Anda di halaman 1dari 15

Pengertian tes objektif (tes jawaban singkat)

Tes obyektif (objective test) yang juga dikenal dengan istilah tes jawaban pendek
(short answer test), tes "ya-tidak" ues-no test) dan tes model baru (neto type test), adalah
salah satu jenis tes hasil belajar yang terdiri dari butir-butir soal (items) yang dapat dijawab
oleh testee dengan salah satu (atau lebih) di antara beberapa kemungkinan jawaban yang
telah dipasangkan pada masing-masing items; atau dengan jalan menuliskan (mengisikan)
jawabannya berupa kata-kata atau simbol-simbol tertentu pada tempat atau ruang yang telah
disediakan untuk masing-masing butir item yang bersangkutan.

Macam-Macam Tes Objektif

1) Tes Obyektif Bentuk Benar-Salah (True-False Test)

Tes obyektif bentuk true-false sering dikenal dengarn istilah tes obyektif
bentuk benar- salah atau tes obyektif bentuk "ya-tidak" (yes-no test).

Tes obyektif bentuk true-false memiliki berbagai unggulan, di antara


keunggulannya ialah, bahwa:

1. Pembuatannya mudah
2. Dapat dipergunakan berulang kali.
3. Dapat mencakup bahan pelajaran yang luas
4. terlalu banyak memakan lembaran kertas
5. Bagi testee, cara me,ngerjakannya mudah
6. Bagi tester, cara mengkoreksinya juga mudah

Adapun kelemahan-kelemahan yang disandang olelh tes obyektif bentuk


true-false antara lain adalah :

1. Tes obyektif bentuk true-false membuka peluang untuk berspekulasi dalam


memberikan jawaban.
2. Sifatnya amat terbatas, dalam arti bahwa tes tersebut hanya dapat mengungkap daya
ingat dan pengenalan kembali saja.
3. Pada umumnya tes obyektif jenis ini reliabilitasnya rendah; kecuali apabila butir-butir
soalnya dibuat dalam jumlah yang banyak sekali.
4. Dapat terjadi bahwa butir-butir soal tes obyektif jenis ini tidak dapat dijawab dengan
dua kemungkinan saja yaitu betul atau salah.
2) Tes Obyektif Bentuk Menjodohkan (Matching Test)

Tes obyektif bentuk matching sering dikenal dengan istilah tes menjodohkan,
tes mencari pasangan, tes menyesuaikan, tes mencocokkan dan tes mempertandingkan.

Tes objektif bentuk matching ini memiliki beberapa kelebihan, diantaranya


adalah :

Pembuatannya mudah.

1. Dapat dinilai dengan mudah, cepat dan obyektif.


2. Apabila tes jenis ini dibuat dengan baik, maka factor menebak praktis dapat
dihilangkan.
3. Tes jenis ini sangat berguna untuk menilai berbagai hal misalnya

- antara problem dan penyelesaiannya

- antara teori dan penemunya

-antara sebab dan akibatnya.

-antara singkatan dan kata-kata lengkapnya

-antara istilah dan definisinya.

Adapun segi-segi kelemahan yang dimiliki oleh tes obyektif bentuk matching antara
lain ialah :

1. Matching test cenderung lebih banyak mengungkap aspek hafalan atau daya ingat
saja.
2. Karena mudah disusun, maka tes jenis ini acapkali dijadikan "pelarian" bagi pengajar,
yaitu dipergunakan kalau pengajar tidak sempat lagi untuk membuat tes bentuk lain.
3. Karena jawaban yang pendek-pendek, maka tes jenis ini kurang baik untuk
mengevaluasi pengertian dan kemampuan membuat tafsiran (interpretasi).
4. Tanpa disengaja, dalam tes jenis ini sering menyelinap atau masuk hal-hal yang
sebenarnyakurang perlu untuk diujikan
3) Tes Obyektif Bentuk Fill In

Tes Obyektif Bentuk Tes obyektif bentuk fill in (bentuk isian) ini biasanya berbentuk
cerita atau karangan. Kata-kata penting dalan cerita atau karangan itu beberapa di antaranya
dikosongkan (tidak dinyatakan), sedangkan tugas testee adalah mengisi bagian-bagian yang
telah dikosongkan itu.

