Anda di halaman 1dari 102

BAB I

PENDAHULUAN

Capaian Pembelajaran:
Setelah mempelajari materi bab ini diharapkan mahasiswa mampu menjelaskan
pengertian data dan statistik, manfaat statistik, jenis data, serta dapat menyajikan
data dalam bentuk tabel dan grafik.

1.1 Populasi dan Contoh


Pada bidang keilmuan statistika populasi dan sampel mengambil suatu
peranan penting. Populasi merupakan keseluruhan pengamatan yang menjadi
perhatian peneliti baik terhingga maupun tak hingga. Banyaknya pengamatan
atau aggota suatu populasi disebut ukuran populasi. Bilangan bilangan yang
dituliskan pada sebuah kartu dan tinggi badan penduduk di suatu kota adalah
teladan populasi terhingga. Pengamatan yang diperoleh dari pengukuran
tekanan udara setiap hari dari masa lalu sampai waktu mendatang atau semua
pengukuran kedalaman sebuah danau dari segala posisi yang dapat diambil
adalah gambaran mengenai populasi tak hingga.
Dalam inferensia statistika kita ingin memperoleh kesimpulan mengenai
populasi, meskipun tidak mungkin dan tidak praktis untukmengamti
keseluruhan individu yang menysusun suatu populasi. Misalnya saja dalm
usaha produksi beton untuk menentukan kekuatannya, adalah tidak mungkin
untuk menguji semua beton kalau ingin menjualnya. Biaya yang besar lebih
sering menjadi faktor penghalang untuk mengamati semua anggota populasi.
Oleh krena itu, kita terpaksa menggantungkan pada sebagian anggota populasi
untuk membantu kita dalam menarik kesimpulan mengenai populasi tersebut.
Inilah yang membawa kita pada teori penarikan contoh/Sampel. Contoh
adalah bagian dari populasi.

1.2 Pengertian Data, Parameter dan Statistik


Data merupakan suatu keterangan atau ilustrasi mengenai sesuatu hal,
dapat berbentuk kategori atau bilangan (Sudjana, 1992). Sedangkan menurut
Supranto (2008) menyatakan bahwa data adalah sesuatu yang diketahui atau

1
dianggap. Pengertian data berkembang lagi seperti yang dikemukan oleh
Sudaryono (2012) yaitu data adalah informasi yang diperoleh dari observasi
dengan metode tertentu. Dengan demikian data merupakan informasi akurat yang
diperoleh dari hasil pengukuran atau pengamatan, baik berbentuk kategori atau
angka. Seringkali data terkait dengan masalah waktu dan tempat, karena informasi
tentang sesuatu hal yang sama di suatu tempat dan waktu yang berbeda dapat
memberikan data yang berbeda. Misalnya data tentang jumlah kendaraan mobil
pribadi yang lewat di Jl. Soekarno Hatta Malang pada tanggal 18 Agustus 2019
jam 09.00-10.00 WIB sebanyak 500 unit.
Untuk memperoleh kesimpulan yang benar diperlukan data yang baik,
yaitu data harus objektif, representatif, relevan, kesalahan baku kecil, dan tepat
waktu. Objektif artinya data harus sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, tidak
dibuat-buat atau menambah dan mengurangi data yang ada. Representatif artinya
data harus mewakili data dari persoalan yang diamati. Relevan artinya data yang
dikumpulkan harus ada hubungannya dengan masalah yang akan diselesaikan.
Kesalahan Baku Kecil, karena suatu perkiraan dikatakan baik atau mempunyai
tingkat ketelitian yang tinggi jika kesalahan bakunya kecil. Dan syarat tepat waktu
sangat penting agar dapat dilakukan koreksi jika ada kesalahan atau
penyimpangan yang terjadi pada implementasi suatu perencanaan.
Terminologi dan notasi yang digunakan dalam mengolah data bergantung
pada apakah data tersebut merupakan populasi atau suatu contoh yang diambil
dari populasi. Parameter merupakan suatu besaran yang menjadi ciri dari populasi.
Parameter dilambangkan dengan huruf yunani.
Sebagai teladan, nilai tengah populasi dilambangkan dengan 𝜇. Parameter
merupakan suatu konstatnta yang mewakili populasi ( Walpole, 1995). Statistik
merupakan besaran yang menjadi ciri dari data sampel. Statistik juga menyatakan
kumpulan data, baik berupa bilangan maupun kategori yang disusun dalan tabel
dan atau diagram yang menggambarkan suatu persoalan (Sudjana, 1992). Statistik
mengenai sesuatu hal pada umumnya menjelaskan hal yang bersangkutan.
Misalnya statistik perkembangan lalu lintas di Kota Malang, statistik mahasiswa
Politeknik, dan lain-lain. Sedangkan statisktik menurut Riduwan (2003) adalah
suatu ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan data statistik dan fakta yang

2
benar, atau suatu kajian ilmu pengetahuan yang mempelajari teknik pengumpulan
data, teknik pengolahan data, teknik analisis data, penarikan kesimpulan, dan
pembuatan keputusan berdasarkan data dan fakta yang benar. Sedangkan statistik
menurut Supranto (2008) dibagi dalam dua hal yaitu arti sempit dan arti luas.
Statistik menurut arti sempit adalah ringkasan berbentuk angka, sedangkan
statistik menurut arti luas adalah ilmu yang mempelajari cara pengumpulan,
pengolahan, penyajian, dan pengambilan kesimpulan berdasarkan konsep
probabilitas.

1.3 Manfaat Statistik


Manfaat statistik dapat dirasakan dalam kehidupan sehari-hari dan dalam
semua bidang ilmu baik teknik maupun sosial, yaitu sebagai data atau informasi
yang nantinya akan diolah dan dianalisis, seperti jumlah perkembangan lalu lintas,
pendapatan per kapita, tingkat biaya hidup, perkembangan industri konstruksi, dan
lain-lain. Manfaat statistik dalam bidang Teknik Sipil, yaitu untuk:
1. Mengolah dan menganalisis data laboratorium seperti menentukan kuat
tekan beton, kuat tarik baja, kadar air tanah, angka pori tanah, debit air,
kecepatan air, dan lain-lain.
2. Mengolah dan menganalisis data hasil pengamatan di lapangan seperti curah
hujan, debit banjir, lintas harian rata-rata, kuat tekan beton, daya dukung
tanah, produktivitas tukang, produktivitas mesin, durasi proyek, biaya
proyek, kinerja proyek, dan lain-lain.

1.4 Jenis-Jenis Data


Jenis-jenis data dapat dikelompokkan seperti berikut (Hasan, 2004):
1. Data menurut sumber pengambilannya terdiri dari:
a. Data primer, yaitu data yang diperoleh atau dikumpulkan langsung oleh
orang yang memerlukannya. Data primer disebut juga data asli atau data
baru. Contohnya yaitu hasil wawancara, pengamatan langsung di
lapangan, pengujian dilaboratorium, dan sebagainya.
b. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh atau dikumpulkan oleh orang
yang memerlukan dari sumber-sumber yang telah ada. Data ini biasanya

3
diperoleh dari perpustakaan atau dari laporan penelitian terdahulu.
Contohnya, data yang sudah tersedia di tempat-tempat tertentu seperti
perpustakaan, BPS, kantor-kantor dan sebagainya, misalnya data tentang
perkembangan jumlah mobil pribadi, pertumbuhan jumlah proyek
konstruksi, dan lain-lain.

2. Data menurut waktu pengumpulannya terdiri dari:


a. Data berkala (Times Series), yaitu data yang dikumpulkan dari waktu ke
waktu untuk memberikan gambaran perkembangan suatu kegiatan atau
keadaan. Contoh data perkembangan harga bahan bangunan selama 1
tahun terakhir yang dikumpulkan secara bulanan.
b. Data Kerat Lintang (Cross Section), yaitu data yang dikumpulkan pada
periode atau waktu tertentu untuk memberikan gambaran perkembangan
suatu kegiatan atau keadaan pada waktu itu. Contoh data sensus
penduduk tahun 2012.

3. Data menurut sifatnya terdiri dari:


a. Data kualitatif, yaitu data yang tidak berbentuk angka, contoh warna,
agama, jenis bahan bangunan, dan lain-lain).
b. Data kuantitatif, yaitu data yang berbentuk angka, seperti data tentang
kadar air: 20%, data kuat tekan beton: 34 MPa, data produktivitas tukang
pada pekerjaan lantai keramik: 6 m2 per hari, dan lain-lain).
Data kuantitatif dibagi menjadi 2 yaitu :
1. Data diskrit, merupakan data yang dituliskan dengan bilangan buat
positif. Misalnya : banyaknya mahsiswa, banyaknya beton, dsb
2. Data Kontinu, merupakan data yang bisa menempati semua selang
dalam garis bilangan. Misalnya : jarak rumah, debiat air, panjang
sungai, dsb

4. Data berdasarkan skalanya terdiri dari:


a. Data nominal, yaitu data yang berasal dari pengelompokan peristiwa
berdasarkan kategori tertentu yang perbedaannya hanya menunjukkan

4
perbedaan kualitatif. Tidak menggambarkan kedudukan objek terhadap
objek lainnya, tetapi hanya sekedar label atau kode. Cirri-ciri data ini
adalah kategori data bersifat saling lepas (satu objek hanya masuk pada
satu kelompok), dan kategori data tidak disusun secara logis. Contoh
jenis kelamin manusia diberi nilai 1 untuk pria; dan 0 untuk wanita.

b. Data Ordinal, yaitu data yang disusun menurut besarnya, dari tingkat
terendah ke tertinggi atau sebaliknya, dengan rentang yang tidak sama.
Cirri-ciri data ini sama dengan data nominal ditambah satu cirri lagi yaitu
data dapat disusun berdasarkan urutan logis dan sesuai dengan besarnya
karakteristik yang dimiliki. Contoh: mengubah nilai tes dari angka ke
huruf, yaitu:
Nilai >80 – 100 adalah A
Nilai 73 – 80 adalah B+
Nilai 66 - < 73 adalah B dan seterusnya.

c. Data interval, yaitu data yang diurutkan berdasarkan atribut tertentu,


dimana jarak atau interval tiap objek adalah sama. Data ini tidak terdapat
angka nol mutlak. Besarnya interval dapat ditambah atau dikurangi. Ciri-
ciri data ini sama dengan data ordinal ditambah satu ciri lagi yaitu urutan
kategori data dengan jarak yang sama. Contoh
Data A B C D E
Diberi nilai 1 2 3 4 5
Interval A sampai C adalah 3 – 1 = 2, interval C sampai D adalah 4 – 3 =
1. Kedua interval ini dapat dijumlahkan menjadi 2 + 1 = 3 atau interval
antara A sampai D adalah 4 – 1 = 3. Jadi dalam data ini yang
dijumlahkan bukanlah kuantitas atau besaran melainkan interval dan
tidak terdapat titik nol absolut.

d. Data rasio, yaitu data yang menghimpun semua ciri dari data nominal,
data ordinal, data interval, dan dilengkapi titik nol absolut dengan makna
empiris. Angka pada data ini menunjukkan ukuran yang sebenarnya dari

5
objek yang diukur. Contoh: A dan B adalah menunjukkan mutu beton
dengan nilai masing-masing 20 MPa dan 30 MPa. Ukuran rasionya dapat
dinyatakan bahwa nilai B adalah nilai 1,5 kali nilai A.

1.5 Perlakuan Data


Menurut Hasan (2004:23) perlakuan data dimaksudkan sebagai cara
tertentu. Perlakuan data meliputi pengumpulan data, pengolahan data, penyajian
data, dan analisis data.
Pengumpulan data dapat dilakukan dengan cara berikut:
1. Pengamatan (observasi), yaitu melihat langsung ke lapangan atau
laboratorium terhadap objek yang diamati.
2. Penelusuran literatur, yaitu menggunakan sebagian atau seluruh data yang
telah ada dari peneliti sebelumnya, disebut juga pengamatan tidak langsung.
3. Kuisioner, yaitu menggunakan daftar pertanyaan atau isian terhadap objek
yang diteliti.
4. Wawancara, yaitu cara pengumpulan data dengan langsung tanya jawab
kepada objek yang diteliti.
Sedangkan pengolahan data adalah suatu proses dalam memperoleh data
ringkasan dengan cara tertentu. Pengolahan data meliputi kegiatan editing, coding,
tabulasi dapat berupa tabel pemindahan, tabel biasa, dan tabel analisis. Editing
merupakan pengecekan atau koreksi data karena data yang terkumpul
kemungkinan tidak logis dan meragukan, yang bertujuan untuk menghindari
kesalahan atau kekurangan pencatatan data. Kesalahan atau kekurangan
pencatatan data dapat dilengkapi atau diperbaiki dengan pengumpulan data ulang
atau dengan interpolasi (penyisipan). Coding adalah pemberian kode (angka atau
huruf) pada masing-masing data yang termasuk dalam kategori yang sama,
sebagai identitas pada data yang akan dianalisis. Sedangkan tabulasi adalah
membuat tabel secara teliti berisi data yang telah diberi kode sesuai dengan
analisisnya.
Penyajian data adalah menampilkan hasil data yang sudah diolah kedalam
bentuk tertentu agar mudah dianalisis. Data dapat disajikan dalam bentuk tabel,
dan grafik atau diagram. Tabel adalah penyajian data dalam bentuk angka yang

6
disusun sesuai kategori tertentu dalam suatu daftar, contohnya tabel frekuensi,
tabel klasifikasi, tabel kontingensi, dan tabel korelasi. Contoh dari tabel klasifikasi
adalah sebagaimana tabel 1.1 dan contoh tabel frekuensi sebagaimana tabel 1.2.
Tabel 1.1 Modulus Elastisitas Tanah Berdasarkan Jenis Tanah
Jenis Tanah Modulus Elastisitas (kg/cm2)
Lempung
Sangat lunak 3-30
Lunak 20-40
Sedang 45-90
Keras 70-200
Berpasir 300-425
Pasir
Berlanau 50-200
Tidak padat 100-250
Padat 500-1000
Pasir dan Kerikil
Padat 800-2000
Tidak padat 500-1400
Lanau 20-200
Sumber : Desain Pondasi, Bowles

Tabel 1.2 Hasil Uji Kuat Tekan Silinder Beton


Kuat Tekan (kg/cm2) Frekuensi
20,00-20,99 8
21,00-21,99 17
22,00-22,99 23
23,00-23,99 12
Sumber : Laboratorium Bahan Politeknik Negeri Malang
Penyajian data dalam bentuk grafik adalah menyajikan data dalam bentuk
gambar-gambar yang menunjukkan visual dari data yang bersangkutan, biasanya
berdasarkan tabel. Jenis-jenis grafik yang disajikan dapat berupa pictogram,
diagram batang, grafik garis, grafik lingkaran, kartogram, histogram dan polygon
frekuensi.
Analisis data menurut pendapat banyak ahli dapat diartikan sebagai
berikut (Hasan, 2004):
1. Menurut Patton (1980), analisis data adalah proses mengatur urutan data,
mengorganisasikannya kedalam suatu pola, kategori, dan satuan uraian dasar.

