 2004).
1 x
2
1
f ( x) e 2
2 (4.1)
untuk x
Keterangan: 𝜋 = 3,14159…; = rata-rata; e = 2,7183
= simpangan baku atau standar deviasi
55
Jika nilai dan diketahui, maka kurva normal dapat digambarkan
dengan pasti. Kurva normal sangat bergantung pada dua variabel ini dan
mempunyai bentuk yang simetris terhadap rata-rata . Bentuk kurva normal
dipengaruhi oleh besar kecilnya rata-rata dan simpangan baku. Makin kecil
simpangan baku maka bentuk kurva semakin runcing dan sebagian nilai x
berkelompok mendekati nilai rata-rata. Sebaliknya, jika simpangan baku semakin
besar maka bentuk kurva tumpul dan nilai x makin jauh dari rata-rata. Beberapa
karakteristik distribusi normal diuraikan sebagai berikut:
1. Mempunyai dua parameter dan yang masing-masing menentukan lokasi
dan bentuk distribusi.
2. Titik tertinggi pada rata-rata atau mempunyai satu modus (unimodal, nilai
modus = median = rata-rata
3. Kurva setangkup seperti lonceng dan simetri terhadap garis tegak (simetris)
4. Kurva selalu berada di atas sumbu x dan luas daerahnya adalah satu (100%).
5. Kurvanya mendekati sumbu x tetapi tidak akan memotong sumbu x
(asimtotik)
Dalam distribusi normal yang berbeda dapat memiliki nilai rata-rata atau
varian yang berbeda.
56
1 x
2
P (a x b ) =
b
1 -
2
e dx
a 2 (4.2)
Untuk mengatasi kesulitan menghitung integral pada fungsi normal (rumus 5.2),
maka dibuat tabel F (kurva normal) seperti pada tabel 4.1. Tabel ini dapat
digunakan setelah nilai data (X) ditransformasikan menjadi nilai baku atau nilai
standar (Z). Nilai Z dapat dihitung menggunakan rumus 4.3.
𝑋− µ
𝑍= (4.3)
𝜎
Contoh Soal:
Dengan menggunakan tabel kurva normal, perhatikan contoh berikut:
1. Diketahui distribusi normal baku, carilah luas di bawah kurva yang terletak
pada:
a. sebelah kanan z = 1,84
b. antara z = -1,97 dan z = - 0,86
c. antara z = -1,97 dan z = 0,86
57
Penyelesaian:
a. luas sebelah kanan z = 1,84 adalah 0,0329 = 3,29%, atau
P(z > 1,84) = 3,29%
LUAS =
0,4671
LUAS ?
=0,5-
0,4671
=0,0329
Z
Z=0 Z=1,8
4
LUAS =
0,3051
LUAS SISA
=0,4756-0,3051
=0,1705
LUAS
=0,4756
LUAS LUAS =
=0,3051+0,4756 0,3051
=0,7807
LUAS =0,4756
58
2. Diketahui suatu distribusi normal dengan = 50 dan 10 , tentukan
probabilitas bahwa X mendapat nilai diantara 45 dan 62.
Jawab:
Nilai X diubah menjadi nilai baku Z, maka:
45 50 62 50
z1 0,50 dan z 2 1,20
10 10
Jadi P(45 < X < 62) = P(-0,5 < Z < 1,2) = P(Z < 1,2) – P(Z < -0,5)
= 0,8849 – 0,3085 = 0,5764
3. Dengan menggunakan Tabel Distribusi Normal, hitunglah:
a. 𝑃(0 ≤ 𝑧 ≤ 1,20)
b. 𝑃(𝑧 ≥ 1,54)
c. 𝑃(𝑧 ≥ −0,86)
d. 𝑃(0,43 ≤ 𝑧 ≤ 1,12)
e. 𝑃(𝑧 ≤ 0,77)
f. 𝑃(−1,5 ≤ 𝑧 ≤ 0)
g. 𝑃(−0,5 ≤ 𝑧 ≤ 0,75)
Jawab:
a. 𝑃(0 ≤ 𝑧 ≤ 1,20)
Perpotongan antara baris 1,2 dengan kolom 0,00, diperoleh nilai dalam
tabel sebesar 0,3849.
Berarti, 𝑃(0 ≤ 𝑧 ≤ 1,20) = 0,3849 = 38,49%
b. 𝑃(𝑧 ≥ 1,54)
Perpotongan antara baris 1,5 dengan kolom 0,04, diperoleh nilai dalam
tabel sebesar 0,4382.
