Anda di halaman 1dari 3

HTI: Gagal Paham Suriah (1)

Baru-baru ini beredar di medsos, foto baliho HTI (Hizbut Tahrir Indonesia) yang berisi
propaganda ‘bendera Rasulullah’. Karena saya sejak 2011 sudah mengikuti konflik Suriah,
maaf saja, melihat bendera itu langsung teringat pada bendera salah satu kelompok “jihad”
(tapi sudah masuk ke dalam list teroris internasional PBB), yaitu Jabhah Al Nusra. Pada
saat yang hampir bersamaan, tokoh HTI (tapi sudah keluar dan kini jadi Sekjen Forum Umat
Islam, ormas yang juga aktif menyerukan “jihad” ke Suriah) Muhammad Al-Khaththath,
ditangkap polisi dengan tuduhan makar.

Saya pun teringat pada acara “Pengajian Umum dan Bedah buku HTI, Gagal Paham
Khilafah”. yang diselenggarakan Keluarga Mahasiswa NU ITB dan Komunitas Anak Peduli
Bangsa Bandung (27/1/2017). Dalam tulisan berikut ini saya akan memaparkan ulang apa
yang saya sampaikan dalam acara tersebut, agar kita bisa mengambil benang merah dari
dua fenomena yang saya sebut di atas.

Konflik Suriah dimulai dengan aksi-aksi demo menentang pemerintah yang mirip dengan
aksi demo di berbagai negara Arab dalam gelombang Arab Spring 2011. Isu yang diangkat
waktu itu adalah demokratisasi. Namun, demo tidak pernah tereskalasi, yang terjadi hanya
demo-demo minor, dan bahkan provokatornya itu-itu lagi sebagaimana tertangkap kamera
video.[1]

Amnesty International melaporkan bahwa rezim Assad menghadapi demo dengan represif
dan telah terjadi kejahatan kemanusiaan. Namun, bila kita menyimak isi teks laporan itu
dengan cermat akan terlihat metodologi penelitian yang dilakukan tidak valid, antara lain
pengumpulan bukti-bukti tidak dilakukan langsung oleh staf AI di lapangan, melainkan
melalui wawancara telepon dan wawancara pada orang Suriah di Lebanon dan Turki. Asas
corroboration dan cross-checking juga tidak dilakukan, sehingga laporan ini tidak valid.[2]

Sebaliknya laporan jurnalis-jurnalis independen (tidak bekerja pada media mainstream) justru
menunjukkan bahwa di antara para demonstran ada yang angkat senjata sehingga selalu ada
polisi yang jatuh korban (misalnya bisa dibaca laporan Thierry Maysan yang sejak awal
sudah berada di Suriah). Bahkan sejak demo pertama, Assad sudah memberikan tanggapan
yang persuasif, ia mengutus wakilnya, Dr. Buthaina Shaaban untuk bernegosiasi.[3]
Selanjutnya, Assad memenuhi berbagai tuntutan demonstran, seperti pencabutan State
Emergency Law warisan rezim ayahnya, Hafez Al Assad, perubahan UUD (antara lain
membatasi masa jabatan kepresidenan), dll.

Semua upaya demokratis ini diabaikan dan tiba-tiba saja isu berganti menjadi “penegakan
khilafah”. Dan sejak itulah Hizbut Tahrir Indonesia terlihat amat gencar mempropagandakan
berita tentang ‘kekejaman rezim Assad’ yang penuh nuansa kebencian pada ‘Syiah
Nusairiyah’ (publik tidak banyak tahu apa itu, yang ditangkap hanya Syiah-nya saja dan
menyamaratakan dengan semua Syiah). Padahal, di media internasional, nama Hizbut Tahrir
tak banyak disebut. Kita di Indonesia tahu bahwa anggota HT ikut bertempur di Suriah
karena cerita-cerita orang HTI sendiri.

Hal ini rupanya diakui oleh tokoh HT asal Suriah yang tinggal di Libya. “Baba mengkritik
media Arab dan Barat yang mengabaikan keberadaan Hizbut Tahrir dan menutup perannya.
Baba mengatakan kepada Al-Akhbar, Hizbut Tahrir telah ada di Suriah sejak lama dan telah
menjadi target pelarangan rezim Baath,” demikian ditulis dalam berita yang dirilis situs
HTI.[4]

HT berbeda dengan Ikhwanul Muslimin yang rekam jejaknya jelas pernah melakukan
pemberontakan terhadap Rezim Assad tahun 1982, lalu sejak awal konflik 2011 sudah
bergabung dalam koalisi oposisi di Turki, bahkan mubalig IM bernama Moaz al Khatib
pernah menjadi ketua kelompok koalisi tersebut (Syrian National Coalition for Opposition
and Revolutionary Forces (SNCORF). Terkait dengan gerakan bersenjata, IM sejak awal
menunjukkan keberpihakan pada Free Syrian Army, kemudian Jaish Al Islam dan beberapa
afiliasinya.

