Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Geologi Pengembangan Wilayah
Oleh :
Dan harapan penulis semoga laporan ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, untuk kedepannya dapat memperbaiki bentuk
maupun menambah isi laporan ini agar menjadi lebih baik lagi.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Tanah longsor merupakan contoh dari proses geologi yang disebut dengan
mass wasting yang sering juga disebut gerakan massa (mass movement),
merupakan perpindahan massa batuan dan tanah dari tempat yang tinggi ke tempat
yang rendah karena gaya gravitasi. Setelah batuan lapuk, gaya gravitasi akan
menarik material hasil pelapukan ke tempat yang lebih rendah. Mengingat dampak
yang dapat ditimbulkan oleh bencana tanah longsor, maka identifikasi daerah
kejadian tanah longsor penting untuk dilakukan agar dapat diketahui penyebab
utama longsor dan karakteristik dari tiap kejadian longsor sehingga dapat menjadi
rujukan dalam mitigasi bencana longsor berikutnya. Identifikasi daerah kejadian
longsor juga penting untuk mengetahui hubungan antara lokasi kejadian longsor
dengan faktor persebaran geologi (batuan) dan tata guna lahan di daerah terjadinya
longsor, sehingga dapat diketahui tata guna lahan yang sesuai pada setiap
karakteristik lahan dan geologinya (Effendi, 2008).
Didasari oleh kondisi pada latar belakang diatas, maka perlu dibuat suatu
peta zonasi kerentanan gerakan tanah di daerah Purbalingga terutama pada bagian
utara, sehingga kerugian yang diakibatkan oleh bencana gerakan tanah pada daerah
tersebut dapat dikurangi. Pada tugas ini dilakukan penelitian meliputi seluruh
Kabupaten Purbalingga dengan luas wilayah 777,64 km2. Bahan yang digunakan
dalam analisis ini adalah Data administrasi Kabupaten Purbalingga, data curah
hujan Kabupaten Purbalingga, Data tutupan dan penggunaan lahan Kabuptaen
Purbalingga, Data kemiringan lereng Kabuptaen Purbalingga yang diturunkan dari
data topografi DEM SRTM, serta Peta Geologi Regional Lembar Purwokerto –
Tegal dan Peta Kerentanan Tanah Kabupaten Purbalingga.
I.III. Metode.
1.) Menghitung nilai bobot prioritas tiap parameter kemudian dijumlahkan, setelah
itu nilai tiap parameter dibagi dengan nilai penjumlahan dari total parameter pada
table 1, kemudian menjumlahkan hasil perhitungan pada tabel 2 sepanjang barisnya
dan dibagi oleh banyaknya parameter untuk menghasilkan bobot dari tiap
parameter.
P1 1 3 2 1
P3 1 2 1 1/2
P4 1/2 1 1/2 2 1
Keterangan :
P1 : Litologi
P2 : Tutupan Lahan
P3 : Kemiringan Lereng
P4 : Curah Hujan
{λ 𝑚𝑎𝑘𝑠 − 𝑛}
𝐶𝐼 =
𝑛−1
𝐶𝐼
CR =
𝐶𝑅
3. Analisis Spasial
Analisis spasial dilakukan dengan menumpang susunkan peta-peta digital
setelah diperoleh bobot masing-masing parameter terhadap bahaya longsor melalu
AHP. Analisis spasial akan dilakukan untuk menghasilkan zonasi lokasi yang
berpotensi terjadi bahaya longsor yang selanjutnya akan diklasifikasi jenis bahaya
longsor berdasarkan tingkat ancamannya. Peta-peta digital yang akan ditumpang
susunkan dengan memasukkan setiap bobotnya adalah peta curah hujan, peta
kemiringan lereng, peta jenis tanah dan peta penggunaan dan tutupan lahan.
Pembuatan peta-peta tersebut dibuat dengan menggunakan metode SIG pada
software ArcGis, karena SIG mempunyai kemampuan untuk menghubungkan
berbagai data pada suatu titik tertentu di bumi, menggabungkannya, menganalisa
dan akhirnya memetakan.
Proses pengolahan data spatial menggunakan metode SIG secara umum
adalah :
1. Input
Pada tahap ini mengumpulkan dan mempersiapkan data spasial dan atribut
dari berbagai sumber. Data yang digunakan untuk penentuan zona gerakan tanah
adalah data peta geologi, peta kontur dan peta pola aliran sungai.
2. Derive data
Tahap ini dilakukan untuk mendapatkan suatu data baru dari data yang telah
ada. Peta kelerengan didapatkan dari peta kontur yang sebelumnya telah dibuat
menjadi peta dem. Peta struktur digunakan untuk membuat peta buffer struktur,
sedangkan peta densitas sungai didapatkan dari pengolahan line density aliran
sungai.
3. Reclassify
Data yang akan digunakan dalam analisis ini kemudian dibuat kelas baru.
Setiap parameter dibagi kedalam kelas yang sama agar mendapatkan hasil yang
maksimal.
4. Weighted and Overlay
Tahap terakhir dalam analisi ini adalah pembobotan dan overlay. Nilai
bobot dari setiap parameter didapatkan dari perhitungan AHP. Overlay dilakukan
dengan menggunakan tools weighted sum. Peta yang di overlay pada tahap ini
merupakan peta vektor yang telah diubah menjadi peta raster. Untuk mengetahui
apakah hasil analisis yang dibuat telah sesuai maka hasil analisis dibandingkan
dengan peta zona kerentanan gerakan tanah yang dibuat oleh Pusat Vulkanologi
dan Mitigasi Bencana Geologi.
Hasil Analisis Spasial :
a. Peta Geologi
b. Peta Curah Hujan.
1. Berdasarkan hasil overlay dari parameter yang ada maka didapatkan 4 zonasi
kerentanan gerakan tanah, yaitu :
a. Zona kerentanan gerakan tanah tinggi.
b. Zona kerentanan gerakan tanah menengah.
c. Zona kerentanan gerakan tanah rendah.
d. Zona kerentanan gerakan tanah sangat rendah.
2. Hasil analisis menggunakan metode AHP diperoleh nilai Eigen Maksimal yakni
4,18, nilai konsistensi index (CI) sebesar 0,061 dan nilai rasio konsistensi (CR)
0,006 serta nilai bobot tiap parameter yakni Litologi (P1) memiliki bobot paling
besar yakni 0,36, diikuti dengan parameter Curah Hujan (P4) dengan bobot
sebesar 0,27, Kemiringan Lereng (P3) dengan bobot 0,24, dan Tutupan Lahan
(P2) dengan bobot sebesar 0,13.
3. Kecamatan Karangreja, Karangjambu, Bobotsari, Karanganyar, Kertanegara,
Karangmoncol, Rembang, sebagian wilayah Kecamatan Kutasari, Bojongsari,
dan Mrebet. merupakan kecamatan di Kabupaten Purbalingga dengan nilai
kerentanan gerakan tanah paling tinggi.
4. Kecamatan Kalimanah, Padamara, Purbalingga, Kaligondang, Kemangkon,
Bukateja, Kejobong, Pengadegan, sebagian wilayah Kecamatan Kutasari,
Bojongsari, dan Mrebet.merupakan daerah dengan nilai kerentanan gerakan
tanah rendah sampai sangat rendah.