Berarti, 𝑃(𝑧 ≥ 1,54) = 𝑃(𝑧 ≥ 0) − 𝑃(𝑧 ≤ 1,54)
= 0,5000 – 0,4382 = 0,0618 = 6,18%
c. 𝑃(𝑧 ≥ −0,86)
Perpotongan antara baris 0,8 dengan kolom 0,06 diperoleh nilai dalam
tabel sebesar 0,3051
Berarti, 𝑃(𝑧 ≥ −0,86) = 𝑃(0 ≤ 𝑧 ≤ 0,86) + 𝑃(𝑧 ≥ 0)
= 0,3051 + 0,5000 = 0,8051 = 80,51%
d. 𝑃(0,43 ≤ 𝑧 ≤ 1,12)
59
Perpotongan antara baris 0,4 dengan kolom 0,03 diperoleh nilai dalam
tabel normal sebesar 0,1664.
Perpotongan antara baris 1,1 dengan kolom 0,02 = 0,3686
𝑃(0,43 ≤ 𝑧 ≤ 1,12) = 𝑃(0,43 ≤ 𝑧 ≤ 1,12) - 𝑃(0,43 ≤ 𝑧 ≤ 1,12)
= 0,3686 – 0,1664 = 0,2022 = 20,22%
e. 𝑃(𝑧 ≤ 0,77)
Perpotongan antara baris 0,7 dengan kolom 0,07 diperoleh nilai dalam
tabel sebesar 0,2794
Berarti, 𝑃(𝑧 ≤ 0,77) = 𝑃(𝑧 ≤ 0) - 𝑃(0 ≤ 𝑧 ≤ 0,07)
= 0,5000 + 0,2794 = 0,7794 = 77,94%
f. 𝑃(−1,5 ≤ 𝑧 ≤ 0)
Perpotongan antara baris 1,5 dengan kolom 0,00 diperoleh nilai dalam
tabel sebesar 0,4332
Berarti, 𝑃(−1,5 ≤ 𝑧 ≤ 0) = 𝑃(0 ≤ 𝑧 ≤ 1,5) = 0,4332 = 43,32%
g. 𝑃(−0,5 ≤ 𝑧 ≤ 0,75)
Perpotongan antara baris 0,5 dengan kolom 0,00 diperoleh nilai dalam
tabel sebesar 0,1915
Perpotongan antara baris 0,7 dengan kolom 0,05 = 0,2734
𝑃(−0,5 ≤ 𝑧 ≤ 0,75) = 𝑃(0 ≤ 𝑧 ≤ 0,5) + 𝑃(0 ≤ 𝑧 ≤ 0,75)
= 0,1915 + 0,2734 = 0,4649 =46,49%
60
Gambar daerah di sebelah kiri seluas 0,45
61
Didapatkan Z = 1,08
𝑋0 − 𝜇
𝑍=
𝜎
𝑋0 − 40
1,08 =
6
𝑋0 = (6 ∗ 1,03) + 40
𝑋0 = 46,48
62
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
c) 𝑃(0,43 ≤ 𝑋 ≤ 2,12)
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
d) 𝑃(𝑧 ≤ −0,77)
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
e) 𝑃(−1,5 ≤ 𝑧 ≤ −0,5)
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
f) 𝑃(0,5 ≤ 𝑧 ≤ 1,75)
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
63
........................................................................................................................
g) 𝑃(𝑋 ≥ 2,50)
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
h) 𝑃(𝑋 ≤ 1,24)
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
64
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
c) P(42 ≤ x ≤ 65)
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
d) P(35≤ x ≤ 40)
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
65
.............................................................................................................................
.............................................................................................................................
.............................................................................................................................
............................................................................................................................
d. Jika Z ~ N (0,1) maka tentukan peluang P (-0,42 < Z < 1,271)
.............................................................................................................................
.............................................................................................................................
.............................................................................................................................
.............................................................................................................................
e. Jika Z ~ N (0,1) maka tentukan peluang P (-1,2 < Z < -0,5)
.............................................................................................................................
.............................................................................................................................
.............................................................................................................................
.............................................................................................................................
f. Diketahui Z ~ N (0,1) tentukan nilai a jika P ( Z < a) =0,67
.............................................................................................................................
.............................................................................................................................
.............................................................................................................................
.............................................................................................................................
66
.............................................................................................................................