Tes obyektif bentuk fill in ini memiliki segi-segi kebaikan dan kelemahan. Di antara
kebaikan-kebaikan yang dimilikinya ialah, bahwa :

1. Dengan menggunakan tes obyektif bentuk fill in maka masalah yang diujikan tertuang
secara keseluruhan dalam konteksnya.
2. Butir-butir item tes obyektif bentuk fill in, berguna sekali untuk mengungkap
pengetahuan testee secara bulat atau utuh mengenai suatu hal atau suatu bidang.
3. Cara penyusunan itemnya mudah.

Adapun segi-segi kelemahan yang disandang oleh tes obyektif bentuk fill in adalah:

1. Tes obyektif bentuk fill in ini cenderung lebih banyak mengungkap aspek
pengetahuan atau pengenalan saja.
2. Karena tes tertuang dalam bentuk rangkaian cerita, maka tes obyektif bentuk fill in
umumnya banyak memakan tempat.
3. Tes obyektif bentuk fill in sifatnya kurang komprehensif, sebab hanya dapat
mengungkap sebagian saja dari bahan yang seharusnya diteskan.

4) Tes Obyektif Bentuk Completion

Tes obyektif bentuk completion sering dikenal dengan istilah tes melengkapi
atau menyempurnakan, yaitu salah satu jenis tes obyektif yang memiliki ciri-ciri
sebagai berikut:

Tes tersebut terdiri atas susunan kalimat yang bagian-bagiannya sudah


dihilangkan (sudah dihapuskan). Bagian-bagian yang dihilangkan itu diganti dengan
titik-titik(........). Titik-titik itu harus diisi atau dilengkapi atau disempurnakan oleh
testee, dengan jawaban- (yang oleh testee telah dihilangkan).
Di antara segi-segi kebaikan yang dimiliki oleh tes obyektif bentuk completion
adalah, bahwa :

 Tes model ini sangat mudah dalam penyusunannya.


 Jika dibandingkan dengan tes obyektif bentuk fill in, tes obyektif ini lebih
menghemat tempat (menghemat kertas)
 Karena bahan yang disajikan dalam tes ini cukup banyak dan beragam,
maka persyaratan komprehensif dapat dipenuhi oleh tes model ini.
 Sehubungan dengan yang disebutkan pada butir c) maka tes ini dapat
digunakan untuk mengukur berbagai taraf kompetensi dan tidak sekedar
mengungkaptaraf pengenalan atau hafalan saja.

Diantara kekurangan-kekurangannya ialah, bahwa:

 Pada umumnya tester lebih cenderung menggunakan tes model ini untuk
mengungkap daya ingat atau aspek hafalan saja
 Dapat terjadi bahwa butir-butir item dari test kurang relevan untuk
diujikan.
 Karena pembuatannya mudah, maka tester menjadi kurang berhati-hati
dalam menyusun kalimat soalnya (butir-butir soal dibuat "asal jadi” saja).

5) Tes Obyektif Bentuk Pilihan Ganda (Multiple Choice tem Test)

Tes obyektif bentuk multiple choice item sering dikenal dengan istilah tes
obyektif bentuk pilihan ganda, yaitu satu bentuk tes obyektif yang terdiri atas
pertanyaan atau pernyataan yang sifatnya belum selesai, dan untuk menyelesaikannya
harus dípilih salah satu (atau lebih) dari beberapa kemungkinan jawab yang telah
disediakan pada tiap-tap butir soal yang bersangkutan. Tes obyektif bentuk muliple
choice item terdiri atas dua bagian, yaitu

