Anda di halaman 1dari 17

II APLIKASI ENZIM PADA PENGOLAHAN BAKERY

Enzim kini banyak diaplikasikan dalam proses pengolahan bakery seperti roti.
Beberapa enzim sudah terbukti berpengaruh pada peningkatan mutu roti seperti
peningkatan volume, di antaranya α-amilase, glukosidase, xylanase,
transglutaminase (Steffolani et al. 2012). Enzim-enzim tersebut berperan dalam
pemecahan struktur pati dalam tepung terigu menjadi gula-gula sederhana yang
dapat langsung dimanfaatkan oleh khamir selama proses fermentasi roti. Menurut
Steffolani et al. (2012), glukosidase memperbaiki kelengketan adonan dan
kekompakan crumb roti, namun memiliki efek negatif terhadap keseragaman
crumb roti. Efek sinergis yang positif ditemukan pada kombinasi xylanase dan
α-amilase terhadap volume spesifik dan kekompakan crumb namun negatif
terhadap keseragaman crumb.
Pembuatan roti, tanpa disadari sudah memanfaatkan enzim endogenus dari
terigu dan enzim dari ragi untuk memperbaiki kualitas roti. Aktivitas enzim
tersebut, misalnya α-amilase, akan memengaruhi mutu terigu. Tujuan utama
aplikasi enzim amilase adalah memperbaiki proses fermentasi (dough leavening)
dalam proses pembuatan roti dan memperbaiki mutu simpannya (keeping quality)
dengan mempertahankan kesegaran yang lebih lama (Antara, 2010). Menurut
Gerrard (2000) TG-ase atau transglutaminase memiliki kemampuan untuk
memodifikasi protein gandum secara efektif sebagai hasil dari modifikasi untuk
beberapa sifat fisik yang penting pada adonan tepung meliputi kelengketan,
kemampuan untuk mengembang, serta sifat elastis dalam adonan. Jika
dibandingkan dengan L-asam askorbat yang sudah sekian lama digunakan sebagai
pengembang adonan, TG-ase telah terbukti mampu meningkatkan volume roti
meskipun dalam dosis yang sangat kecil. TG-ase juga dapat meningkatkan nilai
nutrisi dan nilai sensori pada produk bakery.
Enzim protease juga berperan dalam proses pengolahan roti. Penambahan
enzim protease mampu memperpendek waktu pencampuran roti dan mempercepat
pembentukan adonan yang konsisten. Protease dapat mengatur kekuatan ikatan
gluten sehingga adonan roti yang dihasilkan akan sesuai dengan spesifikasi produk
roti yang diinginkan, seperti roti, roll cake, biscuit, maupun wafer. Sedikit enzim
protease dapat memecah beberapa ikatan peptida menghasilkan penurunan
viskositas yang lebih cepat dari dispersi glutenin. Penggunaan enzim protease dapat
digunakan untuk memastikan pembentukan adonan roti yang seragam, membantu
mengendalikan pembentukan tekstur adonan roti, dan memperbaiki flavor produk
roti yang dihasilkan. Penambahan protease pada adonan roti dimaksudkan untuk
mengubah elastisitas serta tekstur dari gluten, sehingga volume roti dapat
ditingkatkan. Selain itu, waktu pembuatan roti dapat direduksi sekitar 30%
(Suhartono, 1989)
Penambahan enzim dalam adonan roti dapat menyebabkan hidrolisis secara
enzimatis sehingga dapat meningkatkan fungsionalitas karbohidrat pada roti.
Proses pembuatan roti akan terjadi gelatinisasi dimana proses ini merupakan suatu
peristiwa yang terjadi selama pemanggangan, sementara selama proses
penyimpanan, retrogradasi pati (amilopektin) biasanya diketahui untuk
menentukan banyaknya pengerasan (staling) pada roti (Gray & BeMiller, 2003).
Menurut Endah dan Lembong (2016) penambahan enzim α-amilase pada roti
akan menghasilkan roti yang memiliki karakteristik yang lebih padat, elastis,
manis dan memiliki aroma khas ragi yang semakin meningkat. Semakin
bertambahnya kadar α-amilase dan glukoamilase yang diberikan pada adonan
maka roti akan semakin padat, elastis, manis, dan beraroma khas ragi.