7
2. Menurut Bogdan dan Taylor (1975) analisis data adalah proses yang meronci
usaha formal untuk menemukan tema dan merumuskan hipotesis seperti yang
disarankan oleh data dan sebagai usaha untuk memberikan bantuan pada tema
dan hipoteseis tersebut.
3. Menurut Lexy J. Moleong (2000), analisis data adalah proses
mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan satuan
uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis
kerja seperti yang disarankan oleh data.
Tujuan analisis data adalah untuk memecahkan masalah penelitian,
memperlihatkan hubungan antar fenomena dalam penelitian, memberikan
jawaban terhadap hipotesa yang diajukan, dan sebagai untuk membuat kesimpulan
serta implikasi dan saran yang berguna untuk kebijakan penelitian selanjutnya.
Bentuk analisis data: analisis kualitatif dan kuantitatif.
Kelebihan analisis data dengan statistik adalah :
1. Memungkinkan mendeskripsikan tentang sesuatu secara eksak.
2. Memungkinkan seseorang untuk bekerja secara eksak dalam proses dan cara
berfikir.
3. Dapat memberikan rangkuman hasil penelitian dalam bentuk yang lebih
berarti dan lebih ringkas.
4. Dapat menarik kesimpulan umum (membentuk konsep-konsep dan
generalisasi)
5. Memungkinkan untuk mengadakan ramalan

1.6 Aplikasi Ms. Excel


Untuk menyajikan data dalam bentuk grafik maupun diagram, dapat
digunakan Ms. Excel. Macam- macam grafik dan diagram yang tersedia pada
Ms. Excel antara lain diagram batang, lingkaran , titik, dan garis. Langkah
langkah membuat grafik pada Ms. Excel seperti pada teladan 1.1.

8
Teladan 1.1
Diketahui data kecelakaan kerja di suatu proyek konstruksi adalah sebagai
berikut :
SUMBER PENYEBAB 2010 2011 2012 2013 2014 2015
APD tidak layak pakai 0 1 0 0 0 1
cuaca buruk 0 0 2 2 2 0
ketidakhati-hatian 7 2 12 17 25 33
konstruksi tidak aman 5 2 3 4 3 3
kurangnya rambu-
rambu 0 0 0 1 0 0
peralatan rusak 0 0 0 4 1 1
tidak diketahui 1 2 7 6 15 10
tidak menggunakan
APD 2 2 4 2 3 6
tidak mengikuti
peraturan 0 0 0 0 2 1

1. Diagram Garis
Langkah langkah pembuatan diagram garis :
Klik insert > chart > line chart

Misalkan dipilih line with marker

9
Klik add

10
Akan muncul dialog box seperti berikut :

Kemudian ulangi lagi langkah sebelumnya dengan klik add

Ulangi kembali untuk data yang lain sampai dengan data sumber penyebab
yang terakhir

11
Akan muncul tampilan grafik seperti berikut:

Angka pada sumbu Y dapat diganti dengan tahun sesuai data dengan
langkah sebagai berikut :
Klik select data < edit (pada kolom yang kedua )

12
Kemudian klik ok
Untuk mengganti judul dapat mengikuti langkah berikut :
Klik design< quick layout

Tampilan grafik akan menjadi seperti berikut :

13
Kemudian ganti chart tittle dengan judul yang diinginkan

14
2. Diagram batang
Dengan data yang sama juga dapat dibuat diagram batang menggunakan
Ms. Excel. Klik insert < insert column chart

Akan muncul diagram batang seperti berikut :

Kecelakaan Kerja Berdasarkan Sumber Penyebab


35
30
25
20
15
10
5
0
2010 2011 2012 2013 2014 2015

APD tidak layak pakai cuaca buruk ketidakhati-hatian


konstruksi tidak aman kurangnya rambu-rambu peralatan rusak
tidak diketahui tidak menggunakan APD tidak mengikuti peraturan

3. Diagram Lingkaran (Pie Chart)


Langkah membuat diagram lingkaran pada Ms Excel

15
Misal dipilih yang 3-D Pie. Kemudian klik kanan dan select data

Misalkan dibuat diagram lingkaran untuk sumber penyebab kecelakaan


karena ketidak hati hatian. Blok data ketidak hati hatian dan untuk
menggan nama tahunnya sesuai data klik edit

Untuk axis label range nya blok tahun. Gambar diagram lingkaran akan
menjadi seperti berikut

16
2010 2011 2012 2013 2014 2015

Untuk memperjelas grafik klik design < quick layout

Dan beri judul untuk diagram

kecelakaan karena ketidakhati hatian


2010 2011 2012 2013 2014 2015

2%
7%
34% 13%

18%

26%

17
1.7 Soal Latihan:
Perhatikan data kuat tekan silinder beton pada TDF berikut.

Kuat Tekan
Silinder Beton (mPa) Frekuensi
15-17 3
18-20 7
21-23 12
24-26 18
27-29 27
30-32 17
33-35 11
36-38 5
Gambarkan data di atas dalam bentuk:
a. Grafik batang (bar chart)
b. Grafik lingkaran (pie chart)
c. Grafik Garis (line chart)
d. Menurut Anda, diagram mana yang paling tepat? Berikan
alasannya
Lembar Kerja

18
Lembar Kerja

19
BAB II
DISTRIBUSI FREKUENSI

Capaian Pembelajaran:
Setelah mempelajari materi bab ini diharapkan mahasiswa mampu menjelaskan
pengertian distribusi frekuensi, serta dapat menyajikan data dalam bentuk tabel
distribusi frekuensi, grafik histogram, polygon frekuensi, dan ogive serta dapat
menginterpretasikannya.

2.1 Pengertian Distribusi Frekuensi


Menurun Ridwan (2003:66) distribusi frekuensi adalah penyusunan suatu
data mulai data terkecil sampai terbesar yang membagi banyaknya data kedalam
beberapa kelas. Pengelompokan data dalam distribusi frekuensi ini berguna untuk
memudahkan penyajian data, pemahaman dan pembacaan data sebagai bahan
informasi dalam melakukan perhitungan dan analisa serta dalam membuat gambar
statistik. Terdapat dua jenis distribusi frekuensi yaitu distribusi frekuensi kategori
dan distribusi frekuensi numerik. Distribusi frekuensi kategori adalah distribusi
frekuensi yang pengelom-pokan datanya tersusun berdasarkan pada data kategori
(kualitatif). Contohnya seperti pada tabel 2.1 – 2.3.
Tabel 2.1 Distribusi Frekuensi Tenaga Kerja Proyek Konstruksi
Jenis Tenaga Kerja Frekuensi
Mandor 2
Kepala Tukang 4
Tukang Batu 7
Tukang Kayu 6
Tukang Besi 8
Pekerja 14
Jumlah 41
Sumber: Data Fiktif
Tabel 2.2 Perkiraan Jumlah Alumni DIV MRK Polinema dan Kesempatan Kerja
Akhir Tahun Jumlah Alumni Kesempatan Kerja
Akademik DIV MRK Sesuai Keahlian
Tahun 2010 37 40
Tahun 2011 38 55
Tahun 2012 32 70
Tahun 2013 34 100
Jumlah 141 265
Sumber: Data Fiktif

20
Tabel 2.3 Distribusi Frekuensi Penggunaan Galvalum Sebagai Rangka Atap
Bangunan Gedung Tahun 2013 di Kota Malang
Jenis Bangunan Gedung Frekuensi
Rumah Tinggal 1 Lantai 1000
Rumah Tinggal 2 Lantai 3000
Gedung Perkantoran 25
Gedung Kuliah 30
Gedung Sekolah 50
Gedung Rumah Sakit 14
4119
Sumber: Data Fiktif
Sedangkan contoh dari distribusi frekuensi numerik seperti pada tabel 2.4.
Tabel 2.4 Distribusi Frekuensi Nilai Kepuasan Konsumen
Terhadap Fasilitas Perumahan di Malang
Nilai Interval Frekuensi
20 – 39 13
40 – 59 24
60 – 79 8
80 – 99 11
Jumlah 56
Sumber: Data fiktif
Terdapat beberapa istilah yang perlu diketahui dalam distribusi frekuensi,
yaitu (Riduwan, 2003):
1. Interval kelas:
Interval kelas adalah sejumlah nilai variabel yang ada dalam batas kelas
tertentu. Contoh lihat tabel 2.4 yang berisikan empat interval kelas, masing-
masing yaitu: 20 – 39 disebut interval kelas pertama, 40 – 59 disebut interval
kelas kedua, dan seterusnya. Nilai interval kelas 20 – 39 mempunyai arti
bahwa pada interval kelas tersebut terdapat nilai mulai 20 hingga 39 sebanyak
13 orang. Nilai interval kelas 40 – 59 mempunyai arti bahwa pada interval
kelas tersebut terdapat nilai mulai 40 hingga 59 sebanyak 24 orang, dan
seterusnya hingga nilai interval kelas terakhir terdapat 11 orang.
2. Batas kelas (BK):
Batas kelas adalah suatu nilai yang membatasi kelas pihak satu dengan pihak
kelas yang lain. Penentuan batas kelas sangat berguna dalam penggambaran
histogram. Jika melihat tabel 2.4 pada kelas pertama terdapat angka 20 – 39,
maka nilai 39 ini merupakan nilai ujung atas interval kelas pertama.

21
Sedangkan nilai 40 adalah nilai ujung bawah interval kelas kedua. Jika nilai
ujung atas interval kelas pertama ditambah nilai ujung bawah interval kelas
kedua dan dikalikan setengah, maka hasilnya disebut batas kelas. Atau jika
ujung bawah interval kelas dikurangi 0,5; atau 0,05; atau 0,005 (tergantung
pada ketelitian data) dan ujung kelas atas ditambah 0,5; atau 0,05; atau 0,005.
Contoh: batas bawah kelas (BBK) pertama adalah: (19+20) x 0,5 = 19,5.
Batas atas kelas (BAK) pertama (39+40) x 0,5 = 39,5. Demikian pula untuk
kelas-kelas berikutnya dengan menggunakan cara yang sama.
3. Ujung bawah kelas (Limit Kelas Bawah = LKB) dan ujung atas kelas (Limit
Kelas Atas = LKA)
Pada tabel 2.4, angka bagian kiri yaitu 20, 40, 60, 80 merupakan ujung batas
kelas bawah. Angka 20 bagian kiri disebut sebagai ujung bawah kelas
pertama. Sedangkan angka bagian kanan yaitu 39, 59, 79, 99 merupakan
ujung atas kelas. Angka 39 menunjukkan sebagai ujung atas kelas pertama,
demikian pula seterusnya.
4. Titik Tengah Kelas adalah nilai yang terdapat ditengah interval kelas atau
nilai ujung bawah kelas ditambah nilai ujung atas kelas dikalikan setengah.
Contoh titik tengah kelas pertama adalah: (20+39) x 0,5 = 29,5; titik tengah
kelas kedua adalah: (40+59) x 0,5 = 49,5. Penggunaan nilai titik tengah kelas
ini biasanya untuk penggambaran polygon frekuensi.

2.2 Teknik Pembuatan Tabel Distribusi Frekuensi


Penyajian data dalam bentuk distribusi frekuensi umumnya disajikan
dalam bentuk tabel distribusi frekuensi (TDF) yang terdiri dari baris dan kolom.
Penyusunan TDF mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:
1. Menentukan nilai data tertinggi (Xt) dan nilai data terendah (Xr).
2. Menghitung jarak atau rentangan (R) dengan rumus 2.1 berikut:
R = Xt – Xr (2.1)
3. Menghitung jumlah kelas (k) dengan rumus Sturges seperti pada rumus
2.2.
k = 1 + 3,3 log n (2.2)
keterangan n : jumlah data

22
4. Menghitung panjang kelas interval (p) dengan rumus 2.3.
𝐑
𝐩=𝐤 (2.3)

5. Menentukan nilai limit kelas atas LKA) dan limit kelas bawah (LKB).
Nilai data terendah sebagai limit bawah kelas pertama (LKB kelas
pertama) dilanjutkan menghitung nilai kelas interval untuk kelas-kelas
berikutnya dengan cara menjumlahkan ujung bawah kelas (LKB)
ditambah panjang kelas (p) dan hasilnya dikurangi 1 (untuk data dengan
tingkat ketelitian data satuan); 0,01 (untuk data dengan tingkat ketelitian
satu decimal); atau 0,001 (untuk data dengan tingkat ketelitian satu
decimal), demikian pula sampai pada kelas terakhir menggunakan cara
yang sama.
Contoh lihat tabel 2.4, cara menentukan nilai interval kelas (limit kelas)
dengan panjang kelas (p) = 20:
LKB kelas pertama = data terendah = 20
LKA kelas pertama = (LKB kelas pertama + p) – 1
= (20 + 20) -1 = 39
LKB kelas kedua = (LKB kelas pertama + p) = 20 + 20 = 40
LKA kelas kedua = (LKB kelas kedua + p) – 1
= (40 + 20) -1 = 59
Demikian nilai limit kelas untuk kelas selanjutnya menggunakan `
cara yang sama.

6. Menentukan nilai batas kelas bawah (BKB) dan nilai batas kelas atas
(BKA). BKB dihitung dengan cara mengurangi nilai LKB dengan 0,5 untuk
tingkat ketelitian data satuan, atau 0,05 untuk tingkat ketelitian data satu
desimal, atau 0,05 untuk tingkat ketelitian data dua desimal. BKA dihitung
dengan cara menambah nilai LKA dengan 0,5 untuk tingkat ketelitian data
satuan, atau 0,05 untuk tingkat ketelitian data satu desimal, atau 0,05 untuk
tingkat ketelitian data dua desimal.
Contoh: lihat tabel 2.4, nilai batas kelas dihitung dengan cara berikut:
BKB kelas pertama = LKB kelas pertama – 0,5 = 19,5
BKA kelas pertama = LKA kelas pertama + 0,5 = 39 + 0,5 = 39,5

23
BKB kelas kedua = LKB kelas kelas kedua – 0,5 = 39,5
BKA kelas kedua = LKA kelas kedua + 0,5 = 59 + 0,5 = 59,5
Demikian pula untuk nilai limit kelas pada kelas kelas selanjutnya
menggunakan cara yang sama.