.............................................................................................................................
b. P (80 < X < 105)
.............................................................................................................................
.............................................................................................................................
............................................................................................................................
.............................................................................................................................
............................................................................................................................
.............................................................................................................................
5. a. Jika X ~ N ( 20, 4) maka tentukan nilai t jika P (X < t ) =0, 832
..............................................................................................................................
..............................................................................................................................
..............................................................................................................................
..............................................................................................................................
.............................................................................................................................
.............................................................................................................................
b.Jika X ~ N ( 100, 25) tentukan nilai t jika P ( X > t ) = 0,788
.............................................................................................................................
.............................................................................................................................
............................................................................................................................
.............................................................................................................................
.............................................................................................................................
.............................................................................................................................
6. a. Jika X ~ N ( 100, 64) maka tentukan P ( X < 90)
..............................................................................................................................
..............................................................................................................................
..............................................................................................................................
..............................................................................................................................
.............................................................................................................................
.............................................................................................................................
b. Jika X ~ N ( 165, 100) maka tentukan P ( 155 < X < 175)
67
.............................................................................................................................
.............................................................................................................................
.............................................................................................................................
.............................................................................................................................
.............................................................................................................................
.............................................................................................................................
7. Tabel di bawah menunjukkan data distribusi normal dari tegangan rusak suatu
material, tentukan banyaknya tegangan rusak dengan ketentuan berikut.
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
b. ≤ 1250 kN/m2
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
c. Diantara 1200 sd 1399 kN/m2
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
68
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
69
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
9. Pengamatan curah hujan harian di suatu lokasi selama satu tahun (365 hari)
menunjukkan rata-rata 65 mm dan standar deviasi 16 mm. Pencatatan curah
hujan selalu dibulatkan dalam satuan mm. Jika sebaran data dianggap
berdistribusi normal, jawablah pertanyaan berikut:
a) Berapa hari dalam setahun hujan turun lebih dari 60 mm/hari?
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
b) Berapa hari dalam setahun hujan turun kurang dari 62 mm/hari?
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
c) Berapa hari dalam setahun hujan turun tepat 75 mm/hari?
(Petunjuk: Gunakan angka 74,5 dan 75,5 sebagai batas)
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
70
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
10. Buatlah masing-masing dua sketsa kurva normal yang sesuai pernyataan
berikut.
a) 1 = 2 dan 1≠ 2
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
b) 1 ± 2 dan 1≠ 2
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
c) 1 ≠ 2 dan 1= 2
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
71
BAB V
ANALISIS REGRESI LINIER DAN KORELASI
Capaian Pembelajaran:
Setelah mempelajari bab ini, diharapkan mahasiswa mampu merumuskan
persamaan regresi linier sederhana dan regresi linier berganda, menjelaskan
makna angka-angka dalam persamaan regresi, menentukan koefisien korelasi
untuk melihat hubungan variabel bebas dan terikat, menentukan koefisien
determinansi untuk melihat sumbangan pengaruh variabel bebas terhadap variabel
terikat, dan melakukan uji hipotesis (menggunakan Tabel t dan tabel f) untuk
mengetahui tingkat signifikansinya.
5.1 Pendahuluan
Menurut Wibisono (2005) analisis regresi digunakan untuk mempelajari
pola dan mengukur hubungan antara dua variabel atau lebih. Analisis regresi
merupakan teknik analisis yang mencoba menjelaskan bentuk hubungan antara
dua variabel atau lebih khususnya hubungan antara variabel yang mengandung
sebab akibat. Prosedur analisisnya didasarkan atas distribusi peluang bersama
variabel-variabelnya. Jika hubungan tersebut dapat dinyatakan dalam persamaan
matematik, maka dapat dimanfaatkan untuk peramalan.
Dalam kehidupan sehari-hari, manusia membutuhkan makanan, tempat
tinggal, dan pakaian. Seseorang juga membutuhkan hubungan dengan orang lain,
agar dapat menjalankan kegiatannya. Maka manusia, makanan, tempat tinggal,
dan pakaian dikatakan saling berhubungan atau berkorelasi. Demikian juga dalam
dunia konstruksi, agar bangunan dapat berdiri sesuai rencana, maka dibutuhkan
dana, material, tenaga kerja, alat, dan lain-lain. Semua ini dikatakan saling
berkorelasi, karena jika material tidak tersedia, maka bangunan tidak akan berdiri.
Dan masih banyak contoh lainnya.