2.1 Enzim Amilase


Amilase adalah enzim hidrolase glikosida yang mengkatalisis pemecahan pati
menjadi gula. Amilase merupakan salah satu enzim yang paling penting dalam
bioteknologi saat ini (Souza dkk., 2010; Elhadi, dkk., 2011). Amilase merupakan
enzim yang memecah pati yang diproduksi oleh berbagai jenis mahluk hidup
seperti dari bakteri, jamur, tumbuhan, manusia (Pandey, dkk., 2000 dalam
Arunsasi, dkk., 2010). Amilase mewakili sekitar 30% dari produksi enzim industri
di seluruh dunia (Stefan, 2009).
Menurut Shipra, dkk. (2011), jenis-jenis enzim amilase adalah sebagai
berikut.
a. α-amilase
α-amilase adalah kalsium metalloenzymes, benar-benar tidak dapat
berfungsi dengan tidak adanya kalsium. α-amilase memotong karbohidrat
rantai panjang pada lokasi acak di sepanjang rantai pati, yang pada
akhirnya menghasilkan maltotriosa dan maltosa dari amilosa, atau maltosa,
glukosa dan "limit-dextrin "dari amilopektin. α-amilase cenderung lebih
cepat kerjanya dibanding β-amilase karena dapat bekerja di mana saja
pada substrat. Secara fisiologis pada manusia, baik amilase ludah dan
pankreas adalah α-amilase. Juga ditemukan pada tumbuhan, jamur
(ascomycetes dan basidiomycetes) dan bakteri (Bacillus).
b. β-amilase
β-amilase adalah bentuk lain dari amilase disintesis oleh bakteri, jamur,
dan tanaman. βamilase mengkatalisis hidrolisis ikatan glikosidik kedua
α-(1,4), bekerja membentuk ujung nonreducing, memecah maltosa
menjadi dua unit glukosa pada suatu waktu. Selama pematangan buah,
β-amilase memecah pati menjadi maltosa, sehingga menghasilkan rasa
manis pada buah yang matang. α-amilase dan β-amilase dijumpai dalam
biji, β-amilase muncul dalam bentuk tidak aktif sebelum perkecambahan,
sedangkan α-amilase dan protease muncul setelah perkecambahan dimulai.
Jaringan hewan tidak mengandung β-amilase.
c. γ-Amilase / glukoamilase
γ-amilase/ glukoamilase memecah ikatan glikosidik α-(1,6), selain
memecah ikatan glikosidik α(1,4) terakhir pada ujung non-reducing dari
amilosa dan amilopektin, sehingga menghasilkan glukosa. Tidak seperti
bentuk lain dari amilase, γ-amilase yang paling efisien dalam lingkungan
asam dan memiliki pH optimum 3. penambahan glukoamilase dapat lebih
mengaktifkan yeast dan mempercepat proses fermentasi atau
pengembangan adonan (dough leavening).

2.1.1. Pengaruh Enzim Amilase Terhadap Pengolahan Produk Bakery


Amilase telah diturunkan dari beberapa jamur, ragi, bakteri dan
actinomycetes. Akan tetapi, enzim dari jamur dan bakteri merupakan sumber yang
dominan pada sektor industri. Industri yang membutuhkan peranan enzim amilase
salah satunya adalah industri produk bakery seperti roti. Suplementasi roti dengan
α-amilase mengintensifkan amilolisis akan menjamin kualitas roti (Kruger dan
Lineback, 1987). Roti yang dibuat dengan penambahan α-amilase tetap segar
untuk kurun waktu yang lebih lama. Roti yang diperoleh juga, memiliki volume
yang lebih besar, meningkatkan porositas inti dan elastisitas, warna kerak lebih
intens, rasa lebih jelas dan kesegaran lebih lama (Bordei, 2004).
Selain itu, senyawa dekstrin yang dihasilkan akan memberikan efek anti
stalling, yakni dapat menghambat proses adonan menjadi terlalu keras akibat
terbentuknya ikatan protein. Efek anti stalling ini memiliki dampak yang baik
pada kualitas produk akhir roti volume adonan roti (loaf) menjadi lebih besar serta
lembut (Maarel dan Veen, 2002). Pada suhu yang stabil, penambahan enzim
dengan dosis yang berlebihan akan menghasilkan jumlah dekstrin yang berlebihan
sehingga roti yang dihasilkan akan terlalu lembek dan lengket. Oleh karena itu,
penambahan enzim amilase lebih cocok ditambahkan pada adonan yang
memerlukan degradasi pati yang besar. Sebaliknya, apabila dosis penambahan
amilase ini terlalu sedikit maka tidak akan menghasilkan dekstrin dan tidak
berpengaruh apa-apa terhadap reologi adonan dan kualitas produk akhir roti
(Cauvain dan Young, 2006).