7. Membuat tabel sementara (lihat tabel 2.5) untuk tabulasi data dengan cara
mentabulasikan data satu-persatu sesuai urutan data yang diperoleh. Untuk
menghindari kesalahan, data yang sudah ditabulasi diberi tanda agar tidak
ditabulasi ulang.
Tabel 2.5 Contoh Tabulasi Data

Limit Kelas Frekuensi


Rincian Tabulasi
(LK) (f)
20 – 39 1111 1111 111 13
1111 1111 1111 1111
40 – 59 24
1111
60 – 79 1111 111 8
80 – 99 1111 1111 1 11
Jumlah 56

8. Membuat TDF dengan cara memindahkan semua angka yang sudah


Tabel 2.6 Distribusi Frekuensi Nilai Kepuasan Konsumen
Terhadap Fasilitas Perumahan di Malang
No. Limit Kelas Batas Frekuensi
Kelas (LK) Kelas (BK) (f)
1 20 – 39 19,5 – 39,5 13
2 40 – 59 39,5 – 59,5 24
3 60 – 79 59,5 – 79,5 8
4 80 – 99 79,5 – 99,5 11
Jumlah 56

Bentuk-bentuk Distribusi frekuensi, yaitu:


1. Distribusi frekuensi relatif
2. Distribusi frekuensi kumulatif:
a. Distribusi frekuensi kumulatif kurang dari
b. Distribusi frekuensi kumulatif lebih dari

24
3. Distrribusi frekuensi kumulatif relatif
a. Distrribusi frekuensi kumulatif relatif kurang dari
b. Distrribusi frekuensi kumulatif relatif lebih dari
2.3 Distribusi Frekuensi Relatif
Distribusi frekuensi yang frekuensi kelasnya dinyatakan dalam bentuk
angka relative atau angka persentase (%) disebut dengan distribusi frekuensi
relatif. Cara menentukan frekuensi relatif (fr) dihitung dengan menggunakan
rumus 2.4 berikut:
𝐟𝐢
𝐟𝐫𝐢 = 𝐱 𝟏𝟎𝟎% (2.4)
∑𝐟𝐢

Keterangan:
fri = frekuensi relative kelas ke-i
fi = frekuensi kelas ke-i
∑fi = jumlah frekuensi seluruh kelas atau jumlah data
Contoh distribusi frekuensi relatif seperti pada tabel 2.7.

Tabel 2.7 Distribusi Frekuensi Relatif Nilai Kepuasan Konsumen


Terhadap Fasilitas Perumahan di Malang
No. Frekuensi
Limit Kelas
Kelas Relatif (%)
1 20 – 39 23,21
2 40 – 59 42,86
3 60 – 79 14,29
4 80 – 99 19,64
Jumlah 100

Tabel 2.8 adalah contoh distribusi frekuensi dengan distribusi frekuensi relative.
Tabel 2.8 Diatribusi Frekuensi Nilai Kepuasan Konsumen
Dengan Distribusi Frekuensi Relatifnya
Frekuensi
No. Limit Kelas Batas Frekuensi Relatif
Kelas (LK) Kelas (BK) (f) (%)
1 20 – 39 19,5 – 39,5 13 23,21
2 40 – 59 39,5 – 59,5 24 42,86
3 60 – 79 59,5 – 79,5 8 14,29
4 80 – 99 79,5 – 99,5 11 19,64
Jumlah 100

25
2.4 Distribusi Frekuensi Kumulatif
Distribusi frekuensi kumulatif (f kum) adalah distribusi frekuensi dengan
nilai frekuensinya diperoleh dengan cara menjumlahkan frekuensi kelas dengan
frekuensi kelas berikutnya. Tabel distribusi frekuensi kumulatif dapat dibuat
dengan berdasarkan frekuensi mutlak. Distribusi frekuensi kumulatif ini terbagi
menjadi dua bentuk yaitu:
1. Distribusi Frekuensi Kumulatif kurang dari ( < )
Contohnya seperti pada tabel 2.9.
Tabel 2.9 Distribusi Frekuensi Kumulatif Kurang Dari
Frekuensi Kumulatif
Nilai (f kum)
<20 0
<40 13
<60 37
<80 45
<100 56

2. Distribusi Frekuensi Kumulatif lebih dari ( ≥ )


Contohnya seperti pada tabel 2.10.
Tabel 2.10 Distribusi Frekuensi Kumulatif Lebih Dari
Frekuensi Kumulatif
Nilai (f kum)
≥20 56
≥40 43
≥60 19
≥80 11
≥100 0

2.5 Distribusi Frekuensi Kumulatif Relatif


Nilai frekuensi kumulatif yang dijadikan nilai frekuensi relatif (dalam
bentuk persentase) disebut distribusi frekuensi kumulatif relatif. Distribusi ini
dapat ditentukan berdasarkan rumus 2.5.
𝐟 𝐤𝐮𝐦 𝐢
𝐟 𝐤𝐮𝐦(%)𝐢 = 𝐱 𝟏𝟎𝟎% (2.5)
𝐧

Keterangan:
f kum(%)i = frekuensi kumulatif relative kelas ke-i

26
f kum i = frekuensi kumulatif kelas ke-i
n = jumlah data
Tabel distribusi frekuensi kumulatif relative dibagi menjadi 2, yaitu: distribusi
frekuensi kumulatif relative kurang dari dan distribusi frekuensi kumulatif relative
lebih dari. Contoh tabel ini seperti pada tabel 2.11 dan 2.12.
Tabel 2.11 Distribusi Frekuensi Kumulatif Relatif Kurang Dari
Frekuensi Kumulatif
Nilai Relatif (%)
<20 0,00
<40 23,21
<60 66,07
<80 80,36
<100 100,00

Tabel 2.12 Distribusi Frekuensi Kumulatif Relatif Lebih Dari


Frekuensi Kumulatif
Nilai Relatif (%)
≥20 100,00
≥40 76,79
≥60 33,93
≥80 19,64
≥100 0,00

2.6 Penyajian Distribusi Frekuensi Dalam Bentuk Grafik


Grafik merupakan lukisan pasang surutnya suatu keadaan (naik turunnya
hasil statistik) dengan garis atau gambar. Data yang sudah tersusun dalam TDF
dapat digambarkan dengan cara membuat grafik berupa histogram, polygon, dan
ogive.

2.6.1 Histogram
Histogram atau diagram batang adalah grafik yang menggambarkan
distribusi frekuensi dalam bentuk beberapa balok atau batang. Cara penggambaran
histogram setelah TDF dibuat yaitu mengikuti langkah-langkah berikut:

27
1. Membuat absis (sumbu mendatar atau sumbu x) dan ordinat (sumbu
vertikal atau sumbu y). Absis menyatakan nilai interval, dan ordinat
menyatakan frekuensi.
2. Memberi nama “nilai interval” pada absisnya dan “frekuensi” pada
ordinatnya.
3. Membuat skala absis dan ordinat.
4. Membuat batas kelas bawah dan batas kelas atas pada absisnya.
5. Membuat grafik histogram seperti pada gambar 2.12.

30
25
20
Frekuensi

15
10
5
0
19,5 – 39,5 – 59,5 – 79,5 –
39,5 59,5 79,5 99,5
Interval Kelas

Gambar 2.1 Histogram Kepuasan Pelanggan


2.6.2 Polygon
Polygon adalah merupakan grafik garis dari distribusi frekuensi yang
menghubungkan nilai tengah tiap kelas yang berdekatan. Langkah langkah
penggambaran polygon frekuensi adalah sebagai berikut:
1. Membuat absis (sumbu mendatar atau sumbu x) dan ordinat (sumbu
vertikal atau sumbu y). Absis menyatakan nilai interval, dan ordinat
menyatakan frekuensi.
2. Memberi nama “nilai interval” pada absisnya dan “frekuensi” pada
ordinatnya.
3. Membuat skala absis dan ordinat.
4. Membuat titik tengah kelas pada grafik yang sudah berskala
5. Membuat grafik polygon seperti pada gambar 2.2.

28
30
Poligon Frekuensi
49,5; 24
25

20

Frekuensi Kelas
15
29,5; 13 89,5; 11
10

5 69,5; 8
109; 0
10; 0
0
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110

Titik Tengah Kelas

Gambar 2.2 Polygon Frekuensi

2.6.3 Ogive
Ogive adalah distribusi frekuensi kumulatif yang menggambarkan
diagramnya dalam sumbu tegak dan mendatar. Sumbu horizontal (absis)
menyatakan limit kelas dan sumbu vertikal (ordinat) menyatakan frekuensi
kumulatif. Ogive terdiri dari ogive kurang dari dan ogive lebih dari. Contohnya
seperti pada gambar 2.3 dan 2.4.

60 60
<100; 56 ≥20 ; 56
50 50
Frekuensi Kumualtif

Frekuensi Kumulatif

<80 ; 45 ≥40; 43
40 40
<60 ; 37
30 30

20 20 ≥60 ; 19
<40; 13 ≥80 ; 11
10 10
<20 ; 0
0 0 ≥100; 0
<20 <40 <60 <80 <100 ≥20 ≥40 ≥60 ≥80 ≥100

Limit Kelas Limit Kelas

Gambar 2.3 Ogive Kurang Dari Gambar 2.4 Ogive Lebih Dari

Grafik ogive jarang digunakan dalam suatu penelitian, akan tetapi grafik
ini berguna dalam analisis data yang bertujuan ingin mengetahui perkembangan
atau penurunan dari hasil statistic, misalnya tentang perkembangan jumlah
penduduk dalam tiap tahunnya, atau perkembangan kemajuan pelaksanaan proyek
konstruksi, atau perkembangan penjualan unit rumah dalam investasi proyek
perumahan, dan contoh kasus lainnya.

29
2.7 Aplikasi Ms. Excel
Untuk mempermudah pembuatan tabel distribusi frekuensi dapat digunakan
MS.excel untuk menghitung jumlah kelas, limit bawah, limit atas, batas
bawah, batas atas, titik tengah dan frekuensi. Sebagai contoh dapat dilihat
pada teladan 2.1.
Teladan 2.1
Berikut merupakan data tenaga kerja proyek konstruksi pada tahun 2015 di
provinsi yang ada di Indonesia.
493
No Provinsi Jumlah tenaga kerja
1 Aceh 801
2 Sumatera Utara 1537
3 Sumatera barat 557
4 Riau 1399
5 Jambi 301
6 Sumatera Selatan 493
7 Bengkulu 204
8 Lampung 650
9 Bangka belitung 222
10 Kepulauan Riau 336
11 DKI Jakarta 2686
12 Jawa Barat 1531
13 Jawa Timur 3539
14 Banten 234
15 Bali 718
16 Nusa Tenggara Barat 466
17 Nusa Tenggara Timur 262
18 Kalimantan Barat 555
19 Kalimantan Tengah 229
20 Kalimantan Selatan 807
21 Kalimantan Timur 1042

30
22 Kalimantan Selatan 807
23 Kalimantan Timur 1042
24 Kalimantan Utara 34
25 Sulawesi Utara 177
26 Sulawesi Tengah 276
27 Sulawesi Selatan 1512
28 Sulawesi Tenggara 172
29 Gorontalo 31
30 Sulawesi Barat 193
31 Maluku 167
32 Maluku utara 489
33 Pupua Barat 102
34 Papua 344
Langkah pertama mencari nilai maksimum dan minimum dari data
Yang ada dengan perintah :
= max(...,...) untuk maksimum
= min(...,...) untuk minimum

31
Untuk pembulatan

Kemudian menghitung limit bawah, limit atas, batas bawah dan batas atas

Setelah mendapatkan nilai untuk limit bawah dan limit atas, berikutnya
menentukan frekuensi dengan fungsi COUNTIFS seperti berikut :
Klik formula < insert function < countifs. Akan muncul dialog box seperti
berikut :

Untuk frekuensi pada kelas pertama,


criteria_ range1 : isikan cell data asli yang akan dihitung frekuensinya
Criteria 1 : masukkan nilai > 30,5

32
Criteria_Range2 : isikan cell data asli yang akan dihitung frekuensinya
Criteria2 : masukkan nilai <605,5
Lanjutkan samapai dengan kelas yang terakhir, dan akan didapatkan nilai
frekuensi sebagai berikut :

Selanjutnya dapat dibuat histogram dengan insert chart seperti pilihan pada
pembuatan diagram batang. Hasilnya sebagai berikut
25

20

15

10

0
31-605 606-1180 1181-1755 1756-2330 2331-2905 2906-3480 3481-4055

Untuk menghilangkan gap antar label klik kanan pada batang lalu pilih
format data series

33
Buatlah gap width hingga menjadi 0 %

34
Hasil gambarnya akan menjadi seperti berikut :
25

20

15

10

0
31-605 606-1180 1181-1755 1756-2330 2331-2905 2906-3480 3481-4055

Soal Latihan
1. Perhatikan data pada tabel 2.13 berikut.
Tabel 2.13 Distribusi Frekuensi Kuat Tekan Silinder Beton
Kuat Tekan
Frekuensi
Silinder Beton (Mpa)
20,3 - 22,6 5
22,7 - 25,0 8
25,1 - 27,4 14
27,5 - 29,8 18
29,9 - 32,2 26
32,3 - 34,6 15
34,7 - 37,0 9
37,1 - 39,4 4
Pertanyaan:
a) Berapa jumlah kelas, jumlah data, dan panjang kelas?
b) Berapa limit bawah kelas kedua?
c) Berapa limit atas kelas keempat?
d) Berapa batas bawah kelas keenam?
e) Berapa batas atas kelas kedelapan?
f) Berapa titik tengah kelas kelima?

35
Lembar Kerja

36
2. Dari kumpulan data kuat tekan beton berikut, tentukanlah:
a) Tabel distribusi frekuensi menurut Sturgess
b) Berapakah banyakna kelas?
c) Berapakan interval kelas?
d) Berapakah limit bawah kelas ke-3?
e) Berapakah batas atas ke-4?