Uraian di atas menunjukkan adanya hubungan (korelasi) antara kejadian
yang satu dengan kejadian lainnya. Kejadian itu dapat dinyatakan dengan
perubahan nilai variabel. Misalnya, jika X adalah material bangunan, maka naik
72
turunnya harga dapat dinyatakan dengan perubahan nilai X. Apabila Y adalah
variabel hasil bangunan, maka naik turunnya hasil bangunan dapat dinyatakan
dengan perubahan nilai Y.
Di dalam perencanaan, selain data masa lampau dan masa sekarang, juga
diperlukan data hasil ramalan yang menggambarkan kemampuan di masa yang
akan datang. Misalnya untuk perencanaan jalan, diperlukan ramalan untuk
kapasitas jalan di masa yang akan datang, sehingga dapat dicegah terjadinya over
capacity atau under capasity. Over capacity artinya kapasitas jalan melebihi
kebutuhan/jumlah kendaraan yang lewat sehingga akan banyak membutuhkan
lahan untuk jalan, sedangkan under capacity menyebabkan tidak terpenuhinya
kapasitas jalan sehingga akan menimbulkan kemacetan, kecelakaan, dan lainnya.
Apabila dua variabel X dan Y mempunyai hubungan, maka nilai variabel
X yang sudah diketahui dapat dipergunakan untuk memperkirakan atau menaksir
Y. Ramalan pada dasarnya merupakan perkiraan/taksiran mengenai terjadinya
suatu kejadian (nilai variabel untuk waktu yang akan datang, seperti ramalan
produksi 2 tahun yang akan datang, ramalan hasil penjualan tahun depan dan
sebagainya).
Variabel Y yang nilainya akan diramalkan disebut variabel tidak bebas
(dependent variabel), sedangkan variabel X yang nilainya digunakan untuk
meramalkan nilai Y disebut variabel bebas (independent variabel) atau variabel
peramal (predictor) dan seringkali disebut variabel yang menerangkan/
menjelaskan (explanatory). Analisis korelasi ini memungkinkan untuk diketahui
sesuatu di luar hasil penelitian, misalnya dengan ramalan, dapat diketahui
terjadinya suatu kejadian baik secara kualitatif (misalnya akan turun hujan, akan
terjadi kerusakan bangunan, akan banjir, dan lain sebagainya) maupun kuantitatif
(misalnya kuat tekan beton mencapai 30MPa, indeks produktivitas tenaga kerja
naik 5%, terjadi penurunan bangunan 2 cm, dan lain sebagainya).
Menurut Sudjana (1992) hubungan antar variabel yang dinyatakan dalam
bentuk persamaan matematik yang menyatakan hubungan fungsional antar
variabel disebut dengan persamaan regresi. Jika analisis tersebut dibatasi hanya
pada fungsi nilai tengah linier, maka analisis ini disebut regresi linier. Namun
regresi bisa juga bersifat non linier. Dalam beberapa kasus, masalah regresi non
73
linier dapat disederhanakan menjadi linier dengan melakukan transformasi yang
tepat pada variabel-variabel asal.
Istilah regresi diperkenalkan oleh Sir Francis Galton seorang peneliti dan
intelektual kebangsaan Inggris ternama pada tahun 1877, ia meneliti tentang
hubungan tinggi tubuh orang tua dengan anaknya. Dalam penelitiannya diperoleh
hasil bahwa terdapat hubungan terbalik. Dan menurut Paul Newbold, regresi
merupakan suatu alat analisis yang mengkaji pengaruh suatu variabel terhadap
variabel lainnya. Analisis regresi selalu berpasangan dengan analisis korelasi.
Regresi mengacu pada ada atau tidaknya hubungan antar variabel, sedangkan
korelasi berusaha menjelaskan kuatnya hubungan antar variabel namun tidak
dapat menjelaskan karakteristik hubungan antar variabel yang bersifat kausal
(Santoso dan Hamdani, 2010).
74
2. Hubungan yang berbanding terbalik (hubungan yang bersifat negatif)
Hubungan terjadi apabila perubahan nilai atau jumlah X akan mempengaruhi
Y secara berbalikan arah. Contoh: hubungan antara harga suatu barang
dengan jumlah permintaan. Jika ternyata kenaikan harga menyebabkan
turunya tingkat permintaan, maka hubungan antara harga dan permintaan
adalah berbanding terbalik atau bersifat negatif. Hubungan ini mempunyai
arah lereng yang negatif, yaitu berawal dari kiri atas menuju ke kanan bawah
seperti pada gambar 5.2.