1. Item atau soal, yang dapat berbentuk pertanyaan dan dapat pula berbentuk
pernyataan.
2. Option atau alternatif, yaitu kemungkinan-kemungkinan jawab yang dapat
dipilih oleh testee.
Dalam perkembangannya, sampai saat ini tes obyektif untuk multiple
choice item dapat dibedakan menjadi sembilan model, yaitu:

a. Model melengkapi lima pilihan


b. Model asosiasi dengan lima atau empat pithan
c. Model melengkapi berganda
d. Model analisis hubungan antarhal
e. Model analisis kasus
f. Model hal kecuali
g. Model hubungan dinamik
h. Model pemakaian Diagram, Grafik, Peta atau Gambar.

2.4 Kelebihan Dan Kelemahan Tes Obyektif

Di antara keunggulan-keunggulan yang dimiliki oleh tes obyektif ialah, bahwa:

 Tes obyektif sifatnya lebih representatif dalam hal mencakup dan mewakili
materi yang telah diajarkan kepada peserta didik atau telah diperintahkan
kepada peserta didik untuk mempelajarinya.
 Tes obyektif lebih memungkinkan bagi tester untuk bertindak lebih obyektif,
baik dalam mengoreksi lembar-lembar jawaban soal, menentukan bobot skor
maupun dalam menentukan nilai hasil tesnya. Ini dimungkinkan, karena
jawaban soal tes obyektif itu hanya ada dua kemungkinan yaitu "Betul" dan
"Salah" sehingga tertutup kemungkinan bagi tester untuk memberikan tambahan
skor bagi testee yang disukainya, atau "mengurangi" skor bagi testee yang
kurang disukainya
 Mengoreksi hasil tes obyektif adalah jauh lebih mudah dan lebih cepat
ketimbang mengoreksi hasil tes uraian.
 Berbeda dengan tes uraian, maka tes obyektif memberikan kemungkinan kepada
orang lain untuk ditugasi atau dimintai bantuan guna mengoreksi hasil tes
tersebut.
 Butir-butir soal pada tes obyektif, jauh lebih mudah dianalisis, baik analisis dari
segi derajat kesukarannya daya pembedanya, validitas maupun reliabilitasnya.
Adapun segi-segi kelemahan dari tes obyektif antara lain adalah, bahwa:
 Menyusun butir-butir soal tes obyektif adalah tidak semudah seperti halnya menyusun
tes uraian.
 Tes obyektif pada umumnya kurang dapat mengukur atau mengungkap proses
berpikir yang tinggi atau mendalam.
 Dengan tes obyektif, terbuka kemungkinan bagi testee untuk bermain spekulasi, tebak
terka, adu untung dalam memberikan jawaban soal.
 Cara memberikan jawaban soal pada tes obyektif, dimana dipergunakan simbol-
simbol huruf yang sifatnya seragam, seperti: A, B, C, D dan E atau B-S dan
sebagainya, maka hal seperti ini dapat membuka peluang bagi testee untuk melakukan
kerja sama yang tidak sehat dengan sesama testee lainnya.

2.5 Penyusunan Tes Obyektif

Dengan tujuan agar tes obyektif betul-betul dapat menjalankan fungsinya sebagai alat
pengukur hasil belajar, maka petunjuk operasional berikut ini kiranya akan dapat dijadikan
pedoman dalam menyusun butir-butir item tes obyektif.

Pertama, untuk dapat menyusun butir-butir soal tes obyektif yang bermutu tinggi,
pembuat soal tes (dalam hal ini guru, dosen dan lain-lain) harus membiasakan diri dan sering
berlatih, sehingga dari waktu ke waktu ia akan dapat merancang dan menyusun butir-butir
soal tes obyektif dengan lebih baik dan lebih sempurna.

Kedua, setiap kali alat pengukur hasil belajar berupa tes obyektif itu selesai
dipergunakan, hendaknya dilakukan penganalisisan item, dengan tujuan dapat
mengidentifikasi butir-butir item mana yang sudah termaşuk dalam kategor ”baik”dan butir-
butir item mana yang masih termasuk dalam kategori "kurang baik' dan "tidak baik".