68 46 49 44 48 52 56 43 43
55 49 52 32 52 36 59 60 57
65 33 37 50 55 49 56 52 43
42 43 47 49 52 41 42 54 33
64 40 54 53 49 41 38 57 51
45 29 56 62 49 37 50 49 50
54 67 64 55 37 63 51 52 44
63 56 37 58 42 54 48 59 55
68 42 62 69 53 38 53 38 54
63 55 35 64 36 39 46 56 41

Lembar Kerja

37
Lembar Kerja

38
BAB III

UKURAN PEMUSATAN DAN UKURAN PENYEBARAN

Capaian Pembelajaran:
Setelah mempelajari materi bab ini diharapkan mahasiswa mampu menyebutkan,
mengartikan, mengetahui manfaat, dan membuat langkah-langkah, menghitung,
dan mengaplikasikan rumus-rumus dari ukuran pemusatan dan ukuran penyebaran

3.1 Pendahuluan
Ukuran pemusatan digunakan untuk menjaring data yang menunjukkan
pusat atau pertengahan dari gugusan data yang menyebar. Harga rata-rata dari
kelompok data diperkirakan dapat mewakili seluruh harga data yang ada dalam
kelompok tersebut. Ukuran data sampel disebut statistik dan ukuran populasi
disebut parameter. Pengukuran tendensi sentral meliputi :
1. Rata-rata ukur
2. Modus
3. Kuartil
4. Desil
5. Persentil

3.2 Rata-Rata Hitung (Mean)


Rata-rata hitung (disingkat dengan mean) digunakan untuk contoh dengan
simbol 𝑥̅ dan populasi µ. Mean adalah nilai yang mewakili sekelompok data,
umumnya terletak di tengah atau kecenderungan memusat. Misalnya, rata-rata
upah mandor, rata-rata uji tekan beton, rata-rata curah hujan, dan lain lain.
Rata-rata sering digunakan sebagai dasar untuk analis data, atau
melakukan perbandingan antara dua kelompok atau lebih. Misalnya, untuk
menentukan hasil uji kuat tekan beton yang tertinggi diantara dua kelompok
benda uji yang berbentuk kubus dan silinder (mutu beton rencana sama), maka
diambil nilai rata-rata kuat tekan dari setiap benda uji untuk masing-masing
kelompok. Nilai rata-rata hitung kuat tekan kubus beton diperoleh dengan
menjumlahkan semua nilai kuat tekan kubus beton dibagi dengan banyaknya
benda uji kubus beton. Demikian juga dengan nilai rata-rata hitung kuat tekan

39
silinder beton diperoleh dengan menjumlahkan semua nilai kuat tekan silinder
beton dibagi dengan banyaknya benda uji silinder beton. Dari kedua nilai rata-rata
tersebut dapat diketahui kelompok mana yang memiliki kuat tekan tertinggi.
Perhitungan mean dibagi dua yaitu mean untuk data tunggal dan mean untuk data
kelompok. Mean untuk data tunggal umumnya dengan jumlah datanya sedikit
(Riduwan, 2003).

a. Mean Untuk Data Tunggal


Perhitungan mean untuk data tunggal (data belum dikelompokkan) dengan cara
membagi total nilai data dengan jumlah data. Secara umum jika X1, X2, X3, . .
. , Xn adalah data pengamatan ke-1, ke-2, ...., ke-n, maka rata-rata hitungnya
ditentukan dengan rumus 3.1.
∑ 𝐱𝐢
𝐱̅ = (3.1)
𝐧
Keterangan:
𝑥̅ = Mean
∑ 𝑥𝑖 = Jumlah nilai tiap data = 𝑋1 + 𝑋2 + 𝑋3 + ⋯ + 𝑋𝑛
𝑛 = jumlah data
Contoh :
Nilai uji kuat tarik baja Fu 30 MPa diperoleh data berikut: 25, 30, 32, 33,
25+30+32+33+28
28 maka nilai rata-ratanya adalah 𝑋̅ = = 29,6
5

Jika data berulang dengan sejumlah n tertentu (ni), maka rumus rata-rata
hitungnya seperti pada rumus 3.2.
𝑛1 𝑋1 +𝑛𝑓2 𝑋2 +𝑛3 𝑋3 +⋯+𝑛𝑛 𝑋𝑛
𝑋̅ = 𝑛
∑ 𝑛𝑖.𝑋𝑖
atau 𝑋̅ = 𝑛 (3.2)

Contoh :
Pada uji tekan silinder beton, diperoleh data sebagai berikut: 2 benda uji
mencapai kuat tekan 40 MPa, 6 silinder mencapai 45 MPa, 4 silinder
mencapai 38 MPa, 3 silinder mencapai 37 MPa, dan 4 silinder mencapai kuat
tekan 49 MPa. Nilai rata-rata kuat tekan silinder yaitu:

(2𝑥40)+ (6𝑥45)+ (4𝑥38)+ (3𝑥37)+ (4𝑥49)


𝑋̅ = = 42,579
2+6+4+3+4

40
b. Mean Untuk Data Kelompok
Jika data sudah dikelompokkan dalam distribusi frekuensi (TDF), maka
keaslian data akan hilang karena akan berbaur dengan data lainnya menurut
kelas. Perhitungan nilai rata-ratanya berdasarkan nilai titik tengah (Xi), hal ini
untuk menghindari kemungkinan data yang ada disetiap interval memiliki nilai
yang lebih besar atau lebih kecil dari titik tengah. Rumus yang digunakan
untuk menentukan nilai mean data berkelompok seperti pada rumus 3.3.
∑(𝑓𝑖.𝑋𝑖)
𝑋̅ = ∑ 𝑓𝑖 (3.3)

Keterangan:
𝑥̅ = Mean
Xi = titik tengah kelas ke-i
fi = frekuensi kelas ke-i
∑ 𝑓𝑖 = jumlah frekuensi seluruh kelas

Contoh Soal:
Diketahui data hasil pengamatan tentang jumlah LHR (lintas Harian Rata-rata)
yang terjadi di Jalan Gajayana Malang pada tanggal 13 September 2013 seperti
pada tabel 3.1. Berapa jumlah rata-rata kendaraan yang lewat di Jalan tersebut?
Tabel 3.1 Jumlah LHR di Jalan Gajayana Malang
Interval Kelas Frekuensi fi)
150 - 159 4
160 - 169 5
170 - 179 8
180 - 189 12
190 - 199 5
200 - 209 4
210 - 219 2
Jumlah 40
Penyelesaian:

41
Titik Tengah Frekuensi
Interval Kelas fi.Xi
(Xi) (fi)
150 - 159 154,5 4 618,0
160 - 169 164,5 5 822,5
170 - 179 174,5 8 1396,0
180 - 189 184,5 12 2214,0
190 - 199 194,5 5 972,5
200 - 209 204,5 4 818,0
210 - 219 214,5 2 429,0
Jumlah 40 7270,0

Nilai rata-rata dari data tersebut adalah:


∑(𝑓𝑖.𝑋𝑖) 7270
𝑋̅ = ∑ 𝑓𝑖
= = 181,75
40

3.3 Modus
Mode atau modus adalah nilai yang sering muncul diantara sebaran data
atau memiliki frekuensi terbanyak baik data tunggal atau berkelompok. Nilai
modus bersifat tidak unik. Jika data disajikan pada TDF, maka modusnya adalah
nilai dengan frekuensi tertinggi. Apabila terdapat dua atau lebih data dengan
frekuensi tertinggi yang sama, maka nilai modus juga ada dua atau lebih. Nilai
modus sering digunakan untuk menentukan rata-rata data kualitatif. Misalnya
sebagian besar keruntuhan bangunan disebabkan oleh kekuatan struktur bangunan
yang tidak memenuhi syarat keandalan struktur (Riduwan, 2003).
a. Modus data tunggal
Penentuan modus data tidak berkelompok sebagaimana contoh berikut:
Contoh: Diketahui hasil uji keandalan struktur bangunan X sebagai berikut:
78%, 90%,80%, 90%, 85%. Maka nilai modusnya adalah 90%, karena nilai
90% muncul paling sering.
b. Modus data berkelompok
Penentuan modus data berkelompok dapat dihitung dengan rumus 3.7:
𝒃𝟏
𝑴𝒐𝒅𝒖𝒔 = 𝑩𝑩𝑴𝒐 + 𝑰 [𝒃 ] (3.7)
𝟏 + 𝒃𝟐

Keterangan :
BBMo = Batas bawah kelas modus
I = Panjang kelas (kelas modus)
b1 = Selisih frekuensi kelas modus dengan kelas sebelumnya
b2 = Selisih frekuensi kelas modus dengan kelas sesudahnya

42
Contoh Soal :
Dari TDF berikut, tentukan nilai modusnya!
No. Titik Tengah Frekuensi
Interval Kelas Batas Kelas
Kelas (Xi) (fi)
1 150 - 159 149,5 - 159,5 154,5 4
2 160 - 169 159,5 - 169,5 164,5 5
3 170 - 179 169,5 - 179,5 174,5 8
4 180 - 189 179,5 - 189,5 184,5 12
5 190 - 199 189,5 - 199,5 194,5 5
6 200 - 209 199,5 - 209,5 204,5 4
7 210 - 219 209,5 - 219,5 214,5 2
Jumlah 40

Penyelesaian:
Modus adalah frekuensi terbanyak, pada tabel di atas terletak pada kelas ke-4,
Dari kelas ke-4 dapat diperoleh data-data berikut: BBMo = 179,5; I = 10; b1 =
4; dan b2 = 7. Selanjutnya dapat dihitung nilai modusnya, yaitu:

𝑏1
𝑀𝑜𝑑𝑢𝑠 = 𝐵𝐵𝑀𝑜 + 𝐼 [ ] = 179,5 + (10)[4/(4+7)] = 183,136
𝑏1 + 𝑏2

3.4 Kuartil
Kuartil merupakan nilai yang membagi sederetan data yang berurutan
menjadi empat bagian yang sama. Kuartil terdiri dari tiga kelompok kuartil, yaitu
kuartil pertama (K1), kuartil kedua (K2)/ median, dan kuartil ketiga (K3) seperti
diiliustrasikan dalam gambar 3.1.

0% 25% 50% 75% 100%

K1 K2 K3

Gambar 3.1 Posisi K1, K2, dan K3

K1 adalah nilai dalam distribusi data yang membatasi 25% jumlah data
dibagian kiri dan 75% jumlah data dibagian kanan. K2 adalah nilai dalam
distribusi data yang membatasi 50% jumlah data dibagian kiri dan 50% jumlah

43
data dibagian kanan. K3 adalah nilai dalam distribusi data yang membatasi 75%
jumlah data dibagian kiri dan 25% jumlah data dibagian kanan.
Rumus untuk menentukan kuartil seperti pada rumus 3.8 dan 3.9
(Riduwan, 2003):
a. Data tidak berkelompok
Ki = data ke [i(n+1)/4] (3.8)
dengan n = banyak data
i = kuartil (1, 2, atau 3)
Contoh: diketahui distribusi data berikut: 10, 4, 2, 11, 8, 5. Untuk menentukan
nilai mediannya, data tersebut harus diurutkan dari terkecil ke terbesar, yaitu :
2, 4, 5, 8, 10, 11. Maka nilai kuartilnya adalah:
1. K1 = data ke [1(n+1)/4] = data ke [1(6+1)/4] = 7/4 = 1,75 (artinya K1
terletak antara data ke-1 dan ke-2), sehingga nilai K1 dapat dihitung sebagai
berikut:
K1 = nilai data ke-1 + 0,75 (nilai data ke-2 – nilai data ke-1)
= 2 + 0,75(4-2) = 2 + 1,5 = 3,5
2. K2 = data ke [2(n+1)/4] = data ke [2(6+1)/4] = 14/4 = 3,5 (artinya K2
terletak antara data ke-3 dan ke-4), sehingga nilai K2 dapat dihitung sebagai
berikut:
K2 = nilai data ke-3 + 0,5 (nilai data ke-4 – nilai data ke-3)
= 5 + 0, 5(8-5) = 5 + 1,5 = 6,5
3. K3 = data ke [3(n+1)/4] = data ke [3(6+1)/4] = 21/4 = 5,25 (artinya K3
terletak antara data ke-5 dan ke-6), sehingga nilai K3 dapat dihitung sebagai
berikut:
K5 = nilai data ke-5 + 0,25 (nilai data ke-6 – nilai data ke-5)
= 10 + 0, 25(11-10) = 10 + 0,25 = 10,25

b. Data berkelompok
𝑖.𝑛
−𝐹
4
𝐾𝑖 = 𝐵𝐵𝐾𝑖 + 𝐼 [ ] (3.9)
𝑓

Keterangan:
BBKi = batas bawah kelas kuartil
n = banyak data

44
i = kuartil (1,2,atau 3)
I = interval kelas (kuartil ke-i)
F = jumlah frekuensi sebelum kelas kuartil
f = frekuensi kelas kuartil

Contoh soal :

Hitunglah kuartil dari kelompok data berikut ini:


Penyelesaian:
1. Ki = data ke [i(n)/4]
1(40)
Jika i = 1 maka K1 = 𝑑𝑎𝑡𝑎 𝑘𝑒 = data ke-10. Dalam tabel K1 terletak pada
4

kelas ke-3, karena jumlah frekuensi mulai kelas ke-1 sampai kelas ke-3
adalah 17, nilai 17 ini sudah lebih besar dari 10, sehingga K1 dapat dihitung:
1.40
−9
𝐾1 = 169,5 + (10) [ 4 ] = 170,750
8

2. Ki = data ke [i(n)/4]
2(40)
Jika i = 2 maka K2 = 𝑑𝑎𝑡𝑎 𝑘𝑒 = data ke-20. Dalam tabel K2 terletak pada
4

kelas ke-4, karena jumlah frekuensi mulai kelas ke-1 sampai kelas ke-4
adalah 29, nilai 29 ini sudah lebih besar dari 20, sehingga K2 dapat dihitung:
2.40
− 17
𝐾2 = 179,5 + (10) [ 4 ] = 182,000
12

3. Ki = data ke [i(n)/4]
3(40)
Jika i = 3 maka K3 = 𝑑𝑎𝑡𝑎 𝑘𝑒 = data ke-30. Dalam tabel K3 terletak pada
4

kelas ke-4, karena jumlah frekuensi mulai kelas ke-1 sampai kelas ke-5
adalah 34, nilai 34 ini sudah lebih besar dari 30, sehingga K3 dapat dihitung:

45
3.40
− 29
𝐾2 = 189,5 + (10) [ 4 ] = 191,500
5

3.5 Ukuran Penyebaran


Ukuran penyebaran adalah suatu ukuran yang menunjukkan seberapa jauh
suatu data itu menyimpang dari nilai tengahnya.. Penyajian data dalam penelitian
sering membutuhkan banyak informasi, diantaranya adalah simpangan baku dan
varians. Jika hanya menggunakan ukuran pusat saja, maka cenderung
menghasilkan keputusan yang sama tetapi simpangan dan variasinya berbeda.
Misalnya dalam uji kuat tekan beton dengan mutu rencana yang sama antara yang
berbentuk kubus dan silinder kemungkinan akan menghasilkan kuat tekan rata-
rata yang sama, akan tetapi nilai simpangan dan variannya berbeda (Riduwan,
2003).