75
menampakkan garis regresi yang sempurna (hanya pendekatan). Dengan demikian
perlu ditelusuri bagaimana hubungan antara variabel yang terjadi dengan
menggunakan suatu metode. Metode yang paling sering digunakan dalam analisis
regresi linier yaitu metode kuadrat terkecil (Least Square Method).
Penggambaran garis regresi melalui metode ini didasarkan pada persamaan 5.1
yaitu:
𝑌̂ = 𝑏0 + 𝑏1 𝑋 (5.1)
Nilai 𝑏0 dan 𝑏1 ditentukan berdasarkan persamaan 5.2 dan 5.3.
∑Y = N𝑏0 + 𝑏1 ∑X (5.2)
∑XY =𝑏0 ∑X +𝑏1 ∑X2 (5.3)
Nilai 𝑏1 dan 𝑏0 merupakan parameter regresi. Berdasarkan persamaan 5.2 dan 5.3,
nilai 𝑏1 dan𝑏0 dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan 5.4 dan 5.5.
Nilai 𝑏1 merupakans slope/ kemiringan. Nilainya dapat berupa bilangan positif
atau negatif. Jika 𝑏1 positif berarti hubungan antara X dan Y adalah berbanding
lurus (memiliki kemiringan positif), jika 𝑏1 negatif berarti hubungan antara X dan
Y adalah berbanding terbalik (memiliki kemiringan negatif).
∑𝑋𝑌−∑ 𝑋 ∑ 𝑌
𝑏1 = (5.4)
𝑛∑𝑋 2 −( ∑ 𝑋𝑖 )2
𝑏0 = Y b X (5.5)
dimana X dan Y adalah nilai rerata dari variabel X dan Y.
Setelah persamaan regresi ditemukan, maka peramalan dapat dilakukan
dengan cara memasukkan nilai X pada persamaan regresi untuk memprediksi nilai
Y yang diharapkan. Demikian sebaliknya jika ingin memprediksi nilai X, maka
nilai Y yang diharapkan ditentukan terlebih dahulu, kemudian nilai X dapat
diperoleh. Atau dapat juga diplotkan pada garis regresi dalam gambar 5.5 dengan
cara menetapkan nilai X tertentu, dan menariknya keatas hingga memotong garis
regresi, dan menarik garis kekiri maka akan diperoleh nilai Y yang diharapkan.
Demikian pula sebaliknya.
76
15
y = 0.2398x + 4.485
10
0
0 5 10 15 20 25 30 35 40
5.6
Standar error mengukur penyimpangan nilai pengamatan terhadap garis
regresi
77
Terdapat dua macam pengujian di dalam analisis regresi yaitu uji parsial
menggunakan uji t dan uji simultan menggunakan uji F.
3. Uji parsial (uji t)
Uji Parsial dimaksudkan untuk mengetahui apakah variabel bebas secara
individual (x) mempengaruhi y atu tidak. Hipotesis dalam uji parsial
sebagai berikut :
𝐻0 : 𝛽1 = 0 (tidak ada hubungan linier antara X dan Y)
𝐻1 : 𝛽1 ≠ 0 (ada hubungan linier antara X dan Y
2
Ragam dari koefisien kemiringan garis regresi 𝑠𝑏1 diduga sbb :
2 𝑆2
𝑆𝑏1 = ∑(𝑋 𝑒−𝑥̅ )2 (5.7)
𝑖
Statistik uji dalam uji parsial dalam diperoleh dengan rumus 5.8
𝑏1 −𝛽1
𝑡= (5.8)
𝑆𝑏1
𝑑𝑏 = 𝑛 − 2
Dengan 𝑏1 = koefisien kemiringan regresi
𝛽1 = kemiringan yang dihipotesiskan
𝑆𝑏1= simpangan baku kemiringan
4. Uji simultan (uji f)
Uji simultan dimaksudkan untuk mengetahui apakah secara simultan atau
bersama-sama variabel x mampu mengukur variabel y. Uji simultan
dalam analisis regresi dilakukan untuk regresi pada variabel bebas yang
lebih dari satu/ regresi berganda. Pengujiannya menggunakan tabel
ANOVA ( Analysis of Variance). Tabel ANOVA untuk analisis regresi
linier sederhana adalah sebagai berikut :
Sumber db JK KT F
keragaman
Regresi 1 ̂𝑖 − 𝑌̅)2 KTr 𝐾𝑇𝑟
∑(𝑌
𝐾𝑇𝑔
Galat n-2 ̂𝑖 )2
∑(𝑌𝑖 − 𝑌 KTg
78
Kuadrat tengah (KT) : JK dibagi derajat bebasnya
Nilai F dibandingkan dengan nilai tabel 𝐹(𝛼;1,𝑛−2)
5.6 Koefisien Determinas (R2)
Koefisien determinasi (R2) merupakan salah satu ukuran untuk menilai
kelayakan model regresi. Koefisien korelasi menjelaskan bagaimana arah
hubungan dan seberapa erat hubungan antara variabel X dan Y. Sedangkan
koefisien determinasi adalah seberapa besar sumbangan pengaruh dari variabel X
terhadap Y. Koefisien determinasi dapat dihitung dengan formula
2
∑(𝑌−Ŷ)
𝑟2 = 1 − (5.9)
̅)2
∑(𝑌−Ŷ
Nilai Koefisien korelasi berkisar -1 < r < 1, yang dapat dijelaskan sebagai berikut:
79
a. Jika r positif, maka variabel X berkorelasi positif dengan Y. Semakin r
mendekati nilai 1 (r ≈ 1) menunjukkan semakin kuat hubungan antar variabel,
begitupula sebalikya.