Ketiga, dalam rangka mencegah timbulnya dan kerja sama yang tidak sehat di
kalangan testee perlu disiapkan terlebih dahulu suatu norma yang memperhitungkan faktor
tebakan. Norma dimaksud adalah berupa sanksi yang akan diberikan kepada testee, dimana
untuk setiap butir item yang dijawab salah, kepada testee yang bersangkutan akan dikenai
denda berupa penurangan skor.
Keempat, agar tes obyektif disamping mengungkap aspek ingatan atau hafalan juga
dapat mengungkap aspek-aspek berpikir yang lebih dalam, maka dalam merancang dan
menyusun butir-butir item tes obyektif hendaknya tester menggunakan alat bantu berupa
Tabel Spesifikasi Soal yang sering dikenal dengan istilah kisi-kisi soal atau blue print.
Dengan menggunakan alat bantu tersebut diharapkan, akan terjadi keseimbangan antara: butir
soal (yang jumlahnya cukup banyak itu) dengan aspek-aspek psikologis (yang seharusnya
diungkap dalam tes tersebut). Adapun mengenai wujud fisik dan teknik pembuatan tabel
spesifikasi itu akan dibahas secara khusus dalam pasal tersendiri.

Kelima, dalam menyusun kalimat soal-soal tes obyektif, bahasa atau istilah-istilah
yang dipergunakan hendaknya cukup sederhana, ringkas, jelas dan mudah dipahami oleh
testee. Susunan kalimat yang berkepanjangan, istilah yang tidak jelas atau meragukan, dapat
berakibat terjadinya hambatan bagi testee untuk memberikan jawabannya.

Keenam, untuk mencegah terjadinya silang atau perdebatan antara testee dengan
tester, dalam menyusun butir-butir soal tes obyektif hendaknya diusahakan sungguh-sungguh
agar tidak ada butir-butir yang dapat menghasilkan penafsiran ganda atau kerancuan dalam
pemberian jawabannya

Ketujuh, cara memenggal atau memutus kalimat, membubuhkan tanda-tanda baca


seperti titik, koma dan sebagai kisi soalnya, penulisan tanda-tanda aljabar seperti kuadrat,
akar dan sebagainya, hendaknya ditulis secara benar, usahakan agar tidak terjadi kesalahan
ketik atau kesalahan cetak sehingga tidak mengganggu konsentrasi testee dalam yang
mermemberikan jawaban soal

Kedelapan, dengan cara bagaimanakah testee seharusnya memberikan jawaban


terhadap butir-butir soal yang herhubungan diajukan dalam tes, hendaknya diberikan
pedoman atau petunjuknya secara jelas dan tegas, sehingga testee dapat pelajar bekerja
sesuai dengan petunjuk atau perintah yang telah ditentukan dalam petunjuk umum atau
petunjuk khusus masing yang dicantumkan dalam lembar soal tes.
2.6 Teknik Pemberian Skor Tes Objektif

Pada tes obyektif, untuk memberikan skor umumnya digunakan rumus correction for
guessing atau sering dikenal dengan istilah sistem denda. Untuk tes obyektif bentuk true-false
misalnya, setiapitem diberi skor maksimum 1 (satu). Apabila seorang testee menjawab betul
satu item sesuai dengan kunci jawaban, maka kepadanya diberikan skor 1 Apabila dijawab
salah maka skornya 0 (nihil).

Adapun cara menghitung skor terakhir dari seluruh item bentuk true false, dapat
digunakan dua macam rumus, yaitu : (1) rumus yang memperhitungkan denda, dan (2) rumus
yang mengabaikan atau meniadakan denda. Pengunaan rumus-rumus itu sepenuhnya
diserahkan kepada kebijaksanaan tester, apakah dalam tes hasil belajar tersebut kepada testee
akan dikenai denda(bagi jawaban yang salah), ataukah tidak. Rumus skor akhir dengan
memperhitungkan denda adalah sebagai berikut:

𝑅−𝑊
S= 0−1

Di mana :

S = skor yang sedang dicari

R = Jumlah jawaban betul, yaitu jawaban yang sesuai dengan kunci jawaban (R adalah
singkatan dari Right- Betul).