Contoh Soal:
Kuat tekan kubus beton:
40 30 33 40 34 50 30 28 30
Kuat tekan silinder beton:
30 30 35 40 42 27 45 35 31

Nilai rata-rata dari kedua kuat tekan beton tersebut adalah 35, tetapi
simpangan bakunya keduanya berbeda, yaitu untuk kubus beton = 7,106 dan
untuk silinder beton = 6,164. Hal ini dapat disimpulkan bahwa kuat tekan silinder
beton lebih merata dari kubus beton. Nilai kuat tekan kubus beton lebih tinggi dari
silinder beton, oleh karena itu digunakan ukuran yang menunjukkan derajat atau
tinggi rendahnya penyimpangan antar data tersebut. Sehingga ukuran simpangan
sangatlah penting untuk dipelajari untuk mengetahui derajat perbedaan data yang
satu dengan data lainnya.
Ukuran penyebaran meliputi: Range(rentangan), Rentangan antar kuartil,
simpangan baku, dan ragam. Ukuran penyebaran dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Rentangan (range)

46
Rentangan diperoleh dari data tertinggi dikurangi data terendah, seperti pada
rumus 3.10.
Range = X tertinggi – X terendah (3.10)
2. Rentangan antar kuartil (RAK)
Rentangan antar kuartil merupakan selisih dari kuartil ke-3 dengan kuartil ke-1,
ditulis seperti rumus 3.11.
RAK = K3 – K1 (3.11)
3. Simpangan baku (S)
Simpangan baku merupakan suatu nilai yang menunjukkan tingkat variasi
kelompok data atau ukuran standar penyimpangan dari meannya. Rumus 3.12
adalah rumus menghitung S untuk data tunggal, dan rumus 3.13 untuk data
berkelompok.
∑(𝑋𝑖 −𝑥̅ )2
𝑆= √ (3.12)
𝑛−1

∑ 𝑓𝑖 (𝑋𝑖 −𝑥̅ )2
𝑆= √ ∑ 𝑓𝑖 −1
(3.13)

4. Ragam (S2)
Varians adalah kuadrat dari simpangan baku. Rumus 3.14 adalah rumus
menghitung S2 untuk data tunggal, dan rumus 3.15 untuk data berkelompok.
∑(𝑋𝑖 −𝑥̅ )2
S2 = (3.14)
𝑛−1
∑ 𝑓𝑖 (𝑋𝑖 −𝑥̅ )2
S2 = ∑ 𝑓𝑖 −1
(3.15)

47
3.6 Aplikasi Ms. Excel
Ms. Excel dapat digunakan untuk memudahkan perhitungan ukuran
pemusatan seperti mean, modus, kuartil dan ukuran penyebaran seperti range,
simpangan baku dan ragam.
Berikut data curah hujan di suatu daerah (mm)
80 65 60 85 72 74 65
75 76 74 84 65 66 66
71 70 68 71 70 60 65
70 74 70 75 70 80 67
Perhitungan ukuran pemusatan dan ukuran penyebaran
1. Ukuran pemusatan
Masukkan data pada Ms. Excel

Didapatkan nilai rata- rata curah hujan = 71

48
Modus = 70

Kuartil 1 = 66

Kuartil 2 = 70

49
Kuartil 3 = 74,25
2. Ukuran penyebaran

Simpangan baku = 6, 312

Ragam = 39,925

3.7 Soal-Soal Latihan:


1. Data berikut menunjukkan produktivitas grup tukang dalam menyelesaikan
pekerjaan plesteran dalam m2/minggu :
79 82 78 86 84 87 85 86 86 86
77 82 78 43 50 46 71 59 67 79
66 41 47 84 70 100 90 87 87 47
75 81 60 76 82 83 40 44 100 53
83 84 67 43 81 74 52 98 98 96
79 80 63 88 73 84 86 85 85 47
87 92 88 77 100 65 82 80 93 90
66 54 85 66 79 78 78 60 51 41
67 58 86 78 77 69 84 85 84 77
87 92 88 91 78 78 82 93 87 87

a) Buatlah tabel distribusi frekuensi


b) Hitunglah mean dan Modus
c) Tentukan K1 , K2 , dan K3
d) Tentukan range, simpangan baku dan varians

50
Lembar kerja

51
Lembar Kerja

52
2. Tabel di bawah ini menunjukkan data dari tegangan rusak atau breaking stress,
tentukan:
a) Mean, Median, dan Modus
b) Kuartil 1, 2, dan 3

Breaking Stress (kN/m2) Frekuensi


1000 – 1099 10
1100 – 1199 15
1200 – 1299 26
1300 – 1399 28
1400 – 1499 12
1500 – 1599 9
Total 100

Lembar kerja:

53
Lembar Kerja

54
BAB IV
DISTRIBUSI NORMAL

Capaian Pembelajaran:
Setelah mempelajari bab ini, mahasiswa mampu menggunakan rumus nilai baku
untuk menyelesaikan terapan distribusi normal, membaca tabel distribusi normal,
dan menghitung luas daerah di bawah kurva untuk menentukan nilai probabilitas
dari suatu peristiwa yang berdistribusi normal.

4.1 Kurva Normal


Kurva normal mempunyai distribusi berbentuk lonceng yang variabel
acaknya kontinu, seperti ditunjukkan pada gambar 4.1. Distribusi normal atau
disebut juga distribusi Gauss adalah distribusi kontinu dengan parameter µ dan 
yang ditulis N (  , ) dengan persamaan umum atau disebut juga fungsi Gauss
seperti rumus 5.1.

𝑋̅

Gambar 4.1 Grafik Fungsi Probabilitas Distribusi Normal

Grafik fungsi distribusi normal tersebut di atas membentang dari minus tak
hingga sampai tak hingga. Hanya saja, semakin jauh dengan rata-rata (𝑋̅), nilai
probabilitas akan semakin mendekati nol (Furqon, 2004).
1  x 
2

1   
 
f ( x)  e 2
 2 (4.1)
untuk    x  
Keterangan: 𝜋 = 3,14159…;  = rata-rata; e = 2,7183
 = simpangan baku atau standar deviasi

55
Jika nilai  dan  diketahui, maka kurva normal dapat digambarkan
dengan pasti. Kurva normal sangat bergantung pada dua variabel ini dan
mempunyai bentuk yang simetris terhadap rata-rata  . Bentuk kurva normal
dipengaruhi oleh besar kecilnya rata-rata dan simpangan baku. Makin kecil
simpangan baku maka bentuk kurva semakin runcing dan sebagian nilai x
berkelompok mendekati nilai rata-rata. Sebaliknya, jika simpangan baku semakin
besar maka bentuk kurva tumpul dan nilai x makin jauh dari rata-rata. Beberapa
karakteristik distribusi normal diuraikan sebagai berikut:
1. Mempunyai dua parameter  dan  yang masing-masing menentukan lokasi
dan bentuk distribusi.
2. Titik tertinggi pada rata-rata atau mempunyai satu modus (unimodal, nilai
modus = median = rata-rata
3. Kurva setangkup seperti lonceng dan simetri terhadap garis tegak (simetris)
4. Kurva selalu berada di atas sumbu x dan luas daerahnya adalah satu (100%).
5. Kurvanya mendekati sumbu x tetapi tidak akan memotong sumbu x
(asimtotik)
Dalam distribusi normal yang berbeda dapat memiliki nilai rata-rata atau
varian yang berbeda.

4.2 Luas Daerah Di Bawah Kurva Normal


Menurut Furqon (2004), distribusi normal memegang peranan yang sangat
penting dalam statistik inferensial, yaitu sebagai model distribusi peluang.
Minimal ada 3 alasan yang melandasinya yaitu:
1. Distribusi normal merupakan model yang baik untuk mendekati
frekuensi distribusi fenomena alam dan sosial jika sampelnya besar.
2. Ada hubungan yang kuat antara jumlah sampel dengan distribusi rata-
rata yang diambil dari populasi yang sama.
3. Distribusi normal memberikan penghampiran yang baik terhadap
distribusi teoritis lainnya.
Probabilitas P ( a  x  b ) normal ditunjukkan oleh luas arsiran dibawah
kurva normal yang dapat dihitung dengan rumus 5.2:

56
1  x 
2

P (a  x  b ) =  
b  
1 -
2  
 e dx
a  2  (4.2)
Untuk mengatasi kesulitan menghitung integral pada fungsi normal (rumus 5.2),
maka dibuat tabel F (kurva normal) seperti pada tabel 4.1. Tabel ini dapat
digunakan setelah nilai data (X) ditransformasikan menjadi nilai baku atau nilai
standar (Z). Nilai Z dapat dihitung menggunakan rumus 4.3.
𝑋− µ
𝑍= (4.3)
𝜎

Distribusi normal Z mempunyai  = 0 dan standar deviasi   1 , ditulis


N(0,1), disebut distribusi normal standar atau distribusi normal baku. Distribusi
normal baku sangat bermanfaat sebagai model distribusi peluang dalam analisis
statistik inferensial.
Setelah diperoleh nilai Z, pembacaan tabel 4.1 dilakukan dengan cara
menentukan nilai Z dalam dua desimal, selanjutnya membaca kolom pertama
dengan menemptakan nilai Z sampai satu desimal, sedangkan desimal kedua
dibaca pada kolom-kolom sebelah kanan.

Contoh Soal:
Dengan menggunakan tabel kurva normal, perhatikan contoh berikut:
1. Diketahui distribusi normal baku, carilah luas di bawah kurva yang terletak
pada:
a. sebelah kanan z = 1,84
b. antara z = -1,97 dan z = - 0,86
c. antara z = -1,97 dan z = 0,86

57
Penyelesaian:
a. luas sebelah kanan z = 1,84 adalah 0,0329 = 3,29%, atau
P(z > 1,84) = 3,29%

LUAS =
0,4671

LUAS ?
=0,5-
0,4671
=0,0329

Z
Z=0 Z=1,8
4

b. Luas antara z = -1,97 dan z = -0,86 adalah 0,1705 = 17,05%, atau


P(-1,97<z<0,86) = 17,05%

LUAS =
0,3051

LUAS SISA
=0,4756-0,3051
=0,1705

LUAS
=0,4756

Z=-1,97 Z=-0,86 Z=0

c. Luas antara z = -1,97 dan z = 0,86 adalah 0,7807 = 78,07%

LUAS LUAS =
=0,3051+0,4756 0,3051
=0,7807

LUAS =0,4756

Z=-1,97 Z=0 Z=0,86

58
2. Diketahui suatu distribusi normal dengan  = 50 dan   10 , tentukan
probabilitas bahwa X mendapat nilai diantara 45 dan 62.
Jawab:
Nilai X diubah menjadi nilai baku Z, maka:
45  50 62  50
z1   0,50 dan z 2   1,20
10 10
Jadi P(45 < X < 62) = P(-0,5 < Z < 1,2) = P(Z < 1,2) – P(Z < -0,5)
= 0,8849 – 0,3085 = 0,5764
3. Dengan menggunakan Tabel Distribusi Normal, hitunglah:
a. 𝑃(0 ≤ 𝑧 ≤ 1,20)
b. 𝑃(𝑧 ≥ 1,54)
c. 𝑃(𝑧 ≥ −0,86)
d. 𝑃(0,43 ≤ 𝑧 ≤ 1,12)
e. 𝑃(𝑧 ≤ 0,77)
f. 𝑃(−1,5 ≤ 𝑧 ≤ 0)
g. 𝑃(−0,5 ≤ 𝑧 ≤ 0,75)
Jawab:
a. 𝑃(0 ≤ 𝑧 ≤ 1,20)
Perpotongan antara baris 1,2 dengan kolom 0,00, diperoleh nilai dalam
tabel sebesar 0,3849.
Berarti, 𝑃(0 ≤ 𝑧 ≤ 1,20) = 0,3849 = 38,49%
b. 𝑃(𝑧 ≥ 1,54)
Perpotongan antara baris 1,5 dengan kolom 0,04, diperoleh nilai dalam
tabel sebesar 0,4382.
Berarti, 𝑃(𝑧 ≥ 1,54) = 𝑃(𝑧 ≥ 0) − 𝑃(𝑧 ≤ 1,54)
= 0,5000 – 0,4382 = 0,0618 = 6,18%
c. 𝑃(𝑧 ≥ −0,86)
Perpotongan antara baris 0,8 dengan kolom 0,06 diperoleh nilai dalam
tabel sebesar 0,3051
Berarti, 𝑃(𝑧 ≥ −0,86) = 𝑃(0 ≤ 𝑧 ≤ 0,86) + 𝑃(𝑧 ≥ 0)
= 0,3051 + 0,5000 = 0,8051 = 80,51%
d. 𝑃(0,43 ≤ 𝑧 ≤ 1,12)

59
Perpotongan antara baris 0,4 dengan kolom 0,03 diperoleh nilai dalam
tabel normal sebesar 0,1664.
Perpotongan antara baris 1,1 dengan kolom 0,02 = 0,3686
𝑃(0,43 ≤ 𝑧 ≤ 1,12) = 𝑃(0,43 ≤ 𝑧 ≤ 1,12) - 𝑃(0,43 ≤ 𝑧 ≤ 1,12)
= 0,3686 – 0,1664 = 0,2022 = 20,22%
e. 𝑃(𝑧 ≤ 0,77)
Perpotongan antara baris 0,7 dengan kolom 0,07 diperoleh nilai dalam
tabel sebesar 0,2794
Berarti, 𝑃(𝑧 ≤ 0,77) = 𝑃(𝑧 ≤ 0) - 𝑃(0 ≤ 𝑧 ≤ 0,07)
= 0,5000 + 0,2794 = 0,7794 = 77,94%
f. 𝑃(−1,5 ≤ 𝑧 ≤ 0)
Perpotongan antara baris 1,5 dengan kolom 0,00 diperoleh nilai dalam
tabel sebesar 0,4332
Berarti, 𝑃(−1,5 ≤ 𝑧 ≤ 0) = 𝑃(0 ≤ 𝑧 ≤ 1,5) = 0,4332 = 43,32%
g. 𝑃(−0,5 ≤ 𝑧 ≤ 0,75)
Perpotongan antara baris 0,5 dengan kolom 0,00 diperoleh nilai dalam
tabel sebesar 0,1915
Perpotongan antara baris 0,7 dengan kolom 0,05 = 0,2734
𝑃(−0,5 ≤ 𝑧 ≤ 0,75) = 𝑃(0 ≤ 𝑧 ≤ 0,5) + 𝑃(0 ≤ 𝑧 ≤ 0,75)
= 0,1915 + 0,2734 = 0,4649 =46,49%

4.3 Nilai Peubah Acak Berdasarkan Luas Daerah di bawah Kurva


Normal
Diketahui luas daerah di bawah kurva distribusi normal yang diinginkan
terkait dengan besarnya peluang, ingin dicari nilai peubah acak X yang terkait.
Contoh :
Misalkan sebaran normal mempunyai parameter 𝜇 = 40 dan 𝜎 = 6. Carilah
nilai x0 sehingga :
a. P ( X < X0) = 45 %
b. P ( X > X0) = 14%
Jawab :
a. P ( X < X0) = 45 %

60
Gambar daerah di sebelah kiri seluas 0,45

Untuk mencari nilai – Zα dilihat nilai pada tabel Z.