b. Jika r bernilai negatif, maka variabel X berkorelasi negatif dengan Y.
c. Jika r bernilai nol maka variabel X tidak berkorelasi dengan Y
Interpretasi dari koefisien korelasi seperti pada tabel 5.1 berikut:
Hubungan dua variabel ada yang positif dan negatif. Hubungan X dan Y
dikatakan positif apabila kenaikan atau penurunan X pada umumnya diikuti oleh
kenaikan atau penurunan Y. Sebaliknya dikatakan negatif kalau kenaikan atau
penurunan X pada umumnya diikuti oleh penurunan atau kenaikan Y.
Contoh hubungan positif :
X = Umur beton Y = Kuat tekan beton
X = Biaya iklan Y = Hasil penjualan
Contoh hubungan negatif :
X = Harga suatu barang Y = Permintaan barang
X = Pendapatan masyarakat Y = Kejahatan ekonomi
80
𝐻0 : 𝜌 = 0
𝐻1 : 𝜌 ≠ 0
Pengujiannya menggunakan statistik uji yang mengikuti sebaran t dengan derajat
bebas n-2. Statistik uji dapat dihitung seperti pada formula 5.12.
𝑟√𝑛−2
𝑡 = (1−𝑟 2) 5.12
1. Buka SPSS dan input data ke cell spss. Untuk mengganti nama variabel
klik variable view
2. Klik analyze<regression<linear seperti tampilan berikut :
81
3. Inputkan data untuk variabel x dan variabel Y
4. Klik ok
5. Akan muncul tampilan sebagai berikut :
82
Interpretasi output sebagai berikut :
TABEL 1
Model Summary
Mode R R Square Adjusted R Std. Error of
l Square the Estimate
1 ,762a ,581 ,528 41,33032
a. Predictors: (Constant), luas_lantai
TABEL 2
ANOVAa
Model Sum of df Mean F Sig.
Squares Square
Regression 18934,935 1 18934,935 11,085 ,010b
1 Residual 13665,565 8 1708,196
Total 32600,500 9
a. Dependent Variable: harga_rumah
b. Predictors: (Constant), luas_lantai
83
TABEL 3
Coefficientsa
Model Unstandardized Standardized t Sig.
Coefficients Coefficients
B Std. Error Beta
(Constant) 98,248 58,033 1,693 ,129
1
luas_lantai ,110 ,033 ,762 3,329 ,010
a. Dependent Variable: harga_rumah
Deskripsi output
Tabel 1 menjelaskan nilai korelasi (R), koefisien determinasi (R2), nilai koefisien
determinasi terkoreksi (R2 adj), dan kesalahan baku pendugaan (Std error of the
estimate).
Nilai R2 =0,762, menunjukkan sebesar 76,2 % keragaman dari variabel harga
rumah mampu dijelaskan oleh variabel luas lantau. Sisanya sebesar 23,8 %
dijelaskan oleh variabel lain diluar model.
Tabel 2 menjelaskan pengujian secara simultan parameter regresi. Pengujian
menggunakan uji F pada tabel ANOVA.
Di tabel ANOVA didapatkan nilai F hitung = 11,085 dengan nilai sig/ p value
=0,010.