2.1.2. Mekanisme Kerja Enzim Amilase


Terdapat dua cara penggunaan enzim dalam pengolahan pangan, yaitu
memanfaatkan enzim yang secara alami terdapat dalam bahan baku (enzim
endogenus) dan menambahkan enzim kedalam bahan pangan yang diolah (enzim
eksogenus). Tepung terigu sebagai bahan baku pembuatan roti memiliki enzim
β-amilase secara alami namun kekurangan enzim α-amilase untuk mendapatkan
kualitas roti yang optimal. Roti yang dibuat dengan penambahan α-amilase akan
tetap segar untuk kurun waktu yang lama, hal ini disebabkan oleh sifat enzim
α-amilase yang mampu memotong rantai karbon pada pati menjadi rantai dekstrin,
dekstrin yang terakumulasi ini akan menghasilkan gelatinisasi yang lebih baik dari
pati yang tidak terhidrolisis. Roti yang diperoleh juga memiliki volume yang lebih
besar, meningkatkan prositas inti dan elastisitas, warna kerak lebih intens, rasa
lebih jelas dan kesegaran lebih lama.
Alfa Amilase/ α-amilase (α-1,4-glukan-4-glukanohidrolase ) merupakan
famili endoamilase yang secara acak mengkatalisis hidrolisis awal ikatan
glikosidik α-(1,4) dalam pati menjadi oligosakarida lebih pendek dengan berat
molekul yang rendah, seperti glukosa, maltosa, dan unit maltotriosa. (Mishra
and Dadhich, 2010). Produk akhir reaksi α-amilase adalah oligosakarida dengan
berbagai panjang dengan konfigurasi-α, α-limit dekstrin, yang merupakan
campuran maltosa, maltotriosa, dan oligosakarida bercabang yang terdiri dari 6-8
unit glukosa yang mengandung ikatan α-1,4 dan α-1,6 (Souza and Magalhaes,
2010).
α-amilase secara rutin ditambahkan ke adonan roti dalam rangka untuk
menambah jumlah dekstrin dengan derajat polimerisasi 3-9 yang merupakan
produk hasil konversi pati menjadi maltosa. Berat molekul yang rendah dari
dekstrin sangat efektif dalam menurunkan kekerasan roti, sehingga menghasilkan
perbaikan dalam volume dan tekstur produk (Hopek et al, 2006). Secara komersial
enzim α-amilase dihasilkan baik oleh bakteri seperti dari genus Bacillus, maupun
kapang dari genus Aspergillus dan Rhizopus (Setiasih S dkk, 2006). Saat ini,
amilase maltogenik yang termostabil hasil dari Bacillus stearothermophilus
merupakan enzim yang sering digunakan secara komersial pada industri roti
(Souza and Magalhaes, 2010).
Tahapan proses pembuatan roti dan formulasinya sangat bervariasi dari satu
pabrik dengan pabrik roti yang lain. Namun demikian, secara umum tahapan
proses pembuatan roti terdiri dari:
1. Pencampuran adonan
Granula pati yang terkandung di dalam tepung gandum dapat dirusak oleh
α-amilase menghasilkan amilosa yang terlarut yang merupakan substrat
enzim untuk proses degradasi amilosa selanjutnya. Hidrolisis pati ini
sangat penting perannya terhadap karakteristik reologi adonan karena
sejumlah air akan diikat oleh pati yang terhidrolisis (amilosa terlarut).
Pada proses pencampuran adonan terjadi transfer massa yang lebih intensif.
Kontak enzim dengan substrat (amilosa terlarut) dapat berjalan dengan
lebih baik sehingga akan dihasilkan gula-gula sederhana seperti glukosa
dan maltosa. Selama proses ini juga akan dihasilkan dextrin. Gula-gula
sederhana yang terbentuk tadi akan sangat dibutuhkan pada saat
fermentasi adonan. Amilolisis yang terbatas dapat berpengaruh positif
terhadap adonan, yaitu diperoleh adonan yang tidak keras (lembut).
Namun, proses amilolisis yang terlalu intensif akan menyebabkan adonan
kehilangan air dan dextrin yang terbentuk terlalu banyak sehingga
menyebabkan adonan menjadi lengket. Oleh sebab itu optimasi
penambahan α-amilase dan suhu serta lama pencampuran adonan perlu
dilakukan untuk menentukan karakteristik adonan yang terbentuk.
2. Fermentasi adonan
Proses fermentasi didefinisikan sebagai proses penguraian asam amino
secara anaerobik yaitu tanpa memerlukan oksigen. Senyawa utama yang
dapat diuraikan dalam fermentasi adalah karbohidrat yang telah terlebih
dahulu dipecah menjadi gula sederhana, misalnya hidrolisis pati menjadi
unit-unit glukosa. Bahan dasar pembuat tepung bila dicampur bersama,
menyebabkan pati dan protein dari tepung akan menyerap air lalu
membentuk adonan dan ragi mulai memfermentasi gula yang ada dan
menghasilkan karbon dioksida (CO2). Peragian adonan ditunjukkan
dengan adonan mulai memuai karena pembentukan karbondioksida yang
ditahan dalam adonan. Maltosa dan glukosa sangat penting sebagai
substrat bagi yeast selama fermentasi adonan. Penambahan
glukoamilase/γ-amilase dapat meningkatkan terbentuknya glukosa yang
lebih cepat yang kemudian akan dimanfaatkan oleh yeast, sehingga
penambahan glukoamilase dapat lebih mengaktifkan yeast dan
mempercepat proses fermentasi atau pengembangan adonan (dough
leavening).
3. Pemanggangan di dalam oven
Pada pemanggangan dalam oven, sebagian air hilang, ragi mulai terbunuh,
pati bergelatinisasi dan protein menggumpal sehingga memberikan bentuk
yang stabil pada roti. Pada saat awal proses pemanggangan terjadi
penurunan viskositas adonan dan peningkatan aktivitas enzim. Ketika suhu
mencapai 56°C maka mulai terjadi gelatinisasi pati dan memudahkan
terjadinya amilolisis. Suhu optimal aktivitas enzim dan kerusakan akibat
panas sangat bervariasi. Hidrolisis pati yang tergelatinisasi akan
membentuk dextrin dan gula sederhana, dan pada saat yang bersamaan
terjadi pelepasan air. Hal ini berkontribusi terhadap kelengketan remah roti
(crumb stickiness) dan meningkatkan intensitas warna kulit roti (crust
color). Warna kulit roti merupakan hasil dari reaksi Maillard, oleh karena
itu peningkatan konsentrasi oligosakarida dan gula-gula sederhana yang
dihasilkan dari aktivitas glukoamilase/γ-amilase mengakibatkan
peningkatan reaksi pencoklatan. Perbaikan pada proses fermentasi juga
menghasilkan volume roti yang lebih besar dengan tekstur yang lembut.