Didapatkan Z= - 0,13
𝑋0 − 𝜇
𝑍=
𝜎
𝑋0 − 40
−0,13 =
6
𝑋0 = (6 ∗ −0,13) + 40
𝑋0 = 39,22

b. P ( X > X0) = 14%


Gambar daerah di sebelah kanan seluas 0,14

61
Didapatkan Z = 1,08
𝑋0 − 𝜇
𝑍=
𝜎
𝑋0 − 40
1,08 =
6
𝑋0 = (6 ∗ 1,03) + 40
𝑋0 = 46,48

4.4 Soal Latihan:


1. Suatu distribusi data berat jenis kerikil diperoleh nilai rata-rata 2,00 dengan
simpangan baku 0,42. Dengan menggunakan Tabel Distribusi Normal,
tentukan nilai-nilai berikut:
a) 𝑃(𝑋 ≤ 2,50)
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
b) 𝑃(𝑋 ≥ 1,24)

62
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
c) 𝑃(0,43 ≤ 𝑋 ≤ 2,12)
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
d) 𝑃(𝑧 ≤ −0,77)
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
e) 𝑃(−1,5 ≤ 𝑧 ≤ −0,5)
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
f) 𝑃(0,5 ≤ 𝑧 ≤ 1,75)
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................

63
........................................................................................................................
g) 𝑃(𝑋 ≥ 2,50)
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................

h) 𝑃(𝑋 ≤ 1,24)
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................

2. Diketahui suatu data berdistribusi normal dengan rata-rata 50 dan simpangan


baku 5, selesaikan soal-soal berikut:
a) P(x ≤ 65)
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
b) P(x ≥ 42)
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................

64
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
c) P(42 ≤ x ≤ 65)
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
d) P(35≤ x ≤ 40)
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................

3. a. Jika Z ~ N (0,1) maka tentukan P (Z < 0,23)


..............................................................................................................................
..............................................................................................................................
..............................................................................................................................
..............................................................................................................................
b. Jika Z ~ N (0,1) maka tentukan P ( Z > 1,237)
.............................................................................................................................
.............................................................................................................................
.............................................................................................................................
.............................................................................................................................
c. Jika Z ~ N (0,1) maka tentukan P (Z < -0,7)

65
.............................................................................................................................
.............................................................................................................................
.............................................................................................................................
............................................................................................................................
d. Jika Z ~ N (0,1) maka tentukan peluang P (-0,42 < Z < 1,271)
.............................................................................................................................
.............................................................................................................................
.............................................................................................................................
.............................................................................................................................
e. Jika Z ~ N (0,1) maka tentukan peluang P (-1,2 < Z < -0,5)
.............................................................................................................................
.............................................................................................................................
.............................................................................................................................
.............................................................................................................................
f. Diketahui Z ~ N (0,1) tentukan nilai a jika P ( Z < a) =0,67
.............................................................................................................................
.............................................................................................................................
.............................................................................................................................
.............................................................................................................................

g. Diketahui Z ~ N (0,1) tentukan nilai a jika P ( Z < a) = 0, 2912


.............................................................................................................................
.............................................................................................................................
.............................................................................................................................
.............................................................................................................................
4. Diketahui X ~ N ( 100, 64) maka tentukan :
a. P ( X < 90)
.............................................................................................................................
.............................................................................................................................
.............................................................................................................................
.............................................................................................................................

66
.............................................................................................................................
.............................................................................................................................
b. P (80 < X < 105)
.............................................................................................................................
.............................................................................................................................
............................................................................................................................
.............................................................................................................................
............................................................................................................................
.............................................................................................................................
5. a. Jika X ~ N ( 20, 4) maka tentukan nilai t jika P (X < t ) =0, 832
..............................................................................................................................
..............................................................................................................................
..............................................................................................................................
..............................................................................................................................
.............................................................................................................................
.............................................................................................................................
b.Jika X ~ N ( 100, 25) tentukan nilai t jika P ( X > t ) = 0,788
.............................................................................................................................
.............................................................................................................................
............................................................................................................................
.............................................................................................................................
.............................................................................................................................
.............................................................................................................................
6. a. Jika X ~ N ( 100, 64) maka tentukan P ( X < 90)
..............................................................................................................................
..............................................................................................................................
..............................................................................................................................
..............................................................................................................................
.............................................................................................................................
.............................................................................................................................
b. Jika X ~ N ( 165, 100) maka tentukan P ( 155 < X < 175)

67
.............................................................................................................................
.............................................................................................................................
.............................................................................................................................
.............................................................................................................................
.............................................................................................................................
.............................................................................................................................
7. Tabel di bawah menunjukkan data distribusi normal dari tegangan rusak suatu
material, tentukan banyaknya tegangan rusak dengan ketentuan berikut.

Breaking Stress (kN/m2) Frekuensi


1000 – 1099 19
1100 – 1199 29
1200 – 1299 28
1300 – 1399 13
1400 – 1499 7
1500 - 1599 4
Total 100
a. ≥ 1450 kN/m 2

........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
b. ≤ 1250 kN/m2
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
c. Diantara 1200 sd 1399 kN/m2
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................

68
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................

8. Tabel berikut menunjukkan Data Curah Hujan tahun 2000 sd 2013


Tabel 5.1 Data Curah Hujan
Tahun Curah Hujan (mm)
2000 60
2001 85
2002 56
2003 73
2004 64
2005 80
2006 76
2007 87
2008 75
2009 81
2010 70
2011 68
2012 85
2013 66

a) Tentukan rata-rata dan standar deviasi


........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
b) Carilah P(x ≥ 65)
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
c) Carilah P(62 ≤ 𝑥 ≤ 85)

69
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
9. Pengamatan curah hujan harian di suatu lokasi selama satu tahun (365 hari)
menunjukkan rata-rata 65 mm dan standar deviasi 16 mm. Pencatatan curah
hujan selalu dibulatkan dalam satuan mm. Jika sebaran data dianggap
berdistribusi normal, jawablah pertanyaan berikut:
a) Berapa hari dalam setahun hujan turun lebih dari 60 mm/hari?
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
b) Berapa hari dalam setahun hujan turun kurang dari 62 mm/hari?
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
c) Berapa hari dalam setahun hujan turun tepat 75 mm/hari?
(Petunjuk: Gunakan angka 74,5 dan 75,5 sebagai batas)
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................

70
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
10. Buatlah masing-masing dua sketsa kurva normal yang sesuai pernyataan
berikut.
a)  1 =  2 dan  1≠  2
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
b)  1 ±  2 dan  1≠  2
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
c)  1 ≠  2 dan  1=  2
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................

71
BAB V
ANALISIS REGRESI LINIER DAN KORELASI

Capaian Pembelajaran:
Setelah mempelajari bab ini, diharapkan mahasiswa mampu merumuskan
persamaan regresi linier sederhana dan regresi linier berganda, menjelaskan
makna angka-angka dalam persamaan regresi, menentukan koefisien korelasi
untuk melihat hubungan variabel bebas dan terikat, menentukan koefisien
determinansi untuk melihat sumbangan pengaruh variabel bebas terhadap variabel
terikat, dan melakukan uji hipotesis (menggunakan Tabel t dan tabel f) untuk
mengetahui tingkat signifikansinya.

5.1 Pendahuluan
Menurut Wibisono (2005) analisis regresi digunakan untuk mempelajari
pola dan mengukur hubungan antara dua variabel atau lebih. Analisis regresi
merupakan teknik analisis yang mencoba menjelaskan bentuk hubungan antara
dua variabel atau lebih khususnya hubungan antara variabel yang mengandung
sebab akibat. Prosedur analisisnya didasarkan atas distribusi peluang bersama
variabel-variabelnya. Jika hubungan tersebut dapat dinyatakan dalam persamaan
matematik, maka dapat dimanfaatkan untuk peramalan.
Dalam kehidupan sehari-hari, manusia membutuhkan makanan, tempat
tinggal, dan pakaian. Seseorang juga membutuhkan hubungan dengan orang lain,
agar dapat menjalankan kegiatannya. Maka manusia, makanan, tempat tinggal,
dan pakaian dikatakan saling berhubungan atau berkorelasi. Demikian juga dalam
dunia konstruksi, agar bangunan dapat berdiri sesuai rencana, maka dibutuhkan
dana, material, tenaga kerja, alat, dan lain-lain. Semua ini dikatakan saling
berkorelasi, karena jika material tidak tersedia, maka bangunan tidak akan berdiri.
Dan masih banyak contoh lainnya.
Uraian di atas menunjukkan adanya hubungan (korelasi) antara kejadian
yang satu dengan kejadian lainnya. Kejadian itu dapat dinyatakan dengan
perubahan nilai variabel. Misalnya, jika X adalah material bangunan, maka naik

72
turunnya harga dapat dinyatakan dengan perubahan nilai X. Apabila Y adalah
variabel hasil bangunan, maka naik turunnya hasil bangunan dapat dinyatakan
dengan perubahan nilai Y.
Di dalam perencanaan, selain data masa lampau dan masa sekarang, juga
diperlukan data hasil ramalan yang menggambarkan kemampuan di masa yang
akan datang. Misalnya untuk perencanaan jalan, diperlukan ramalan untuk
kapasitas jalan di masa yang akan datang, sehingga dapat dicegah terjadinya over
capacity atau under capasity. Over capacity artinya kapasitas jalan melebihi
kebutuhan/jumlah kendaraan yang lewat sehingga akan banyak membutuhkan
lahan untuk jalan, sedangkan under capacity menyebabkan tidak terpenuhinya
kapasitas jalan sehingga akan menimbulkan kemacetan, kecelakaan, dan lainnya.
Apabila dua variabel X dan Y mempunyai hubungan, maka nilai variabel
X yang sudah diketahui dapat dipergunakan untuk memperkirakan atau menaksir
Y. Ramalan pada dasarnya merupakan perkiraan/taksiran mengenai terjadinya
suatu kejadian (nilai variabel untuk waktu yang akan datang, seperti ramalan
produksi 2 tahun yang akan datang, ramalan hasil penjualan tahun depan dan
sebagainya).
Variabel Y yang nilainya akan diramalkan disebut variabel tidak bebas
(dependent variabel), sedangkan variabel X yang nilainya digunakan untuk
meramalkan nilai Y disebut variabel bebas (independent variabel) atau variabel
peramal (predictor) dan seringkali disebut variabel yang menerangkan/
menjelaskan (explanatory). Analisis korelasi ini memungkinkan untuk diketahui
sesuatu di luar hasil penelitian, misalnya dengan ramalan, dapat diketahui
terjadinya suatu kejadian baik secara kualitatif (misalnya akan turun hujan, akan
terjadi kerusakan bangunan, akan banjir, dan lain sebagainya) maupun kuantitatif
(misalnya kuat tekan beton mencapai 30MPa, indeks produktivitas tenaga kerja
naik 5%, terjadi penurunan bangunan 2 cm, dan lain sebagainya).
Menurut Sudjana (1992) hubungan antar variabel yang dinyatakan dalam
bentuk persamaan matematik yang menyatakan hubungan fungsional antar
variabel disebut dengan persamaan regresi. Jika analisis tersebut dibatasi hanya
pada fungsi nilai tengah linier, maka analisis ini disebut regresi linier. Namun
regresi bisa juga bersifat non linier. Dalam beberapa kasus, masalah regresi non

73
linier dapat disederhanakan menjadi linier dengan melakukan transformasi yang
tepat pada variabel-variabel asal.
Istilah regresi diperkenalkan oleh Sir Francis Galton seorang peneliti dan
intelektual kebangsaan Inggris ternama pada tahun 1877, ia meneliti tentang
hubungan tinggi tubuh orang tua dengan anaknya. Dalam penelitiannya diperoleh
hasil bahwa terdapat hubungan terbalik. Dan menurut Paul Newbold, regresi
merupakan suatu alat analisis yang mengkaji pengaruh suatu variabel terhadap
variabel lainnya. Analisis regresi selalu berpasangan dengan analisis korelasi.
Regresi mengacu pada ada atau tidaknya hubungan antar variabel, sedangkan
korelasi berusaha menjelaskan kuatnya hubungan antar variabel namun tidak
dapat menjelaskan karakteristik hubungan antar variabel yang bersifat kausal
(Santoso dan Hamdani, 2010).