Kriteria pengambilan keputusan berdasarkan p value adalah sebagai berikut :
P value ≥ α = terima Ho
84
𝑏1 = 0,110 menggambarkan bahwa setiap penambahan satu m2 luas
lantai rataan harga rumah akan naik sebesar 0,110 juta rupiah
atau Rp. 110.000
85
1. Isikan dialog box yang muncul sebagai berikut :
2. Klik ok
Akan muncul tampilan seperti berikut :
86
Artinya pada α=5% dapat disimpulkan terdapat korelasi yang siginifikan antara
luas lantai dan harga rumah
5.11 Soal latihan
1. Dari data berikut :
Banyak kendaraan Prosentase
yang lewat kerusakan jalan
3 11
7 18
4 9
2 4
0 7
4 6
1 3
2 8
a. Tentukan persamaan regresinya dan gambarkan garis regresinya!
b. Tentukan koefisien determinasi, dan interpretasikan!
c. Dengan menggunakan tingkat signifikansi 5% apakah dapat disimpulkan
bahwa variabel X dapat mempengaruhi perubahan nilai variabel Y ?
d. Tentukan nilai korelasi dan ujilah apakah korelasinya signifikan
Lembar Kerja
87
2.Berikut merupakan hasil analisis regresi antara jangka waktu pengeringan
bahan (jam) dengan berat yang berkurang dari bahan tersebut (mg)
Model Summary
ANOVAa
Total ,444 9
Coefficientsa
88
Lembar Kerja
89
BAB VI
Capaian Pembelajaran:
Setelah mempelajari materi bab ini diharapkan mahasiswa mampu menjelaskan
pengertian validitas dan reliabilitas, dapat melakukan uji validitas dan reliabilitas,
serta mampu menginterpretasikan hasil analisisnya.
6.1 Pendahuluan
Kualitas suatu penelitian ditentukan oleh data yang didapatkan oleh karena itu
data harus dikumpulkan dengan tepat baik cara maupun sifatnya. Dari sisi cara
pengumpulan data maka kita harus dapa merancang teknik pengumpulan data
yang tepat, misalnya dalam penelitian survey harus ditentukan apakah
pengumpulan data bersifat sensus atau pengumpulan sampel. Bila akan
mengambil sampel, maka harus diunakan teknik pengambilan sampel yang tepat
sesuai dengan karakterikstik populasi yang menjadi obyek penelitian.
Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauh mana ketepatan
dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurannya. Selain itu
validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan bahwa variabel yang diukur
memang benar-benar variabel yang hendak diteliti oleh peneliti. Suatu kuisioner
90
dikatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner tersebut mampu untuk
mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut.
Cara untuk meyakinkan bahwa insrumen yang kita gunakan tersebut valid dan
reliable adalah dengan mengujinya. Kali ini kita akan mencoba menguji validitas
dan reliabilitas suatu instrumen.
91
Tabel 1. Aspek – aspek untuk menganalisis resiko keterlambatan proyek
Skala Likert, biasanya terdiri dari 5 tingkat, misalnya pernyataan tentang sika
persetujuan atas suatu pernyataan dapat diukur dengan plihan skala berikut ini.
3 = Ragu-ragu
4 = Setuju (S)
92
5 = Sangat Setuju (SS)
Validitas item ditunjukkan dengan adanya korelasi atau dukungan terhadap skor
total dengan cara menghitung koefisien korelasi antara skor item dengan skor total
item. Dari hasil perhitungan korelasi akan didapatkan suatu koefisien korelasi
yang digunakan untuk mengukur tingkat validitas suatu item. Hal ini juga berguna
untuk menentukan apakah suatu item layak digunakan atau tidak.
Dalam penentuan layak atau tidaknya suatu item yang akan digunakan, dilakukan
uji signifikansi koefisien korelasi pada taraf nyata yang telah ditentukan. Jika
koefisien korelasi signifikan maka item dianggap valid.