2.2 Enzim Protease


Protease adalah enzim yang berperan dalam reaksi pemecahan protein.
Enzim ini akan mengkatalisis reaksi-reaksi hidrolisis, yaitu rekasi yang
melibatkan unsur air pada ikatan spesifik substrat. Protease merupakan enzim
yang sangat kompleks, mempunyai sifat fisika-kimia dan sifat-sifat katalitik yang
sangat bervariasi, enzim ini dihasilkan secara ekstraseluler oleh mikroorganisme
dan mempunyai peranan yang sangat penting dalam metabolisme sel dan
keteraturan dalam sel (Whitaker, 2004).
Protease adalah enzim yang menghidrolisis ikatan peptida pada molekul
protein yang menghasilkan peptida atau asam amino. Protein terdiri atas molekul
asam amino yang bervariasi jumlahnya, berkisar antara 10 sampai ribuan yang
berfungsi sebagai unit penyusun polimer protein yang terangkai melalui ikatan
peptida. Protein yang memiliki lebih dari 10 asam amino disebut polipeptida,
sedangkan istilah protein ditujukan bagi polimer asam amino dengan jumlah di
atas 100 (Whitaker, 2004).

2.2.1 Pengaruh Enzim Protease Terhadap Pengolahan Bakery


Berdasarkan cara kerjanya protease terbagi menjadi dua, yaitu : (Whitaker,
2004).
1. Proteolisis tebatas, yang memecah hanya satu atau beberapa ikatan peptida
tertentu dari sebuah protein target. Contohnya adalah perubahan
prohormon menjadi hormon.
2. Proteolitis tak terbatas, yaitu mendegradasi protein menjadi asam amino
penyusunnya.
Berdasarkan letak pemutusan ikatan peptida protease dibedakan menjadi
endopeptidase dan eksopeptidase. Endopeptidase memutuskan ikatan peptida
yang berada di dalam rantai protein sehingga dihasilkan peptida dan polipeptida,
sedangkan eksopeptida menguraikan protein ujung rantai sehingga dihasilkan
suatu asam amino dan sisa peptida (Whitaker, 2004).
Protease adalah salah satu enzim yang memiliki prospek paling baik
untuk dikembangkan karena dipandang cukup luas aplikasinya dalam berbagai
industri, baik pangan maupun non pangan. Dalam pembuatan roti, dikenal pula
penambahan enzim protease yang berguna untuk meningkatkan kualitas adonan.
(Ward, 2003).
Penggunaan enzim protease bermanfaat untuk mengatur kekuatan dari ikatan
gluten sehingga adonan roti yang dihasilkan akan sesuai dengan spesifikasi
produk roti yang diinginkan, seperti roti, roll cake, biscuit, maupun wafer. Pada
pembuatan adonan yang mengandung protein tinggi seperti pada pizza, kue-kue
tertentu dan beberapa jenis biskuit protease akan memperbaiki elastisitas adonan
sehingga mudah ditiskan pada saat pencetakan Penambahan enzim protease
mampu melunakkan adonan dikarenakan enzim protease merupakan enzim
proteolitik yang mampu memotong polimer molekul protein sehingga dapat
dihasilkan molekul-molekul yang lebih sederhana. Dalam hal pembuatan roti,
enzim protease akan menghidrolisis ikatan polipeptida sehingga akan dihasilkan
produk dekomposisi berupa senyawa sederhana seperti peptida dan asam amino.
(Ward, 2003).
Penambahan dosis enzim protease dalam jumlah sedikit mampu memecah
beberapa ikatan peptida yang mengakibatkan penurunan viskositas yang lebih
cepat dari dispersi glutenin. Namun, optimasi terhadap aktivitas protease ini perlu
diperhatikan, karena dapat menyebabkan pecahnya ikatan peptida terlalu banyak,
yang memungkinan menurunnya elastisitas gluten yang terbentuk sehingga
produk akhir roti menjadi lebih kaku. (Ward, 2003).
Protease akan mengubah sifat-sifat viskoelastik adonan dengan
menghidrolisis ikatan peptida pada interior gluten sehingga mempersingkat
waktu pengembangan gluten. Hal ini sejalan dengan pengujian reologi
menggunakan farinograph yang menghasilkan penurunan waktu pengembangan
adonan dan stabilitas; serta peningkatan ekstensibilitas. Penurunan waktu
pengembangan adonan dan stabilitas ini berkaitan dengan lemahnya struktur
adonan, sehingga meningkatkan nilai ekstensibilitas adonan.(Ward, 2003)
Penggunaan enzim protease dapat digunakan untuk memastikan pembentukan
adonan roti yang seragam dan meniadakan gelembung udara selama pembakaran.
Selain itu, enzim protease juga akan membebaskan asam amino dari gluten yang
akan bereaksi dengan gula selama pembakaran roti sehingga menimbulkan aroma
dan warna yang diinginkan (Whitaker, 2004).