W = Jumlah jawaban salah, yaitu jawaban yang tidak sesuai dengan kunci jawaban

0 = Option atau alternatif (-kemungkinan jawaban), di mana pada tes obyektif bentuk true
false ini kemungkinan jawabnya hanya dua, yaitu B (Betul) atau S (Salah)

1 = Bilangan konstan

Adapun rumus skor akhir yang tidak memperhitungkan denda adalah sebagai berikut:

S=R

di mana:

S = Skor yang sedang dicari

R = Jumlah jawaban betul.


Contoh Soal Test

Tes Menjodohkan (Matching Test)

Jodohkan senyawa-senyawa di awah ini dengan bentuk geometrinya !

1. H2O a. piramida

2. NH3 b. bengkok

3. BeCl2 c. segitiga planar

4. BF3 d. linear

Tes Isian (Completion Test/fill in)

Ikatan yang terjadi karena penggunaan bersama pasangan electron disebut ………

Dibawah ini adalah jenis-jenis penilaian non tes :

a. Pengamatan (Observasi)

Alat/instrumen

Untuk penilaian melalui pengamatan dapat menggunakan skala sikap dan atauangket
(kuesioner).

Skala sikap

Skala sikap adalah alat penilaian hasil belajar yang berupa sejumlah pernyataan sikap tentang
sesuatu yang jawabannya dinyatakan secara berskala, misalnya skala tiga, empat
atau lima. Pengembangan skala sikap dapat mengikuti langkah-langkah sebagai berikut :

1) Menentukan objek sikap yang akan dikembangkan skalanya misalnya sikap


terhadap kebersihan.

2) Memilih dan membuat daftar dari konsep dan kata sifat yang relevan dengan objek
penilaian sikap. Misalnya : menarik, menyenangkan, mudah dipelajari dan sebagainya.

3) Memilih kata sifat yang tepat dan akan digunakan dalam skala.

4) Menentukan skala dan penskoran.


Contoh :

Penilaian skala sikap terhadap kebersihan.

No Pernyataan Skala

1 2 3 4 5

1. Rumah sebaiknya dirawat kebersihannya


setiap hari

2. Kebersihan rumah menjadi tanggung


jawab semua anggota keluarga

3. Ruang kelas perlu dijaga kebersihannya


setiap hari

4. Kebersihan ruang kelas menjadi


tanggung jawab setiap anggota kelas

5. Setiap siswa sebaiknya melaksanakan


tugas piket dengan penuh rasa tanggung
jawab

6. Anak yang lalai melaksanakan tugas


piket harus menggantinya pada waktu
lain

7. Ketua kelas tidak perlu melaksanakan


tugas piket karena sudah bertugas
mengatur kegiatan kelas

Keterangan :

1. sangat tidak setuju

2. tidak setuju

3. kurang setuju

4. setuju

5. sangat setuju
Sama halnya dengan instrument evaluasi yang lain,obsevasi memiliki beberapa kelemahan
dan kelebihan yaitu:

a) Kelemahan:

1. Pelaksanaannya sering terganggu keadaan cuaca atau kesan yang kurang baik dari
observer maupun observi.

2. Masalah yang sifatnya pribadi sulit diamati.

3. Apabila memakan waktu lama, akan menimbulkan kejenuhan.

b) Kelebihan:

1. Observasi cocok dilakukan untuk berbagai macam fenomena.

2. Observasi cocok untuk mengamati perilaku.

3. Banyak aspek yang tidak dapat diukur dengan tes tetapi bisa diukur dengan observasi.

c. Kuisioner

Angket atau kuisioner juga dapat digunakan sebagai alat bantu dalam rangka
penilaian hasil belajar. Berbeda dengan wawancara dimana penilai atau evaluator berhadapan
secara langsung (face to face) dengan peserta didik atau dengan pihak lainnya, maka dengan
menggunakan angket pengumpulan data sebagai bahan penilaian hasil belajar jauh lebih
praktis, menghemat waktu dan tenaga. Hanya saja jawaban-jawaban yang diberikan acapkali
tidak sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya; apalagi jika pertanyaan-pertanyaan yang
diajukan dalam angket itu kurang tajam, sehingga memungkinkan bagi responden untuk
memberikan jawaban yang diperkirakan akan melegakan atau memberikan kepuasan kepada
pihak penilai.

Kuesioner merupakan bentuk lain dari teknik nontes. Secara umum, ada dua jenis
kuesioner yaitu kuesioner tertutup dan terbuka. Kuesioner tertutup adalah kuesioner yang
telah disediakan alternatif jawabannya sehingga responden tinggal memilih yang sesuai
dengan keadaan dirinya. Sedangkan kuesioner terbuka adalah kuesioner yang jawabannya
belum disediakan sehingga responden bebas menuliskan apa yang dia rasakan. Satu hal yang
menjadi ciri utama kuesioner adalah dalam kuesioner tidak ada jawaban benar atau salah.
Angket adalah alat penilaian hasil belajar yang berupa daftar pertanyaan tertulis untuk
menjaring informasi tentang sesuatu, misalnya tentang latar belakang keluarga siswa,
kesehatan siswa, tanggapan siswa terhadap metode pembelajaran, media, dan lain-lain.

Contoh Angket Pendidikan Kewarganegaraan (Kelas VI/1)

Kompetensi Dasar : Meneladani nilai-nilai juang para tokoh yang berperan dalam
proses perumusan Pancasila sebagai Dasar Negara dalam kehidupan sehari-hari

Indikator : Mencontoh nilai persatuan dan kesatuan dalam kehidupan seharihari

Nama siswa : .................................

Jenis kelamin : ..................................

Kelas : ..................................

Petunjuk Pengisian angket!

Lingkari pada pernyataan (Ya/tidak) yang sesuai dengan pilihan Anda .

Mencontoh nilai persatuan

· Dalam berteman memilih-milih berdasarkan suku, ras, agama. Ya/Tidak

· Menghargai pendapat orang lain Ya/Tidak

· Membuat kelompok belajar Ya/Tidak

· Suka bertengkar dengan teman Ya/Tidak

· Mengejek teman yang kurang beruntung Ya/Tidak

2. Mencontoh nilai kesatuan

· Ikut lomba tarian daerah tingkat propinsi. Ya /Tidak

· Mengikuti jambore Tingkat Nasional Ya/Tidak

· Tidak peduli terhadap bencana alam yang menimpa teman di propinsi


lain Ya/Tidak

· Merusak cagar budaya alam Ya/Tidak


2. Penugasan
Penilaian dengan penugasan adalah suatu teknik penilaian yang menuntut peserta
didik melakukan kegiatan tertentu di luar kegiatan pembelajaran di kelas. Penilaian dengan
penugasan dapat diberikan secara individual atau kelompok. Penilaian dengan penugasan
dapat berupa tugas atau proyek.

a. Tugas
Tugas adalah kegiatan yang dilakukan oleh siswa secara terstruktur di luar kegiatan
kelas, misalnya tugas membuat cerita tentang matematikawan, menulis puisi matematika,
mengamati suatu obyek, dan lain-lain. Hasil pelaksanaan tugas ini bisa berupa hasil karya,
seperti: karya puisi, cerita; bisa pula berupa laporan, seperti: laporan pengamatan.

Pelaksanaan pemberian tugas perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut.

1. Banyaknya tugas setiap mata pelajaran diusahakan agar tidak memberatkan siswa
karena memerlukan waktu untuk istirahat, bermain, belajar mata pelajaran lain,
bersosialisasi dengan teman, dan lingkungan sosial lainnya.