Teladan 6.1
93
7 4 4 4
8 4 5 4
9 3 3 3
10 2 3 3
11 4 4 4
12 5 4 4
13 2 3 3
14 4 5 4
15 4 4 3
16 5 5 5
17 5 5 5
18 5 4 4
19 3 3 3
20 4 4 4
21 2 3 3
22 3 4 5
23 4 3 3
24 3 4 4
25 4 5 5
26 4 2 2
27 4 3 3
28 3 3 3
29 4 4 3
30 3 2 2
94
Uji Validitas menggunakan SPSS
1. Masukkan data skor item dan total item ke dalam worksheet SPSS
95
3. Masukkan variabel variabel yang akan dikorelasikan dengan mengisi
dialog box yang tersedia
96
4. Kemudian klik ok
5. Akan muncul tampilan output seperti berikut :
97
Deskripsi output :
Suatu item dikatakan valid jika terdapt korelasi yang nyata antara masing masing
item dengan total item. Berdasarkan output SPSS dapat diketahui bahwa ketiga
item valid (ditunjukkan dengan adanya korelasi yang nyata antara masing masing
item dengan total item)
98
konsisten untuk pengukuran yang sama. Penelitian dikatakan tidak bisa
diandalkan bila pengukuran yang berulang itu memberikan hasil yang berbeda.
Tinggi rendahnya reliabilitas secara empiris ditunjukkan oleh suatu angka yang
disebut sebagai koefisien reliabilitas. Pengujian reliabilitas instrumen
menggunakan rumus alpha cronbachs dengan formula sebagai berikut ; (cronbach,
1951)
2
𝑘 ∑ 𝑆𝑌𝑖
𝛼𝑐𝑟𝑜𝑛𝑏𝑎𝑐ℎ = (1 − )
𝑘−1 𝑆𝑋−𝑡𝑜𝑡
2
𝑆𝑌𝑖 = jumlah ragam item
Aturan dari nilai alpha cronbach (keputusan untuk reliabilitas) adalah sebagai
berikut : (George & Mallery, 2003)
≥ 0,9 excellent
0,8≤ α < 0,9 Baik
0,7≤ α < 0,8 Dapat diterima
0,6≤ α < 0,7 Cukup
0,5 ≤ α < 0,6 Rendah
<0,5 Tidak dapat
diterima
99
Teladan 6.2
Untuk data yang sama pada teladan 6.1 lakukan uji reliabilitas
100
Deskripsi output :
Dari output SPSS didapatkan nilai cronbachs alpha sebesar 0,790. Hal ini dapat
diartikan bahwa item tersebut reliabel dengan kriteria dapat diterima.
101
DAFTAR PUSTAKA
Alfredo H-S Ang & Wilson H. Tang. Alih Bahasa Binsar Hariandja. 1992.
Konsep-Konsep Probabilitas dalam Perencanaan dan Perancangan
Rekayasa- Prinsip-Prinsip Dasar. Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
Burhanudin 2012. Koefisien korelasi, Signifikasi dan Determinasi dalam
http://alvinburhani.wordpress.com/2012/06/28/koefisien-korelasi-
signifikansi-determinasi. Diakses pada tanggal 22 mei 2013
Furqon, 2004. Statistika Terapan Untuk Penelitian. Alfabeta. Bandung.
George, D., & Mallery, P. (2003). SPSS for Windows step by step: A simple
guide and reference. 11.0 update (4th ed.). Boston: Allyn & Bacon.
Hasan, Iqbal. 2004. Analisis Data Penelitian dengan Statistik. Jakarta: Bumi
Aksara.
Riduwan. 2003. Dasar-Dasar Statistika. Edisi Revisi. Bandung: Alfabeta.
Riskijah, S.S. dan Dewi, ML. 2013. Statistik Terapan. Politeknik Negeri Malang:
Jurusan Teknik Sipil (Untuk Kalangan Sendiri).
Wibisono, Yusuf. 2005. Metode Statistik. Yogyakarta: Gajah Mada University
Press.
Santoso, Purbayu Budi, dan Hamdani, Mulyawan (2010). Statistika Deskriptif
Dalam Bidang Ekonomi dan Niaga.
Sudaryono, dkk. 2012. Statistik Deskriptif for IT. Yogyakarta: Andi Offset
Sudjana, 1992. Metoda Statistika. Tarsito. Bandung
Supranto, J. 2009. Statistik Teori dan Aplikasi. Jilid 1. Jakarta: Erlangga
Supranto, J. 2009. Statistik Teori dan Aplikasi. Jilid 2. Jakarta: Erlangga
Walpole, R.E. 1990. Pengantar Statistika. Edisi ke 3. Jakarta : Gramedia Pustaka
Utama
Walpole, R. E & Myers, R.H. 1995. Ilmu Peluang dan Statistika untuk Insinyur
dan Ilmuwan. Edisi ke 4. Bandung : Institut Teknologi Bandung
102