2.2.2. Mekanisme Enzim Protease


Protease merupakan kelompok enzim-enzim yang sangat kompleks yang
menduduki posisi sentral dalam aplikasinya pada bidang fisiologis dan
produkproduk komersil. Protease ekstraseluler sebagian besar berperan dalam
hidrolisis substrat polipeptida besar. Enzim proteolitik intraseluler memainkan
peran penting dalam metabolisme dan proses regulasi pada sel hewan, tumbuhan
dan mikroorganisme, seperti menggantikan protein, memelihara keseimbangan
antara degradasi dan sintesis protein. Protease intraseluler berperan dalam fungsi
fisiologis lainnya, seperti penecernaan, maturasi hormon, perakitan virus, respon
imun, imflamantasi, fertilisasi, koagulasi darah, fibrinolisis, kontrol tekanan darah,
sporulasi, germinasi dan pathogenesis. Protease juga diimplikasikan dalam peran
regulasi ekspresi gen, perbaikan DNA, dan sintesis DNA (Rao et al., 1998).
Protease dihasilkan dari tiga sumber utama, yaitu tanaman, hewan dan
mikroba. Enzim papain, bromelin dan fisin merupakan protease yang dihasilkan
dari tanaman. Sedangkan tripsin, kemotripsin, pepsin, dan rennin merupakan
protease yang berasal dari hewan. Kelemahan tanaman sebagai sumber protease
adalah kesulitan untuk melakukan ekstraksi enzim efisien karena membutuhkan
peralatan berat untuk menghancurkan jaringan tanaman yang besar dan keras
(Lehninger, 2005). Selain itu, pertumbuhan tanaman terlalu lama untuk produksi
enzim skala besar. Produksi protease dari hewan pun sangat terbatas,
membutuhkan jumlah hewan dan biaya yang besar karena proses ekstraksi enzim
dari jaringan hewan sulit dilakukan. Enzim dari hewan paling banyak digunakan
dalam industri pangan adalah kimosin, yaitu pada industri keju. Sedangkan enzim
tanaman yang paling banyak digunakan dalam industri pangan adalah papain dan
bromelin. Pada tahun 1950-1960, pemanfaatan enzim dari hewan dan tanaman
mulai digantikan oleh enzim mikrobial (Nagodawithana dan Reed, 1993).
Mikroba merupakan sumber protease terbaik karena pertumbuhan mikroba
relatif cepat dan mudah diatur sehingga mutu enzim yang dihasilkan lebih
seragam (Standbury dan Whitaker, 1984). Sebagian besar enzim mikroba yang
dihasilkan secara komersial adalah enzim ekstraseluler yang diproduksi di dalam
sel dan dikeluarkan ke cairan lingkungan sekitar tempat sel tumbuh. Lehninger
(2005) mengatakan bahwa hal ini merupakan salah satu kelebihan mikroba
dibandingkan hewan dan tanaman yang membutuhkan proses penghancuran sel
untuk mendapatkan enzim yang diinginkan. Contoh mikroba penghasil enzim
yang aman untuk pangan adalah Aspergillus niger, A. orizae, A. awamori, Mucor
miehei, Bcillus subtilis, B. licheniformis, dan Saccharomyces cereviseae
(Nagodawithana dan Reed, 1993).