5.2 Corak Hubungan Antar Variabel


Menurut Santoso dan Hamdani (2010) analisis regresi dan korelasi
bertumpu pada hubungan antar variabel yang dianggap mempengaruhi (variabel
bebas - X) dan variabel yang dipengaruhi (variabel terikat - Y). Secara konseptual
terdapat tiga macam corak hubungan antar variabel, yaitu:
1. Hubungan yang berbanding lurus (hubungan yang bersifat positif)
Hubungan ini terjadi apabila perubahan nilai atau jumlah X akan
mempengaruhi Y secara searah. Contoh: hubungan antara umur beton dalam
rentang waktu tertentu dengan kuat tekan beton. Jika ternyata penambahan
umur beton dalam rentang waktu tertentu mampu mempertinggi nilai kuat
tekan beton, maka hubungan antara umur beton dan kuat tekan beton adalah
berbanding lurus atau bersifat positif. Hubungan ini mempunyai arah lereng
yang positif, yaitu berawal dari kiri bawah menuju ke kanan atas seperti pada
gambar 5.1.

Gambar 5.1 Hubungan X dan Y Berbanding Lurus Positif

74
2. Hubungan yang berbanding terbalik (hubungan yang bersifat negatif)
Hubungan terjadi apabila perubahan nilai atau jumlah X akan mempengaruhi
Y secara berbalikan arah. Contoh: hubungan antara harga suatu barang
dengan jumlah permintaan. Jika ternyata kenaikan harga menyebabkan
turunya tingkat permintaan, maka hubungan antara harga dan permintaan
adalah berbanding terbalik atau bersifat negatif. Hubungan ini mempunyai
arah lereng yang negatif, yaitu berawal dari kiri atas menuju ke kanan bawah
seperti pada gambar 5.2.

Gambar 5.2 Hubungan X dan Y Berbanding Terbalik

3. Tidak ada hubungan antar variabel


Apabila perubahan nilai atau jumlah yang terjadi pada variabel X tidak
mempengaruhi Y, atau jika X tetap nilainya dan variabel Y berubah
nilainya, dapat dikatakan tidak ada hubungan antar variabel. Contoh : tidak
pernah ada hubungan antara jumlah apartemen di Malang dengan jumlah
konsumsi krepek tempe. Ketiadaan hubungan antar variabel diilustrasikan
pada gambar 5.3.

Gambar 5.3 Tidak Ada hubungan antara X dan Y

5.3 Analisis Regresi Linier Sederhana


Pada umumnya fenomena yang terjadi di alam ini sangat diwarnai oleh
relativitas atau variabel-variabel yang semula tidak terduga. Oleh karena itu
hubungan antar variabel yang terjadi tidak berlangsung secara pasti dan tidak

75
menampakkan garis regresi yang sempurna (hanya pendekatan). Dengan demikian
perlu ditelusuri bagaimana hubungan antara variabel yang terjadi dengan
menggunakan suatu metode. Metode yang paling sering digunakan dalam analisis
regresi linier yaitu metode kuadrat terkecil (Least Square Method).
Penggambaran garis regresi melalui metode ini didasarkan pada persamaan 5.1
yaitu:
𝑌̂ = 𝑏0 + 𝑏1 𝑋 (5.1)
Nilai 𝑏0 dan 𝑏1 ditentukan berdasarkan persamaan 5.2 dan 5.3.
∑Y = N𝑏0 + 𝑏1 ∑X (5.2)
∑XY =𝑏0 ∑X +𝑏1 ∑X2 (5.3)

Nilai 𝑏1 dan 𝑏0 merupakan parameter regresi. Berdasarkan persamaan 5.2 dan 5.3,
nilai 𝑏1 dan𝑏0 dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan 5.4 dan 5.5.
Nilai 𝑏1 merupakans slope/ kemiringan. Nilainya dapat berupa bilangan positif
atau negatif. Jika 𝑏1 positif berarti hubungan antara X dan Y adalah berbanding
lurus (memiliki kemiringan positif), jika 𝑏1 negatif berarti hubungan antara X dan
Y adalah berbanding terbalik (memiliki kemiringan negatif).
∑𝑋𝑌−∑ 𝑋 ∑ 𝑌
𝑏1 = (5.4)
𝑛∑𝑋 2 −( ∑ 𝑋𝑖 )2

𝑏0 = Y  b X (5.5)
dimana X dan Y adalah nilai rerata dari variabel X dan Y.
Setelah persamaan regresi ditemukan, maka peramalan dapat dilakukan
dengan cara memasukkan nilai X pada persamaan regresi untuk memprediksi nilai
Y yang diharapkan. Demikian sebaliknya jika ingin memprediksi nilai X, maka
nilai Y yang diharapkan ditentukan terlebih dahulu, kemudian nilai X dapat
diperoleh. Atau dapat juga diplotkan pada garis regresi dalam gambar 5.5 dengan
cara menetapkan nilai X tertentu, dan menariknya keatas hingga memotong garis
regresi, dan menarik garis kekiri maka akan diperoleh nilai Y yang diharapkan.
Demikian pula sebaliknya.

76
15
y = 0.2398x + 4.485

10

0
0 5 10 15 20 25 30 35 40

Gambar 5.5 Garis Regresi Linier Sederhana

5.4 Model regresi linier berganda


Berbeda dengan regresi linier sederhana, model pada regresi linier berganda
melibatkan lebih dari satu variabel bebas. Modelnya adalah sebagai berikut :
𝑌̂ = 𝑏0 + 𝑏1 𝑋1 + 𝑏2 𝑋2 + 𝑏3 𝑋3+ … + 𝑏𝑛 𝑋𝑛
Dengan 𝑌̂= dugaan bagi y
𝑏0 , 𝑏1 ,..., 𝑏𝑛 =parameter regresi
5.5 Pengujian Parameter Regresi
Di dalam suatu pemodelan perlu dilakukan suatu pengujian terhadap
parameter model yang telah terbentuk. Sebelum melakukan pengujian perlu
diukur kesalahan baku dugaan (standard error of the estimate) yang dapat
dihitung dengan rumus 5.6

5.6
Standar error mengukur penyimpangan nilai pengamatan terhadap garis
regresi

77
Terdapat dua macam pengujian di dalam analisis regresi yaitu uji parsial
menggunakan uji t dan uji simultan menggunakan uji F.
3. Uji parsial (uji t)
Uji Parsial dimaksudkan untuk mengetahui apakah variabel bebas secara
individual (x) mempengaruhi y atu tidak. Hipotesis dalam uji parsial
sebagai berikut :
𝐻0 : 𝛽1 = 0 (tidak ada hubungan linier antara X dan Y)
𝐻1 : 𝛽1 ≠ 0 (ada hubungan linier antara X dan Y
2
Ragam dari koefisien kemiringan garis regresi 𝑠𝑏1 diduga sbb :
2 𝑆2
𝑆𝑏1 = ∑(𝑋 𝑒−𝑥̅ )2 (5.7)
𝑖

Statistik uji dalam uji parsial dalam diperoleh dengan rumus 5.8
𝑏1 −𝛽1
𝑡= (5.8)
𝑆𝑏1

𝑑𝑏 = 𝑛 − 2
Dengan 𝑏1 = koefisien kemiringan regresi
𝛽1 = kemiringan yang dihipotesiskan
𝑆𝑏1= simpangan baku kemiringan
4. Uji simultan (uji f)
Uji simultan dimaksudkan untuk mengetahui apakah secara simultan atau
bersama-sama variabel x mampu mengukur variabel y. Uji simultan
dalam analisis regresi dilakukan untuk regresi pada variabel bebas yang
lebih dari satu/ regresi berganda. Pengujiannya menggunakan tabel
ANOVA ( Analysis of Variance). Tabel ANOVA untuk analisis regresi
linier sederhana adalah sebagai berikut :
Sumber db JK KT F
keragaman
Regresi 1 ̂𝑖 − 𝑌̅)2 KTr 𝐾𝑇𝑟
∑(𝑌
𝐾𝑇𝑔
Galat n-2 ̂𝑖 )2
∑(𝑌𝑖 − 𝑌 KTg

Total n-1 ∑(𝑌𝑖 − 𝑌̅)2

78
Kuadrat tengah (KT) : JK dibagi derajat bebasnya
Nilai F dibandingkan dengan nilai tabel 𝐹(𝛼;1,𝑛−2)
5.6 Koefisien Determinas (R2)
Koefisien determinasi (R2) merupakan salah satu ukuran untuk menilai
kelayakan model regresi. Koefisien korelasi menjelaskan bagaimana arah
hubungan dan seberapa erat hubungan antara variabel X dan Y. Sedangkan
koefisien determinasi adalah seberapa besar sumbangan pengaruh dari variabel X
terhadap Y. Koefisien determinasi dapat dihitung dengan formula

2
∑(𝑌−Ŷ)
𝑟2 = 1 − (5.9)
̅)2
∑(𝑌−Ŷ

Nilai koefisien determinasi berkisar antara 0 ≤ 𝑅 2 ≤ 1 . Jika nilai koefisien


determinasi semakin mendekati 1 maka model yang digunakan makin tepat/ baik.
5.7 Analisis Korelasi
Analisis korelasi digunakan untuk mengukur kekuatan hubungan (hubungan
linier) antara dua peubah. Korelasi hanya khusus untuk mengukur kekuatan
hubungan saja. Tidak dipentingkan apakah kedua peubah itu mempunyai
hubungan sebab akibat atau tidak.
Hubungan kuat lemahnya suatu korelasi seperti pada gambar berikut :

Korelasi dapat dihitung menggunakan rumus 5.10 dan 5.11.


2
∑(𝑌−Ŷ)
𝑟 = √1 − 5.10
̅ )2
∑(𝑌−Ŷ

𝑛(∑ 𝑥𝑖 𝑦𝑖 )−(∑ 𝑥𝑖 )(∑ 𝑦𝑖 )


𝑟= 5.11
√(𝑛 ∑ 𝑥𝑖2 −(∑ 𝑥𝑖 )2 )−(𝑛 ∑ 𝑦𝑖2 −(∑ 𝑦𝑖 )2 )

Nilai Koefisien korelasi berkisar -1 < r < 1, yang dapat dijelaskan sebagai berikut:

79
a. Jika r positif, maka variabel X berkorelasi positif dengan Y. Semakin r
mendekati nilai 1 (r ≈ 1) menunjukkan semakin kuat hubungan antar variabel,
begitupula sebalikya.
b. Jika r bernilai negatif, maka variabel X berkorelasi negatif dengan Y.
c. Jika r bernilai nol maka variabel X tidak berkorelasi dengan Y
Interpretasi dari koefisien korelasi seperti pada tabel 5.1 berikut:

Tabel 5.1 Interpretasi Koefisien Korelasi (r)


No. Interval Nilai r Kekuatan Hubungan
1 0 Tidak ada
2 0,00 < r ≤ 0,20 Sangat rendah atau sangat lemah
3 0,20 < r ≤ 0,40 Rendah atau lemah tapi pasti
4 0,40 < r ≤ 0,70 Cukup berarti atau sedang
5 0,70 < r ≤ 0,90 Tinggi atau kuat
6 0,90 < r < 1,00 Sangat tinggi atau sanggat kuat, dapat
diandalkan
7 1 Sempurna
Sumber: Hasan (2004)
Catatan: Nilai r dapat bernilai positif atau negatif. r positif berarti korelasi positif,
dan r negatif berarti korelasi negatif.

Hubungan dua variabel ada yang positif dan negatif. Hubungan X dan Y
dikatakan positif apabila kenaikan atau penurunan X pada umumnya diikuti oleh
kenaikan atau penurunan Y. Sebaliknya dikatakan negatif kalau kenaikan atau
penurunan X pada umumnya diikuti oleh penurunan atau kenaikan Y.
Contoh hubungan positif :
X = Umur beton Y = Kuat tekan beton
X = Biaya iklan Y = Hasil penjualan
Contoh hubungan negatif :
X = Harga suatu barang Y = Permintaan barang
X = Pendapatan masyarakat Y = Kejahatan ekonomi

5.8 Pengujian Parameter Korelasi


Uji hipotesis dalam analisis korelasi digunakan untuk mengetahui apakah terdapat
hubungan/ korelasi yang signifikan antar dua variabel. Hipotesis nol untuk
pengujian koefisien sebagai berikut :

80
𝐻0 : 𝜌 = 0
𝐻1 : 𝜌 ≠ 0
Pengujiannya menggunakan statistik uji yang mengikuti sebaran t dengan derajat
bebas n-2. Statistik uji dapat dihitung seperti pada formula 5.12.
𝑟√𝑛−2
𝑡 = (1−𝑟 2) 5.12

5.9 Analisis Regresi dengan SPSS


Analisis regresi dapat dilakukan menggunakan SPSS (Statistical Package Service
Solution).
Teladan :
Berikut adalah data mengenai harga rumah (Juta rupiah) dengan luas lantai (m2)
Harga rumah Luas lantai
(Juta rupiah) (m2)
Y X
245 1400
312 1600
279 1700
308 1875
199 1100
219 1550
405 2350
324 2450
319 1425
255 1700

Langkah-langkah analisis regresi menggunakan spss sebagai berikut:

1. Buka SPSS dan input data ke cell spss. Untuk mengganti nama variabel
klik variable view
2. Klik analyze<regression<linear seperti tampilan berikut :

81
3. Inputkan data untuk variabel x dan variabel Y

4. Klik ok
5. Akan muncul tampilan sebagai berikut :

82
Interpretasi output sebagai berikut :
TABEL 1
Model Summary
Mode R R Square Adjusted R Std. Error of
l Square the Estimate
1 ,762a ,581 ,528 41,33032
a. Predictors: (Constant), luas_lantai

TABEL 2
ANOVAa
Model Sum of df Mean F Sig.
Squares Square
Regression 18934,935 1 18934,935 11,085 ,010b
1 Residual 13665,565 8 1708,196
Total 32600,500 9
a. Dependent Variable: harga_rumah
b. Predictors: (Constant), luas_lantai

83
TABEL 3
Coefficientsa
Model Unstandardized Standardized t Sig.
Coefficients Coefficients
B Std. Error Beta
(Constant) 98,248 58,033 1,693 ,129
1
luas_lantai ,110 ,033 ,762 3,329 ,010
a. Dependent Variable: harga_rumah

Deskripsi output

Tabel 1 menjelaskan nilai korelasi (R), koefisien determinasi (R2), nilai koefisien
determinasi terkoreksi (R2 adj), dan kesalahan baku pendugaan (Std error of the
estimate).
Nilai R2 =0,762, menunjukkan sebesar 76,2 % keragaman dari variabel harga
rumah mampu dijelaskan oleh variabel luas lantau. Sisanya sebesar 23,8 %
dijelaskan oleh variabel lain diluar model.
Tabel 2 menjelaskan pengujian secara simultan parameter regresi. Pengujian
menggunakan uji F pada tabel ANOVA.
Di tabel ANOVA didapatkan nilai F hitung = 11,085 dengan nilai sig/ p value
=0,010.
Kriteria pengambilan keputusan berdasarkan p value adalah sebagai berikut :