Para pengamat politik Timteng, khususnya Suriah, memang hampir tak pernah menyebut
nama HT sebagai aktor dalam konflik ini. Yang jelas, di Indonesia, aktivis HT sangat
‘berisik’ soal Suriah, tak jauh beda dengan rekan sejalan-tak sepemikiran mereka, Ikhwanul
Muslimin.

Situs mediaumat.com menulis,” “Hizbut Tahrir memobilisasi para pejuang Islam di sana
untuk menandatangani Mitsaq al-‘Amal li Iqamati al-Khilafah. Hizbut Tahrir juga telah
menyiapkan RUUD Negara Khilafah yang siap kapan saja diterapkan. Hizbut Tahrir juga
telah mempersiapkan para aktivis terbaiknya untuk menjalankan roda pemerintahan.”[5]

Siapa pejuang alias mujahidin yang dimaksud oleh HT? Tidak jelas, tidak pernah ada
deklarasi terbuka, HT berpihak kepada siapa. Indikasi awal yang saya temukan adalah situs
HT Inggris memuat utuh wawancara majalah Time dengan pejabat resmi Jabhah Al Nusrah
dengan tanpa catatan (sanggahan atau komentar). [6]

Lalu pada 2013, Juru Bicara Hizbut Tahrir Indonesia, Ismail Yusanto mengakui, Hizbut
Tahrir pernah mengikuti sumpah setia dengan banyak kelompok mujahidin yang ada di
Suriah, termasuk dengan Al Nusra. [7]

Siapa Al Nusra?
Banyak kader Al Nusra yang berasal dari jaringan jihad Abu Mus’ab al-Zarqawi, yang
dibangun tahun 2002,menyusul kepulangan Zarqawi dari Afganistan. Pejuang jihad Syria
yang bertempur bersama Al-Zarqawi di Herat, Afghanistan pada tahun 2000 dikirim untuk
membangun cabang jaringan ini di Syria dan Lebanon, dengan Al-Zarqawi memegang
kontrol dari Irak. Pasukan jihad Syria ini membangun semacam tempat persinggahan bagi
para jihadis dari berbagai negara yang akan masuk ke Irak. Selama masa ini pula, mereka
menjadi saluran utama distribusi dana bantuan yang digalang para jihadis di negara-negara
Arab dan Teluk.

In 2007, pemerintah Suriah mengambil sikap tegas terhadap aktivis jihad ini dan menangkapi
anggota jaringan Al Zarqawi. Dalam operasi ini, Sheikh Abu al-Qaqaa yang berperan dalam
pengiriman pasukan jihad dari berbagai negara asing ke Irak, tewas. Banyak di antara
pasukan jihad yang berhasil melarikan diri ke Irak lalu mereka kembali ke Suriah pada tahun
2011. Di antara mereka yang kembali untuk ‘berjihad’ di Suriah adalah Abu Mohammad al-
Julani. Dia pun mendirikan Jabhah Al Nusrah, dan menjadi pemimpinnya.[8]

Karena itu, banyak pengamat, serta berbagai tulisan, sering menyebut Al Nusra sebagai Al
Qaida. Mereka punya banyak ‘derivasi’ atau ‘keturunan’, namun semua bergabung dalam
satu keluarga besar Al Qaida. Al Nusra (dan Al Qaida) masuk dalam daftar teroris
internasional. Aksi-aksi mereka memang sangat berbau teror, mulai dari pengeboman, bom
bunuh diri, pembantaian massal, dll.

———————————
[1] https://dinasulaeman.wordpress.com/2016/05/16/kompilasi-video-foto-peran-ngo-dalam-
konflik-suriah/

[2] https://edit.justice.gov/sites/default/files/eoir/legacy/2013/11/07/deadly_detention.pdf

[3]http://www.telegraph.co.uk/news/worldnews/middleeast/syria/8404955/Syria-Bashar-al-
Assad-offers-concessions-to-protesters-for-first-time.html

[4]http://hizbut-tahrir.or.id/2012/05/09/hizbut-tahrir-suriah-rezim-assad-akan-menyerah-
kepada-khilafah-islam/

[5] (http://mediaumat.com/wawancara/4085-96-detik-berdirinya-khilafah-kian-dekat.html)

[6] HT Inggris http://www.hizb.org.uk/news-watch/interview-with-official-of-jabhat-al-


nusra-syrias-islamist-militia-group (terakhir kali diakses oleh penulis tanggal 28 Maret 2013,
20:30. Ketika saat ini diakses, link masih aktif tetapi isi berita dihapus. Dalam wawancara itu
jelas Al Nusra mengakui pihaknya menembaki orang yang tak bersenjata.

[7] http://www.globalmuslim.web.id/2013/06/ismail-yusanto-anggota-hizbut-tahrir.html?m=1

[8] Prahara Suriah, Dina Y. Sulaeman, 2013

bersambung ke bagian 2

Anda mungkin juga menyukai