2.2.3. Mekanisme Umum Hidrolisis Enzimatik


Protease adalah enzim yang mengkatalisis pemecahan ikatan peptida dalam
peptida, polipeptida dan protein dengan menggunakan reaksi hidrolisis menjadi
molekul-molekul yang lebih sederhana seperti peptida rantai pendek dan asam
amino (Naiola dan Widyastuti, 2002). Banyak protease mengkatalisis dengan
reaksi yang sama dengan reaski kimia umum, reaksi hidrolisis yang serupa
ditunjukkan pada Gambar 2.1 (Moran et al., 1994).
Gambar 1. Mekanisme umum hidrolisis enzimatik substrat peptida (Moran et al.,
1994)
Hidrolisis ikatan peptida adalah reaksi penambahan-penghilangan, dimana
protease bertindak sebagai nukleofilik atau bereaksi dengan membentuk satu
molekul air (Bauer et al., 1996). Secara umum nukleofilik membentuk
intermediate tetrahedral dengan atom karbon karbonil pada ikatan peptida. Satu
gugus amina dilepaskan dan dikeluarkan dari sisi aktif, yang digantikan secara
bersamaan dengan satu molekul air. Pada protease tertentu, adisi enzim-asil dapat
dibentuk, seperti pada Gambar 2.1. intermediat tetrahedral kedua akhirnya
dibentuk dan menghasilkan produk karboksilat, proton dan enzim bebas yang
diregenerasi (Moran et al., 1994).
Berdasarkan cara kerjanya, Palmer (1995) membagi menjadi dua, yaitu 1)
proteolisis terbatas, yang memecah hanya satu atau beberapa ikatan peptida tertentu
dari sebuah protein target. Contohnya adalah perubahan prohormon menjadi
hormon. 2) Proteolisis tak terbatas, yaitu mendegradasi protein menjadi asam
amino penyusunnya. Dilihat dari letak pemutusan ikatan peptida, protease
dibedakan menjadi endopeptidase atau proteinase (EC 3.4.21-99) dan
eksopeptidase (EC 3.4.11-21). Endopeptidase memutuskan ikatan peptida yang
berada di dalam rantai protein sehingga dihasilkan peptida dan polipeptida,
sedangkan eksopeptidase menguraikan protein dari ujung rantai sehingga
dihasilkan satu asam amino dan sisa peptida.
Eksoprotease memecah protein dari ujung rantai polipeptida baik dari ujung
amino atau karboksi substrat sehingga menghasilkan asam amino dan sisa peptida
sedangkan endoprotease memotong ikatan polipeptida protein pada bagian dalam
sehingga menghasilkan sejurnlah peptida. Kedua golongan protease tersebut
masing-masing dapat dipilah lebih lanjut berdasarkan spesifisitas substratnya.
Eksopeptidase yang rnemotong rantai polipeptida dari ujung karboksil bebas
disebut sebagai karboksipeptidase dan yang memotong dari ujung asam amino
dikenal sebagai aminopeptidase. Protease juga mampu menghidrolisis protein
yang pada ujung amino atau karboksi diganti dengan pteroil atau gugus asil,
protease ini dikelompokkan sebagai peptidase omega. Penggolongan
endopeptidase lebih kompleks dibandingkan eksopeptidase. Keunikan pemotongan
endopeptidase sangat khas pada masing-masing jenis endopeptidase. Sebagian
endopeptidase memotong ikatan peptida berdasarkan jenis asam amino tertentu
pada atau yang berdekatan dengan situs pemotongan, sebagian enzim memotong
ikatan polipeptida secara acak (Ward, 1985).

2.3 Enzim Transglutaminase


Transglutaminase adalah enzim yang mengkatalis pembentukan ikatan silang
antar molekul protein (pembentukan polimer antar molekul protein).
Transglutaminase tersebar secara luas pada organisme eukariot dan prokariot,
akan tetapi karakteristik transglutaminase yang paling baik, yaitu
berasal dari mamalia. Enzim transglutaminase mempunyai nama sistematika
yaitu amin-γ-glutamiltransferase yang termasuk ke dalam kelas enzim transferase
(E.C.2), asiltransferase (E.C.2.3), aminoasiltransferase (E.C.2.3.2), protein
glutamin-γ-glutamiltransferase dan mempunyai nama alternatif yaitu fibrinoligase.
Enzim ini memiliki pH optimum berkiasar antara 5-8, tetapi pada pH 4 atau 9,
transglutaminase masih menunjukkan aktivitas enzimatik, suhu optimum untuk
aktivitas enzimatik adalah 50-55oC dan dapat melakukan aktivitas enzimatik terus
menerus secara penuh meski berlangsung pada suhu 50oC selama 10 menit.
Transglutaminase kehilangan aktivitas enzimatik dalam beberapa menit pada
pemanasan mencapai 70oC. Transglutaminase masih mengeluarkan aktivitas
enzimatik pada suhu 10oC, dan masih menunjukkan beberapa aktivitas pada suhu
sedikit di atas titik beku (Motoki et al., 1986).