P value < α = tolak Ho

P value ≥ α = terima Ho

Berdasarkan kriteria tersebut maka didapatkan keputusan tolak Ho


( 𝛼 = 5%) . Artinya secara bersama-sama variabel x mempengaruhi Y
Tabel 3 menjelaskan tentang model regersi dan pengujian parsial koefisien
regresi. Berdasarkan tabel 3 diperoleh model regresi :
𝑌̂ = 98,248 + 0,110 𝑋
𝑏0 = 98,248 nilai ini merupakan nilai harga rumah yang tidak dapat
dijelaskan oleh luas lantai

84
𝑏1 = 0,110 menggambarkan bahwa setiap penambahan satu m2 luas
lantai rataan harga rumah akan naik sebesar 0,110 juta rupiah
atau Rp. 110.000

5.10 Analisis Korelasi dengan SPSS


Untuk data yang sama dengan teladan 1, langkah-langkah analiis korelasi
menggunakan SPSS adalah sebagai berikut :
1. Klik analyze<correlate<bivariate

85
1. Isikan dialog box yang muncul sebagai berikut :

2. Klik ok
Akan muncul tampilan seperti berikut :

Berdasarkan tabel korelasi didapatkan


Nilai korelasi antara harga rumah dan luas lantai sebesar 0,762
Sig (2-tailed)= 0,010
𝐻0 : 𝜌 = 0
𝐻1 : 𝜌 ≠ 0
Nilai sig(2-tailed)<0,05, keputusan : tolak H0

86
Artinya pada α=5% dapat disimpulkan terdapat korelasi yang siginifikan antara
luas lantai dan harga rumah
5.11 Soal latihan
1. Dari data berikut :
Banyak kendaraan Prosentase
yang lewat kerusakan jalan
3 11
7 18
4 9
2 4
0 7
4 6
1 3
2 8
a. Tentukan persamaan regresinya dan gambarkan garis regresinya!
b. Tentukan koefisien determinasi, dan interpretasikan!
c. Dengan menggunakan tingkat signifikansi 5% apakah dapat disimpulkan
bahwa variabel X dapat mempengaruhi perubahan nilai variabel Y ?
d. Tentukan nilai korelasi dan ujilah apakah korelasinya signifikan

Lembar Kerja

87
2.Berikut merupakan hasil analisis regresi antara jangka waktu pengeringan
bahan (jam) dengan berat yang berkurang dari bahan tersebut (mg)
Model Summary

Model R R Square Adjusted R Std. Error of the


Square Estimate

1 ,875a ,766 ,737 ,11386

a. Predictors: (Constant), berat_berkurang

ANOVAa

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Regression ,340 1 ,340 26,246 ,001b

1 Residual ,104 8 ,013

Total ,444 9

a. Dependent Variable: jangka_waktu


b. Predictors: (Constant), berat_berkurang

Coefficientsa

Model Unstandardized Coefficients Standardized t Sig.


Coefficients

B Std. Error Beta

(Constant) -,458 ,275 -1,664 ,135


1
berat_berkurang ,015 ,003 ,875 5,123 ,001

a. Dependent Variable: jangka_waktu

a. Tentukan model regresi yang terbentuk dan interpretasikan


b. Apakah Jangka waktu pengeringan berpengaruh terhadap pengurangan berat
bahan?
c. Tentukan nilai koefisien determinasi dan interpretasikan
d. Apakah terdapat hubungan linier yang kaut antara jangaka waktu
pengeringan dengan berat bahan yang berkurang

88
Lembar Kerja

89
BAB VI

UJI VALIDITAS DAN RELIABILITAS

Capaian Pembelajaran:
Setelah mempelajari materi bab ini diharapkan mahasiswa mampu menjelaskan
pengertian validitas dan reliabilitas, dapat melakukan uji validitas dan reliabilitas,
serta mampu menginterpretasikan hasil analisisnya.

6.1 Pendahuluan

Pada bab 1 telah dijelaskan bahwa berdasarkan sumber pengambilannya data


dibagi menjadi dua yaitu berdasarkan sumbernya data menajdi dua yaitu data
primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang langsung diperoleh oleh
peneliti dari sumbernya (dalam penelitian tentang sikap atau perilaku, sumber data
disebut responden). Sedangkan data sekunder adalah data yang diperlohe peneliti
secara tidak langsung.

Kualitas suatu penelitian ditentukan oleh data yang didapatkan oleh karena itu
data harus dikumpulkan dengan tepat baik cara maupun sifatnya. Dari sisi cara
pengumpulan data maka kita harus dapa merancang teknik pengumpulan data
yang tepat, misalnya dalam penelitian survey harus ditentukan apakah
pengumpulan data bersifat sensus atau pengumpulan sampel. Bila akan
mengambil sampel, maka harus diunakan teknik pengambilan sampel yang tepat
sesuai dengan karakterikstik populasi yang menjadi obyek penelitian.

Pada kasus penelitian survey dimana hendak dilakukan pengambilan sampel,


maka harus dirancang instrumen pengumpul data yang handal dan teruji, atau
dalam bahasa metode penelitian dikatakan bahwa instrmen tersebut harus valid
dan reliabel (sahih dan handal).

Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauh mana ketepatan
dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurannya. Selain itu
validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan bahwa variabel yang diukur
memang benar-benar variabel yang hendak diteliti oleh peneliti. Suatu kuisioner

90
dikatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner tersebut mampu untuk
mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut.

Reliabilitas berasal dari kata reliability. Reliabilitas adalah keajegan pengukuran.


Sugiharti dan Sitinjak (2006) menyatakan bahwa reliabilitas menunjuk pada suatu
pengertian bahwa instrumen yang digunakan dalam penelitian utnuk memperoleh
informasi yang digunakan dapat dipercaya sebagai alat pengumpulan data dan
mampu mengungkap informasi yang sebenarnya di lapangan.

Cara untuk meyakinkan bahwa insrumen yang kita gunakan tersebut valid dan
reliable adalah dengan mengujinya. Kali ini kita akan mencoba menguji validitas
dan reliabilitas suatu instrumen.

Misalkan kita ingin melakukan penelitian tentang analisis resiko keterlambatan


waktu pada proyek. Variabel variabel yang terlibat tertera pada Tabel 1.

91
Tabel 1. Aspek – aspek untuk menganalisis resiko keterlambatan proyek

Untuk mengukur sikap/perilaku sosial kita dapat menggunakan berbagai skala


pengukuran, yang paling populer dgunakan dalam ilmu-ilmu sosial adalah Skala
Likert, yaitu skala yang mengukur atau menggambarkan sikap/atau perilaku sosial
dengan menggunakan angka.

Skala Likert, biasanya terdiri dari 5 tingkat, misalnya pernyataan tentang sika
persetujuan atas suatu pernyataan dapat diukur dengan plihan skala berikut ini.

1 = Sangat Tidak Setuju (STS)

2 = Tidak Setuju (TS)

3 = Ragu-ragu

4 = Setuju (S)

92
5 = Sangat Setuju (SS)

Urutannya bisa ditukar, misalnya SS = 1 dan STS =5.

6.2 Uji Validitas

Validitas item ditunjukkan dengan adanya korelasi atau dukungan terhadap skor
total dengan cara menghitung koefisien korelasi antara skor item dengan skor total
item. Dari hasil perhitungan korelasi akan didapatkan suatu koefisien korelasi
yang digunakan untuk mengukur tingkat validitas suatu item. Hal ini juga berguna
untuk menentukan apakah suatu item layak digunakan atau tidak.

Dalam penentuan layak atau tidaknya suatu item yang akan digunakan, dilakukan
uji signifikansi koefisien korelasi pada taraf nyata yang telah ditentukan. Jika
koefisien korelasi signifikan maka item dianggap valid.

Langkah-langkah pengujian validitas menggunakan SPSS adalah sebagai berikut :

1. Buat skor total untuk masing-masing variabel


2. Korelasikan antara masing masing item dengan total skor masing masing
variabel menggunakan SPSS dengan klik analyze > correlate > bivariate

Teladan 6.1

Jawaban butir-butir pertanyaan untuk faktor 1 (aspek material)

Res Jawaban atas


pertanyaan
butir_ke
1 2 3
1 3 4 5
2 4 5 4
3 4 3 3
4 5 5 4
5 4 3 4
6 2 4 3

93
7 4 4 4
8 4 5 4
9 3 3 3
10 2 3 3
11 4 4 4
12 5 4 4
13 2 3 3
14 4 5 4
15 4 4 3
16 5 5 5
17 5 5 5
18 5 4 4
19 3 3 3
20 4 4 4
21 2 3 3
22 3 4 5
23 4 3 3
24 3 4 4
25 4 5 5
26 4 2 2
27 4 3 3
28 3 3 3
29 4 4 3
30 3 2 2

94
Uji Validitas menggunakan SPSS

1. Masukkan data skor item dan total item ke dalam worksheet SPSS

2. Lakukan analisis korelasi


langkahnya klik analyze < correlate< bivariate

95
3. Masukkan variabel variabel yang akan dikorelasikan dengan mengisi
dialog box yang tersedia

96
4. Kemudian klik ok
5. Akan muncul tampilan output seperti berikut :

97
Deskripsi output :

Suatu item dikatakan valid jika terdapt korelasi yang nyata antara masing masing
item dengan total item. Berdasarkan output SPSS dapat diketahui bahwa ketiga
item valid (ditunjukkan dengan adanya korelasi yang nyata antara masing masing
item dengan total item)

6.3 Uji reliabilitas

Reliabilitas atau keandalan adalah konsistensi dari serangkaian pengukuran atau


serangkaian alat ukur. Hal tersebut bisa berupa pengukuran dari alat ukur yang
sama ( tes dengan tes ulang) akan memberikan hasil yang sama. Reliabilitas
berbeda dengan validitas. Artinya pengukuran yang dapat diandalkan akan
mengukur secara konsisten tapi belum tentu mengukur apa yang seharusnya
diukur. Dalam penelitian, reliabilitas adalah sejauh mana pengukuran dari suatu
tes tetap konsisten setelah dilakukan berulang ulang terhadap subjek dan dalam
kondisi yang sama. Penelitian dapat diandalkan bila memberikan hasil yang

98
konsisten untuk pengukuran yang sama. Penelitian dikatakan tidak bisa
diandalkan bila pengukuran yang berulang itu memberikan hasil yang berbeda.

Tinggi rendahnya reliabilitas secara empiris ditunjukkan oleh suatu angka yang
disebut sebagai koefisien reliabilitas. Pengujian reliabilitas instrumen
menggunakan rumus alpha cronbachs dengan formula sebagai berikut ; (cronbach,
1951)

2
𝑘 ∑ 𝑆𝑌𝑖
𝛼𝑐𝑟𝑜𝑛𝑏𝑎𝑐ℎ = (1 − )
𝑘−1 𝑆𝑋−𝑡𝑜𝑡

Dengan k = banyakya item

2
𝑆𝑌𝑖 = jumlah ragam item

𝑆𝑋−𝑡𝑜𝑡 = ragam skor total

Aturan dari nilai alpha cronbach (keputusan untuk reliabilitas) adalah sebagai
berikut : (George & Mallery, 2003)

≥ 0,9 excellent
0,8≤ α < 0,9 Baik
0,7≤ α < 0,8 Dapat diterima
0,6≤ α < 0,7 Cukup
0,5 ≤ α < 0,6 Rendah
<0,5 Tidak dapat
diterima

99
Teladan 6.2

Untuk data yang sama pada teladan 6.1 lakukan uji reliabilitas

Langkah-langkah pengujian reliabilitas dengan SPSS adalah sebagai berikut :

1. Klik analyze<scale<reliability analysis

2. Masukkan variabel variabel yang akan diuji reliabilitasnya

3. Akan muncul tampilan output seperti berikut :

100
Deskripsi output :

Dari output SPSS didapatkan nilai cronbachs alpha sebesar 0,790. Hal ini dapat
diartikan bahwa item tersebut reliabel dengan kriteria dapat diterima.

101
DAFTAR PUSTAKA

Alfredo H-S Ang & Wilson H. Tang. Alih Bahasa Binsar Hariandja. 1992.
Konsep-Konsep Probabilitas dalam Perencanaan dan Perancangan
Rekayasa- Prinsip-Prinsip Dasar. Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
Burhanudin 2012. Koefisien korelasi, Signifikasi dan Determinasi dalam
http://alvinburhani.wordpress.com/2012/06/28/koefisien-korelasi-
signifikansi-determinasi. Diakses pada tanggal 22 mei 2013
Furqon, 2004. Statistika Terapan Untuk Penelitian. Alfabeta. Bandung.
George, D., & Mallery, P. (2003). SPSS for Windows step by step: A simple
guide and reference. 11.0 update (4th ed.). Boston: Allyn & Bacon.
Hasan, Iqbal. 2004. Analisis Data Penelitian dengan Statistik. Jakarta: Bumi
Aksara.
Riduwan. 2003. Dasar-Dasar Statistika. Edisi Revisi. Bandung: Alfabeta.
Riskijah, S.S. dan Dewi, ML. 2013. Statistik Terapan. Politeknik Negeri Malang:
Jurusan Teknik Sipil (Untuk Kalangan Sendiri).
Wibisono, Yusuf. 2005. Metode Statistik. Yogyakarta: Gajah Mada University
Press.
Santoso, Purbayu Budi, dan Hamdani, Mulyawan (2010). Statistika Deskriptif
Dalam Bidang Ekonomi dan Niaga.
Sudaryono, dkk. 2012. Statistik Deskriptif for IT. Yogyakarta: Andi Offset
Sudjana, 1992. Metoda Statistika. Tarsito. Bandung
Supranto, J. 2009. Statistik Teori dan Aplikasi. Jilid 1. Jakarta: Erlangga
Supranto, J. 2009. Statistik Teori dan Aplikasi. Jilid 2. Jakarta: Erlangga
Walpole, R.E. 1990. Pengantar Statistika. Edisi ke 3. Jakarta : Gramedia Pustaka
Utama
Walpole, R. E & Myers, R.H. 1995. Ilmu Peluang dan Statistika untuk Insinyur
dan Ilmuwan. Edisi ke 4. Bandung : Institut Teknologi Bandung

102

Anda mungkin juga menyukai