2. Jenis dan materi pemberian tugas harus didasarkan kepada tujuan pemberian tugas
yaitu untuk melatih siswa menerapkan atau menggunakan hasil pembelajarannya dan
memperkaya wawasan pengetahuannya. Materi tugas dipilih yang esensial sehingga
siswa dapat mengembangkan keterampilan hidup yang sesuai dengan bakat, minat,
kemampuan, perkembangan, dan lingkungannya.

3. Diupayakan pemberian tugas dapat mengembangkan kreativitas dan rasa tanggung


jawab serta kemandirian.

b. Proyek

Proyek adalah suatu tugas yang melibatkan kegiatan perancangan, pelaksanaan, dan
pelaporan secara tertulis maupun lisan dalam waktu tertentu. Contoh proyek antara lain:
melakukan pengamatan pertumbuhan dan perkembangan tanaman, percobaan foto sintesis
tumbuhan dan perkembangan tanaman, mengukur tinggi pohon dan lebar sungai
menggunakan klinometer.
Contoh keterampilan yang dinilai dalam pelaksanaan suatu proyek.

1. Tahap Persiapan : kemampuan membuat perencanaan, merancang kegiatan, dan


mengembangkan suatu ide.

2. Tahap Produksi : kemampuan memilih dan menggunakan bahan, peralatan, dan


langkah-langkah kerja.

3. Tahap Pelaporan : kemampuan melaporkan hasil pelaksanaan proyek, kendala yang


dihadapi, kelengkapan dan keruntutan laporan.

c. Wawancara ( Interview)

Secara umum wawancara adalah cara menghimpun keterangan yang dilaksanakan dengan
cara tanya jawab lisan secara sepihak, berhadapan muka, dan dengan arah serta tujuan yang
telah ditentukan.

Dua jenis wawancara yang yang dapat digunakan sebagai alat evaluasi adalah:

1. Wawancara terpimpin (guided interview) yang dikenal dengan wawancara berstruktur


atau wawancara sistematis. Pada wawancara sistematis evaluator melakukan Tanya
jawab lisan dengan peserta didik, orang tua peserta didik untuk menghimpun
keterangan yang diutuhkan untuk proses penilaian terhadap peserta didik tersebut.
Wawancara ini dipersiapkan secara matang dengan berpegang pada panduan
wawancara.

2. Wawancara tidak terpimpin (un-guided interview) yang dikenal dengan wawancara


bebas, wawancara sederhana atau wawancara tidak sistematis. Dalam wawancara ini
pewawancara selaku evaluator mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada peserta
didik atau orang tua peserta didik tanpa dikendalikan oleh pedoman tertentu.

Hal-hal yang perlu diperhatikan didalam guru sebagai pewawancara yaitu:

1. Guru yang akan mengadakan wawancara harus mempunyai background tentang apa
yangakan ditanyakan.

2. Guru harus menjalankan wawancara dengan baik tentang maksud wawancara


tersebut.

3. Harus menjaga hubungan yang baik.


4. Guru harus mempunyai sifat yang dapat dipercaya.

5. Pertanyaan hendaknya dilakukan dengan hati-hati, teliti dan kalimatnya jelas.

6. Hindarkan hal-hal yang dapat mengganggu jalannya wawancara.

7. Guru harus mengunakan bahasa sesuai kemampuan siswa yang menjadi sumber data.

8. Hindari kevakuman pembicaraan yang terlalu lama.

9. Guru harus mengobrol dalam wawancara.

10. Batasi waktu wawancara.

11. Hindari penonjolan aku dari guru

Contoh wawancara:

 “Bagaimana cara kamu menghitung luas dari gambar trapezium ini? ”

 “Mengapa kamu menggunakan cara tersebut?”

 “Dari mana kamu mengetahui cara tersebut?”

Anda mungkin juga menyukai