2.3.1 Pengaruh Enzim Transglutaminase Terhadap Pengolahan Bakery


Enzim transglutaminase telah mampu memperbaiki sifat-sifat rheologis dari
pangan. Penelitian tentang penggunaan enzim transglutaminase dalam bidang
pangan meluas sejak ditemukannya Ca2+- independent microbial transglutaminase
dari varian Streptoverticillium mobaraense dan dari Streptoverticillium
ladakanum (Mayashopha et al., 2015). Salah satu aplikasi enzim transglutaminase
pada pangan adalah pengolahan bakery. Gerrard et al. (2001) mengemukakan
pada pengolahan bakery TG-ase memiliki kemampuan untuk memodifikasi
protein gandum secara efektif sebagai hasil dari modifikasi untuk beberapa sifat
fisik yang penting pada adonan tepung meliputi kelengketan, kemampuan untuk
mengembang, serta sifat elastis dalam adonan. Jika dibandingkan dengan L-asam
askorbat yang sudah sekian lama digunakan sebagai pengembang adonan, TG-ase
telah terbukti mampu meningkatkan volume roti meskipun dalam dosis yang
sangat kecil.
Nuraisyah et al. (2018) juga mengemukakan hasil yang serupa yaitu enzim
transglutaminase berperan sebagai pembentuk tekstur pada pengolahan bakery
dikarenakan crosslinking protein memberikan sifat viskoelastis yang baik. Selain
itu Nuraisyah et al. (2018) juga mengemukakan enzim transglutaminase dapat
meningkatkan kemampuan mengikat air serta protein pada produk roti.
Keberadaan enzim transglutaminase juga membantu meningkatkan kemampuan
menahan air (Dłużewska et al., 2014) sebagai hasil dari terbentuknya tautan silang
yang memperkuat jaringan protein (Lorenzen et al., 2011) dan sebagai hasil dari
reaksi deaminasi residu glutamin menjadi asam glutamat yang menurunkan
hidrofobisitas lingkungan (Gerrard et al., 1998; Joye et al., 2009).

2.3.2. Mekanisme Transglutaminase pada Pembuatan Roti


Menurut Nielsen, et al 1995) mekanisme kerja enzim transglutaminase yaitu
mengakatalis reaksi antara residu asam amino lisin dan residu asam amino
glutamin dan membentuk ikatan 𝜀 -( 𝛾 -glutamil) lisin isopeptida yang
menghasilkan penggabungan ikatan kovalen inter atau intramolekuler yang
berikatan silang dengan protein makanan (Gambar 1).

Gambar 1. Reaksi cross-linking protein dengan bantuan mikrobial


transglutaminase (Cross-linking reaction using microbial transglutaminase)
(Nielsen, et al., 1995)
Transglutaminase mengkatalisis reaksi transfer asil, dimana grup
γ-karboksiamida dari peptida yang mengikat residu glutamil adalah donor asil.
Gugus dari peptida yang mengikat lisin biasanya berfungsi sebagai aseptor asil.
Hasilnya adalah ikatan silang peptida yang mengikat residu residu glutamin dan
lisin, ikatan isopeptida ε (-γ-glutamyil) lisin serta terbentuknya polimer berbobot
molekul tinggi. Reaksi lain yang dikatalisis oleh transglutaminase adalah reaksi
deamidasi dan penggabungan gugus amino primer. Tanpa amin primer pada
sistem reaksi, air menjadi penerima asil dan kelompok γ-karboksamida dari residu
glutamin dideamidasi menjadi residu asam glutamat (Kashiwagi et al. 2002).
Reaksi umum katalis transglutaminase dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Reaksi umum katalisis oleh transglutaminase: (a) reaksi


acyl-transfer; (b) reaksi cross-linking (c) deamidasi (Kuraishi et al. 2001)

Transglutaminase juga bekerja pada protein gandum. Fungsi dasar dari


tepung gandum adalah gluten. Gluten memiliki sifat penting ketika ditambah air
dan dengan kerja mekanik akan membentuk adonan elastis. Hal ini dibentuk oleh
ikatan antar molekul protein. Ikatan tiga dimensi akan menghasilkan adonan yang
kuat. Semakin lama adonan diaduk, semakin banyak ikatan yang terbentuk.
Dengan alasan inilah mengapa adonan diremas-remas jika menginginkan struktur
yang kuat. Gerakan mekanik yang berlebihan seperti pengadukan atau peremasan
yang berlebiha akan menyebabkan gluten menjadi pecah (Potter, et al., 1995).
Oleh karena itu, diperlukan penambahan enzim salah satunya
transglutaminase untuk memodifikasi protein gandum secara efektif sebagai hasil
dari modifikasi untuk beberapa sifat fisik yang penting pada adonan tepung
meliputi kelengketan, kemampuan untuk mengembang, serta sifat elastis dalam
adonan.
Protein gluten memiliki kandungan glutamin yang tinggi, tetapi kandungan
asam amino essensialnya, yaitu lisin, metionin dan triptofan rendah.
Transglutaminase menginduksi formasi polimer yang berat molekulnya tinggi,
walaupun kandungan lisinnya rendah dalam protein gluten. Transglutaminase
membentuk ε-(γ-glutamyl) lysine yang mengikat silang memperkuat struktur
jaringan dan memodifikasi viskoelastisitas dari gluten. Larre et al. (2000) telah
mempelajari perilaku reologi gluten yang diperlakukan dengan transglutaminase.
Di antara pembentukan protein gluten, berat molekul sub unit glutenin yang tinggi
yang paling berpengaruh dalam reaksi ikat silang (cross-linking). Gluten yang
dimodifikasi dengan transglutaminase kurang sensitif terhadap panas daripada
gluten yang tidak dimodifikasi, dan telah disimpulkan bahwa perlakuan enzimatik
menyebabkan sangat menguatkan jaringan. Studi lain menunjukkan hal yang
menarik pada protein gandum, Babiker et al. (1996) menemukan sifat gluten
fungsional ditingkatkan oleh protease pencernaan atau hidrolisis asam diikuti oleh
perlakuan transglutaminase. Aktivitas optimum enzim ini berada pada pH 5-8 dan
suhu 70°C tetapi masih dapat aktif pada suhu 10°C (Motoki dan Kumazawa
2000).
Filianty et al. (2011) memanfaatkan transglutaminase dan glukosa oksidase
untuk peningkatan kualitas roti komposit tepung gandum-sorgum melalui
pembentukkan jejaring protein dalam roti. Transglutaminase (TS;
protein-glutamin-gamma-glutamiltransferase) dilaporkan memiliki kemampuan
membentuk ikatan silang diantara protein pangan (Kuraishi et al. 2002).
Transglutaminase yang digunakan dalam pembuatan roti dapat meningkatkan
fungsionalitas protein tepung melalui pembentukkan polimer besar yang tidak
larut (Caballero et al. 2005). Glutenin dengan bobot molekul tinggi adalah fraksi
protein yang paling dipengaruhi, namun glutenin berbobot molekul rendah, seperti
gliadin, bahkan albumin dan globulin (Gerrard et al. 2002) juga dapat sebagai
substrat untuk transglutaminase.

