Teknik analisis AHP, di latarbelakangi oleh bagaimana menyelesaikan masalah yang kompleks
dengan pilihan yang rancu namun harus tau mana yang harus diprioritaskan. Seperti dalam
masalah kemiskinan dalam menentukan mana yang harus didahulukan anatara masalah a, b, c,
atau d haruslah menggunakan teknink analisis AHP. Kebiasaan yang sering terjadi dalam
masalah-masalah yang harus di analisa dengan AHP adalah keinginan yang bertolak belakang
antara satu kelompok masyarakat dengan kelompok masyarakat lainnya. Jadi Analytic Hierarchy
Process (AHP) merupakan sebuah proses yang membantu para pengambil keputusan untuk
memperoleh solusi terbaik dengan mendekomposisi permasalahan kompleks ke dalam bentuk
yang lebih sederhana untuk kemudian melakukan sintesis terhadap berbagai faktor yang terlibat
dalam permasalahan pengambilan keputusan tersebut. AHP mempertimbangkan aspek kualitatif
dan kuantitatif dari suatu keputusan dan mengurangi kompleksitas suatu keputusan dengan
membuat perbandingan satu-satu dari berbagai kriteria yang dipilih untuk kemudian mengolah
dan memperoleh hasilnya. Teknik ini tidak hanya membantu para pengambil keputusan untuk
memperoleh alternatif solusi yang terbaik, tetapi juga memberikan pemahaman rasional yang
jelas untuk pilihan yang diambil. Alat analisis AHP adalah alat analisis evaluasi pro dan kontra
terhadap suatu set pilihan atau kebijakan secara rasional, alat analisis keputusan secara
kuantitatif dan kualitatif berdasarkan argument yang logis, Alat evaluasi dan representasi solusi
secara sederhana melalui model hirarki, Alat pengujian kualitas keputusan yang berfungsi untuk
mengetahui sejauh mana keputusan yang dihasilkan berkualitas/konsisten. Beberapa prinsip AHP
yang pertama adalah Hierarchy Thinking yang berarti Membagi-bagi sesuatu permasalahan yang
kompleks dan tidak terstruktur ke dalam bagian-bagian yang terstruktur
Pada tahapan ini, seluruh kriteria yang berada pada setiap tingkat hirarki diberikan penilaian kepentingan
relatif antara satu kriteria dengan kriteria lainnya. Penilaian tersebut menggunakan standar pembobotan
Saaty dengan skala berkisar dari 1 hingga 9 dan kebalikannya. Keterangan mengenai skala tersebut dapat
dilihat pada tabel berikut:
ai,k , menyatakan elemen matriks A baris ke-i kolom ke- k dan ak,j , menyatakan
elemen matriks A baris ke- k kolom ke- j.
o Jumlahkan elemen setiap baris matriks A2 sehingga diperoleh suatu matriks B
dengan menggunakan rumus berikut:
o Dari matriks B yang telah diperoleh pada langkah 2 di atas, selanjutnya dilakukan
normalisasi terhadap matriks B untuk memperoleh nilai eigenvector dari matriks
B tersebut. Nilai eigenvector dari matriks B ini digambarkan dalam bentuk
matriks E sebagai berikut:
ei menyatakan elemen matriks E baris ke-i.
Ketiga proses di atas dilakukan berulang-ulang dan pada setiap akhir iterasi dicari selisih
nilai eigenvector matriks E yang diperoleh dengan nilai eigenvector matriks E
sebelumnya sampai diperoleh angka yang mendekati nol. Matriks E yang diperoleh pada
langkah terakhir menunjukkan prioritas kriteria yang ditunjukkan oleh koefisien nilai
eigenvector.
Alta,b menyatakan elemen matriks Alt baris ke- a kolom ke- b dan Eb menyatakan elemen
matriks E baris ke- b.
Penilaian antara satu kriteria dengan kriteria lain tidak bisa sepenuhnya konsisten.
Inkonsistensi ini dapat disebabkan oleh kesalahan memasukkan penilaian ke dalam
sistem, kurangnya informasi, kurangnya konsentrasi, dunia nyata yang tidak selalu
konsisten, atau model struktur hirarki yang kurang sesuai. Metode AHP mengijinkan
terjadinya inkonsistensi penilaian kriteria, tetapi inkonsistensi penilaian tersebut tidak
boleh melebihi nilai rasio konsistensi sebesar 10%. Rasio konsistensi ini dapat diperoleh
dengan langkah sebagai berikut :
1. Menghitung λmax dari setiap matriks berorde n dengan cara menjumlahkan hasil
perkalian antara jumlah bobot seluruh kriteria pada masing-masing kolom matriks dengan
nilai eigenvector utama dari matriks.
Keterangan:
CI = consistency index (indeks konsistensi)
n = orde dari matriks
λmax = nilai eigenvector terbesar dari matriks
Keterangan:
CR = consistency ratio (rasio konsistensi)
RI = random index (indeks acak) untuk setiap matriks berorde n.
Tabel berikut ini menunjukkan nilai indeks acak untuk setiap matriks berorde 1 hingga
10:
ANALYTIC HIERARCHY PROCESS (AHP) UNTUK PENENTUAN
RANGKING PENGGUNAAN LAHAN
Metode Penelitian
Setelah dilakukan studi literatur, ditentukan alternatif yang menjadi tujuan sebagai berikut :
Hasil perhitungan dengan Software Expert Choice didapatkan nilai-nilai rangking sesuai
dengan Tabel 4
Alternatif Nilai
Permukiman Penduduk 0,270
Lahan Pertaniann 0,319
Kawasan Perdagangan dan Jasa 0,204
Kawasan Industri 0,207
Tabel 4. Rangking Alternatif
Berdasarkan Tabel 4, lahan pertanian mempunyai prosentase tertinggi sebesar 31.9%. Pemerintah
daerah Sidoarjo disarankan untuk memprioritaskan penggunaan lahan sebagai lahan pertanian.
Berdasarkan data BPS (2016), jumlah penduduk Sidoarjo meningkat dari tahun 2011 sejumlah 1.884.042
jiwa, tahun 2012 sejumlah 2.053.467 jiwa, tahun 2013 sejumlah 2.090.619 jiwa, dan tahun 2014 sejumlah
2.127.043 jiwa. Seiring meningkatnya jumlah penduduk, kebutuhan pangan juga semakin meningkat.
Penggunaan lahan pertanian ini juga sesuai dengan RTRW Kabupaten Sidoarjo (Perda no. 6 tahun 2009).
Penggunaan lahan berikutnya adalah pemukiman penduduk sebesar 31.9%, kawasan perdagangan dan
jasa sebesar 20.4% dan kawasan industri sebesar 20.7%.
Kesimpulan
Dari hasil analisis perhitungan didapatkan bahwa alokasi lahan untuk Kabupaten Sidoarjo adalah
sebesar 31,9 untuk lahan pertanian, 27% lahan pemukiman penduduk, 20,7% kawasan industri dan 20,4
% kawasan perdagangan dan jasa. Hal ini berarti alokasi lahan diprioritaskan secara berturutan adalah
digunakan sebagai lahan pertanian, pemukiman penduduk, kawasan industri, dan kawasan perdagangan
dan jasa.
KELAS C
Nuha Aulia Rahman 08211840000071
Billie Aldero Surya 08211840000095
Aden Muhflih Khaitami 08211840000097