A. Cross-Linking Transglutaminase dalam Pembentukan Jejaring Protein


Kualitas dan struktut roti dipengaruhi oleh komponen gluten yang ada di
dalam tepung. Protein tepung gandum terdiri dari empat fraksi berdasarkan
kelarutannya, yaitu albumin yang larut dalam air, globulin, dan prolamin yang
larut dalam larutan garam, gliadin yang larut dalam alkohol 70% dan glutenin
yang larut dalam larutan alkali encer. Glutenin dan gliadin yang dibasahi dan
diuleni akan membentuk gluten. Gliadin memberi elastisitas dan glutenin berperan
dalam kemampuan adonan untuk menahan gas dalam adonan serta menentukan
struktur roti (Safari et al. 2013).
Transglutaminase akan membentuk ikatan intra dan inter molekuler,
sehingga degradasi protein dalam proses pembuatan roti tidak terjadi. Enzim ini
mengkatalisis reaksi perpindahan gugus asil sehingga menghasilkan ikatan silang
dan ikatan kovalen antara residu amino L-lisin dan L-glutamin. Fungsi utama dari
transglutaminase adalah membentuk ε-(𝛾-glutamil) lisin isopeptida yang berikatan
silang (cross-linking) secara alami dengan protein atau peptida sehinga terjadi
polimerisasi (Moore et al. 2006). ε-( 𝛾 -glutamil) lisin isopeptida obligasi
menghasilkan baik intra dan inter lintas molekul menghubungkan protein, yang
menyebabkan polimerisasi. Skema proses tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Reaksi dikatalisis oleh Transglutaminase


( Griffin et al. 2002)
V. KESIMPULAN
 Proses pengolahan produk bakery seperti roti dapat ditambahkan enzim
untuk meningkatkan kualitas mutu roti seperti peningkatan volume,
meningkatkan nilai gizi dan nilai sensori.
 Enzim transgluminase dapat membuat produk bakery menjadi lebih
mengembang, lengket, dan membuat roti lebih mampu menahan air.
Mekanisme kerja enzim transglutaminase yaitu mengakatalis reaksi antara
residu asam amino lisin dan residu asam amino glutamin dan membentuk
ikatan -(-glutamil) lisin isopeptida.
 Enzim amilase dapat diaplikasikan pada proses pembuatan roti. Roti yang
diperoleh juga, memiliki volume yang lebih besar, meningkatkan porositas
inti dan elastisitas, warna kerak lebih intens, sensori lebih baik dan
kesegaran lebih lama dibandingkan roti yang tidak ditambahkan enzim
amilase. Amilase akan menghidrolisis granula pati pada tepung menjadi
gula sederhana seperti glukosa dan maltosa. Hal ini dapat mempercepat
proses pembentukan glukosa sehingga aktivitas yeast akan meningkat dan
mempercepat proses fermentasi.
 Enzim protease dapat memperbaiki sifat elastisitas roti dan membuat
pori-pori roti lebih seragam. Penambahan enzim protease mampu
melunakkan adonan dikarenakan enzim protease merupakan enzim
proteolitik yang mampu memotong polimer molekul protein sehingga
dapat dihasilkan molekul-molekul yang lebih sederhana. Enzim protease
bekerja dengan cara menghidrolisis ikatan polipeptida sehingga akan
dihasilkan produk dekomposisi berupa senyawa sederhana seperti peptida
dan asam amino.

Anda mungkin juga menyukai